Anda di halaman 1dari 43

LONG CASE

RETINOPATI DIABETIKUM

Penyusun :
Sandi Kurniawan
030.13.174

Pembimbing :
dr. Hariindra P. S, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
PERIODE 12 JUNI 22 JULI 2017
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN
LONG CASE
RETINOPATI DIABETIKUM

Diajukan untuk memenuhi syarat kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Mata


Periode 12 Juni 22 Juli 2017
di Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih

Disusun oleh:
Sandi Kurniawan
030.13.174
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Jakarta, 13 Juli 2017


Pembimbing

dr. Hariindra P. S., Sp.M


BAB I
LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. N
No. RM : 01096726
Tanggal lahir : 30/11/1951
Usia : 66 tahun
Alamat : Jl. Cililitan Besar RT 04/04, Jakarta Timur
Agama : Islam
Suku : Betawi
Status : Menikah
Pekerjaan :-

2. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien di poli mata
RSUD Budhi Asih tanggal 12 Juli 2017 pada pukul 11.00 WIB.
a. Keluhan Utama
Pasien datang keluhan penglihatan mata kiri dan kanan buram
sejak 1 tahun yang lalu
b. Keluhan Tambahan
Pasien mengeluh kadang melihat bayangan pada kedua penglihatan
di kedua matanya.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang untuk pertama kali ke poli mata RSUD Budhi Asih
dengan keluhan penglihatan mata kanan dan kiri yang semakin
lama semakin buram. Pasien merasakan bahwa awalnya kedua
matanya baik baik saja tidak ada keluhan berarti namun 3 bulah
terakhir penglihatannya mulai terganggu sehingga pasien ingin
memeriksakan matanya. Pasien sebelumnya pernah memeriksakan
matanya ke Rumah Ssakit UKI tetapi tidak diberikan obat untuk
matanya hanya dikonsulkan ke dokter penyakit dalam untuk
mengobati penyakit Diabetes Melitusnya saja dan pasien belum
mendapatkan pengobatan untuk matanya. Pasien tidak pernah
menggunakan kacamata untuk membaca. Tidak terdapat riwayat
trauma pada kedua mata pasien.

d. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien belu pernah mengalami hal yang seperti ini sebelumnya.
Pasien memiliki riwayat penyakit diabetes melitus sejak tahun
1990 dan terkontrol tapi sudah 2 minggu tidak kontrol ke poli
penyakit dalam untuk mengobati penyakit DM nya. Saat terakhir
dilakukan pemeriksaan gula darah sewaktunya adalah 237 mg/dl.
Pasien belum memeriksakan kembali penyakit diabetes melitus ke
poli penyakit dalam. Pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi
yang terkontrol. Paien tidak memiliki riwayat alergi maupun
penyakit asma.

e. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada yang mengalami gejala serupa dengan yang dialami oleh
pasien dalam keluarga. Riwayat darah tinggi, kencing manis,
alergi, asma maupun keganasan di keluarga disangkal.

f. Riwayat Lingkungan dan Kebiasaan


Pasien sudah tidak bekerja lagi sejak 10 tahun terakhir. Pasien suka
sekali dengan makanan manis maupun minuman manis. Pasien
merokok dan sehari bisa menghabiskan 5 batang rokok

g. Riwayat Pengobatan
Pasien tidak pernah menggunakan menggunakan obat untuk
mengobati matanya tetapi untuk penyakit Diabetes melitusnya
pasien mengkonsumsi obat secara rutin tetapi akhir-akhir ini jarang
mengkonsumsi obat sehingga gula darah sewaktu dari pasien
meningkat
3. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Generalis
Keadaan Umum : Sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital
Tekanan Darah : Tidak diukur
Nadi : 92 x/menit
Suhu : afebris
Pernafasan : 22 x/menit
Limfadenopati preaurikular : (-)

b. Status Oftalmologi

OD OS
6/120 PH (-) Visus 6/60 PH (-)
Ortoforia Kedudukan Bola Mata Ortoforia

Pergerakan Bola Mata

Baik ke segala arah Baik ke segala arah


Edema (-) Edema (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Ptosis (-) Ptosis (-)
Lagoftalmus (-) Lagoftalmus (-)
Entropion (-) Entropion (-)
Ektropion (-) Palpebra Superior Ektropion (-)
Trikiasis (-) Trikiasis (-)
Distrikiasis (-) Distrikiasis (-)
Massa (-) Massa (-)
Sekret/Krusta (-) Sekret/Krusta (-)
Nyeri Tekan (-) Nyeri Tekan (-)
Edema (-) Palpebra Inferior Edema (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Entropion (-) Entropion (-)
Ektropion (-) Ektropion (-)
Trikiasis (-) Trikiasis (-)
Distrikiasis (-) Distrikiasis (-)
Massa (-) Massa (-)
Sekret/Krusta (-) Sekret/Krusta (-)
Nyeri Tekan (-) Nyeri Tekan (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (+)
Folikel (-) Folikel (-)
Papil (-) Konjungtiva Tarsalis Papil (-)
Pseudo/membran (-) Superior Pseudo/membran (-)
Massa (-) Massa (-)
Sekret (-) Sekret (-)
Injeksi Konjungtiva (-) Injeksi Konjungtiva (-)
Injeksi Siliar (-) Injeksi Siliar (-)
Injeksi Subkonjungtiva (-) Konjungtiva Bulbi Injeksi Subkonjungtiva (-)
Kemosis (-) Kemosis (-)
Jar. Fibrovaskular (-) Jar. Fibrovaskular (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Folikel (-) Folikel (-)
Papil (-) Konjungtiva Tarsalis Papil (-)
Pseudo/membran (-) Inferior Pseudo/membran (-)
Massa (-) Massa (-)
Sekret (-) Sekret (-)
Jernih Jernih
Edema (-) Edema (-)
Infiltrat (-) Infiltrat (-)
Sikatriks (-) Kornea Sikatriks (-)
Neovaskularisasi (-) Neovaskularisasi (-)
Corpus alienum (-) Corpus alienum (-)
Keratic Presipitat (-) Keratic Presipitat (-)
Dangkal Dangkal
Hipopion (-) Hifema (-) COA Hipopion (-) Hifema (-)
Sel (-) Flare (-) Sel (-) Flare (-)
Warna cokelat Warna cokelat
Gambaran kripta baik Gambaran kripta baik
Sinekia (-) Iris Sinekia (-)
Iridodialisis (-) Iridodialisis (-)
Atropi (-) Atropi (-)
Bulat, Diameter 3 mm, Isokor Bulat, Diameter 3 mm, Isokor
Refleks Cahaya Langsung (+) Refleks Cahaya Langsung (+)
Pupil
Refleks Cahaya Refleks Cahaya
Tidak Langsung (+) Tidak Langsung (+)
keruh, Shadow test (+) Lensa keruh, Shadow test (+)
Jernih Vitreous Humor Jernih
Papil bulat, refleks fundus (+), Papil bulat, refleks fundus (+),
CDR 0,3, aa/vv 2/3, refleks CDR 0,3, aa/vv 2/3, refleks
makula (+), hemorrhages (+), Funduskopi makula (+), cotton wool spot (+),
Cottton wool spot (+), edema hemorrhages (+),hard exudate (+)
makula (+), harg exudate (+),
18,6 mmHg TIO 14,9 mmHg
Sama dengan pemeriksa Tes Konfrontasi Sama dengan pemeriksa

