Anda di halaman 1dari 26

S/

Seorang laki-laki datang ke rumah sakit dengan keluhan tidak dapat BAK sejak 2 jam SMRS. Pipis tidak
dapat keluar sama sekali. Selain itu pasien juga mengeluh perut bagian bawah sakit. Sejak kurang lebih 1
tahun yang lalu, pasien mulai mengeluh sering mengejan saat BAK, pipis kurang deras, dan pancarannya
kurang jauh. Pasien juga mengeluh sering BAK. Pada siang hari pasien dapat BAK sebanyak lebih dari 5
kali dan terbangun pada malam hari untuk BAK sebanyak 3-4 kali. Pasien juga mengeluhkan nyeri ketika
berkemih. Beberapa kali pasien mengalami keluhan tidak BAK. Karena keluhannya tersebut, pasien
sempat datang berobat ke dokter, pasien mendapatkan obat dan dipasangkan kateter. Ketika kateter
dilepas, keluhan tidak dapat BAK kembali muncul.

O/

TTV

KU tampak sakit sedang

Kesadaran compos mentis, GCS 15

TD 160/90

N 95x/menit

RR 20 x/menit

S 36,5oC

Pemeriksaan fisik:

Abdomen: nampak datar, BU (+), supel, timpani, NT (+) suprasimfisis

Pemeriksaan khusus:

Rectal toucher: tonus sphingter baik, mukosa rectum licin, ampula tidak collaps, teraba massa arah jam
11-1, konsistensi kenyal, permukaan licin rata, nyeri tekan (-), ukuran ± 2 buku jari

Pemeriksaan penunjang:

GDS 218 mg/dL


A/ Dari anamnesis, keluhan pipis tidak dapat keluar sama sekali dan perut bagian bawah sakit
mendukung diagnosis retensio urin. Sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu, pasien mulai mengeluh sering
mengejan saat BAK, pipis kurang deras, dan pancarannya kurang jauh. Pasien juga mengeluh sering BAK.
Pada siang hari pasien dapat BAK sebanyak lebih dari 5 kali dan terbangun pada malam hari untuk BAK
sebanyak 3-4 kali. Pasien juga mengeluhkan nyeri ketika berkemih. Keluhan ini mengarahkan adanya
Benign Prostatic Hyperplasia atau BPH.

Tekanan darah pasien 160/90 menandakan pasien mengalami hipertensi grade II. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan adanya nyeri tekan pada suprasimfisis yang menandakan kemungkinan kandung kemih
pasien terisi penuh akibat urin yang tidak dapat keluar. Pada pemeriksaan rectal toucher didapatkan ,
teraba massa arah jam 11-1, konsistensi kenyal, permukaan licin rata, nyeri tekan (-), ukuran ± 2 buku
jari yang mendukung adanya pembesaran prostat dan kemungkinan bukan sebuah keganasan.

Pada pemeriksaan penunjang didapatkan GDS 218.

P/ atalaksana di IGD:

Pemasangan kateter urin

Tamsulosin 1x1tab

Asam mefenamat 3x1tab

Obat hipertensi dilanjutkan

Obat DM dilanjutkan

Saran kontrol poli urologi

Tatalaksana definitif:

Rawat inap

Pro TURP

IVFD RL 20 tpm

Inj cefoperazone 1 amp 1 jam pre OP

Konsul dr. Devid SpPD

Candesartan tab 1x 8 mg

Amlodipine tab 1x10 mg


Metformin 2x500 mg

Abstraksi /

Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) adalah proses hiperplasia masa nodul fibromyoadenomatous pada
inner zone kelenjar prostat periuretral, sehingga jaringan prostat disekitarnya terdesak dan membentuk
kapsul palsu di sisi luar jaringan yang mengalami hiperplasi. Hingga sekarang belum diketahui secara
pasti penyebab terjadinya BPH, tetapi erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron
(DHT) dan proses aging (penuaan). Faktor risiko yang paling berperan pada BPH adalah usia, selain testis
yang fungsional sejak pubertas (faktor hormonal). Dalam beberapa penelitian ditemukan hubungan
positif antara BPH dengan riwayat BPH dalam keluarga, aktivitas fisik yang kurang, kurang makanan
berserat, konsumsi vitamin E dan daging merah, obesitas, sindrom metabolik, peradangan kronis pada
prostat, dan penyakit jantung. Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih
maupun diluar saluran kemih. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS) terdiri atas gejala
obstruksi (voiding symptoms) dan gejala iritasi (storage symptoms). Gejalan obstruksi meliputi pancaran
kemih lemah dan terputus-putus (intermitensi), merasa tidak puas sehabis berkemih, retensi urin, perlu
mengedan untuk miksi dan hesitensi. Gejala iritasi meliputi frekuensi berkemih meningkat, urgensi,
nokturia. Keluhan akibat penyulit BPH pada saluran kemih bagian atas berupa gejala obstruksi antara
lain nyeri pinggang, benjolan dipinggang (yang merupakan tanda dari hidronefrosis), atau demam yang
merupakan tanda dari infeksi atau urosepsis. Gejala diluar saluran kemih seperti hernia inguinalis atau
hemoroid dapat timbul karena pasien sering mengejan pada saat miksi sehingga menyebabkan
peningkatan tekanan intraabdominal. Penilaian BPH dapat menggunakan International Prostatic
Symptom Score (IPSS) atau Visual Prostatic Symptom Score (VPSS). Pada pemeriksaan fisik dilakukan
pemeriksaan pada status urologi (ginjal, kandung kemih dan genitalia) dan colok dubur atau rectal
toucher. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah urinalisis, pemeriksaan fungsi ginjal,
pemeriksaan Prostate Specific Antigen (PSA), Uroflowmetry, residu urin, pemeriksaan USG,
uretrosistoskopi, atau urodinamik. Pilihannya terapi BPH adalah watchful waiting (konservatif),
medikamentosa, dan pembedahan.
UKP I

Seorang Pria dengan Karsinoma Nasofaring

S/ Pasien datang ke IGD Rumah Sakit Bakti Timah pada tanggal 24 februari 2020 dengan
keluhan keluar darah dari hidung. Darah mengalir dari hidung sejak kurang lebih 10 jam sebelum
masuk rumah sakit, menurut keluarga pasien, darah yang keluar kurang lebih 1 gelas, berwarna
merah, tidak bergumpal. Pasien mengaku darah dirasakan mengalir dibelakang tenggorokan.
Perdarahan muncul tiba-tiba, saat pasien sedang beristirahat. Riwayat hidung terbentur,
mengorek hidung, memasukkan benda asing ke hidung disangkal. Riwayat Ca Nasofaring (+)
didiagnosis sejak Agustus 2019. Enam hari sebelum masuk rumah sakit, pasien dipasang NGT di
kamar operasi dengan alas an pasien kesulitan menelan.
Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, dan penyakit jantung disangkal. Riwayat keganasan
lain,disangkal. Riwayat keganasan dalam keluarga disangkal. Riwayat merokok (+) kurang lebih
1 bungkus per hari, sudah berhenti semenjak sakit. Riwayat gemar mengkonsumsi ikan yang
diasinkan disangkal, konsumsi sayur dan buah rutin.

