Anda di halaman 1dari 33

Laporan Kasus

HYDROPNEUMOTHORAK

Disusun Oleh:

Ferry Juniansyah

110.2011.105

Pembimbing:

dr. H. Edi Kurniawan, Sp.P

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Paru

Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi

RSUD Arjawinangun

Maret 2016
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1. ANATOMI PARU

Paru merupakan salah satu pasangan organ respirasi, satu pada kanan dan lainnya pada

toraks kiri, yang dipisahkan satu dengan yang lainnya oleh jantung dan struktur mediastinum.

Paru kanan terdiri atas lobus superior, medius, dan inferior dan pada paru kiri terdiri atas lobus

superior dan inferior.

Gambar 1.1 Sistem Respirasi.(A) Sistem respirasi traktus atas

dan bawah (anterior view). (B) Gambar Mikroskopik alveoli

dan kapiler pulmonal.

Saluran pernafasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, laring, trakea, dan

paru. Laring membagi saluran pernafasan menjadi 2 bagian, yakni saluran pernafasan atas dan

saluran pernafasan bawah. Pada pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan eksternal,

oksigen di hirup melalui hidung dan mulut. Pada waktu bernafas, oksigen masuk melalui
trakea dan pipa bronkial ke alveoli dan dapat erat hubungan dengan darah didalam kapiler

pulmonaris.

Gambar 1.2 Paru-paru (anterior view)

Faring berfungsi sebagai saluran bersama bagi sistem pernafasan maupun pencernaan.

Terdapat dua saluran yang berjalan dari faring-trakea, tempat lewatnya udara ke paru, dan

esophagus saluran tempat lewatnya makanan ke lambung.Setelah laring, trakea terbagi

menjadi dua cabang utama, bronkus kanan dan kiri, yang masing-masing masuk ke paru kanan

dan kiri. Di dalam setiap paru, bronkus terus bercabang-cabang menjadi saluran nafas yang

semakin sempit, pendek, dan banyak seperti percabangan pohon.


Gambar 1.3 Arteri dan vena pulmonalis.
Paru-paru kanan sedikit lebih besar dari paru-paru kiri dan terdiri atas tiga lobus yaitu

lobus superior, lobus medius, dan lobus inferior.Sedangkan paru-paru kiri terdiri atas dua lobus

yaitu lobus superior dan gelambir bawah (lobus inferior).Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan

yang lebih kecil bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai sepuluh segmen, yaitu lima buah

segmen pada lobus superior, dan lima buah segmen pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai

sepuluh segmen, yaitu lima buah segmen pada lobus superior, dua buah segmen pada lobus

medial, dan tiga buah segmen pada lobus inferior.

Cabang terkecil dikenal sebagai bronkiolus.Di ujung-ujung bronkiolus terkumpul

alveolus, kantung udara kecil tempat terjadinya pertukaran gas-gas antara udara dan darah.

Bronkiolus yang lebih kecil tidak memiliki tulang rawan yang dapat menahannya tetap

terbuka. Dinding bronkiolus mengandung otot polos yang dipersarafi oleh sistem saraf

otonom dan peka terhadap hormon zat kimia lokal tertentu. Faktor-faktor ini, dengan

mengubah-ubah derajat kontraksi otot polos bronkiolus, mampu mengatur jumlah udara yang

mengalir antara atmosfer dan setiap kelompok alveolus.


Gambar 1.4 Segmenta brochopulmonum

Alveolus adalah kantung udara berdinding tipis, dapat mengembang, dan berbentuk

seperti anggur yang terdapat diujung percabangan saluran pernapasan. Dinding alveolus

terdiri dari satu lapisan sel alveolus yang gepeng. Jaringan padat kapiler paru yang

mengelilingi setiap alveolus juga hanya setebal satu lapisan sel. Ruang interstisium antara

alveolus dan jaringan kapiler di sekitarnya membentuk suatu sawar yang sangat tipis, dengan

ketebalan hanya 0,2 µm yang memisahkan udara di dalam alveolus dan darah di dalam kapiler

paru. ketipisan sawar tersebut mempermudah pertukaran gas.

Gambar 1.5 :Alveolus


Pleura merupakan membran serosa intratoraks yang membatasi rongga pleura, secara

embriogenik berasal dari jaringan selom intraembrionik;terdiri dari pleura viseral dan pleura

parietal.Pleura viseral dan parietal merupakan jaringan berbeda yang memiliki inervasi dan

vaskularisasi berbeda pula.Pleura secara mikroskopis tersusun atas selapis mesotel, lamina

basalis, lapisan elastik superfi sial, lapisan jaringan ikat longgar,dan lapisan jaringan

fibroelastik dalam. Tekanan pleura bersama tekanan jalan napas menimbulkan tekanan

transpulmoner yang memengaruhipengembangan paru dalam proses respirasi. Cairan pleura

dalam jumlah tertentu berfungsi untuk memungkinkan pergerakan kedua pleuratanpa

hambatan selama proses respirasi. Keseimbangan cairan pleura diatur melalui mekanisme

hukum Starling dan sistem penyaliran limfatikpleura. Rongga pleura merupakan rongga

potensial yang dapat mengalami efusi akibat penyakit yang mengganggu keseimbangan

cairanpleura. Karakteristik pleura lain penting diketahui sebagai dasar pemahaman

patofisiologi kelainan pleura dan gangguan proses respirasi.

Permukaan pleura mengeluarkan cairan intrapleura encer, yang membasahi permukaan

pleura sewaktu kedua permukaan saling bergeser satu sama lain saat gerakan bernapas. Dinding

yang satu dengan dinding lainnya hanya dipisahkan oleh satu film cair yang memungkinkan

mereka menggelinding satu sama lain. Ruang yang terdapat di antara lapisan ini disebut rongga

pleura.(3)

Gambar 2.6 Anatomi pleura.


Fisiologi Paru-Paru

Proses respirasi dapat dibagi menjadi empat golongan utama: (1) ventilasi paru-paru,

yang berarti pemasukan dan pengeluaran udara di antara atmosfir dam alveolus paru, (2) difusi

oksigen dan karbon dioksida di antara alveolus dan darah, (3) transport oksigen dan karbon

dioksida di dalam darah dan cairan tubuh ke dan dari sel, dan (4) pengaturan ventilasi dan segi-

segi respirasi lainnya.