Oculi dextra Oculi Sinistra


Foto fundus mata kanan dan kiri

4. RESUME
Pasien datang keluhan penglihatan mata buram sejak 1 tahun yang lalu.
Pasien mengeluh kadang melihat bayangan pada kedua penglihatan di kedua
matanya. Pasien datang untuk pertama kali ke poli mata RSUD Budhi Asih
dengan keluhan penglihatan mata kanan dan kiri yang semakin lama semakin
buram. Pasien merasakan bahwa awalnya kedua matanya baik baik saja tidak ada
keluhan berarti namun akhir-akhir ini penglihatannya mulai terganggu sehingga
pasien ingin memeriksakan matanya. Pasien sebelumnya pernah memeriksakan
matanya ke Rumah Ssakit UKI tetapi tidak diberikan obat untuk matanya hanya
dikonsulkan ke dokter penyakit dalam untuk mengobati penyakit Diabetes
Melitusnya saja dan pasien belum mendapatkan pengobatan untuk matanya.
Pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dan status generalis dalam batas
normal. Status oftalmologi didapatkan. Pemeriksaan visus OD 6/120 PH (-) dan
OS 6/60 PH (-). Tidak terdapat hiperemis pada konjungtiva tarsalis superior dan
inferior. Pemeriksaan lensa ditemukan kekeruhan pada lensa mata kiri dan kanan
serta hasil shadow test positif pada kedua lensa. Pada pemeriksaan TIO OD
didapatkan 18,6 mmHg dan TIO OS 14,7 mmHg. Pada hasil pemeriksaan fundus
didapatkan gambaran cotton wool spot, hemorrhages, dot blot spot pada kedua
fundus mata
5. DIAGNOSIS KERJA
Retinopati diabetikum ODS
Katarak Senilis Imatur ODS

6. DIAGNOSIS BANDING
Retinopati hipertensi
Central Retina Artery Occlusion
Central Retina Vena Occlusion

7. PENATALAKSANAAN
Medika mentosa
Noncort 2 dd gtt I ODS
Retivit plus 1 dd tab I
Obat diabetes dilanjutkan
Obat hipertensi dilanjutkan

Non medika mentosa


Edukasi untuk mengurangi konsumsi makan yang kaya akan gula
Kontrol ke poli mata 1 bulan kemudian untuk melihat
perkembangannya
Konsul ke dokter penyakit dalam untuk masalah penyakit diabetes
melitus dan hipertensi
Edukasi untuk menggunakan obat secara teratur sesuai anjuran
dokter
Olahraga ringan seperti jalan kaki

8. PROGNOSIS
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad malam
Ad sanationam : Dubia ad malam
BAB II
ANALISIS KASUS

Pada pasien ini ditegakkan diagnosis kerja berdasarkan hasil anamnesis,


pemeriksaan fisik status generalis dan oftalmologi serta pemeriksaan penunjang
sebagai berikut:
1. Penglihatan pada kedua mata pasien buram dan semakin lama semakin
buram ini bisa terjadi karena mulai terjadi katarak dan terjadi kelainan
pada retina pasien dikarenakan penyakit diabetes melitus pasien.
2. Terdapat kekeruhan pada lensa. Kekeruhan dapat terjadi akibat dari
proses penuaan yang menyebabkan lensa akan terus diproduksi seiring
waktu hingga lensa menjadi padat dan keras sehingga terjadi sklerosis
pada lensa. Kekeruhan juga dapat terjadi akibat kegagalan mekanisme
pompa aktif pada lensa sehingga terjadi hidrasi air yang berlebihan dan
menyebabkan kekeruhan lensa.
3. Hasil shadow test positif yang dilakukan pada lensa yang keruh
menunjukkan bahwa katarak saat ini berada pada stadium imatur karena
pada saat dilakukan pemeriksaan, masih terdapat bayangan iris pada
lensa.
4. Hasil foto funduskopi didapatkan kelaianan berupa hemorrhages (+), soft
exudate (+), hard exudate (+)
5. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik status generalis dan
oftalmologi serta pemeriksaan penunjang didapatkan diagnosis kerja
adalah katarak imatur ODS serta retinopati diabetikum ODS
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi mata4


Mata adalah bola berisi cairan yang terbungkus oleh tiga lapisan jaringan
khusus. Mata menangkap pola iluminasi dalam lingkungan sebagai suatu
gambaran optik pada sebuah lapisan sel-sel peka cahaya, yaitu retina, seperti
sebuah kamera menangkap bayangan pada film.1

Gambar 1 Struktur bola mata manusia

Bagian-bagian bola mata adalah sebagai berikut :


a. Konjungtiva
Konjungtiva adalah membran mukosa transparan dan tipis yang menutupi
permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebral) dan permukaan
anterior sklera (konjungtiva bulbi). Konjungtiva mengandung kelenjar musin
yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin ini berfungsi untuk membasahi bola
mata terutama kornea.
b. Sklera
Sklera merupakan jaringan ikat fibrosa yang memberikan bentuk pada mata.
Bagian terdepan sklera adalah kornea yang transparan. Kornea memudahkan
sinar masuk ke bola mata.
c. Uvea
Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Terdiri atas iris, badan siliar, dan
koroid. Pada iris terdapat pupil yang berfungsi mengatur jumlah sinar yang
masuk pada mata. Badan siliar terletak di belakang iris dan menghasilkan
akuos humor, yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak di pangkal
iris di batas kornea dan sklera.
d. Retina
Retina merupakan membran neurosensoris yang akan mengubah sinar
menjadi rangsangan pada saraf optik untuk kemudian diteruskan ke otak.
Retina merupakan lapisan paling dalam dan mempunyai susunan sebanyak
sepuluh lapis.

