Disusun Oleh :
Andyka Prima Pratama G99151039
Erika Vinariyanti G99161039
Farkhan Kuncoro G99152067
Salma Nadia Fauziyah G99161089
Yuscha Anindya G99161109
Pembimbing:
dr. Joko Purnomo, Sp.B(K) Onk
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker payudara (KPD) merupakan keganasan pada jaringan
payudara yang dapat berasal dari epitel duktus maupun lobulusnya. Kanker
payudara merupakan salah satu jenis kanker terbanyak di Indonesia.
Berdasarkan Pathological Based Registration di Indonesia, KPD menempati
urutan pertama dengan frekuensi relatif sebesar 18,6%. (Data Kanker di
Indonesia Tahun 2010, menurut data Histopatologik ; Badan Registrasi
Kanker Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia (IAPI) dan
Yayasan Kanker Indonesia (YKI)). Diperkirakan angka kejadiannya di
Indonesia adalah 12/100.000 wanita, sedangkan di Amerika adalah sekitar
92/100.000 wanita dengan mortalitas yang cukup tinggi yaitu 27/100.000
atau 18 % dari kematian yang dijumpai pada wanita. Penyakit ini juga dapat
diderita pada laki - laki dengan frekuensi sekitar 1 %.Di Indonesia, lebih
dari 80% kasus ditemukan berada pada stadium yang lanjut, dimana upaya
pengobatan sulit dilakukan. Oleh karena itu perlu pemahaman tentang upaya
pencegahan, diagnosis dini, pengobatan kuratif maupun paliatif serta upaya
rehabilitasi yang baik, agar pelayanan pada penderita dapat dilakukan secara
optimal (Kemenkes, 2014).
Faktor risiko yang erat kaitannya dengan peningkatan insiden kanker
payudara antara lain jenis kelamin wanita, usia > 50 tahun, riwayat keluarga
dan genetik (Pembawa mutasi gen BRCA1, BRCA2, ATM atau TP53
(p53)), riwayat penyakit payudara sebelumnya (DCIS pada payudara yang
sama, LCIS, densitas tinggi pada mamografi), riwayat menstruasi dini (< 12
tahun) atau menarche lambat (>55 tahun), riwayat reproduksi (tidak
memiliki anak dan tidak menyusui), hormonal, obesitas, konsumsi alkohol,
riwayat radiasi dinding dada, faktor lingkungan. (Kemenkes, 2014).
Penanganan kanker payudara telah mengalami kemajuan yang pesat,
walaupun demikian angka kematian (mortality rate) dan angka kejadian
(incidence rate) kanker payudara masih tinggi, hal ini disebabkan oleh
2
ditemukannya pasien pada stadium lanjut. Oleh karena itu, skrining dan
deteksi dini kanker payudara memegang peranan penting dalam
memperbaiki prognosa disamping faktor klinis lainnya. Apabila kanker
payudara dapat terdeteksi secara dini dan mendapat penanganan secepatnya
maka akan memberikan harapan kesembuhan dan harapan hidup yang lebih
baik (operable dan curable) (Hawari, 2004)
Deteksi dini kanker ialah usaha untuk mendeteksi penyakit atau
kelainan, dengan menggunakan tes, pemeriksaan, atau prosedur tertentu
yang dapat digunakan secara cepat untuk membedakan orang-orang yang
kelihatannya sehat, benar-benar sehat dengan tampak sehat tetapi
sesungguhnya menderita kelainan. Tujuan dari deteksi dini ini untuk
menemukan secara dini, yaitu kanker yang masih dapat disembuhkan, untuk
mengurangi morbiditas dan mortalitas kanker. Langkah deteksi dini
payudara yang umum dilakukan oleh masyarakat adalah Periksa Payudara
Sendiri (SADARI) atau Breast Self Examination (BSE), pemeriksaan klinis
atau Clinical Breast Examination (CBE) dan mamografi (Hawari, 2004).
