Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

ULKUS KORNEA

Oleh:

A. A. Sagung Mirah Prabandari 1702612065

Alvi Laili Zahra 1702612148

Pembimbing:

dr. Ni Made Ari Suryathi, M. Biomed, Sp. M

DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

DI LAB/SMF ILMU KESEHATAN MATA

RSUP SANGLAH DENPASAR

Februari 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena
atas karuniaNya, laporan kasus yang berjudul “Ulkus Kornea” ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan kasus ini disusun dalam rangka
mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata FK
UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.
Dalam penyusunan laporan kasus ini, penulis banyak memperoleh
bimbingan, petunjuk serta bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Melalui
kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada yang terhormat :
1. dr. I Putu Budhiastra, SpM (K) selaku Kepala Departemen/SMF Ilmu
Kesehatan Mata FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar,
2. dr. I. G. A. Made Juliari, Sp.M (K) selaku Koordinator Pendidikan
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar,
3. dr. Ni Made Ari Suryathi, M. Biomed, Sp. M selaku dokter spesialis mata
di Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar
yang membimbing dan memberikan masukan dalam penyusunan laporan
ini,
4. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan dan
bantuan yang telah diberikan dalam penyelesaian laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga
laporan ini dapat memberikan sumbangan ilmiah dalam masalah kesehatan dan
memberi manfaat bagi masyarakat.

Denpasar, Februari 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................................i
KATA PENGANTAR ...........................................................................................ii
DAFTAR ISI .........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................6
2.1 Anatomi Kornea..................................................................................6
2.2 Definisi Ulkus Kornea.........................................................................8
2.3 Etiologi Ulkus Kornea.........................................................................9
2.4 Patofisiologi Ulkus Kornea.................................................................11
2.5 Klasifikasi Ulkus Kornea....................................................................12
2.6 Manifestasi Klinis Ulkus Kornea........................................................17
2.7 Diagnosis Ulkus Kornea......................................................................17
2.8 Penatalaksanaan Ulkus Kornea...........................................................18
2.9. Pencegahan Ulkus Kornea...................................................................20
2.10 Komplikasi Ulkus Kornea...................................................................21
2.11 Prognosis Ulkus Kornea......................................................................21
BAB III LAPORAN KASUS ...........................................................................22
BAB IV PEMBAHASAN..................................................................................28
BAB V KESIMPULAN ..................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................32

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Ulkus kornea adalah diskontinuitas sebagian jaringan kornea lebih dari


sepertiga stroma akibat kematian jaringan kornea. Ulkus kornea bisa disebabkan
oleh infeksi maupun non infeksi. Penyebab ulkus kornea akibat infeksi antara lain
bakteri, jamur, virus, dan acanthamoeba, sedangkan penyebab non infeksi antara
lain autoimun, bahan kimia, radiasi, suhu, kekurangan vitamin A, maupun obat-
obatan. Berdasarkan lokasinya, ulkus kornea bisa terjadi pada bagian sentral
kornea dan berpengaruh sekali pada visus atau terjadi di tepi kornea dan tidak
terlalu berpengaruh pada visus. Ulkus dapat terjadi dari berbagai macam kondisi
seperti benda asing seperti serpihan kayu, besi, rumput, pasir atau lumpur yang
masuk kedalam mata, kekurangan produksi air mata, maupun kegagalan palpebra
menutup sempurna pada saat tidur. Pada beberapa kasus ulkus kornea dapat
menimbulkan gejala sisa, misalnya tebentuknya jaringan parut yang mengganggu
fungsi penglihatan.1
Penderita ulkus kornea yang terjadi setiap tahunnya di negara berkembang
mencapai 1,5 - 2 juta kasus dan jumlah sebenarnya mungkin lebih besar.
Penyebab paling umum ulkus kornea akibat infeksi di negara berkembang adalah
Staphylococcus aureus dan Aspergillus spp, sedangkan penyebab non infeksius
adalah autoimun. Ulkus kornea lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding
perempuan. Usia penderita terbanyak pada kasus infeksius adalah 40-60 tahun dan
non-infeksius 18-45 tahun.2
Faktor predisposisi terbanyak ulkus kornea infeksi maupun non infeksi
adalah akibat benda asing. Benda asing terbanyak adalah tumbuh-tumbuhan, oleh
karena itu ulkus kornea banyak terjadi pada pekerja di sektor pertanian. Faktor
predisposisi lain yang sering terjadi antara lain karena trauma, infeksi, pemakaian
lensa kontak dan kadang-kadang tidak diketahui penyebabnya Di Indonesia,
insiden ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 per 100 ribu penduduk.3
Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang tepat dan cepat
untuk mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi. Komplikasi yang
ditimbulkan ulkus kornea seperti terbentuknya jaringan parut menyebabkan
5

penyakit ini perlu mendapatkan penanganan khusus dan secepat mungkin.


