Oleh:
Naila Izzatus S G99162132
Pembimbing :
SURAKARTA
2018
STATUS PASIEN
I. Anamnesis
A. Identitas pasien
Nama : An. K
Umur : 6 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
No. RM : 01405xxx
Alamat : Purwodadi, Jawa Tengah
Kunjungan Poliklinik : 11 Januari 2018
Tanggal Periksa : 11 Januari 2018
B. Keluhan Utama
Benjolan kebiruan di lengan kiri atas
F. Riwayat Gizi
Pasien mengaku makan 3 kali sehari. porsi untuk sekali makan + 10-12
sendok makan dengan dengan lauk tahu, tempe, telur, daging dan sayur.
G. Riwayat Kehamilan
Ibu pasien hamil saat usia 30 tahun, pemeriksan kehamilan rutin dilakukan
dua kali dalam satu bulan ke dokter. Nafsu makan saat kehamilan baik,
nutrisi cukup. Tidak didapatkan adanya penyakit gangguan tiroid, diabetes
mellitus selama kehamilan. Riwayat sakit berat, konsumsi obat-obatan dan
alkohol maupun paparan asap rokok saat kehamilan juga disangkal.
H. Riwayat Kelahiran
Pasien lahir secara sectio caesaria atas indikasi solution plasenta pada usia
kehamilan 35 minggu, bayi tidak menangis segera setelah lahir. Berat
waktu lahir 2250 gram, panjang badan saat lahir 48 cm. Ada riwayat biru
pada bibir maupun pada kaki dan tangan. Bayi terlihat kuning beberapa
saat setelah lahir. Pasien dirawat di NICU selama 3 hari, kemudian dirawat
di rumah.
I. Riwayat Tumbuh Kembang
Pertumbuhan :
Berat badan lahir pasien 2250 gram dengan panjang badan 48 cm,
sekarang berat badan pasien 18 kg dengan panjang badan 125 cm.
Kesan: pertumbuhan pasien sesuai dengan usia.
Perkembangan :
Saat ini pasien sudah bisa bersosialisasi dengan lingkungannya. Di sekolah
TK pasien bergaul dengan teman-teman seusianya.
Kesan: perkembangan pasien sesuai usia
J. Riwayat Imunisasi
HB0 : 0 bulan
BCG, Polio 1 : 1 bulan
DPT-HB-Hib1, Polio 2 : 2 bulan
DPT-HB-Hib2, Polio 3 : 3 bulan
DPT-HB-Hib3, Polio 4 : 4 bulan
Campak : 9 bulan
Kesan : pasien mendapatkan imunisasi lengkap sesuai kemenkes.
K. Riwayat Sosial Ekonomi dan Lingkungan
Pasien merupakan anak kedua dari 6 bersaudara. Pasien tinggal bersama
dengan kedua orang tua, kakak dan kakek neneknya. Orang tua pasien
bekerja sebagai pedagang.
B. Secondary Survey
1. Kepala : bentuk mesocephal, rambut warna hitam, mudah rontok
(-), alopesia (-) luka (-), atrofi m. temporalis(-)
2. Mata : Mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik
(-/-), perdarahan subkonjugtiva (-/-), pupil isokor dengan
diameter ( mm/3 mm), reflek cahaya (+/+), edema
palpebra (-/-), strabismus (-/-)
3. Telinga : sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-),
4. Hidung : bentuk simetris, napas cuping hidung (-), sekret (-), keluar
darah (-)
5. Mulut : Sianosis (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi(-), gusi
berdarah (-), luka pada sudut bibir (-), oral thrush (-),
mukosa bibir basa(+), benjolan di labium inferior
6. Leher : JVP R+2 cmH2O pembesaran tiroid (-), pembesaran
limfonodi (-), nyeri tekan (-)
7. Thorak : bentuk normochest, ketertinggalan gerak (-), jejas (-)
8. Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V linea midcalvicularis
sinistra tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, regular,bising
(-)
9. Pulmo
Inspeksi : normochest, pengembangan dada kanan sama
dengan kiri