B. Tujuan
Menjelaskan bentuk-bentuk skrining dan deteksi dini kanker payudara.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
Gambar 2.1 Anatomi Payudara
2. Suplai darah dan aliran cairan limfatik payudara
a. Suplai arteri ke payudara berasal dari arteri mammaria internal,
yang merupakan cabang arteri subklavia. Konstribusi tambahan
berasal dari cabang arteri aksilari toraks. Darah dialirkan dari
payudara melalui vena dalam dan vena supervisial yang menuju
vena kava superior.
b. Aliran limfatik dari bagian sentral kelenjar mammae, kulit, puting,
dan aerola adalah melalui sisi lateral menuju aksila. Dengan
demikian, limfe dari payudara mengalir melalui nodus limfe aksilar
(Sloane, 2004).
Payudara wanita mengalami tiga jenis perubahan yang dipengaruhi
oleh hormon. Perubahan pertama dimulai dari masa hidup anak melalui
masa pubertas sampai menopause. Sejak pubertas, estrogen dan
progesteron menyebabkan berkembangnya duktus dan timbulnya sinus.
Perubahan kedua, sesuai dengan daur haid. Beberapa hari sebelum haid,
payudara akan mengalami pembesaran maksimal, tegang, dan nyeri. Oleh
karena itu pemeriksaan payudara tidak mungkin dilakukan pada saat ini.
Perubahan ketiga terjadi pada masa hamil dan menyusui. Saat hamil
payudara akan membesar akibat proliferasi dari epitel duktus lobul dan
duktus alveolus, sehingga tumbuh duktus baru. Adanya sekresi hormon
prolaktin memicu terjadinya laktasi, dimana alveolus menghasilkan ASI
5
dan disalurkan ke sinus kemudian dikeluarkan melalui duktus ke puting
susu (Sjamsuhidajat, R., dan De Jong, W., 2005).
6
peningkatan frekuensi kanker payudara (Ramli dan Muchlis, 1995;
Hasskell et al, 2000).
c. Jenis kelamin
Kanker payudara 100 kali lebih sering terjadi pada perempuan
daripada laki-laki. Alasan utamanya adalah karena pada wanita, sel-sel
pada payudara lebih sering terekspose oleh hormon-hormon estrogen
dan progesteron yang mempengaruhi pertumbuhan sel-sel pada
payudara. Angka kejadian kanker payudara pada laki-laki hanya 1 %.
(American Cancer Society, 2009)
d. Menstruasi
Menarche pada usia dini dan menopause yang terlambat dapat
meningkatkan risiko kanker payudara. Menarche sebelum usia 12 tahun
mempunyai risiko kanker payudara 20% lebih besar dari menarche
setelah usia 15 tahun. Risiko kanker payudara berkurang sekitar
setengahnya jika menopause terjadi sebelum usia 45 tahun
dibandingkan jika menopause terjadi setelah usia 55 tahun (Ramli dan
Muchlis, 1995; Asrul, 2003; Manuaba et al, 2004). Hal ini mungkin
disebabkan karena eksposure hormon estrogen dan progesterone yang
berkepanjangan yang mempengaruhi pertumbuhan sel-sel payudara
(American Cancer Society, 2009).
e. Reproduksi
Status reproduksi juga mempengaruhi risiko terkena kanker
payudara. Wanita yang tidak pernah melahirkan (nullipara) atau yang
pertama kali melahirkan anak pada usia lebih dari 31 tahun mempunyai
risiko tiga hingga empat kali lebih besar dibandingkan perempuan yang
melahirkan anak pertamanya sebelum berusia 18 tahun. Wanita yang
mempunyai banyak anak (multipara) diasosiasikan dengan
berkurangnya risiko kanker payudara, tentunya setelah
memperhitungkan usia saat melahirkan anak pertama. Menyusui lebih
lama juga dianggap dapat menurunkan risiko kanker payudara.lanjut
(Ramli dan Muchlis, 1995; Asrul, 2003; Manuaba et al, 2004).