Paru-paru dapat dikembangkan dan dikempiskan dalam dua cara (1) gerakan turun dan

naik difragma untuk memperbesar atau memperkecil rongga dada dan (2) elevasi dan depresi

iga-iga untuk meningkatkan dan menurunkan diameter anteroposterior rongga dada

Pada saat rongga toraks mengembang, paru juga dipaksa mengembang untuk mengisi

rongga toraks yang membesar. Sewaktu paru mengembang, tekanan intraalveolus menurun

karena molekul dalam jumlah yang sama kini menempati volume paru yang lebih besar. Pada

inspirasi biasa, tekanan intra-alveolus menurun 1mmHg menjadi 759 mmHg. Karena tekanan

intra-alveolus sekarang lebih rendah daripada tekanan atmosfer, udara mengalir masuk ke paru

mengikuti penurunan gradien tekanan dari tekanan tinggi ke rendah.

Selama inspirasi, tekanan intrapleura turun ke 754 mmHg akibat pengembangan toraks.

Peningkatan gradien tekanan transmural yang terjadi selama inspirasi memastikan bahwa paru

teregang untuk mengisi rongga toraks yang mengembang.(9)Sebaliknya selama ekspirasi

normal, tekanan intra-alveolar meningkat menjadi hampir +1 mmHg, yang menyebabkan aliran

udara keluar melalui saluran pernafasan. Selama usaha ekspirasi maksimum dengan glottis

tertutup, tekanan intar-alveolar dapat meningkat menjadi lebih dari 100 mmHg pada pria sehat

dan kuat selama usaha inspirasi maksimum ia dapat berkurang menjadi serendah -80 mmHg.
Gambar 2.7 : Fisiologi Paru

2. DEFINISI
Hidropneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara dan cairan di dalam
rongga pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan paru. Cairan ini bisa juga disertai
dengan nanah (empiema) dan hal ini di namakan dengan piopneumotoraks. Sedangkan
pneumotoraks itu sendiri ialah suatu keadaan, di mana hanya terdapat udara di dalam rongga
pleura yang juga mengakibatkan kolaps jaringan paru.
Hidropneumotoraks merupakan suatu kondisi di mana terdapat udara pada cavum
pleura. Pada kondisi normal, rongga pleura ini tidak berisi udara sehingga paru – paru dapat
leluasa mengembang terhadap rongga dada. Udara dalam kavum pleura ini dapat ditimbulkan
oleh :
1. Robeknya pleura visceralis sehingga saat inspirasi udara yang berasal dari alveolus
akan memasukin kavum pleura. Pneumotoraks jenis ini disebut closed
pneumotoraks. Apabila kebocoran pleura visceralis berfungsi sebagai katup, maka
udara yang akan masuk saat inspirasi tak akan dapat keluar dari kavum pleura pada
saat ekspirasi. Akibatnya udara makin lama semakin banyak sehingga mendorong
mediastinum kearah kontralateral dan menyebabkan terjadinya tension
pneumotoraks.
2. Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat hubungan antara
kavum pleura dengan dunia luar. Apabila lubang yang terjadi ini lebih besardari 2/3
diameter trakea, maka udara cendrung lebih melewati lubang tersebut dibanding
traktus respiratorius yang seharusnya. Pada saat inspirasi, tekanan dalam rongga
dada menurun sehingga udara dari luar masuk ke kavum pleura lewat lubang tadi
dan menyebabkan kolaps pada paru ipsilateral. Saat ekspirasi, tekanan rongga dada
meningkat, akibatnya udara dari kavum pleura keluar melalui lubang tersebut.
Kondisi ini disebut sebagain open pneumotoraks (British Thoracic Society, 2003).

3. KLASIFIKASI
Menurut Hudak & Gallo, (2006) Hidropneumotoraks dapat dibagi berdasarkan atas
beberapa hal, yaitu :
Berdasarkan kejadian
(1) Pneumotoraks spontan primer
Pneumotoraks yang ditemukan pada penderita yang sebelumnya tidak
menunjukkan tanda-tanda sakit. Umunya diebabkan oleh pecahnyasuatu bleb sub
pleura yang biasanya terdapat didaerah apeks paru. Faktor resiko utama adalah
merokok. Pada beberapa kasus faktor herediter juga memegang peran, umunya
penderita berpostur tinggi dan kurus.

(2) Pneumotoraks spontan sekunder


Pneumotoraks yang ditemukan pada penderita yang sebelumnya telah menderita
penyakit, mungkin merupakan komplikasi dari pneumonia, abses paru,
tuberkulosis paru, asma kistafibrosis dan karsinoma bronkus. Terjadi sebagai
komplikasi penyakit paru dasarnya (underlying lung disease). Beberapa penyakit
yang sering menjadi penyeabab pneumotoraks antaralain PPOK tipe emfisema dan
tuberkulosis paru.

(3) Pneumotoraks traumatika


Pneumotoraks yang timbul disebabkan robeknya pleura viseralis maupun pleura
parietalis sebagai akibat dari trauma.

(4) Pneumotoraks artifisialis


Pneumotoraks yang sengaja dibuat dengan memasukkan udara ke dalam rongga
pleura, dengan demikian jaringan paru menjadi kolaps sehingga dapat beristirahat.
Pada zaman dulu pneumotoraks artifisialis sering dikerjakan untuk terapi
tuberkulosis paru.
Berdasarkan Lokalisasi
(a) Pneumotoraks parietalis
(b) Pneumotoraks mediastinalis
(c) Pneumotoraks basalis

Berdasarkan tingkat kolapsnya jaringan paru


(1) Pneumotoraks totalis
Apabila seluruh jaringan paru dari satu hemitoraks mengalami kolaps.

(2) Pneumotoraks parsialis


Apabila jaringan paru yang kolaps hanya sebagian. Derajat kolaps paru pada
pneumothorak totalis dapat dinyatakan dalam persen dengan rumus sebagai berikut:

Rumus mengukur volumenya : (A x B) – (a x b) X 100%


(A x B)

Berdasarkan Jenis Fistel


(1) Pneumotoraks ventil
Di mana fistelnya berfungsi sebagai ventil sehingga udara dapat masuk ke dalam
rongga pleura tetapi tidak dapat ke luar kembali. Akibatnya tekanan udara di dalam
rongga pleura makin lama makin tinggi dan dapat mendorong mediastinum ke arah
kontra lateral.

