ULKUS KORNEA
Oleh:
Pembimbing:
Februari 2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena
atas karuniaNya, laporan kasus yang berjudul “Ulkus Kornea” ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan kasus ini disusun dalam rangka
mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata FK
UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.
Dalam penyusunan laporan kasus ini, penulis banyak memperoleh
bimbingan, petunjuk serta bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Melalui
kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada yang terhormat :
1. dr. I Putu Budhiastra, SpM (K) selaku Kepala Departemen/SMF Ilmu
Kesehatan Mata FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar,
2. dr. I. G. A. Made Juliari, Sp.M (K) selaku Koordinator Pendidikan
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar,
3. dr. Ni Made Ari Suryathi, M. Biomed, Sp. M selaku dokter spesialis mata
di Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar
yang membimbing dan memberikan masukan dalam penyusunan laporan
ini,
4. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan dan
bantuan yang telah diberikan dalam penyelesaian laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga
laporan ini dapat memberikan sumbangan ilmiah dalam masalah kesehatan dan
memberi manfaat bagi masyarakat.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................i
KATA PENGANTAR ...........................................................................................ii
DAFTAR ISI .........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................6
2.1 Anatomi Kornea..................................................................................6
2.2 Definisi Ulkus Kornea.........................................................................8
2.3 Etiologi Ulkus Kornea.........................................................................9
2.4 Patofisiologi Ulkus Kornea.................................................................11
2.5 Klasifikasi Ulkus Kornea....................................................................12
2.6 Manifestasi Klinis Ulkus Kornea........................................................17
2.7 Diagnosis Ulkus Kornea......................................................................17
2.8 Penatalaksanaan Ulkus Kornea...........................................................18
2.9. Pencegahan Ulkus Kornea...................................................................20
2.10 Komplikasi Ulkus Kornea...................................................................21
2.11 Prognosis Ulkus Kornea......................................................................21
BAB III LAPORAN KASUS ...........................................................................22
BAB IV PEMBAHASAN..................................................................................28
BAB V KESIMPULAN ..................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................32
iii
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.1
Anatomi kornea
menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal
disampingnya dan sel polygonal didepannya melalui desmosom dan
makula okluden, ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan
glukosa (barrier).
Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya.
Bila terjadi gangguan akan menghasilkan erosi rekuren.
Epitel berasal dari ektoderm permukaan.5,6
2. Membran Bowman.
Terletak dibawah membran basal epitel kornea yang merupakan
kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari
bagian depan stroma.
Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.5,6
3. Jaringan Stroma
Terdiri atas lamela yang merupakan susunan kolagen yang sejajar
satu dengan yang lainnya. Pada permukaan terlihat anyaman yang
teratur sedang dibagian perifer serat kolagen ini bercabang,
terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang
kadang sampai 15 bulan.
Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast
terletak diantara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk
bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau
sesudah trauma.5,7
4. Membran Descement
Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma
kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya.
Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup,
mempunyai tebal +40 µm.5,6
5. Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20 -
40 m. Endotel melekat pada membran descement melalui
hemidesmosom dan zonula okluden.5
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar dan saraf ke-5 di mana saraf siliar longus berjalan
8
supra koroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman dan
melepaskan selubung Schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan
di antaranya. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi
dalam waktu 3 bulan.7
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour
aquous dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar
dari atmosfir. Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya yang seragam,
avaskularitasnya dan deturgensinya.7
Gambar 2.2
Potongan melintang kornea
2.3.2 Non-Infeksi
10
Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH. Bahan asam
yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik, organik dan
organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata maka akan terjadi
pengendapan protein permukaan sehingga bila konsentrasinya tidak
tinggi maka tidak bersifat destruktif. Biasanya kerusakan hanya
bersifat superfisial saja. Pada bahan alkali antara lain amonia, cairan
pembersih yang mengandung kalium atau natrium hidroksida dan
kalium karbonat akan terjadi penghancuran kolagen kornea.
Radiasi atau suhu
Dapat terjadi pada saat bekerja las dan menatap sinar matahari yang
akan merusak epitel kornea.
Sindrom Sjorgen
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis
sica yang merupakan suatu keadan mata kering yang dapat
disebabkan defisiensi unsur film air mata (akuos, musin atau lipid),
kelainan permukan palpebra atau kelainan epitel yang menyebabkan
timbulnya bintik-bintik kering pada kornea. Pada keadaan lebih
lanjut dapat timbul kelainan pada kornea yang dapat terlihat saat
terpulas floresin dan juga dapat menimbulkan ulkus pada kornea.
Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan
vitamin A dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan
ganggun pemanfaatan oleh tubuh. Defisiensi vitamin A akan
menyebabkan kekeringan pada konjungtiva dan kornea (xeroftalmia)
di mana kekeringan yang berkelanjutan akan mengakibatkan
konjungtiva menebal, berlipat-lipat dan berkerut serta kornea
melunak dan terbentuk ulkus.
Obat-obatan
Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya;
kortikosteroid, Iodo 2 dioxyuridine (IDU), anestesi lokal dan
golongan imunosupresif.
Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.5,6,8
11
Gambar 2.3.
Ulkus kornea bakteri
Gambar 2.4.
Ulkus kornea pseudomonas
Gambar 2.5.
Ulkus kornea fungi
Gambar 2.6.
Ulkus kornea dendritik.
15
Gambar 2.7.
Ulkus kornea herpetik.
Gambar 2.8.
Ulkus kornea acanthamoeba
Gambar 2.9
Ulkus kornea marginal
b. Ulkus Mooren
Merupakan ulkus yang berjalan progresif dari perifer kornea
kearah sentral. Ulkus mooren terutama terdapat pada usia lanjut.
Penyebabnya sampai sekarang belum diketahui. Banyak teori yang
diajukan dan salah satunya adalah teori hipersensitivitas tuberculosis,
virus, alergi dan autoimun. Biasanya menyerang satu mata dengan rasa
sakit yang berat. Sering menyerang seluruh permukaan kornea dan kadang
meninggalkan satu bagian yang sehat pada bagian yang sentral.5,6
Gambar 2.10.
Ulkus mooren
c. Ring Ulcer
Dapat terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Pada kornea
terdapat ulkus yang berbentuk melingkar dipinggir kornea dan di dalam
limbus, bisa dangkal atau dalam dan kadang-kadang timbul perforasi.
Ulkus marginal yang banyak kadang-kadang dapat menjadi satu
menyerupai ring ulcer. Perjalanan penyakit ini bersifat menahun.5,10
spatula kimura dari dasar dan tepi ulkus kemudian dilakukan pewarnaan
KOH, gram atau Giemsa. Biopsi jaringan kornea dan pewarnaan
dengan periodic acid Schiff lebih baik untuk mendiagnosis ulkus
kornea. Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau agar
ekstrak maltosa.5,10
Gambar 2.11 A.
Gambar 2.11 B.
Pewarnaan gram ulkus kornea: (A) fungi, (B) bakteri.
Antibiotik.
Antibiotik yang diberikan sesuai dengan kuman penyebabnya atau
yang berspektrum luas berupa tetes mata. Pada pengobatan ulkus
sebaiknya tidak diberikan salep mata karena dapat memperlambat
penyembuhan dan juga dapat menimbulkan erosi kornea kembali.
Anti jamur
1. Jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya:
topikal amphotericin B 1, 2, 5 mg/ ml, thiomerosal 10 mg/ ml,
natamycin 10 mg/ ml, imidazole.
2. Jamur berfilamen: topikal amphotericin B,
thiomerosal, natamicin, imidazole.
3. Ragi (yeast): amphotericin B, natamicin, imidazole.
4. Actinomyces yang bukan jamur sejati: sulfa, anti
biotik.
Anti viral
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan
streroid lokal untuk mengurangi gejala, sikloplegik, anti biotik
spektrum luas untuk infeksi sekunder analgetik bila terdapat
indikasi.Untuk herpes simplex dapat diberikan pengobatan
interferon inducer.5,6,8,10
Perban tidak seharusnya dilakukan pada lesi infeksi supuratif
karena dapat menghalangi pengaliran sekret infeksi tersebut dan
memberikan media yang baik terhadap perkembangbiakan kuman
penyebabnya. Perban memang diperlukan pada ulkus yang bersih tanpa
sekret guna mengurangi rangsangan nyeri.7
Untuk menghindari penjalaran ulkus dapat dilakukan:
1. Kauterisasi
a. Dengan zat kimia: iodine, larutan murni asam karbolik, larutan
murni trikloralasetat.
b. Dengan panas (heat cauterisation): memakai elektrokauter atau
termophore. Instrumen ini dengan ujung alatnya yang mengandung
20
Glaukoma sekunder.