O/

Keadaan Umum : tampak sakit sedang


Kesadaran : GCS 15 ( E4 M6 V5)
Tekanan Darah : 80/50 mmHg
Nadi : 100 x/ i ( kuat angkat, reguler)
Frekuensi Nafas : 22 kali/menit
Temperatur : 36,6oC
Berat Badan : 45 kg
Tinggi Badan : 160 cm

Keadaan umum :
Kepala dan leher :

 Mata : Konjungtiva anemis (-), Sklera ikterik (-), mata cekung


(+/+), refleks cahaya +/+, refleks kornea +/+, pupil isokor 3mm.

 Hidung : deformitas (-), mimisan (+), cairan yang keluar (-),


pernafasan cuping hidung (-),Tampak kavum nasi (S) tertutup kassa, darah (+)
tidak aktif. Tampak kavum nasi (D) terpasang NGT

 Telinga : deformitas (-) , cairan yang keluar (-)


Otoskopi :
AD : membrane timpani intak, refleks cahaya menurun
AS : membrane timpani intak, refleks cahaya (+) di arah jam 5
 Mulut : mukosa basah, lidah kotor (-)

 Pharynx : Hiperemis (-), tidak ada luka

 Leher : pembesaran KGB (+) di leher kanan level IV dengan ukuran 2cm x 1cm
teraba kenyal, permukaan rata, nyeri tekan (-) , dan level V kanan dengan
ukuran 2cm x 1cm teraba kenyal, permukaan rata, nyeri tekan (-)

Status lokalis submandibular (D) : teraba massa dibagian submandibular (D)


dengan ukuran 7cm x 5 cm, teraba keras, nyeri tekan (-)

Thorax :
o Paru
Inspeksi : Gerakan nafas simetris kiri dan kanan
Palpasi : Fremitus kiri sama
dengan kanan
Perkusi : Sonor di kedua
lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler + / + , rhonki -/-, wheezing +/+
o Jantung
Inspeksi : Iktus jantung tidak terlihat
Palpasi : Iktus jantung teraba di linea midclavicula
sinistra IC V Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Irama reguler, murnur(-), gallop(-)

Abdomen :
Inspeksi : distensi (-), Darm contour (-), gallop (-)
Auskultas : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani (+), organomegali (-), asites (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), Supel (+), defans muscular (-), organomegali (-) , ballottement
ginjal (-/-)
 CVA : Nyeri tekan (-), nyeri ketok (-)
 Kulit : tidak ada peteki, tidak ada ruam
 Otot : eutrofi
 Tulang : tidak tampak deformitas
 Sendi : tidak tampak deformitas
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik, edema -/-. Pembesaran KGB di regio inguinal (-)

Pemeriksaan Khusus :
 Status Neurologis :
 Tanda Rangsangan Meningeal (-)
 Pupil Isokor, Refleks cahaya +/+
 Motorik :
 5/5/5  5/5/5
 5/5/5  5/5/5
 Sensorik : Persepsi sensorik di wajah kanan < dibanding kiri
 N. Cranialis
N.I : Tidak dilakukan pemeriksaan
N.II : Tidak dilakukan pemeriksaan
N.III : Pupil OD :Bulat, letak di tengah, diameter 3mm, refleks cahaya (+)
Pupil OS :Bulat, letak di tengah, diameter 3mm, refleks cahaya (+)
N.III,IV,VI : Gerakan bola mata sulit dinilai, diplopia (+)
N.V : - Motorik : tidak ada kelainan
- Sensorik : N.V1 : persepsi sensorik wajah kanan berkurang
N.V2 : persepsi sensorik wajah kanan berkurang
N.V3 : persepsi sensorik wajah kanan berkurang
N. VII : Kerutan dahi dalam batas normal, lagoftalmus (-/-), plica nasolabialis
dan sudut mulut dalam batas normal
N.VIII : Tinitus (+/-), pendengaran telinga kanan berkurang, nistagmus sulit
dinilai
N.IX.X : Disfonia (+), disfagia (+), arcus pharing simetris, uvula terletak ditengah
N. XI : Gerakan dan kekuatan mengangkat bahu dalam batas normal, gerakan dan
kekuatan menolehkan leher dalam batas normal
N.XII :Deviasi lidah saat dijulurkan (+) kearah kanan, disartria (+)

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium darah (21 Februari 2020)


Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
WBC 13,0 x 103 /mm3 4,8 – 10,0 x 103 /mm3
RBC 3,9 x 106 /mm3 4,2 – 5,4 x 106 /mm3
Hemoglobin 11,9 g/dl 10 – 14 g/dl
Hematokrit 32 % 37 – 47 %
Trombosit 277 x 103 /mm3 150 – 450 x 103 /mm3
Bleeding Time 2’ 30’’ 1-6 menit
Clotting time 4’00’ 2-6 menit
Golongan Darah O

Hasil CT Scan :

Interpretasi :
Subacute ischemic cerebral infarction di putamen kiri, kapsula eksterna kiri corona kiri
dan medullary parietal bilateral
Subacute cerebellum infarction kanan
Subacute pontine infarction

Interpretasi CT Scan Nasofaring irisan axial, coronal dan sagittal tanpa dan dengan
kontras :
a. Mengesankan gambaran massa nasofaring kanan
b. Sinusitis sphenoidalis kiri
c. Deviasi septum nasi ke kanan

Interpretasi endoskopi posterior :


Pada regio dinding nasofaring posterior : massa berbenjol, kemerahan, mudah berdarah.
Interpretasi biopsy :
Undifferentiated Nasopharyngeal Carcinoma

A/ D. DIAGNOSIS KERJA
Epistaksis Posterior et cavum nasi (S)
Bleeding e.c Ca Nasofaring
P/ E. PENATALAKSANAAN
Di IGD :
- IVFD NaCl 0,9% loading 1L  tekanan darah menjadi 100/70 lanjut maintenance
20 tpm makro
- Inj. Asam Traneksamat 1 x 500 mg (IV)
- Tampon adrenalin anterior et cavum nasi (S)
Di ruangan :
- Inj. Asam traneksamat 3 x 500 mg (IV)
- Hexadol gargle 3 x grg 1
- Vit K tab 3 x 1 tab
- Ceftriaxon IV 2 x 1 gr

