Anda di halaman 1dari 45

REFERAT

TRAUMA MATA

Dokter Pembimbing :
dr. Risty Arie Handini, Sp.M

Penyusun :
Lambert Hezekiah Eddy S.Ked
NPM :
217101780

Ilmu Penyakit Mata


RSUD IBNU SINA GRESIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
2022
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Trauma Mata


Penyusun : Lambert Hezekiah Eddy
Bidang Studi : Ilmu Penyakit Mata
Pembimbing : dr. Risty Arie Handini, Sp.M

Telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing

Gresik,……………………………………..

dr. Risty Arie Handini, Sp.M

ii
KATA PENGANTAR

AssaIamu'aIaikum Wr.Wb., SaIam Sejahtera, Om Santi Santi Om,


Namo Buddhaya.
Puji syukur penuIis panjatkan kepada Tuhan yang maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya. PenuIis teIah menyeIesaikan penuIisan referat
“SkoIiosis”.
PenuIisan referat ini bertujuan untuk memenuhi saIah satu syarat keIuIusan
program pendidikan profesi dokter pada FakuItas Kedokteran Universitas Wijaya
kusuma Surabaya yang diIaksanakan di RSUD IBNU SINA. Ucapan terimakasih
penuIis sampaikan kepada dokter pembimbing, dan kepada semua pihak terkait
yang teIah membantu daIam penyeIesaian Iaporan referat ini.
TuIisan Iaporan referat ini masih jauh dari sempurna. Dengan kerendahan
hati, penuIis mohon maaf yang sebesar-besarnya dan mengharapkan kritik dan
saran yang membangun. Semoga tuIisan Iaporan referat ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak.

WassaIamuaIaikum Wr. Wb., SaIam Sejahtera, Om Santi Santi Om, Namo


Buddhaya.

Gresik, 6 J un i 20 2 2

PenuIis

iii
BAB I Pendahuluan.....................................................................................................1
BAB II Tinjauan pustaka..............................................................................................2
2.1 Definisi........................................................................................................2
2.2 Anatomi dan struktur tulang......................................................................2
2.3 Epidemologi................................................................................................4
2.4 Etiologi dan kasifikasi..................................................................................5
2.5 Patofisiologi................................................................................................8
2.6 Manifestasi klinis........................................................................................9
2.7 Diagnosis.....................................................................................................9
2.8 Pemeriksaan penunjang.............................................................................13
2.9 Diagnosis banding.......................................................................................23
2.10 Prognosis...................................................................................................26
BAB III Penutup...........................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................2

iv
BAB 1

PENDAHULUAN

Mata merupakan salah satu panca indra yang mempunyai fungsi yang begitu kompleks,
dengan ukuran yang kecil. Kelainan-kelainan yang terjadi pada organ ini akan menyebabkan
berbagai manifestasi klinis dan apa bila tidak dapat ditangani dengan baik, akan
mengakibatkan kebutaan ataupun gangguan yang lain yang bersifat permanen. Kelainan
tersebut tidak hanya terjadi pada bola mata, namun terjadi pada seluruh kesatuan dari indra
ini yang meliputi kelopak mata, bola mata, bahkan sampai pada tempat di mana bola mata
tersebut berada.

Trauma pada mata akan mengakibatkan kerusakan mata serta menyebabkan timbulnya
penyulit yang dapat menyebabkan menurunnya fungsi penglihatan. Trauma pada mata dapat
disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya trauma tumpul, trauma tembus bola mata, trauma
kimia serta trauma radiasi.

Trauma pada mata dapat mengenai jaringan di bawah ini secara terpisah atau menjadi
gabungan trauma jaringan mata. Trauma dapat mengenai jaringan mata: palpebrae,
konjungtiva, cornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik, dan orbita. Trauma mata
merupakan keadaan gawat darurat pada mata.

1
BAB 1I

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan
mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata. Perlukaan yang ditimbulkan
dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata.

B. ANATOMI
Bola mata terdiri atas dinding dan isi :
1. Dinding bola mata : sklera, bagian terdepan sklera disebut kornea.
2. Isi bola mata : kamera okuli anterior, uvea (iris,badan siliar dan koroid), lensa,
badan kaca, retina

a. Kornea
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya,
merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan. Terdiri dari 5
lapisan yaitu :
1) Epitel
Epitel kornea merupakan lapis yang paling luar kornea dan berbentuk
epitel gepeng berlapistan tanpa tanduk. Bagian terbesar ujung saraf kornea
berakhir mpada epitel ini. Setiap gangguan epitel akan memberikan gangguan
sensibilitas kornea berupa rasa sakit atau mengganjal. Daya regenerasi epite

2
cukup besar sehingga apabila terjadi kerusakan akan diperbaiki dalam
beberapa hari tanpa membentuk jaringan parut.

2) Membran Bowman
Membran bowman terletak dibawah epitel merupakan suatu membran
tipis yang homogen terdiri atas susunan serat kolagen kuat yang
mempertahankan bentuk kornea. Bila terjadi kerusakan pada membran
bowman maka akan berakhir dengan terbentuknya jaringan parut.

3) Stroma
Merupakan jaringan yang paling tebal dari kornea dan terdiri atas
jaringan kolagen yang tersusun dalam lamel- lamel dan berjalan sejajar dengan
permukaan kornea. Diantara serat- serta kolagen terdapat matriks. Stroma
bersifathigroskopin yang menarik air di dalm stroma kurang lebih 70%. Kadar
air dalam stroma relatif tetap yang diatur oleh fungsi pompasel endotel dan
penguapan oleh epitel. Apabila fungsi endotel kurang baik maka akan terjadi
keleihan kadar air sehingga timbul sembab kornea (edema kornea). Serat di
dalam stroma demikian teratur sehingga memberikan gambaran kornea yang
transfaran. Bila terjadi gangguan dari susunan serat di dalam stroma seperti
endema dan sikatriks kornea akan mengakibatkan sinar yang melalui kornea
terpecah dan kornea terlihat keruh.

4) Membran Descement
Merupakan suatu lapisan tipis yang bersifat kenyal, kuat, tidak
berstruktur dan bening; terletak dibawah stroma, lapisan ini merupakan
pelindung atau barrier infeksi dan masuknya pembuluh darah.

5) Endotel
Terdiri atas`suatu lapisan sel yang merupakan jaringan terpenting
untuk mempertahankan kejernihan kornea. Sel endotel adalah sel yang
mengatur cairan di dalam stroma kornea endotel tidak mempunyai daya
regenerasi sehingga bila terjadi kerusakan endotel tidak akan normal lagi.
Endotel dapat rusak atau terganggu fungsinya akibat trauma bedah, penyakit
intra okular. Usia lanjut akan mengakibatkan jumlah endotel berkurang.

3
Kornea tidak mengandung pembuluh darah, jernih dan bening,selain sebagai
dinding, juga berfungsi sebagai media penglihatan, dipersarafi oleh N.V.

b. Bilik Mata Depan


Sudut bilik mata yang dibentuk jaringan korneosklera dengan pangkal iris.
Pada bagian ini terjadi pengaliran keluar cairan bilik mata. Bila terdapat hambatan
aliran keluar cairan mata (aquos humor) maka akan terjadi penimbunan cairan
bilik mata di dalam bola mata sehingga tekanan bola mata (TIO) akan meningkat
atau glaukoma. Berdekatan dengan sudut ini akan ditemukan jaringan trabekulum,
kanal Schlemm, baji sklera, garis Schwalbe, dan jonjot iris.
Sudut bilik mata depan sempit terdapat pada mata berbakat glaukoma sudut
tertutup, hipermetropia, blokade pupil, katarak intumesen, dan sinekia posterior
perifer.

c. Uvea
Lapisan vaskuler bolamata yang terdiri atas iris badan siliar dan koroid.
Perdarahan uvea anterior 2 buah arteri siliaris posterior dan 7 arteri siliaris
anterior. Keduanya bergabung menjadi 1 membentuk arteri silkularis mayor pada
badan siliar. Brevis yang menembus sclera disekitar tempat masuk saraf optic
Uvea posterior perdarahan dari 15-20 arteri siliaris posterior.
Persyarafan uvea dari ganglion siliar terletak antara bola mata dengan otot
rektus lateral, 1cm di depan foramen optic yang menerima 3 akar syaraf posterior:
1. Saraf sensoris yang mengandung serabut sensoris untuk kornea, iris dan badan
siliar
2. Saraf simpatis yang membuat pupil dilatasi
3. Akar syaraf motor yang memberikan saraf parasimpatis untuk mengecilkan
pupil

a) Iris
Iris merupakan bagian yang memberi warna pada mata, warna coklat
pada iris yang akan menghalangi sinar masuk kedalam mata,iris juga mengatur
jumlah sinar yang masuk kedalam pupil melalui besarnya pupil.