f. Diet
7
Perbedaan insiden kanker payudara di berbagai belahan dunia
menunjukkan bahwa diet mungkin memegang peranan penting dalam
perkembangan kanker payudara. Bukti-bukti yang ada menyebutkan
bahwa tingginya konsumsi kalori, lemak, daging dan alkohol dapat
meningkatkan risiko sedangkan tingginya konsumsi serat, sayur, buah,
vitamin dan phytoestrogens dapat menurunkan risiko. Diet di negara-
negara Barat biasanya mengandung lemak dan gula yang tinggi
sedangkan di Asia dan negara yang belum berkembang dietnya lebih
banyak mengandung vitamin dan serat.
Wanita-wanita dari negara Barat mempunyai risiko terkena kanker
payudara enam kali lebih tinggi dibandingkan wanita-wanita Asia dan
negara berkembang lainnya. Risiko ini akan berubah jika penduduk dari
negara berisiko rendah migrasi ke negara berisiko tinggi dan
mengadaptasi pola makan di negara tersebut. Meskipun demikian
pengaruh diet pada insiden kanker payudara tampaknya terjadi pada
usia muda seperti anak-anak dan remaja. Tidak ada data yang
membuktikan bahwa perubahan pola makan dari diet tinggi lemak ke
diet rendah lemak pada usia pertengahan dan tua dapat menurunkan
risiko kanker payudara (Ramli dan Muchlis, 1995; Asrul, 2003;
Manuaba et al, 2004).
g. Ukuran tubuh
Ukuran tubuh yang mencerminkan status gizi dan pola makan
dengan sendirinya dapat mempengaruhi risiko terkena kanker payudara.
Usia terjadinya menarche sangat dipengaruhi oleh ukuran tubuh dengan
demikian gizi pada masa anak-anak akan mempengaruhi pada usia
berapa menarche terjadi. Tinggi badan yang lebih yang juga ditentukan
oleh keadaan nutrisi diteliti dapat sedikit meningkatkan risiko kanker
payudara terutama setelah menopause. Pada usia dewasa, tubuh yang
kurus dapat meningkatkan risiko kanker payudara sebelum menopause
sedangkan obesitas dapat meningkatkan risiko sesudah menopause.
Lemak tubuh adalah situs konversi androstenedione menjadi oestradiol,
satu-satunya sumber endogenik estrogen setelah menopause, mungkin
8
inilah yang memediasi efek berat badan terhadap risiko kanker
payudara pada wanita post-menopause (Ramli dan Muchlis, 1995;
Asrul, 2003; Manuaba et al, 2004).
h. Riwayat keluarga
Insiden orang-orang dalam satu keluarga besar terkena kanker
payudara terjadi pada sekitar 18% kasus, 5% di antaranya benar-benar
diwarisi secara familial berdasarkan analisis pedigree. Dengan
demikian individu yang memiliki riwayat keluarga kanker payudara
berisiko tinggi untuk terkena kanker payudara. Tingginya risiko ini
dipengaruhi oleh jumlah anggota keluarga yang menderita kanker
payudara, sejak usia berapa mereka menderita kanker dan hubungan
mereka terhadap individu tersebut.