LAPORAN KASUS
3.2 Anamnesis.
Keluhan Utama : Penglihatan mata kiri kabur 4 hari.
4 hari. Pada awalnya pasien mengeluh rasa gatal serta perih pada mata kiri
saat bangun tidur 10 hari sebelum pemeriksan. Saat itu pandangan mata
pasien belum kabur. Setelah itu diikuti mata merah disertai muncul bintik
putih pada mata kiri 6 hari setelah kejadian. Keluhan tersebut tidak
membaik saat istirahat dan memberat saat beraktivitas. Kemudian bintik
putih pada mata kiri dirasa semakin meluas dan menganggu penglihatan
23
pasien. Pasien juga merasa mata kirinya nyeri, sakit kepala sebelah kiri,
pandangan kabur, silau, rasa mengganjal, dan berair.
Pasien tidak memiliki riwayat menggunakan kacamata. Pasien mengatakan
pernah mencuci matanya dengan air keran saat keluhan gatal muncul
Puskesmas dan langsung dirujuk ke Rumah Sakit Angkatan Darat tanpa
menggunakan insto yang dibeli sendiri. Di RSAD, mata pasien diberi salep
dan ditutup perban, pasien juga mendapatkan obat tetes mata dan obat oral
mellitus sejak 2 tahun yang lalu, namun tidak pernah minum obat.
riwayat penyakit hipertensi dan diabetes mellitus pada orang tua pasien.
Riwayat Sosial
Pasien merupakan seorang sekuriti hotel yang terkadang kerja di dalam
ruangan maupun di luar ruangan. Di depan tempat kerja pasien sedang
minggu sekali.
OD OS
Tekanan
n/p n/p
Intraokuler
Gambar 3.1 ODS Mata Tertutup
Gambar 3.2 ODS Mata Terbuka
26
Gambar 3.3 Mata Kanan Gambar 3.4 Mata kiri
3.7 Penatalaksanaan
Terapi non farmakologis
- Tidak ada
Terapi farmakologis
27
- Levofloxacin ED 6x1 OS
- Lyteers ED 6x1 OS
- Atropine ED 3x1 OS
- Vit. C 2x1 PO
- Natrium diclofenac 2x1 PO
Monitoring
- Kontrol ke Poliklinik mata RSUP Sanglah Denpasar tiap 1 minggu
3.8 KIE
- Menginformasikan kepada pasien tentang hasil pemeriksaan,
diagnosis, rencana terapi dan prognosis.
- Menginformasikan kepada pasien bagaimana cara menjaga kebersihan
mata, mencuci tangan sebelum dan sesudah merawat mata.
- Menginformasikan kepada pasien mengenai pentingnya kerutinan
pengobatan mata dalam penyembuhan.
- Menyarankan untuk menghindari mengucek mata dan menggunakan
kacamata pelindung untuk menghindari debu atau kotoran.
3.9 Prognosis
Ad Vitam : Ad Bonam.
Ad Functionam : Dubius ad Bonam.
Ad Sanationam : Dubius ad Bonam.
BAB IV
PEMBAHASAN
yang datang dengan keluhan penglihatan mata kiri kabur 4 hari. Pada awalnya
pasien mengeluh rasa gatal serta perih pada mata kiri saat bangun tidur 10 hari
sebelum pemeriksan. Saat itu pandangan mata pasien belum kabur. Setelah itu
diikuti mata merah disertai muncul bintik putih pada mata kiri 6 hari setelah
kejadian. Keluhan tersebut tidak membaik saat istirahat dan memberat saat
beraktivitas. Kemudian bintik putih pada mata kiri dirasa semakin meluas dan
menganggu penglihatan pasien. Pasien juga merasa mata kirinya nyeri, sakit
kepala sebelah kiri, pandangan kabur, silau, rasa mengganjal, dan berair.
Berdasarkan lokasinya, dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea, yaitu ulkus
kornea sentral dan ulkus kornea perifer. Ulkus kornea sentral sangat mengganggu
ketajaman penglihatan dibanding ulkus kornea perifer. Ulkus kornea sentral dapat
berupa ulkus kornea bakteri, ulkus kornea fungi, ulkus kornea virus dan ulkus
kornea acanthamoeba. Ulkus kornea perifer dapat berupa ulkus marginal, ulkus
mooren dan ulkus cincin.
