Anda di halaman 1dari 25

BAB I

LAPORAN KASUS
I.1 Identitas
Nama : Tn. N
Umur : 55 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Kamwolker
Tanggal masuk : 16 Oktober 2023
I.2 Anamnesis
Autoanamnesis dan alloanamnesis
A. Keluhan utama : Pasien mengeluh nyeri pada saat buang air kecil
B. Keluhan tambahan: Buang air kecil harus mengedan, sering tidak tuntas,
menetes dan terasa sakit, buang air kecil menjadi lebih sering, dan tampak
benjolan pada daerah pubis.
C. Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang ke Puskesmas Waena dengan
keluhan gejala nyeri setiap kali buang air kecil. Os menyatakan pertama kali
dirasakan sejak 1 tahun yang lalu. Os mengeluh harus mengedan agar air
kencingnya keluar, selain itu pasien merasakan buang air kecil tidak tuntas
atau tidak puas. Os menyatakan gejala yang dirasakan menjadi bertambah,
pasien merasa BAK menjadi lebih sering dan air kencing yang keluar menetes
dan terasa sakit. Pada daerah pubis tampak benjolan dan tidak nyeri apabila di
tekan. Gejala ini tanpa disertai dengan demam.
D. Riwayat penyakit dahulu :
 Pasien tidak pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya

 Riwayat pernah kencing mengeluarkan batu disangkal

 Riwayat pernah nyeri buang air kecil disertai buang air kecil berwarna
kemerahan disangkal

 Pasien memiliki riwayat hipertensi


 Riwayat DM dan jantung disangkal
E. Riwayat penyakit keluarga :
Pasien menyangkal bahwa dalam keluarganya ada yang pernah
mengalami keluhan seperti dia.
I.3 Pemeriksaan Fisik
A. Keadaan umum : tampak sakit sedang
B. Kesadaran : compos mentis
C. Vital sign
 Tekanan darah : 191/109mmHg
 Nadi : 84 x/menit
 Pernafasan : 20 x/menit
 Suhu : 36,5 º C
D. Status Generalisata
 Kepala : normocephal
 Mata : conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
pupil bulat
isokor, reflek cahaya (+/+)
 Hidung : Tidak ada pernafasan cuping hidung, mukosa tidak
hiperemis, sekret tidak ada, tidak ada deviasi septum
 Telinga : Simetris, tidak ada kelainan, otore (-/-)
 Mulut : Bibir tidak sianosis, gusi tidak ada perdarahan, lidah
tidak kotor,faring tidak hiperemis
 Leher : Tidak ada deviasi trakhea, tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid dan getah bening, JVP tidak meningkat
 Thorax

 Paru-paru :
Inspeksi : Bentuk dan pergerakan pernafasan kanan-kiri
simetris
Palpasi : Fremitus taktil simetris kanan-kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler pada seluruh lapangan
paru, wheezing (-/-), ronkhi (-/-
 Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba.
Perkusi : Batas atas sela iga III garis mid klavikula kiri
Batas kanan sela iga V garis sternal kanan
Batas kiri sela iga V garis midklavikula kiri
Auskultasi : Bunyi jantung I – II murni, murmur (-)
 Abdomen :
Inspeksi : Perut datar simetris.
Palpasi : Hepar dan Lien tidak membesar, nyeri tekan
epigastrium (+), nyeri Lepas (-), defans
muskuler (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
 Ekstremitas
Superior : Sianosis (-), oedem (-), ikterik (-)
Inferior : Sianosis (-), oedem (-), ikterik (-)
E. Status Lokalis
Regio Costovertebra
- Inspeksi : Bentuk pinggang simetris, benjolan (-)
- Palpasi : Bimanual Ballotement ginjal (-)
- Perkusi : Nyeri Ketok (-)
Regio Supra Pubis
- Inspeksi : Terdapat rambut pubis, tidak ada benjolan
- Palpasi : Nyeri Tekan (-), Nyeri Lepas (-), Defance Muscular (-)
- Perkusi : Timpani
- Auskultasi : Bising Usus (+) Normal
Regio Genetalia Eksterna
- Inspeksi : Orifisium uretra eksterna baik
- Palpasi : Testis teraba dua buah, kanan dan kiri. Konsistensi
Kenyal.
Regio Anal
- Inspeksi : Bentuk Normal, benjolan(-)
- Rectal Toucher : Sfingter Ani Menjepit
Pada mukosa teraba massa yang konsistensinya kenyal, permukaan
sedikit tidak rata, batas tegas, puncak agak sulit dicapai. Tidak teraba
nodul
- Handscoon : Darah, lendir dan feses tidak ada
F. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium ( tanggal 15 Oktober 2023 )
Hb : 13,1 g/dl
Golongan darah : B/Rh +
Glukosa darah sewaktu : 111 mg/dl
SGOT : 24 u/l
SGPT : 11 u/l
Ureum : 43 mg/dl
Kreatinin : 1,0 mg/dl
Asam urat : 3,9 mg/dl
HbsAg : non-reaktif
I.4 Diagnosis Kerja
Hipertensi grade 2
I.5 Diagnosis Banding
- Striktur urethra
- Karsinoma prostat
- Prostatitis
-Hipertensi Emergency
I.6 Terapi
Rujuk
Operatif : Prostatektomi
I.7 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
I.9. Diagnosis pre-operasi : BPH
Diagnosis post-operasi : BPH
Teknik operasi : Open prostatektomi

