Anda di halaman 1dari 19

Paper

PERFORASI KORNEA

Disusun Oleh :
Yohana Aprilia Manurung (102121020)
M.Izzudin Ikhwan ()
Ageel Aziz ()
Vikko Rachmat Yulian (21360023)

Pembimbing :
dr. Ayu Nur Qomariyanti,Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU MATA


RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh


Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
Paper ini guna memenuhi persyaratan kapaniteraan klinik senior di bagian Ilmu Mata
Rumah Sakit Haji Medan dengan judul “Perforasi Kornea”
Shalawat dan salam tetap terlafatkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta
keluarga dan para sahabatnya yang telah membawa kita ke zaman yang penuh ilmu
pengetahuan, beliau adalah figur yang senantiasa menjadi contoh suri tauladan yang
baik bagi penulis untuk menuju ridho Allah SWT.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen
pembimbing KKS dibagian ilmu Mata. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan
Paper masih terdapat banyak kekurangan baik dalam cara penulisan maupun penyajian
materi. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca sehingga bermanfaat dalam penulisan Paper selanjutnya. Semoga Paper ini
bermanfaat bagi pembaca dan terutama bagi penulis.
Wassalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Medan, 12 November 2022

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN

KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
BAB II LAPORAN KASUS...........................................................................4
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi................................................................................................11
3.2 Anatomi dan Fisiologi.........................................................................10
3.3 Etiologi.................................................................................................17
3.4 Manifestasi Klinis................................................................................19
3.5 Klasifikasi.............................................................................................20
3.6 Patofisiologi..........................................................................................21
3.7 Komplikasi............................................................................................22
3.8 Gambaran Klinis dan Diagnosis...........................................................23
3.9 Penatalaksanaan...................................................................................27
BAB IV KESIMPULAN.................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar belakang

Perforasi kornea adalah keadaan patologi kornea yang ditandai oleh


adanya infiltrat supuratif disertai diskontinuitas kornea, diskontinuitas jaringan
kornea dapat terjadi dari epitel sampai stroma. Perforasi kornea dapat terjadi
akibat adanya trauma pada oleh benda asing, dan dengan penyakit yang
menyebabkan masuknya bakteri atau jamur ke dalam kornea sehingga
menimbulkan infeksi atau peradangan. Perforasi kornea yang luas dapat
menyebabkan komplikasi berupa descematokel, perforasi, endoftalmitis, bahkan
kebutaan.1
Perforasi kornea merupakan hasil dari berbagai kelainan yang dapat
meninggalkan sekuel pada penglihatan. Descematokel dan perforasi merupakan
kasus darurat mata yang membutuhkan penanganan segera. Penatalaksanaan yang
harus diutamakan adalah pencegahan terhadap terjadinya perforasi kornea, karena
sekali terjadinya perforasi, seringkali gangguan penglihatan terjadi.2

Descematokel adalah sebuah lesi dimana terjadi destruksi dari epitelium


dan stroma dengan hanya menyisakan membran descement dan endotelium. Sifat
alaminya yang sangat elastis dan adanya tekanan intraokular, membran
Descement akan menonjol ke arah anterior, membentuk menyerupai kubah,
bermembran transparan, yang mudah dikenali melalui pemeriksaan slit lamp. Pada
stadium ini, kornea menjadi sangat rentan untuk perforasi. Istilah impending
perforata memang kurang spesifik, namun seringkali digunakan pada berbagai
ulserasi dengan penipisan lapisan stroma yang parah dan secara klinis dapat
menjadi perforasi. Perforasi adalah kondisi dimana terdapat defek pada seluruh
lapisan kornea dan adanya hubungan antara anterior chamber dan permukaan
bola mata. Descematokel dengan keluarnya humour aquos secara teknis disebut
perforasi. Jadi, berdasarkan terminologi tersebut, adanya jaringan non-epitelial,
penipisan kornea yang parah, harus mendapatkan penanganan darurat yang
membutuhkan intervensi khusus.2,3

0
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Anatomi dan Fisiologi


Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan
kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus,
lengkung melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skelaris. Kornea
dewasa rata-rata mempunyai tebal 550 mikrometer di pusatnya, diameter
horizontalnya sekitar 11,75 mm dan vertikalnya 10,6 mm.4

