Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

DOKTER INTERNSHIP
CLOSED FRAKTUR 1/3 DISTAL FEMUR DEXTRA DENGAN
FEMORALIS NERVE PALSY

Disusun Oleh:

dr. Rinaldi Akbar Maulana

Pendamping:

dr. Cecep Awaludin

RUMAH SAKIT ANNISA


KABUPATEN BEKASI
2021
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. TS
Umur : 57 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Kali Abang
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
No. Rekam Medis : 536xxx
Status Perawatan : Rawat Inap
Masuk Rumah Sakit : 7 Februari 2021

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis di Instalasi Gawat Darurat
Rumah Sakit Annisa, Cikarang pada tanggal 7 Februari 2021, pukul 12.40
WIB.
» Keluhan Utama :
Nyeri pada kaki kanan

» Keluhan Tambahan :
Kaki kanan sulit untuk digerakkan

» Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke IGD dengan keluhan nyeri pada kaki kanan setelah
terpleset di kebun saat ingin berangkat bekerja. Pasien terpleset di
daerah kawasan rumahnya di kali abang pada tanggal 7 Februari 2021
pukul 12.15 WIB karena jalan saat itu licin sehabis hujan hingga
menyebabkan pasien terjatuh ke sisi kanan dengan posisi kaki kanan
terplintir ke kanan. Setelah kejadian pasien sadar, pasien langsung
dibawa ke instalasi gawat darurat RS ANNISA Untuk segera di
berikan pertolongan.
Pasien mengeluh bahwa rasa nyeri pada kaki kanannya dirasa semakin
memberat pada saat pasien mencoba menggerakkan kaki kanannya
atau bersentuhan dengan benda lain. Pasien juga mengeluhkan bahwa
kaki kanannya terasa lebih besar dan berwarna lebih kemerahan
dibandingkan dengan kaki kirinya, serta ada rasa kesemutan sehingga
pergerakkannya juga ikut terganggu. Pasien menyangkal adanya rasa
pusing, mual, muntah, sesak nafas, batuk, pilek, demam dan nyeri
perut.

» Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat tekanan darah tinggi (-), kencing manis (-), asma (-), alergi
obat-obatan (-), alergi makanan (-), trauma (+), pasien masih
memasang gips pada bagian os tibia dekstra post terjatuh dari motor
tahun 2019 di RSUD Kota Bekasi.

» Riwayat Penyakit Keluarga :


Riwayat tekanan darah tinggi (-), kencing manis (-)

» Riwayat Pengobatan :
Tidak ada , pasien langsung menuju RS ANNISA untuk mendapatkan
pertolongan.

» Sosial Ekonomi :
Pasien sudah menikah dan bekerja sebagai seorang Karyawan Swasta.
Dalam menjalankan pekerjaannya, pasien terkadang menggunakan
kendaraan beroda dua atau menaiki kendaraan umum untuk menuju
tempat bekerja.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit
Annisa pada tanggal 7 Februari 2021, pukul 12.15 WIB.
» Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
» Kesadaran : Compos mentis
» Tanda Vital :
□ Tekanan Darah : 120/80 mmHg
□ Nadi : 88 x/menit cukup, regular, kuat angkat
□ Frekuensi Pernafasan : 22 x/menit
□ Suhu : 36.6o C
□ Saturasi O2 : 100%
» Status Generalisata :
□ Kepala : Normocephal, tidak teraba adanya
benjolan, rambut, hitam, distribusi rata,
tidak mudah dicabut
□ Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik –
/-, pupil bulat isokor diameter 3 mm,
refleks cahaya langsung dan tidak
langsung +/+
□ Telinga : Bentuk normal, liang telinga lapang,
otore -/-, kelenjar pre-aurikuler dan
retro-aurikuler tidak teraba membesar
□ Hidung : Bentuk normal, rinore -/-, epistaksis -/-
□ Leher : Tidak ada jejas luka, deviasi trakea,
dan
pembesaran kelenjar getah bening
□ Mulut : Bentuk normal, sianosis (-)
□ Thoraks : Jantung – bunyi jantung I dan II
tunggal,
reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru – simetris dalam diam dan
pergerakan, tidak tampak retraksi pada
sela intercostal, sonor pada kedua lapang
paru, suara dasar vesikuler, ronkhi -/-,
wheezing -/-
□ Abdomen : Perut tampak datar, tidak tampak
kelainan kulit, gerakan peristaltik usus
(+), pulsasi pada region epigastrik (-),
bising usus (+), timpani di seluruh
lapang abdomen, teraba supel, nyeri
tekan (-)
□ Ekstremitas :