Semakin dalam ulkus yang terbentuk, maka gejala dan komplikasinya semakin
berat. Pengobatan yang diberikan disesuaikan dengan penyebab terjadinya ulkus.
Penyulit yang mungkin timbul antara lain infeksi di bagian kornea yang lebih
dalam, perforasi kornea (pembentukan lubang), kelainan letak iris dan kerusakan
4
mata.
6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Kornea


Kornea adalah jaringan transparan yang ukurannya sebanding dengan
kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54
mm di tengah, 0,65 mm di tepi dan diameternya 11,5 mm dari anterior ke
posterior. Kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel
(bersambung dengan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma,
membran Descement dan lapisan endotel. Batas antara sklera dan kornea disebut
limbus kornea. Kornea merupakan lensa cembung dengan kekuatan refraksi
sebesar + 43 dioptri.5

Gambar 2.1
Anatomi kornea

Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar ke dalam:


1. Lapisan epitel
 Tebalnya +50 µm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang
tersusun saling tumpang tindih, satu lapis sel basal, sel polygonal dan
sel gepeng.
 Pada sel basal sering terlihat mitosis sel dan sel muda ini terdorong
ke depan menjadi lapis sel sayap yang semakin maju ke depan
7

menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal
disampingnya dan sel polygonal didepannya melalui desmosom dan
makula okluden, ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan
glukosa (barrier).
 Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya.
Bila terjadi gangguan akan menghasilkan erosi rekuren.
 Epitel berasal dari ektoderm permukaan.5,6
2. Membran Bowman.
 Terletak dibawah membran basal epitel kornea yang merupakan
kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari
bagian depan stroma.
 Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.5,6
3. Jaringan Stroma
 Terdiri atas lamela yang merupakan susunan kolagen yang sejajar
satu dengan yang lainnya. Pada permukaan terlihat anyaman yang
teratur sedang dibagian perifer serat kolagen ini bercabang,
terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang
kadang sampai 15 bulan.
 Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast
terletak diantara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk
bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau
sesudah trauma.5,7
4. Membran Descement
 Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma
kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya.
 Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup,
mempunyai tebal +40 µm.5,6
5. Endotel
 Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20 -
40 m. Endotel melekat pada membran descement melalui
hemidesmosom dan zonula okluden.5
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar dan saraf ke-5 di mana saraf siliar longus berjalan
8

supra koroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman dan
melepaskan selubung Schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan
di antaranya. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi
dalam waktu 3 bulan.7
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour
aquous dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar
dari atmosfir. Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya yang seragam,
avaskularitasnya dan deturgensinya.7

Gambar 2.2
Potongan melintang kornea

2.2 Definisi Ulkus Kornea


Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat
kematian jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai
defek kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari
epitel sampai stroma.5,6
Ulkus kornea diakibatkan oleh adanya kolagenase yang dibentuk oleh sel
epitel baru dan sel radang. Ulkus kornea memiliki gejala-gejala yaitu nyeri, berair,
fotofobia, blefarospasme dan biasanya disertai riwayat trauma pada mata. Ulkus
kornea yang luas memerlukan penanganan yang tepat dan cepat untuk mencegah
9

perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi seperti descementocele, perforasi,


endoftalmitis bahkan kebutaan.5

2.3 Etiologi Ulkus Kornea


Etiologi ulkus kornea dapat dibagi menjadi dua bagian, etiologi infeksi
dan non-infeksi. Dimana penjabarannya sebagai berikut:
2.3.1 Infeksi
 Infeksi bakteri: P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies
Moraxella merupakan penyebab paling sering muncul. Semua ulkus
hampir berbentuk sentral. Gejala klinis yang khas tidak dijumpai,
hanya sekret yang keluar bersifat mukopurulen yang bersifat khas
menunjukkan infeksi P. aeruginosa.Penyebab ulkus kornea 38,85%
disebabkan oleh bakteri.
 Infeksi jamur: disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus,
Cephalosporium, dan spesies mikosis fungoides. Penyebab ulkus
kornea 40,65% disebabkan oleh jamur.
 Infeksi virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai.
Bentuk khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan
epitel yang apabila pecah akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga
terjadi pada bentuk disiform bila mengalami nekrosis di bagian
sentral. Infeksi virus lainnya, seperti varicella zoster, variola dan
vacinia biasanya jarang.
 Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam
air yang tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik.
Infeksi kornea oleh acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin
dikenal pada pengguna lensa kontak lunak, khususnya bila memakai
larutan garam buatan sendiri. Infeksi juga biasanya ditemukan pada
bukan pemakai lensa kontak yang terpapar air atau tanah yang
tercemar.5,6,7