Follow Up (16 oktober 2023)


s/ - pasien mengeluh nyeri pada saat buang air kecil
- pasien mengeluh buang air kecil sedikit ( tidak puas ) dan tidak ada keluar
batu
- pasien selalu mengedan pada saat buang air kecil
o/ - Tekanan darah :191/109 mmHg
- Nadi : 84 x/menit
- Pernafasan : 20 x/menit
- Suhu : 36,5 º C
- KU : sedang
- KS : CM
Status lokalis pubis
Inspeksi : tampak benjolan pada pubis
Palpasi : Nyeri tekan (-), konsistensi kenyal, batas tegas, immobile
a/ Pre-op BPH
t Amlodipin 1x 10 mg
-dutasterid
-finasterid
-Alfuzosin
-tamsulosin
- Rujuk ke RS
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Benign Prostate Hyperplasia (BPH) sebenarnya adalah suatu keadaan dimana
kelenjar periuretral prostat mengalami hiperplasia yang akan mendesak jaringan
prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah.

2.2 Anatomi dan Fisiologi


Anatomi
Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh kapsul
fibromuskuler, yang terletak di sebelah inferior vesika urinaria, mengelilingi bagian
proksimal uretra (uretra pars prostatika) dan berada disebelah anterior rektum.
Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa kurang lebih
20 gram, dengan jarak basis ke apex kurang lebih 3 cm, lebar yang paling jauh 4 cm
dengan tebal 2,5 cm.
Kelenjar prostat terbagi menjadi 5 lobus :
1. lobus medius
2. lobus lateralis (2 lobus)
3. lobus anterior
4. lobus posterior
Selama perkembangannya lobus medius, lobus anterior, lobus posterior akan
menjadi satu dan disebut lobus medius saja. Pada penampang, lobus medius kadang-
kadang tak tampak karena terlalu kecil dan lobus lain tampak homogen berwarna abu-

