Anda di halaman 1dari 29

KERATITIS

Laporan kasus ini dibuat untuk melengkapi persyaratan mengikuti kepaniteraan


klinik Senior di Departemen Ilmu Kesehatan Mata
RSUD Dr. Pirngadi Medan

Disusun oleh :

Hera Zein Akbar 71200891010


Imam Surya Wardana 71200891006
Annisah 71200891012
Arifah Mu’amanah 71190891031

Pembimbing :
dr. Erfitrina, M.Ked. (Opth), Sp. M

KSM ILMU KESEHATAN MATA


RSUD Dr. PIRNGADI
MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan
rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
“Keratitis” untuk memenuhi tugas yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran kepaniteraan klinik khususnya di KSM Ilmu Kesehatan Mata RSUD
Dr. Pirngadi Medan.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr.
Erfitrina,M.Ked.(Opth),Sp.M selaku pembimbing yang telah membantu
memberikan bimbingan dan masukan sehingga laporan kasus ini dapat selesai.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisant laporan kasus ini masih
banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. oleh karena itu segala saran dan kritik
yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Demikianlah penulisan laporan
kasus ini semoga bermanfaat.

Medan, 4 Oktober 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Bola Mata............................................................................. 2
2.2 Fisiologi Kornea .................................................................................. 5
2.3 Etiologi Dan Patofisiologi ................................................................... 7
2.4 Klasifikasi ........................................................................................... 8
2.5 Gejala Klinis ..................................................................................... 12
2.6 Diagnosis ........................................................................................... 13
2.7 Pemeriksaan Penunjang .................................................................... 14
2.8 Penatalaksaan / Terapi ...................................................................... 15
2.9 Prognosis……...……………………………………………………..16
BAB III KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan ....................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 18
LAPORAN KASUS .................................................................................. 19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kornea merupakan suatu struktur transparan dari mata yang memiliki peran
utama dalam proses media refraksi. Kornea terdiri dari beberapa lapisan, yaitu
epitel, lapisan Bowman, stroma, membran descemet, dan endotel. Inflamasi pada
masing-masing lapisan kornea yang berbeda menghasilkan gejala yang berbeda.
Inflamasi pada lapisan epitel akan menghasilkan gejala defek yang terlihat pada
pemeriksaan fluorescein, sedangkan inflamasi pada lapisan stroma akan
menghasilkan infiltrat.1–3
Keratitis merupakan inflamasi pada kornea. Keratitis diklasifikasikan
berdasarkan etiologinya sebagai keratitis noninfeksi dan infeksi. Keratitis infeksi
terjadi karena infeksi bakteri, virus, fungal, dan protozoa. Diantara beberapa
patogen penyebab keratitis infeksi tersebut ada beberapa patogen yang memiliki
karakteristik berbeda yaitu menimbulkan gejala dengan progresifitas yang lebih
lambat dibandingkan dengan patogen lainnya. Patogen tersebut adalah fungal,
Microsporidia, Atypical Mycobacteria, dan Nocardia. Keempat organisme tersebut
memiliki angka kejadian yang lebih rendah dibandingkan dengan patogen lain,
namun diagnosis dan terapi keempat patogen tersebut tetap menjadi suatu tantangan
tersendiri.2

iii
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Bola Mata


Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. bola mata
dibagian depan (Kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga
terdapat 2 bentuk kelengkungan yang berbeda.4
Bola mata dibungkus oleh 3 jaringan ikat, yaitu :
1. Sklera merupakan jaringan ikat kenyal dan memberikan bentuk pada mata,
merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sklera
disebut kornea yang bersifat transparan sehingga memudahkan cahaya masuk
kedalam bola mata. Kelengkungan pada kornea lebih besar dibandingkan pada
sklera.4
2. Jaringan uvea merupakan jaringan vaskuler, yang terdiri dari iris, korpus siliaris
dan koroid. Pada iris didapatkan pupil yang terdiri oleh 3 susunan otot dapat
mengatur jumlah sinar yang masuk kedalam mata. Otot dilatator dipersarafi oleh
simpatis sedangkan sfingter iris dan otot siliaris dipersarafi oleh para simpatis. Otot
siliaris yang terletak dibadan siliaris mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan
akomodasi. Corpus siliaris yang menghasilkan humor akuos yang dikeluarkan
melalui trabekulum yang terletak pada pangkal iris dibatas kornea dan sklera.4
3. Lapisan ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan
mempunyai sususan sebanyak 10 lapis membran neurosensoris yang akan merubah
sinar menjadi rangsangan pada saraf optik yang diteruskan ke otak.4

2
Gambar 1 : Anatomi Bola Mata

Badan kaca atau humor vitreus mengisi rongga dalam bola mata dan bersifat
gelatin yang hanya menempel pada papil saraf optik, makula dan pars pelana. Lensa
terletak dibelakang pupil yang dipegang di daerah ekuatornya oleh zonula zinii.
Lensa mempunyai peranan pada akomodasi atau melihat dekat sehingga sinar dapat
difokuskan di daerah makula lutea. Terdapat 6 otot penggerak bola mata dan
terdapat kelenjar lakrimal yang terletak pada daerah temporal atas dalam rongga
orbita.4

Anatomi Kornea
Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata,
merupakan bagian selaput mata yang tembus cahaya dan merupakan lapisan
jaringan yang menutup bola mata sebelah depan.4
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola
mata disebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40
dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk dilakukan oleh kornea. Rata – rata
ketebalan kornea pada orang dewasa adalah sekitar 0,52 mm di sentral dan 0,65 mm
di perifer. Diameter horizontal kornea rata – rata orang dewasa adalah 11,75 mm
dan diameter vertikalnya rata – rata 10,66 mm.

