Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PRESENTASI KASUS
BATU URETER (URETEROLITHIASIS)

I.1 Identitas
Nama : Ny. N
Umur : 61 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : BTN Minasa Upa Blok K17/19
Tanggal masuk : 29 November 2018
No. CM : 15 74 64

I.2 Anamnesis
Autoanamnesis dan alloanamnesis
A. Keluhan utama : Pasien mengeluh nyeri pada pinggang kiri

B. Riwayat penyakit sekarang :


Pasien perempuan, usia 61 tahun datang ke Poli Bedah Urologi RS
Pelamonia dengan keluhan nyeri di pinggang kiri sejak 1 tahun yang lalu
SMRS. Nyeri dirasakan timbul hilang, nyeri timbul sewaktu-waktu bisa
pada saat tidur ataupun sedang duduk. Nyeri dari 1 tahun sampai sekarang
dirasakan pasien semakin bertambah sejak 1 minggu terakhir, sehingga
menyulitkan pasien untuk melakukan aktifitas sehari hari. Nyeri juga
diperberat saat pasien melakukan aktivitas seperti berjalan dan nyeri
tersebut hanya pada satu tempat saja/ tidak menjalar.
Pasien mengatakan tidak ada masalah pada saat berkemih. Pasien
mengaku aliran urine pada saat berkemih lancar, tidak terhambat ditengah-
tengah, tidak ada nyeri saat berkemih, tidak ada urine menetes saat
berkemih, tidak pernah mengeluarkan batu kecil ataupun pasir saat BAK,
warna urine juga kekuningan, darah (-). Pasien mengatakan kadang kadang

1
merasa demam yang naik turun, tidak ada mual muntah, pola BAB lancar
konsistensi lunak. Pasien mengaku tidak ada penurunan berat badan dan
nafsu makan.

C. Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien tidak pernah mengalami hal yang sama sebelumnya. Tidak
mempunyai riwayat penyakit ginjal maupun infeksi saluran kemih. Pasien
menyangkal adanya riwayat penyakit sendi dan asam urat, riwayat operasi
sebelumnya disangkal, riwayat kencing manis (DM) (-), riw. darah tinggi
(-).

D. Riwayat Penyakit Keluarga :


Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, asma, sakit magh, keganasan,
pada keluarga disangkal. Keluarga tidak ada yang mengalami hal yang
sama seperti ini

E. Riwayat Alergi dan obat:


Pasien sudah sering berobat ke poli urologi RS Pelamonia tetapi
terapi medikamentosa yang diberikan kadang tidak di minum oleh pasien
dengan alasan takut ketergantungan obat tersebut. Riwayat alergi obat
disangkal pasien.

I.3 Pemeriksaan Fisik


A. Keadaan umum : tampak sakit sedang
B. Kesadaran : compos mentis
C. Vital sign
 Tekanan darah : 110/80 mmHg
 Nadi : 96 x/menit
 Pernafasan : 22 x/menit
 Suhu : 36,8 º C

2
D. Status Generalisata
 Kepala : normocephal
 Mata : conjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-),
pupil bulat isokor, reflek cahaya (+/+)
 Hidung : Tidak ada pernafasan cuping hidung, mukosa tidak
hiperemis, sekret tidak ada, tidak ada deviasi
septum
 Telinga : Simetris, tidak ada kelainan, otore (-/-)
 Mulut : Bibir tidak sianosis, gusi tidak ada perdarahan,
lidah tidak kotor,faring tidak hiperemis
 Leher : Tidak ada deviasi trakhea, tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid dan getah bening, JVP tidak
meningkat
 Thorax

 Paru-paru :
Inspeksi : Bentuk dan pergerakan pernafasan kanan-
kiri simetris
Palpasi : Fremitus taktil simetris kanan-kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler pada seluruh
lapangan paru, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

 Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba.
Perkusi : Batas atas sela iga III garis mid klavikula
kiri
Batas kanan sela iga V garis sternal kanan
Batas kiri sela iga V garis midklavikula kiri
Auskultasi : Bunyi jantung I – II murni, murmur (-)

3
 Abdomen :
Inspeksi : Perut datar simetris.
Palpasi : Hepar dan Lien tidak membesar, nyeri
tekan epigastrium (-), nyeri Lepas (-),
defans muskuler (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal

 Ekstremitas
Superior : Sianosis (-), oedem (-), ikterik (-)
Inferior : Sianosis (-), oedem (-), ikterik (-)

E. Status Urologis
 Regio Costovertebralis Dextra

Inspeksi : Alignment vertebra kesan normal, Gibbus tidak ada,


hematom tidak ada, massa tumor tidak tampak.
Palpasi : Ballotement ginjal kanan tidak teraba, massa tumor tidak
teraba, nyeri tekan tidak ada
Perkusi : Nyeri ketok tidak ada
 Regio Costovertebralis Sinistra

Inspeksi : Alignment vertebra kesan normal, Gibbus tidak ada,


hematom tidak ada, massa tumor tidak tampak.
Palpasi : Ballotement ginjal kiri, tidak teraba, massa tumor tidak
teraba, nyeri tekan ada.
Perkusi : Nyeri ketok (+)
 Regio Suprapubik

Inspeksi : Datar, Tidak ada hiperemis, massa tumor tidak terlihat,


tidak terlihat bulging
Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, massa tumor tidak ada

4
 Regio Genitalia Externa

Inspeksi : tanda radang (-); nanah/darah pada OUE (-) terpasang


kateter foley 18Fr, keluar urin warna kuning,

F. Pemeriksaan penunjang
- Laboratorium ( tanggal 29 November 2018 )
Hb : 10,2 g/dl
Rbc : 3,64 x 106/ul
Ht : 30,1 %
Leukosit : 14.800/ul
Trombosit : 156.000/ul
Masa pembekuan (CT) : 6’00”
Masa pendarahan (BT) : 2’45”
LED : 132 mm
Glukosa darah sewaktu : 104 mg/dl
Ureum : 49.0 mg/dl
Kreatinin : 1.0 mg/dl
Asam Urat : 6.8 mg/dl

- CT Scan Abdomen (tanggal 29 November 2018)


 Hepar : membesar, permukaan reguler, tip tumpul, densitas parenkim
menurun. Tidak tampak dilatasi vascular maupun bile duct, tidak tampak
SOL
 GB : Dinding tidak menebal, mukosa reguler, tidak tampak densitas batu
 Pankreas : Ukuran dan densitas paenkim dalam batas normal. Tidak tampak
dilatasi bile duct. Tidak tampak SOL.
 Lien : Ukuran dan densitas parenkim dalam batas normal. Tidak tampak SOL.
 Ginjal kanan : Ukuran dan densitas parenkim dalam batas normal, PCS tidak
dilatasi, tidak tampak densitas batu / mass / cyst.