(2) Pneumotoraks terbuka


Di mana fistelnya terbuka sehingga rongga pleura mempunyai hubungan terbuka
dengan bronkus atau dengan dunia luar; tekanan di dalam rongga pleura sama
dengan tekanan di udara bebas.

(3) Pneumotoraks tertutup


Di mana fistelnya tertutup udara di dalam rongga pleura, terkurung, dan biasanya
akan diresobsi spontan. Pembagian pneumotoraks berdasarkan jenis fistelnya ini
sewaktu-waktu dapat berubah. Pneumotoraks tertutup sewaktu-waktu dapat
berubah menjadi pneumotoraks terbuka, dan dapat pula berubah menjadi
pneumotoraks ventil.

4. EPIDEMIOLOGI
Pencatatan tentang insiden dan prevalensi hidropneumothorak belum ada dilkakukan,
namun insiden dan prevalensi pneumotoraks berkisar antara 2,4 - 17,8 per 100.000 penduduk
per tahun. Menurut Barrie dkk, seks ratio laki-laki dibandingkan dengan perempuan 5:1. Ada
pula peneliti yang mendapatkan 8:1. Pneumotoraks lebih sering ditemukan pada hemitoraks
kanan daripada hemitoraks kiri. Pneumotoraks bilateral kira-kira 2% dari seluruh
pneumotoraks spontan. Insiden dan prevalensi pneumotoraks ventil 3 — 5% dari pneumotoraks
spontan. Kemungkinan berulangnya pneumotoraks menurut James dan Studdy 20% untuk
kedua kali,dan 50% untuk yang ketiga kali. Insiden empiema di bagian Paru RSUD. Dr.
Soetomo Surabaya, pada tahun 1987 dirawat 3,4% dari 2.192 penderita rawat inap. Dengan
perbandingan pria:wanita = 3,4:1

5. ETIOLOGI
Hidropneumotoraks spontan terjadi oleh karena pecahnya bleb atau kista kecil yang
diameternya tidak lebih dari 1-2 cm yang berada di bawah permukaan pleura viseralis, dan
sering ditemukan di daerah apeks lobus superior dan inferior. Terbentuknya bleb ini oleh
karena adanya perembesan udara dari alveoli yang dindingnya ruptur melalui jaringan
intersisial ke lapisan jaringan ikat yang beradadi bawah pleura viseralis. Sebab pecahnya
dinding alveolus ini belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga ada dua faktor sebagai
penyebabnya.
1) Faktor infeksi atau radang paru.
Infeksi atau radang paru walaupun minimal akan membentuk jaringan parut pada
dinding alveoli yang akan menjadi titik lemah.

2) Tekanan intra alveolar yang tinggi akibat batuk atau mengejan.


Mekanisme ini tidak dapat menerangkan kenapa pneumotoraks spontan sering terjadi
pada waktu penderita sedang istirahat. Dengan pecahnya bleb yang terdapat di bawah
pleura viseralis, maka udara akan masuk ke dalam rongga pleura dan terbentuklah
fistula bronkopleura. Fistula ini dapat terbuka terus, dapat tertutup, dan dapat berfungsi
sebagai ventil.
3) Robeknya pleura Visceralis
Sehingga saat inspirasi udara yang berasal dari alveolus akan memasuki kavum pleura.
Hidropneumotoraks jenis ini disebut sebagai close pneumotoraks. Apabila kebocoran
pleura visceralis berfungsi sebagai katup, maka udara yang masuk saat inspirasi tak
akan dapat keluar dari kavun pleura pada saat ekspirasi. Akibatnya udara semakin lama
semakin banyak sehingga mendorong mediastinum kearah kontralateral dan
menyebabkan terjadinya tension hidropneumotoraks.

4) Robeknya dinding dada dan pleura parietalis


Sehingga terdapat hubungan antara kavum pleura dengan dunia luar. Apabila lubang
yang terjadi lebih besar dari 2/3 daimeter trakea, maka udara cenderung lebih melewati
lubang tersebut dibanding traktus respiratorius yang seharusnya, pada saat inspirasi
tekanan dalam rongga dada menurun sehingga udara dari luar masuk ke kavum pleura
lewat lubang tadi dan menyebabkan kolaps pada paru ipsilateral. Saat ekspirasi, tekanan
rongga dada meningkat, akibatnya udara dari kavum pleua keluar melalui lubang
tersebut. Kondisi ini disebut sebagai open hidropneumotorax (Darmanto,
Djojodibroto,2009).

6. PATOFISIOLOGI
Paru-paru dibungkus oleh pleura parietalis dan pleura visceralis. Diantara pleura
parietalis dan visceralis terdapat cavum pleura. Cavum pleura normal berisi sedikit cairan
serous jaringan.Tekanan intrapleura selalu berupa tekanan negatif. Tekanan negatif pada
intrapleura membantu dalam proses respirasi. Proses respirasi terdiri dari 2 tahap : Fase
inspirasi dan fase eksprasi. Padafase inspirasi tekanan intrapleura - 9 s/d - 12 cmH2O;
sedangkan pada fase ekspirasi tekanan intrapleura: - 3 s/d - 6 cmH2O. Pneumotorak adalah
adanya udara pada cavum pleura. Adanya udara pada cavum pleura menyebabkan tekanan
negatif pada intrapleura tidak terbentuk. Sehingga akan mengganggu pada proses respirasi.

Pneumotorak dapat dibagi berdasarkan penyebabnya.

a. Pneumotorak spontan oleh karena : primer (ruptur bleb), sekunder (infeksi,


keganasan), neonatal.
b. Pneumotorak yang di dapat oleh karena : iatrogenik, barotrauma, trauma.

Pneumotorak dapat dibagi juga menurut gejala klinis:


a. Pneumotorak simple : tidak diikuti gejala shock atau pre-shock.
b. Tension Pnuemotorak : diikuti gejala shock atau pre-schock

Pneumotorak dapat dibagi berdasarkan ada tidaknya hubungan dengan luar


menjadi :

a. Open pneumotorak.
b. Closed pneumotorak Secara garis besar ke semua jenis pneumotorak mempunyai
dasar patofisiologi yang hampir sama.