Risiko kanker payudara meningkat kira-kira dua kali pada anak
perempuan yang ibunya menderita kanker dan pada wanita yang
saudara perempuannya menderita kanker. Kanker familial ini cenderung
terjadi pada usia lebih muda dan bilateral. Peningkatan risiko sebagian
besar disebabkan oleh pewarisan gen-gen yang mempredisposisi kanker
payudara. Pada keluarga berisiko tinggi, dengan empat atau lebih
anggota keluarga terkena kanker payudara, 33% di antaranya
mengalami mutasi BRCA-1. Suatu studi populasi menemukan mutasi
BRCA-1 pada 12 dari 193 wanita (6,2%) yang terkena kanker payudara
sebelum usia 35 tahun dan pada 15 dari 208 wanita (7,2%) dengan
riwayat kanker payudara pada anggota keluarga tingkat pertama (first-
degree relatives). Kanker payudara familial juga sering berhubungan
dengan keganasan pada organ lain seperti colon, ovarium dan uterus
(Ramli dan Muchlis, 1995; Asrul, 2003; Manuaba et al, 2004).
i. Hormon
Faktor menstruasi dan reproduksi yang telah dijelaskan sebelumnya
menunjukkan peran hormon seks dalam perkembangan kanker
payudara. Hormon seks mempengaruhi proliferasi sel-sel dan jaringan
payudara serta meningkatkan karsinogenesis payudara pada hewan
percobaan, namun bukti-bukti epidemiologisnya pada manusia masih
9
merupakan konflik. Mungkin hal ini disebabkan oleh kesulitan dalam
pengukurannya. Sebuah studi populasi pada wanita postmenopause
yang berasal dari negara berisiko tinggi menunjukkan level serum
estradiol rata-rata sekitar 20% lebih tinggi daripada wanita-wanita yang
berasal dari negara berisiko rendah. Studi case-control lain
menunjukkan wanita dengan kanker payudara mempunyai level
progesterone yang lebih tinggi dari kelompok kontrol pada analisis
yang terbatas pada saat ovulasi.
Prolactin adalah mitogen dalam jaringan payudara dan merupakan
hormon yang penting untuk perkembangan tumor payudara pada hewan
percobaan tapi perannya pada kanker payudara manusia belum jelas.
Meskipun demikian terdapat bukti-bukti yang meyakinkan bahwa level
prolaktin dipengaruhi oleh sejumlah even yang juga mempengaruhi
risiko kanker payudara. Selain hormon seks endogen, hormon seks
eksogen seperti terapi pengganti hormon dan kontrasepsi oral juga
dianggap berpengaruh terhadap risiko kanker payudara.
Terapi pengganti hormon meningkatkan risiko kanker payudara
pada orang-orang yang baru atau sedang menggunakan (dalam jangka
waktu lima tahun). Risiko meningkat sekitar 2% untuk setiap satu tahun
penggunaan. Kontrasepsi oral juga dikatakan dapat meningkatkan risiko
bila digunakan jangka panjang. Pada penelitian terbukti kontrasepsi oral
hanya sedikit meningkatkan risiko kanker payudara yaitu sebesar 1,24%
pada orang yang sedang menggunakan dan sebesar 1,16% pada orang
yang telah berhenti menggunakan 1-4 tahun sebelumnya (Ramli dan
Muchlis, 1995; Asrul, 2003; Manuaba et al, 2004)
j. Radiasi
Pada hewan percobaan terbukti adanya peranan sinar radiasi
sebagai faktor penyebab kanker payudara. Dari penelitian epidemiologi
setelah ledakan bom atom atau penelitian pada orang setelah pajanan
sinar rontgen, peranan sinar ionisasi sebagai faktor penyebab pada
manusia lebih jelas (Ramli dan Muchlis, 1995).
10
C. Tanda-tanda dan Gejala Kanker Payudara
Pada awalnya, kanker payudara mungkin tidak menimbulkan
gejala apapun.Benjolan mungkin terlalu kecil bagi anda untuk sadar atau
menyebabkan perubahan apapun yang tidak biasa anda lihat
sendiri.Seringkali daerah abnormal tersebut ditemukan pada screening
mammogram (x-ray/foto rontgen pada payudara), yang mengarah ke
pemeriksaan lebih lanjut.