3
Dari anterior ke posterior, kornea memiliki 5 lapisan yang saling
berhubungan yaitu lapisan epitel (yang merupakan kelanjutan dari epitel
dikonjungtiva bulba), membrana bowman, stroma, membrana descement dan
endotel.4
1. Epitel, terdiri atas 5 lapisan sel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih, 1
lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat mitosis
sel dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi menjadi lapis sel sayap dan
semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal
disampingnya dan sel poligonal didepannya melalui dermosom dan makula
ekluden, ikatan ini menghampat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang
merupakan barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat
kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.4
2. Membrane Bowman, terletak di bawah epitel kornea yang merupakan kolagen
yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian stroma. Lapisan
ini tidak mempunyai daya regenerasi.4
3. Stroma, terdiri atas lamel yang merupakan susuna kolagen yang sejajar 1 dengan
lainnya, pada permukaan terlihat ayaman yang teratur sedang di bagian perifer serat
kolagen ini bercabang, terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama
yang kadang – kadang sampai 15 bulan. Stroma ini adalah merupakan sekitar 90%
dari ketebalan kornea.4
4. Membrane Descement, merupakan membran aseluler dan merupakan batas
belakang stroma kornea yang dihasilkan dari sel endotel dan merupakan membran
basalnya. Membrane ini bersifat sangat elastic dan berkembang terus seumur
hidup.4
5. Endotel, terdiri atas 1 lapisan sel dengan bentuk hexagonal, besarnya sampai 40
– 60 mm. endotel tidak mempunyai daya regenerasi.4

4
Gambar 2 : Lapisan Kornea Normal

Suplai darah kornea berasal dari pembuluh – pembuluh darah konjungtifa,


episklera dan sklera yang berakhir di sekitar limbus korneosklera. Kornea itu
sendiri bersifat avaskuler.5

2.2 Fisiologi Kornea


Fungsi utama kornea adalah sebagai membrane protektif dan sebuah
“jendela” yang dilalui cahaya untuk mencapai retina. Transparansi kornea
dimungkinkan oleh sifatnya yang avaskuler, memiliki struktur yang uniform yang
sifat deturgescence – nya.
Transparansi stroma dibentuk oleh pengaturan fisis special dari komponen
– komponen fibril. Walaupun indeks refraksi dari masing – masing fibril kolagen
berbeda dari substansi infibrilar, diameter yang kecil (300 A) dari fibril dan jarak
yang kecil diantara mereka (300 A) mengakibatkan pemisahan dan regularitas yang
menyebabkan sedikit pembiasan cahaya dibandingkan dengan inhomogenitas
optikalnya. Sifat deturgescence di jaga dengan pompa bikarbonat aktif dari endotel
dan fungsi barbier dari epitel dan endotel. Kornea di jaga agar tetap berada pada
keadaan “basah” dengan kada air sebanyak 78%.5
Peran kornea dalam proses refraksi cahaya bagi penglihatan seseorang
sangatlah penting. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 43,25
dioptri dari total 58,6 kekuatan dioptri mata normal manusia, atau sekitar 74% dari
seluruh kekuatan dioptri mata normal. Hal ini mengakibatkan gangguan pada

5
kornea dapat memberikan pengaruh yang cukup signifikan dalam fungsi fisus
seseorang.6
Kornea merupakan struktur vital dari mata dan oleh karenanya kornea
sangat lah sensitif. Saraf – saraf kornea masuk dari stroma kornea melalui
membrana bowman dan berakhir secara bebas diantara sel – sel epithelial serta tidak
memiliki selebung myelin lagi sekitar 2 – 3 mm dari limbus ke sentral kornea,
sehingga menyebabkan sensitifitas yang tinggi pada kornea.5
Kornea menerima suplai sensoris dari bagian oftalmik nervus trigeminus.
Sensasi taktil yang terkecil pun dapat menyebabkan refleks penutupan mata. Setiap
kerusakan pada kornea (erosi, penetrasi benda asing atau keratokonjungtivitis
ultraviolet) mengekspose ujung saraf sensorik dan menyebabkan nyeri yang intens
disertai dengan refleks lakrimasi dan penutupan bola mata involunter. Trias yang
terdiri atas penutupan mata involunter (blepharospasme), refleks lakrimasi
(epiphora) dan nyeri selalu mengarahkan kepada kemungkinan adanya cedera
kornea.7
Seperti halnya lensa, sklera dan badan vitreous, kornea merupakan struktur
jaringan yang bradittrofik, metabolismenya lambat dimana ini berarti
penyembuhannya juga lambat. Metabolisme kornea (asam amino dan glukosa)
diperoleh dari 3 sumber, yaitu : 7

• Difusi dari kapiler – kapiler disekitarnya


• Difusi dari humor aquous
• Difusi dari film air mata

Tiga lapisan film air mata prekornea memastikan bahwa kornea tetap
lembut dan membantu nutrisi kornea. Tanpa film air mata, permukaan epitel akan
kasar dan pasien akan melihat gambaran yang kabur. Enzim lisosom yang terdapat
pada film air mata juga melindungi mata dari infeksi.4