Kornea adalah struktur vital pada mata yang bersifat sangat sensitif. Kornea
menerima suplai sensoris dari nervus trigeminal optalmikus. Rangsang taktil
menyebabkan reflex mata tertutup. Jika terdapat injuri atau cedera kornea (erosi,
penetrasi benda asing, atau keratokunjungtivitis ultraviolet) yang mencederai
bagian akhir nervus sensoris akan menyebabkan nyeri berkelanjutan dengan reflex
keluarnya air mata dan penutupan mata yang involunter.4

Kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel (yang


berbatasan dengan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma,
membran Descement dan lapisan endotel.1

Gambar 1. Anatomi Bola Mata2

1
Gambar 2. Lapisan – lapisan kornea2

Kornea terdiri atas 5 lapisan, yaitu:1

1. Epitel
Merupakan tipe sel skuamosa bertingkat yang berlanjut dengan
epithelium pada konjungtiva bulbar di limbus. Bagian ini terdiri dari 5-6
lapisan sel. Pada lapisan bagian terdalam (basal) membentuk sel kolumner,
kemudian 2-3 lapisan sel sayap atau sel payung dan 2 lapisan superfisial
merupakan sel datar.
2. Membran Bowman
Lapisan ini terdiri dari bagian aseluler yang memadatkan fibril
kolagen. Ketebalannya mencapai 12 mikrometer dan berikatan pada stroma
kornea anterior dengan membran basal epithelium. Lapisan ini bukan
membran elastis tapi secara singkat merupakan bagian superfisial stroma.
Bagian ini sangat resisten untuk menjadi infeksi. Tapi jika bagian ini rusak
maka tidak dapat bergenerasi kembali.

3. Stroma
Lapisan ini mempunyai ketebalan 0,5 mm dan merupakan bagian
penting kornea (90% dari total ketebalan) terdiri dari fibril kolagen (lamella)
dalam matrix hidrasi pada proteoglikan. Lamella disusun oleh banyak
lapisan, lapisan ini tidak hanya paralel diantara lapisan yang lain tapi juga

2
berlanjut dengan lamellae sklera pada limbus. Diantara lapisan lamella
terdapat keratosit, makrofag, histiosit dan sedikit leukosit.

4. Membran Descement
Lapisan homogen kuat yang berikatan dengan stroma posterior.
Membrane ini resisten terhadap bahan kimia, trauma dan proses patologik.
Bagaimanapun “descemetokel” dapat mempertahankan integritas bolamata
dalam waktu lama. Membran descement terdiri dari kolagen dan
glikoprotein. Tidak seperti membran bowman, membran descement dapat
bergenerasi.

5. Endotel
Terdiri dari lapisan selapis pada bagian datar sel polygonal (atau
hexagonal). Kepadatan sel endothelium sekitar 3000 sel/mm 2 pada dewasa
muda, yang menurun seiring bertambahnya usia. Bagian ini sangat
fungsional sebagai cadangan untuk endotelium. Oleh karena itu,
dekompensasi kornea terjadi hanya setelah lebih dari 75% sel telah hilang.
Sel endotelial berisi mekanisme “pompa aktif”.

Lima lapisan kornea memiliki sedikit sel dan tidak terstruktur serta
avaskular. Seperti lensa, sklera dan badan vitreus, kornea adalah struktur jaringan
lunak braditropik. Sumber nutrisi kornea melalui metabolism nutrisi (asam amino
dan glukosa) dari 3 sumber yaitu difusi dari tepi kapiler kornea, difusi dari
humour aquos dan difusi dari tear film.4

2.2 Definisi3,5
Perforasi kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat
kematian jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai
defek kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari
epitel sampai stroma. Perforasi adalah kondisi dimana terdapat defek pada seluruh
lapisan kornea dan adanya hubungan antara anterior chamber dan permukaan
bola mata. Perforasi kornea merupakan hasil dari berbagai kelainan yang dapat
meninggalkan sekuel pada penglihatan.