Vaskularisasi pada Retina

Gambar 2 Vaskularisasi retina

Pembuluh darah di dalam retina merupakan cabang arteri oftalmika, arteri


retina sentral masuk retina melalui papil syaraf optik yang akan memberikan
nutrisi pada retina dalam. Dari ekskavasasi fisiologis papilla nervi optisi keluarlah
arteri dan vena retina sentral yang kemudian bercabang-cabang ke temporal dan
ke nasal, juga ke atas dan ke bawah. Arteri ini merupakan arteri terminal dan tidak
ada anastomose (end artery). Kadang-kadang didapat anastomose antara
pembuluh darah arteri siliaris dan arteri retina sentral yang disebut arteri
silioretina yang biasanya terletak di daerah makula.
Pada pemeriksaan funduskopi, dinding pembuluh darah tidak dapat dilihat.
Yang tampak pada pemeriksaan adalah kolom darah :
Arteri : diameter lebih kecil dengan perbandingan a:v = 2:3. Warnanya lebih
merah, bentuknya lebih lurus di tengah-tengahnya terdapat reflex cahaya.
Vena : lebih besar, warna lebih tua dan bentuk lebih berkelok-kelok.
Retina menerima darah dari 2 sumber :
1. Koriokapilaris yang mendarahi 1/3 luar retina termasuk lapisan flexiform
luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor dan lapisan epitel pigmen retina.
2. Arteri retina sentral yang mendarahi 2/3 sebelah dalam retina.

3.2 Histologi Retina5


Retina adalah lapisan yang tipis, semi transparan, dan terdiri atas berlapi-
lapis jaringan saraf. Retina melapisi sekitar 2/3 bagian bola mata, yaitu hampir
sama luasnya dengan korpus siliaris, dan berakhir pada ora serrata. Permukaan
luar retina sensorik bertumpuk dengan lapisan epitel pigmen retina sehingga juga
bertumpuk dengan membrana bruch, khoroid dan sklera. Di sebagian besar
tempat, retina dan epitel pigmen retina mudah terpisah hingga membentuk ruang
subretina. Tetapi pada diskus optikus dan ora serata, retina dan epitel pigmen
retina saling melekat kuat. Retina mempunyai sepuluh lapisan, dari dalam ke luar,
susunannya adalah sebagai berikut :
(1) Membrana limitasi interna, merupakan membran hialin antara retina dan
badan kaca
(2) Lapisan serat saraf, Lapisan serat saraf dari sel ganglion, yang
mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan menuju ke nervus
optikus
(3) Lapisan sel ganglion,
(4) Lapisan plexiform dalam, Lapisan molikuler (flexiform) dalam, yang
mengandung sambungan-sambungan (sinaps) sel ganglion dengan sel
amakrin dan sel bipolar
(5) Lapisan nucleus dalam, Lapisan inti dalam badan sel bipolar, merupakan
lapisan aselular yang merupakan tempat sinaps sel bipolar, sel amakrin
dengan sel ganglion
(6) Lapisan plexiform luar, Lapisan flexiform luar, merupakan lapisan
aselular mengandung sambungan-sambungan sel bipolar dan sel horizontal
dengan fotoreseptor
(7) Lapisan nucleus luar, apisan inti luar sel fotoreseptor, merupakan
susunan lapis nucleus sel kerucut dan sel batang
(8) Membrana limitasi eksterna
(9) Lapisan fotoreseptor (sel batang dan kerucut), lapisan fotoreseptor
segmen dalam dan luar batang dan kerucut
(10) Epitel pigmen retina

Gambar 3 Lapisan Retina


Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 2,3 mm pada kutub
posterior. Di tengah-tengah retina posterior terdapat makula yang merupakan
daerah pigmentasi kekuningan yang disebabkan oleh pigmen luteal (xantofil),
yang berdiameter 1,5 mm. Makula bertanggungjawab untuk ketajaman
penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan warna, dan sebagian besar selnya
adalah sel kerucut. Secara klinis, makula adalah daerah yang dibatasi oleh arkade
arkade pembuluh darah retina temporal.
Di retina perifer, banyak fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion yang
sama, dan diperlukan sistem pemancar yang lebih kompleks. Akibat dari susunan
seperti itu adalah bahwa makula terutama digunakan untuk penglihatan sentral
dan warna (fotopik) sedangkan bagian retina lainnya yang sebagian besar terdiri
dari fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk penglihatan perifer dan malam
(skotopik).
Di tengah makula, sekitar 3,5 mm di sebelah lateral diskus optikus,
terdapat fovea, yang merupakan suatu cekungan yang memberikan pantulan
khusus bila dilihat dengan oftalmoskop. Di fovea sentralis, terdapat hubungan
hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya dan serat saraf yang
keluar. Hal ini menjamin penglihatan yang paling tajam. Bagian tengah fovea
banyak mengandung sel kerucut dan merupakan bagian retina yang paling tipis.

3.3 Fisiologi retina6


Retina berfungsi sebagai bidang di mana gambar ruang luar terproyeksikan
atau terfokuskan. Energi cahaya yang membentuk gambar itu menimbulkan
perubahan kimia dari rhodopsin yang banyak terkumpul di segmen luar sel-sel
reseptor. Dengan cara tertentu perubahan kimia tersebut menyebabkan pengaturan
keluar masuknya ion Na, K, Ca lewat ion gate sehingga menimbulkan
perubahan potensial pada membrane sel. Penjalaran perubahan potensial dinding
membran sel yang kemudian terjadi terus di sampaikan ke sel-sel bipolar dan ke
sel-sel Ganglion menerjemahkan potensial menjadi rentetan impuls saraf yang
diteruskan kea rah otak secara berantai lewat beberapa neuron lainnya.
Di dalam retina diduga terdapat sel-sel khusus yang memantau kekuatan /
jumlah cahaya yang diterimanya. Bila cahaya berlebihan, maka sel itu
memberikan perintah lewat suatu busur reflex untuk penyempitan lobang pupil.
Perubahan energi cahaya menjadi energi listrik biologik di retina. Rhodopsin,
derivat vitamin A, merupakan bahan dasar untuk proses perubahan cahaya ke
impuls listrik pada retina. Lapisan epitel pigmen di bawah retina sebagai gudang
zat ini, disamping memberikan nutrisi pada retina. Bila rhodopsin sudah
mengabsorbsi energi cahaya, rhodopsin segera terurai dalam waktu sepertriliun
detik.
Penyebabnya adalah foto aktivasi elektron pada bagian retinal dari
rhodopsin yang menyebabkan perubahan segera pada bentuk cis dari retianal
menjadi bentuk all-trans. Produk yang segera terbentuk adalah batorhodopsin,
kemudian menjadi lumirhodopsin, metarhodopsin I, metarhodopsin II dan akan
jadi produk pecahan terakhir menjadi scotopsin dan all-trans retina.
Metarhodopsin II (rhodopsin teraktivasi merangsang perubahan elektrik dalam sel
batang yang kemudian menjalarkan bayangan visual ke system syaraf pusat.
Perangan sel batang menyebabkan peningkatan negatifitas dari potensial
membrane yang merupakan keadaan hiperpolarisasi hal ini disebabkan sewaktu
rhodopsin yang ada di segmen luar batang terpapar cahaya dan mulai terurai,
terjadi penurunan konduktansi natrium ke dalam sel batang walaupun ion ion
natrium terus di pompa keluar dari segmen dalam. Berkurangnya ion-ion ini
dalam sel-sel batang menciptakan negatifitas di dalam membrane dan semakin
banyak jumlah energi cahaya yang mengenai sel batang, maka semakin besar
muatan elektro negatifnya, semakin besar pula derajat hiperpolarisasinya.
Fotokimiawi kerucut hampir sama persis dengan komposisi kimiawa
rhodopsin dalam sel batang. Perbedaaannya hanya terletak pada bagian protein,
opsin, yang disebut fotopsin dalam sel keucut berbeda dengan sel batang. Pigmen
peka terhadap warna dari sel kerucut merupakan kombinasi antara retinal dan
fotopsin. Pigmen warna ini dinamakan sesuai dengan sifatnya, pigmen peka warna
biru, pigmen peka warna hijau, dan pigmen peka warna merah. Sifat absorbs dari
pigmen yang terdapat di dalam ketiga macam kerucut itu menunjukkan bahwa
puncak absorbsi adalah pada panjang gelombang cahaya, berturut turut sebesar
445, 535, dan 570 nanometer. Panjang gelombang ini merupakan puncak
sensitifitas cahaya untuk setiap tipe kerucut, yang dapat mulai dipakai untuk
menjelaskan bagaimana retina dapat membedakan warna.
BAB IV
RETINOPATI DIABETIKUM