Palpasi : fremitus raba kanan sama dengan kiri, nyeri tekan
(-/-)
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+) normal, suara tambahan
(-/-)
10. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dari dinding thorak, sikatrik
(-), striae (-), caput medusae (-), ikterik (-),
Auskultasi : bising usus (+) 10x/ menit normal
Perkusi : timpani
Palpasi :supel, nyeri tekan (-), defans muscular (-), hepar
tidak teraba, lien tidak teraba
11. Genitourinaria : BAK normal, BAK darah (-), BAK nanah (-), nyeri
BAK (-)
12. Ekstremitas : nyeri tekan (-)
Akral dingin Oedema
+ + - -
- - - -
C. Status Lokalis
Regio Humeri Sinistra
Inspeksi : tampak benjolan berwarna kebiruan di lengan kiri atas,
ukuran ± 7x6x2.5 cm,
Palpasi : konsistensi lunak, berbenjol-benjol kecil, dapat
digerakkan, nyeri tekan(+), teraba hangat (+)
IV. Assesment I
Hemangioma regio humeri sinistra
V. Plan I
1. Pro eksisi
2. Cek darah rutin
VI. Prognosis
a. Ad vitam : bonam
b. Ad sanam : bonam
c. Ad fungsionam : bonam
TINJAUAN PUSTAKA
I. ANGIOGENESIS
Memobilisasi sel prekursor endotel dari sum sum tulang dan meningkatkan
proliferasi sel sera diferensiasinya pada tempat angiogenesis.
Menstimulasi proliferasi dan motilitas sel endotel yang sudah ada sehungga
terjadi peningkatan pembentukan tunas kapiler
II. HEMANGIOMA
2.1 DEFINISI
2.2 EPIDEMIOLOGI
2.3 ETIOLOGI
2.4 PATOFISIOLOGI
Malformasi vaskular akan tampak saat lahir dan akan bertumbuh seiring
bertambahnya usia anak. Malformasi vaskular dikelompokkan menjadi tipe yang
high flow (malformasi arteri dan malformasi arteriovenosus) dan low flow
(malformasi vena, kapiler, dan limfatik).
a. Hemangioma intradermal
Tumor jinak ini berwarna merah kebiruan dan biasanya tidak mengadakan
regresi, dindingnya terdiri dari endotelium dewasa dan resisten terhadap
radiasi. Penerita biasanya datang dengan alasan estetika.
b. Hemangioma kapiler
Hemangioma jenis ini merupakan bentuk hemangioma yang paling sering
terjadi, dengan angka insidensi 1-1,5% pada bayi. Kelainan ini menonjol di
permukaan kulit, tidak rata dan kemerahan. Lesi ini dapat mengadakan
regresi spontan sampai umur dewasa. Dindingnya terdiri atas sel endotel
embrio dan sensitif terhadap penyinaran. Tatalaksana bervariasi dari
menyuntikkan bahan sklerotik hingga pemberian radiasi (600-800-rad dalam
2-3 kali penyinaran). Akan tetapi banyak ahli yang kurang setuju akan kedua
metode ini karena penyuntikan bahan sklerotik dapat menyebabkan nekrosis
dan jaringan parut sementara pada penyinaran sering terjadi dermatitis
bahkan dapat memicu perkembangan suatu keganasan.
Proliferasi
Proliferasi Proses involusi Involusi selesai
UKURAN
1. USG5
Ultrasonografi berguna untuk membedakan hemangioma dari struktur dermis
yang dalam ataupun subkutan, seperti kista atau kelenjar limfe. USG secara
umum mempunyai keterbatasan untuk mengevaluasi ukuran dan penyebaran
hemangioma. Dikatakan juga bahwa USG doppler (2 kHz) dapat digunakan
untuk densitas pembuluh darah yang tinggi (lebih dari 5 pembuluh darah/m2) dan
perubahan puncak arteri. Pemeriksaan menggunakan alat ini merupakan
pemeriksaan yang sensitif dan spesifik untuk mengenali suatu hemangioma
infantil dan membedakannya dari massa jaringan lunak lain.