Ekstremitas Superior
Dextra Sinistra
Edem - -
Akral dingin - -
Sianosis - -
Capillary refill <2 detik <2 detik

Ekstremitas Inferior
Dextra Sinistra
Edem + -
Akral dingin - -
Sianosis - -
Capillary refill <2 detik <2 detik

□ Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan


□ Kulit : Turgor baik, pucat (-), sianosis (-)

» Status Lokalis :
□ Ekstremitas : Regio Femoris dekstra  Edema (+),
hiperemis
(+), nyeri (+), deformitas (-), luka
terbuka (-), range of motion (aktif:
terbatas, pasif: (+), nyeri), pulsasi arteri
(+), parestesi (+), paralisis (-)

IV. INITIAL PLAN DIAGNOSIS


 Pemeriksaaan radiologi X-Foto Right Femur dan X-Foto Thorax PA
Gambar 1 . X-foto Right Femur

Kesan :
o Fraktur spiral komplit 1/3 distal dengan angulasi dan deviasi
o Alignment dan kedudukan internal fiksasi dan fragment fraktur baik, serta
stabil
Gambar 2. X-foto Thorax PA
- CTR < 50 %
- Hilus tak melebar, suram ataupun menebal
- Corakan paru tak meningkat
- Tak tampak infiltrat
- Sinus dan diafragma baik
- Tulang lunak
Kesan :
o Cor dan pulmo dalam batas normal
o Tak tampak infiltrate
 Pemeriksaan laboratorium
Tangga Periksa : 7-Februari-2021
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan Keterangan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 14.3 g/dL 11.7-15.8
Jumlah Leukosit 10.44 10^3/uL 3.00-11.00 Meningkat
Jumlah Trombosit 194 10^3/uL 150-445
Hematokrit 40 % 35-47
HITUNG JENIS
Basofil 0 % 0-1
Eosinofil 1 % 2-4
Neutrofil Batang 1 % 2-5
Neutrofil Segmen 80 % 50-70
Limfosit 10 % 25-40
Absolute Limfosit 1044 /uL
Count
NLR 8.20
Monosit 7 % 2-8
HEMOSTASIS
Masa Perdarahan 2.00 Menit 1.00 – 6.00
Masa Pembekuan 4.00 Menit 1.00 – 6.00
KIMIA KLINIK
Glukosa Sewaktu 176 mg/dL 80 – 140
IMUNOLOGI
Antigen SARS-COV-2 Negatif Negatif

V. RESUME
Seorang laki-laki berusia 57 tahun dengan keluhan nyeri pada kaki kanan
setelah terpleset saat berjalan. Setelah kejadian, pasien langsung dibawa ke RS
ANNISA untuk mendapat pertolongan pertama. Pasien mengeluh bahwa rasa
nyeri semakin memberat saat kaki kanannya digerakan atau bersentuhan dengan
benda lain. kaki kanannya juga tampak lebih besar dan berwarna lebih
kemerahan serta ada rasa kesemutan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan:
» Status lokalis regio Femoris dekstra  Edema (+), hiperemis (+), nyeri (+),
Parestesi (+), range of motion (aktif: terbatas, pasif: (+), nyeri), pulsasi arteri
brachialis (+)
Pada pemeriksaan radiologi didapatkan:
o Fraktur spiral komplit 1/3 distal dengan angulasi dan deviasi
o Alignment dan kedudukan internal fiksasi dan fragment fraktur baik, serta
stabil