4.1 Definisi7

Retinopati diabetik adalah salah satu bentuk komplikasi diabetes


melitus, di mana kadar gula yang tinggi pada akhirnya mengakibatkan kerusakan
pada pembuluh darah retina mata, terutama di jaringan-jaringan yang sensitif
terhadap cahaya. Pada awalnya, retinopati diabetes tidak menyebabkan gejala atau
hanya masalah penglihatan ringan dan padaa akhirnya dapat menyebabkan
kebutaan.

4.2 Epidemiologi 7,8,9


Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan paling sering ditemukan
pada usia dewasa antara 20 sampai 74 tahun. Pasien diabetes memiliki resiko 25
kali lebih mudah mengalami kebutaan dibanding nondiabetes.Resiko mengalami
retinopati pada pasien diabetes meningkat sejalan dengan lamanya diabetes.Pada
waktu diagnosis diabetes tipe I ditegakkan, retinopati diabetik hanya ditemukan
pada <5% pasien. Setelah 10 tahun, prevalensi meningkat menjadi 40-50% dan
sesudah 20 tahun lebih dari 90% pasien sudah menderita rerinopati diabetik. Pada
diabetes tipe 2 ketika diagnosis ditegakkan, sekitar 25% sudah menderita
retinopati diabetik non proliferatif.Setelah 20 tahun, prevalensi retinopati diabetik
meningkat menjadi lebih dari 60% dalam berbagai derajat. Di Amerika Utara,
3,6% pasien diabetes tipe 1 dan 1,6% pasien diabetes tipe 2 mengalami kebutaan
total. Di Inggris dan Wales, sekitar 1000 pasien diabetes tercatat mengalami
kebutaan sebagian atau total setiap tahun.

4.3 Etiologi
Penyebab pasti retinopati diabetikum belum diketahui. Tetapi diyakini
bahwa lamanya terpapar pada hiperglikemia (kronis) menyebabkan perubahan
fisiologi dan biokimia yang akhirnya menyebabkan kerusakan endotel pembuluh
darah. Hal ini didukung oleh hasil pengamatan bahwa tidak terjadi retinopati pada
orang muda dengan diabetes tipe I paling sedikit 3-5 tahun setelah awitan
penyakit ini. Hasil serupa telah diperoleh pada diabetes tipe 2. Tetapi pada pasien
ini onset dan lama penyakit lebih sulit ditentukan secara cepat

4.4 Patofisiologi10,11

Lamanya terpapar hiperglikemik menyebabkan perubahan fisiologi dan


biokimia yang akhinya menyebabkan perubahan kerusakan endotel pembuluh
darah. Perubahan abnormalitas sebagian besar hematologi dan biokimia telah
dihubungkan dengan prevalensi dan beratnya retinopati antara lain : 1) adhesi
platelet yang meningkat, 2) agregasi eritrosit yang meningkat, 3) abnormalitas
lipid serum, 4) fibrinolisis yang tidak sempurna, 4) abnormalitas serum dan
viskositas darah.
Retina merupakan suatu struktur berlapis ganda dari fotoreseptor dan sel saraf.
Kesehatan dan aktivitas metabolisme retina sangat tergantung pada jaringan
kapiler retina. Kapiler retina membentuk jaringan yang menyebar ke seluruh
permukaan retina kecuali suatu daerah yang disebut fovea. Kelainan dasar dari
berbagai bentuk retinopati diabetik terletak pada kapiler retina tersebut. Dinding
kapiler retina terdiri dari tiga lapisan dari luar ke dalam yaitu sel perisit,
membrana basalis dan sel endotel. Sel perisit dan sel endotel dihubungkan oleh
pori yang terdapat pada membrana sel yang terletak diantara keduanya. Dalam
keadaan normal, perbandingan jumlah sel perisit dan sel endotel retina adalah 1:1
sedangkan pada kapiler perifer yang lain perbandingan tersebut mencapai 20:1.
Sel perisit berfungsi mempertahankan struktur kapiler, mengatur kontraktilitas,
membantu mempertahankan fungsi barrier dan transportasi kapiler serta
mengendalikan proliferasi endotel.Membran basalis berfungsi sebagai barrier
dengan mempertahankan permeabilitas kapiler agar tidak terjadi kebocoran. Sel
endotel saling berikatan erat satu sama lain dan bersama-sama dengan matriks
ekstrasel dari membran basalis membentuk barrier yang bersifat selektif terhadap
beberapa jenis protein dan molekul kecil termasuk bahan kontras flouresensi yang
digunakan untuk diagnosis penyakit kapiler retina.
Perubahan histopatologis kapiler retina pada retinopati diabetik dimulai dari
penebalan membrane basalis, hilangnya perisit dan proliferasi endotel, dimana
pada keadaan lanjut, perbandingan antara sel endotel dan sel perisit mencapai
10:1. Patofisiologi retinopati diabetik melibatkan lima proses dasar yang terjadi di
tingkat kapiler yaitu (1) pembentukkan mikroaneurisma, (2) peningkatan
permeabilitas pembuluh darah, (3) penyumbatan pembuluh darah, (4) proliferasi
pembuluh darah baru (neovascular) dan jaringan fibrosa di retina, (5) kontraksi
dari jaringan fibrous kapiler dan jaringan vitreus. Penyumbatan dan hilangnya
perfusi menyebabkan iskemia retina sedangkan kebocoran dapat terjadi pada
semua komponen darah.
Retinopati diabetik merupakan mikroangiopati okuler akibat gangguan
metabolik yang mempengaruhi tiga proses biokimiawi yang berkaitan dengan
hiperglikemia yaitu jalur poliol, glikasi non-enzimatik dan protein kinase C.
Jalur Poliol
Hiperglikemik yang berlangsung lama akan menyebabkan produksi berlebihan
serta akumulasi dari poliol, yaitu suatu senyawa gula dan alkohol, dalam
jaringan termasuk di lensa dan saraf optik. Salah satu sifat dari senyawa poliol
adalah tidak dapat melewati membrane basalis sehingga akan tertimbun dalam
jumlah yang banyak dalam sel. Senyawa poliol menyebabkan peningkatan
tekanan osmotik sel dan menimbulkan gangguan morfologi maupun
fungsional sel.
Glikasi Nonenzimatik
Glikasi non enzimatik terhadap protein dan asam deoksiribonukleat (DNA)
yang terjadi selama hiperglikemia dapat menghambat aktivitas enzim dan
keutuhan DNA. Protein yang terglikosilasi membentuk radikal bebas dan akan
menyebabkan perubahan fungsi sel.
Protein Kinase C
Protein Kinase C diketahui memiliki pengaruh terhadap permeabilitas
vaskular, kontraktilitas, sintesis membrane basalis dan proliferasi sel
vaskular.Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel
meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol, yaitu suatu
regulator PKC, dari glukosa.