5
 Ginjal kiri : Ukuran dan densitas parenkim dalam batas normal, PCS dilatasi.
Tampak densitas batu kecil berukuran +/- 0,5 x 0,5 cm
 Ureter Kiri : Tampak densitas batu berukuran 1 x 1 x 0,7 cm pada ureter 1/3
medial setinggi CV S1-S2 disertai dilatasi segmen ureter di proksimalnya.
 Kalsifikasi pada dinding aorta abdominalis
 Tidak tampak densitas cairan bebas ada cavum peritonium dan cavum pleura
bilateral
 Gaster dan loop – loop usus dalam batas normal.
 Tulang – tulang intak

KESAN :
- Hidronefroureter sinistra ec ureterolith 1/3 medial
- Batu ren sinistra

6
I.4 Resume
A. Anamnesis
Pasien perempuan, usia 61 tahun datang ke Poli Bedah Urologi RS
Pelamonia Makassar dengan keluhan nyeri di pinggang kiri yang dirasakan
sejak 1 tahun lalu SMRS. Nyeri dirasakan timbul hilang, nyeri timbul
sewaktu-waktu bisa pada saat tidur ataupun sedang duduk. Nyeri dari 1
tahun sampai sekarang dirasakan pasien semakin bertambah 1 minggu
terakhir dan nyeri tersebut hanya pada satu tempat saja/ tidak menjalar
sehingga menyulitkan pasien untuk melakukan aktifitas sehari-hari. Pasien
mengatakan tidak ada masalah pada saat berkemih. Pasien mengaku aliran
urine pada saat berkemih lancar, tidak terhambat ditengah-tengah, tidak
ada nyeri saat berkemih, tidak ada urine menetes saat berkemih, tidak
pernah mengeluarkan batu kecil ataupun pasir saat BAK, warna urine juga
kekuningan. Kadang kadang pasien mengalami demam yang naik turun.
tidak ada mual muntah, pola BAB lancar konsistensi lunak. Pasien
mengaku tidak ada penurunan berat badan dan nafsu makan. Keluarga
tidak ada yang mengalami hal yang sama seperti ini. Pasien tidak memiliki
riwayat kencing manis (DM). Pada pemeriksaan fisik didapatkan
conjungtiva tampak anemis. Status lokalis region costovertebral kiri
didapatkan nyeri tekan (+) dan nyeri ketuk (+). Pasien terpasang kateter
F18.
Pada pemeriksaan lab didapatkan kadar HB dalam darah rendah
dan leukositosis. Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan Tampak densitas
batu kecil di ginjal kiri berukuran +/- 0,5 x 0,5 cm dan tampak densitas
batu berukuran 1 x 1 x 0,7 cm pada ureter 1/3 proksimal setinggi CV S1-
S2 disertai dilatasi segmen ureter di proksimalnya.
I.5 Diagnosis Kerja
Kolik Abdomen
Batu Ren Sinistra
Baru ureter 1/3 medial

7
I.6 Diagnosis Banding
- Tumor ureter
- Tumor ginjal
- Kolik empedu (Batu empedu)
- Adneksitis
- HNP

I.7 Terapi
Operatif : URS

I.8 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam

I.9 Laporan Operasi ( 30 November 2018 )


Diagnosis pre-operasi : Batu ureter 1/3 medial kiri –
Hydronefrosis kiri – Batu ginjal kiri
Diagnosis post-operasi : Batu ureter 1/3 medial kiri –
Hydronefrosis kiri – Batu ginjal kiri
Tindakan operasi : URS kiri – EKL - Dj Stent kiri
Jenis Anestesi : SAB
Laporan op:
- Posisi litotomi (SAB), ureteroscopy : uretra kesan normal
- Cystoscopy : dengan sheat URS 7,5 F. Bulli kapasitas sekitar 200
cc, urine jernih, tumor negatif, batu negatif. Muara ureter kanan –
kiri kesan normal.
- Sundaes UK masuk lancar, dilatasi muara ureter dengan sheat URS
7F
- URS kiri tanpa guiding UK
- Dilatasi muara ureter dengan sheat, URS dapat melewati UVJ
- URS sampai ureter tengah, ditemukan batu ureter tengah 1 buah

8
- Batu permukaan kasar, kuning, dan licin
- Pecahkan batu dengan EKL, batu pecah halus dan agak kasar,
kesan batu keras
- Pecahkan batu ke proksimal / masuk ginjal
- URS / EKL batu pada pyelum, urin dari ginjal lancar
- URS sampai ginjal, tahanan ringan – sedang, kingking UPJ
- Pasang DJ stent kiri dengan guiding guide wire
- pasang kateter 18 F 2 cabang
- Operasi selesai

9
Follow Up
29 November 2018
S/ - Pasien mengeluh nyeri pada pinggan kiri. Timbul hilang. Nyeri timbul
sewaktu-waktu bisa pada saat tidur ataupun sedang duduk. Nyeri tersebut
hanya pada satu tempat saja/ tidak menjalar. Gangguan berkemih (-)
berpasir (-) darah (-) mual (-) muntah (-) demam (-)

O/ - Tekanan darah :110/80 mmHg


- Nadi : 96 x/menit
- Pernafasan : 22 x/menit
- Suhu : 36,8 º C
- KU : sedang
- KS : CM
Status urologis
Regio Costovertebra kiri : Nyeri tekan (+) nyeri ketok (+), bulging (-),
ballotement (-)
Regio Suprapubis : tidak ada benjolan, nyeri tekan (-),
nyeri lepas (-), Defance Muscular (-)
Regio Genetalia Eksterna : dalam batas normal

A/ batu ureter 1/3 medial (S), batu ren (S)


P/ - URS (rencana OP besok)
- Lapor OK
- Co anestesi
- Puasa jam 00.00
- Inj. Ceftriaxon 1 gr/12 jam/ iv

10
30 November 2018
S/ - Pasien mengeluh nyeri pada pinggan kiri. Gangguan berkemih (-)
berpasir (-) darah (-) mual (-) muntah (-) demam (-)