Abstraksi :

Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan predileksi
di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas
daerah kepala leher yang terbanyak di Indonesia. Angka kejadian karsinoma nasofaring di
Indonesia cukup tinggi, yakni 4,7 kasus baru per tahun per 100.000 penduduk. Catatan dari
berbagai rumah sakit menunjukkan bahwa karsinoma nasofaring menduduki urutan ke empat
setelah kanker leher rahim, kanker payudara dan kanker kulit. Namun, bagian THT (telinga
hidung dan tenggorokan) di Indonesia sepakat mendudukan karsinoma nasofaring pada peringkat
pertama penyakit kanker pada daerah ini. Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher merupakan
karsinoma nasofaring, kemudian diikuti oleh tumor ganas hidung dan sinus paranasal (18%),
tumor ganas laring (16%), serta tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase
rendah.9,10 Klasifikasi dan Stadium Kanker Nasofaring
Klasifikasi gambaran histopatologi yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO), dibagi atas 3 tipe, yaitu :15

1. Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi (Keratinizing Squamous Cell Carcinoma).


Tipe ini dapat dibagi lagi menjadi diferensiasi baik, sedang dan buruk.
2. Karsinoma non-keratinisasi (Non-keratinizing Carcinoma).
Pada tipe ini dijumpai adanya diferensiasi, tetapi tidak ada diferensiasi sel skuamosa tanpa
jembatan intersel. Pada umumnya batas sel cukup jelas.

3. Karsinoma tidak berdiferensiasi (Undifferentiated Carcinoma).

Pada tipe ini sel tumor secara individu memperlihatkan inti yang vesikuler, berbentuk oval
atau bulat dengan nukleoli yang jelas. Pada umumnya batas sel tidak terlihat dengan jelas.

Tipe tanpa diferensiasi dan tanpa keratinisasi mempunyai sifat yang sama, yaitu bersifat
radiosensitif. Sedangkan jenis dengan keratinisasi tidak begitu radiosensitif.

Penentuan stadium untuk karsinoma nasofaring digunakan sistem menurut American Joint
Committee on Cancer (AJCC) edisi ke-7 tahun 2010.

Gejala karsinoma nasofaring dapat dibagi dalam empat kelompok, yaitu gejala nasofaring
sendiri, gejala telinga, gejala mata dan saraf, serta metastasis atau gejala di leher. Gejala
nasofaring dapat berupa epitaksis ringan atau sumbatan hidung. Gangguan pada telinga
merupakan gejala dini yang timbul karena tempat asal tumor dekat muara eutachius (fosa
rosenmuller). Gangguan dapat berupa tinitus, rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di
telinga (otalgia) serta gangguan pendengaran.16,17

Kanker nasofaring dapat menginvasi beragam struktur di sekitarnya, termasuk basis


kranii dan leher, sehingga gejala klinisnya bervariasi. Pada tahap awal berupa gejala hidung
dapat menyerupai kondisi jinak, seperti rinitis, sinusitis, atau polip nasal. Gejala telinga yaitu
gangguan dengar unilateral pada usia dewasa, yang harus dicurigai karsinoma nasofaring,
khususnya di area endemik. Kanker nasofaring berkaitan dengan paresis saraf kranial, sehingga
dapat menyerupai penyakit neurologi. Defisit saraf kranial yang tidak jelas penyebabnya
sebaiknya diperiksa dengan endoskopi nasal, terutama pada orang dengan risiko tinggi.
Kanker nasofaring juga dapat didiagnosis banding dengan hipertrofi adenoid, namun
biasanya adenoid memiliki permukaan licin, alur longitudinal, dan letaknya di tengah nasofaring.
Pada laki-laki remaja dapat pula dibandingkan dengan angiofibroma juvenil, hal ini dapat
dikonfirmasi dengan endoskopi dan pemeriksaan MRI. Tumor lain di nasofaring di antaranya
adalah limfoma, karsinoma sinonasal, chordoma, rhabdomyosarcoma, melanoma, dan teratoma.

Seorang pasien, laki-laki, Tn. D, usia 49 tahun, datang ke UGD Rumah Sakti Bakti
Timah pada tanggal 21 Februari 2020 pukul 06.33 WIB dengan keluhan mimisan sejak kurang
lebih 10 jam sebelum masuk rumah sakit. Mimisan / Epistaksis adalah perdarahan dari hidung.
Epistaksis adalah suatu gejala klinis yang dapat disebabkan oleh beberapa keadaan, penyebab
yang paling sering adalah trauma karena manipulasi digital (mengorek hidung),selain itu juga
dapat disebabkan oleh trauma pada bagian nasal, benda asing pada hidung atau keadaan
iatrogenik seperti paska pemasangan nasogastric tube. Pada pasien tidak terdapat riwayat
trauma, memasukkan benda asing ke hidung disangkal, mengorek hidung disangkal. Pada pasien
dilakukan pemasangan NGT pada kavum nasi dekstra kurang lebih 6 hari sebelum masuk rumah
sakit, namun paska pemasangan hingga saat masuk ke rumah sakit, perdarahan hidung baru
terjadi satu kali. Pada pasien tidak ada riwayat gangguan hematologi yang dapat menyebabkan
perdarahan, hal ini juga dikonfirmasi dengan pemeriksaan laboratorium yang menunjukkan hasil
clotting time, bleeding time, dan trombosit yang normal, pada pasien juga tidak terdapat adanya
gangguan pada hepar. Pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan antikoagulan dan antiplatelet dan
tidak menggunakan semprot hidung glukokortikoid, riwayat alergi disangkal oleh pasien. 24

Penyebab yang paling memungkinkan dari epistaksis pada pasien adalah neoplasma.
Pasien sudah didiagnosis dengan Karsinoma Nasofaring pada Agustus 2019. Epistaksis pada
karsinoma nasofaring terjadi karena massa tumor yang mudah berdarah, atau massa tumor yang
mendesak pembuluh darah disekitar massa, sehingga menimbulkan perdarahan yang mengalir
hingga kavum nasi. Arteri utama yang memperdarahi daerah nasofaring adalah arteri faringeal
asendens, arteri palatina asendens, arteri palatina desendens, dan cabang faringeal arteri
sfenopalatina. Pembuluh darah tersebut berasal dari arteri karotis eksterna dan cabang-
cabangnya. Pembuluh darah vena berada di bawah membran mukosa yang berhubungan dengan
pleksus pterigoid di daerah superior dan fasia posterior atau vena jugularis interna di bawahnya.
Selain karena massa tumor yang mudah berdarah, efek desak massa pada region nasofaring juga
dapat menyebabkan perdarahan yang berasal dari pembuluh darah tersebut dan menyebabkan
epistaksis posterior.