4
b) Badan siliar
Merupakan susunan otot melingkar, menghasilkan humor aquaeus dan
memiliki system ekresi dibelakang limbus. 3 otot akomodasi pada badan siliar
adalah otot longitudinal, radiar,sirkular.

d. Pupil
Pupil berwarna hitam pekat yang mengatur jumlah sinar masuk kedalam bola
mata.Pada pupil terdapat m.sfinger pupil yang bila berkontraksi akan
mengakibatkan mengecilnya pupil ( miosis ) dan m.dilatator pupil yang bila
berkontriksi akan mengakibatkan membesarnya pupil ( midriasis )

e. Lensa
Jaringan ini berasal dari ectoderm permukaan yang berbentuk lensa di dalam
mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris yang
terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan
menipis pada saat terjadinya akomodasi.
Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik mata
belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serest lensa
di dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa terus-menerus
dehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa sehingga
membentuk nucleus lensa.
Bagian sentral lensa merupakan serat lensa yang paling dahulu dibentuk atau
serat lensa yang tertua di dalam kapsul lensa. Didalam lensa dapat dibedakan
nucleus embrional, fetal dan dewasa.
Dibagian luar nucleus ini terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut
sebagai korteks lensa. Korteks yang terletak disebelah depan nucleus disebut
sebagai korteks anterior, sedang di belakangnya korteks posterior. Nucleus lensa
mempunyai konsistensi lebih keras di banding korteks lensa yang lebih muda. Di
bagian perifer kapsul lensa terdapat zonula Zinn yang menggantung lensa di
seluruh ekuatornya pada bahan siliar.

5
Lensa mata merupakan struktur globular yang transparan, terletak di belakang
iris, di depan badan kaca. Bagian depan ditutupi kapsul anterior dan belakang oleh
kapsul posterior. Di bagian dalam kapsul terdapak korteks dan nucleus.
Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu :
1. Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi
untuk menjadi cembung
2. Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan
3. Terletak di tempatnya

Fungsi lensa adalah :


1. Refraksi
Sebagai bagian optic bola mata untuk memfokuskan sinar ke bintik kuning,
lensa menyumbang + 18,0-Dioptri

2. Fungsi akomodasi
Dengan kontraksi otot-otot siliaris ketegangan zonula Zinn berkurang
sehingga lensa lebih cembung untuk melihat obyek dekat.

Keadaan patologik lensa ini dapat berupa :


1. Tidak kenyal pada orang dewasa yang akan mengakibatkan presbiopia

6
2. Keruh atau apa yang disebut katarak
3. Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi

f. Badan kaca
Jaringan sepertikaca, bening terletak antara lensa dan retina. 90% berisi cairan
berfungsi mempertahan kan bolamata agar tetap bulat, mengisi ruangan untuk
meneruskan sinar dari lensa ke retina. Tidak terdapat pembuluhdarah dan sel.

g. Retina
Retina merupakan membran tipis yang terdiri atas saraf sensorik penglihatan
dan serat saraf optik. Retina merupakan jaringan saraf mata yang dibagian luarnya
berhubungan erat dengan koroid. Koroid memberikan nutrisi pada retina luar atau
sel kerucut dan sel batang. Bagian koroid yang memegang peranan penting dalam
metabolisme retina adalah membran Bruch dan sel epitel pigmen. Retina bagian
dalam mendapat metabolisme dari arteri retina sentral. Dari luar ke dalam secara
histologik, retina dibagi dalam 10 lapisan, yaitu:
1. Lapisan epitel pigmen, yang merupakan bagian koroid
2. Lapisan sel batang dan kerucut (sel fotoreseptor), merupakan lapisan
pengangkap sinar
3. Lapisan membran pembatas luar
4. Lapisan inti luar, terutama terdiri atas inti sel-sel visual atau sel kerucut dan
batang
5. Lapisan pleksiform luar
6. Lapisan inti dalam, terbentuk dari badan dan nucleus sel-sel bipolar
7. Lapisan pleksiform dalam
8. Lapisan sel ganglionik, merupakan suatu lapisan sel saraf bercabang
9. Lapisan serabut sel saraf, dalam lapisan ini terdapat cabang-cabang utama
pembuluh retina
10. Lapisan membran pembatas dalam, merupakan lapisan paling dalam

7
Pada bagian sumbu aksial posterior, retina tidak terdiri atas 10 lapisan. Hal ini
untuk memudahkan sinar dari luar mencapai sel kerucut dan sel batang. Bagian ini
disebut makula lutea atau bintik kuning. Daerah ini merupakan penglihatan sentral
dimana ketajaman penglihatan maksimal. Makula lutea pada pemeriksaan
funduskopi akan terlihat lebih jelas karena ketipisannya dan karena adanya refleks
fovea yang merupakan sinar yang dipantulkan kembali. Pada saat ini akan terasa
silau sekali. Fovea sentral merupakan bagian retina yang sangat sensitif dan yang
akan menghasilkan ketajaman penglihatan maksimal atau 6/6. Bila terjadi
kerusakan pada fovea sentral ini maka ketajaman penglihatan akan sangat
menurun karena pasien akan melihat dengan bagian perifer makula lutea.
Sel fotoreseptor terdiri atas sel kerucut yang mempunyai 6 juta sel pada setiap
mata, berperan dalam penglihatan warna (pigmen warna). Sedangkan sel batang
mempunyai 12 juta sel pada setiap mata, mempunyai peran dalam penglihatan
dalam gelap (rodopsin). Sel kerucut 500 kali lebih sensitif terhadap cahaya
dibanding sel batang.
Retina menerima darah dari dua sumber, khoriokapilaria yang berada tepat di
luar membrana Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan
pleksiform luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen
retina: serta cabang-cabang dari arteria sentralis retina, yang mendarahi dua per
tiga sebelah dalam. Fovea sepenuhnya diperdarahi oleh khoriokapilaria dan
mudah terkena kerusakan yang tak dapat diperbaiki kalau retina mengalami ablasi.
Pembuluh darah retina mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang, yang

8
membentuk sawar darah retina. Lapisan endotel pembuluh koroid dapat ditembus.
Sawar darah retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina.

h. Nervus Optikus
Saraf penglihatan yang meneruskan rangsangan listrik dari mata ke korteks
visual untuk dikenali bayangannya.
Kelainan refraksi dapat terjadi karena adanya kelainan pada kelengkungan
kornea dan lensa, Indeks bias yang berkurang dan Adanya kelainan pada sumbu
mata.

C. OTOT, SARAF & PEMBULUH DARAH


Beberapa otot bekerja sama menggerakkan mata. Setiap otot dirangsang oleh
saraf kranial tertentu.

Tulang orbita yang melindungi mata juga mengandung berbagai saraf lainnya.

1. Saraf optikus membawa gelombang saraf yang dihasilkan di dalam retina ke otak
2. Saraf lakrimalis merangsang pembentukan air mata oleh kelenjar air mata

3. Saraf lainnya menghantarkan sensasi ke bagian mata yang lain dan merangsang
otot pada tulang orbita.

9
Arteri oftalmika dan arteri retinalis menyalurkan darah ke mata kiri dan mata
kanan, sedangkan darah dari mata dibawa oleh vena oftalmika dan vena retinalis.
Pembuluh darah ini masuk dan keluar melalui mata bagian belakang.