2.3.2 Non-Infeksi
10

 Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH. Bahan asam
yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik, organik dan
organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata maka akan terjadi
pengendapan protein permukaan sehingga bila konsentrasinya tidak
tinggi maka tidak bersifat destruktif. Biasanya kerusakan hanya
bersifat superfisial saja. Pada bahan alkali antara lain amonia, cairan
pembersih yang mengandung kalium atau natrium hidroksida dan
kalium karbonat akan terjadi penghancuran kolagen kornea.
 Radiasi atau suhu
Dapat terjadi pada saat bekerja las dan menatap sinar matahari yang
akan merusak epitel kornea.
 Sindrom Sjorgen
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis
sica yang merupakan suatu keadan mata kering yang dapat
disebabkan defisiensi unsur film air mata (akuos, musin atau lipid),
kelainan permukan palpebra atau kelainan epitel yang menyebabkan
timbulnya bintik-bintik kering pada kornea. Pada keadaan lebih
lanjut dapat timbul kelainan pada kornea yang dapat terlihat saat
terpulas floresin dan juga dapat menimbulkan ulkus pada kornea.
 Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan
vitamin A dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan
ganggun pemanfaatan oleh tubuh. Defisiensi vitamin A akan
menyebabkan kekeringan pada konjungtiva dan kornea (xeroftalmia)
di mana kekeringan yang berkelanjutan akan mengakibatkan
konjungtiva menebal, berlipat-lipat dan berkerut serta kornea
melunak dan terbentuk ulkus.
 Obat-obatan
Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya;
kortikosteroid, Iodo 2 dioxyuridine (IDU), anestesi lokal dan
golongan imunosupresif.
 Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.5,6,8
11

2.4 Patofisiologi Ulkus Kornea


Kornea merupakan bagian anterior dari mata yang harus dilalui cahaya
dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina. Perubahan dalam bentuk dan
kejernihan kornea akan mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina
sehingga kelainan sekecil apapun di kornea dapat menimbulkan gangguan
penglihatan.5,9
Kornea adalah bagian mata yang avaskuler. Jika terjadi infeksi maka
proses infiltrasi dan vaskularisasi dari limbus baru akan terjadi 48 jam kemudian.
Badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea
segera bekerja sebagai makrofag kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh
darah yang terdapat di limbus dan tampak sebagai injeksi perikornea. Selanjutnya,
terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuklear, sel plasma dan leukosit
polimorfonuklear yang mengakibatkan timbulnya infiltrat yang tampak sebagai
bercak berwarna kelabu keruh dengan batas-batas tak jelas dan permukaan tidak
licin yang kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea.5,7
Kornea memiliki banyak serabut saraf sehingga kebanyakan lesi pada
kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan
fotofobia. Rasa sakit diperberat dengan adanya pergesekan palpebra (terutama
palbebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Ulkus menyebar
kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil dan
superfisial maka akan lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi bersih
kembali tetapi jika lesi sampai ke membran Bowman dan sebagian stroma maka
akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan menyebabkan terjadinya sikatrik.5,8

2.5 Klasifikasi Ulkus Kornea


Berdasarkan lokasi, dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea, yaitu:
1. Ulkus kornea sentral.
 Ulkus kornea fungi
 Ulkus kornea bakteri
12

 Ulkus kornea virus


 Ulkus kornea acanthamoeba
2. Ulkus kornea perifer
 Ulkus marginal
 Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)
 Ulkus cincin (ring ulcer)5,6,10
2.5.1 Ulkus Kornea Sentral
a. Ulkus Kornea Bakteri
 Ulkus Streptokokus: mempunyai bentuk khas yaitu
ulkus yang menjalar dari tepi ke arah tengah kornea. Ulkus bewarna
kuning keabuabuan, berbentuk cakram dengan tepi ulkus yang
menggaung. Ulkus biasanya cepat menjalar ke dalam dan
menyebabkan perforasi kornea karena eksotoksin yang dihasilkan oleh
streptokokus pneumonia.
 Ulkus Stafilokokus: pada awalnya, berupa ulkus yang
bewarna putih kekuningan disertai infiltrat berbatas tegas tepat
dibawah defek epitel. Apabila tidak diobati secara adekuat akan terjadi
abses kornea yang disertai edema stroma dan infiltrasi sel leukosit.
Ulkus seringkali indolen yaitu reaksi radangnya minimal walaupun
terdapat hipopion.
 Ulkus Pseudomonas: lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral
kornea yang dapat menyebar ke samping dan dalam kornea. Perforasi
kornea dapat terjadi dalam kurun waktu 48 jam dengan gambaran
berupa ulkus yang berwarna abu-abu dengan kotoran yang dikeluarkan
berwarna kehijauan. Terkadang bentuk ulkus ini seperti cincin dan di
dalam bilik mata depan dapat terlihat hipopion yang banyak.
 Ulkus Pneumokokus: terlihat sebagai suatu bentuk ulkus kornea
sentral yang dalam. Tepi ulkus akan terlihat menyebar ke arah satu
jurusan sehingga memberikan gambaran karakteristik yang disebut
ulkus serpen. Ulkus terlihat dengan infiltrasi sel yang penuh dan
berwarna kekuning-kuningan. Penyebaran ulkus sangat cepat dan
sering terlihat ulkus yang menggaung dan di daerah ini terdapat
13