2. MRI5
MRI merupakan modalitas imaging pilihan karena mampu mengetahui lokasi dan
penyebaran baik hemangioma kutan dan ekstrakutan. MRI juga dapat membantu
membedakan hemangioma yang sedang berproliferasi dari lesi vaskuler aliran
tinggi/ high flow yang lain (misalnya malformasi arteriovenus). Hemangioma
dalam fase involusi memberikan gambaran seperti pada lesi vaskuler aliran
rendah/ low flow (misalnya malformasi vena)
3. CT scan5
Pada RS yang tidak mempunyai fasilitas MRI, dapat merggunakan CT scan
walaupun cara ini kurang mampu menggambarkan karakteristik atau aliran darah.
Penggunaan kontras dapat membantu membedakan hemangioma dari penyakit
keganasan atau massa lain yang menyerupai hemangioma.
4. Foto polos5
Pemeriksaan foto polos seperti foto sinar X, masih bisa dipakai untuk melihat
apakah hemangioma mengganggu jalan nafas.
5. Biopsi kulit5
Biopsi diperlukan bila ada keraguan diagnosis ataupun untuk menyingkirkan
hemangioendotelioma kaposiformis atau penyakit keganasan. Pemeriksaan
immunohistokimia dapat membantu menegakkan diagnosis. Komplikasi yang
dapat terjadi pada tindakan biopsi ialah perdarahan.
2.9 PENATALAKSANAAN
Pengobatan
Umumnya hemangioma tidak menimbulkan komplikasi, dan dapat
diobservasi hingga terjadi involusi spontan. Regresi spontan terjadi pada 80%
hingga 85% kasus pada usia 9 tahun. Seperti telah dikemukakan di atas untuk
memprediksi kemungkinan terjadinya giant hemangioma sangatlah sulit sehingga
perlu dijelaskan pada orang tua untuk kontrol teratur 3-6 bulan sekali atau lebih
cepat. Beberapa jenis hemangioma bisa mengancam jiwa atau fungsi organ dan
tentunya memerlukan penanganan segera. Pengobatan hemangioma masih
merupakan kontroversi. Beberapa ahli lebih memilih mengobati hemangioma
pada saat muncul untuk mencegah pembesaran, sebagian lagi memberikan
pengobatan atas indikasi adanya gangguan kosmetik atau bila sudah mulai
mengganggu fungsi organ. Pengobatan dilakukan pada hemangioma yang dapat
menyebabkan komplikasi fungsional, yang dapat menimbulkan perubahan bentuk
permanen, yang letaknya di tempat yang mengganggu kosmetik sehingga
menyebabkan distress psikososial,yang pertumbuhannya cepat atau yang
permukaannya bergaung yang mengalami ulserasi. Jenis pengobatan hemangioma
sangat tergantung pada ukuran, lokasi, beratnya tumor, usia pasien, dan laju
involusi. Gontijo8 et al, dalam suatu studi prospektif tentang hemangioma
infantile menyatakan bahwa ukuran yang besar, lokasi di wajah, dan/atau
morfologi tipe segmental merupakan faktor yang memperburuk prognosis
hemangioma dari segi timbulnya komplikasi dan keberhasilan pengobatan.5
B. Terapi medikamentosa
I. Terapi pilihan utama
a. Kortikosteroid
Umumnya para klinisi memilih steroid sebagai terapi medikamentosa
pilihan utama untuk mengobati hemangioma. Mekanisme yang jelas tentang peran
steroid belum diketahui secara pasti, walaupun ada dugaan bahwa steroid
berpengaruh terhadap hemangioma dengan cara5:
1. Menghambat kapasitas proliferasi pericytes immature.
2. Intensifikasi efek vasokonstriksi epinefrin maupun norefinefrin pada pembuluh
darah otot polos.
3. Memblok reseptor estradiol pada hemangioma.
4. Menghambat angiogenesis.
Beberapa penulis mengelompokkan steroid berdasarkan cara pemberian menjadi:
1. Kortikosteroid sistemik
Pengobatan dengan kortikosteroid sistemik telah dianggap sebagai
terapi medikamentosa yang paling efisien untuk cutaneous infantile
hemangiomas tanpa komplikasi. Pemberian steroid sebaiknya dilakukan
pada masa proliferatif, karena bila diberikan pada masa involusi kurang
bermanfaat. Dosis yang dianjurkan inisial prednison atau prednisolon 2 – 3
mg/kg/hari, satu kali sehari pada pagi hari. Beberapa peneliti
menganjurkan dosis yang lebih besar (prednison 5 mg/kg/hari) untuk
menghasilkan terapi efektif, cepat, dan cukup aman, dilanjutkan hingga 6 –
8 minggu dan pada kasus yang lebih berat dapat diberikan hingga 12
minggu.