Dalam beberapa kasus, tanda pertama kanker payudara adalah
berupa benjolan atau massa di payudara anda atau yang ditemukan pada
pemeriksaan dokter. Benjolan yang terasa sakit, keras, dan tidak rata lebih
cenderung menjadi kanker. Tetapi kadang-kadang kanker dapat tidak keras
dan bulat, sehingga penting diperiksa oleh dokter.
Menurut American Cancer Society, perubahan di luar biasanya
pada payudara bisa menjadi gejala dari kanker payudara:
Bengkak semua atau sebagian dari payudara,
Iritasi kulit atau dimpling,
Payudara sakit,
Puting susu sakit atau masuk kedalam,
Kemerahan atau penebalan puting susu atau kulit payudara,
Nipple discharge atau cairan puting selain air susu,
Benjolan di daerah ketiak.
D. Deteksi Dini
Deteksi dini merupakan upaya pencegahan sekunder. Ada dua
komponen deteksi dini yaitu penapisan (screening) dan edukasi tentang
penemuan dini (early diagnosis). Penapisan adalah upaya pemeriksaan
atau tes yang sederhana dan mudah yang dilaksanakan pada populasi
masyarakat sehat, yang bertujuan untuk. Pencegahan primer membedakan
masyarakat yang sakit atau berisiko terkena penyakit di antara masyarakat
yang sehat. Penemuan dini adalah adalah upaya pemeriksaan pada
masyarakat yang telah merasakan adanya gejala. Oleh karena itu edukasi
untuk meningkatkan kesadaran tentang tanda-tanda awal kemungkinan
11
kanker di antara petugas kesehatan, kader masyarakat, maupun masyarakat
secara umum merupakan kunci utama. (Tjindarbumi, 2002)
Upaya deteksi dini kanker payudara adalah upaya untuk
mendeteksi dan mengidentifikasi secara dini adanya kanker payudara,
sehingga diharapkan dapat diterapi dengan teknik yang dampak fisiknya
kecil dan punya peluang lebih besar untuk sembuh. Upaya ini sangat
penting, sebab apabila kanker payudara dapat dideteksi pada stadium dini
dan diterapi secara tepat maka tingkat kesembuhan yang cukup tinggi (80-
90%).
Penapisan pada negara maju seperti Amerika, Inggris, dan Belanda
dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan ultrasonografi dan
mamografi, karena sumber daya di negaranagara itu cukup memadai untuk
melakukan program tersebut, sedangkan di negara berkembang seperti
Indonesia, penapisan secara massal dengan USG dan mamografi belum
memungkinkan untuk dilakukan. Oleh karena itu pemeriksaan klinis
payudara oleh tenaga kesehatan terlatih yang dikuti dengan promosi dan
edukasi tentang pengobatan yang baik kepada masyarakat (bahwa kanker
payudara bila ditemukan pada stadium awal dan dilakukan operasi akan
meningkatkan kemungkinan untuk sembuh dan waktu untuk bertahan
hidup lebih lama) sehingga pada akhirnya akan meningkatkan pencapaian
tujuan dari penapisan yaitu menurunkan angka kematian dan
meningkatkan kualitas hidup penderita kanker payudara. Selain penapisan,
penemuan dini merupakan strategi lain kemungkinan keganasan. untuk
down staging. Penemuan dini dimulai dengan peningkatan kesadaran
masyarakat tentang perubahan bentuk atau adanya kelainan di payudara
mereka sendiri, dengan cara memasyarakatkan program SADARI bagi
semua perempuan dimulai sejak usia subur, sebab 85% kelainan di
payudara justru pertama kali dikenali oleh penderita bila tidak dilakukan
penapisan massal. SADARI sebaiknya dilakukan setiap kali selesai
menstruasi (hari ke-10, terhitung mulai hari-pertama haid). Pemeriksaan
dilakukan setiap bulan sejak umur 20 tahun (American Cancer Society,
2009).