banyak kuman. Ulkus ini selalu ditemukan hipopion yang tidak


selamanya sebanding dengan beratnya ulkus yang terlihat.5

Gambar 2.3.
Ulkus kornea bakteri

Gambar 2.4.
Ulkus kornea pseudomonas

b. Ulkus Kornea Fungi


Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai
beberapa minggu sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur.
Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang
agak kering. Tepi lesi berbatas tegas ireguler dan terlihat penyebaran
seperti bulu pada bagian epitel yang baik. Terlihat suatu daerah tempat asal
penyebaran di bagian sentral sehingga terdapat lesi satelit-satelit
disekitarnya. Ulkus kadang-kadang dalam seperti ulkus yang disebabkan
bakteri. Pada infeksi kandida, bentuk ulkus lonjong dengan permukaan
naik. Dapat terjadi neovaskularisasi akibat rangsangan radang. Terdapat
pula injeksi siliar disertai hipopion.6
14

Gambar 2.5.
Ulkus kornea fungi

c. Ulkus Kornea Virus


 Ulkus Kornea Herpes Zoster: biasanya diawali rasa sakit pada kulit
dengan perasaan lesu. Gejala ini timbul satu 1-3 hari sebelum
timbulnya gejala kulit. Pada mata ditemukan vesikel kulit dan edem
palpebra, konjungtiva hiperemis, kornea keruh akibat terdapatnya
infiltrat subepitel dan stroma. Infiltrat dapat berbentuk dendrit yang
bentuknya berbeda dengan dendrit herpes simplex. Keadaan yang berat
pada kornea biasanya disertai dengan infeksi sekunder.
 Ulkus Kornea Herpes Simplex: infeksi primer yang diberikan oleh
virus herpes simplex dapat terjadi tanpa gejala klinik. Biasanya gejala
dini dimulai dengan tanda injeksi siliar yang kuat disertai terdapatnya
suatu dataran sel di permukaan epitel kornea disusul dengan bentuk
dendrit atau bintang infiltrasi. Terdapat hipestesi pada kornea secara
lokal kemudian menyeluruh. Terdapat pula pembesaran kelenjar
preaurikel. Bentuk dendrit herpes simplex kecil, ulseratif, jelas
diwarnai dengan fluoresin dengan benjolan diujungnya.6,10
d. Ulkus Kornea Acanthamoeba
Awalnya, dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan
klinisnya, kemerahan dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea
indolen, cincin stroma dan infiltrat perineural.10

Gambar 2.6.
Ulkus kornea dendritik.
15

Gambar 2.7.
Ulkus kornea herpetik.

Gambar 2.8.
Ulkus kornea acanthamoeba

2.5.2 Ulkus Kornea Perifer


a. Ulkus Marginal
Bentuk ulkus marginal bisa simpel atau cincin. Bentuk simpel
berupa ulkus superfisial yang berwarna keabu-abuan dan terdapat pada
infeksi stafilococcus, toksin atau alergi dan gangguan sistemik pada
influenza, disentri basilar gonokokus, arteritis nodosa dan lain-lain. Bentuk
cincin atau multiple biasanya di lateral. Biasanya, ditemukan pada
penderita leukemia akut, SLE dan lain-lain.6
16

Gambar 2.9
Ulkus kornea marginal

b. Ulkus Mooren
Merupakan ulkus yang berjalan progresif dari perifer kornea
kearah sentral. Ulkus mooren terutama terdapat pada usia lanjut.
Penyebabnya sampai sekarang belum diketahui. Banyak teori yang
diajukan dan salah satunya adalah teori hipersensitivitas tuberculosis,
virus, alergi dan autoimun. Biasanya menyerang satu mata dengan rasa
sakit yang berat. Sering menyerang seluruh permukaan kornea dan kadang
meninggalkan satu bagian yang sehat pada bagian yang sentral.5,6

Gambar 2.10.
Ulkus mooren

c. Ring Ulcer
Dapat terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Pada kornea
terdapat ulkus yang berbentuk melingkar dipinggir kornea dan di dalam
limbus, bisa dangkal atau dalam dan kadang-kadang timbul perforasi.
Ulkus marginal yang banyak kadang-kadang dapat menjadi satu
menyerupai ring ulcer. Perjalanan penyakit ini bersifat menahun.5,10

2.6 Manifestasi Klinis Ulkus Kornea


Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa:
1. Gejala subjektif
 Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva
 Sekret purulen-mukopurulen
17

 Merasa ada benda asing di mata


 Pandangan kabur
 Mata berair
 Bintik putih pada kornea(sesuai lokasi ulkus)
 Silau
 Nyeri
2. Gejala objektif
 Injeksi siliar dan perikorneal
 Hilangnya sebagian jaringan kornea dan adanya infiltrat
 Hipopion6,8