Struktur Pelindung

Struktur di sekitar mata melindungi dan memungkinkan mata bergerak secara bebas
ke segala arah. Struktur tersebut melindungi mata terhadap debu, angin, bakteri, virus,
jamur dan bahan-bahan berbahaya lainnya, tetapi juga memungkinkan mata tetap
terbuka sehingga cahaya masih bisa masuk.

a. Orbita adalah rongga bertulang yang mengandung bola mata, otot-otot, saraf,
pembuluh darah, lemak dan struktur yang menghasilkan dan mengalirkan air
mata.

b. Kelopak mata merupakan lipatan kulit tipis yang melindungi mata. Kelopak mata
secara refleks segera menutup untuk melindungi mata dari benda asing, angin,
debu dan cahaya yang sangat terang.
Ketika berkedip, kelopak mata membantu menyebarkan cairan ke seluruh
permukaan mata dan ketika tertutup, kelopak mata mempertahankan kelembaban
permukaan mata. Tanpa kelembaban tersebut, kornea bisa menjadi kering, terluka
dan tidak tembus cahaya.
Bagian dalam kelopak mata adalah selaput tipis (konjungtiva) yang juga
membungkus permukaan mata

c. Bulu mata merupakan rambut pendek yang tumbuh di ujung kelopak mata dan
berfungsi membantu melindungi mata dengan bertindak sebagai barrier
(penghalang). Kelenjar kecil di ujung kelopak mata menghasilkan bahan
berminyak yang mencegah penguapan air mata.

d. Kelenjar lakrimalis terletak di puncak tepi luar dari mata kiri dan kanan dan
menghasilkan air mata yang encer. Air mata mengalir dari mata ke dalam hidung
melalui 2 duktus lakrimalis; setiap duktus memiliki lubang di ujung kelopak mata
atas dan bawah, di dekat hidung. Air mata berfungsi menjaga kelembaban dan

10
kesehatan mata, juga menjerat dan membuang partikel-partikel kecil yang masuk
ke mata. Selain itu, air mata kaya akan antibodi yang membantu mencegah
terjadinya infeksi.

D. FISIOLOGI
Sinar yang masuk ke mata sebelum sampai di retina mengalami pembiasan
lima kali yaitu waktu melalui konjungtiva, kornea, aqueus humor, lensa, dan vitreous
humor. Pembiasan terbesar terjadi di kornea. Bagi mata normal, bayang-bayang benda
akan jatuh pada bintik kuning, yaitu bagian yang paling peka terhadap sinar.

E. JENIS-JENIS TRAUMA
Trauma mata berdasarkan penyebabnya dibagi ;

1. Mekanis :
a. Tumpul
b. Tajam
c. Tembus
2. Bahan Kimia :
a. Asam
b. Basa
3. Fisik :
a. Cahaya
b. Ledakan
c. Kebakaran
d. Blow out Fracture

1. TRAUMA MEKANIS
a. Trauma Tumpul
Trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan benda yang keras atau benda yang
tidak keras, dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan keras (kencang)
ataupun lambat. Tingkatan dari rudapaksa mata ini tergantung dari besar, berat,
energi kinetik dari obyek.

11
Gelombang tekanan akibat dari rudapaksa mata menyebabkan :

1. Tekanan yang sangat tinggi didalam bola mata.


2. Perubahan dari bola mata.
3. Tekanan dalam bola mata akan menyebar antara cairan vitreous yang kental
dan jaringan sclera yang tidak elastis. Akibatnya terjadi peregangan dan
robeknya jaringan pada tempat dimana ada perbedaan elastisitas, mis: daerah
limbus, sudut iridocorneal, ligamentum Zinii, corpus ciliare.
Respon dari jaringan terhadap rudapaksa mata tumpul :

1. Vasokonstriksi dari pembuluh darah perifer, sehingga terjadi iskemia dan


nekrosis lokal.
2. Diikuti dengan vasodilatasi, hiperpermeabilitas, aliran darah yang menurun.
3. Dinding pembuluh darah robek maka cairan jaringan dan isi sel akan
menyebar menuju jaringan sekitarnya sehingga terjadi edema dan perdarahan.

1) PALPEBRA
Suatu benturan tumpul bisa
mendorong mata ke belakang sehingga
kemungkinan merusak struktur pada
permukaan (kelopak mata, konjungtiva,
sklera, kornea dan lensa) dan struktur mata
bagian belakang (retina dan persarafan).

Hematoma palpebra merupakan pembekakan atau penimbunan darah di


bawah kulit kelopak akibat pecahnya pembuluh darah palpebral. Bila perdarahan
terletak lebih dalam dan mengenai kedua kelopak dan berbentuk kaca mata hitam,
maka keadaan ini disebut hematoma kaca mata dan merupakan keadaan yang
gawat.

2) KONJUNGTIVA
1. Edema Konjungtiva

12
Jaringan konjungtiva yang bersifat
selaput lendir dapat menjadi kemotik pada
setiap kelainannya, demikian pula akibat
trauma tumpul. Bila kelopak terpajan ke
dunia luar dan konjungtiva secara
langsung kena angin tanpa dapat
mengedip, maka keadaan ini telah dapat
mengakibatkan edema pada konjungtiva.
Kemotik konjungtiva yang berat dapat mengakibatkan palpebra tidak
menutup sehingga bertambah rangsangan terhadap konjungtiva.
Pada edema konjungtiva dapat diberikan dekongestan untuk mencegah
pembendungan cairan didalam selaput lendir konjungtiva. Pada kemotik
konjungtiva berat dapat dilakukan insisi sehingga cairan konjungtiva kemotik
keluar melalui insisi tersebut.

2. Hematoma Subkonjungtiva
Terjadi akibat pecahnya pembuluh
darah yang terdapat pada atau dibawah
konjungtiva, seperti arteri konjungtiva
dan arteri episklera.
Bila perdarahan ini terjadi akibat
trauma tumpul maka perlu dipastikan
bahwa tidak terdapat robekan dibawah jaringan konjungtiva atau sklera.
Kadang-kadang hematoma subkonjungtiva menutupi keadaan mata yang lebih
buruk seperti perforasi bola mata. Pemeriksaan funduskopi adalah perlu pada
setiap penderita dengan perdarahan subkonjungtiva akibat trauma. Bila
tekanan bola mata rendah dengan pupil lonjong disertai tajam penglihatan
menurun dan hematoma subkonjungtiva maka sebaiknya dilakukan eksplorasi
bola mata untuk mencari kemungkinan adanya ruptur bulbus okuli.
Pengobatan ini pada hematoma subkonjungtiva ialah dengan kompres
hangat. Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsorpsi dalam 1-2
minggu tanpa diobati.

13
3) KORNEA
1. Edema Kornea
Trauma tumpul yang keras atau cepat
mengenai mata dapat mengakibatkan edema
kornea malahan ruptur membran descement.
Edema kornea akan memberikan keluhan
penglihatan kabur dan terlihatnya pelangi
sekitar bola lampu atau sumber cahaya yang dilihat. Kornea akan terlihat keruh
dengan uji placido yang positif.
Edema kornea yang berat dapat mengakibatkan masuknya serbukan sel radang
dan neovaskularisasi kedalam jaringan stroma kornea.
Pengobatan yang diberikan adalah larutan hipertonik seperti NaCl 5% atau
larutan garam hipertonik 2-8%, glukose 40% dan larutan albumin.
Bila terdapat peninggian tekanan bola mata maka diberikan azetolamida.
Pengobatan untuk menghilangkan rasa sakit dan memperbaiki tajam penglihatan
dengan lensa kontak lembek dan mungkin akibat kerjanya menekan kornea terjadi
pengurangan edema kornea.
Penyulit trauma kornea yang berat berupa terjadinya kerusakan membran
descement yang lama sehingga mengakibatkan keratopati bulosa yang akan
memberikan keluhan rasa sakit dan menurunkan tajam penglihatan akibat
astimagtisme ireguler.
2. Erosi Kornea
Erosi kornea merupakan keadaan
terkelupasnya epitel kornea yang dapat
diakibatkan oleh gesekan keras pada epitel
kornea. Erosi dapat terjadi tanpa cedera
pada membran basal. Dalam waktu yang
pendek epitel sekitarnya dapat bermigrasi
dengan cepat dan menutupi defek epitel
tersebut.
Pada erosi pasien akan merasa sakit
sekali akibat erosi merusak kornea yang
mempunnyai serat sensibel yang banyak,
mata berair, denagan kornea yang keruh.