3
2.3 Etiologi
Penyebab Perforasi kornea sering diakibatkan oleh infeksi virus herpes
simpleks, infeksi bakteri, jamur atau trauma.6 Penyebab bakteri yang paling sering
adalah Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, dan Staphylococcus
epidermidis. Bakteri yang juga dapat menyebabkan ulkus kornea adalah
Mycobacterium leprae.7 Sedangkan jamur biasanya disebabkan oleh Candida
albicans. Terdapat beberapa kondisi yang dapat sebagai predisposisi terjadinya
inflamasi pada kornea seperti blefaritis, perubahan pada barrier epitel kornea (dry
eyes), penggunaan lensa kontak, lagopthalmos, gangguan paralitik, trauma dan
penggunaan preparat imunosupresif topical maupun sistemik.8
Penyebab tersering terjadinya perforasi kornea adalah infeksi, baik
infeksi bakteri, jamur, atau virus. Dari semua kejadian perforasi kornea 24 – 55 %
penyebab yang tersering adalah infeksi bakteri. Penyebab utamanya antara lain,
infeksi (bakteri, jamur, virus seperti herpes simplex dan herpes zoster), inflamasi
(penyakit vaskular-kolagen, rosacea, penyakit atopik, Wepener’s granulomatosa,
ulkus Mooren) dan trauma (zat kimia, panas, dan penetrasi). Disamping itu,
penyebab lainnya seperti akibat paparan matahari dan keratopati neuropati,
xerosis (idiopatik, Shogren’s syndrome, SSJ, defisiensi vitamin A), penggunaan
kortikosteroid topical dan OAINS dapat mengeksaserbasi dan mengawali
terjadinya penipisan stroma dan perforasi spontan, degenerasi kornea
(keratokonus, keratoglobus) dan pembedahan (ekstraksi katarak, LASIK, eksisi
pterygium dengan mitomycin-C, operasi glaukoma) juga dapat menyebabkan
ulkus dan perforasi.9

2.4 Patogenesis
Ketika terjadi kerusakan pada epitel kornea yang terjadi oleh karena
adanya suatu agent dari luar yang menyebabkan terjadinya perubahan menjadi
patologi dimana proses terjadinya perforasi kornea dibagi dalam empat fase, yaitu:
infiltrasi, ulserasi aktif, regresi dan pembentukan sikatrik. Kornea mendapatkan
pemaparan konstan dari mikroba dan pengaruh lingkungan, oleh sebab itu untuk
melindunginya kornea memiliki beberapa mekanisme pertahanan. Mekanisme

4
pertahanan tersebut termasuk refleks berkedip, fungsi antimikroba film air mata
(lisosim), epitel hidrofobik yang membentuk barrier terhadap difusi serta
kemampuan epitel untuk beregenerasi secara cepat dan lengkap.3
Epitel merupakan barrier yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme
ke dalam kornea. Pada saat epitel mengalami trauma, struma yang avaskuler dan
lapisan bowman menjadi mudah untuk mengalami infeksi dengan organisme yang
bervariasi, termasuk bakteri, amoeba dan jamur. 3,8
Ketika patogen telah menginvasi jaringan melalui lesi kornea superfisial,
beberapa rantai kejadian tipikal akan terjadi, yaitu:6,9
 Lesi pada kornea
 Patogen akan menginvasi dan mengkolonisasi struma kornea
 Antibodi akan menginfiltrasi lokasi invasi patogen
 Hasilnya akan tampak gambaran opasitas pada kornea dan titik invasi
patogen akan membuka lebih luas dan memberikan gambaran infiltrasi
kornea
 Iritasi dari bilik mata depan dengan hipopion (umumnya berupa pus yang
akan berakumulasi pada lantai dari bilik mata depan)
 Patogen akan menginvasi seluruh kornea
 Hasilnya stroma akan mengalami atropi dan melekat pada membaran
descement yang relatif kuat dan akan menghasilkan descematokel yang
dimana hanya membran descement yang intak. Di sekitar sisa jaringan
stroma bersifat abnormal dan opak yang menyebabkan terbentuknya cincin
putih (white ring) di perifer defek
 Ketika penyakit semakin progresif, perforasi dari membran descement
terjadi dan humour aquos akan keluar. Hal ini disebut ulkus kornea
perforasi dan merupakan indikasi bagi intervensi bedah secepatnya. Pasien
akan menunjukkan gejala penurunan visus progresif dan bola mata akan
menjadi lunak.