6
2.3 Etiologi Dan Patofisiologi
Terdapat beberapa kondisi yang dapat sebagai predisposisi terjadinya
inflamasi pada kornea seperti blefaritis, perubahan pada barrier epitel kornea (dry
eyes), penggunaan lensa kontak, lagopthalmos, gangguan paralitik, trauma dan
penggunaan preparat imunosupresif topical maupun sistemik.
Kornea mendapatkan pemaparan konstan dari mikroba dan pengaruh
lingkungan, oleh sebab itu untuk melindunginya kornea memiliki beberapa
mekanisme pertahanan. Mekanisme pertahanan tersebut termasuk refleks berkedip,
fungsi antimikroba film air mata (lisosim), epitel hidrofobik yang membentuk
barrier terhadap difusi serta kemampuan epitel untuk beregenerasi secara cepat dan
lengkap.7
Epitel adalah merupakan barrier yang efisien terhadap masuknya
mikroorganisme ke dalam kornea. Pada saat epitel mengalami trauma, struma yang
avaskuler dan lapisan bowman menjadi mudah untuk mengalami infeksi dengan
organisme yang bervariasi, termasuk bakteri, amoeba dan jamur. Sreptokokus
pneumonia adalah merupakan pathogen kornea bacterial, pathogen-patogen yang
lain membutuhkan inokulasi yang berat atau pada host yang immunocompromised
untuk dapat menghasilkan sebuah infeksi di kornea.
Ketika pathogen telah menginvasi jaringan melalui lesi kornea superfisial,
beberapa rantai kejadian tipikal akan terjadi, yaitu: 7
• Lesi pada kornea
• Patogen akan menginvasi dan mengkolonisasi struma kornea
• Antibodi akan menginfiltrasi lokasi invasi pathogen
• Hasilnya akan tampak gambaran opasitas pada kornea dan titik invasi
pathogen akan membuka lebih luas dan memberikan gambaran infiltrasi
kornea
• Iritasi dari bilik mata depan dengan hipopion (umumnya berupa pus yang
akan berakumulasi pada lantai dari bilik mata depan)
• Pathogen akan menginvasi seluruh kornea.

7
• Hasilnya stroma akan mengalamii atropi dan melekat pada membarana
descement yang relatif kuat dan akan menghasilkan descematocele yang
dimana hanya membarana descement yang intak.
• Ketika penyakit semakin progresif, perforasi dari membrane descement
terjadi dan humor aquos akan keluar. Hal ini disebut ulkus kornea perforate
dan merupakan indikasi bagi intervensi bedah secepatnya. Pasien akan
menunjukkan gejala penurunan visus progresef dan bola mata akan menjadi
lunak.

Penyakit ini dapat mengikuti suatu penyakit mata lainnya maupun penyakit
sistemik, seperti :
- Kelainan local seperti pada inspeksi adenovirus, herpes, moluskum , alergi,
keracunan obat miotika, penyakit new castle dan dapat ditemukan bersama
sama dengan folikel.
- Kelainan sistemik yang menyertai infeksi saluran pernafasan bagian atas
seperti yang disebabkan herpes simpleks dan adenovirus, artritis, penyakit
saluran kemih, penyakit saluran pencernaan seperti pemfigoid.

2.4 Klasifikasi
Keratitis dapat dibagi berdasarkan :
1. Lesi Kornea
Keratitis Epithelial
Epitel kornea terlibat pada kebanyakan jenis konjungtivitis dan keratitis,
dan pada kasus-kasus tertentu merupakan satu-satunya jaringan yang terlibat
(misalnya pada keratitis pungtata superfisialis). Perubahan pada epitel sangat
bervariasi, dari edema biasa dan vakuolasi sampai erosi kecil-kecil, pembuntukan
filament, keratinisasi parsial, dan lain-lain. Lesi-lesi itu juga bervariasi lokasinya
pada kornea. Semua variasi ini mempunyai makna diagnostic yang penting dan
pemeriksaan biomikroskopik dengan dan tanpa pulasan fluorosein yang merupakan
bagian dari setiap pemeriksaan mata bagian luar.4
Keratitis Stroma

8
Respon stroma kornea terhadap penyakit termasuk infiltrasi, yang
menunjukkan akumulasi sel – sel radang; edema muncul sebagai penebalan kornea,
pengkeruhan atau parut; penipisan dan perlunakan, yang dapat berakibat perforasi;
dan vaskulasrisasi. Pada respon ini kurang spesifik bagi penyakit ini, tidak seperti
pada keratitis epithelial dan dokter sering harus mengandalkan informasi klinik dan
pemeriksaan laboratorium untuk menetapkan penyebabnya.4
Keratitis Endotelial
Disfungsi endothelium kornea akan berakibat ederma kornea, yang mula –
mula mengenai stroma dan epitel. Ini berbeda dari edema kornea yang disebabkan
oleh peningkatan tekanan intraokuler, yang mulai pada epitel kemudian stroma.
Selama kornea tidak terlalu sembab, sering masih mungkin dilihat kelainan
morfologik endotel kornea dengan slitlamp. Sel – sel radang pada endotel (endapan
keratik atau keratik precipitat) tidak selalu menandakan adanya penyakit endotel
karena sel radang juga merupakan manifestasi dari uveitis anterior, yang dapat atau
tidak mneyertai keratitis stroma.4