2.7 Diagnosis Ulkus Kornea


Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan
adanya riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya dan riwayat penyakit kornea
sebelumnya, misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplex yang sering
kambuh. Sebaiknya ditanyakan pula riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien
seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi,
virus terutama keratitis herpes simplex. Ulkus kornea juga mungkin terjadi karena
imunosupresi akibat penyakit sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain
oleh terapi imunosupresi khusus.Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala
objektif berupa adanya injeksi siliar dan perikorneal, edema kornea, terdapat
infiltrat dan hilangnya jaringan kornea. Pada kasus berat dapat terjadi iritis yang
disertai dengan hipopion.5,6,8
Disamping itu, perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti:
 Ketajaman penglihatan.
 Tes refraksi.
 Tes sensibilitas kornea
 Pemeriksaan slit-lamp.
 Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.
 Swab ulkus untuk analisa atau kultur (swab gram, giemsa atau
KOH).Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan
18

spatula kimura dari dasar dan tepi ulkus kemudian dilakukan pewarnaan
KOH, gram atau Giemsa. Biopsi jaringan kornea dan pewarnaan
dengan periodic acid Schiff lebih baik untuk mendiagnosis ulkus
kornea. Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau agar
ekstrak maltosa.5,10

Gambar 2.11 A.
Gambar 2.11 B.
Pewarnaan gram ulkus kornea: (A) fungi, (B) bakteri.

2.8 Penatalaksanaan Ulkus Kornea


Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh
spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea. Pengobatan
pada ulkus kornea tergantung penyebabnya, dapat diberikan obat tetes mata yang
mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik dan mengurangi reaksi
peradangan dengan steroid. Pasien dirawat bila mengancam perforasi, pasien tidak
dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan perlunya obat
sistemik.6,7
a. Penatalaksanaan ulkus kornea di rumah.
 Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya.
 Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang.
 Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering
mungkin dan mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih.
 Berikan analgetik jika nyeri.
b. Penatalaksanaan medis.
1. Pengobatan lokal.
 Analgetik.
Untuk menghilangkan rasa sakit yang dapat diberi secara oral.
19

 Antibiotik.
Antibiotik yang diberikan sesuai dengan kuman penyebabnya atau
yang berspektrum luas berupa tetes mata. Pada pengobatan ulkus
sebaiknya tidak diberikan salep mata karena dapat memperlambat
penyembuhan dan juga dapat menimbulkan erosi kornea kembali.
 Anti jamur
1. Jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya:
topikal amphotericin B 1, 2, 5 mg/ ml, thiomerosal 10 mg/ ml,
natamycin 10 mg/ ml, imidazole.
2. Jamur berfilamen: topikal amphotericin B,
thiomerosal, natamicin, imidazole.
3. Ragi (yeast): amphotericin B, natamicin, imidazole.
4. Actinomyces yang bukan jamur sejati: sulfa, anti
biotik.
 Anti viral
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan
streroid lokal untuk mengurangi gejala, sikloplegik, anti biotik
spektrum luas untuk infeksi sekunder analgetik bila terdapat
indikasi.Untuk herpes simplex dapat diberikan pengobatan
interferon inducer.5,6,8,10
Perban tidak seharusnya dilakukan pada lesi infeksi supuratif
karena dapat menghalangi pengaliran sekret infeksi tersebut dan
memberikan media yang baik terhadap perkembangbiakan kuman
penyebabnya. Perban memang diperlukan pada ulkus yang bersih tanpa
sekret guna mengurangi rangsangan nyeri.7
Untuk menghindari penjalaran ulkus dapat dilakukan:
1. Kauterisasi
a. Dengan zat kimia: iodine, larutan murni asam karbolik, larutan
murni trikloralasetat.
b. Dengan panas (heat cauterisation): memakai elektrokauter atau
termophore. Instrumen ini dengan ujung alatnya yang mengandung
20

panas disentuhkan pada pinggir ulkus sampai berwarna keputih-


putihan.
2. Keratoplasti
Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan di
atas tidak berhasil. Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang
mengganggu penglihatan, kekeruhan kornea yang menyebabkan
kemunduran tajam penglihatan serta memenuhi beberapa kriteria yaitu:
a. Kemunduran visus yang cukup mengganggu aktivitas penderita
b. Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.
c. Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.5,6,8,10

2.9 Pencegahan Ulkus Kornea


Pencegahan ulkus dapat dilakukan dengan segera berkonsultasi kepada
spesialis mata setiap ada keluhan pada mata. Luka yang tampak kecil pada kornea
dapat mengawali timbulnya ulkus dan mempunyai efek yang sangat buruk bagi
mata. Adapun cara-cara berikut ini dapat digunakan untuk mencegah terjadinya
ulkus kornea:
 Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam mata.
 Jika mata sering kering atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa
menutup sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu dalam keadaan
basah.
 Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai dan
merawat lensa tersebut.6,9

2.10 Komplikasi Ulkus Kornea


Komplikasi yang paling sering timbul pada ulkus kornea berupa: 5,6
 Penurunan tajam penglihatan sampai kebutaan
 Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan panopthalmitis.
 Prolaps iris.
 Sikatrik kornea.
 Katarak.
 Endoftalmitis.
21

 Glaukoma sekunder.