5
A B C

6
E F

Gambar 3. Stadium pembentukan descematokel yang diawali oleh ulkus kornea. (A)
Stadium infiltrasi progresif, (B) Stadium ulserasi aktif, (C) Stadium regresi, (D) Stadium
Sikatrik, (E) Ulkus kornea telah mengerosi stroma sepenuhnya sehingga hanya membran
descemet tersisa. Bahkan walaupun tekanan intraokular yang normal akan menyebabkan
membran descemet melekuk ke depan, membentuk sebuah descemetokel 5

Gambar 4.Desmatokel2

2.5 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan klinis dengan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium. Dari
anamnesis, nyeri merupakan keluhan yang paling sering pada penyakit kornea.
Keluhan ini diakibatkan inervasi sensori yang diakibatkan oleh ulkus. Kornea
memiliki banyak serabut nyeri, kebanyakan lesi kornea baik superfisial maupun
dalam, akan menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Fotofobia pada ulkus kornea
adalah akibat adanya kontraksi iris yang meradang. Keluhan yang lainnya adalah

7
penurunan tajam penglihatan. Adanya riwayat trauma, benda asing, penggunaan
kontak lensa, adanya riwayat penyakit pada kornea sebelumnya, riwayat
pemakaian obat topikal oleh pasien, riwayat penyakit sistemik seperti diabetes,
AIDS dan keganasan harus diperhatikan untuk membantu menentukan etiologi
perforasi.1,2,9
Dari pemeriksaan fisik, dapat ditemukan air mata yang berlebih akibat
refleks lakrimasi atau sekret yang mukopurulen pada ulkus akibat bakteri.
Fluoroscens harus dilakukan atau ulkus mungkin tidak terdeteksi. Gangguan visus
tergantung pada lokasi dan luasnya ulkus dan visus yang normal bukan berarti
tidak terjadi ulkus.9
Untuk memilih terapi yang tepat untuk penyakit kornea, terutama ulkus
supuratif, sangat memerlukan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan kerokan
kornea yang dipulas dengan pewarnaan Gram dan KOH dapat mengidentifikasi
organisme, khususnya bakteri dan jamur. Polymerase Chain Reaction (PCR)
memungkinkan dilakukannya identifikasi virus-virus herpes, acanthamoeba dan
jamur dengan cepat.1

2.6 Penatalaksanaan
A. Medikamentosa
Kornea perforasi adalah keadaan darurat yang harus segera di tangani
agar tidak terjadi komplikasi lebih lanjut pada kornea. Terapi pada ulkus
kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang mengandung
antibiotik, antivirus, anti jamur, siklopegik dan mengurangi reaksi
peradangan. Namun terapi tidak boleh ditunda hanya karena organisme tidak
teridentifikasi pada pemeriksaan mikroskopis kerokan kornea.1

Infeksi pada mata harus diberikan8:


 Antibiotik
Anti biotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang
berspektrum luas diberikan sebagai salep, tetes atau injeksi
subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan
salep mata karena dapat memperlambat penyembuhan dan juga dapat
menimbulkan erosi kornea kembali.

8
 Anti jamur
Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya
preparat komersial yang tersedia berdasarkan jenis keratomitosis yang
dihadapi bisa dibagi :
1. Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya : topikal
amphotericin B 1, 2, 5 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml, Natamycin
> 10 mg/ml, golongan Imidazole
2. Jamur berfilamen : topikal amphotericin B, Thiomerosal,
Natamicin, Imidazol
3. Ragi (yeast) : Amphotericin B, Natamicin, Imidazol
4. Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa, berbagai
jenis anti biotik
 Anti virus
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan steroid
lokal untuk mengurangi gejala, sikloplegik, anti biotik spektrum luas
untuk infeksi sekunder analgetik bila terdapat indikasi. Herpes
simplex diberikan pengobatan IDU, ARA-A, PAA, interferon inducer.
Perban tidak seharusnya dilakukan pada lesi infeksi supuratif karena
dapat menghalangi pengaliran sekret infeksi tersebut dan memberikan
media yang baik terhadap perkembangbiakan kuman penyebabnya.
Perban memang diperlukan pada ulkus yang bersih tanpa sekret guna
mengurangi rangsangan.

 Sulfas atropin sebagai salep atau larutan,


Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena bekerja lama 1-2 minggu.
Efek kerja sulfas atropine :
 Sedatif, menghilangkan rasa sakit.
 Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.
 Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.
Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya
akomodsi sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan
lumpuhnya M. konstriktor pupil, terjadi midriasis sehinggga

9
sinekia posterior yang telah ada dapat dilepas dan mencegah
pembentukan sinekia posterior yang baru.
 Skopolamin sebagai midriatika.
 Analgetik.
Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain atau
tetrakain tetapi tidak boleh digunakan jangka panjang.