O/ - Tekanan darah :120/90 mmHg


- Nadi : 82 x/menit
- Pernafasan : 20 x/menit
- Suhu : 36,6 º C
- KU : sedang
- KS : CM
Status urologis
Regio Costovertebra kiri : Nyeri tekan (+) nyeri ketok (+), bulging (-),
ballotement (-)
Regio Suprapubis : tidak ada benjolan, nyeri tekan (-),
nyeri lepas (-), Defance Muscular (-)
Regio Genetalia Eksterna : dalam batas normal

A/ batu ureter 1/3 medial (S), batu ren (S)


P/ - URS (rencana OP hari ini)
Instruksi Post op :
- Diet rendah purin
- Infus RL:nacl0,9 % = 2:3
- Ceftriaxon 2 x 1gr
- Gentamicin 2 x 80 mg
- Novalgin 2 x 1 amp
- BNO pasca op

11
01 Desember 2018
S/ - nyeri post op (+)

O/ - Tekanan darah :110/80 mmHg


- Nadi : 78 x/menit
- Pernafasan : 20 x/menit
- Suhu : 36,5 º C
- KU : sedang
- KS : CM

Status urologis
Regio Costovertebra : nyeri ketok (-), bulging (-), ballotement (-)
Regio Suprapubis : tidak ada benjolan, nyeri tekan (-),
nyeri lepas (-), Defance Muscular (-)
Regio Genetalia Eksterna : terpasang kateter 18 F 2 cabang

A/ POD – 1 post URS + DJ Stent kiri


Batu ureter 1/3 medial (S), batu ren (S)

P/ - Diet rendah purin


- Infus RL:nacl0,9 % = 2:3
- Ceftriaxon 2 x 1gr
- Gentamicin 2 x 80 mg
- Novalgin 2 x 1 amp

12
02 Desember 2018
S/ - keluhan (-)

O/ - Tekanan darah :120/80 mmHg


- Nadi : 80 x/menit
- Pernafasan : 20 x/menit
- Suhu : 36,6 º C
- KU : membaik
- KS : CM

Status urologis
Regio Costovertebra : nyeri ketok (-), bulging (-), ballotement (-)
Regio Suprapubis : tidak ada benjolan, nyeri tekan (-),
nyeri lepas (-), Defance Muscular (-)
Regio Genetalia Eksterna : terpasang kateter 18 F 2 cabang

A/ POD – 2 post URS + DJ stent kiri


Batu ureter 1/3 medial (S), batu ren (S)

P/ - Diet rendah purin


- Aff kateter
- Aff infus
- Cefixime 2x200 mg
- As mefenamat 3 x 500 mg (kp)
- Boleh pulang
- Aff DJ 3 minggu setelah Op

13
BNO post op

Tampak double J stent terpasang pada ureter


sinistra.
Batu radioopaque sudah tidak ada

14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BATU URETER (URETEROLITHIASIS)

I. ANATOMI

Ureter terletak di organ retroperitoneal. Ureter merupakan saluran muskuler


silindris urine yang mentranspor urin dari ginjal menuju vesica urinaria dengan
panjang sekitar 20-30 cm diameter 1.7 cm. Batas-batas Ureter:
Ureter dextra :
 Anterior : duidenum, ileum terminalis, a.v. colica dextra, a.v.
testicularis/ovarica dextra
 Posterior: m psoas dextra, bifurcatio a. iliaca communic dextra

Ureter Sinistra :
 Anterior : Colon sigmoid, Mesocolon sigmoid, a.v llae & a.a Jejunalis, a.v
testiculari/orarica sinistra.
 Posterior: M. Psoas Sinistra, Bifurcatio a. iliaca comunis Sinistra.

15
Sama dengan pielum, dinding ureter mempunyai lapisan otot yang kuat
yang dapat menyebabkan kontraksi hebat disertai nyeri sangat hebat. Dinding
muskuler tersebut mempunyai hubungan langsung dengan lapisan otot dinding
pielum di sebelah cranial dan dengan otot dinding buli-buli disebelah kaudal.
Ureter menembus dinding muskuler masuk ke kandung kemih secara miring
sehingga dapat mencegah terjadinya aliran balik dari kandung kemih ke ureter.
Sepanjang perjalanan ureter dari pielum menuju buli-buli secara anatomik
terdapat beberapa tempat yang ukuran diameternya relative lebih sempit dari pada
ditempat lain, sehingga batu atau benda-benda lain yang berasal dari ginjal
seringkali tersangkut ditempat itu. Tempat-tempat penyempitan yang dimaksud
adalah :
 Perbatasan pelvis renalis - ureter (pelvi-ureter junction).
 Tempat ureter menyilang arteri iliaka di rongga pelvis.
 Saat masuk ke dalam vesica urinaria.

Vaskularisasi :
 Arteriae : arteri yang memperdarahi ureter adalah ujung atas oleh arteri
renalis, bagian tengah oleh arteri testicularis atau arteri ovarica, dan didalam
pelvis oleh arteri vesicalis inferior.
 Vena : vena dialirkan kedalam vena yang sesuai dengan arteri

Innervasi :
 Plexus renalis, testicularis, dan plexus hypogastricus (didalam pelvis).
 Serabut aferen berjalan bersama denga saraf simpatis dan masuk medulla
spinalis setinggi segmen lumbalis I dan II.

16
Untuk kepentingan pembedahan ureter dibagi menjadi 2 bagian :
 Ureter pars abdominalis : yang berada dari pelvis renalis sampai menyilang
vasa iliaka.
 ureter pars pelvika : mulai dari persilangan dengan vasa iliaka sampai masuk
ke kandung kemih.

Untuk kepentingan radiology, dibagi 3 bagian :


 1/3 proksimal : dimulai dari pelvis renalis sampai batas atas sacrum.
 1/3 medial : dimulai dari batas atas sacrum sampai batas bawah sacrum.
 1/3 distal : dimulai dar batas bawah sacrum sampai masuk ke kandung kemih.