VI. ASSESSMENT
Diagnosis kerja : Closed Fraktur 1/3 distal Femur dekstra dengan
Femoralis Nerve Palsy
VII. INITIAL PLAN TREATMENT
» Infus Ringer Laktat 20 tpm
» Injeksi Ketorolac 1 ampul/8 jam
» Fiksasi dan immobilisasi sementara dengan menggunakan spalk
» Elevasi 2 bantal
» Open Reduction Internal Fixation (ORIF) reconstruction (7 / 2 / 2021)
VIII. INITIAL PLAN MONITORING
» Keadaan umum
» Tanda-tanda vital
» Observasi luka jahit dan surgical drain post-operasi
IX. INITIAL PLAN EDUCATION
» Menggunakan spalk
» Membatasi pergerakan pada daerah fraktur
» Melakukan perawatan luka secara teratur
» Kontrol kembali ke dokter Spesialis Ortopedi
X. PROGNOSIS
» Ad vitam : Dubia ad bonam
» Ad fungsionam : Dubia ad bonam
» Ad sanationam : Dubia ad bonam
XI. FOLLOW UP PASIEN
Tanggal Subjektif Objektif Assesment Planning
Pem.
8 Februari Os merasa KU: TSS Post ORIF H Diet: biasa
2021 pusing, mual, Kesadaran : ke 1 IVFD: RL 20 tpm
terasa nyeri CM (mikro)
dibagian TD: 110/80 - Inj. Tofedex
bekas operasi, mmHg 2x1 ampul
belum BAB N: 89 x/m - Inj.
RR: 22 x/m Ranitidine 2x1 amp
S: 37.0 - Inj.
SaO2 98% Ondancentron 4 mg
Ekstremitas 1 amp
inferior - Inj.
dekstra : akral Ceftriaxon 2x1 g
hangat, CRT < - Cek DPL
2 detik, Edema
(+), nyeri(+),
mobilitas
terbatas

Tanggal Subjektif Objektif Assesment Planning


Pem.
9 Februari Os merasa KU: TSS Post ORIF H Diet: biasa
2021 nyeri dibagian Kesadaran : CM ke 2 IVFD: RL 20
bekas operasi TD: 110/80 mmHg tpm
Hb :11.2 berkurang, N: 85 x/m - Inj.
Ht : 41 sudah BAB 1 RR: 20 x/m Tofedex 2x1
Lk : 11200 kali, muntah S: 36.8 ampul
Tr : 290000 (-), terasa mual SaO2 98% - Inj.
dan agak Ekstremitas inferior Ranitidine 2x1
kembung di dekstra : akral amp
perut hangat, CRT < 2 - Inj.
detik, Edema (+), Ceftriaxon 2x1
nyeri(+) berkurang, g
mobilitas terbatas - Cek
Lab

Tanggal Subjektif Objektif Assesment Planning


Pem.
10 Februari Os merasa KU: TSS Post ORIF H Diet: biasa
2021 nyeri dibagian Kesadaran : CM ke 3 IVFD: RL 20
bekas operasi TD: 110/80 mmHg tpm
Hb :11.5 berkurang N: 89 x/m - Inj.
Ht : 44 dibanding hari RR: 22 x/m Tofedex 2x1
Lk : 10000 kemarin, terasa S: 36.6 ampul
Tr : 320000 berat dan kaku, SaO2 98% - Cek
mual (-), Ekstremitas inferior Lab dahulu
muntah (-), dekstra : akral bila bagus
BAB (+), Os hangat, CRT < 2 rencana
ingin bisa detik, Edema (+), pulang lalu
pulang nyeri(+) berkurang, Kontrol ke
mobilitas terbatas dokter
Spesialis
Ortopedi.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh traumatik.
Fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang (Dongoes, 2000). Fraktur
adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh (Reeves, 2001). Fraktur
adalah terputusnya kontinuitas tulang. Kebanyakan fraktur adalah akibat dari
trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis
yang menyebabkan fraktur-fraktur yang patologis (Enggram 1998).
Neuropati radialis adalah gangguan pada saraf radial. Kondisi ini juga
sering disebut dengan istilah radial nerve palsy. Saraf radial bermula di lengan
atas dan turun hingga ke pergelangan serta jari-jari tangan. Saraf ini
mengendalikan pergerakan dan sensasi pada lengan dan maupun tangan. Cedera
pada saraf radial dapat menyebabkan neuropati radialis. Kondisi ini memicu mati
rasa, kesemutan, atau rasa nyeri terbakar pada tangan.