Tabel 3. Hipotesis Mengenai Mekanisme Retinopati Diabetik


Mekanisme Cara Kerja
Aldose Meningkatkan produksi sorbitol, menyebabkan
reduktase kerusakan sel.
Inflamasi Meningkatkan perlekatan leukosit pada endotel
kapiler, hipoksia, kebocoran, edema macula.
Protein Kinase Mengaktifkan VEGF, diaktifkan oleh DAG pada
C hiperglikemia.
Mekanisme Cara Kerja
Nitrit Oxide Meningkatkan produksi radikal bebas, meningkatkan
Synthase VEGF.
Menghambat Menyebabkan hambatan terhadap jalur metabolisme
ekspresi gen sel.
Apoptosis sel Penurunan aliran darah ke retina, meningkatkan
perisit dan sel hipoksia.
endotel kapiler
retina
VEGF Meningkat pada hipoksia retina, menimbulkan
kebocoran , edema makula, neovaskular.
PEDF Menghambat neovaskularisasi, menurun pada
hiperglikemia.
GH dan IGF-I Merangsang neovaskularisasi.
PKC= protein kinase C; VEGF= vascular endothel growth factor; DAG=
diacylglycerol; ROS= reactive oxygen species; AGE= advanced glycation end-
product; PEDF= pigment-epithelium-derived factor; GF= growth factor; IGF-I=
insulin-like growth factor I.
Gambar 4 : Oklusi Mikrovaskular pada Retinopati
Diabetik

Sebagai hasil dari perubahan mikrovaskular tersebut adalah terjadinya oklusi


mikrovaskular yang menyebabkan hipoksia retina.Hilangnya perfusi
(nonperfussion) akibat oklusi dan penumpukan leukosit kemudian menyebabkan
iskemia retina sedangkan kebocoran dapat terjadi pada semua komponen
darah.Hal ini menimbulkan area non perfusi yang luas dan kebocoran darah atau
plasma melalui endotel yang rusak.Ciri khas dari stadium ini adalah cotton wool
spot.Efek dari hipoksia retina yaitu arteriovenous shunt.A-V shunt berkaitan
dengan oklusi kapiler dari arterioles dan venules. Inilah yang disebut
dengan Intraretinal microvascular abnormalities (IRMA).Selain itu, dapat
ditemukan dot hemorrhage dan vena yang seperti manik-manik.10
Gambar 5 : Akibat dari Iskemik Retina pada Retinopati Diabetik

Gambar 6 :Intraretinal Microvascular Abnormalities (IRMA), berlokasi di


retina superficial berdekatan dengan area non perfusi.

Hilangnya sel perisit pada hiperglikemia menyebabkan antara lain


terganggunya fungsi barrier, kelemahan dinding kapiler serta meningkatnya
tekanan intraluminer kapiler. Kelemahan fisik dari dinding kapiler menyebabkan
terbentuknya saccular pada dinding pembuluh darah yang dikenal
dengan mikroaneurisma yang kemudian bisa menyebabkan kebocoran atau
menjadi thrombus.Konsekuensi dari meningkatnya permeabilitas vaskular Hal ini
adalah rusaknya barrier darah-retina sehingga terjadi kebocoran plasma ke dalam
retina yang menimbulkan edema macula.Edema ini dapat bersifat difus ataupun
local.Edema ini tampak sebagai retina yang menebal dan keruh disertai
mikroaneurisma dan eksudat intraretina sehingga terbentuk zona eksudat kuning
kaya lemak bentuk bundar (hard exudates) di sekitar mikroaneurisma dan paling
sering berpusat di bagian temporal makula.
Perdarahan dapat terjadi pada semua lapisan retina dan berbentuk nyala api
karena lokasinya di dalam lapisan serat saraf yang berorientasi horizontal.
Sedangkan perdarahan bentuk titik-titik (dot hemorrhage) atau bercak terletak di
lapisan retina yang lebih dalam tempat sel-sel akson berorientasi
vertical.Perdarahan terjadi akibat kebocoran eritrosit, eksudat terjadi akibat
kebocoran dan deposisi lipoprotein plasma, sedangkan edema terjadi akibat
kebocoran cairan plasma.

Gambar 7 : Akibat dari Peningkatan Permeabilitas Vaskular pada Retinopati


Diabetik

Pada retina yang iskemik, faktor angiogenik seperti vascular endothelial


growth factor (VEGF) dan insulin-like growth factor-1 (IGF-1)diproduksi.Faktor-
faktor ini menyebabkan pembentukan pembuluh darah baru pada area preretina
dan nervus optik (PDR) serta iris (rubeosis iridis).Neovaskularisasi dapat terjadi
pada diskus (NVD) atau dimana saja (NVE).(10)
Gambar 8 : Lokasi NVD dan NVE

Pembuluh darah baru yang terbentuk hanya terdiri dari satu lapisan sel endotel
tanpa sel perisit dan membrane basalis sehingga bersifat sangat rapuh dan mudah
mengalami perdarahan.Pembuluh darah baru tersebut sangat berbahaya karena
bertumbuhnya secara abnormal keluar dari retina dan meluas sampai ke vitreus,
menyebabkan perdarahan disana dan dapat menimbulkan kebutaan. Perdarahan ke
dalam vitreus akan menghalangi transmisi cahaya ke dalam mata dan memberi
penampakan berupa bercak warna merah, abu-abu, atau hitam pada lapangan
penglihatan. Apabila perdarahan terus berulang, dapat terjadi jaringan fibrosis
atau sikatriks pada retina. Oleh karena retina hanya berupa lapisan tipis yang
terdiri dari beberapa lapisan sel saja, maka sikatriks dan jaringan fibrosis yang
terjadi dapat menarik retina sampai terlepas sehingga terjadi ablasio retina.