2.11 Prognosis Ulkus Kornea


Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat
lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya dan ada
tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu
penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin
tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya
komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama
juga dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak ada
ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotik maka dapat
menimbulkan resistensi. Ulkus kornea harus membaik di setiap harinya dan harus
disembuhkan dengan pemberian terapi yang tepat.5,6,7
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien.


Nama : IWSA
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Tempat, Tanggal Lahir : Denpasar, 28 Mei 1972
Umur : 46 Tahun
Alamat :Jl. Nusa Kambangan Gang 2 no 14
Agama : Hindu
Suku/ Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Sekuriti
Pendidikan : Sekolah Menengah Atas (SMA)
Status Pernikahan : Menikah
No. Rekam Medis : 19004305
Tanggal Pemeriksaan : 6 Februari 2019

3.2 Anamnesis.
Keluhan Utama : Penglihatan mata kiri kabur  4 hari.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Poliklinik Mata RSUP Sanglah Denpasar pada tanggal 6

Februari 2019 pukul 09.00 WITA dengan keluhan mata kiri kabur sejak 

4 hari. Pada awalnya pasien mengeluh rasa gatal serta perih pada mata kiri

saat bangun tidur 10 hari sebelum pemeriksan. Saat itu pandangan mata

pasien belum kabur. Setelah itu diikuti mata merah disertai muncul bintik

putih   pada   mata   kiri   6   hari   setelah   kejadian.   Keluhan   tersebut   tidak

membaik saat istirahat dan memberat saat beraktivitas. Kemudian bintik

putih pada mata kiri dirasa semakin meluas dan menganggu penglihatan
23

pasien. Pasien juga merasa mata kirinya nyeri, sakit kepala sebelah kiri,

pandangan kabur, silau, rasa mengganjal, dan berair. 

Riwayat Penyakit Dahulu dan Pengobatan


Pasien   menyangkal   pernah  mengalami   keluhan  yang   sama  sebelumnya.

Pasien tidak memiliki riwayat menggunakan kacamata. Pasien mengatakan

pernah   mencuci   matanya   dengan   air   keran   saat   keluhan   gatal   muncul

pertama   kali   namun   tidak   membaik.   Setelah   itu   pasien   berobat   ke

Puskesmas dan langsung dirujuk ke  Rumah Sakit Angkatan Darat tanpa

diberi   tindakan   atau   obat   apapun   di   Puskesmas.   Pasien   juga   sempat

menggunakan insto yang dibeli sendiri. Di RSAD, mata pasien diberi salep

dan ditutup perban, pasien juga mendapatkan obat tetes mata dan obat oral

yang   pasien   lupa   namanya,   namun   tidak   mengurangi   keluhan­keluhan

tersebut.   Pasien     memiliki   riwayat   penyakit   hipertensi   dan   diabetes

mellitus sejak 2 tahun yang lalu, namun tidak pernah minum obat. 

Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien mengatakan bahwa tidak ada di antara anggota keluarganya yang

mengalami   keluhan   serupa   sebagaimana   dialami   oleh   pasien.   Terdapat

riwayat penyakit hipertensi dan diabetes mellitus pada orang tua pasien. 

Riwayat Sosial
Pasien merupakan seorang sekuriti hotel yang terkadang kerja di dalam

ruangan maupun di luar ruangan. Di depan tempat kerja pasien sedang

terdapat   proyek   bangunan.   Untuk   transportasi   sehari   –   hari   pasien

menggunakan   motor   pribadi   dengan   menggunakan   helm   tanpa   kaca.

Pasien   merokok   2   bungkus   sehari   dan   minum   alkohol   sebotol   tiap   2

minggu sekali. 

3.3 Pemeriksaan Fisik


24

3.3.1 Pemeriksaan Fisik Umum


Status Present.
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6)
Tekanan Darah : 160/100 mmHg
Nadi : 85x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 36,5°C
VAS : 1/10
Status General.

Mata : sesuai status oftalmologi


THT : hiperemi (-), sekret (-)
Mulut : sianosis (-)
Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-)
Thoraks : simetris (+)
Cor : S1 tunggal S2 tunggal, reguler, murmur (-)
Pulmo : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : distensi (-), bising usus (+) normal
Ekstremitas : hangat (+), edema (-)

3.3.2 Pemeriksaan Fisik Khusus


Status Oftalmologi

OD OS

6/15 PH 6/10 Visus LPBP

Normal Palpebra Spasme (+)

Tenang Konjungtiva CVI (+), PCVI (+)

Ulkus (+) di sentral,


bentuk bulat, diameter 9
mm, dasar bersih, tepi
Jernih, sensibilitas kornea
Kornea meninggi, hipopion (-),
normal
lesi satelit (-), FL
(+),jaringan sekitar
edema (+), seidel test(-)
25

Dalam Bilik mata depan SDE

Reguler Iris SDE

Refleks pupil (+) Pupil SDE

Jernih Lensa SDE

Jernih Vitreous SDE

Refleks Fundus (+) Funduskopi SDE

Tekanan
n/p n/p
Intraokuler

Gerakan Bola Baik ke segala arah,


Baik ke segala arah, Nyeri (-)
Mata Nyeri (+)