Pneumotorak spontan, closed pneumotorak, simple pneumotorak, tension


pneumotorak, dan open pneumotorak. Pneumotorak spontan terjadi karena lemahnya dinding
alveolus dan pleura visceralis. Apabila dinding alveolus dan pleura viceralis yang lemah ini
pecah, maka akan ada fistel yang menyebabkan udara masuk ke dalam cavum pleura.
Mekanismenya pada saat inspirasi rongga dada mengembang, disertai pengembangan cavum
pleura yang kemudian menyebabkan paru dipaksa ikut mengembang, seperti balon yang
dihisap. Pengembangan paru menyebabkan tekanan intraalveolar menjadi negatif sehingga
udara luar masuk. Pada pneumotorak spontan, paru-paru kolpas, udara inspirasi ini
bocor masuk ke cavum pleura sehingga tekanan intrapleura tidak negatif. Pada saat inspirasi
akan terjadi hiperekspansi cavum pleura akibatnya menekan mediastinal ke sisi yang sehat.
Pada saat ekspirasi mediastinal kembali lagi ke posisi semula. Proses yang terjadi ini dikenal
dengan mediastinal flutter.

Pneumotorak ini terjadi biasanya pada satu sisi, sehingga respirasi paru sisi sebaliknya
masih bisa menerima udara secara maksimal dan bekerja dengan sempurna. Terjadinya hiper
ekspansi cavum pleura tanpa disertai gejala pre-shock atau shock dikenal dengan simple
pneumotorak. Berkumpulnya udara pada cavum pleura dengan tidak adanya hubungan dengan
lingkungan luar dikenal dengan closed pneumotorak. Pada saat ekspirasi, udara juga tidak
dipompakan balik secara maksimal karena elastic recoil dari kerja alveoli tidak bekerja
sempurna. Akibatnya bilamana proses ini semakin berlanjut, hiperekspansi cavum pleura pada
saat inspirasi menekan mediastinal ke sisi yang sehat dan saat ekspirasi udara terjebak pada
paru dan cavum pleura karena luka yang bersifat katup tertutup terjadilah penekanan vena cava,
shunting udara ke paru yang sehat, dan obstruksi jalan napas. Akibatnya dapat timbulah gejala
pre-shock atau shock oleh karena penekanan vena cava. Kejadian ini dikenal dengan tension
pneumotorak.
Pada open pneumotorak terdapat hubungan antara cavum pleura dengan lingkunga luar.
Open pneumotorak dikarenakan trauma penetrasi. Perlukaan dapat inkomplit (sebatas pleura
parietalis) ataukomplit (pleura parietalis dan visceralis). Bilamana terjadi open pneumotorak
inkomplit pada saat inspirasi udara luar akan masuk kedalam cavum pleura. Akibatnya paru
tidak dapat mengembang karena tekanan intrapleura tidak negatif. Efeknya akan terjadi
hiperekspansi cavum pleura yang menekan mediastinal ke sisi paru yang sehat. Saat ekspirasi
mediastinal bergeser kemediastinal yang sehat. Terjadilah mediastinal flutter. Bilamana open
pneumotorak komplit maka saat inspirasi dapat terjadi hiper ekspansi cavum pleura mendesak
mediastinal ke sisi paru yang sehat dan saat ekspirasi udara terjebak pada cavum pleura dan
paru karena luka yang bersifat katup tertutup. Selanjutnya terjadilah penekanan vena cava,
shunting udara ke paru yang sehat, dan obstruksi jalan napas. Akibatnya dapat timbulah gejala
pre-shock atau shock oleh karena penekanan venacava. Kejadian inidikenal dengan tension
pneumotorak (Hudak, C.M. 2010)

7. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala yang timbul pada Pneumotoraks tergantung pada besarnya kerusakan
yang terjadi pada sub pleura dan ada tidaknya komplikasi penyakit paru. Gejala yang utama
adalah berupa rasa sakit yang tiba - tiba bersifat unilateral diikuti sesak napas. Gejala ini lebih
mudah ditemukan bila penderita melakukan aktivitas berat. Tapi pada sebagian kasus gejala –
gejala masih dapat ditemukan pada aktivitas biasa atau waktu istirahat. Selain itu terdapat
gejala klinis yang lain yaitu suara melemah, nyeri menusuk pada dada waktu inspirasi,
kelemahan fisik. Pada tahap yang lebih berat gejala semakin lama akan semakin memberat,
penderita gelisah sekali, trakea dan mediastinum dapat mendorong kesisi kontralateral.
Gerakan pernafasan tertinggi pada sisi yang sakit fungsi respirasi menurun, sianosis disertai
syok oleh karena aliran darah yang terganggu akibat penekanan oleh udara, dan curah jantung
menurun

a. Biasanya akan ditemukan adanya nyeri dada yang terjadi secara tiba-tiba, nyerinya
tajam dan dapat menimbulkan rasa kencang di dada.
b. Nafas yang pendek
c. Nafas yang cepat
d. Batuk
e. Lemas
f. Pada kulit bisa ada keluhan sianosis
Manifestasi Klinis (Barbara Engram, 1997)
1. Pneumotoraks tertutup :
- Nyeri tajam pada sisi yang sakit sewaktu bernafas
- Disnea dan takipnea
- Penggunaan otot asesori pernafasan
- Takikardi
- Diaforesis
- Gelisah dan agitasi
- Bunyi hipertimpani diatas daerah yang sakit
- Luka memar pada dada
- Tidakadanya bunyi nafas seirama dengan gerakan dinding dada
2. Pneumotoraks tension :
- Distensi vena leher
- Kemungkinan emfisesma subkutan
- Manifestasi lain seperti pada pneumotoraks tertutup
3. Pneumotoraks terbuka
- Observasi luka dada terbuka terhadap bunyi seperti hisapan
- Manifestasi lain seperti pada pneumotoraks tertutup
4. Hemotoraks
- Pekak dengan perkusi di atas sisi yang sakit
- Manifestasi lain seperti pada pneumotoraks tertutup