2. Kortikosteroid intralesi
Kortikosteroid intralesi sangat baik diberikan pada hemangioma
dengan ukuran kecil (diameter < 10 cm) dan lesi lokal bermasalah
(hemangioma disertai ulserasi atau dengan komplikasi misalnya terjadi
infeksi berulang pada daerah lesi). Dosis yang diberikan 2 – 3 mg/kg
setiap kali suntikan diulang setiapminggu selama 1 -2 bulan. Adanya
respon terapi yang baik terhadap steroid ditandai oleh pengecilan ukuran
hemangioma. Pemberian kortikosteroid intralesi dengan interval waktu 4 –
8 minggu merupakan terapi yang efektif sebagai upaya untuk menghindari
efek samping terapi kortikosteropid sistemik.
Penyuntikan dapat pula dilakukan dengan interval bulanan,
sehingga dapat mengurangi efek samping yang tidak diinginkan, tetapi
dari laporan diketahui laju respon pengobatan dengan cara ini hanya
sekitar 85%. Efek samping potensial kortikosteroid intralesi antara lain,
berupa, atropi kulit, anafilaksis, perdarahan, nekrosis kulit dan supresi
adrenal, tetapi umumnya suntikan dapat ditoleransi dengan baik. Perhatian
khusus harus diberikan pada periokuler. Pada hemangioma jenis ini dosis
kortikosteroid intralesi tidak boleh melebihi 3-5 mg/kg triamcinolone
setiap sesi suntikan. Beberapa ahli mengemukakan bahwa pemberian
kortikosteroid intralesi pada daerah periocular dikontra-indikasikan, sejak
diketahui menyebabkan banyak komplikasi seperti atropi kulit, nekrosis,
dan oklusi arteri retina sentral, dengan konsekuensi kebutaan.
3. Kortikosteroid topikal
Kortikosteroid topikal (langsung pada daerah lesi hemangioma)
biasanya efektif pada hemangioma tipe cutaneous.
2. Vinkristin
Vinkristin dapat dipertimbangkan pemberiannya pada kasus yang gagal
dengan terapi steroid sebanyak dua siklus pengobatan, yang mengalami
kekambuhan dan yang tidak dapat mentoleransi pengobatan medikamentosa lain.
Vinkristin mempengaruhi mitotic spindle microtubules dan merangsang proses
apoptosis pada sel tumor in vitro. Ada laporan yang menyatakan bahwa vinkristin
efektif digunakan pada kasus hemangioma yang mengancam jiwa yang resisten
terhadap pengobatan steroid. Taki et al, menyatakan bahwa padakasus intractable
Kasabach-Merritt syndrome pemberian vinkristin sangat efektif, sehingga
mereka menyarankan pemakaian vinkristin pada kasus demikian.
Dosis yang dianjurkan 1.5 mg/m2 per kali suntikan, jika diperlukan dapat
diulang satu kali lagi dengan interval 2-3 bulan setelah suntikan pertama.
3. Bleomisin
Omidvari et al5, melaporkan pemberian bleomisin intralesi pada
kasus hemangioma yang mengalami komplikasi, yaitu hemangioma yang
mengalami infeksi sekunder, permukaannya bergaung dan hemangioma
yang tumbuh sangat cepat. Mereka mengambil suatu kesimpulan bahwa
pemberian bleomisin mudah, aman dan merupakan terapi yang efektif
untuk mengobati hemangioma dengan komplikasi. Ada peneliti lain yang
memberikan suntikan local bleomisin pada 210 anak dengan hemangioma
kavernosus dengan tingkat keberhasilan 91.2%. Terapi dengan bleomisin
tidak efektif pada hemangioma pampiniform yaitu hemangioma yang
terjadi akibat malformasi vena di pleksus pampiniform pada skrotum.
Dosis bleomisin intralesi 2 mg (diberikan dalam larutan 0.4mg/ml).
Suntikan dapat diulang sebanyak 6-10 kali dengan interval 4-6 minggu.