B. Fraktur Femur
Pengertian Fraktur Femur Menurut Mansjoer Etal, (2000) yang dikutip oleh
Abdul Wahid (2013: 8) Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. “Frakture Traumatic injury to a bone
that occurs when a force exerted upon the bone is stronger than it can withstand”
(Gayle McKenzie &Tanya Porter 2011: 370). “A fracture is a disruption or break
in the continuity of the structur of bone. Traumatic injuries account for the
majority of fractures, although some fractures are secondary to a disease process
(pathologic fracture from cancer or osteoporosis)” ( Sharon L. Lewis, et al. 2011:
228). Menurut Soedarman (2000) yang dikutip oleh Abdul Wahid (2013: 8)
Patah tulang tertutup adalah patah tulang dimana tidak ada hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar. 15 Menurut FKUI (1995) sebagai mana
dikutip oleh Sugeng Jitowiyono & Weni Kristiyanasari (2012: 15) fraktur femur
adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjad akibat trauma
langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian). Dan biasanya lebih
banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan
pendarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam syok.
Fraktur femur tertutup atau patah tulang paha tertutup adalah hilangnya
kontinuitas tulang paha tanpa disertai kerusakan jaringan kulit yang dapat
disebabkan oleh trauma langsung atau kondisi tertentu, seperti degenerasi tulang
(osteoporosis) dan tumor atau keganasan tulang paha yang menyebabkan fraktur
patologis (Arif Muttaqin, 2011: 222) Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
fraktur femur tertutup adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang femur yang
disebabkan adanya trauma langsung dan degenerasi tulang (osteoporosis),
dimana tidak ada hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.

Klasifikasi
Menurut Abdul Wahid (2013: 9) penampilan fraktur dapat sangat bervariasi
tetapi untuk alasan yang praktis, dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:

A. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)


 Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit
masih utuh) tanpa komplikasi.
 Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
B. Berdasarkan komplit atau ketidak komplitan fraktur.
 Fraktur komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang
atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
 Fraktur inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang
tulang seperti:
a) Hairline fracture/stress frakture adalah salah satu jenis fraktur tidak
lengkap pada tulang. Hal ini disebabkan oleh ”stress yang tidak
biasa atau berulang-ulang” dan juga karena berat badan terus
menerus pada pergelangan kaki atau kaki. Hal ini berbeda dengan
jenis patah tulang yang lain, yang biasanya ditandai dengan tanda
yang jelas. Hal ini dapat digambarkan dengan garis sangat kecil
atau retak pada tulang, ini biasanya terjadi di tibia, metatarsal
(tulang kaki), dan walau tidak umum biasanya terjadi pada tulang
femur. Hairline fracture/stress frakture umum terjadi pada cedera
olahraga, dan kebanyakan kasus berhubungan dengan olahraga.
b) Buck atau torus facture, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
c) Green stick fracture, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks
lainnya yang terjadi pada tulang panjang.
C. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma
 Fraktur transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
 Fraktur oblik: fraktur yang arah garis patahannya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat tauma angulasi juga.
 Fraktur spiral: fraktur yang arah garis patahannya berbentuk spiral
yang disebabkan trauma rotasi.
 Fraktur kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan yang lain.
 Fraktur avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau
traksi otot pada insersinya pada tulang
D. Berdasarkan jumlah garis patah
 Fraktur komunitif: fraktur dimana garispatah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
 Fraktur segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubngan.
 Fraktur multipe: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
pada tulang yang sama.
E. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang
 Fraktur undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan priosteum masih utuh.
 Fraktur displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang
juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran
searah sumbu dan overlapping).
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling
menjauh).
F. Berdasarkan posisi fraktur Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian:
 1/3 proksimal
 1/3 medial

 1/3 distal

C. Etiologi
Menurut Appley & Solomon (1995) yang dapat menyebabkan fraktur

adalah sebagai berikut:

1. Traumatik
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan ,

yang dapat berupa pukulan, penghancuran penekukan, penarikan berlebihan.

Bila terkena kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena

dan jaringan lunaknya pun juga rusak

2. Kelelahan atau tekanan berulang-ulang


Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda

lain akibat tekanan yang berulang-ulang. Keadaan ini paling banyak

ditemukan pada tibia fibula, terutama pada atlit atau penari.