Riwayat perdarahan hidung sebelumnya (+) sejak September 2019, 2-3 x / bulan, darah
segar tidak bergumpal. Berdasarkan penelitian yang dilakukan tahun 2012 mengenai Kanker
Nasofaring di Indonesia, didapatkan data bahwa 60,6% pasien karsinoma nasofaring yang diteliti
mengeluhkan epistaksis sebagai salah satu dari 3 gejala awal yang paling sering dikeluhkan, dua
gejala lainnya adalah gangguan telinga unilateral dan kongesti nasal.25

Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien memiliki riwayat merokok, kurang lebih 2
bungkus sehari, namun sudah berhenti semenjak sakit. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
tahun 2017, didapatkan data bahwa dibandingkan dengan individu yang tidak pernah merokok
(never smoker), individu yang aktif merokok (current smoker) , dan pernah merokok (ever
smoker) memiliki risiko 59% dan 56% lebih besar untuk menderita karsinoma nasofaring, hal ini
terutama berlaku pada laki-laki yang mulai merokok pada usia muda (<18 tahun). 26Karsinoma
nasofaring adalah penyakit yang bersifat multifactorial, dimana penyakit ini dipengaruhi oleh
gender, etnis, diet, infeksi virus Epstein barr, dan riwayat keluarga. Karsinoma nasofaring
ditemukan dua kali lebih sering pada laki laki disbanding wanita, karsinoma nasofaring paling
umum ditemukan di Cina bagian selatan (Hong Kong), Singapura, Malaysia, Filipina, dan
Indonesia. Karsinoma nasofaring juga umumnya ditemukan pada orang dengan kebiasaan
mengkonsumsi ikan atau daging yang diawetkan dengan cara diasinkan. Selain itu, adanya
riwayat infeksi EBV dan riwayat keluarga dengan kanker nasofaring juga meningkatkan risiko
mengalami penyakit ini. 27

Dari pemeriksaan fisik, saat datang ke IGD didapatkan pasien tampak sakit sedang, GCS
E4M6V5, tekanan darah 80/50 mmHg, nadi 110 x / menit, kuat angkat, regular, nafas 22 x /
menit dan suhu tubuh 37,8 C. Dari estimasi berat badan dan tinggi badan didapatkan berat badan
45 kg dan tinggi badan 165 cm.

Keadaan hipotensi pada pasien dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu keadaan
dehidrasi karena low intake, dimana pasien kesulitan untuk mengkonsumsi makanan yang cukup
dan hanya makan dan minum melalui NGT, selain itu hal ini juga didukung dengan IMT pasien
dengan nilai 16,5 yang menandakan suatu keadaan underweight. Hipotensi dapat juga
disebabkan oleh perdarahan. Perdarahan yang menyebabkan peningkatan frekuensi nadi,
hipotensi, dan peningkatan frekuensi nafas adalah perdarahan grade III, yaitu perdarahan dengan
kehilangan darah berkisar 31% hingga 40 %, namun pada perdarahan grade III umumnya sudah
disertai dengan penurunan status mental / GCS. Perdarahan grade III umumnya membutuhkan
transfusi darah sebagai terapinya (ATLS).

Suhu tubuh 37,8 C menandakan keadaan hipertermia / febris pada pasien. Demam
disebabkan oleh interaksi pirogen eksogen atau endogen (IL -1, IL – 6 , TNF –alfa) dengan
organum vasculosum lamina terminalis . Pirogen eksogen dapat menstimulasi produksi sitokin
atau bekerja langsung terhadap OVLT. OVLT adalah salah satu dari 7 struktur selular
predominan yang terletak anterior dari hipotalamus dan didalam lamina terminalis, yang
berlokasi di resessus optikus pada ujung anteroventral ventrikel ke 3. Organ sirkumventriuklar
ini sangat vascular dan tidak memiliki blood brain barrier, sehingga dapat terstimulasi langsung
oleh substansi pyrogenic. Pada pasien didapatkan hasil leukosit 13.000/mm 3, hal ini dapat
menandakan adanya infeksi bakteri, bakteri kemudian berperan sebagai pirogenik endogen yang
28
menstimulasi demam. Selain itu demam juga bisa disebabkan oleh adanya suatu keganasan
pada tubuh, yang dikenal dengan demam neoplastik. Patofisiologi demam neoplastik masih
belum sepenuhnya dimengerti, namun, dipercaya bahwa sitokin berperan besar dalam memicu
keadaan ini. Sitokin meningkat pada kanker karena alasan yang belum jelas, sitokin kemudian
akan menginduksi prostaglandin E2, yang meningkatkan set point hipotalamus. Selain itu, pada
kanker, dapat juga terjadi peningkatan IL – 1, TNF , IL-2, IL-6 , IL -12 atau interferon. Teori
lain, menjelaskan, bahwa terjadi inflamasi sekunder pada keadaan kanker karena ulserasi atau
nekrosis yang disebabkan oleh tumor. Namun, pada demam yang disebabkan oleh malignansi,
umumnya suhu nya tinggi (>40 C) dengan gejala yang lebih ringan jika dibandingkan dengan
demam akibat infeksi, selain itu umumnya demam juga tidak berespon terhadap pemberian
asetaminofen. 29

Dari pemeriksaan fisik ditemukan perdarahan dari kavum nasi (S), didapatkan diagnosis
epistaksis karena keganasan (Ca Nasofaring). Terlihat grommet tube terpasang pada membrane
timpani (D), pemasangan grommet tube bertujuan untuk mencegah terjadinya otitis media efusi.
Otitis media efusi pada karsinoma nasofaring akibat oklusi tuba eustachius yang menyebabkan
peningkatan tekanan pada telinga tengah, peningkatan tekanan ini menyebabkan ekstravasasi
cairan dari sel sel ditelinga tengah, sehingga menyebabkan efusi. Pemasangan grommet
bertujuan untuk menyeimbangkan tekanan pada telinga tengah dan untuk drainase sekret. Pada
pemeriksaan region orofaring didapatkan darah pada orofaring, darah disebabkan oleh epistaksis
yang mengalir dari bagian posterior nasal ke orofaring.