8. DIAGNOSIS
Anamnesis
Biasanya ditemukan anamnesis yang khas, yaitu rasa nyeri pada dada seperti ditusuk,
disertai sesak nafas dan kadang-kadang disertai dengan batukbatuk.Rasa nyeri dan sesak nafas
ini makin lama dapat berkurang atau bertambah hebat. Berat ringannya perasaan sesak nafas
ini tergantung dari derajat penguncupan paru, dan apakah paru dalam keadaan sakit atau tidak.
Pada penderita dengan COPD, pneumotoraks yang minimal sekali pun akan menimbulkan
sesak nafas yang hebat. Sakit dada biasanya datang tiba-tiba seperti ditusuk-tusuk se tempat
pada sisi paru yang terkena, kadang-kadang menyebar ke arah bahu, hipokondrium dan
skapula. Rasa sakit bertambah waktu bernafas dan batuk. Sakit dada biasanya akan berangsur-
angsur hilang dalam waktu satu sampai empat hari. Batuk-batuk biasanya merupakan keluhan
yang jarang bila tidak disertaipenyakit paru lain; biasanya tidak berlangsung lama dan tidak
produktif. Keluhan.keluhan tersebut di atas dapat terjadi bersama-sama atau sendirisendiri,
bahkan ada penderita pneumotoraks yang tidak mempunyai keluhan sama sekali. Pada
penderita pneumotoraks ventil, rasa nyeri dan sesak nafas ini makin lama makin hebat,
penderita gelisah, sianosis, akhirnya dapat mengalami syok karena gangguan aliran darah
akibat penekanan udara pada pembuluh darah
dimediastinum.

Pemeriksaan fisik
a) Inspeksi, mungkin terlihat sesak nafas, pergerakan dada berkurang, batukbatuk, sianosis
serta iktus kordis tergeser kearah yang sehat.
b) Palpasi, mungkin dijumpai spatium interkostalis yang melebar Stemfremitus melemah,
trakea tergeser ke arah yang sehat dan iktus kordis tidak teraba atau tergeser ke arah
yang sehat.
c) Perkusi; Mungkin dijumpai sonor, hipersonor sampai timpani.
d) Auskultasi; mungkin dijumpai suara nafas yang melemah, sampai menghilang.

Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan Rontgen foto toraks. Pada rontgen foto
toraks P.A akan terlihat garis penguncupan paru yang halus seperti rambut. Apabila
pneumotoraks disertai dengan adanya cairan di dalam rongga pleura, akan tampak gambaran
garis datar yang merupakan batas udara dan caftan. Sebaiknya rontgen foto toraks dibuat dalam
keadaan ekspirasi maksimal.

Pemeriksaan Diagnostik
a. Foto Rontgen Gambaran radiologis yang tampak pada foto rontgen kasus
hidropneumotoraks antara lain:
1) Bagian hidropneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan
tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps tidak
membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru.
2) Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radioopaque yang
berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali.
Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang
dikeluhkan.
3) Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostals
melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada pendorongan
jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi
hidropneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yang tinggi.
4) Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan sebagai
berikut
a) Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung,
mulai dari basis sampai keapeks. Hal ini terjadi apabila pecahnya fistel
mengarah mendekati hilus, sehingga udara yang dihasilkan akan terjebak di
mediastinum.
b) Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam dibawah kulit.
Hal ini biasanya merupakan kelanjutan dari pneumomediastinum. Udara
yang tadinya terjebak di mediastinum lambat laun akan bergerak menuju
daerah yang lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak
jaringan ikat yang mudah ditembus oleh udara, sehingga bila jumlah udara
yang terjebak cukup banyak maka dapat mendesak jaringan ikat tersebut,
bahkan sampai ke daerah dada depan dan belakang.
c) Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka akan tampak
permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma Foto Rontegen
hidropneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan dengan anak
panahmerupakan bagian paru yang kolaps

b. Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi meskipun pada
kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas yang
berat secara signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.
c. CT-scan thorax. CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema
bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan
ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer dan
sekunder. Komplikasi dapat berupa hemopneumotorak, pneumomediastinum dan
emfisemakutis, fistel bronkopleural dan empiema (Sjahriar Rasad, 2009).