3. Kelemahan dan abnormal pada tulang (patologis)


Fraktur dapat terjadi pada tekanan yang normal jika tulang itu lemah

atau tulang itu sangat rapuh.


D. Manifestasi Klinis
Menurut Apley dan Solomon (1995) manifestasi klinis yang muncul pada fraktur:
1. Kelemahan pada daerah fraktur.
2. Nyeri bila ditekan atau bergerak.
3. Krepitasi.
4. Deformitas.
5. Perdarahan (eksternal atau internal)
6. Syok.

F. Diagnosis
Diagnosis patah tulang juga di mulai dengan anamnesis, adanya trauma
tertentu, seperti jatuh, terputar, tertumbuk, dan berapa kuatnya trauma tersebut.
Dalam persepsi pasien trauma yang terjadi bisa dirasa berat meskipun ringan dan
sebaliknya bisa dirasakan ringan meskipun sebenarnya
berat. Selain riwayat trauma, biasanya didapati keluhan nyeri meskipun patah
tulang yang fragmen patahannya stabil, kadang tidak menimbulkan keluhan
nyeri. Banyak patah tulang mempunyai cedera yang khas.
Pemeriksaan untuk menentukan ada atau tidaknya patah tulang terdiri atas
empat langkah: tanyakan, lihat, raba, dan gerakkan.
Pada pemeriksaan fisik mula-mula dilakukan inspeksi dan terlihat pasien
kesakitan, mencoba melindungi anggota badannya yang patah, terdapat
pembengkakan, perubahan bentuk berupa bengkok, terputar, pemendekan, dan
juga terdapat gerakkan yang tidak normal. Selain pada anamnesis nyeri juga
didapatakan papa palpasi, nyeri berupa nyeri tekan yang sifatnya sirkuler dan
nyeri tekan sumbu pada waktu menekan atau atau menarik dengan hati-hati
anggota badan yang patah searah sumbunya. Keempat nyeri ini didapatkan pada
lokalisasi yang tepat sama. Gerakan antarfragmen harus dihindari pada
pemeriksaan karena dapat menimbulkan nyeri dan mengakibatkan cedera ringan.
Pemeriksaan gerak persendian secara aktif termasuk dalam pemeriksaan rutin
patah tulang.
Pemeriksaan klinis untuk mencari trauma di bagian lain tidak boleh
dilupakan, untuk mencari kelainan lain seperti pneumotorakas, cedera otak,
seperti komplikasi vaskuler dan neurologis dari patah tulang yang bersangkutan.
Hal ini penting karena komplikasi tersebut perlu penanganan yang segera.
Pada pemeriksaan radiologis dengan pembuatan foto rontgen dua arah
90o didapatkan gambaran garis patahan. Pada patah yang fragmennya mengalami
dislokasi, gambaran garis patah biasanya jelas.
Foto rontgen harus memenuhi beberapa syarat, yaitu letak patah tulang
harus di pertengahan foto dan sinar harus menembus tempat ini secara tegek
lurus karena foto rontgen merupakan foto gambar bayangan. Harus selalu dibuat
dua lembar foto dengan arah yang saling tegak lurus. Pada tulang, panjang
persendian proksimal maupun yang distal harus ikut di foto. Bila diperlukan,
dibuat foto yang sama dari bagian anggota gerak yang sehat sebagai
perbandingan.
Pemeriksaan khusus seperti CT scan kadang diperlukan, misalnya dalam
hal patah tulang vertebra dengan gejala neurologis.