14
Pada kornea akan terlihat suatu defek epitel kornea yang bila diberi
perwanaan fluorescein akan berwarna hijau.
Epitel yang terkelupas atau terlipat sebaiknya dilepas atau dikupas. Untuk
mencegah infeksi bakteri diberikan antibiotika spektrum luas seperti neosporin,
kloramfenikol, dan sulfasetamide tetes mata. Akibat rangsangan yang
mengakibatkan spasme siliar maka diberikan siklopegik aksi pendek seperti
tropikamida. Pasien akan merasa lebih tertutup bila dibebat tekan selama 24 jam.
Erosi yang kecil biasanya tertutup kembali setelah 48 jam.

4) UVEA
1. Iridodialisis
Trauma tumpul dapat mengakibatkan robekan pada pangkal iris sehingga
bentuk pupil menjadi berubah. Pasien akan melihat ganda dengan satu matanya.

Pada iridosialisis akan terlihat


pupil lonjong. Biasanya iridodialisis
terjadi bersama-sama dengan
terbentuknya hifema. Bila keluhan
demikian maka pada pasien
sebaiknya dilakukan pembedahan
dengan melakukan reposisi pangkal iris yang terlepas.

2. Hifema
D

5) LENSA
1. Subluksasi Lensa.
Terjadi akibat putusnya sebagian zonula zinii sehingga lensa berpindah tempat.
Subluksasi lensa dapat juga terjadi spontan akibat pasien menderita kelainan pada
zonula zinn yang rapuh (sindrom Marfan).
Pasien pasca trauma akan mengeluh penglihatan
berkurang. Subluksasi lensa akan memberikan
gambaran pada iris berupa iridodonesis. Akibat
pegangan lensa pada zonula tidak ada maka lensa yang elastic akan menjadi
cembung, dan mata akan menjadi lebih miopik. Lensa yang menjadi sangat

15
cembung mendorong iris ke depan sehingga sudut bilik mata tertutup. Bila sudut
bilik mata menjadi sempit pada mata ini mudah terjadi glaucoma sekunder.
2. Luksasi Lensa Anterior.
Bila seluruh zonula zinn di sekitar ekuator putus akibat trauma maka lensa dapat
masuk ke dalam bilik mata depan. Akibat lensa terletak dalam bilik mata depan
ini maka akan terjadi gangguan pengaliran keluar cairan bilik mata sehingga akan
timbul glaucoma kongestif akut dengan gejala-gejalanya.
Pasien akan mengeluh penglihatan menurun mendadak, disertai rasa sakit yang
sangat, muntah, mata merah dengan blefarospasme. Terdapat injeksi siliar yang
berat, edema kornea, lensa di dalam bilik mata depan. Iris terdorong ke belakang
dengan pupil yang lebar. Tekanan bola mata sangat tinggi.
3. Luksasi Lensa Posterior.
Pada trauma tumpul yang keras pada mata dapat terjadi luksasi lensa posterior
akibat putusnya zonula zinn di seluruh lingkaran ekuator lensa sehingga lensa
jatuh ke dalam badan kaca dan tenggelam di dataran bawah polus posterior
fundus okuli. Pasien akan mengeluh adanya skotoma pada lapang pandangannya
akibat lensa mengganggu kampus. Mata ini akan menunjukkan gejala mata tanpa
lensa atau afakia. Pasien akan melihat normal dengan lensa +12.0 dioptri untuk
jauh, bilik mata depan dalam dan iris tremulans. Lensa yang terlalu lama berada
dalam polus posterior dapat menimbulkan penyulit akibat degenerasi lensa,
berupa glaucoma fakolitik ataupun uveitis fakotoksik
4. Cincin Vossius
Pada trauma lensa dapat terlihat apa yang disebut sebagai cincin Vossius yang
merupakan cincin berpigmen yang terletak tepat di belakang pupil yang dapat
terjadi segera setelah trauma, yang merupakan deposit pigmen iris pada dataran
depan depan lensa sesudah sesuatu trauma , seperti suatu stempel jari.

6) TRAUMA RETINA DAN KOROID


1. Edema Retina dan Koroid
Trauma tumpul pada retina dapat mengakibatkan edema retina, penglihatan
akan sangat menurun. Edema retina akan memberikan warna retina yang lebih
abu-abu akibat sukarnya melihat jaringan koroid melalui retina yang sembab.
Berbeda dengan oklusi arteri retina sentral dimana terdapat edema retina kecuali

16
macula, sehingga pada keadaan ini akan terlihat cherry red spot yang berwarna
merah. Edema retina akibat trauma tumpul juga mengakibatkan edema makula
sehingga tidak terdapat cherry red spot.
Pada trauma tumpul yang paling ditakutkan adalah terjadi edema macula
atau edema berlin. Pada keadaan ini akan terjadi edema yang luas sehingga
seluruh polus posterior fundus okuli berwarna abu-abu.
Umumnya penglihatan akan normal kembali setelah beberapa waktu, akan
tetapi dapat juga penglihatan berkurang akibat tertimbunnya daerah macula oleh
sel pigmen epitel.
2. Ablasio Retina.
Trauma diduga merupakan
pencetus untuk terlepasnya retina
dari koroid pada penderita ablasi
retina. Biasanya pasien telah
mempunnyai bakat untuk
terjadinya ablasi retina ini seperti
retina tipis akibat retinitis
semata, miopia, dan proses degenerasi lainnya.
Pada pasien akan terdapat keluhan seperti adanya selaput yang seperti tabir
menganggu lapangan pandangannya. Bila terkena atau tertutup daerah makula
maka tajam penglihatannya akan menurun.
Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang berwarna abu-abu
dengan pembuluh darah yang terlihat terangkat dan berkelok-kelok. Kadang-
kadang terlihat pembuluh darah seperti yang terputus-putus. Pada pasien dengan
ablasi retina maka secepatnya dirawat untuk dilakukan pembedahan oleh dokter
mata.
3. Ruptur Koroid
Pada trauma keras dapat terjadi perdarahan subretina yang dapat merupakan
akibat dari ruptur koroid. Ruptur ini biasanya terletak di polus posterior bola mata
dan melingkar konsentris di sekitar papil saraf optik.
Bila ruptur koroid ini terletak atau mengenai daerah makula lutea maka
tajam penglihatan akan turun dengan sangat. Ruptur ini bila tertutup oleh
perdarahan subretina agak sukar dilihat akan tetapi bila darah tersebut telah

17
diabsorpsi maka akan terlihat bagian ruptur berwarna putih karena sklera dapat
dilihat langsung tanpa tertutup koroid.
7) TRAUMA SARAF OPTIK
1. Avulsi Papil Saraf Optik
Pada trauma tumpul dapat terjadi saraf optik terlepas dari pangkalnya
didalam bola mata yang disebut sebagai avulsi papil saraf optik. Keadaan ini akan
mengakibatkan turunnya tajam penglihatan yang berat dan sering berakhir dengan
kebutaan. Penderita ini perlu dirujuk untuk dinilai kelainan fungsi retina dan saraf
optiknya.

2. Optik Neuropati Traumatik


Trauma tumpul dapat mengakibatkan kompresi pada saraf optik, demikian
pula perdarahan dan edema sekitar saraf optik.
Penglihatan akan berkurang setelah cidera mata. Terdapat reaksi defek
aferen pupil tanpa adanya kelainan nyata pada retina. Tanda lain yang dapat
ditemukan adalah gangguan penglihatan warna dan lapangan pandang. Papil saraf
optik dapat normal dalam beberapa minggu sebelum menjadi pucat.
Diagnosis banding penglihatan turun setelah sebuah cidera mata adalah
trauma retina, perdarahan badan kaca, trauma yang mengakibatkan kerusakan
pada khiasma optik.
Pengobatan adalah dengan merawat pasien pada waktu akut dengan
memberi steroid. Bila penglihatan memburuk setelah steroid maka perlu
dipertimbangkan untuk pembedahan.

b. Trauma Tajam
Trauma tajam pada mata adalah suatu trauma dimana seluruh lapisan jaringan
atau organ mengalami kerusakan. Trauma tajam disebabkan benda tajam atau benda
asing masuk ke dalam bola mata.
TANDA DAN GEJALA
1. Tajam penglihatan yang menurun
2. Tekanan bola mata rendah
3. Bilik mata dangkal
4. Bentuk dan letak pupil berubah

18
5. Terlihat adanya ruptur pada cornea atau sclera
6. Terdapat jaringan yang prolaps (cairan mata iris, lensa,badan kaca atau retina).
7. Konjungtiva kemotis

Trauma tajam pada mata karena benda tajam maka dapat mengenai organ mata dari
yang terdepan sampai yang terdalam. Trauma tajam bola mata bisa mengenai :
1) PALPEBRA
Luka terbuka palpebra : Keluhan rasa nyeri, bengkak dan berdarah. Di
temukan adanya laserasi pada palpebra.