Adapun manifestasi klinis ulkus kornea antara lain: eritema pada kelopak
mata dan konjungtiva, sekret mukopurulen, merasa ada benda asing di mata,
pandangan kabur, mata berair, bintik putih pada kornea (sesuai lokasi ulkus),
silau, nyeri, injeksi siliar dan perikorneal, hilangnya sebagian jaringan kornea dan
adanya infiltrat serta hipopion. Gejala yang dikeluhkan pada pasien adalah
pandangan kabur pada mata kanan yang disertai dengan adanya mata merah dan
bintik putih di mata kanan. Ulkus kornea akibat jamur dapat disebabkan oleh
karena Candida, Fusarium, Aspergilus, Cephalosporium, dan spesies mikosis
fungoides.
Diagnosis ulkus kornea ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan laboratorium. Pada pemeriksaan lokalis mata kiri pasien,
didapatkan visus LPBP, spasme pada palpebra kiri, CVI dan PCVI positif pada
mata kiri, pada kornea terdapat ulkus, tes fluoresen positif, sedangkan iris, pupil,
vitreous, dan refleks fundus mata kiri sulit dievaluasi karena tertutup ulkus. Pada
mata kanan visus 6/15 dengan pinhole menjadi 6/10 sedangkan sisanya dalam
batas normal.
Pasien merasa nyeri oleh karena kornea mempunyai banyak serabut saraf
maka kebanyakan lesi pada kornea baik superfisial maupun profunda dapat
29
menimbulkan rasa sakit. Pandangan kabur pada pasien disebabkan karena kornea
merupakan salah satu media refraksi yang memiliki kekuatan terbesar sehingga
perubahan dalam bentuk dan kejernihan pada kornea dapat mengganggu
pembentukan bayangan yang baik di retina. Pada pasien, ulkus terletak di sentral
sehingga sangat mengganggu penglihatan pasien.
Penatalaksanaan dari ulkus kornea pada pasien ini adalah tetes mata
antibiotik levofloxacin yang bertujuan mengatasi infeksi bakteri. Artificial tears
juga diberikan untuk menjaga mata agar tetap lembab sehingga mencegah
perlukaan yang lebih dalam lagi. Atropin diberikan untuk mencari efek sedatif
untuk menghilangkan rasa sakit, dekongesti untuk menurunkan tanda radang, dan
paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil. Dengan lumpuhnya M. siliaris mata
tidak mempunyai daya akomodsi sehingga mata dalam keadaan istirahat. Dengan
lumpuhnya M. konstriktor pupil, terjadi midriasis sehinggga sinekia posterior
yang ada dapat terlepas dan dapat mencegah pembentukan sinekia posterior yang
baru. Vitamin C diberikan untuk mengepitelisasi jaringan kornea.
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat
lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya dan ada
tidaknya komplikasi yang timbul. Pada pasien ini ulkus terdapat di sentral dan
cukup luas sehingga kemungkinan memerlukan waktu penyembuhan yang cukup
lama karena jaringan kornea bersifat avaskular. Ulkus pasien terletak di sentral
sehingga sangat menganggu kemampuan penglihatan pasien sehari-hari. Proses
penyembuhan dipengaruhi oleh kepatuhan pasien dalam berobat. Apabila tidak
ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotik maka dapat
menimbulkan resistensi.
30
BAB V
KESIMPULAN
perifer. Gejala klinis biasanya berupa eritema pada kelopak mata dan konjungtiva,
sekret mukopurulen, merasa ada benda asing di mata, pandangan kabur, mata
berair, bintik putih pada kornea (sesuai lokasi ulkus), silau, nyeri, injeksi siliar dan
perikorneal, hilangnya sebagian jaringan kornea dan adanya infiltrat serta
hipopion. Ulkus kornea dapat didiagnosis berdasarkan anamnesa, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan
laboratorium. Pengobatan pada ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan
obat tetes mata yang mengandung anti jamur, antibiotik, anti virus, dan
sikloplegik. Serta prognosis secara umum tergantung pada tingkat kerusakan
kornea.
32
DAFTAR PUSTAKA
11. Vaughan, Daniel G, Ashbury, Taylor, RiordanEva, Paul, John . Oftalmologi
Umum. Edisi 17. 2012. Jakarta : EGC