Gambar 3.1 ODS Mata Tertutup

Gambar 3.2 ODS Mata Terbuka

     
26

Gambar 3.3 Mata Kanan            Gambar 3.4 Mata kiri 

Gambar 3.5 Hasil Fluoresensi

3.4 Diagnosis Banding


- OS ulkus kornea e.c. suspek bakteri

- OS ulkus kornea e.c. suspek jamur

3.5 Usulan Pemeriksaan Penunjang


- Pemeriksaan gram kornea

3.6 Diagnosis Kerja


OS ulkus kornea e.c suspek bakteri

3.7 Penatalaksanaan
Terapi non farmakologis
- Tidak ada
Terapi farmakologis
27

- Levofloxacin ED 6x1 OS
- Lyteers ED 6x1 OS
- Atropine ED 3x1 OS
- Vit. C 2x1 PO
- Natrium diclofenac 2x1 PO
Monitoring
- Kontrol ke Poliklinik mata RSUP Sanglah Denpasar tiap 1 minggu

3.8 KIE
- Menginformasikan kepada pasien tentang hasil pemeriksaan,
diagnosis, rencana terapi dan prognosis.
- Menginformasikan kepada pasien bagaimana cara menjaga kebersihan
mata, mencuci tangan sebelum dan sesudah merawat mata.
- Menginformasikan kepada pasien mengenai pentingnya kerutinan
pengobatan mata dalam penyembuhan.
- Menyarankan untuk menghindari mengucek mata dan menggunakan
kacamata pelindung untuk menghindari debu atau kotoran.

3.9 Prognosis
Ad Vitam : Ad Bonam.
Ad Functionam : Dubius ad Bonam.
Ad Sanationam : Dubius ad Bonam.

BAB IV

PEMBAHASAN

Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat


kematian jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai
defek kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari
epitel sampai stroma. Pada kasus, pasien adalah seorang laki-laki berusia 46 tahun
28

yang datang dengan keluhan penglihatan mata kiri kabur  4 hari. Pada awalnya
pasien mengeluh rasa gatal serta perih pada mata kiri saat bangun tidur 10 hari
sebelum pemeriksan. Saat itu pandangan mata pasien belum kabur. Setelah itu
diikuti mata merah disertai muncul bintik putih pada mata kiri 6 hari setelah
kejadian. Keluhan tersebut tidak membaik saat istirahat dan memberat saat
beraktivitas. Kemudian bintik putih pada mata kiri dirasa semakin meluas dan
menganggu penglihatan pasien. Pasien juga merasa mata kirinya nyeri, sakit
kepala sebelah kiri, pandangan kabur, silau, rasa mengganjal, dan berair.
Berdasarkan lokasinya, dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea, yaitu ulkus
kornea sentral dan ulkus kornea perifer. Ulkus kornea sentral sangat mengganggu
ketajaman penglihatan dibanding ulkus kornea perifer. Ulkus kornea sentral dapat
berupa ulkus kornea bakteri, ulkus kornea fungi, ulkus kornea virus dan ulkus
kornea acanthamoeba. Ulkus kornea perifer dapat berupa ulkus marginal, ulkus
mooren dan ulkus cincin.
Adapun manifestasi klinis ulkus kornea antara lain: eritema pada kelopak
mata dan konjungtiva, sekret mukopurulen, merasa ada benda asing di mata,
pandangan kabur, mata berair, bintik putih pada kornea (sesuai lokasi ulkus),
silau, nyeri, injeksi siliar dan perikorneal, hilangnya sebagian jaringan kornea dan
adanya infiltrat serta hipopion. Gejala yang dikeluhkan pada pasien adalah
pandangan kabur pada mata kanan yang disertai dengan adanya mata merah dan
bintik putih di mata kanan. Ulkus kornea akibat jamur dapat disebabkan oleh
karena Candida, Fusarium, Aspergilus, Cephalosporium, dan spesies mikosis
fungoides.
Diagnosis ulkus kornea ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan laboratorium. Pada pemeriksaan lokalis mata kiri pasien,
didapatkan visus LPBP, spasme pada palpebra kiri, CVI dan PCVI positif pada
mata kiri, pada kornea terdapat ulkus, tes fluoresen positif, sedangkan iris, pupil,
vitreous, dan refleks fundus mata kiri sulit dievaluasi karena tertutup ulkus. Pada
mata kanan visus 6/15 dengan pinhole menjadi 6/10 sedangkan sisanya dalam
batas normal.
Pasien merasa nyeri oleh karena kornea mempunyai banyak serabut saraf
maka kebanyakan lesi pada kornea baik superfisial maupun profunda dapat
29