Pada pemeriksaan leher didapatkan :


 Teraba massa pada regio preaurikular (D) dengan ukuran 6 cm x 4 cm, teraba
keras, nyeri tekan (-). Didapatkan juga Teraba massa pada regio pre aurikula
kanan dengan ukuran 6 cm x 4 cm, teraba keras, terfiksir, permukaan rata, nyeri
tekan (-).
 Teraba massa di regio KGB level IV leher kanan dengan ukuran 2cm x 2 cm
teraba keras, terfiksir, permukaan rata, nyeri tekan (-) ,
 Teraba massa di regio KGB level V leher kanan dengan ukuran 2cm x 2 cm
teraba keras,terfiksir, permukaan rata, nyeri tekan (-)
 Teraba massa pada regio KGB level II leher kiri dengan ukuran 2cm x 1 cm
Massa yang teraba diregio preaurikular, massa tersebut dapat berupa limfadenopati akibat
keganasan, limfadenopati dengan diameter 6 cm, unilateral diatas fossa supraklavikular
menggambarkan keadaan N2, yaitu Metastasis kelenjar getah bening leher unilateral dengan
diameter terbesar 6 cm atau kurang, di atas fossa supraklavikular, dan/atau unilateral atau
bilateral kelenjar getah bening retrofaring dengan diameter terbesar 6 cm atau kurang..

Pada pemeriksaan thorax, jantung dan paru didapatkan dalam batas normal. Pada
pemeriksaan, abdomen didapatkan dalam batas normal. Karsinoma nasofaring paling sering
bermetastasis pada paru, tulang dan hepar. Dari pemeriksaan fisik, tidak didapatkan adanya
metastasis jauh (M1) pada pasien.

Dari pemeriksaan fisik status neurologis, didapatkan adanya gangguan pada nervus
cranialis III (D) , IV (D) , VI (D), V (D), IX (D), X (D), XI (D), XII (D). Tumor dengan
perluasan intracranial dan/ terlibatnya saraf kranial, hipofaring, orbita, atau dengan perluasan ke
fossa infratemporal/ ruang masticator menunjukkan keadaan T4. Hal ini didukung dengan hasil
pemeriksaan penunjang CT scan yaitu :
B. Interpretasi CT Scan Nasofaring irisan axial, coronal dan sagittal tanpa dan dengan
kontras :
a. Mengesankan gambaran massa nasofaring kanan
b. Sinusitis sphenoidalis kiri
c. Deviasi septum nasi ke kanan
C. Interpretasi CT Scan kepala irisan axial, coronal, dan sagittal tanpa dan dengan
kontras :
a. Lacunar ischemic cerebral infarction di corona radiate kiri
b. Multipel lacunar pontine infarction
c. Massa nasofaring kanan, batas tidak jelas dan mendestruksi os. Sphenoid dan
ekstensi ke sinus sphenoidalis kiri serta ekstensi ke distal retrobulbar space kiri
Hasil CT Scan menunjukkan perluasan massa ke area intrakranial yang disertai
dengan destruksi tulang. Keadaan ini menunjukkan invasi tumor ke intrakranial,
menunjukkan T4 dan M1.
Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis dan anemia ringan.
Leukositosis menunjukkan adanya infeksi. Di IGD pasien diberikan loading cairan
krsitaloid berupa NaCl 0,9% sejumlah 1 L, kdemudian tekanan darah dievaluasi ulang.
Tekanan darah naik dari 80/50 mmHg menjadi 100/70 mmHg. Cairan kemudian
dilanjutkan dengan kecepatan 20 tpm makro. Injeksi asam traneksamat satu ampul dan
tampon adrenalin aterior et cavum nasi (S) juga dilakukan di IGD untuk mengontrol
perdarahan. Di IGD perdarahan berhenti, kemudian pasien ditransfer ke ruangan
Di ruangan pasien kembali mengalami mimisan, tampon kemudian dipertahankan,
dan diberikan injeksi asam traneksamat 2 x 500 mg (IV), Inj. Vit K 2 x 1 amp (IV), dan
hexadol gargle 2 x 1 kumur, untuk mengontrol perdarahan dan menjaga higienitas area
oral dan faring. Pada hari ke 2 rawatan perdarahan masih berlangsung kemudian
direncakanan untuk pemasangan tampon bellocq, namun sebelum tampon dipasang,
perdarahan berhenti. Di hari ke III dilakukan pemeriksaan darah rutin, didapatkan Hb 8,7
g/dl, kemudian direncanakan untuk transfusi darah dengan target Hb 10 g/ dl. Setelah
transfusi 2 labu darah, Hb menjadi 10,0 g/d. Pada tanggal 25/02/2020 pasien stabil dan
diperbolehkan pulang.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan stadium Karsinoma Nasofaring adalah
T4N3M1 yang menunjukkan stadium IV C. Pilihan terapi adalah Kombinasi kemoradiasi .
Kombinasi kemoradiasi sebagai radiosensitizer radiosensitizer diberikan preparat platinum
based 30-40 mg/m2 sebanyak 6 kali, setiap minggu sekali 2,5 sampai 3 jam sebelum dilakukan
radiasi. Kemoterapi kombinasi/dosis penuh dapat diberikan pada N3 > 6 cm sebagai
neoadjuvan dan adjuvan setiap 3 minggu sekali, dan dapat juga diberikan pada kasus
rekuren/metastatik.21,22Terapi sistemik pada Karsinoma Nasofaring adalah dengan kemoradiasi
dilanjutkan dengan kemoterapi adjuvant, yaitu Cisplatin + RT diikuti dengan Cisplatin/5-FU
atau Carboplatin/5-FU. Dosis preparat platinum based 30-40 mg/m2 sebanyak 6 kali, setiap
seminggu sekali.21,22

Prognosis pada Karsinoma Nasofaring stadium IV berdasarkan AICC 2010 adalah


dengan 5 years survival rate 38%.
UKP II

Seorang Wanita Dengan Syok Kardiogenik

S/ Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak kurang lebih 2 hari SMRS, sesak nafas diikuti
juga dengan perut terasa menyesak (+), OS mengeluh kesakitan diperutnya, mual (-), muntah (-),
nyeri dada (-) ,
RPD : HT (+), DM (-) , Jantung (+), Stroke (-), Sakit ginjal (-)

O/ KU : tampak sakit berat


Kes : E4M6V5
Td : 140/80
Nd : 88 x/i
Nf : 34 x /I
T : Afebris
Sp.O2 84% dengan NRM 10L/I 97%
GDS L 23 mg/dl
Kepala : CA -/- , cekung -/- , SI -/- , normocephal, RC +/+
Thorax : Cor : BJ I II reg, murmur (-), gallop (-), BJ terdengar menjauh
Pulmo : Rh -/- , Wh -/- , SN vesikuler
Abd : Bising usus (+)menurun, NT (+) kuadran tengah perut . Supel (+), distended(+) , hepar
dan lien sulit dinilai
Ext : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema -/-