B. Pembedahan7,8,10
1. Flap Konjungtiva
Penutupan ulkus dengan flap konjungtiva, dengan melepaskan
konjungtiva dari sekitar limbus yang kemudian ditarik menutupi ulkus.
Tujuan tindakan ini memberi perlindungan dan nutrisi pada ulkus untuk
mempercepat penyembuhan. Jika sudah sembuh flap konjungtiva dapat
dilepaskan kembali.
2. Transplantasi Membran Amnion
a. Indikasi
Transplantasi membran amnion digunakan pada defek epitel
persisten yang tidak respon terhadap pengobatan medikamentosa dan
sebagai alternatif lain dari tindakan flap konjungtiva dan tarsorafi.
Transplantasi membran amnion merupakan metode efektif untuk
penatalaksanaan perforasi kornea nontraumatik dan descemetokel.
Metoda ini juga bermanfaat sebagai terapi permanen atau sebagai
tindakan sementara sampai inflamasi berkurang dan prosedur
rekonstruksi tetap dapat dilakukan. Disamping itu, teknik ini juga
bermanfaat pada negara-negara yang persediaan jaringan korneanya
terbatas.

b. Kontra indikasi
Kontra indikasi transplantasi membran amnion meliputi dry eye
berat dengan lagoftalmus, atau nekrosis hebat yang mengiringi
iskemik.

3. Keratoplasti

10
Transplantasi kornea (keratoplasti) diindikasikan bagi banyak kornea
yang serius, misalnya jaringan parut, edema, penipisan dan distorsi.
Istilah keratoplasti penetrans berarti penggantikan kornea seutuhnya dan
keratoplasti lamelar berarti penggantian sebagian dari ketebalan kornea.
Donor yang lebih muda lebih disukai untuk keratoplasti penetrans
dan terdapat hubungan langsung antara umur dengan kesehatan dan
jumlah sel endotel. Karena sel endotel sangat cepat mati, mata hendaknya
segera diambil segera setelah donor meninggal dan segera dibekukan.
Mata utuh harus dimanfaatkan dalam 48 jam, dan sebaiknya dalam 48
jam. Untuk keratoplasti lamelar, kornea tersebut dapat dibekukan,
didehidrasi, atau disimpan dalam lemari es selama beberapa minggu, sel
endotel tidak penting untuk prosedur ini.

Gambar 5. Keratoplasti. (A) Penetrating, (B) Lamellar2


4. Keratoprosthesis
Keratoprosthesis atau pemasangan kornea buatan bisa dilakukan pada
kerusakan kornea yang sangat berat, dikarenakan hasil dari flap konjungtiva
dan transplantasi membran amnion sangat buruk. Selain itu, tindakan dapat
dilakukan jika tidak adanya pendonor kornea atau dengan pasien yang tidak
menyetujui tindakan transplantasi kornea.

5. Eviserasi dan Enukleasi


Eviserasi adalah membuang semua isi bola mata dengan tetap
mempertahankan sclera, kapsula tenon, konjungtiva dan nervus optikus.
Enukleasi adalah mengangkat seluruh bola mata dan sebagian nervus optikus.

11
Konjungtiva bulbi dan kapsula tenon dipertahankan. Keuntungan eviserasi
diantaranya:

a. Nervus optikus dan meningen tidak terganggu


b. Lebih cepat dan mudah untuk drainase abses okuler
c. Menghindari perdarahan yang berlebihan dari jaringan lunak yang
inflamasi
d. Sklera tetap intak, sebagai barier terhadap proses supuratif
e. Struktur jaringan lunak orbita tidak terganggu
f. Fisiologi normal dan gerakan orbita dapat dipertahankan
g. Bola mata tetap terfiksasi oleh kapsula tenon, otot-otot ekstraokular dan
septum intermuskular
h. Secara kosmetik hasilnya lebih baik dan kelainan lebih lambat terjadinya.
Ada berbagai pertimbangan kenapa operator lebih memilih tindakan
eviserasi dibandingkan dengan enukleasi. Pada eviserasi hilangnya volume
orbita serta perubahan anatomi dan fisiologi dapat juga terjadi, namun dengan
dipertahankannya lapisan sklera dan jaringan periorbita dapat menambah
volume orbita 0,5 cc. Struktur anatomi periorbita pada eviserasi tidak dirusak
dan hubungan antar jaringankelopak mata dan otot ekstra okuler ke dinding
sklera dan forniks tidak diganggu, sehingga perubahan anatomi dan fisiologi
yang terjadi tidak seberat pasca enukleasi. Secara kosmetik tentu hasilnya
lebih baik dan kelainan lebih lambat terjadinya.