2.Organisme Penyebabnya
a. Keratitis Bakterial
Lebih dari 90% inflamasi kornea disebabkan oleh bakteri. Sejumlah bakteri
yang dapat menginfeksi kornea yaitu Staphylococcus epidermis, Staphylococcus
aureus, Streptococcus pnemoniae, koliformis, pseudomonas dan haemophilus.5
Kebanyakan bakteri tidak dapat menetrasi kornea sepanjang epitel kornea
masih intak. Hanya bakteri gonococci dan difteri yang dapat menetrasi epitel korea
yang intak.5
Gejala – gejalanya antara lain yaitu nyeri, fotofobia, visus lemah, lakrimasi
dan sekret purulen. Sekret purulen khas untuk keratitis bakteri sedangkan keratitis
virus mempunyak sekret yang berair.5
Terapi konservatif pada keratitis bakteri adalah antibiotik topikal (ofloxacin
dan polymixin) yang berspektrum luas untuk bakteri gram positif dan bakteri gram
negative sampai hasil kultur pathogen dan resistensi diketahui. Immobilisasi badan
siliar dan iris oleh terapi midriasis diindikasikan jika ada iritasi intraocular. Keratitis

9
bakteri dapat diterapi pertama kalinya dengan tetes mata ataupun salep. Terapi
pembedahan berupa keratoplasti emergency dilakukan jika terdapat descematocel
atau ulkus kornea yang perforasi.5

b. Keratitis Viral
1. Keratitis Herpes Simpleks
Keratitis akibat infeksi herpes simpleks terdapat dalam berbagai bentuk
seperti : keratitis pungtata superfilis, keratitis dendritic, keratitis profunda.
Keratitis dendritic yang disebakan oleh virus akan memberikan gambaran
spesifik berupa infiltrate pada kornea dengan bentuk seperti ranting pohon yang
bercabang-cabang dengan memberikan uji fluorescein positif nyata pada tempat
percabangan. Sensibilitas kornea nyata menurun diakibatkan karena ujung saraf
ikut terkena infeksi virus herpes simpleks. Infeksi ini biasanya bersifat reinfeksi
endogen. Infeksi primer berjalan tanpa gejala klinis atau sub klinis. Virus pada
infeksi primer masuk melalui akson saraf menuju ganglion dan menetap menjadi
laten. Bila penderita mengalamin penurunan daya tahan tubuh seperti demam
maka akan terjadi rekurensi. 5
Gejala keratitis virus herpes simpleks sangat nyeri, fotopobia, lakrimasi dan
edema palpebral. Bentuk keratitis virus herpes simpleks dibedakan berdasarkan
lokasi lesi pada lapisan kornea. Keratitis dendritic mempunyai khas lesi epitel
yang bercabang, sensitifitas kornea menurun dan dapat berkembang menjadi
keratitis stromal. Keratitis stromal ini mempunyai epitel yang intak, pada
pemerikasaan slitlamp menunjukkan infiltrate kornea disirformis sentral.
Sedangkan keratitis endothelium terjadi karena virus herpes simpleks terdapat
pada humor aquos yang menyebabkan pembengkakan sel endotel. Dan sindrom
nekrosis retinal akut mengenai bola mata bagian posterior yang terlibat pada
pasien imunokompromis (AIDS). 5
Pengobatan dapat diberikan virustatika seperti IDU trifluoritimidin dan
asiklovir. Pemberian streroid pada penderita herpes sangat berbahaya, karena
gejala akan sangat berkurang akan tetapi proses berjalan trus karena daya tahan
tubuh yang berkurang. 5

10
2. Keratitis Herpes Zoster
Keratitis herpes zoster merupakan manifestasi infeksi virus herpes zoster
pada cabang pertama saraf trigeminus, termasuk puncak hidung dan demikian
pula dengan kornea atau konjungtiva. Bila terjadi kelainan saraf trigeminus ini,
maka akan memberikan keluhan pada daerah yang dipersarafinya dan pada
herpes zoster akan mengakibatkan terdapatkan vesikel pada kulit. Pada mata
akan terasa sakit dengan perasaan yang berkurang (anastesia dolorosa).
Pengobatan adalah simtomatik seperti pemberian analgetika, vitamin dan
antibiotik topical atau umum untuk mencegah infeksi sekunder. 5

c. Keratitis Jamur
Pathogen yang lebih sering adalah Aspergilus dan Candida albicans. Mekanisme
yang sering adalah trauma terkena bahan - bahan organic yang mengandung jamur
seperti ranting pohon. Pasien pada umumnya mengeluhkan gejala yang sedikit.
Pada inspeksi didapatkan mata merah, ulkus yang berbatas tegas dan dapat meluas
menjadi ulkus kornea serpiginuous. Pada pemeriksaan slitlamp menunjukkan
infiltrate stroma yang berwarna putih keabuan, khusuhnya jika penyebabnya adalah
candida albicans. Lesi – lesi yang lebih kecil berkelompok mengililingi lesi yang
besar membentuk lesi satelit. Indentifikasi mikrobiologi jamur sulit dan memakan
waktu. Pengobatan konservatif berupa anti nikotik topikal seperti natamycin,
nystatin dan amphoterisin B, sedangkan tindakan pembedahan berupa keratoplasti
jika dengan pengobatan konservatif gagal dan keadaan makin memburuk dalam
perawatan. 5

d. Keratitis Akantamoeba
Gejalanya berupa pasien mengeluh nyeri, fotopobia dan lakrimasi. Pasien sering
mempunyai riwayat beberapa minggu atau bulan tidak berhasil dengan pengobatan
antibiotik. Dari inspeksi menunjukkan mata merah unilateral biasanya tidak
mempunyai secret. Infeksi dapat membentuk infiltrate pada sub epitel, opasasifikasi
disiformis intrasstromal pada kornea atau abses kornea yang membentuk cincin.7