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada fraktur tetap dimulai dari penilaian jalan napas
(airway), proses pernapasan (breathing), dan sirkulasi (circulation), apakah
terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru
dilakukan penatalaksanaan pada fraktur itu sendiri.
Untuk frakturnya sendiri, prinsipnya adalah mengembalikan posisi
patahan tulang ke posisi semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama
masa penyembuhan fraktur (imobilisasi). Reposisi yang dilakukan tidak harus
mencapai keadaan sepenuhnya seperti semula karena tulang mempunyai
kemampuan untuk menyesuaikan bentuknya kembali seperti bentuk semula
(remodeling/proses swapugar). Kelayakan reposisi suatu dislokasi fragmen
ditentukan oleh adanya dan besarnya dislokasi ad aksim, ad peripheriam, dan
kum kontraktione, yang berupa rotasi, atau perpendekan.
Secara umum, angulasi dalam bidang gerak sendi sampai kurang lebih
20-30 derajat akan dapat mengalami swapugar, sedangkan angulasi yang tidak
dalam bidang gerak sendi tidak akan mengalaminya. Akan tetapi, rotasi antara 2
fragmen tidak pernah terkoreksi sendiri oleh proses swapugar. Ada tidaknya
rotasi fragmen tidak dapat diketahui dari foto Rontgen, melainkan harus
diketahui dari pemeriksaan klinis. Cara yang termudah untuk memeriksa rotasi
ini adalah dengan membandingkan rotasi anggota yang patah dengan rotasi
anggota yang sehat. Pemendekan anggota yang patah disebabkan oleh tarikan
tonus otot sehingga fragmen patahan tulang berada sebelah menyebelah.
Pemendekan anggota atas pada orang dewasa dan pemendekan pada anggota
atas maupun bawah pada anak, umumnya tidak menimbulkan masalah.
Macam-macam cara untuk penanganan fraktur :
1. Proteksi tanpa reposisi dan imobilisasi
Digunakan pada penanganan fraktur dengan dislokasi fragmen patahan
yang minimal atau dengan dislokasi yang tidak akan menyebabkan kecacatan
di kemudian hari. Contoh cara ini adalah fraktur costa, fraktur clavicula pada
anak, dan fraktur vertebra dengan kompresi minimal.

2. Imobilisasi dengan fiksasi


Dapat pula dilakukan imobilisasi luar tanpa reposisi, tetapi tetap
memerlukan imobilisasi agar tidak terjadi dislokasi fragmen. Contoh cara ini
adalah pengelolaan fraktur tungkai bawah tanpa dislokasi yang penting.

3. Reposisi dengan cara manipulasi diikuti dengan imobilisasi


Ini dilakukan pada fraktur dengan dislokasi fragmen yang berarti seperti
pada fraktur radius distal.

4. Reposisi dengan traksi


Dilakukan secara terus menerus selama masa tertentu, misalnya beberapa
minggu, dan kemudian diikuti dengan imobilisasi. Ini dilakukan pada fraktur
yang bila direposisi secara manipulasi akan terdislokasi kembali di dalam
gips. Cara ini dilakukan pada fraktur dengan otot yang kuat, misalnya fraktur
femur.

5. Reposisi diikuti dengan imobilisasi dengan fiksasi luar


Untuk fiksasi fragmen patahan tulang, digunakan pin baja yang
ditusukkan pada fragmen tulang, kemudian pin baja tadi disatukan secara
kokoh dengan batangan logam di luar kulit. Alat ini dinamakan fiksator
ekstern.

6. Reposisi secara non operatif diikuti dengan pemasangan fiksasi dalam


pada tulang secara operatif
Misalnya reposisi fraktur collum femur. Fragmen direposisi secara
nonoperatif dengan meja traksi, setelah tereposisi, dilakukan pemasangan pen
ke dalam collum femur secara operatif.