I.Ureter 1/3 proximal

II.Ureter 1/3 tengah


2
\
III.Ureter 1/3 distal

17
Pengisian ureter dengan urin merupakan proses pasif. Peristalsis pelvis
ginjal dan ureter meneruskan air kemih dari ureter ke kandung kemih, mengatasi
tahanan pada hubungan antara ureter dan kandung kemuh dan mencegah
terjadinya refluks. Hubungan ureter dan kandung kemih menjamin aliran urin
bebas dari ureter ke dalam bulu-buli. Susunan anatominya membentuk mekanisme
katup muscular sehingga makin terisi kandung kemih, katup uretervesika makin
tertutup rapat. (1)(2)

II. EPIDEMIOLOGI

Batu saluran kemih menduduki gangguan sistem kemih ketiga terbanyak


setelah infeksi saluran kemih dan BPH. Resiko pembentukan batu sepanjang
hidup(life time risk) dilaporkan berkisar 5-10%. Prevalensi pada orang arab >
kulit putih > asia > afrika. Dari data dalam negeri yang pernah dipublikasi
didapatkan peningkatan jumlah penderita batu ginjal yang mendapat tindakan di
RSUP-Cipto Mangunkusumo dari tahun ke tahun mulai 182 pasien pada tahun
1997 menjadi 847 pasien pada tahun 2002, peningkatan ini sebagian besar
disebabkan mulai tersedianya alat pemecah batu ginjal non-invasif ESWL
(Extracorporeal shock wave lithotripsy) yang secara total mencakup 86% dari
seluruh tindakan. Laki-laki : wanita= 3:1, sekarang 2:1. Batu kalsium dan asam
urat lebih banyak diderita laki-laki, sedangkan insidensi batu struvit tinggi dialami
wanita. (3) Analisis jenis batu berdasarkan kelompok umur: kalsium oksalat 50-60
tahun, batu asam urat 60-65 tahun dan batu struvit 20-55 tahun.(4)

III. ETIOLOGI (1),(2)

Etiologi pembentukan batu meliputi idiopatik, gangguan aliran kemih,


gangguan metabolisme, infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme berdaya
membuat urease (Proteus mirabilis), dehidrasi, benda asing, jaringan mati
(nekrosis papil) dan multifaktor.

18
1. Gangguan aliran urin
a. Fimosis
b. Hipertrofi prostate
c. Refluks vesiko-uretral
d. Striktur meatus
e. Ureterokele
f. Konstriksi hubungan ureteropelvik
2. Gangguan metabolisme
Menyebabkan ekskresi kelebihan bahan dasar batu
a. Hiperkalsiuria
b. Hiperuresemia
c. Hiperparatiroidisme
3. Infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme berdaya membuat urease
4. Dehidrasi
a. Kurang minum, suhu lingkungan tinggi
5. Benda asing
a. Fragmen kateter, telur sistosoma
6. Jaringan mati (nekrosis papil)
7. Multifaktor
a. Anak di negara berkembang
b. Penderita multitrauma
8. Batu idiopatik

Terdapat beberapa faktor yang mempermudahkan terjadinya batu saluran


kemih pada seseorang, yaitu :
Beberapa faktor ekstrinsik adalah :
1. Geografi  pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu
saluran kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal
sebagai daerah stone belt, sedangkan daerah Bantu di Afrika selatan
hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.

19
2. Iklim dan temperatur
3. Asupan air  kurangnya asupan air dan tinggi kadar mineral kalsium pada
air yang dikosumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih
4. Diet  diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya
batu saluran kemih
5. Pekerjaan  penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya
banyak duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life. Immobilisasi lama
pada penderita cedera dengan fraktur multipel atau paraplegia yang
menyebabkan dekalsfikasi tulang dengan peningkatan ekskresi kalsium
dan stasis sehingga presipitasi batu mudah terjadi.
6. Kebiasaan menahan BAK: akan menimbulkan statis air kemih yang
berakibat timbulnya ISK. ISK yang disebabkan kuman pemecah urea
menyebabkan terbentuknya batu struvit.

Faktor intrinsik antara lain adalah :


1. Umur  di Indonesia penyakit ini paling sering didapatkan umur 30-60
tahun. Penyebab pastinya belum diketahui, kemungkinan disebabkan
perbedaan faktor sosial ekonomi, budaya, dan diet.
2. Jenis kelamin  jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak
dibandingkan pasien perempuan
3. Herediter  penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.

IV. PATOFISIOLOGI (1)(2)

Teori pembentukan batu :


1. Teori Intimatriks
Terbentuknya batu saluran kencing memerlukan adanya substansi organik
sebagai inti. Substansi ini terdiri dari mukopolisakarida dan mukoprotein A yang
mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi pembentukan batu.

20
2. Teori Supersaturasi
Terjadi kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urin seperti
sistin, xantin, asam urat, kalsium oksalat akan mempermudah
terbentuknya batu. Supersaturasi air kemih dengan garam pembentuk
batu merupakan dasar terpenting dan merupakan syarat terjadinya
pengendapan. Bila kelarutan suatu produk tinggi dibandingkan titik
endapannya maka terjadi supersaturasi sehingga terbentuk kristal dan
akhirnya terbentuk batu.
3. Teori presipitasi-kristalisasi
Perubahan pH urin akan mempengaruhi solubilitas substansi dalam urin.
Urin yang bersifat asam akan mengendap sistin, xantin dan garam urat. Urin alkali
akan mengendap garam garam fosfat
4. Teori berkurangnya Faktor Penghambat
Berkurangnya faktor penghambat seperti peptid fosfat, pirofosfat,
polifosfat, sitrat magnesium, asam mukopolisakarida akan mempermudah
terbentuknya batu saluran kemih.
5. Teori Infeksi
Teori terbentuknya BSK juga dapat terjadi karena adanya infeksi dari
kuman tertentu. Pengaruh infeksi pada pembentukan BSK adalah teori
terbentuknya batu survit dipengaruhi oleh tingginya konsentrasi ammonium, pH
air kemih >7 dan reaksi sintesis ammonium dengan magnesium dan fosfat
sehingga terbentuk magnesium ammonium fosfat (batu survit) yang bersifat basa
misalnya pada bakteri pemecah urea atau urea splitter yang menghasilkan urease
yaitu Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas, dan
Staphiloccocus.
Teori lain adalah nano bakteria dimana penyebab pembentukan BSK
adalah bakteri ukuran kecil berdiameter 50-200 nm yang hidup dalam darah,
ginjal dan air kemih. Bakteri ini tergolong gram negatif dan sensitif terhadap
tetrasiklin. dinding bakteri tersebut dapat mengeras membentuk cangkang kalsium
kristal karbonat apatit dan membentuk inti batu, kemudian kristal kalsium oksalat

21
menempel yang nantinya membesar. 90% penderita BSK mengandung nano
bakteria.