12
1. SADARI
SADARI adalah suatu teknik pemeriksaan dimana seorang wanita
memeriksa payudaranya sendiri dengan melihat dan merasakan
dengan jari untuk mendeteksi apakah ada benjolan atau tidak pada
payudaranya (Singh dkk., 1999).
SADARI dianjurkan dilakukan secara intensif pada wanita mulai usia
remaja, segera ketika mulai pertumbuhan payudara sebagai gejala
pubertas. Pada wanita muda, agak sedikit sulit karena payudara
mereka masih berserabut (fibrous), sehingga dianjurkan sebaiknya
mulai melakukan SADARI pada usia remaja karena pada umumnya
pada usia tersebut jaringan payudara sudah terbentuk sempurna.
Pemeriksaan ini tidak hanya dilakukan oleh wanita yang berisiko
tinggi, tetapi sebaiknya dilakukan oleh seluruh wanita karena sekitar
75% kasus kanker payudara ditemukan pada wanita yang tidak
dianggap berisiko tinggi.
Pemeriksaan SADARI dilakukan secara rutin setelah haid, sekitar 1
minggu dari hari pertama haid terakhir. Karena pada saat itu payudara
akan terasa lebih lunak dan longgar sehingga memudahkan perabaan.
SADARI dilakukan 3 hari setelah menstruasi atau 7-10 hari dari
menstruasi karena pada saat itu pengaruh hormon ovarium sudah
hilang sehingga konsistensi payudara tidak lagi keras seperti
menjelang menstruasi (Swart et al., 2010).
Ada 3 langkah tata laksana yang sederhana dalam melakukan
SADARI, yaitu (Indonesian Breast Selft Examination, 2003):
a. Pemeriksaan di Kamar Mandi
Memeriksa kedua payudara sambil berdiri ketika mandi.Menaruh
satu tangan di belakang kepala, sementara tangan yang satu
melakukan gerak pijatan memutar searah jarum jam di daerah
jaringan payudara, putting, dan jaringan di bawah ketiak.
Kemudian mengulangi cara ini pada payudara yang sebelah lagi.
Gunakan tangan kanan untuk memeriksa payudara sebelah kiri
dan tangan kiri untuk payudara sebelah kanan.Bagi kebanyakan
13
wanita, paling mudah untuk merasakan payudaranya adalah
ketika payudaranya sedang basah dan licin, sehingga paling cocok
adalah ketika sedang mandi.
14
Gambar 2.3. Bercermin dengan Kedua Tangan di Pinggang
15
pijat puting susu dari masing-masing payudara secara lembut
diantara ibu jari dan jari telunjuk. Bila ditemukan adanya
pelepasan cairan jernih atau darah, sebaiknya laporkan pada
dokter anda secepat mungkin. Setelah selesai melakukan
pemeriksaan lengkap pada buah dada sebelah kanan, lakukan juga
pemeriksaan pada buah dada sebelah kiri dengan cara yang sama.
Bandingkan apa yang ditemukan pada kedua buah dada.
16
Palpasi kelenjar getah bening aksila dengan lengan pasien
diletakan santai di tangan pemeriksa.
Palpasi leher terutama supraclavikula dengan leher pasien dalam
keadaan fleksi.
Pasien posisi supine ( baring ), dipalpasi mulai pinggir sampai
puting searah jarum jam dengan teliti, talapak jari dirapatkan,
puting ditekan apakah ada keluar cairan atau tidak.
17
Mammografi dikerjakan pada wanita usia diatas 35 tahun, namun
karena payudara orang Indonesia lebih padat maka hasil terbaik
mamografi sebaiknya dikerjakan pada usia >40 tahun. Pemeriksaan
Mamografi sebaiknya dikerjakan pada hari ke 7-10 dihitung dari hari
pertama masa menstruasi; pada masa ini akan mengurangi rasa tidak
nyaman pada wanita pada waktu di kompresi dan akan memberi hasil
yang optimal.