abu, dengan kista kecil berisi cairan seperti susu, kista ini disebut kelenjar prostat.6
Mc Neal (1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain
adalah: zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior, dan
zona periuretral. Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional
yang letaknya proksimal dari sfincter eksternus di kedua sisi dari verumontanum dan
di zona periuretral. Kedua zona tersebut hanya merupakan 2% dari seluruh volume
prostat. Sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer.
Prostat mempunyai kurang lebih 20 duktus yang bermuara di kanan dari
verumontanum dibagian posterior dari uretra pars prostatika. Di sebelah depan
didapatkan ligamentum pubo prostatika, di sebelah bawah ligamentum triangulare
inferior dan di sebelah belakang didapatkan fascia denonvilliers.
Fascia denonvilliers terdiri dari 2 lembar, lembar depan melekat erat dengan
prostat dan vesika seminalis, sedangkan lembar belakang melekat secara longgar
dengan fascia pelvis dan memisahkan prostat dengan rektum. Antara fascia
endopelvic dan kapsul sebenarnya dari prostat didapatkan jaringan peri prostat yang
berisi pleksus prostatovesikal.
Pada potongan melintang kelenjar prostat terdiri dari :
1. Kapsul anatomis sebagai jaringan ikat yang mengandung otot polos yang
membungkus kelenjar prostat.
2. Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler
3. Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian:
1. Bagian luar disebut glandula principalis atau kelenjar prostat sebenarnya
yang menghasilkan bahan baku sekret.
2. Bagian tengah disebut kelenjar submukosa, lapisan ini disebut juga
sebagai adenomatous zone
3. Di sekitar uretra disebut periurethral gland atau glandula mukosa yang
merupakan bagian terkecil. Bagian ini serinng membesar atau
mengalami hipertrofi pada usia lanjut.
Pada BPH, kapsul pada prostat terdiri dari 3 lapis :
1. kapsul anatomis
2. kapsul chirurgicum, ini terjadi akibat terjepitnya kelenjar prostat yang
sebenarnya (outer zone) sehingga terbentuk kapsul
3. kapsul yang terbentuk dari jaringan fibromuskuler antara bagian dalam
(inner zone) dan bagian luar (outer zone) dari kelenjar prostat.

BPH sering terjadi pada lobus lateralis dan lobus medialis karena mengandung
banyak jaringan kelenjar, tetapi tidak mengalami pembesaran pada bagian posterior
daripada lobus medius (lobus posterior) yang merupakan bagian tersering terjadinya
perkembangan suatu keganasan prostat. Sedangkan lobus anterior kurang mengalami
hiperplasi karena sedikit mengandung jaringan kelenjar.
Secara histologis, prostat terdiri atas kelenjar-kelenjar yang dilapisi epitel
thoraks selapis dan di bagian basal terdapat juga sel-sel kuboid, sehingga keseluruhan
epitel tampak menyerupai epitel berlapis.
Vaskularisasi
Vaskularisasi kelenjar prostat yanng utama berasal dari a. vesikalis inferior
(cabang dari a. iliaca interna), a. hemoroidalis media (cabang dari a. mesenterium
inferior), dan a. pudenda interna (cabang dari a. iliaca interna). Cabang-cabang dari
arteri tersebut masuk lewat basis prostat di Vesico Prostatic Junction. Penyebaran
arteri di dalam prostat dibagi menjadi 2 kelompok , yaitu:
1. Kelompok arteri urethra, menembus kapsul di postero lateral darivesico prostatic
junction dan memberi perdarahan pada leher buli-buli dan kelompok kelenjar
periurethral.
2. Kelompok arteri kapsule, menembus sebelah lateral dan memberi beberapa cabang
yang memvaskularisasi kelenjar bagian perifer (kelompok kelenjar paraurethral).
Aliran Limfe
Aliran limfe dari kelenjar prostat membentuk plexus di peri prostat yang
kemudian bersatu untuk membentuk beberapa pembuluh utama, yang menuju ke
kelenjar limfe iliaca interna , iliaca eksterna, obturatoria dan sakral.
Persarafan
Sekresi dan motor yang mensarafi prostat berasal dari plexus simpatikus dari
Hipogastricus dan medula sakral III-IV dari plexus sakralis.