V. KOMPOSISI BATU

a. Batu kalsium

Kalsium merupakan ion utama dalam kristal urin. Hanya 50% kalsium
plasma yang terionisasi dan tersedia untuk filtrasi di glomerulus. Lebih dari 95%
kalsium terfiltrasi di glomerulus diserap baik pada tubulus proksimal maupun
distal, dan dalam jumlah yang terbatas dalam tubulus pengumpul. Kurang dari 2%
diekskresikan dalam urin. Banyak faktor yang mempengaruhi availibilitas kalsium
dalam larutan, termasuk kompleksasi dengan sitrat, fosfat,dan sulfat. Peningkatan
monosodium urat dan penurunan pH urin mengganggu kompleksasi ini,dan oleh
karena itu menginduksi agregasi kristal.(5)
Batu ini paling banyak dijumpai, yaitu kurang lebih 70 – 80 % dari seluruh
batu saluran kemih. Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalsium oksalat, kalsium
fosfat, atau campuran dari kedua unsur itu. Predisposisi kejadian hiperkalsiuria
(kadar kalsium di dalam urin lebih besar dari 250 – 300 mg / 24 jam), menurut
Pak (1976) terdapat 3 macam penyebab :
a. Hiperkalsiuri absorbtif yang terjadi karena adanya peningkatan absorbsi
kalsium melalui usus.
b. Hiperkalsiuri renal karena adanya gangguan kemampuan reabsorbsi
kalsium melalui tubulus ginjal.
c. Hiperkalsiuri resorptif terjadi karena adanya peningkatan resorpsi
kalsium tulang, yang banyak terjadi pada hiperparatiriodisme primer atau
pada tumor paratiriod.

b. Batu oksalat

Oksalat merupakan produk limbah metabolisme normal dan relatif tidak


terlarut. Normalnya, sekitar 10-15% dari oksalat yang ditemukan dalam urin
berasal dari diet.

22
Sebagian besar oksalat yang masuk ke usus besar didekomposisi bakteri.
Diet, bagaimanapun dapat berdampak pada jumlah oksalat yang ditemukan dalam
urin. Setelah diserap melalui usus halus, oksalat tidak dimetabolisme dan
diekskresikan hampir secara eksklusif oleh tubulus proksimal. Adanya kalsium
dalam lumen usus merupakan faktor penting yang mempengaruhi jumlah oksalat
yang diabsorbsi. Pengaturan oksalat dalam urin memainkan peran penting dalam
pembentukan batu kalsium oksalat. Ekskresi normal 20-45 mg/hari dan tidak
berubah secara signifikan menurut usia. Perubahan kecil pada level oksalat dalam
urin dapat menyebabkan dampak dramatis terhadap supersaturasi kalsium oksalat.
Prekursor utama oksalat adalah glisin dan asam askorbat, namun dampak
masuknya vitamin C (<2 g/hari) diabaikan.
Hiperoksaluria (ekskresi oksalat urin yang melebihi 45 g/hari) dapat terjadi
pada pasien dengan gangguan usus, terutama inflammatory bowel disease, reseksi
usus halus, bypass usus dan pasien yang banyak mengonsumsi makanan yang
kaya dengan oksalat, diantaranya adalah : teh, kopi instan, minuman soft drink,
kokoa, arbei, jeruk sitrun, dan sayuran berwarna hijau terutama bayam.. Batu
ginjal terjadi pada 5-10% pasien dengan kondisi ini. Kalsium intralumen berikatan
dengan lemak sehingga menjadi tidak tersedia untuk mengikat oksalat. Oksalat
yang tidak berikatan mudah diserap. Oksalat yang berlebihan dapat terjadi
pencernaan ethylene glycol (oksidasi parsial oksalat). Hal ini dapat
mengakibatkan deposit kristal kalsium oksalat yang difus dan masif dan kadang-
kadang dapat menyebabkan gagal ginjal.(1)

c. Fosfat

Fosfat merupakan buffer dan berikatan dengan kalsium dalam urin. Ini
adalah komponen penting dari batu kalsium fosfat dan batu amonium magnesium
fosfat. Ekskresi fosfat urin pada orang dewasa normal berkaitan dengan jumlah
diet fosfat (terutama pada daging, produk susu, dan sayuran). Sejumlah kecil
fosfat yang difiltrasi oleh glomerulus secara dominan diserap kembali oleh
tubulus proksimal. Hormon paratiroid menghambat reabsorpsi ini. Kristal utama

23
yang ditemukan pada mereka yang hiperparatiroidisme adalah fosfat, dalam
bentuk hidroksiapatit,amorf kalsium fosfat, dan karbonatapatit.(1)

d. Asam urat

Asam urat merupakan produk sampingan dari metabolisme purin. Sekitar 5


– 10 % dari seluruh batu saluran kemih. Penyakit batu asam urat banyak diderita
oleh pasien – pasien penyakit gout, penyakit mieloproliferatif, pasien yang
mendapatkan terapi antikanker, dan yang banyak mempergunakan obat urikosurik
diantaranya adalah sulfinpirazone, thiazide dan salisilat. Kegemukan, peminum
alkohol dan diet tinggi protein mempunyai peluang yang lebih besar untuk
mendapatkan penyakit ini.(1)
Asam urat relatif tidak larut di dalam urin sehingga pada keadaan tertentu
mudah sekali membentuk kristal asam urat, dan selanjutnya membentuk batu
asam urat. Faktor yang menyebabkan terbentuknya batu asam urat adalah (1) urin
yang terlalu asam(pH urin <6), (2) volume urin yang jumlahnya terlalu sedikit (<
2 liter / hari), (3) hiperurikosuri atau kadar asam urat tinggi (> 850 mg / 24 jam).(1)
Ukuran batu asam urat bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai ukuran
besar sehingga membentuk batu staghorn yang mengisi seluruh pelvikalises
ginjal. Tidak seperti batu jenis kalsium yang bentuknya bergerigi, batu asam urat
bentuknya halus dan bulat sehingga sering keluar spontan. Batu asam urat murni
bersifat radiolusen, sehingga pada pemeriksaan PIV tampak sebagai bayangan
filling defect pada saluran kemih sehingga seringkali harus dibedakan dengan
bekuan darah, bentukan papila ginjal yang nekrosis, tumor, atau benzoar jamur.
Pada pemeriksaan USG memberikan gambaran bayangan akustik (acoustic
shadowing).(5)
e. Batu struvit