4.5 Manifestasi klinik13

Retinopati diabetik biasanya asimtomatis untuk jangka waktu yang lama.


Hanya pada stadium akhir dengan adanya keterlibatan macular
atau hemorrhages vitreus maka pasien akan menderita kegagalan visual dan buta
mendadak. Gejala klinis retinopati diabetik proliferatif dibedakan menjadi dua
yaitu gejala subjektif dan gejala obyektif. Gejala Subjektif yang dapat dirasakan :
Kesulitan membaca
Penglihatan kabur disebabkan karena edema macula
Penglihatan ganda
Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
Melihat lingkaran-lingkaran cahaya jika telah terjadi perdarahan vitreus
Melihat bintik gelap & cahaya kelap-kelip

Gejala objektif pada retina yang dapat dilihat yaitu :


Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah
vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat
pembuluh darah terutama polus posterior. Mikroaneurisma terletak pada
lapisan nuclear dalam dan merupakan lesi awal yang dapat dideteksi
secara klinis. Mikroaneurisma berupa titik merah yang bulat dan kecil,
awalnya tampak pada temporal dari fovea. Perdarahan dapat dalam bentuk
titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak dekat mikroaneurisma
dipolus posterior.

Gambar 9. Mikroaneurisma dan hemorrhages pada backround diabetic


retinopathy
Perubahan pembuluh darah berupa dilatasi pembuluh darah dengan
lumennya ireguler dan berkelok-kelok seperti sausage-like.
Gambar 10: Dilatasi Vena

Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina.


Gambarannyakhusus yaitu iregular, kekuning-kuningan. Pada permulaan
eksudat pungtata membesar dan bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan
hilang dalam beberapa minggu.

Gambar 11 :Hard Exudates


Gambar 12 : FA Hard Exudates menunjukkan hipofluoresens.

Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan iskemia
retina. Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna
kuning bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak dibagian tepi
daerah nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina.

Gambar 13 :Cotton Wool Spots pada oftalmologi dan FA

Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah


makula (macula edema) sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan.
Edema retina awalnya terjadi antara lapisan pleksiform luar dan lapisan
nucleus dalam.
Pembuluh darah baru (Neovaskularisasi) pada retina biasanya terletak
dipermukaan jaringan. Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok,
dalam, berkelompok dan ireguler. Mulamula terletak dalam jaringan
retina, kemudian berkembang ke daerah preretinal kemudian ke badan
kaca. Pecahnya neovaskularisasi pada daerah-daerah ini dapat
menimbulkan perdarahan retina, perdarahan subhialoid (preretinal)
maupun perdarahan badan kaca.

Gambar 14 : NVD severe dan NVE severe

Gambar 15 : Retinopati Diabetik Resiko tinggi yang disertai


perdarahan vitreus

4.6 Klasifikasi14,15
Retinopati diabetikum dapat dibedakan menjadi:

1. Retinopati Diabetik Non Proliferatif (NDPR) atau dikenal juga dengan


Background Diabetic retinopathy
NDPR merupakan mikroangiopati proresif yang ditandai dengan
sumbatan pembuluh-pembuluh darah kecil. Kelainan awal adalah
penebalan dari membran basal endotel kapiler dan berkurangnya jumlah
perisit. Kelainan ini menyebabkan kapiler membentuk kantong kecil yang
disebut mikroaneurisma. Mikroaneurisma akan pecah, membentuk
perdarahan di dalam retina yang dibatasi oleh lapis membran limitans
interna. Karena bentuknya yang menyerupai titik, perdarahan ini disebut
dot-and-blot. Pembuluh darah yang bocor akan mengalirkan cairan ke
dalam retina. Penumpukan cairan di bawah macula, atau macular oedema,
mengganggu fungsi normal makula dan merupakan antara penyebab yang
cukup sering dalam penurunan visus. Cairan yang menumpuk itu akhirnya
akan beresolusi kepada lipid, membentuk hard exudate. Seiring waktu,
pembuluh darah yang terobstruksi akan menyebabkan infark lapisan serat
saraf, membentuk cotton wool spots. Perdarahan akan berbentuk seperti
nyala api.

Gambar 16. NPDR

2. Retinopati Diabetik Proliferatif (PDR)


PDR terjadi karena adanya iskemia retina sehingga memicu
peningkatan kadar VEGF yang mengakibatkan terjadinya proliferasi
endotel dan timbulnya jaringan fibrovaskular. Pembuluh-pembuluh darah
baru tampak seperti pembuluh darah yang berkelok-kelok
(neovaskularisasi). Pada awalnya terdapat di depan retina, kemudian
menjalar ke depan, dan akhirnya memasuki vitreus. Bila neovaskular ini
pecah, maka akan menimbulkan perdarahan vitreus, perdarahan retina, dan
memicu timbulnya jaringan fibrous di vitreus dan retina. Fibrosis ini
selanjutnya akan menarik retina sehingga lepas dari tempat melekatnya
(ablasi retina tarikan atau tractional retinal ablasion). Neovaskularisasi
merupakan ciri PDR dan bersifat rapuh serta mudah pecah sehingga
sewaktu-waktu dapat berdarah ke dalam badan kaca yang mengisi rongga.

Gambar 17. PDR


Klasifikasi menurut FKUI
Derajat I: terdapat mikroaneurisma dengan atau tanpa fatty exudates pada
fundus okuli.
Derajat II: terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak dengan
atau tanpa fatty exudates pada fundus okuli.
Derajat III: terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak,
neovaskularisasi, proliferasi pada fundus okuli.
Jika gambaran fundus di kedua mata tidak sama, maka penderita tergolong
pada derajat berat.
Klasifikasi menurut EDTSR
Klasifikasi retinopati DM Tanda pada pemeriksaan mata
Derajat 1 Tidak terdapat retinopati DM
Derajat 2 Hanya terdapat mikroneurisma
Derajat 3 Retinopati DM non-proliferatif derajat ringan
sedang yang ditandai oleh mikroneurisma dan satu
atau lebih tanda:
Venous loops
Pendarahan
Hard exudates
Soft exudates
Intraretinal microvascular abnormalities
(IRMA)
Venous beading
Derajat 4 Retinopati DM non-proliferatif derajat sedang-berat
yang ditandai oleh:
Pendarahan derajat sedang-berat
Mikroneurisma
IRMA
Derajat 5 Retinopati DM proliferatif yang ditandai oleh
neovaskularisasi dan pendarahan vitreous

4.7 Penegakan diagnosis

Anamnesis
Pada screening awal untuk menentukan diagnosis retinopati diabetikum kita
bisa menanyakan mengenai keluhan utama dari pasien berupa penglihan yang
menurun. Pada tahap awal retinopati DM tidak didapatkan keluhan. Pada tahap
lanjut dari perjalanan penyakit ini, pasien dapat mengeluhkan penurunan
ketajaman penglihatan serta pandangan yang kabur. Lalu kita bisa tanyakan
mengenai berapa lama pasien mengidap penyakit DM karena itu faktor risiko
seseorang dapat terkena retinopati diabetikum atau riwayat penyakit keluarga.
Apabila seseorang sudah terdiagnosis DM apakah dia sudah memeriksakannya ke
dokter karena DM yang tidak terkontrol dapat menyebabkan retinopati
diabetikum.