menimbulkan rasa sakit. Pandangan kabur pada pasien disebabkan karena kornea
merupakan salah satu media refraksi yang memiliki kekuatan terbesar sehingga
perubahan dalam bentuk dan kejernihan pada kornea dapat mengganggu
pembentukan bayangan yang baik di retina. Pada pasien, ulkus terletak di sentral
sehingga sangat mengganggu penglihatan pasien.
Penatalaksanaan dari ulkus kornea pada pasien ini adalah tetes mata
antibiotik levofloxacin yang bertujuan mengatasi infeksi bakteri. Artificial tears
juga diberikan untuk menjaga mata agar tetap lembab sehingga mencegah
perlukaan yang lebih dalam lagi. Atropin diberikan untuk mencari efek sedatif
untuk menghilangkan rasa sakit, dekongesti untuk menurunkan tanda radang, dan
paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil. Dengan lumpuhnya M. siliaris mata
tidak mempunyai daya akomodsi sehingga mata dalam keadaan istirahat. Dengan
lumpuhnya M. konstriktor pupil, terjadi midriasis sehinggga sinekia posterior
yang ada dapat terlepas dan dapat mencegah pembentukan sinekia posterior yang
baru. Vitamin C diberikan untuk mengepitelisasi jaringan kornea.
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat
lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya dan ada
tidaknya komplikasi yang timbul. Pada pasien ini ulkus terdapat di sentral dan
cukup luas sehingga kemungkinan memerlukan waktu penyembuhan yang cukup
lama karena jaringan kornea bersifat avaskular. Ulkus pasien terletak di sentral
sehingga sangat menganggu kemampuan penglihatan pasien sehari-hari. Proses
penyembuhan dipengaruhi oleh kepatuhan pasien dalam berobat. Apabila tidak
ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotik maka dapat
menimbulkan resistensi.
30

BAB V

KESIMPULAN

Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kema-


tian jaringan kornea yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek
kornea bergaung dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel
sampai stroma. Etiologi dari ulkus kornea adalah infeksi dan non infeksi. Infeksi
dapat disebabkan oleh jamur, bakteri, virus dan acanthamoeba sedangkan
noninfeksi dapat disebabkan oleh bahan kimia, radiasi atau suhu, obat-obatan dan
trauma. Berdasarkan lokasinya, ulkus kornea dibedakan menjadi ulkus sentral dan
31

perifer. Gejala klinis biasanya berupa eritema pada kelopak mata dan konjungtiva,
sekret mukopurulen, merasa ada benda asing di mata, pandangan kabur, mata
berair, bintik putih pada kornea (sesuai lokasi ulkus), silau, nyeri, injeksi siliar dan
perikorneal, hilangnya sebagian jaringan kornea dan adanya infiltrat serta
hipopion. Ulkus kornea dapat didiagnosis berdasarkan anamnesa, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan
laboratorium. Pengobatan pada ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan
obat tetes mata yang mengandung anti jamur, antibiotik, anti virus, dan
sikloplegik. Serta prognosis secara umum tergantung pada tingkat kerusakan
kornea.
32

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Kemenkes Canangkan


Hari Pemberantasan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan di Indonesia.
Jakarta. Tersedia dalam: http://www.depkes.go.id/development/site/jkn/index.
php?cid=2084&id=kemenkes-canangkan-hari-pemberantasan-gangguan-peng
lihatan-dan-kebutaan-di-indonesia.html (Diakses tanggal 17 Juli 2018).
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Gangguan Penglihatan
Masih Menjadi Masalah Kesehatan. Jakarta. Tersedia dalam:
http://www.depkes.go.id/pdf.php?id=845 (Diakses tanggal 17 Juli 2018).
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Kemenkes Meresmikan
Program Orbis Flying Eye Hospital. Jakarta. Tersedia dalam:
www.depkes.go. id/article/view/1112/menkes-meresmikan-program-orbis-
flying-eye-hospital-.html. (Diakses tanggal 17 Juli 2018).
4. Suhardjo, W.F., Dewi, M.U. 2017. Artikel Tingkat Keparahan Ulkus Kornea
di RS Dr. Sardjito Sebagai Tempat Pelayanan Mata Tertier. Bagian SMF
Penyakit Mata RS Dr. Sardjito, Yogyakarta.
5. Paul, R.E., John, P.W. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. Edisi 17.
Penerbit Buku Kedokteran ECG: Jakarta. 2017.
6. Sidarta, I., Yuliantini, R. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Indonesia:
Jakarta. 2014.
7. Coaster, J.D. Fundamental of Clinical Ophthalmology Cornea. London.
BMJ:41-64. 2009.
8. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. Ulkus Kornea dalam: Ilmu
Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran. Edisi 2.
Penerbit Sagung Seto: Jakarta. 2002.
9. Tovee, J.M. An Introduction to The Visual System Second Edition. Cambridge
University Press: UK. 2008.
10. Crick, R.P. 2003. Textbook of Clinical Ophthalmology. 3rd Edition. World
Scientific Publishing: USA.

11. Vaughan, Daniel G, Ashbury, Taylor, Riordan­Eva, Paul, John . Oftalmologi
Umum. Edisi 17. 2012. Jakarta : EGC 

Anda mungkin juga menyukai