Batu struvit disebut juga sebagai batu infeksi, karena terbentuknya batu ini
disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah
kuman golongan pemecah urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim

24
urease dan merubah urin menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi
amoniak, seperti pada reaksi:
CO(NH2)2 + H20  2NH3 + CO2
Suasana basa ini yang memudahkan garam – garam magnesium,
amonium, fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium amonium fosfat
(MAP). Kuman pemecah fosfat anatranya adalah: Proteus spp, Klebsiella,
Serratia, Enterobakter, Pseudomonas dan Stafilokokus.(5)
f. Batu jenis lain

Batu sistin, batu xanthin, batu triamteren, dan batu silikat sangat jarang
dijumpai. Batu sisitin didapatkan karena kelainan metabolisme sistin, yaitu
kelainan dalam absorbsi sistin di mukosa usus. Demikian batu xanthin terbentuk
karena penyakit bawaan berupa defisiensi enzim xanthin oksidase yang
mengkatalisis perubahan hipoxanthin menjadi xanthin menjadi asam urat.
Pemakaian antasida yang mengandung silikat (magnesium silikat atau
aluminometilsalisilat) yang berlebihan dan dalam jangka waktu lama dapat
menyebabkan timbulnya batu silikat. (1)
Keadaan lain yang menyebabkan terjadinya batu saluran kemih adalah :
I. Hipositraturia  di dalam urin, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk
kalsium sitrat, sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau
fosfat. Hal ini dimungkinkan karena ikatan kalsium sitrat lebih mudah larut
daripada kalsium oksalat. Oleh karena itu sitrat bertindak sebagai
penghambat pembentukan batu kalsium. Hipositraturia terjadi pada:
penyakit asidosis tubuli ginjal atau renal tubular acidosis, sindrom
malabsorpsi, atau pemakaian diuretik golongan thiazide dalam jangka waktu
lama. Estrogen meningkatkan ekskresi sitrat dan dapat menjadi faktor yang
mengurangi timbulnya batu pada wanita, terutama selama kehamilan.
Alkalosis juga meningkatkan sitrat ekskresi. (1)
II. Hipomagnesuria  Magnesium bertindak sebagai penghambat timbulnya
batu oksalat, karena dalam urin magnesium bereaksi dengan oksalat menjadi
magnesium oksalat sehingga mencegah ikatan kalsium dengan oksalat.

25
Penyebab tersering hipomagnesuria adalah penyakit inflamasi usus
(inflamatory bowel disease) yang diikuti dengan gangguan malabsorbsi.(1)

VI. DIAGNOSIS
I. Anamnesis Dan Pemfis

- Rasa Nyeri
Rasa nyeri yang berulang (kolik) tergantung dari lokasi batu. Bila nyeri
mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan diseluruh area kostovertebrata. Batu
di saluran kemih atas menimbulkan kolik. Bila nyeri mendadak jadi akut, nyeri
tekan diseluruh area kostovertebratal, disertai mual dan muntah, pasien tersebut
sedang mengalami kolik ginjal. Batu ureter : nyeri luar biasa, akut, dan kolik
ureter yang menyebar ke paha dan genitalia dan urin disertai darah.
- Demam
Demam terjadi karena kuman yang beredar di dalam darah sehingga
menyebabkan suhu badan meningkat. Gejala ini disertai jantung berdebar,
hipotensi, dan vasodilatasi kulit.
- Infeksi
Berhubungan dengan infeksi sekunder akibat obstruksi dan statis di
proksimal sumbatan.
- Hematuria dan kristaluria
- Keluhan lain : takikardia
- Batu kecil
Bisa tidak bergejala dan dapat keluar sendiri bersama air seni.
- Batu berukuran besar atau menyumbat ureter, pelvis renalis, tubulus
renalis menimbulkan sumbatan aliran air seni, gejalanya antara lain :
 Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder
emptying)
 Jika batu menyumbat aliran kemih, bakteri akan terperangkap di dalam
urin yang terkumpul diatas penyumbatan, sehingga terjadilah infeksi
saluran kemih

26
 Jika penyumbatan berlangsung lama, urin akan mengalir balik ke saluran
di dalam ginjal, menyebabkan penekanan yang membuat hidronefrosis dan
akhirnya kerusakan ginjal.
 Retensi urine disebabkan obstruksi fungsional dan mekanis.
 Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaria yang
tidak sempurna pada saat miksi, sehingga vesica sering berkontraksi
meskipun belum penuh. Gejalanya ialah Frequency, Nokturia (Volume
vesica urinaria tiba-tiba terisi penuh yaitu pada cuaca dingin,
mengkonsumsi minuman yang mengandung diuretikum (alkohol, kopi),
Urgency, Disuria.
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerah
kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis, terlihat tanda-
tanda gagal ginjal, retensi urin. (1)

Gambar 2.7. Batu saluran kemih


II. Pemeriksaan laboratorium1,2,6

 Batu yang tidak bergejala, diketahui secara tidak sengaja pada urin
rutin (pH, BJ, sedimen) untuk menentukan hematuri, leukosituri,
kristaluria
 Lab darah : darah rutin (hb, ht, leukosit, trombosit) kadar kalsium,
sistin, asam urat. Pemeriksaan darah lengkap, dapat menentukan kadar
hemoglobin yang menurun akibat terjadinya hematuria. Bisa juga
didapatkan jumlah lekosit yang meningkat akibat proses peradangan di
ureter

27
 Kultur urin : menunjukkan adanya pertumbuhan kuman pemecah urea
 Faal ginjal : mencari kemungkinan penurunan fungsi ginjal dan
persiapan IVP
 Kadar elektrolit : mencari faktor penyebab timbulnya BSK

III. Radiografi

 sinar X abdomen : melihat batu di ginjal, ureter dan kandung kemih.