Pemeriksaan oftalmologi
Hasil pemeriksaan visus maka pasien dengan retinopati diabetikum dapat terjadi
penurunan visus
NPDR PDR
Mikroaneurisma (+) Mikroaneurisma (+)
Perdarahan intraretina (+) Perdarahan intraretina (+)
Hard eksudat (+) Hard eksudat (+)
Oedem retina(+) Oedem retina (+)
Cotton Wool Spots (+) Cotton Wool Spots (+)
IRMA (+) IRMA(+)
Neovaskularisasi (-) Neovaskularisasi (+)
Perdarahan Vitreous (-) Perdarahan Vitreous (+)
Pelepasan retina secara traksi (-) Pelepasan retina secara traksi (+)

Tidak tampak adanya tanda-tanda retinopati pada awal dari retinopati


Pembuluh darah baru yang rapuh berproliferasi pada sisi posterior
dari vitreus dan tampak terangkat ketika vitreus mulai menarik retina.
Apabila terjadi perdarahan maka perdarahan vitreus yang masif akan
menyebabkan hilangnya penglihatan yang mendadak. Perkembangan
selanjutnya dari DM pada mata yaitu dapat terjadi kompllikasi: iris
neovaskularization (rubeosis iridis) dan neovaskular glaukoma.
Proliferative diabetik retinopati berkembang pada 50% penderita diabetes
tipe I dalam waktu 15 tahun sejak timbulnya penyakit sistemik. Hal ini
kurang lazim pada penderita diabetes tipe II, tetapi karena ada lebih
banyak pasien dengan diabetes tipe II, lebih banyak pasien dengan
proliferative diabetik retinopati memiliki tipe II dari tipe I diabetes (Eva,
Whitcher, 2007).

Pemeriksaan penunjang

Laboratorium
Glukosa puasa dan Hemoglobin A1c (HbA1c) merupakan tes laboratorium
yang sangat penting yang dilakukan untuk membantu mendiagnosis diabetes.
Kadar HbA1c juga penting pada monitor jangka panjang perawatan pasien dengan
diabetes dan retinopati diabetik. Mengontrol diabetes dan mempertahankan level
HbA1c pada kisaran 6-7% merupakan sasaran pada manajemen optimal diabetes
dan retinopati diabetik. Jika kadar normal dipertahankan, maka progresi dari
retinopati diabetik bisa berkurang secara signifikan.

Pencitraan
Angiografi fluoresensi fundus (Fundus Fluorescein Angiography (FFA)
merupakan pemeriksaan tambahan yang dalam diagnosis dan manajemen
retinopati DM :
Mikroaneurisma akan tampak sebagai hiperfluoresensi pinpoint yang tidak
membesar tetapi agak memudar pada fase akhir tes.
Perdarahan berupa noda dan titik bisa dibedakan dari mikroaneurisma
karena mereka tampak hipofluoresen.
Area yang tidak mendapat perfusi tampak sebagai daerah gelap homogen
yang dikelilingi pembuluh darah yang mengalami oklusi.
IRMA (Intra Retinal Microvascular Abnormality) tampak sebagai
pembuluh darah yang tidak bocor, biasanya ditemukan pada batas luar
retina yang tidak mendapat perfusiArea yang tidak mendapat perfusi
tampak sebagai daerah gelap homogen yang dikelilingi pembuluh darah
yang mengalami oklusi.
4.8 Diagnosis banding15
Branch Retinal Vein Occlusion
Central Retinal Vein Occlusion
Macular drussen: Bilateral, titik kekuningan focal yang dapat di salah artikan
sebagai hard exudate. Namun pada kelainan ini, titik-titik tersebut tidak
membentuk sebagai rosette.
Hypertensive retinopathy: terdapat tanda khas yang berupa oedema retinal
bilateral, terdapat eksudat keras dan flame shapped haemorrages dan dapat
bersamaan dengan adanya background diabetic retinopathy. Namun hard
exudates membentuk macular star dan tidak membentuk cincin.
Retinal artery macroaneurysm: terdapat oedem retina, hard exudates, dan
haemorrhages, namun biasanya unilateral dan perubahan lebih terlokalisir.

4.9 Tatalaksana11,16
Prinsip utama penatalaksanaan dari retinopati diabetik adalah pencegahan.
Hal ini dapat dicapai dengan memperhatikan hal-hal yang dapat mempengaruhi
perkembangan retinopati diabetik nonproliferatif menjadi proliferatif.

1. Kontrol Glukosa Darah dan Hipertensi


Pada penelitian yang dilakukan United Kingdom Prospective Diabetes Study
(UKPDS) pada penderita DM Tipe II dengan terapi intensif menunjukkan bahwa
setiap penurunan HbA1c sebesar 1% akan diikuti dengan penurunan resiko
komplikasi mikrovaskular sebesar 35%.
Hasil penelitian UKPDS tersebut memperihatkan bahwa meskipun kontrol
glukosa darah secara intensif tidak dapat mencegah terjadinya retinopati diabetik
secara sempurna, namun dapat mengurangi resiko timbulnya retinopati diabetik
dan memburuknya retinopati diabetik yang sudah ada. Secara klinik, kontrol
glukosa darah yang baik dapat melindungi visus dan mengurangi resiko
kemungkinan menjalani terapi fotokoagulasi dengan sinar laser. UKPDS
menunjukkan bahwa control hipertensi juga menguntungkan mengurangi progresi
dari retinopati dan kehilangan penglihatan.
2. Fotokoagulasi
Perkembangan neovaskuler memegang peranan penting dalam progresi
retinopati diabetik.Komplikasi dari retinopati diabetik proliferatif dapat
meyebabkan kehilangan penglihatan yang berat jika tidak diterapi.Suatu uji klinik
yang dilakukan oleh National Institute of Health di Amerika Serikat jelas
menunjukkan bahwa pengobatan fotokoagulasi dengan sinar laser apabila
dilakukan tepat pada waktunya, sangat efektif untuk pasien dengan retinopati
diabetik proliferatif dan edema makula untuk mencegah hilangnya fungsi
penglihatan akibat perdarahan vitreus dan ablasio retina. Indikasi terapi
fotokoagulasi adalah retinopati diabetik proliferatif, edema macula dan
neovaskularisasiyang terletak pada sudut bilik anterior. Ada 3 metode terapi
fotokoagulasi yaitu :
a. Scatter (panretinal) photocoagulation = PRP, dilakukan pada kasus dengan
kemunduran visus yang cepat atau retinopati diabetik resiko tinggi dan
untuk menghilangkan neovaskular dan mencegah neovaskularisasi
progresif nantinya pada saraf optikus dan pada permukaan retina atau pada
sudut bilik anterior dengan cara menyinari 1.000-2.000 sinar laser ke daerah
retina yang jauh dari macula untuk menyusutkan neovaskular.