Indikasi mammografi adalah
Adanya benjolan pada payudara.
Adanya rasa tidak enak pada payudara.
Pada penderita dengan riwayat risiko tinggi
Pembesaran kelenjar aksiler yang meragukan.
Penyakit Paget pada putting susu.
Adanya penyebab metastatis tanpa diketahui asal tumor
primer.
Untuk standarisasi penilaian dan pelaporan hasil mamografi
digunakan BIRADS yang dikembangkan oleh American College of
Radiology. Posisi utama yang digunakan adalah kraniokaudal dan
mediolateral dengan posisi dan kompresi yang benar serta baik untuk
mendapatkan hasil yang optimal, dimana penderita berdiri atau duduk
didepan pesawat mammografi, dengan meja yang dapat digerakkkan,
lalu penderita meletakkan payudaranya di atas meja tersebut.
Pemotretan dengan arah sinar vertical untuk posisi kraniokaudal dan
arah sinar horizontal untuk posisi mediolateral.
18
Rekomendasi ACS (American Cancer Society)
o Screening mammography pertama pada umur 40-44
o Mammography setiap setahun antara umur 45 dan 54
o Mammography 2 tahun sekali antara umur 55-74
o Pada usia lebih dari 75 tahun mammography dilakukan apabila
dalam kondisi kesehatan yang baik dan diharapkan hidup untuk 10
tahun kedepan
Tanda primer berupa:
Densitas yang meninggi pada tumor
Batas tumor yang tidak teratur oleh karena adanya proses infiltrasi
ke jaringan sekitarnya atau batas yang tidak jelas (komet sign).
Gambaran translusen disekitar tumor
Gambaran stelata.
Adanya mikrokalsifikasi sesuai kriteria Egan
Ukuran klinis tumor lebih besar dari radiologis.
Tanda sekunder:
Retraksi kulit atau penebalan kuli
Bertambahnya vaskularisasi
Perubahan posisi putting
Kelenjar getah bening aksila (+)
Keadaan daerah tumor dan jaringan fibroglandular tidak teratur
Kepadatan jaringan sub areolar yang berbentuk utas.
4. USG
Suatu pemeriksaan ultrasound yang menggunakan gelombang bunyi
dengan frekuensi tinggi untuk mendapatkan gambaran jaringan pada
payudara. Gelombang bunyi yang tinggi ini bisa membedakan suatu
masa yang padat, yang kemungkinan kanker, dan kista yang berisi
cairan, yang kemungkinannya bukan kanker. USG dilakukan terutama
untuk membuktikan adanya massa kistik dan solid/padat yang
mengarah pada keganasan, dan pada perempuan dibawah usia 40
tahun.USG payudara juga merupakan cara radiologi yang cukup
19
efektif untuk deteksi dini kanker payudara, terutama dilakukan pada
pasien yang usianya relatif muda dan masih dalam masa reproduksi
sebab payudaranya msih keras dan akan lebih sulit untuk dilakukan
mamografi.
Posisi penderita terlentang dengan lengan diangkat keatas dan
diletakkan dibawah kepala.Kemudian dilakukan pemeriksaan secara
sistematik sesuai dengan arah jarum jam, sampai mencakup daerah
aksila dan dilakukan tindakan kompressi dan non kompressi apabila
dijumpai adanya lesi.
Indikasi USG Payudara
Payudara yang padat pada mammografi
Pada payudara wanita hamil, menyusui dan remaja
Evaluasi lesi berbatas tegas pada temuan mammografi dan penyakit
fibrokistik
Penuntun biopsy atau aspirasi
20
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Kanker payudara (KPD) merupakan keganasan pada jaringan
payudara yang dapat berasal dari epitel duktus maupun lobulusnya dan
merupakan salah satu jenis kanker terbanyak di Indonesia.