Fisiologi
Prostat adalah kelenjar sex sekunder pada laki-laki yang menghasilkan cairan
dan plasma seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan cairan
vesikula seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi. Kelenjar prostat dibawah
pengaruh Androgen Bodiesdan dapat dihentikan dengan pemberian Stilbestrol.
2.3 Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
hiperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat
erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging
(menjadi tua).
Beberapa teori atau hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya
hiperplasia prostat adalah:
1. Teori Hormonal
Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal,
yaitu antara hormon testosteron dan hormon estrogen. Karena produksi testosteron
menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di
perifer dengan pertolongan enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan
merangsang terjadinya hiperplasia pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa
testosteron diperlukan untuk inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian
estrogenlah yang berperan untuk perkembangan stroma. Kemungkinan lain ialah
perubahan konsentrasi relatif testosteron dan estrogen akan menyebabkan produksi
dan potensiasi faktor pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan terjadinya
pembesaran prostat.
Pada keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan
produksi hormon androgen testis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan
makin bertambahnya usia, akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler
(spermatogenesis) yang akan menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi
androgen. Hal ini mengakibatkan hormon gonadotropin akan sangat merangsang
produksi hormon estrogen oleh sel sertoli. Dilihat dari fungsional histologis, prostat
terdiri dari dua bagian yaitu sentral sekitar uretra yang bereaksi terhadap estrogen dan
bagian perifer yang tidak bereaksi terhadap estrogen.
2. Teori Growth Factor (Faktor Pertumbuhan)
Peranan dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar
prostat. Terdapat empat peptic growth factor yaitu: basic transforming growth factor,
transforming growth factor 1, transforming growth factor 2, dan epidermal
growth factor
3. Teori Sel Stem (stem cell hypothesis)
Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada seorang
dewasa berada dalam keadaan keseimbangan “steady state”, antara pertumbuhan sel
dan sel yang mati, keseimbangan ini disebabkan adanya kadar testosteron tertentu
dalam jaringan prostat yang dapat mempengaruhi sel stem sehingga dapat
berproliferasi. Pada keadaan tertentu jumlah sel stem ini dapat bertambah sehingga
terjadi proliferasi lebih cepat. Terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga
menyebabkan produksi atau proliferasi sel stroma dan sel epitel kelenjar periuretral
prostat menjadi berlebihan.
2.3 Patofisiologi
Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala
yaitu komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini
berhubungan dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak
uretra pars prostatika sehingga terjadi gangguan aliran urine (obstruksi infra vesikal)
sedangkan komponen dinamik meliputi tonus otot polos prostat dan kapsulnya, yang
merupakan alpha adrenergik reseptor. Stimulasi pada alpha adrenergik reseptor akan
menghasilkan kontraksi otot polos prostat ataupun kenaikan tonus. Komponen
dinamik ini tergantung dari stimulasi syaraf simpatis, yang juga tergantung dari
beratnya obstruksi oleh komponen mekanik.
Berbagai keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan dan resistensi uretra.
Selanjutnya hal ini akan menyebabkan sumbatan aliran kemih. Untuk mengatasi
resistensi uretra yang meningkat, otot-otot detrusor akan berkontraksi untuk
mengeluarkan urine. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan
anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya
selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase
kompensasi.
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada
saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu
dikenal dengan gejala-gejala prostatismus.
Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam
fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi
retensi urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke seluruh
bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara
ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi
refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan
hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.
2.4 Gambaran Klinis
Gejala hiperplasia prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih
maupun keluhan di luar saluran kemih.
1. Gejala pada saluran kemih bagian bawah
Keluhan pada saluran kemih sebelah bawah (LUTS) terdiri atas gejala
obstruktif dan gejala iritatif. Gejala obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan
uretara pars prostatika karena didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot
detrusor untuk berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama sehingga kontraksi
terputus-putus.
Gejalanya ialah :
1. Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistancy)
2. Pancaran miksi yang lemah (weak stream)
3. Miksi terputus (Intermittency)
4. Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling)
5. Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder
emptying).
Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih
tergantung tiga faktor, yaitu :
1. Volume kelenjar periuretral
2. Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
3. Kekuatan kontraksi otot detrusor
Tidak semua prostat yang membesar akan menimbulkan gejala obstruksi,
sehingga meskipun volume kelenjar periurethral sudah membesar dan elastisitas leher
vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat menurun, tetapi apabila masih
dikompensasi dengan kenaikan daya kontraksi otot detrusor maka gejala obstruksi
belum dirasakan.

Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaria yang tidak
sempurna pada saat miksi atau disebabkan oleh hipersensitifitas otot detrusor karena
pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesica, sehingga vesica sering
berkontraksi meskipun belum penuh.
Gejalanya ialah :
1. Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency)
2. Nokturia
3. Miksi sulit ditahan (Urgency)
4. Disuria (Nyeri pada waktu miksi)
Gejala-gejala tersebut diatas sering disebut sindroma prostatismus. Secara
klinis derajat berat gejala prostatismus itu dibagi menjadi :
Grade I : Gejala prostatismus + sisa kencing
Grade II : Gejala prostatismus + sisa kencing > 50 ml
Grade III : Retensi urin dengan sudah ada gangguan saluran kemih
bagian atas + sisa urin > 150 ml.
Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah
bawah, WHO menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat gangguan miksi yang
disebut Skor Internasional Gejala Prostat atau I-PSS (International Prostatic Symptom
Score). Sistem skoring I-PSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan
keluhan miksi (LUTS) dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup
pasien. Setiap pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai 0
sampai dengan 5, sedangkan keluhan yang menyangkut kualitas hidup pasien diberi
nilai dari 1 hingga 7.
Dari skor I-PSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu:
- Ringan : skor 0-7
- Sedang : skor 8-19
- Berat : skor 20-35
Timbulnya gejala LUTS merupakan menifestasi kompensasi otot vesica
urinaria untuk mengeluarkan urin. Pada suatu saat otot-otot vesica urinaria akan
mengalami kepayahan (fatique) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang
diwujudkan dalam bentuk retensi urin akut.
Faktor pencetus :
- Kompensasi Dekompensasi
- (LUTS) Retensi urin
- Inkontinensia paradoksa
International Prostatic Symptom Score

Pertanyaan Jawaban dan skor

Keluhan pada bulan Tidak Hampir


<20% <50% 50% >50%
terakhir sekali selalu

a. Adakah anda merasa


buli-buli tidak kosong 0 1 2 3 4 5
setelah berkemih
b. Berapa kali anda
berkemih lagi dalam 0 1 2 3 4 5
waktu 2 menit

c. Berapa kali terjadi arus


urin berhenti sewaktu 0 1 2 3 4 5
berkemih

d. Berapa kali anda tidak


dapat menahan untuk 0 1 2 3 4 5
berkemih

e. Beraapa kali terjadi arus


lemah sewaktu memulai 0 1 2 3 4 5
kencing

f. Berapa keli terjadi


bangun tidur anda
0 1 2 3 4 5
kesulitan memulai untuk
berkemih

g. Berapa kali anda


bangun untuk berkemih di 0 1 2 3 4 5
malam hari

Jumlah nilai :
0 = baik sekali 3 = kurang
1 = baik 4 = buruk
2 = kurang baik 5 = buruk sekali