2) KONJUNGTIVA
a. Perdarahan: Di temukan hematoma pada lapisan konjungtiva, akibat dari
goresan benda tajam.
b. Robekan 1 cm : Tidak dijahit, diberikan antibiotika lokal.
c. Robekan lebih dari 1 cm : Dijahit dengan benang cat gut atau sutera
berjarak 0,5 cm antara tiap-tiap jahitan. Beri antibiotika lokal selama 5 hari
dan bebat mata untuk 1-2 hari.
3) KORNEA
a. Erosi kornea : Penatalaksanaan seperti rudapaksa mata tumpul
b. Ulkus kornea
Sebagian besar disebabkan oleh trauma
yang mengalami infeksi sekunder. Pada
anamnesa, ditemukan teraba nyeri,
epifora, fotofobia, blefarospasme.
Pemeriksaan :
 nampak kornea yang edema dan
keruh.
 bagian yang mengalami kerusakan epitel menunjukkan pengecatan
( + ).

4) SCLERA

19
Luka ini lekas tertutup oleh
konjungtiva sehingga kadang sukar
diketahui. Luka tembus sclera harus
dipertimbangkan apabila dibawah
konjungtiva nampak jaringan hitam
(koroid).

5) OFTALMIA SIMPATIKA
Oftalmia simpatika adalah uveitis granulomatosa bilateral yang menghancurkan,
yang timbul 10 hari sampai beberapa tahun setelah cidera mata tembus di daerah
corpus ciliare, atau setelah kemasukan benda asing. Sembilan puluh persen
kasus terjadi dalam 1 tahun setelah cidera. Penyebabnya tidak diketahui, namun
penyakitnya agaknya berkaitan dengan hipersensitivitas terhadap beberapa
unsur dari sel-sel berpigmen dari uvea. Kondisi ini sangat jarang terjadi setelah
bedah intraokuler tanpa komplikasi terhadap katarak atau glaucoma. Oftalmia
simpatika terjadi setelah salah satu mata terkena trauma tembus. Pada kasus
yang jarang, luka tembus pada mata juga termasuk luka karena pembedahan.
Mata yang cidera disebut exciting eye ( mata terangsang ) dan mata yang tidak
cidera disebut sympathizing eye (yang simpatik).
Proses berlangsung :

1. Tahap iritasi ( Sympatetic Iritation )

2. Tahap radang ( Sympatetic Inflamation )

TAHAP IRITASI

Anamnesa :

 keluhan nyeri,
 tanda-tanda radang ringan,
 epifora,
 fotofobia.
Pemeriksaan :

 tanda-tanda iritis ringan.


 Biasanya bersifat reversibel atau langsung tahap radang.
TAHAP RADANG

20
Dapat berlangsung akut/menahun.

Stadium ini bersifat irreversibel dan kemungkinan besar akan memburuk bila
pengobatan kurang sempurna.

Terapi :

 Mata traumatik : enukleasi bulbi dipertimbangkan bila visus 0 atau lebih jelek
daripada mata simpatetik.
 Mata yang masih mempunyai visus walaupun terbatas selalu menjadi
pertimbangan yang sangat sulit apakah akan dilakukan enukleasi atau
dipertahankan.

6) IRIS
Iritis sering sebagai akibat dari trauma.

- Anamnesa :
 keluhan nyeri,
 epifora,
 fotofobia,
 blefarospasme
- Pemeriksaan :
 pupil miosis,
 reflek pupil menurun,
 sinekia posterior
7) LENSA
1. Katarak Traumatika
Akibat respon radang dari lensa setelah terkena trauma benda tajam.

8) CORPUS ALIENUM (BENDA ASING)


Merupakan benda asing yang masuk ke dalam mata akibat dari trauma dan tidak
dapat keluar secara fisiologis.
Benda asing yang masuk dalam mata dapat dibagi 2 kelompok yaitu :

a. Benda logam :

21
misal : emas, perak, platina, besi, tembaga.

Benda logam ini dapat bersifat magnet atau non magnet.

b. Benda bukan logam :


batu, kaca, porselin, plastik, bulumata, dll.

Benda yang menimbulkan reaksi jaringan mata berupa perubahan selular dan
membran sehingga mengganggu fungsi dari mata.

Misal : besi berupa siderosis dan tembaga berupa kalkosis. Besi biasanya
merusak jaringan yang mengandung epitel sedangkan tembaga merusak
bagian membran misal descement kornea lensa, iris, badan kaca, dll.

- Pengobatan :
 mengeluarkan benda asing
 Bila lokalisasi di palpebra dan konjungtiva, kornea maka dengan
mudah dapat dilepaskan setelah pemberian anestesi lokal.
 Untuk mengeluarkan perlu kapas lidi atau jarum suntik tumpul/
tajam.
 Bila benda bersifat magnetik maka dapat dikeluarkan dengan
magnet portable atau giant magnet.
 Bila benda asing pada segmen posterior hendaknya dikirim ke pusat
oleh karena memerlukan tindakan yang lebih cermat dan
perlengkapan yang khusus.
 Pemberian antibiotika lokal pada benda asing di konjungtiva dan
kornea.
 Pada kornea dapat ditambahkan atropin 0,5 %-1 %, bebat mata dan
diamox bila ada tanda-tanda glaukoma sekunder.

22
c. Trauma Tembus
Trauma tembus adalah trauma yang mengakibatkan adanya "pintu
masuk" terjadinya luka (injury with an entance wound) yang menembus ke
intraokular. Mekanisme terjadinya trauma tembus pada mata ini adalah trauma
terbuka
Trauma tembus menyebabkan gangguan pada lapisan mata terluar tanpa
menganggu kontinuitas anatomi keseluruhan mata, tidak sampai terjadi
prolapsus dari isi bola mata. Namun demikian trauma ini menjadi hal yang
sangat serius dan mengancam fungsi penglihatan yang memakan waktu serta
biaya yang mahal dan prognosis kebanyakan kasus adalah buruk
Luka akibat trauma tembus dapat mengakibatkan berbagai keadaan seperti berikut :
a. Trauma tembus pada palpebra
Mengenai sebagian atau seluruhnya, jika mengenai levator aponeurosis dapat
menyebabkan suatu ptosis yang permanen.

Laserasi palpebra

b. Trauma tembus pada saluran lakrimalis


Dapat merusak sistem pengaliran air mata dari pungtum lakrimalis sampai ke
rongga hidung. Hal ini dapat menyebabkan kekurangan air mata.

c. Trauma tembus pada Orbita

23
Luka tajam yang mengenai orbita dapat merusak bola mata, merusak saraf optik,
menyebabkan kebutaan atau merobek otot luar mata sehingga menimbulkan
paralisis dari otot dan diplopia. Selain itu juga bisa menyebabkan infeksi,
menimbulkan selulitis orbita, karena adanya benda asing atau adanya hubungan
terbuka dengan rongga-rongga di sekitar orbita.