dapat menunjukan ukuran, bentuk, posisi dan membedakan klasifikasi
batu yaitu dengan: densitas tinggi menunjukan batu kalsium oksalat
dan kalsium fosfat, densitas semiopak menunjukan batu struvit, sistin
dan campuran, densitas lusen menunjukan batu asam urat, xanthin,
triamteren. Pemeriksaan ini tidak dapat membedakan batu di dalam
maupun diluar ginjal.
 USG : menunjukan ukuran, bentuk, posisi batu dan adanya obstruksi.
diperlukan pada wanita hamil dan pasien yang alergi kontras radiologi.
Keterbatasannya adalah kesulitan menunjukan batu ureter, dan tidak
dapat membedakan batu klasifikasi dan radiolusen.
 IVP : menilai anatomi dan fungsi ginjal. Jika IVP belum dapat
menjelaskan keadaan sistem saluran kemih akibat penurunan fungsi
ginjal, penggantinya adalah pielografi retrograd. Kontraindikasi pada
alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun dan pada
wanita hamil.
 Urogram : deteksi batu lusen sebagai filling defect (batu asam urat,
xanthin), lokasi batu dalam system kolectikus, menunjukan kelainan
anatomis.
 Analisa urin mikroskopik untuk adanya eritrosit yang banyak, terjadi
infeksi (leukositosis, hematuria, bakteriuria, nitrit urine (+). pH urine :
batu sistin dan asam urat terbentuk jika pH < 6,0. batu fosfat dan
struvit pada pH urine > 7,2.

28
 CT scan : Teknik CT-scan adalah tehnik pemeriksaan yang paling baik
untuk melihat gambaran semua jenis batu dan juga dapat terlihat lokasi
dimana terjadinya obstruksi.(1)

VII. DIAGNOSIS BANDING

1. Kolik ginjal dan ureter


2. Appendicitis akut (bila lokasi nyeri di kanan)
3. Kolik saluran cerna
4. Kolik empedu
5. Adneksitis pada perempuan
6. Karsinoma epidermoid (hematuri tanpa rasa nyeri)
7. Batu ginjal: Tumor ginjal, Tumor Grawitz
8. Batu ureter : tumor ureter (radiolusen)
9. Batu buli : tumor buli (radiolusen)
10. Batu prostat (rontgen kumpulan pasir di daerah prostat. Pada RT seperti
kesan ca prostat)

VIII. PENATALAKSANAAN

Tujuan :
 Menghilangkan batu untuk mempertahankan fungsi ginjal
 Mengetahui etiologi untuk mencegah kekambuhan
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya
harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi
untuk melakukan tindakan/terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu telah
menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena suatu indikasi social.
Obstruksi karena batu saluran kemih yang telah menimbulkan hidroureter
atau hidronefrosis dan batu yang sudah menyebabkan infeksi saluran kemih harus
segera dikeluarkan. Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit
seperti diatas tetapi di derita oleh seseorang yang karena pekerjaannya (misalkan
batu yang diderita oleh seorang pilot pesawat terbang) mempunyai resiko tinggi

29
dapat menimbulkan sumbatan saluran kemih pada saat yang bersangkutan sedang
menjalankan profesinya, dalam hal ini batu harus dikeluarkan dari saluran kemih.
Batu dapat dikeluarkan dengan medikamentosa, pemberian obat, tanpa
operasi, dan pembedahan terbuka.

a. Medikamentosa
Indikasi : batu berdiameter < 5 mm, diharapkan batu dapat keluar tanpa
intervensi medis.
cara : mempertahankan keenceran urine dan diet makanan tertentu yang
merupakan bahan utama pembentuk batu (kalsium) yang efektif mencegah
pembentukan batu atau meningkatkan ukuran batu yang ada. Beberapa cara yaitu :
o Minum paling sedikit 8 gelas air sehari. Minum banyak cairan
meningkatkan aliran kemih dan menurunkan konsentrasi pembentuk batu
dalam air kemih
o Diet rendah kalsium dan mengkonsumsi natrium selulosa fosfat.
o Hindari makanan yang kaya oksalat (bayam, coklat, kacang-kacangan,
merica dan teh).
o Diet rendah purin seperti daging, ikan dan unggas
o Batu kalsium  diet rendah kalsium mis : susu, keju, sayur daun hijau
o Kontrol berkala pembentukan batu baru
o Hindari soft drink lebih dari 1 liter/minggu
o Diet rendah natrium (80-100 mg/hari)  perbaiki reabsorpsi kalsium
proximal sehingga terjadi pengurangan eksresi natrium dan kalsium.
o Pembatasan masukan kalsium tak dianjurkan karena penurunan kalsium
intestinal bebas menimbulkan peningkatan absorpsi oksalat oleh
pencernaan, peningkatan eksresi oksalat dan meningkatkan saluran
kalsium oksalat air kemih. Diet kalsium rendah merugikan pasien dengan
hiperkalsiuria idiopatik karena keseimbangan kalsium negative akan
memacu pengambilan kalsium dari tulang dan ginjal

30
b. Pengobatan Medik Selektif dengan Pemberian Obat-obatan
 Analgesia untuk meredakan nyeri dan mengusahakan batu keluar
sendiri secara spontan.
 Propantelin untuk mengatasi spasme ureter.
 Kolik: injeksi spasmolitik: atropine 0.5 – 1 mg i.m untuk dewasa.
 Infeksi: antibiotic kotrimoksazol 2 x 2 tablet atau amoksisilin 500 mg
peroral 3 x sehari untuk dewasa. Atau golongan lain. Contohnya pada
batu struvit
 Obat diuretik thiazid (misalnya trichlormetazid) : mengurangi
pembentukan batu yang baru.
 Kalium sitrat 20 mEq tiap malam/minum jeruk nipis atau lemon
sesudah makan malam  meningkatkan kadar sitrat di dalam air kemih
 Allopurinol : mengurangi pembentukan asam urat

c. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)11,12


Tindakan non-invasif dan tanpa pembiusan, digunakan gelombang kejut
eksternal yang dialirkan melalui tubuh untuk memecah batu. Alat ini dapat
memecah batu ginjal, batu ureter proximal, atau menjadi fragmen-fragmen kecil
sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. ESWL mengurangi
keharusan melakukan prosedur invasif dan menurunkan lama rawat inap di rs.
Indikasi :
 Batu di dalam pelvis renalis atau bagian ureter paling atas yang berukuran
≤ 2.5 cm
 Fungsi ginjal masih baik
Kontraindikasi
 Gangguan koagulasi
 Kehamilan
 Aneurisma aorta
 ISK yang tidak terobati
 Gambaran batu dengan ESWL tak mungkin