Timbulnya dekompensasi vesica urinaria biasanya didahului oleh beberapa


faktor pencetus, antara lain:
 Volume vesica urinaria tiba-tiba terisi penuh yaitu pada cuaca dingin,
menahan kencing terlalu lama, mengkonsumsi obat-obatan atau minuman yang
mengandung diuretikum (alkohol, kopi) dan minum air dalam jumlah yang
berlebihan
 Massa prostat tiba-tiba membesar, yaitu setelah melakukan aktivitas
seksual atau mengalami infeksi prostat akut
 Setelah mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menurunkan kontraksi otot
detrusor atau yang dapat mempersempit leher vesica urinaria, antara lain:
golongan antikolinergik atau alfa adrenergik.
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat penyulit hiperplasi prostat pada saluran kemih bagian atas
berupa gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang
merupakan tanda dari hidronefrosis)., atau demam yang merupakan tanda dari infeksi
atau urosepsis.
2.5 Diagnosis
Anamnesis : gejala obstruktif dan gejala iritatif
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang keadaan tonus
spingter ani, reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti
benjolan di dalam rektum dan tentu saja teraba prostat. Pada perabaan prostat harus
diperhatikan :
1. Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)
2. Adakah asimetris
3. Adakah nodul pada prostate
4. Apakah batas atas dapat diraba
5. Sulcus medianus prostate
6. Adakah krepitasi
Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan prostat teraba membesar,
konsistensi prostat kenyal seperti meraba ujung hidung, permukaan rata, lobus kanan
dan kiri simetris, tidak didapatkan nodul, dan menonjol ke dalam rektum. Semakin
berat derajat hiperplasia prostat, batas atas semakin sulit untuk diraba. Sedangkan
pada carcinoma prostat, konsistensi prostat keras dan atau teraba nodul dan diantara
lobus prostat tidak simetris. Sedangkan pada batu prostat akan teraba krepitasi.
Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria bagian
atas kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi pielonefritis akan
disertai sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang. Vesica urinaria dapat teraba
apabila sudah terjadi retensi total, daerah inguinal harus mulai diperhatikan untuk
mengetahui adanya hernia. Genitalia eksterna harus pula diperiksa untuk melihat
adanya kemungkinan sebab yang lain yang dapat menyebabkan gangguan miksi
seperti batu di fossa navikularis atau uretra anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis,
condiloma di daerah meatus.
Pada pemeriksaan abdomen ditemukan kandung kemih yang terisi penuh dan
teraba masa kistus di daerah supra simfisis akibat retensio urin dan kadang terdapat
nyeri tekan supra simfisis.
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium berperan dalam menentukan ada tidaknya
komplikasi.
1. Darah
 Ureum dan Kreatinin
 Elektrolit
 Blood urea nitrogen
 Prostate Specific Antigen (PSA)
 Gula darah
2. Urin :
 Kultur urin + sensitifitas test
 Urinalisis dan pemeriksaan mikroskopik
 Sedimen
Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi
atau inflamasi pada saluran kemih. Pemeriksaan kultur urine berguna dalam mencari
jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensitifitas kuman
terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.
Faal ginjal diperiksa untuk mengetahui kemungkinan adanya penyulit yang
mengenai saluran kemih bagian atas. Sedangkan gula darah dimaksudkan untuk
mencari kemungkinan adanya penyakit diabetes mellitus yang dapat menimbulkan
kelainan persarafan pada vesica urinaria.
d. Pemeriksaan pencitraan
1. Foto polos abdomen (BNO)
BNO berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya
batu/kalkulosa prostat dan kadangkala dapat menunjukkan bayangan vesica urinaria
yang penuh terisi urin, yang merupakan tanda dari suatu retensi urine. Selain itu juga
bisa menunjukkan adanya hidronefrosis, divertikel kandung kemih atau adanya
metastasis ke tulang dari carsinomaprostat.

2. Pielografi Intravena (IVP)


3. Sistogram retrograd
4. USG secara transrektal (Transrectal Ultrasonography = TURS)
5. Pemeriksaan Sistografi
Kriteria Pembesaran Prostat
Untuk menentukan kriteria prostat yang membesar dapat dilakukan dengan
beberapa cara, diantaranya adalah :
1. Rektal grading
Berdasarkan penonjolan prostat ke dalam rektum :
 derajat 1 : penonjolan 0-1 cm ke dalam rektum
 derajat 2 : penonjolan 1-2 cm ke dalam rektum
 derajat 3 : penonjolan 2-3 cm ke dalam rektum
 derajat 4 : penonjolan > 3 cm ke dalam rektum
2. Berdasarkan jumlah residual urine
 derajat 1 : <50 ml
 derajat 2 : 50-100 ml
 derajat 3 : >100 ml
 derajat 4 : retensi urin total
3. Intra vesikal grading
 derajat 1 : prostat menonjol pada bladder inlet
 derajat 2 : prostat menonjol diantara bladder inlet dengan muara ureter
 derajat 3 : prostat menonjol sampai muara ureter
 derajat 4 : prostat menonjol melewati muara ureter
4. Berdasarkan pembesaran kedua lobus lateralis yang terlihat pada
uretroskopi
 derajat 1 : kissing 1 cm
 derajat 2 : kissing 2 cm
 derajat 3 : kissing 3 cm
 derajat 4 : kissing >3 cm
2.6 Diagnosis Banding
Pada pasien dengan keluhan obstruksi saluran kemih di antaranya:
1. Struktur uretra
2. Batu buli-buli kecil
3. Kanker prostat
4. Kelemahan detrusor, misalnya pada penderita asma kronik yang
menggunakan obat-obat parasimpatolitik.
Pada pasien dengan keluhan iritatif saluran kemih, dapat disebabkan oleh :
1. Instabilitas detrusor
2. Infeksi saluran kemih
3. Prostatitis
4. Batu ureter distal
5. Batu vesika kecil.
2.7 Komplikasi