Trauma tembus orbita

d. Trauma tembus pada Kongjungtiva


Trauma dapat mengakibatkan robekan pada konjungtiva. Bila robekan
konjungtiva ini kecil atau tidak melebihi 1 cm, maka tidak perlu dilakukan
penjahitan. Bila robekan lebih dari 1 cm perlu dilakukan penjahitan untuk
mencegah granuloma. Pada setiap robekan conjungtiva perlu diperhatikan juga
robekan sklera yang biasa disertai robekan konjungtiva. Disamping itu,
pemberian antibiotik juga perlu diberikan untuk mencegah infeksi sekunder

Trauma tembus subkonjungtiva

24
e. Trauma tembus pada Sklera
Bila ada luka tembus pada sklera dapat menyebabkan penurunan tekanan bola
mata dan kamera okuli jadi dangkal, luka sklera yang lebar dapat disertai prolaps
jaringan bola mata, sehingga bisa menyebabkan infeksi dari bagian dalam bola
mata.

f. Trauma tembus pada Kornea


Bila luka tembus mengenai kornea dapat menyebabkan gangguan fungsi
penglihatan karena fungsi kornea sebagai media refraksi. Bisa juga trauma
tembus kornea menyebabkan iris prolaps, korpus vitreum dan korpus ciliaris
prolaps, hal ini dapat menurunkan visus.
Bila tanpa perforasi : erosi atau benda asing tersangkut di kornea. Tes fluoresia
(+). Jaga jangan sampai terkena infeksi, sehingga menyebabkan timbulnya ulkus
atau herpes pada kornea. Lakukan pemberian antibiotika atau kemoterapeutika
yang berspektrum luas, lokal dan sistemik. Benda asing di kornea diangkat,
setelah diberi anastesi lokal dengan pantokain. Kalau mulai ada neovaskularisasi
dari limbus, berikanlah kortison lokal atau subkonjungtiva. Tetapi jangan
diberikan kortison pada luka yang baru atau bila ada herpes kornea.
Bila ada perforasi : bila luka kecil, lepaskan konjungtiva di limbus yang
berdekatan, kemudian ditarik supaya menutupi luka kornea tersebut (flap
konjungtiva). Bila luka di kornea luas, maka luka itu harus dijahit. Kemudian
ditutup dengan flap konjingtiva. Jika luka di kornea itu disertai prolaps iris, iris
yang keluar harus dipotong dan sisanya di repossisi, robekan di kornea dijahit dan
ditutup dengan flap konjungtiva. Kalau luka telah berlangsung beberapa jam,
sebaiknya bilik mata depan dibilas terlebih dahulu dengan larutan penisilin
10.000 U/cc, sebelum kornea dijahit. Sesudah selesai seluruhnya, berikan
antibiotika dengan spektrum luas dan sistemik, juga subkonjungtiva.

25
Laserasi kornea

g. Trauma tembus pada Uvea


Bila terdapat luka pada uvea maka dapat menyebabkan pengaturan
banyaknya cahaya yang masuk sehingga muncul fotofobia atau penglihatan
kabur.

h. Trauma tembus pada Lensa


Bila ada trauma akan mengganggu daya fokus sinar pada retina
sehingga menurunkan daya refraksi dan sefris sebagai penglihatan menurun
karena daya akomodasi tidak adekuat.

i. Trauma tembus pada Retina


Dapat menyebabkan perdarahan retina yang dapat menumpuk pada
rongga badan kaca, hal ini dapat muncul fotopsia dan ada benda melayang dalam
badan kaca

2. BAHAN KIMIA
Trauma bahan kimia dapat terjadi pada kecelakaan didalam labolatorium,
industri, pekerjaan yang memakai behan kimia diabad modern.
Bahan kimia yang dapat mengakibatkan kelainan pada mata dapat dibedakan
dalam bentuk : trauma asam dan trauma basa atau alkali.
Pengaruh bahan kimia sangat bergantung pada PH, kecepatan dan jumlah bahan
kimia tersebut menegnai mata.
a. Trauma Asam

26
Trauma asam merupakan salah satu jenis trauma kimia mata dan
termasuk kegawat daruratan mata yang disebabkan zat kimia bersifat asam
dengan pH < 7. Beberapa zat asam yang sering mengenai mata adalah asam
sulfat, asam asetat, hidroflorida, dan asam klorida. Jika mata terkena zat
kimia bersifat asam maka akan terlihat iritasi berat ,

Bila mata terkena asam maka akan segera terjadi pengendapan maupun
penggumpalan protein permukaan sehingga bila konsentrasi tidak tinggi
maka tidak akan bersifat destruktif seperti trauma akali.

Asam akan menyebabkan koagulasi protein plasma. Dengan adanya


koagulasi protein ini menimbulkan keuntungan bagi mata, yaitu sebagai
barrier yang cenderung membatasi penetrasi dan kerusakan lebih lanjut. Hal
ini berbeda dengan basa yang mampu menembus jaringan mata dan akan
terus menimbulkan kerusakan lebih jauh. Selain keuntungan, koagulasi juga
menyebabkan kerusakan konjungtiva dan kornea. Dalam masa penyembuhan
setelah terkena zat kimia asam akan terjadi perlekatan antara konjugtiva bulbi
dengan konjungtiva tarsal yang disebut simblefaron. (Susanto, 2004;
Vaughan, 2000)

Penatalaksanaan yang tepat pada trauma kimia adalah irigasi dengan


menggunakan salin isotonic steril dan memeriksa pH permukaan mata
dengan meletakkan seberkas kertas indicator di forniks. Ulangi irigasi apabila
pH tidak terletak antara 7,3-7,7. (Vaughan, 2000).

b. Trauma Basa
Trauma akibat bahan kimia basa akan memberikan iritasi ringan pada
mata apabila dilihat dari luar. Namun, apabila dilihat pada bagian dalam
mata, trauma basa ini mengakibatkan suatu kegawatdaruratan. Basa akan
menembus kornea, camera oculi anterior, dan sampai retina dengan cepat,
sehingga berakhir dengan kebutaan. Pada trauma basa akan terjadi
penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia basa bersifat koagulasi
sel dan terjadi proses persabunan, disertai dengan dehidrasi.

Pada trauma alkali akan terbentuk kolagenase yang akan bertambah


kerusakan kolagen kornea. Alkali yang menembus ke dalam bola mata akan
merusak retina sehingga akan berakhir dengan kebutaan penderita.

27
Menurut klasifikasi Thoft, trauma basa dapat dibedakan menjadi:

Derajat 1 : terjadi hiperemi konjungtiva disertai dengan keratitis pungtata

Derajat 2 : terjadi hiperemi konjungtiva disertai hilangnya epitel kornea

Derajat 3 : terjadi hiperemi disertai dengan nekrosis konjungtiva dan


lepasnya epitel kornea

Derajat 4 : konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50%

Tindakan bila terjadi trauma basa adalah secepatnya melakukan irigasi


dengan garam fisiologik selama mungkin. Bila mungkin irigasi dilakukan
paling sedikit 60 menit setelah trauma. Penderita diberi sikloplegia,
antibiotika, EDTA untuk mengikat basa. EDTA diberikan setelah 1 minggu
trauma basa, diperlukan untuk menetralisir kolagenase yang terbentuk pada
hari ketujuh. Penyulit yang dapat terjadi adalah simblefaron, kekeruhan
kornea, edema, dan neovaskularisasi kornea, katarak, disertai dengan ptisis
bola mata.

3. TRAUMA TIDAK LANGSUNG


Merupakan trauma yang tidak terlihat oleh mata, ataupun di sebabkan karena hal
lain yang tidak mengenai mata.

28
a. Cahaya
Cahaya yang berasal dari matahari atau alat untuk las mengandung ultraviolet
yang dapat mengakibatkan konjungtivitis dan keratitis, sedangkan cahaya dari
pembuatan kaca (Glass Blomers) banyak mengandung infra red yang dapat
mengakibatkan katarak.
 Trauma Sinar Ultra Violet (Sinar Las)
- Kerusakan terbatas pada kornea
- Akan memberikan keluhan setelah 4-10 jam terpapar
- matanya sangat sakit , mata seperti kelilipan atau kemasukan pasir ,
fotofobia, blefarospasme dan konjungtiva kemotik.
- Terdapat infiltrat pada permukaan kornea, pupil miosis, tajam
penglihatan terganggu

 Trauma Sinar Infra Merah


Dapat terjadi pada saat menatap gerhana matahari. Kerusakan terjadi
akibat terkonsentrasinya sinar infra merah, mengakibatkan keratitis
superfisial , katarak kortikal antero – posterior dan koagulasi pada koroid
Tidak ada pengobatan terhadap akibat buruk yang sudah terjadi kecuali
mencegah terkenanya mata oleh sinar infra merah ini. Pengobatannya
diberikan steroid sistemik dan lokal untuk mencegah terbentuknya jaringan
parut pada makula atau untuk mengurangi gejala radang yang timbul.