A/
Telah dirawat seorang pasien wanita pada tanggal 08 Agustus 2020. Pasien masuk ke
IGD RSBT dengan keluhan sesak nafas sejak kurang lebih 2 hari SMRS, pasien mengaku
sesak nafas diikuti juga dengan perut terasa menyesak. Pasien juga mengeluh kesakitan
diperutnya. Pasien sebelumnya sudah didiagnosis dengan Gagal Jantung Kongestif
(CHF). Riwayat Hipertensi pada pasien (+). Selama observasi di IGD, TD pasien saat
masuk adalah 140/80 kemudian turun menjadi 70/50 mmHg, dari EKG dan monitor
didapatkan juga pasien mengalami aritmia Atrial Fibrilasi. Dari hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, keadaan pasien sugestif diakibatkan oleh
ADHF + Syok kardiogenik. Pasien juga didiagnosis dengan Pneumonia. Pasien dirawat
dengan DPJP utama dokter Sp.JP dan rawat bersama dengan dokter Spesialis Paru.

WD :
ADHF + Syok kardiogenik
Gagal nagas pneumonia + PPOK

Diagnosa definitive : Pneumonia berat + gagal nafas + CHF + Syok Kardiogenik


P/ Terapi dari dr.Sp.P:
1. IVFD NaCl 0,9%
2. Drip NEP start 0,05 microgram / KGbb
3. Drip Dobutamin start 5 microgram / kgBB
4. Inj. Pantoprazol 1 x 1 vial
5. Inj. Moxifloxacin 1 x 400 mg
6. Inj. Metilprednisolon 2 x 62,5 mg
7. Inj. Solvinex 2 x 1 gr
8. Nebu Combivent / 8 jam

Advice dr. Sp.JP :

1. Drip NEP start 0,2 microgram / KG BB


2. Ulang RL 250 cc dalam 15 menit  ulang 2 x evaluasi rhonki
3. Drip Dobutamin 10 mcg/ KgBB
4. Fargoxin 1 amp bolus pelan
5. Besok digoxin 1 x 1 tab
6. Notisil 2 mg (0-0-1 )
7. Simvastatin 20 mg (0-0-1)
Rawat ICU prioritas I

Periksa DR, Ur, Cr, Ro. Thorax

8/8/2020 
S/ Pasiem VT
O/ TD : 105 / 53
HR : 210 x/ i
RR : 12 x/ I
Sp.O2 : 70%
A/ Advanced CHF + Unstable VT
P/ propofol 8 mg + Midazolam 2 mg
Defibrilasi 360 j  lanjut RJP 1 siklus  sinus rhythm , Hr : 110x/I

9/8/2020 
Pasien dilakukan pemasangan CVP di vena subklavia kanan oleh dr. Sp.JP a.i monitoring dan
mendapatkan akses vena .
Plan  ukur CVP / 8 jam + lapor ukuran via WA

Abstraksi /
Abstraksi /

Telah dirawat seorang pasien wanita pada tanggal 08 Agustus 2020. Pasien masuk ke
IGD RSBT dengan keluhan sesak nafas sejak kurang lebih 2 hari SMRS, pasien mengaku
sesak nafas diikuti juga dengan perut terasa menyesak. Pasien juga mengeluh kesakitan
diperutnya. Pasien sebelumnya sudah didiagnosis dengan Gagal Jantung Kongestif
(CHF). Riwayat Hipertensi pada pasien (+). Selama observasi di IGD, TD pasien saat
masuk adalah 140/80 kemudian turun menjadi 70/50 mmHg, dari EKG dan monitor
didapatkan juga pasien mengalami aritmia Atrial Fibrilasi. Dari hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, keadaan pasien sugestif diakibatkan oleh
ADHF + Syok kardiogenik. Pasien juga didiagnosis dengan Pneumonia. Pasien dirawat
dengan DPJP utama dokter Sp.JP dan rawat bersama dengan dokter Spesialis Paru.

Syok kardiogenik merupakan keadaan dimana terjadi critical endorgan hypoperfusion


dan hipokisa yang diakibatkan oleh kelainan jantung. Diagnosis dari syok kardiogenik dapat
ditegakkan berdasarkan kriteria klinis seperti hipotensi yang persisten tanpa adanya respon yang
adekuat terhadap terapi cairan dan juga disertai dengan gambaran klinis endorgan hypoperfusion
seperti ekstremitas yang dingin, oliguria atau perubahan status mental. Selain itu, tanda
hipoperfusi juga dapat diketahui dari hasil pemeriksaan darah yaitu peningkatan kadar laktat,
asidosis metabolik dan peningkatan kreatinin.11

Dalam pedoman tatalaksana gagal jantung akut oleh perhimpunan dokter spesialis kardiologi
Indonesia 2015, membagi tatalaksana awal berdasarkan gejala penyerta lainnya, yaitu : 6

1. Pasien dengan edema/kongesti paru tanpa syok


a. Diuretika loop (IV) driekomendasikan untuk mengurangi sesak nafas, dan
kongesti. Gejala , urin, fungsi renal dan elektrolit harus diawasi secara berkala
selama penggunaan diuretik.
b. Pemberian oksigen dosis tinggi direkomendasikan bagi pasien dengan saturasi
perifer < 90% atau PaO2 < 60 mmHg,untuk memperbaiki hipoksemia.
c. Profilaksis tromboemboli direkomendasikan pada pasien yang belum mendapat
antikoagulan dan tidak memiliki kontraindikasi terhadap antikoagulan, untuk
menurunkan risiko deep vein thrombosis dan emboli paru.

2. Pasien dengan hipotensi, hipoperfusi atau syok


Pemberian inotropic (IV) harus dipertimbangkan pada pasien dengan hipotensi
(tekanan darah sistolik < 85 mmHg) dan atau hipoperfusi untuk meningkatkan curah jantung,
tekanan darah dan memperbaiki perfusi perifer.
Vasopesor (misal dopamine atau norepinefrin) dapat dipertimbangakan bagi pasien yang
mengalami syok kardiogenik, walaupun sudah mendapat inotropik, untuk meningkatkan
tekanan darah dan perfusi organ vital.