7. Reposisi secara operatif diikuti dengan fiksasi patahan tulang dengan


pemasangan fiksasi interna (ORIF)
Ini dilakukan misalnya, pada fraktur femur, tibia, humerus, atau lengan
bawah. Fiksasi interna yang dipakai bisa berupa pen di dalam sumsum tulang
panjang, bisa juga berupa plat dengan sekrup di permukaan tulang.
Keuntungan reposisi secara operatif adalah bisa dicapai reposisi sempurna
dan bila dipasang fiksasi interna yang kokoh, sesudah operasi tidak perlu lagi
dipasang gips dan segera bisa dilakukan mobilisasi. Kerugiannya adalah
reposisi secara operatif ini mengundang resiko infeksi tulang.
Open Reduction Interna Fixation (ORIF) adalah fiksasi interna dengan
pembedahan terbuka untuk mengistirahatkan fraktur dengan melakukan
pembedahan untuk memasukkan paku, screw, pen kedalam tempat fraktur
untuk menguatkan/mengikat bagian-bagian tulang yang fraktur secara
bersamaan. Fiksasi interna sering digunakan untuk merawat fraktur pada
tulang panggul yang sering terjadi pada orang tua (Reeves, 2001). Indikasi
dilakukan ORIF menurut Apley (1995):
□ Fraktur yang tidak dapat direduksi kecuali dengan operasi.
□ Fraktur yang tidak stabil secara bawaan dan cenderung mengalami
pergeseran kembali setelah reduksi, selain itu juga fraktur yang
cenderung ditarik terpisah oleh kerja otot.
□ Fraktur yang penyatuannya kurang sempurna dan perlahan-lahan
terutama fraktur pada leher femur.
□ Fraktur patologik dimana penyakit tulang dapat mencegah
penyembuhan.
□ Fraktur multiple, bila fiksasi dini mengurangi resiko komplikasi
umum dan kegagalan organ pada bagian system.
□ Fraktur pada pasien yang sulit perawatannya.
Metode yang digunakan dalam melakukan fiksasi interna harus sesuai
keadaan sekrup kompresi antar fragmen, plat dan sekrup: paling sesuai untuk
lengan bawah, paku intra medulla: untuk tulang panjang yang lebih besar, paku
pengikat sambungan dan sekrup: ideal untuk femur dan tibia, sekrup kompresi
dinamis dan plat: ideal untuk ujung proximal dan distal femur.

8. Eksisi fragmen fraktur dan menggantinya dengan prosthesis


Dilakukan pada fraktur collum femur. Caput femur dibuang secara operatif
dan diganti dengan prostesis. Ini dilakukan pada orang tua yang patahan pada
collum femur tidak dapat menyambung kembali.
Pengelolaan fraktur terbuka perlu memperhatikan bahaya terjadinya infeksi,
baik infeksi umum (bakteremia) maupun infeksi terbatas pada tulang yang
bersangkutan (osteomyelitis). Untuk menghindarinya perlu ditekankan disini
pentingnya pencegahan infeksi sejak awal pasien masuk rumah sakit, yaitu perlu
dilakukannya debridement yang adekuat sampai ke jaringan yang vital dan
bersih. Diberikan pula antibiotik profilaksis selain imunisasi tetanus. Selain itu,
lakukan fiksasi yang kokoh pada fragmen fraktur. Dalam hal ini, fiksasi dengan
fiksator eksterna lebih baik daripada fiksasi interna.

H. Proses Penyembuhan Fraktur


Menurut Apley dan Solomon (1995) ada lima tahap proses penyembuhan
fraktur antara lain sebagai berikut:
1. Tahap pembentukan hematom
Dimulai setelah fraktur sampai hari kelima terjadi perdarahan, dalam 24 jam
pertama terbentuk darah dan fibrin yang masuk ke daerah fraktur, setelah 24 jam
pertama, suplai darah meningkat ke area fraktur dan terbentuk hematom. Hematom
berkembang menjadi jaringan granulasi.

2. Tahap proliferasi seluler


Proses ini terjadi sampai hari ke dua belas. Pada area fraktur, periosteum
endosteum dari sumsum tulang yang mensuplay sel berubah menjadi fibro kartilago,
kartilago hialin dan jaringan penunjang fibrosa, terjadinya osteogenesis dengan cepat.

3. Tahap pembentukan kalus


Enam sampai sepuluh hari setelah cidera, jaringan granulasi berubah menjadi
bentuk pra kalus. Pra kalus menjadi puncak ukuran maksimal pada empat belas
sampai dua puluh satu hari setelah cidera.

4. Tahap osifikasi kalus


Ini terjadi sampai minggu keduabelas, membentuk osifikasi kalus intermediet
pada minggu ketiga sampai seluruh kalus menutupi tulang.

5. Tahap konsolidasi
Dengan aktifitas osteoblas dan osteoklast, kalus menalami pembentukan tulang
sesuai bentuk aslinya.
I. Komplikasi
Komplikasi patah tulang dapat dibagi menjadi komplikasi segera,
komplikasi dini, dan komplikasi lambat atau kemudian. Komplikasi segera
terjadi pada saat terjadinya patah tulang atau segera setelahnya, komplikasi dini
terjadi dalam beberapa hari setelah kejadian, dan komplikasi kemudian
terjadi lama setelah patah tulang. Pada ketiganya dibagi lagi masing-masing
menjadi komplikasi local dan umum.

Anda mungkin juga menyukai