 Trauma Sinar X
Akibat dari sinar ini pada lensa, terjadi pemecahan diri sel epitel secara
tidak normal. Sedang sel baru yang berasal dari sel germinatif lensa menjadi
jarang. Sinar X merusak retina dengan gambaran berupa dilatasi kapiler,
perdaraan, mikroaneuris mata, dan eksudat.

b. Kebakaran
Adanya reflek menutup palpebral, sehingga kelainan terbatas pada palpebra.
Pengobatan : Tidak berbeda dengan kelainan akibat luka bakar pada kulit
bagian tubuh yang lain.

29
c. Blow Out Fracture
Patah tulang dasar orbita tanpa kerusakan dari rima orbita akibat perubahan
mendadak dan ruang retrobulbar karena perubahan tekanan yang terjadi akibat
hantaman yang keras pada bulbus oculi.
i. Anamnesa : Adanya trauma, visus menurun, nyeri, diplopia, mual,
muntah
ii. Pemeriksaan :
 Edema ± hypoestesi daerah saraf intraorbita
 Tanda-tanda patah tulang : Gerakan terbatas,enoftalmus
iii. Pengobatan :
 Konservatif selama 3 minggu untuk mengevaluasi sambil menunggu
oedema dan ekhimosis berkurang
 Bila enoftalmus masih tampak,keluhan diplopia sangat menganggu :
operatif.

30
BAB III

PEMBAHASAN

A. Anamnesis
1. Pada anamnesis, ditanyakan :
- Kapan terjadinya trauma
- Proses terjadinya trauma
- Benda apa yang mengenai mata
- Bagaimana arah datangnya benda yang mengenai mata (depan,samping
atas, samping bawah, atau dari arah lain)
- Kecepatan
- Besar benda yang mengenai mata
- Bahan benda (kayu, besi, atau bahan lainnya)
- Bila terjadi pengurangan penglihatan, perlu ditanyakan apakah terjadinya
sebelum / setelah kecelakaan.
- Apakah disertai dengan keluarnya darah dan rasa sakit
- Apakah sudah mendapatkan pertolongan sebelumnya
- Pekerjaan Pasien

2. Pemeriksaan Subjektif
- Periksa tajam penglihatan, karena berkaitan dengan pembuatan Visum et
Repertum.
- Pada penderita dengan visus menurun, dilakukan pemeriksaan refraksi,
untuk mengetahui apakah penurunan visus terjadi sebelum atau sesudah
trauma.

3. Pemeriksaan Objektif
Pemeriksaan mata perlu dilakukan secara sistematik dan cermat. Yang
diperiksa pada kasus trauma okuli adalah :
- kelopak mata
- kornea
- bilik mata depan

31
- pupil
- lensa
- fundus
- gerakan bola mata
- tekanan bola mata
Pemeriksan segmen anterior dilakukan dengan sentrolop, loupe, slit
lamp. Pemeriksaan segmen posterior dilakukan dengan oftalmoskop.

Klarifikasi trauma mekanik pada mata menurut Birmingham Eye Trauma


Terminology (BETT)

B. Penatalaksanaan
Jika penanganan dengan teknik pembedahan diperlukan, maka waktu
untuk melakukannya sangat penting. Meskipun beberapa studi belum bisa
mencatat beberapa kerugian apabila dilakukan penundaan untuk perbaikan
pada trauma terbuka sampai 36 jam setelah kejadian, intervensi yang ideal
sesegera mungkin dilakukan pada pasien.
1. Medikamentosa
a) Trauma Mekanis
Beberapa kasus trauma tembus ada yang sangat minimal yang
didapatkan dari pemeriksaan fisik awal dengan tidak ada kerusakan
intraokular, prolapsus, atau perlekatan.Kasus seperti ini mungkin
hanya membutuhkan terapi antibiotik sistemik maupun topikal

32
selama pengawasan ketat. Jika terdapat kebocoran di jaringan
komea, tetapi ruang anterior tetap utuh, klinisi bisa mencoba
untuk menghentikan kebocoran dengan farmakologi menekan
produksi aqueous (misal dengan |3-blocker sistemik atau topikal),
penutup yang dilekatkan ke mata, dan atau suatu kontak lensa
terapeutik. Umumnya, apabila tindakan ini gagal untuk menutup luka
dalam 2-3 hari, pembedahan untuk penutupan dengan jahitan
direkomendasikan..
b) Trauma Kimia
Tindakan yang dilakukan tergantung dari 4 fase peristiwa, yaitu :
1. Fase Immediate (kejadian)
Tujuannya untuk menghilangkan mater penyebab sebersih mungkin.
a. Pemberian anestesi topikal
b. Pembilasan dengan larutan non toxic (NaCl 0.9%, RL, dst)
sampai pH air mata kembali normal (dinilai dengan kertas
lakmus)
c. Benda asing yang melekat dan jaringan bola mata yang nekrosis
harus dibuang (pada anak-anak, jka perlu dalam bius umum)
d. Bila diduga telah terjadi penetrasi bahan kima ke dalam bilik
mata depan, dilakuakn irigasi dengan larutan RL.

2. Fase Akut (s.d. hari ke 7)


Tujuannya untuk mencegah terjadinya penyulit dengan prinsip :
a. Mempercepat proses re-epitelisasi kornea
b. Mengontrol tingkat peradangan :
- Mencegah infiltrasi sel-sel radang
- Mencegah pembentukan enzim kolagenase
c. Mencegah infeksi sekunder
d. Mencegah peningkatan tekanan bola mata
e. Suplemen / anti-oksidan
f. Tindakan pembedahan

3. Fase Early Repair (hari ke 7 – 21)

33
Tujuannya untuk membatasi penyulit setelah fase 2.
Masalahnya :
- Hambatan re-epitelisasi kornea
- Gangguan fungsi kelopak mata
- Hilangnya sel goblet
- Ulserasi stroma yang dapat menjadi perforasi kornea

4. Fase Late Repair (setelah hari ke 21).


Tujuannya untuk merehabilitasi fungsi penglihatan dengan prinsip :
- Optimalisasi fungsi jaringa mata untuk penglihatan.
- Pembedahan

2. Tindakan Pembedahan
a) Trauma Mekanis
Mata dapat bertahan dari terjadinya kerusakan internal yang berat
bahkan dengan luka yang nampaknya kecil.Pada kasus laserasi
korneaskleral dengan prolapsus uvea biasanya membutuhkan
pembedahan.Tujuan utamanya adalah untuk mengembalikan
keutuhan dari bola mata. Tujuan sekunder untuk memenuhi
perbaikan primer yaitu mengembalikan penglihatan melalui
perbaikan kerusakan internal dan eksternal mata. Apabila prognosis
penglihatan mata yang terpajan trauma sangat tidak ada harapan dan
pasien beresiko untuk terjadi simpatetik oftalmia, tindakan enukleasi
dapat dipertimbangkan. Enukleasi primer seharusnya dikerjakan
pada trauma yang benar-benar menghancurkan jaringan mata
sehingga untuk mengembalikan anatominya menjadi sangat tidak
mungkin.

Pada beberapa kasus, penundaan enukleasi dalam beberapa hari


memberi keuntungan lebih daripada enukleasi primer.Penundaan
ini (yang tidak boleh lebih dari 12-14 hari karena bisa mencetuskan
simpatetik oftalmia) diikuti dengan evaluasi fungsi penglihatan

34
postoperatif, konsultasi vitreoretina atau bedah plastik oftahnia dan
stabilisasi kondisi umum pasien. Lebih penting lagi, penundaan
enukleasi mengikuti perbaikan yang gagal dan hilangnya
persepsi terhadap cahaya memberikan pasien waktu untuk
mengetahui kehilangan ini dan pertimbangan untuk melakukan
enukleasi dalam keadaan non-emergensi.

Tindakan anastesi umum hampir selalu perlu untuk perbaikan dari


trauma terbuka karena injeksi anestesi lokal di retrobulbar
maupun peribulbar meningkatkan tekanan orbita, yang bisa
mengakibatkan eksaserbasi atau ekstrusi dari isi intraokular. Setelah
pembedahan selesai, injeksi anestesi periokular dapat digunakan
untuk kontrol nyeri paska operasi.