11
Amoeba air tawar ini menyebabkan keratitis infeksi. Infeksi ini menjadi lebih
sering terjadi seiring dengan peningkatan penggunaan lensa kontak lunak. Terjadi
keratitis yang nyeri dengan tonjolan saraf kornea. Amoeba dapat diisolasi dari
kornea (dan dari lensa kontak) dengan kerokan dan dikultur dalam media khusus
yang dipenuhi dengan Escherichia coli. 5

2.5 Gejala Klinis


Pada anamnesis pasien, bisa didapatkan beberapa gejala klinis pada pasien
yang terkait dengan perjalan penyakit keratitis pungtata superfisial. Pasien dapat
mengeluhkan adanya rasa nyeri, pengeluaran air mata berlebihan, fotofobia,
penurunan visus, sensasi benda asing, rasa panas, iritasi okuler dan
blefarosspasma.4
Oleh karena korea memiliki banyak serat – serat saraf, kebanyakan lesi kornea
baik supervisial ataupun profunda, dapat menyebabkan nyeri dan fotofobia. Nyeri
pada keratitis diperparah degan pergerakan dari palpebral (umunnya palpebral
superior) terhadap kornea dan biasanya menetap hingga terjadi penyembuhan
karena kornea bersifat sebagai jendela mata dan merefraksikan cahaya, lesi kornea
sering kali mengakibatkan penglihatan menjadi kabur, terutama ketika lesinya
berada dibagian central.
Pada keratitis pungtata superfisial didapatkan lesi kornea berupa lesi epithelia
multiple sebanyak 1 – 50 lesi (rata – rata sekitar 20 lesi didapatkan). Lesi epithelia
yang didapatkan pada keratitis pungtata superfisial berupa kumpulan bintik – bintik
kelabu yang berbentuk oval atau bulat dan cenderung berakumulasi di daerah pupil.
Opasitas pada kornea tersebut tidak tampak apabila di inspeksi secara langsung,
tetapi dapat dilihat dengan slitlamp ataupun loup setelah diberi flouresent.
Sensitifitas kornea umumnya normal atau hanya sedikit berkurang, tapi tidak
pernah menghilang sama sekali seperti pada keratitis herpes simpleks. Walaupun
umumnya respons konjungtiva tidak tampak pada pasien akan tetapi reaksi minimal
seperti injeksi konjungtiva bulbar dapat dilihat pada pasien. 4

12
2.6 Diagnosis
Kecurigaan akan adanya keratitis pada pasien dapat timbul pada pasien yang
datang dengan trias keluhan keratitis yaitu gejala mata merah, rasa silau (fotofobia)
dan merasa kelilipan (blefarospasma). Adapun radang kornea ini biasanya
diklasifikasikan dalam lapisan kornea yang terkena, seperti keratitis superfisial dan
interstisial atau propunda. Keratitis superfisial termasuk lesi inflamasi dari epitel
kornea dan membrane bowman superfisial terkait. 5
Sangat penting untuk melaksanakan penegakan diagnosis morfologis pada
pasien yang dicurigai dengan lesi kornea. Letak lesi di kornea dapat diperkirakan
dengan melihat tanda – tanda yang terdapat pada kornea. Pada keratitis epithelial,
perubahan epitel bervariasi secara luas mulai dari edema ringan dan vakuolasi
hingga erosi, pembentukan filament maupun keratinisasi partial. Pada keratitis
stromal, respon struma kornea dapat berupa infiltrasi sel radang, edema yang
bermanifestasi kepada edema kornea yang awalnya bermula dari stroma lalu ke
epitel kornea.
Pemeriksaan fisis pada keluhan yang mengarahkan kecurigaan kepada keratitis
dilakukan melalui inspeksi dengan pencahayaan adekuat. Larutan flouresent dapat
menggambarkan lesi epitel superfisial yang mungkin tidak dapat terlihat dengan
inspeksi biasa. Pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) esensial dalam pemeriksaan
kornea, apabila tidak terdapat alat tersebut dapat digunakan sebuah loup dan
iluminasi yang terang. Pemeriksaan harus melihat jalannya refleksi cahaya
sementara memindahkan cahaya dengan hati – hati ke seluruh kornea. Dengan cara
ini area yang kasar sebagai indikasi dari defek kornea dapat terlihat.
Keratitis pungtata superfisial yang disebut juga keratitis pungtata epithelial
atau Thygenson’s desease merupakan salah satu tipe inflamasi atau peradangan
pada kornea mata dengan hilangnya epitel kornea. Lesinya berupa pungtata yang
terlihat seperti titik – titik meskipun dapat juga berupa dendritic dengan gambaran
linier dan bercabang. Karateristik dengan tidak adanya jaringan parut sisa dan
jarang menyisakan penglihatan.
Keadaan yang meyebabkan penyakit ini dapat berupa infeksi mata (virus,
bakteri) maupun noninfeksi seperti :