31
 Obstruksi traktus urinarius besar

d. Endourologi
Tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan BSK yang terdiri atas
memecah batu, dan mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang
dimasukan langsung ke saluran kemih. melalui uretra / melalui insisi kecil pada
kulit (perkutan). Beberapa tindakan endourologi adalah :
i. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy): mengeluarkan batu yang
berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukan alat endoskopi
ke sistem kalies melalui insisi pada kulit. Batu dikeluarkan atau
dipecah dahulu menjadi fragmen kecil.
ii. Litotripsi adalah memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan
memasukan alat pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli.
Pecahan batu dikeluarkan dengan evakuator Ellik. Indikasi untuk batu
<3cm
iii. Ureteroskopi atau uretero-renoskopi (URS) : memasukan alat
ureteroskopi per-uretram. batu yang berada di ureter / sistem
pelvikalises dipecah melalui tuntunan ureteroskopi ini.
iv. Ekstrasi Dormia : mengeluarkan batu ureter dengan menjaring melalui
keranjang Dormia.

e. Tindakan Operasi
1) Nefrolitotomi : operasi terbuka untuk mengambil batu yang berada di
dalam ginjal

2) Ureterolitotomi : operasi terbuka untuk mengambil batu yang berada


di ureter

3) Sistolitomi : operasi tebuka untuk mengambil batu yang berada di


vesica urinearia (section alta) dengan melakukan insisi pfannenstiel

32
Indikasi : batu buli > 2,5 cm pada dewasa dan semua ukuran pada
anak, batu keras, keluarkan benda asing di kandung kemih, terapi
perdarahan kandung kemih yang hebat yang tak bisa ditangani dengan
transurethtal.

4) Uretrolitotomi : operasi terbuka untuk mengambil batu yang berada di


uretra.

5) Pielolitotomi : operasi terbuka untuk mengambil batu yang berada di


pielum.11,12

Indikasi operasi:

 Batu > 20 mm
 Obstruksi sedang / berat
 Batu di saluran kemih proksimal
 tidak tersedia alat litotripsor, ESWL
 batu ginjal di kaliks bila sudah hidrokaliks
 gangguan fungsi ginjal

 batu pelvis yang menyebabkan hidronefrosis, infeksi, nyeri hebat


 konservatif tidak berhasil (6-8 minggu)

Pemasangan Stent
Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent ureter
terkadang memegang peranan penting sebagai tindakan tambahan dalam
penanganan batu ureter. Misalnya pada penderita sepsis yang disertai tanda-
tanda obstruksi, pemakaian stent sangat perlu. Juga pada batu ureter yang
melekat (impacted). (1)(2)
Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya
yang tidak kalah pentingnya adalah upaya menghindari timbulnya
kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% per
tahun atau kurang lebih 50% dalam 10 tahun. (1)(2)

33
IX. PENCEGAHAN BATU SALURAN KEMIH

Pencegahan
Primer Sekunder Tersier
Tujuan tidak terjadinya BSK menghentikan mencegah tidak terjadi
dengan mengendalikan perkembangan komplikasi sehingga
faktor penyebab BSK penyakit agar tidak tidak berkembang ke
menyebar dan tahap lanjut yang
mencegah membutuhkan
komplikasi perawatan intensif
Sasaran belum pernah menderita telah menderita sudah menderita
BSK penyakit BSK. penyakit BSK agar
penyakitnya tidak
bertambah berat.
Kegiatan promosi kesehatan, diagnosis dan rehabilitasi, dan
pendidikan kesehatan, pengobatan dini. memberikan kualitas
dan perlindungan (pemeriksaan fisik, hidup sesuai
kesehatan laboraturium, kemampuan
Contoh - minum air putih radiologis.) - konseling kesehatan
minimal 2 liter per
hari. (8-10 gelas
sehari) ketika bangun
tidur
- olahraga cukup,
Jangan menahan
kencing, Pola makan
seimbang, menjaga
berat badan tetap
ideal

34
X. KOMPLIKASI

Perjalanan penyakit
 obstruksi : di ginjal dan ureter membuat hidronefrosis pionefrosis, kegagalan
fungsi ginjal, uremia karena gagal ginjal total. Di buli menyebabkan gangguan
aliran kemih dari kedua orificium ureter. Batu uretra menyebabkan
hidroureter, diverticulum uretra, ekstravasasi kemih dan terbentuk fistul di
proximal batu ureter.
 infeksi sekunder, iritasi berkepanjangan pada urothelium yang menyebabkan
tumbuhnya keganasan berupa karsinoma epidermoid, urosepsis.
Akibat terapi
 Post ESWL : petechiae pada pinggang, hematuri, kolik renal akibat gerakan
pasase fragmen batu, renal atrofi pada pasien gangguan renal vascular /
aterosklerotik berat, hipertensi akibat hematom perinephric yang luas
 Post uretratomi externa : striktur uretra
 Post section Alta : perdarahan, infeksi luka operasi dan fistel

XI. PROGNOSIS

Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu,
dan adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin buruk
prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat mempermudah
terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan adanya infeksi karena faktor
obstruksi akan dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal. (1)(2)(6)
Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60% dinyatakan
bebas dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang karena masih ada sisa
fragmen batu dalam saluran kemihnya. Pada pasien yang ditangani dengan PNL, 80%
dinyatakan bebas dari batu, namun hasil yang baik ditentukan pula oleh pengalaman
operator. (1)(2)(6)

35
DAFTAR PUSTAKA
1. Purnomo BB. Dasar-Dasar Urologi. 2nd ed. Malang: Sagung Seto; 2003.
2. Konety BR, Carroll PR. Urothelial Carcinoma: Cancers of Bladder, Ureter & Renal
Pelvis. In Tanagho EA, McAninch JW. Smith's General Urology. United Stated of
America: Lange McGraw Hill; 2008. p. 308-320.
3. Palinrungi AM. Lecture Note on Uro-Onkology Makassar: Division of Urology,
Department of Surgery, Faculty of Medicine, Hasanuddin University; 2010.
4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, et al. Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. 4th ed.
Jakarta: BP FKUI; 2006.
5. Desen W, editor. Buku Ajar Onkologi Klinis. 2nd ed. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2008.
6. Galsky MD, Bajory DF. Bladder Cancer. In Schrier RW, editor. Diseases of The
Kidney & Urinary Tract. Colorado: Lippincott William & Wilkin; 2007.

36

Anda mungkin juga menyukai