Pada penutupan luka segmen anterior, sebaiknya digunakan teknik-


teknik bedah mikro.Laserasi komea diperbaiki dengan jahitan
nylon 10-0 untuk menghasilkan penutupan yang kedap air. Iris
atau corpus ciliare yang mengalami inkarserasi dan terpajan kurang
dari 24 jam dapat dimasukkan ke dalam bola mata dengan
viskoelastik atau dengan memasukkan suatu spatula siklodialisis
melalui insisi tusuk di limbus dan menyapu jaringan dari bibir
luka. Bila hal ini tidak dapat dilakukan, bila jaringan telah terpajan
lebih dari 24 jam, atau bila jaringan tersebut mengalami iskemia
dan kerusakan berat, jaringan yang prolaps harus dieksisi setinggi
bibir luka.

Sampel untuk kultur diambil bila terdapat kecurigaan adanya


superinfeksi bakteri atau jamur, contohnya yang terjadi (terutama)
pada benda asing organik dan cedera pada pekerja perkebunan.
Benda asing logam-berkecepatan tinggi sendiri biasanya
steril.Sisa-sisa lensa dan darah dikeluarkan dengan aspirasi dan
irigasi mekanis atau dengan peralatan vitrektomi. Pembentukan

35
kembali bilik mata depan selama tindakan perbaikan dicapai
dengan cairan intraokular fisiologik, udara atau viskoelastik.

Luka di sklera ditutup dengan jahitan interrupted menggunakan


benang nonabsorbable 8-0 atau 9-0. Setiap upaya dilakukan untuk
mengidentiflkasi dan menutup perluasan sklera ke posterior. Untuk
sementara waktu, otot-otot rektus mungkin perlu dilepaskan dari
insersinya agar tindakan lebih mudah dilakukan. Prognosis ablasio
retina akibat trauma buruk karena adanya cedera makula,
robekan besar pada retina, dan pembentukan membran
fibrovaskular intravitreal yang terjadi pada trauma tembus.
Membran-membran intravitreal tersebut menghasilkan gaya
kontraktil yang cukup besar untuk menimbulkan ablasioretina.

Vitrektomi merupakan tindakan terapi yang efektif, tetapi


masih diperdebatkan kapan sebaiknya tindakan ini
dilakukan.Vitrektomi dini dengan antibiotik intravitreal
diindikasikan pada endoftalmitis. Pada kasus-kasus non- infeksi,
penundaan pembedahan selama 10-14 hari dapat
menurunkan resiko perdarahan intraoperasi dan
memungkinkan terjadinya perlepasan vitreous posterior sehingga
teknik bedah menjadi lebih mudah. Bedah vitreoretina pada luka
kornea yang besar dapat dilakukan melalui keratoprostesis
Landers-Foulke temporer sebelum melakukan tandur kornea
(corned grafting). Enukleasi maupun eviserasi primer
dipertimbangkan hanya bila bola mata mengalami kerusakan total.
Mata sebelahnya rentan terhadap oftalmia simpatika bila terjadi
trauma tembus mata, terutama bila ada kerusakan di jaringan
uvea walaupun hal ini sangat jarang terjadi.

b) Trauma Kimia
Pembedahan hanya di lakukan apabila sudah terdapat komplikasi seperti katarak,
glaucoma kronis, ataupun kerusakan bilik mata depan.

36
C. Komplikasi
a. prolapsus struktur intraokular
b. perdarahan suprakoroidal
c. kontaminasi mikroba pada jaringan
d. proliferasi mikroba ke dalam mata
e. migrasi epitel ke dalam jaringan
f. inflamasi intraokular
g. ketidakmampuan lensa ditembus cahaya
h. hilangnya penglihatan yang ireversibel
i. endophtalmitis
j. oftahnia simpatik
k. ablasio retina
l. katarak
m. perdarahan di vitreous
n. retinal detachment
D. Prognosis
Prognosis berhubungan dengan sejumlah faktor seperti visus awal, tipe dan luasnya
luka, adanya atau tidak adanya ablasio retina, atau benda asing. Secara umum,
semakin posterior penetrasi dan semakin besar laserasi atau ruptur, prognosis semakin
buruk. Trauma yang disebabkan oleh objek besar yang menyebabkan laserasi kornea
tapi menyisakan badan vitreus, sklera dan retina yang tidak luka mempunyai
prognosis penglihatan yang baik dibandingkan laserasi kecil yang melibatkan bagian
posteror. Trauma tembus akibat benda asing yg bersifat inert pun mempunyai
prognosis yang baik. Trauma tembus akibat benda asing yang sifatnya reaktif
magnetik lebih mudah dikeluarkan dan prognosisnya lebih baik. Pada luka penetrasi,
50-75% mata akan mencapai visus akhir 5/200 atau lebih baik.

37
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Trauma pada mata dapat terjadi dalam bentuk-bentuk antara lain trauma mekanik (tumpul
dan tajam), trauma kimia (asam dan basa), dan trauma tidak langsung. Pemeriksaan awal
pada trauma mata antara lain meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Anamnesis harus mencakup perkiraan ketajaman penglihatan sebelum dan segera sesudah
cedera. Harus dicatat apakah gangguan penglihatan bersifat progesif lambat atau berawitan
mendadak. Harus dicurigai adanya benda asing intraocular apabila terdapat riwayat memalu,
mengasah atau ledakan.

Pemeriksaan fisik dengan pengukuran dan pencatatan ketajaman penglihatan, periksa


proyeksi cahaya, diskriminasi dua-titik dan adanya defek pupil aferen. Periksa motilitas mata
dan sensasi kulit periorbita dan lakukan palpasi untuk mencari defek pada bagian tepi tulang
orbita. Apabila tidak tersedia slit-lamp di ruang darurat, maka senter, kaca pembesar atau
oftalmoskop langsung pada + 10 ( nomor gelap ) dapat digunakan untuk memeriksa adanya
cedera dipermukaan tarsal kelopak mata dan segmen anterior.

Permukaan kornea diperiksa untuk mencari adanya benda asing, luka dan abrasi. Dilakukan
inspeksi konjungtiva bulbaris untuk mencari adanya perdarahan, benda asing atau laserasi.
Kedalaman dan kejernihan kamera anterior dicatat. Ukuran, bentuk dan reaksi terhadap
cahaya dari pupil harus dibandingkan dengan mata yang lain untuk memastikan apakah
terdapat defek pupil aferen di mata yang cedera. Apabila bola mata tidak rusak, maka
kelopak, konjungtiva palpebra dan forniks dapat diperiksa secara lebih teliti, termasuk
inspeksi setelah eversi kelopak mata atas. Oftalmoskop langsung dan tidak langsung
digunakan untuk mengamati lensa, korpus vitreosus, diskus optikus, dan retina. Dokumentasi
foto bermanfaat untuk tujuan-tujuan medikolegal pada semua kasus trauma eksternal. Pada
semua kasus trauma mata, mata yang tampak tidak cedera juga harus diperiksa dengan teliti.

38
B. Saran
1. Perlunya pengetahuan dokter untuk memahami sebanyak mungkin riwayat trauma
yang terjadi agar tindakan pertolongan yang diberikan mampu meningkatkan
prognosisnya menjadi lebih baik.

2. Perlunya riset/ penelitian lebih lanjut mengenai trauma terutama dalam hal seberapa berat
trauma yang terjadi dan penatalaksanaan yang baik agar prognosis menjadi lebih baik.

39
Daftar Pustaka
1. Riordan- Eva Paul, Whitcher John P. 2010. Vaughan & Asbury:
Oftalmologi Umum edisi ke-17. Jakarta: EGC, 375-376
2. Tjokronegoro, Arjatmo. 2003. Ilmu Penyakit Mata,3 rd edisi. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI
3. Ilyas,Sidharta. 2005. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. 3rd edisi. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI
4. Olver, Jane, Lorraine Cassidy. Ophthalmology at a glance. Blackwell Publishing
Company : Massachusets. 2005.
5. PERDAMI. Ilmu penyakit mata untuk dokter umum dan mahasiswa kedokteran. Jakarta :
sagung seto. 2010
6. Indiana University. Traumatic Cataract. Available at:
http://www.opt.indiana.edu/NewHorizons/Graphics/Tray2/Slide07. February 15, 2012.
7. Edward SH Eye Institute. Digital Reference of Ophthalmology-Traumatic Cataract.
Available at: http://dro.hs.columbia.edu/lc2/soemmeringb. February 18, 2012.

40

Anda mungkin juga menyukai