13
- Abnormalitas air mata
- Reaksi imun
- Denervasi
- Distrofi
- Trauma kimia ringan
- Lensa kontak
- Reaksi terhadap pengobatan sistemik, dll

Pasien biasanya mengeluhkan adanya sensasi benda asing, fotofobia dan air
mata yang berlebihan. Lesi pungtata pada kornea dapat dimana saja tapi biasanya
pada daerah sentral. Daerah lesi biasanya meninggi dan berisi titik – titik abu – abu
yang kecil. Tidak adanya terapi spesifik untuk keadaan ini, tergantung factor
penyebabnya. Pengguna kortikosteroid topikal terbukti dapat mengurangi gejala.
Larutan floresens diteteskan pada mata dan mata diperiksa dengan menggunakan
slit lamp ataupun dengan iluminasi terang dan melihat menggunakan loup. Hal
tersebut dapat memberikan gambaran defek epithelial. Pola distribusi flouresensi
yang spesifik dapat sebagai informasi yang berguna dalam menegakkan
kemungkinan etiologi dan keratitis pungtata superfisial.7
Floresensi topikal adalah merupakan larutan nontoksik dan water-soluble yang
tersedia dalam beberapa sediaan : dalam larutan 0,25% dengan zat anestetik
(benoxinate atau proparacaine), sebagai antiseptic (povidone-iodine), maupun
dalam zat pengawet sebagai tetes mata tanpa pengawet 2% dosis unit. Floresens
akan menempel pada defek epithelial pungtata maupun yang berbentuk
makroulseratif (positive stanining) dan dapat memberikan gambaran akan lesi yang
tidak bebrbekas melalui film air mata (negative staining). Floresens yang terkumpul
dalam sebuah defek epithelial akan mengalami difusi ke dalam strauma kornea dan
tampak dengan warna hijau pada kornea.6

2.7 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium dengan melakukan kultu dari flora kornea dilakukan
selama terjadi inflamasi aktif dapat membantu dalam penelitian selanjutnya akan

14
tetapi hal tersebut tidak begitu signifikan dalam penegakan diagnosis dan
penatalaksana penyakit keratitis pungtata superfisial. Pemeriksaan pencitraan
dengan menggunakan fotografi slit lamp untuk mendokumentasikan inflamasi aktif
dan periode inaktivitas dapat dilakukan tapi hal tersebut juga tidak begitu penting
dalam penegakan diagnosis maupun penanganan penyakit.7

2.8 Penatalaksaan / Terapi


Terdapat beberapa terapi yang dapat secara baik menangani keratitis pungtata
superfisial. Terapi suportif dengan lubrikans topikal seperti air mata artifisial
seringkali adekuat pada kasus – kasus yang ringan. Air mata artifisial dapat
mengurangi sisa produk inflamasi yang tertinggal pada reservoir air mata. Mereka
tidak hanya bekerja sebegai lubrikans, tapi juga sebagai agen pembersih, pembilas
dan dilusi dari film air mata serta sebagai agen pemoles dari epitel superfisial untuk
membentuk kembali microvillae dan menstabilkan lapisan mucin dari air mata.8
Tergantung dari keparahan gejala pada pasien,air mata artifisial dengan
viskositas berbeda (dari tetes mata hingga jel viskositas tinggi) diresepkan pada
pasien dan diaplikasikan dengan frekuensi yang berbeda. Pada keratitis akibat
pemaparan (exposure keratitis ), jel atau krim dengan viskositas yang tinggi
digunakan karena waktu retensinya yang panjang.
Lensa kontak terapeutik yang lunak dapat digunakan sebagai lubrikasi
alternative pada beberapa kasus yang berat, walaupun komplikasi potensial (seperti
keratitis microbial) dapat terjadi. Lensa kontak memperbaiki gejala dengan
menutupi lesi kornea dan saraf yang secara konstan mengalami fraksi dengan
konjungtiva selama berkedip.7
Sekitar 90% dari inflamasi kornea disebabkan oleh bakteri. Selain itu epitel
yang tidak intak dapat sebagai jalur penetrasi dari bakteri ke dalam kornea.
Penanganan diawali dengan antibiotik topikal dengan aktivitas broad spectrum
terhadap kebanyakan organisme Gram-positif dan Gram-negative hingga hasil
kultur dan tes sensitifitas diketahui. Regimen awal yang diberikan termasuk
aminoglycoside dengan cephalosporin generasi pertama setiap 15-30 menit.

15
Seringkali digunakan ciprofloxacin 0,3% yang meberikan percepatan waktu rata –
rata penyembuhan dan penururnan terapi dibandingkan terapi konvensional.
Penggunaan kortikosteroid topikal masih kontroversial dikarenakan
penggunaannya pada infeksi virus dan jamur dikontraindikasikan. Akan tetapi
kortikosteroid sistemik dapat mencegah perforasi kornea dan pembentukan jaringan
parut pada kornea.4
Antibiotik sistematik digunakan apabila terdapat ekstensi ke sklera akibat
infeksi atau didapatkan adanya ancaman perforasi pada pasien. Levofloxacin
maupun ofloxacin memiliki penetrasi aqueous dan vitreus yang baik dengan
pemberian oral. 4
Tidak perlu untuk menangani pasien hingga seluruh lesi di kornea hilang. Akan
tetapi penanganan dilaksanakan hanya hingga pasien dapat mencapai titik
kenyamanan. 4