3. Pasien dengan Sindroma Koroner Akut


Tindakan Intervensi Koroner Perkutaneus Primer (IKPP) atau Bedah Pintas Arteri
Koroner (BPAK) direkomendasikan bila terdapat elevasi segmen ST atau LBBB baru
untuk mengurangi perluasan nekrosis miosit dan risiko kematian mendadak.

Sebelum pasien dipulangkan, harus dipastikan bahwa episode gagal jantung sudah teratasi
dengan baik, terutama tanda dan gejala kongesti sudah harus hilang, dan dosis diuretic oral yang
stabil sudah tercapai selama minimal 48 jam. Selain itu regimen obat gagal jantung (ACEI/ ARB,
penyekat β dengan atau tanpa MRA sudah dioptimalkan dosisnya dengan baik, dan yang tidak
kalah pentingnya adalah edukasi kepada pasien dan keluarga.

Untuk Prognosis, Pasien yang dirawat dengan gagal jantung akut hampir separuh
diantaranya dirawat kembali, paling tidak yaitu sekali pada 12 bulan pertama. Estimasi kematian
dan dirawat kembali pada 60 hari sejak pertama kali dirawat adalah berkisar antara 30-50%.
Kematian di rumah sakit tertinggi pada pasien dengan syok kardiogenik yaitu berkisar antara 40-
60%. Berbeda dengan pasien gagal jantung akut hipertensif dimana angka kematian di rumah
sakit rendah dan kebanyakan pulang dari rumah sakit dalam keadaan asimtomatik.7
UKP III

Seorang Pria dengan Vertigo Perifer

S/ Pasien mengeluhkan mual muntah, dialami pasien sejak 1 hari SMRS,muntah sudah tidak terhitung.
Jika pasien makan, pasien langsung muntah. Pusing berputar (+). Pasien merasa tidak bertenaga. Telinga
berdenging (-), penurunan pendengaran (-).

O/Kes : E4M6V5

TD : 110/70 mmHg

Nd:100 x/i

Nf : 18 x/i

Sp.02 : 98 %

T : 36.C

Mata : CA (-/-), SI (-/-)

Thorax : pulmo : simetris+/+, sn. Vesikuler+/+, wh (-/-), rh (-/-)

Cor. : s1, s2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen: soepel, BU (+) N , NT epigastrium dan suprasimfisis

Eks : akral hangat, CRT 4"

A/ Seorang pasien datang dengan keluhan pusing berputar yang menyebabkan mual dan muntah.
Pusing memberat dengan pergerakan kepala. Keluhan pendengaran tidak ada, deficit neurologis
tidak ditemukan. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, keadaan ini
sugestif disebabkan oleh Vertigo perifer yang mengakibatkan dehidrasi akibat excessive
vomiting.

P/

IVFD RL 20 tpm

Inj. Ondansetrone 3 x 8 mg
Betahistin 2 x 12 mg

Flunarizine 2 x 5 mg

Pemeriksaan Khusus

 Pemeriksaan Tes Koordinasi


o Tes Dix Hallpike : negatif
o Tes Romberg : negatif
o Tes telunjuk jari : dalam batas normal
o Tes jari hidung : dalam batas normal
o Tes telunjuk telunjuk : dalam batas normal
o Tes berbisik : dalam batas normal
 Pemeriksaan refleks
o Refleks bisep : reflex normal
o Refleks trisep : reflex normal
o Refleks patella : refleks normal
o Refleks Babinski : negatif
o Refleks Chaddock : negatif
o Refleks Oppenheim : negatif
o Refleks Schaeffer : negatif

Abstraksi :

Vertigo adalah suatu istilah yang berasal dari bahasa Latin, vertere, yang berarti
memutar.1 Secara umum, vertigo dikenal sebagai ilusi bergerak atau halusinasi gerakan.
Vertigo ditemukan dalam bentuk keluhan berupa rasa berputar – putar atau rasa bergerak
dari lingkungan sekitar (vertigo sirkuler) namun kadang – kadang ditemukan juga keluhan
berupa rasa didorong atau ditarik menjauhi bidang vertikal (vertikal linier). 2 Vertigo bukan
merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang terjadi
akibat gangguan keseimbangan pada sistem vestibular ataupun gangguan pada sistem saraf
pusat. Selain itu, vertigo dapat pula terjadi akibat gangguan pada alat keseimbangan tubuh
yang terdiri dari reseptor pada visual (retina), vestibulum (kanalis semisirkularis) dan
proprioseptif (tendon, sendi dan sensibilitas dalam).3
Vertigo perifer paling sering disebabkan oleh vertigo posisional benigna. Serangan vertigo dapat
dicetuskan oleh perubahan posisi kepala. Bila kepala bergerak, misalnya berguling sewaktu tidur
atau menengadah menjatah barang di rak yang lebih tinggi. Vertigo berlangsung beberapa detik
dan kemudian mereda. Vertigo posisional benigna paling sering penyebabnya ialah idiopatik
(tidak diketahui), namun dapat juga diakibatkan oleh trauma di kepala, pembedahan di telinga
atau oleh neuronitis vestibular. Prognosis umumnya baik, gejala akan menghilang secara spontan

Tatalaksana non farmakologi dapat dilakukan dengan pemberian terapi dengan manuver reposisi
partikel / Particle Repositioning Maneuver (PRM) yang dapat secara efektif menghilangkan
vertigo pada BPPV, meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi risiko jatuh pada pasien.

Penatalaksanaan dengan farmakologi untuk tidak secara rutin dilakukan. Beberapa pengobatan
hanya diberikan untuk jangka pendek untuk gejala-gejala vertigo, mual dan muntah yang berat
yang dapat terjadi pada pasien BPPV, seperti setelah melakukan terapi PRM. Operasi dapat
dilakukan pada pasien BPPV yang telah menjadi kronik dan sangat sering mendapat serangan
BPPV yang hebat, bahkan setelah melakukan manuver-manuver yang telah disebutkan di atas.