Hiperplasia prostat dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut :


a. Inkontinensia Paradoks
b. Batu Kandung Kemih
c. Hematuria
d. Sistitis
e. Pielonefritis
f. Retensi Urin Akut Atau Kronik
g. Hidroureter
h. Hidronefrosis
i. Gagal Ginjal
2.8 Penatalaksanaan
Pilihan Terapi pada Hiperplasi Prostat Benigna

Observasi Medikamentosa Operasi Invasif Minimal

Penghambat Prostatektomi TUMT


Watchfull waiting
adrenergik α terbuka TUBD

Penghambat Endourologi Strent uretra


reduktase α 1. TURP dengan prostacath
Fitoterapi 2. TUIP TUNA
Hormonal 3. TULP (laser)
Terapi Konservatif Non Operatif
1. Observasi (Watchful waiting)
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Nasihat yang
diberikan adalah mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi
nokturia, menghindari obat-obatan dekongestal (parasimpatolitik), mengurangi
minum kopi, dan tidak diperbolehkan minuman alkohol agar tidak sering miksi.
Setiap 3 bulan lakukan kontrol keluhan (sistem skor), sisa kencing dan pemeriksaan
colok dubur.
2. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah untuk:
1. mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan
golongan  blocker (penghambat alfa adrenergik)
2. menurunkan volume prostat dengan cara menurunkan kadar hormon
testosteron/dehidrotestosteron (DHT)
- Obat Penghambat adrenergik
Dasar pengobatan ini adalah mengusahakan agar tonus otot polos di dalam
prostat dan leher vesica berkurang dengan menghambat rangsangan alpha adrenergik.
Seperti diketahui di dalam otot polos prostat dan leher vesica banyak terdapat reseptor
alpha adrenergik. Obat-obatan yang sering digunakan prazosin, terazosin, doksazosin,
dan alfuzosin. Obat penghambat alpha adrenergik yang lebih selektif terhadap otot
polos prostat yaitu α1a (tamsulosin), sehingga efek sistemik yang tak diinginkan dari
pemakai obat ini dapat dikurangi. Dosis dimulai 1 mg/hari sedangkan dosis
tamzulosin 0,2-0,4 mg/hari. Penggunaan antagonis alpha 1 adrenergik untuk
mengurangi obstruksi pada vesica tanpa merusak kontraktilitas detrusor.
Obat-obatan golongan ini memberikan perbaikan laju pancaran urine,
menurunkan sisa urine dan mengurangi keluhan. Obat-obat ini juga memberi penyulit
hipotensi, pusing, mual, lemas, dan meskipun sangat jarang bisa terjadi ejakulasi
retrograd, biasanya pasien mulai merasakan berkurangnya keluhan dalam waktu 1-2
minggu setelah pemakaian obat.
- Obat Penghambat Enzim 5 Alpha Reduktase
- Terapi Operatif
BAB III
PEMBAHASAN

Pembesaran kelenjar prostat jinak timbul pada laki-laki usia 50 tahun


sebanyak

lebih dari 50%, dan insidennya terus meningkat seiring bertambahnya usia.(1) Di

Indonesia, BPH menjadi urutan kedua setelah penyakit batu saluran kemih, dan secara

umum diperkirakan hampir 50% pria Indonesia yang berusia di atas 50 tahun

ditemukan menderita BPH.(4) Berbagai macam terapi baik secara medikamentosa

maupun operatif dilakukan pada penderita BPH. Salah satu tindakan operatif yang

paling sering dilakukan adalah Trans Urethral Resection of The Prostate (TURP) yang

merupakan salah satu standar operasi untuk menghilangkan gejala LUTS maupun

retensi urin pada penderita BPH. Namun prosedur ini juga membutuhkan perawatan

di rumah sakit, oleh karena masih tingginya komplikasi yang dapat terjadi selama

dirawat maupun setelah pulang dari rumah sakit. Komplikasi biasanya berupa

hematuria dan clot retensi yang bahkan kadang diperlukan tindakan reoperasi.
Beberapa penelitian terus dikembangkan untuk mencari faktor penghambat

angiogenesis (anti angiogenik), salah satunya terapi dengan 5α reduktase inhibitor.