9. Penatalaksanaan Medik
Tindakan pengobatan hidropneumotoraks tergantung dari luasnya permukaan
hidropneumotoraks. Tujuan dari penatalaksanaan ini yaitu untuk mengeluarkan udara dari
rongga pleura, sehingga paru-paru bisa kembali mengembang. Pada hidropneumotoraks yang
kecil biasanya tidak perlu dilakukan pengobatan, karena tidak menyebabkan masalah
pernafasan yang serius dan dalam beberapa hari udara akan diserap. British Thoracic Society
dan American College of Chest Physicians telah memberikan rekomendasi penanganan
hidropneumotoraks adalah :
a. Observasi dan pemberian tambahan oksigen.
Tindakan ini dilakukan apabila luas pneumotoraks <15% dari hemitoraks. Apabila
fistula dari alveoli ke rongga pleura telah menutup, udara dalam rongga pleura perlahan-lahan
akan diresorbsi. Laju resorbsinya diperkirakan 1,25% dari sisi pneumotoraks perhari. Laju
resorbsi tersebut akan meningkat jika diberikan tambahan oksigen. Observasi dilakukan dalam
beberapa hari (minggu) dengan foto dada serial tiap 12-24 jam selama 2 hari bisa dilakukan
dengan atau tanpa harus dirawat dirumah sakit. Jika pasien dirawat dirumah sakit dianjurkan
untuk memberikan tambahan oksigen. Pasien dengan luas pneumotoraks kecil unilateral dan
stabil, tanpa gejala diperbolehkan berobat jalan dandalam 2-3 hari pasien harus control lagi
b. Aspirasi sederhana dengan jarum dan pemasangan tube torakostomi dengan
atau tanpa pleurodesis.
Tindakan ini dilakukan seawal mungkin pada pasien pneumotoraks yang luasnya>15%.
Tindakan ini bertujuan mengeluarkan udara drongga pleura (dekompresi).Tindakan
dekompresi ini dapat dilakukan dengan cara :
1) Menusukkan jarum melalui dinding dada sampai masuk rongga pleura, sehingga
tekanan udara positif akan keluar melalui jarum tersebut.
2) Membuat hubungan dengan udara luar melalui saluran kontra ventil, yaitu dengan :
a) Jarum infuse set ditusukkan ke dinding dada sampai masuk rongga pleura,
kemudian ujung pipa plastik dipangkal saringan tetesan dipotong dan
dimasukkan ke dalam botol berisi air kemudian klem dibuka, maka akan
timbul gelembung-gelembung udara didalam botol.
b) Jarum abbakoth no 14 ditusukkan ke rongga pleura dan setelah mandarin di
cabut, dihubungkan dengan pipa infuse set, selanjutnya.
c) Water sealed drainage (WSD)
Pipa khusus (kateter urin) yang steril dimasukkan kerongga pleura dengan
perantaraan trokar atau klem penjepit. Sebelum trokar dimasukkan ke rongga pleura,
terlebih dahulu dilakukan insisi kulit pada ruang antar sela iga ke enam pada linea
aksilaris media. Insisi kulit juga bisa dilakukan pada ruang antar iga kedua pada linea
mid klavikula. Sebelum melakukan insisi kulit, daerah tersebut harus dibersihkan cairan
disinfektan dan dilakukan injeksi anastesi local dengan lidokain atau prokain 2% dan
kemudian ditutup dengan kain duk steril. Setelah trokar masuk kedalam rongga pleura,
pipa khusus (kateter urin) segera dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian trokar
dicabut sehingga hanya pipa khusus itu yang masih tinggal di ruang pleura.
Pemasukan pipa khusus tersebutdiarahkan ke bawah jika lubang insisi kulitnya
ada diruang antar iga kedua. Pipa khusus atau kateter tersebut kemudian dihubungkan
dengan pipa yang lebih panjangdan terakhir dengan pipa kaca yang dimasukkan ke
dalam air di dalam botol. Masuknya pipa kaca ke dalam air sebaiknya 2 cm dari
permukaan air, supaya gelembung udara mudah keluar. Apabila paru sudah
mengembang penuh dantekanan rongga pleura sudah negative, maka sebelum dicabut
dilakukan uji coba dengan menjepit pipa tersebut selama 24 jam.
Tindakan selanjutnya adalah melakukan evaluasi dengan foto dada, apakah paru
mengembang dan tidak mengempis lagi atau tekanan rongga pleura menjadi positif
lagi. Apabila tekanan rongga pleura menjadi positif lagi maka pipa tersebut belum dapat
dicabut. Bilaparu sudah mengembang maka WSD dicabut. Pencabutan WSD dilakukan
saatpasien dalam keadaan ekspirasi maksimal
3) Torakoskopi dengan pleurodesis dan penanganan terhadap adanya bleb/bulla4.
4) Torakotomi
BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. A
Umur : 62 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Ds. Tegal Gubug, kab. Cirebon
Agama : Islam
Status : Menikah
Pendidikan Terakhir : SMP
Pekerjaan : Supir angkutan umum
Tanggal Masuk RS : 25 Februari 2016
Tanggal Pemeriksaan : 08 Maret 2016

I. ANAMNESIS
Pada pasien dilakukan autoanamnesis pada tanggal 08 Maret 2016

Keluhan Utama
Sesak

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD ARJAWINANGUN dengan keluhan sesak. Sesak ± 1
Bulan sebelum masuk Rumah Sakit. Pasien mengaku sesak nafas yang dialaminya sudah
lama ±1 bulan, namun pasien menghiraukan gejala tersebut hingga akhirnya sesak nafas
yang dialaminya bertambah berat dan dibawa ke IGD. Pasien mengeluhkan kedua tangan
dan kaki serta perut bengkak. Bengkak seperti ini bersamaan dengan timbulnya sesak
pertama kali. Awalnya bengkak kecil namun semakin hari makin membesar. Pasien tindak
pernah berobat ke dokter untuk memeriksakan penyakitnya ini, namun pasien mengobati
penyakitnya sendiri dengan meminum ramuan atau jamu-jamu untuk mengurangi
keluhannya namun tidak ada perubahan. Tidak ada riwayat trauma pada pasien. Pasien
tidak ada riwayat penyakit lainnya. Namun saat dilakukan pemeriksaan glukosa darah di
IGD didapatkan hasil yang tinggi dari nilai normal. Mual dan muntah (-), BAK (+) BAB
(+). Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.
Pasien sebelumnya dirawat di penyakit dalam ±3 hari dan didiagnosis sementara; CHF,
CAD dan susp CKD. Namun setelah di raoutgen dengan hasil; Effusi pleura dextra massif
pasien alih rawat paru. Pasien merupakan pekerja sebagai supir angkutan umum. Pasien
mempunyai kebiasaan minum kopi dan merokok yang sudah lama ±20 tahun dan sehari
bisa lebih dari 2 bungkus.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah memiliki penyakit yang berat seperti sekarang ini. Dan ini merupakan
penyakit yang pertama kali pasien menderita penyakit seperti ini.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama.

Kebiasaan
Pasien sering merokok dan minum kopi.

Sosial & Ekonomi


Pasien seorang pekerja sebagai supir angkutan umum dengan penghasilan yang cukup
untuk kebutuhan sehari-hari.

II. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Tampak sakit sedang, tampak lemah

Kesadaran : Composmentis

Tanda vital :

 TD  130/70 mmHg
 Nadi  74x/menit
 RR  32x/menit
 Suhu  36,5 oC
Kepala : Normocephal, massa (-)
Mata : Sklera Ikterik (-/-)
Konjungtiva Anemis (+/+)
Eksoftalmus (-/-)
Telinga : Nyeri tekan dan ketok mastoid (-/-)
Nyeri tarik aurikula (-/-)

Hidung : Pernapasan cuping hidung

Mulut : Bibir kering (-), tidak pucat.

Leher : KGB tidak membesar

Thorax

Inspeksi : terpasang WSD (water sealed drainage) di thorax dextra, tertampung cairan
dibotol 100–200 cc, warna cairan kuning keruh, bentuk dada asimetris thorax sinistra lebih
tinggi, pergerakan thorax dextra tertinggal. tampak pelebaran sela iga (-/-), masa (-), terdapat
kulit yang hipopigmentasi kedua lapang dada.

Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan. fremitus taktil dan fokal pada paru dextra
menurun.

Perkusi : Redup pada paru bagian lobus media dextra dan timpati pada paru dextra
lobus media mid linea axilaris. sonor disemua lobus paru dextra.

Auskultasi : Vesikuler pada lobus media dan inferior paru dextra menurun dan terdapat
ronki. Vesikuler disemua lobus paru sinestra dan tidak terdapat ronkhi serta wheezing.