2. Faktor risiko kanker payudara antara lain jenis kelamin wanita, usia >
50 tahun, riwayat keluarga dan genetik, riwayat penyakit payudara
sebelumnya, riwayat menstruasi dini (< 12 tahun) atau menarche
lambat (>55 tahun), riwayat reproduksi (tidak memiliki anak dan tidak
menyusui), hormonal, obesitas, konsumsi alkohol, riwayat radiasi
dinding dada, faktor lingkungan.
3. Skrining kanker payudara adalah pemeriksaan atau usaha untuk
menemukan abnormalitas yang mengarah pada kanker payudara pada
seseorang atau kelompok orang yang tidak mempunyai keluhan.
B. Saran
Skrining dan deteksi dini perlu dilakukan oleh semua orang, terutama
wanita, baik yang memiliki keluhan maupun tidak. Skrining yang baik dan
akurat dapat menentukan prognosis dari individu yang menderita kanker
payudara itu sendiri.
21
DAFTAR PUSTAKA
Albar, Zafiral Azdi dkk (editor). Protokol PERABOI 2003. PERABOI. Jakarta.
Edisi Pertama. 2004. Hlm: 2-15.
American Cancer Society . Detailed Guide : Breast Cancer . 2015. Available from
:www.acs.org.
Asrul. Hubungan antara Besar Tumor dan Tipe Histologi Kanker Payudara
dengan Adanya Metastase pada Kelenjar Getah Bening Aksila. Bagian
Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2003.
Available from: http://www.usu.ac.id.
De Jong, Wim . Buku Ajar Ilmu Bedah . EGC. Jakarta. Edisi Pertama .2005 .Hlm
: 387-402.
Desen W (2011). Karsinoma Mamae. Dalam: Buku Ajar Onkologi Klinis. Edisi 2.
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Foster JS, Henley DC, Ahamed S, Wimalasena J. 2001. Estrogens and cell-cycle
regulation in breast cancer. Trends Endocrinol Metab. 2001
Sep;12(7):320-7.
Gibbs JB. 2000. Mechanism-based target identification and drug discovery in
cancer research.Science. 2000 Mar 17;287(5460):1969-73.
Haskell, Charles M. and Dennis A. Casciato. Breast Cancer. Dennis A. Casciato
and Berry B. Lowitz (editors). Manual on Clinical Oncology. Lippincott
Williams and Wilkins. Philadelphia. 2000. Page: 11.
Hondermarck H. Breast Cancer, when proteomics challenges biological
complexity. 2003. Molecular & cellular proteomics 2:281-291, 2003.
Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi. 7 nd ed, Vol. 1. Jakarta:
Penerbit. Buku Kedokteran EGC, 2007.
Macdonald F, Ford CH. 1997. Molecular biology of cancer. BIOS Scientific
Publishers. Oxford.
Manuaba, Tjakra W. Payudara. R. Sjamsuhidajat dan Wim de Jong (editor). Buku
Ajar Ilmu Bedah. Edisi Kedua. EGC. 2004. Hlm: 387-402.
22
Ramli, Muchlis. Kanker Payudara. Soelarto Reksoprodjo dkk (editor). Kumpulan
Kuliah Ilmu Bedah. Edisi Pertama. Binarupa Aksara. 1995. Hlm: 342-364
Supit N, Deteksi Dini Keganasan Payudara. Dalam buku Deteksi Dini Kanker,
Ramli M, Umbas R, Panigoro SS ( ed ) Balai Penerbit FKUI Jakarta,
2002 :53 - 59..
Sjamsuhidayat R, de Jong W (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Tjindarbumi D, Deteksi Dini Kanker Payudara dan Penanggulangannya. Dalam
buku Deteksi Dini Kanker, Ramli M, Umbas R, Panigoro SS ( ed ) Balai
Penerbit FKUI Jakarta, 2002 : 32 – 52.
World Health Organization.Breast cancer : Prevention and Control .2009.
Available from : www.who.int.
23