Perkembangan suatu BPH dipengaruhi oleh angiogenesis, sehingga terapi anti

angiogenik akan bekerja langsung pada endothel pembuluh darah, menghambat

produksi maupun aksi dari pro angiogenik peptida dari sel tumor, dan juga akan
memperkuat ekspresi inhibitor angiogenesis dalam tumor. Terapi dengan obat

tersebut akan mengurangi kehilangan darah saat operasi. Beberapa percobaan telah

dilakukan untuk menguji efek obat tersebut dalam kaitannya dengan mengurangi

vaskularisasi jaringan prostat pada BPH.


Pada pemeriksaan ulang, seseorang dianggap hipertensi jika tekanan darah
sistoliknya kurang dari 140 mmHg dan/atau tekanan darah diastoliknya

kurang dari 90 mmHg. Pengukuran utama yang digunakan untuk menegakkan

diagnosis hipertensi adalah tekanan darah sistolik (PERKI, 2015). Salah satu

dasar untuk menentukan cara pengobatan hipertensi adalah membagi derajat

hipertensi seseorang. (PERKI, 2015) :


Tabel 1. Derajat keparahan hipertensi (PERKI, 2015)

Klasifikasi Sistolik Diastolik

Optimal <120 <80

Normal 120-129 dan/atau 80-84

Normal tinggi 130-139 dan/atau 84-89

Hipertensi derajat 1 140-159 dan/atau 90-99

Hipertensi derajat 2 160-179 dan/atau 100-109

Hipertensi derajat 3 ≥180 dan/atau ≥110

Hipertensi sistolik

Terisolasi ≥140 dan <90

Hubungan Hipertensi dengan Derajat Volume Prostat

Volume prostat memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peran hipertensi

dalam meningkatkan volume prostat. Menurut Abdollah et al., hipertensi

meningkatkan risiko berkembangnya gejala LUTS dan BPH sebesar 1,5 kali.

2011). Sebuah studi yang dilakukan oleh Pan et al. juga menghasilkan hasil

yang sama (2015), bahwa tingkat pembesaran prostat secara signifikan

berkorelasi dengan tekanan darah sistolik. Apalagi, Parnham dan Haq (2013)

mengungkapkan bahwa hipertensi merupakan faktor judi untuk BPH.

Kandung kemih dan kelenjar prostat dapat dipengaruhi oleh peningkatan

aktivitas saraf simpatis dan fungsi 1-adrenoseptor, menurut hipotesis 19


hubungan antara hipertensi dan prevalensi BPH. Pada BPH, LUTS akan

berkembang akibat aktivitas berlebihan pada sistem saraf otonom

(Nandheesa, 2018).

Ekspresi VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor) meningkat pada

penderita hipertensi. Menurut Guo (2015), peningkatan ekspresi VEGF akan

menyebabkan angiogenesis dan peningkatan gejala klinis BPH. Selain itu,

kadar katekolamin meningkat dalam kondisi hipertensi. Menurut Nandheesa

(2018), peningkatan kadar katekolamin akan menghambat apoptosis yang

selanjutnya akan berpengaruh pada perkembangan kelenjar prostat. Kadar

hormon testosteron lebih rendah pada orang dengan hipertensi dibandingkan

pada orang tanpa hipertensi (Fogari et al., 2015). Selain itu, hipertensi

memiliki hubungan terbalik dengan SHBG (sex-hormone binding globulin),

dengan kadar SHBG yang lebih rendah terkait dengan tekanan darah yang

lebih tinggi (Daka et al., 2013). Proliferasi sel kelenjar prostat dapat dipicu

oleh rendahnya kadar SHBG dan testosteron. (Breyer, 2014).


DAFTAR PUSTAKA
1. Mahummad A., 2008., Benigna Prostate
Hiperplasia., http://ababar.blogspot .com/2008/12/benigna-prostate-
hyperplasia.html.,
2. Purnomo, Basuki B. Hiperplasia prostat dalam: Dasar – dasar urologi., Edisi
ke – 2. Jakarta: Sagung Seto. 2003. p. 69 – 85
3. Sjamsuhidayat R, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi 2. Jakarta :
EGC, 2004. pp. 782-786

Anda mungkin juga menyukai