2.7 Komplikasi
Komplikasi Perforasi kornea antara lain: 3,7

a. Sikatrik: Penyembuhan Perforasi kornea selalu akan meninggalkan


sikatrik yaitu jaringan parut pada kornea. Beberapa bentuk sikatrik
yaitu :
 Nebula, kabut halus pada kornea yang hanya dapat terlihat
dengan slit lamp.

12
 Makula, kekeruhan kornea yang berbatas tegas.
 Leukoma, kekeruhan kornea berwarna putih padat.
 Leukoma adheren : kekeruhan kornea atau sikatriks kornea
dengan menempelnya iris di dataran belakang, merupakan
komplikasi yang terjadi pada kasus ulkus kornea perforasi.
b. Glaukoma sekunder: timbul karena adanya blok dari eksudat yang
fibrinous pada sudut segmen anterior (inflamatori glaukoma).
c. Sekuel dari ulkus kornea perforasi, termasuk:
1. Prolaps iris: muncul segera mengikuti perforasi.
2. Subluksasi atau dislokasi anterior dari lensa dapat muncul
karena adanya peregangan dan ruptur zonula secara tiba-tiba.
3. Anterior capsular katarak: Terbentuk saat terjadi
kontak antara lensa dan ulkus pada saat perforasi pada area
pupil.
4. Uveitis purulen, endoftalmitis, bahkan panoftalmitis yang
berkembang karena penyebaran infeksi secara intraokular.
5. Fistula kornea: Terbentuk saat perforasi pada area pupillary
tidak diikuti oleh iris dan dibatasi oleh epithelium yang
membuat jalan secara cepat. Terjadinya kebocoran aquos
secara terus menerus melalui fistula ini.
6. Endoftalmitis: Terjadi akibat agen infeksi kornea yang dapat
menembus melalui descematokel yang berlubang.

2.8 Prognosis
Prognosis kornea perforasi ini buruk. Seharusnya ulkus kornea perforasi
bisa dicegah sebelum terjadinya perforasi, misalnya pada keadaan dimana kornea
masih mengalami infeksi yang tidak terlalu luas seperti pada keadaan terjadinya
keratitis atau ulkus kornea. Perforasi kornea tergantung pada tingkat keparahan
dan cepat lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya
dan ada tidaknya komplikasi yang timbul. Perforasi kornea yang luas memerlukan
waktu penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular.
Semakin tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan serta

13
timbulnya komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk. Penyembuhan
yang lama mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini,
apabila tidak ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotik
maka dapat menimbulkan resistensi.1,7

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Biswell R. Kornea. Dalam: Vaughan D, Asbury T, Eva PR. Oftalmologi


Umum. Edisi 16. Jakarta: EGC 2009. Hal. 129-149

2. Rapuano, C. Marc A. Management of Corneal Perforation. In : Corneal


Surgery.Availablefrom:http://www.us.elsevierhealth.com/media/us/sample
chapters/9780323023153/Chapter%2037.pdfdiakses pada tanggal 3
Oktober 2016

14
3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Balai penerbit FKUI. 2009.
Hal. 159-167

4. Lang, GK. Cornea. In: Ophthalmology A Short


Textbook.NewYork:Thieme Stuttgart. 2000. p. 118-119

5. Mills TJ. Corneal ulceration and ulcerative keratitis in emergency.


Journal [serial on the Internet]. 2011: Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/798100-overview#showalldiakses
pada tanggal 4 Oktober 2016

6. Ming ALS, Constable IJ. Conjunctiva, sclera and cornea. Color Atlas of
Ophtalmology. 3 ed: World Science. 2000. p. 38-50

7. Suharjo SU, Hartono. Ilmu kesehatan mata. Edisi 2. Yogyakarta. Bagian


Ilmu Penyakit Mata FK UGM. 2012. Hal. 28-36

8. Farida Y. Corneal Ulcers Treatment. Majority Journal. Vol. 4 No. 1.


Lampung : Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. 2015. Hal. 119-
127.

9. Basic and Clinical Science Course. External Disease and Cornea, part 1,
Section 8. USA: American Academy of Ophtalmology. 2009. p. 179-192

10. Basic and Clinical Science Course. Surgery of the Ocular Surface, part 10,
Section 8. USA: American Academy of Ophtalmology. 2009. p.421-443

15

Anda mungkin juga menyukai