Gambar 18 : Tahap-tahap PRP


b. focal photocoagulation, ditujukan pada mikroaneurisma atau lesi
mikrovaskular di tengah cincin hard exudates yang terletak 500-3000 m
dari tengah fovea. Teknik ini mengalami bertujuan untuk mengurangi atau
menghilangkan edema macula.
c. Grid photocoagulation, suatu teknik penggunaan sinar laser dimana
pembakaran dengan bentuk kisi-kisi diarahkan pada daerah edema yang
difus. Terapi edema macula sering dilakukan dengan menggunakan
kombinasi focal dan grid photocoagulation.

Gambar 19. Panretinal fotokoagulasi pada PDR

Gambar 20. Grip fotokoagulasi untuk diabetik makular edema


3. Injeksi Anti VEGF
Bevacizumab (Avastin) adalah rekombinan anti-VEGF manusia. Sebuah
studi baru-baru ini diusulkan menggunakan bevacizum intravitreus untuk
degenerasi makula terkait usia. Dalam kasus ini, 24 jam setelah perawatan kita
melihat pengurangan dramatis dari neovaskularisasi iris, dan tidak kambuh dalam
waktu tindak lanjut 10 hari. Pengobatan dengan bevacizumab tampaknya
memiliki pengaruh yang cepat dan kuat pada neovaskularisasi patologis.Avastin
merupakan anti angiogenik yang tidak hanya menahan dan mencegah
pertumbuhan prolirerasi sel endotel vaskular tapi juga menyebabkan regresi
vaskular oleh karena peningkatan kematian sel endotel. Untuk pengunaan okuler,
avastin diberikan via intra vitreal injeksi ke dalam vitreus melewati pars plana
dengan dosis 0,1 mL.Lucentis merupakan versi modifikasi dari avastin yang
khusus dimodifikasi untuk penggunaan di okuler via intra vitreal dengan dosis
0,05 mL.

4. Vitrektomi
Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang mengalami kekeruhan
(opacity) vitreus dan yang mengalami neovaskularisasi aktif. Vitrektomi dapat
juga membantu bagi pasien dengan neovaskularisasi yang ekstensif atau yang
mengalami proliferasi fibrovaskuler. Selain itu, vitrektomi juga diindikasikan bagi
pasien yang mengalami ablasio retina, perdarahan vitreus setelah fotokoagulasi,
RDP berat, dan perdarahan vitreus yang tidak mengalami perbaikan.1,2,8
Gambar 22 : Vitrektomi
4.10 Komplikasi

1. Rubeosis iridis progresif

Penyakit ini merupakan komplikasi segmen anterior paling sering.

Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon


terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik
pada mata maupun di luar mata yang paling sering adalah retinopati
diabetik.

2. Glaukoma neovaskular

Glaukoma neovaskuler adalah glaukoma sudut tertutup sekunder yang


terjadi akibat pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada permukaan iris dan
jaringan anyaman trabekula yang menimbulkan gangguan aliran aquous
dan dapat meningkatkan tekanan intra okuler

3. Perdarahan vitreus rekuren

Perdarahan vitreus sering terjadi pada retinopati diabetik proliferatif.

Perdarahan vitreus terjadi karena terbentuknya neovaskularisasi pada retina


hingga ke rongga vitreus.

Pembuluh darah baru yang tidak mempunyai struktur yang kuat dan mudah
rapuh sehingga mudah mengakibatkan perdarahan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Dimaras H, Kimani K, Dimba EA, Gronsdahl P, White A, Chan HS, Gallie


BL Lancet. 2012 Apr 14; 379(9824):1436-46.
2. Kivel T. The epidemiological challenge of the most frequent eye cancer:
retinoblastoma, an issue of birth and death. Br J
Ophthalmol 2009; 93:11291131.
3. Chintagumpala, M., P. Chevez-Barrios, E. A. Paysse, S. E. Plon, and R.
Hurwitz. 2007. Retinoblastoma : Review of Current Management. The
Oncologist, 12: 1237-46.
4. Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P. Oftalmologi Umum. Edisi 14.
Jakarta: Widya Medika, 2000.
5. Ilyas Sidarta, Prof. dr. H. SpM, Ilmu Penyakit Mata , edisi ke-3, FKUI,
Jakarta, 2009
6. Guyton& Hall. Buku ajar fisiologi kedokteran. EGC. Jakarta, 2005
7. Cheung N, Mitchell P, Wong TY. Diabetic
retinopathy. Lancet. 2010;376(9735):12436. doi: 10.1016/S0140-
6736(09)62124-3.
8. Bourne RR, Stevens GA, White RA, Smith JL, Flaxman SR, Price H, et al.
Causes of vision loss worldwide, 19902010: a systematic analysis. Lancet
Glob Health. 2013;1(6):e33949. doi: 10.1016/S2214-109X(13)70113-X
9. Yau JW, Rogers SL, Kawasaki R, Lamoureux EL, Kowalski JW, Bek T, et
al. Global prevalence and major risk factors of diabetic
retinopathy. Diabetes Care. 2012;35(3):55664. doi: 10.2337/dc11-1909
10. Pandelaki K. Retinopati Diabetik. Sudoyo AW, Setyiohadi B, Alwi I,
Simadibrata KM, Setiati S, editors. Retinopati Diabetik. Dalam : Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta: Penerbit Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. p.1857,
1889-1893
11. Kanski J. Retinal Vascular Disease. In :Clinical Ophthalmology.
London:Butterworth-Heinemann;2003. p.439-54,468-70.
12. Joanna M. Tarr, Kirti Kaul, Mohit Chopra, Eva M. Kohner, and Rakesh
Chibber. Pathophysiology of Diabetic Retinopathy. ISRN Ophthalmology.
http://dx.doi.org/10.1155/2013/343560
13. Bhavsar A. Proliferative Retinopathy diabetic .Publish [ Oct06,2009 ]
Cited on[ July 10, 2017] available from URL:
http://emedicine.medscape.com/article/1225122-print.
14. Mitchell P.Guidelines for the Management of Diabetic Retinopathy :
Diabetic Retinopathy. Australia : National Health and Medical Research
Council ; 2008. p 26-31,44-47,96-104.
15. Ilyas Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta. FKUI. Hal 217-220
16. Weiss J. Retina and Vitreous : Retinal Vascular Disease. Section 12
Chapter 5.Singapore: American Academy of Ophtalmology; 2008. p 107-
128

Anda mungkin juga menyukai