2.9 Prognosis
Secara umum prognosis dari keratitis pungtata superfisial adalah baik jika tidak
terdapat jaringan parut ataupun vaskularisasi dari kornea. Sesuai dengan metode
penanganan yang dilaksanakan prognosis dalam hal visus pada pasien dengan
keratitis pungtata superfisial sangat baik. Parut ringan pada kornea dapat timbul
pada kasus – kasus dengan keratitis pungtata superfisial yang berlangsung lama.6

16
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Keratitis merupakan inflamasi pada kornea. Keratitis diklasifikasikan
berdasarkan etiologinya sebagai keratitis noninfeksi dan infeksi. Keratitis infeksi
terjadi karena infeksi bakteri, virus, fungal, dan protozoa.
Kecurigaan akan adanya keratitis pada pasien dapat timbul pada pasien yang
datang dengan trias keluhan keratitis yaitu gejala mata merah, rasa silau (fotofobia)
dan merasa kelilipan (blefarospasma). Adapun radang kornea ini biasanya
diklasifikasikan dalam lapisan kornea yang terkena, seperti keratitis superfisial dan
interstisial atau propunda. Keratitis superfisial termasuk lesi inflamasi dari epitel
kornea dan membrane bowman superfisial terkait. Pada anamnesis pasien, bisa
didapatkan beberapa gejala klinis pada pasien yang terkait dengan perjalan penyakit
keratitis pungtata superfisial. Pasien dapat mengeluhkan adanya rasa nyeri,
pengeluaran air mata berlebihan, fotofobia, penurunan visus, sensasi benda asing,
rasa panas, iritasi okuler dan blefarosspasma
Sekitar 90% dari inflamasi kornea disebabkan oleh bakteri, pengobatan
keratitis dapat diberikan antibiotika, air mata buatan, analgetic, kortikosteroid dan
sikloplegic.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Asbury T, Augsburger J, Biswell R, C. R. Vaughan Asbury’s General


Ophthalmology. (McGraw-Hill, 2011).
2. Kanski JJ. Kanski Clinical Ophthalmology. (Elsivier, 2011).
3. AA, O. Basic and Clinical Science Course (BSSC). in Fundamentals and
Principles of Ophthalmology 75–121 (American Academy of
Ophthalmology, 2014).
4. Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. in Ilmu Penyakit Mata 1–13 (FKUI,
2008).
5. Pavan-Langston D. Cornea and External Desease. in Manual of Ocular
Diagnosis and Theraphy 67–129 (Lippincott Williams & Wilkins, 2002).
6. Skuta GL,Cantor LB, W. J. Clinical Approach to Immune-Related
Disorders of the External Eye. in Basic and Cliniccal Science Cources :
External Disease dan Cornea 205–41 (American Academy of
Ophthalmology, 2007).
7. Lang GK. Cornea. in Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas 115–60
(2007).
8. Duszak RS. Thygeson Superficial Punctata Keratitis. medscape (2008).
Available at: url:http://www.emedicine.medscape.com/article/1197335.

18
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M
Umur : 15 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
RM : 01172318
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Jalan Gaperta Gg Abadi No.80
Tgl. Pemeriksaan : 30 September 2021
Rumah Sakit : Poliklinik Mata RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan

ANAMNESIS
Keluhan Utama: Mata kiri kabur
Anamnesis :
Dialami sejak ± 3 hari yang lalu, berawal dari mata kiri kemasukan benda
asing 6 hari yang lalu kemudian mata jadi sering digosok gosok dan OS
mengeluhkan mata kiri terasa gatal kemudian memerah. OS juga mengeluh sangat
silau jika melihat cahaya. Rasa mengganjal (+), nyeri (+), air mata berlebih (+),
riwayat mata berpasir (+), kotoran mata berlebih (-), kelilipan (+).
Riwayat menggunakan kacamata (-). Riwayat trauma (-). Riwayat
menggunakan lensa kontak (-).
Riwayat Penyakit Dahulu:
a. Umum:
- Hipertensi (-)
- Diabetes Mellitus (-)
- Alergi (-)

19
b. Mata
- Riwayat sakit mata sebelumnya (-)
- Riwayat operasi mata (-)
- Riwayat trauma mata sebelumnya (-)
Riwayat Penyakit Keluarga:
- Hipertensi (-)
- Diabetes Melitus (-)

PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALIS
Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,2°C
Nadi : 82 x/menit
Kepala : Normocephali
Mulut : Bibir lembap, mukosa mulut lembap
THT : Tidak ada deviasi septum nasi, MAE lapang, faring
tidak hiperemis. Tonsil T3- T4, tenang, uvula di
tengah
Thoraks : Simetris, Retraksi (-)
Jantung : BJ I-II Reguler ,Murni, Murmur (-) Gallop (-)
Paru : SN vesikuler Rh -/- Wh -/-
Abdomen : Datar, Simetris , Nyeri tekan (-) , Bising usus
normal.
Ekstremitas : Tidak ada kelainan deformitas, pustule (-) vesikel (-
), edema -/-

20
STATUS OPHTALMOLOGIS
OD OS

Infiltrat
KETERANGAN OD OS
1. VISUS
Visus 6/6 6/12
Koreksi - 6/9
Addisi - -
Distansi pupil - -
Kacamata Lama - -