UKP IV

Seorang Pria Dengan Stroke Non Hemoragik

S/ Seorang pria dibawa oleh keluarga ke UGD dengan keluhan penurunan kesadaran sejak kurang
lebih 1 setengah jam sebelum masuk rumah sakit, awalnya pasien mengatakan lemas, kemudian
mulai tidak sadar, kelemahan anggota tubuh (-) baal (-) kesemutan (-) kejan (-) sakit kepala (-)
sesal (-) mual (+) muntah (-) BAB dan BAK lancar, pasien adalah pekerja ekspedisi dan
pekerjaannya mengangkat barang barang berat

RPD : HT dan DM tidak diketahui

O/ KU : Sakit berat

GCS : E2M2V1

TD : 170/89 mmHg Nd : 56 x/ I RR : 15 x/I T : afebris Sp.O2 : 94 % GDS : 210

CA -/- SI -/-
Thorax : Cor : reg BJ I dan II, murmur (-) , gallop (-)

Pulmo : Vesikuler , Rh -/-, Wh -/-

Abd : Supel, BU (+) , NT sulit dinilai

Eks : Akral hangat, CRT < 2 detik , edema -/-

Pemeriksaan Neurologis :

RC +/+ , pupil isokor 2mm/2mm

TRM (-)

R. Fisiologis (+)

R. Babinsky (- )

Motorik : lateralisasi ke kanan

Sensorik : Sulit dinilai

EKG Sinus Rhytm

CT Scan : SNH

Pemeriksaan Laboratorium :

Leukosit : 8,200
Eritrosit : 3,7 juta

Hb : 12,1

HT : 37%

Tromb : 241.000

Ur / Cr : 27/ 0,5

Elektrolit : dalam batas normal

A/ Pada pemeriksaan didapatkan lateralisasi motoric ke kanan, dari hasil anamnesis,


pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, keadaan ini sugestif disebabkan oleh stroke non
hemoragik.

WD : Penurunan Kesadaran e.c susp. SNH

Dx. Definitif : Stroke Non Hemoragik


P/ IVFD NaCL 20tpm

Konsul dr. Sp.S via telp  tidak diangkat pukul 14.10

Konsul dr. Sp.S via WA  CT scan kepala non kontras

Lapor : Hasil CT Scan dr. Sp>S , advice :

- Loading aspilet 4 tab


- Inj. Citicolin 2 x 250 gr
- Inj. Pantoprazol 1 x 1 vial

Abstraksi :

Stroke atau serangan otak adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif,
cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau
langsung menimbulkan kematian, dan sematamata di sebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak non traumatik.1 Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda
klinik yang berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada
umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau
kematian. Gejala klinis tersering yang terjadi yaitu hemiparese. Penderita stroke non hemoragik
yang mengalami infrak bagian hemisfer otak kiri akan mengakibatkan terjadinya kelumpuhan
pada sebalah kanan, dan begitu pula sebaliknya dan sebagian juga terjadi Hemiparese dupleks,
pendeita stroke non hemoragik yang mengalami hemiparesesi dupleks akan mengakibatkan
terjadinya kelemahan pada kedua bagian tubuh sekaligus bahkan dapat sampai sa mpai
mengakibatkan kelumpuhan. Waktu merupakan hal terpenting dalam penatalaksanaan stroke
non hemoragik yang di perlukan pengobatan sedini mungkin, karena jeda terapi dari stroke
hanya 3-6 jam. Penatalaksanaan yang cepat, tepat dan cermat memegang peranan besar dalam
menentukan hasil akhir pengobatan
UKP V

SEORANG PRIA DENGAN RETENSIO URIN

S/ Pasien dirawat dari poli dokter spesialis urologi dengan diagnosis retensio urin e.c BPH
-Pasien mengeluhkan tidak bisa berkemih kurang lebih 12 jam sebelum masuk RS
- Pasien sebelumnya sudah dikenal dengan BPH, dan sudah mengeluhkan buang air kecil
tersendat dan tidak lampias sejak kurang lebih 2 bulan SMRS
-Pasien sudah melakukan pemeriksaan USG dan sudah dikonfirmasi BPH

O/KU : Sakit sedang


Kes : E4M6V5 TD : 160/90 Nd : 78x/I Sp.O2 98% roomair, T : Afebris
Mata : CA -/-, SI-/-
Pulmo : Ves +/+,. Rh -/-
Cor : BJ normal, reg (+), gallop (-), murmur (-)
Abd : Blast penuh, nyeri tekan (+)
Ext : Akral hangat +/+. Edema -/-
Hasil pemeriksaan USG :
-Ginjal kanan : Parenkim ginjal kanan dalam batas normal, nefrolitiasis (-), Hidronefrosis (-)
-Ginjal kiri : Parenkim ginjal kanan dalam batas normal, nefrolitiasis (-), Hidronefrosis (-)
-Vesica urinaria : Tampak protusi prostat, volume prostat kurang lebih 65, 15 cm 3
Kesimpulan : pembesaran prostat volume kurang lebih 65, 15 cm 3
Cr : 0.8 mg/ dl
eGFR : 99,288 ml/min/1.73 m2
Hasil Lab : HB : 13,5 HT : 42%, Leu : 5.200 Tromb : 224.000

A/ Seorang pasien datang ke poliklinik dokter spesialis urologi dengan keluhan tidak bisa buang air
kecil sejak 12 jam SMRS. Pasien sudah dikenal dengan BPH sebelumnya. Dari anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang berupa USG, didapatkan bahwa keadaan ini sugestif disebabkan
oleh Benign Prostate Hyperplasia.

Dx. Definitif : Retensio Urin e.c BPH

P/ Pasien direncanakan untuk TURP

Drip tramadol 1 amp + 1 kolf RL dengan kecepatan 20 tpm

Abstraksi :

Pembesaran prostat jinak atau lebih dikenal sebagai BPH (benign prostatic hyperplasia) merupakan
istilah histopatologis, yaitu terdapat hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat.1 BPH
dapat dialami oleh sekitar 70% pria di atas usia 60 tahun. Angka ini akan meningkat hingga 90% pada
pria berusia di atas 80 tahun.7 BPH merupakan salah satu keadaan yang menyebabkan gangguan miksi
yaitu retensio urin yang mengakibatkan supersaturasi urin, sehingga rentan untuk terbentuknya batu
buli. Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya BPH diantaranya teori
dihidrotestosteron, teori ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron, teori interaksi stroma-epitel,
teori berkurangnya kematian sel prostat, serta teori sel stem. Keluhan yang disampaikan oleh pasien
BPH seringkali berupa LUTS (lower urinary tract symptoms) yang terdiri atas gejala obstruksi (voiding
symptoms) maupun iritasi (storage symptoms) yang meliputi: frekuensi miksi meningkat, urgensi,
nokturia, pancaran miksi lemah dan sering terputus-putus (intermitensi), dan merasa tidak puas sehabis
miksi, dan tahap selanjutnya terjadi retensi urine.

Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan adalah urinalisis, pemeriksaan fungsi ginjal,
pemeriksaan Prostate Spesific Antigen (PSA), dan pencitraan (foto polos abdomen, pielografi intravena
atau PIV, pemeriksaan ultrasonografi transrektal atau TRUS, atau ultrasonografi transabdominal).
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur residual urine dan
pancaran urine.

Anda mungkin juga menyukai