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tampak di linea axilaris anterior ICS V

Palpasi : Ictus cordis teraba di linea axilaris anterior ICS V


Perkusi : Pekak, batas jantung kanan linea parasternalis dextra, batas

jantung kiri linea axilaris anterior sinistra

Auskultasi : BJ I/II murni regular, Bising (-)

Abdomen

Inspeksi: datar, distensi (-), kulit sawo matang, venektasi (-)

Auskultasi: bising usus (+) normal

Palpasi: supel, nyeri tekan (-), turgor kulit baik, hepar dan lien tidak teraba, undulasi (-)

Perkusi: timpani pada seluruh abdomen

Ekstremitas :
Akral hangat: + | +
+|+
Edema: -|-
-|-

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah Rutin 26-02-2016 (16:36WIB)

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Hemoglobin 8,2 gr/dL 13.0-18


Hematokrit 25,4 % 39,0-54,0
Lekosit 7,7 10^3/uL 4000-11000
Trombosit 344 10^3/uL 150000-450000
Eritrosit 3,65 Mm3 4,4-6,0
MCV 72,3 Fl 79-99

MCH 22,5 Pg 27-31

MCHC 31,1 g/dL 33-37

RDW 17,2 fL 33-47

MPV 6,2 fL 7,9-11,1

PDW 12,8 fL 9,0-13,0

GDS 204 mg/dL 70-140


Kimia Klinik. 26/02/2016 (10:02WIB)

Ureum 16,8 mg/dL 10-45

Kreatinin 0,70 Mg/dL 0.50-1.10

Albumin 2.69 g/dl 3.5-5.5

Kimia Klinik 27/02/2016 (07:23WIB)


Ureum 15,4 mg/dL 10-45

Kreatinin 0,75 Mg/dL 0.50-1.10

Elektrolit 27/02/2016 (07:23WIB)

Natrium 139 mmol/l 135-155


Kalium 2,9 mmol/l 3,5-5,5
Chlorida 90 mmol/l 95-105

Tanggal Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

01-03-2016 (12:03WIB) Glukosa Sewaktu 197 mg/dL 70-140

01-03-2016 (20:06WIB) Glukosa Sewaktu 283 mg/dL 70-140

02-03-2016 (06:57WIB) Glukosa Sewaktu 199 mg/dL 70-140

02-03-2016 (20:09WIB) Glukusoa Sewaktu 289 mg/dL 70-140

03-03-2016 (06:33WIB) Glukosa Sewaktu 236 mg/dL 70-140


03-03-2016 (19:41WIB) Glukosa Sewaktu 269 mg/dL 70-140

Hemoglobin 8.7
gr/dL 13.0-18
Hematokrit 26.5
% 39,0-54,0
9.38
Lekosit 10^3/uL 4000-11000
402
Trombosit 10^3/uL 150000-450000
3.72
Eritrosit Mm3 4,4-6,0
71.3
MCV Fl 79-99
23.3
MCH Pg 27-31
32.7
MCHC g/dL 33-37
15.0
RDW fL 33-47
7.3
MPV fL 7,9-11,1
38.4
PDW fL 9,0-13,0
0.2
Eosinofil % 0-3
03-03-2016 (11:30WIB) 0.3 0-1
Basofil %
87.2 50-70
Segmen %
6.9 20-40
Limfosit %
3.9 2-8
Monosit %
1.5 35-47
Stab %
2.82 3.5-5.5
Albumin g/dl
135 135-145
Natrium Mmol/l
3.0 3.5-5.5
Kalium Mmol/l
89 95-105
Chlorida Mmol/l
04-03-2016 (06:39WIB) Glukosa Sewaktu 209 mg/dL 70-140

04-03-2016 (16:13WIB) Glukosa Sewaktu 320 mg/dL 70-140


05-03-2016 (06:23WIB) Glukosa Sewaktu 224 mg/dL 70-140

05-03-2016 (17:05WIB) Glukosa Sewaktu 219 mg/dL 70-140

05-03-2016 (09:22WIB) Albumin 3.22 g/dl 3.5-5.5

06-03-2016 (17:50WIB) Glukosa Sewaktu 214 mg/dL 70-140

07-03-2016 (10:58WIB) Hemoglobin 8.0


gr/dL 13.0-18
Hematokrit 26.0
% 39,0-54,0
6.3
Lekosit 10^3/uL 4000-11000
306
Trombosit 10^3/uL 150000-450000
3.60
Eritrosit Mm3 4,4-6,0
72.2
MCV Fl 79-99
22.2
MCH Pg 27-31
30.8
MCHC g/dL 33-37
17.5
RDW fL 33-47
7.1
MPV fL 7,9-11,1
13.8
PDW fL 9,0-13,0
0
Eosinofil % 0-3
0 0-1
Basofil %
75.5 50-70
Segmen %
15.5 20-40
Limfosit %
9.0 2-8
Monosit %
0 35-47
Stab %
07-03-2016 (19:37WIB) Glukosa Sewaktu 243 mg/dL 70-140

08-03-2016 (06:50WIB) Glukosa Sewaktu 233 mg/dL 70-140


Radiologi 27-02-2016

Thoraks:

Tampak perselubungan semiopaque homogeny dilapangan paru dextra

Sinus Costophrenicus dextra tumpul

Diafragma dextra tertutup

Cor: CTR tak valid dinilai Aorta tampak Kalsifikasi

Sisterna tulang yang tervisualisasi intact

KESAN:

Effusi pleura dextra massif

Besar cor tak valid dinilai


Radiologi 04-03-2016

Thoraks:

Tampak lesi lusent di hemithorax dextra

Tampak penebalan pleura dextra terpasang WSD tube

Tampak collaps paru dextra

Sinus costophrenicus dextra tumpul

Diafragma licin

Cor: CTR tak valid. Aorta tak tampak kelainan

Sistema tulang yang tervisualisasi intact

KESAN:

1. Hydropneumothorax dextra dengan collaps paru dextra


2. Besar cor tak valid dinilai.
EKG

III. DIAGNOSIS KERJA

 HYDROPNEUMOTHORAK DEXTRA
IV. PENATALAKSANAAN
 Advice dr.Sibli Sp.PD 27-02-2016 :
 Infus RL
 ISDN 2 x 1
 Aspilet 1 x 1
 Furosemid 1 x 1
 Ranitidin 2 x 1
 Cek elektrolit
 Rontgen
 Transfuse albumin 20%
29-02-2016 Alih rawat ke Paru.