2. KEDUDUKAN BOLA MATA


Eksoftalmos Tidak ada Tidak ada
Enoftalmos Tidak ada Tidak ada
Deviasi Tidak ada Tidak ada
Gerakan Bola Mata Normal ke semua arah Normal ke semua arah

3. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR


Edema Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Ektropion Tidak ada Tidak ada
Entropion Tidak ada Tidak ada
Blefarospasme Tidak ada Tidak ada
Trikiasis Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Ptosis Tidak ada Tidak ada

21
4. KONJUNGTIVA SUPERIOR DAN INFERIOR
Hiperemis Tidak ada Ada
Krepitasi Tidak ada Tidak ada
Folikel Tidak ada Tidak ada
Papil Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Hordeolum Tidak ada Tidak ada
Kalazion Tidak ada Tidak ada
Korpus alienum Tidak ada Tidak ada

5. KONJUNGTIVA BULBI
Sekret Tidak ada Tidak ada
Injeksi Konjungtiva Tidak ada Ada
Injeksi Siliar Tidak ada Ada
Pendarahan Subkonjungtiva Tidak ada Tidak ada
Pterigium Tidak ada Tidak ada
Pinguekula Tidak ada Tidak ada
Nevus Pigmentosus Tidak ada Tidak ada
Kista Dermoid Tidak ada Tidak ada

6. SKLERA
Warna Putih Putih
Ikterik Tidak Ada Tidak ada

22
7. KORNEA
Kejernihan Jernih Sedikit keruh
Permukaan Rata Infiltrat
Ukuran 11 mm 11 mm
Infiltrat Tidak ada Ada
Keratik Presipitat Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Ulkus Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada
Edema Tidak ada Tidak ada

8. BILIK MATA DEPAN


Kedalaman Sedang Sedang
Kejernihan Jernih Jernih
Hifema Tidak ada Tidak ada
Hipopion Tidak ada Tidak ada

9. IRIS
Warna Coklat Coklat
Kripte Jelas Jelas
Sinekia Tidak ada Tidak ada
Koloboma Tidak ada Tidak ada

10. PUPIL
Letak Di tengah Di tengah
Bentuk Bulat Bulat
Ukuran 3 mm 3 mm
Refleks Cahaya Langsung + +
Refleks Cahaya Tak Langsung + +

23
11. LENSA
Kejernihan Jernih Jernih
Letak Di tengah Di tengah
Shadow test Tidak dilakukan Tidak dilakukan

12. FUNDUS OKULI


Tidak dilakukan pemeriksaan.

13. PALPASI
Nyeri Tekan Tidak ada ada
Massa Tumor Tidak ada Tidak ada
Tensi Okuli Normal/palpasi Normal/palpasi
Tonometri Schiotz - -

PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Slitlamp

RESUME
Seorang laki-laki berumur 15 tahun datang ke poliklinik mata RSUD Dr. Pirngadi
Medan dengan keluhan mata kiri kabur. Dialami sejak 3 hari ini. Berawal dari 6
hari yang lalu mata kiri kemasukan benda asing dan sering menggosok gosok mata
sejak saat itu mulai terasa gatal kemudian memerah. Pasien juga mengeluh sangat
silau jika melihat cahaya. Rasa mengganjal (+), nyeri (+), air mata berlebih (+),
riwayat mata berpasir (+), kotoran mata berlebih (-), kelilipan (+).
Riwayat HT (-). Riwayat DM (-). Riwayat menggunakan kacamata (-).
Riwayat trauma (-). Riwayat menggunakan lensa kontak (-).
Pada pemeriksaan visus didapatkanVOD : 6/6 VOS : 6/12 ð 6/9
SLOS : Konjungtiva hiperemis (+), injeksi siliar (+), injeksi konjungtiva (+), pada
kornea tampak infiltrat di permukaan kornea dan perifer sentral, edema (+), BMD
dalam, detail lain sulit dievaluasi.

24
DIAGNOSIS
Keratitis Pungtata Sperficial OS

DIAGNOSIS BANDING
Keratitis Pungtata Sperficial OS
Keratitis Bakteri
Ulkus kornea

TERAPI
• Terapi topikal
Cendo Floxa ED 6 x 1 gtt OS
Cendo Lyter ED 6 x 1 gtt OS

PROGNOSIS
1.Quo ad vitam : bonam
2.Quo ad sanationem : bonam
3.Quo ad visam : bonam
4.Quo ad kosmeticum : bonam

DISKUSI
Berdasarkan hasil anamnesi, keluhan utama pasien berupa penglihatan
kabur, disertai mata merah, rasa mengganjal pada mata kiri, fotofobia serta
lakrimasi.
Pada pemeriksaan fisik inspeksi tampak konjungtiva hiperemis, serta
kornea agak keruh. Hasil pemeriksaan visus VOD 6/6 dan VOS 6/12 ð 6/9.
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dengan slit lamp dijumpai
infiltrat pada permukaan kornea dan perifer sentral.
Faktor predisposisi terjadinya keratitis pada pasien ini dapat didahului
akibat trauma yaitu masuknya benda asing ke mata kemudian mata sering digosok-
gosok sehingga dapat menimbulkan abrasi pada permukaan kornea. Keadaan ini

25
dapat mempermudah masuknya kuman bakteri, virus, atau jamur agen penyebab
keratitis.

26

Anda mungkin juga menyukai