01-03-2016 Advice dr.Edi Kurniawan Sp.P :

 WSD

02-03-2016 :

 Infus RL
 O2
 Levofloxasin
 Keterolak
 Nebulizer

V. PROGNOSIS
 ad vitam : dubia ad bonam
 ad sanationam : dubia ad bonam
 ad fungsionam : dubia ad bonam

VI. RESUME
Pasien laki-laki 62 Tahun dating ke RSUD ARJAWINANGUN dengan keluhan sesak
nafas ±1 bulan SMRS. Keluhan disertai dengan bengkak pada kedua tangan dan kaki serta
perut sejak ±1 bulan. Pasien tidak pernah berobat ke dokter, namun pasien mengobati
keluhan tersebut dengan konsumsi jamu-jamu/ramuan. Tidak terdapat trauma dan keluhan
lainnya disangkal. Pasien mempunyai kebiasaan minum kopi dan merokok. Pada hasil
pemeriksaan fisik didapatkan bentuk dada asimetris thorax sinistra lebih tinggi, pergerakan
thorax dextra tertinggal serta terdapat kulit yang hipopigmentasi kedua lapang dada. Pada
hasil Palpasi tidak terdapat nyeri tekan. fremitus taktil dan fokal pada paru dextra menurun.
Saat perkusi didapatkan redup pada paru bagian lobus media dextra dan timpati pada paru
dextra lobus media mid linea axilaris. Pada auskultasi didapatkan vesikuler pada lobus
media dan inferior paru dextra menurun dan terdapat ronki. Pada hasil pemeriksaan
radiologi; Hydropneumothorax dextra dengan collaps paru dextra. Hasil WSD tertampung
cairan dibotol 100–200 cc, warna cairan kuning keruh.

FOLLOW UP :

Tanggal Perjalanan Penyakit Instruksi Dokter


08/03/2016 S/ Nyeri pada luka tindakan (+) P/
06:30 WIB Sesak (+) namun sudah berkurang. - Infus RL
TD : 130/70 mmHg Nyeri dada (-). Mual (-) muntah (-) - 02
demam (-) bengkak kedua - Meftil nebu /8jam
Nadi : 74x/menit
extremitas (-) - Furosemide
RR : 32x/menit
- Ranitidin
Suhu : 36,5 oC O/ Kepala : Kepala :
Normocephal, massa (-)
Mata : Sklera Ikterik (-/-)
Konjungtiva Anemis (+/+)
Eksoftalmus (-/-)
Telinga : Nyeri tekan.
Nyeri tarik aurikula (-/-)
Hidung : Pernapasan cupinghidung
Mulut : Bibir kering (-), tidak
pucat.
Leher: KGB tidak memmbesar

Thorax:
Inspeksi : terpasang WSD
(water sealed drainage) di thorax
dextra, tertampung cairan dibotol
100–200 cc, warna cairan kuning
keruh, bentuk dada asimetris thorax
sinistra lebih tinggi, pergerakan
thorax dextra tertinggal. tampak
pelebaran sela iga (-/-), masa (-),
terdapat kulit yang hipopigmentasi
kedua lapang dada.
Palpasi : Tidak terdapat
nyeri tekan. fremitus taktil dan
fokal pada paru dextra menurun.
Perkusi: Redup pada paru bagian
lobus media dextra dan timpati
pada paru dextra lobus media mid
linea axilaris. sonor disemua lobus
paru dextra.
Auskultasi: Vesikuler pada lobus
media dan inferior paru dextra
menurun dan terdapat ronki.
Vesikuler disemua lobus paru
sinestra dan tidak terdapat ronkhi
serta wheezing.
Abdomen : BU (-) NT (+)
Extremitas: akral hangat. Edem (-)

ANALISA KASUS

Pasien ini saat masuk didiagnosis; CHF, CAD, sups CKD dan secara radiologis terdapat
efusi pleura bilateral. Pada CHF (Cronic Hearth Failure) khususnya gagal jantung kiri terjadi
aliran balik aliran darah jantung ke vena pulmonalis. Akibatnya tekanan hidrostatik dalam
pembuluh darah meningkat dan mengakibatkan perpindahan cairan ke dalam pleura. Namun
cairan pada CHF biasanya berupa transudat. Kemungkinan trauma dapat disingkirkan karena
berdasarkan anamnesis riwayat trauma disangkal dan tidak tampak tanda trauma pada tubuh
pasien, serta cairan yang tertampud dari WSD bukan merupakan darah melainkan eksudat
berwarna kuning keruh.
DAFTAR PUSTAKA

 Dorland. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC. 2011; Hal. 1257.

 Scanlon, Valerie C. Tinasander. The Respiratory System. Library of Congress in

Publication. 2010. Hal. 344-352.

 Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari Sel Ke Sisitem Edisi 6. Jakarta : EGC.

2011; Hal. 411-458.

 Davey, Patrick. Atlas of Netter : Anatomy of Lung. 2011. Hal. 186-187, 190, 192-193.

 Guyton dan Hall . Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 12. Jakarta : EGC.2013; Hal.

343-371.

 Pratomo IP, Yunus F. Anatomi dan Fisiologi Pleura.Departemen Pulmonologi dan

Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSUP

Persahabatan, Jakarta, Indonesia. 2013. Hal. 407-412.

 Anatomy and Physiology of the Lungs.Center of Asbestos Releated Desease. Montana.

2014. Hal. 1-6.

 SnellRS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Editor; Liliana Sugiharto. Edisi

6. Jakarta : EGC. 2008; Hal. 90-91.

 Abdul Mukti dkk (2009) Pedoman Diagnosis dan Terapi lab ilmu penyakit paru RSUD

Soetomo Surabaya. Surabaya

 Alsagaf Hood dan Mukti Abdul H, (2002). Dasar-Dasar Ilmu Diagnostik Fisik

Paru. Surabaya: Airlangga.

 Alsagaff Hood, (2010), Dasar Ilmu Penyakit Paru, Jakarta: EGC

 Budi Swidarmoko, Agus dwi Susanto. (2010). Pulmonologi Intervensi dan Gawat

Darurat Nafas. Jakarta: FK UI

 Herdman. T. Heather (2012). NANDA International Diagnosis Keperawatan Definisi

dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai