Anda di halaman 1dari 39

KASUS PANJANG

PROLIFERATIF DIABETIK RETINOPATI

Oleh:
Rahmanda Taqwa
Irna Nur Kharisma

105070100111075
115070107111048

Muhammad Bilal S

115070107111077

Pembimbing:
dr.Seskoati Prayitnaningsih, Sp.M (K)

LABORATORIUM/SMF ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
RSUD DR.SAIFUL ANWAR
MALANG
2016

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
atau kerja insulin atau keduanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes
berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kelainan

beberapa organ tubuh.Semakin tahun prevalensi diabetes ini semakin meningkat


sehingga mengakibatkan peningkatan komplikasi jangka panjang dari diabetes
seperti retinopati, nefropati, dan neuropati (Zing and Sarah, 2006).Diabetes
mellitus dapat menyebabkan perubahan sebagian besar jaringan okuler,
perubahan ini meliputi kelainan pada kornea, glaukoma, neuropati saraf optik
dan retinopati.Diantara perubahan tersebut yang paling sering menyebabkan
komplikasi kebutaan yaitu retinopati diabetes. Hampir 100% pasien diabetes tipe
1 dan lebih dari 60% pasien diabetes tipe 2 berkembang menjadi retinopati
diabetes (Bhavsar, 2011).
Retinopati

diabetes

adalah

kerusakan

pada

retina

akibat

kelainan

mikrovaskular karena terpapar hiperglikemi yang lama, yang disebabkan oleh


penyakit sistemik diabetes mellitus (Ilyas, 2011).Kelainan yang paling sering
ditemukan adalah mikroaneurisma, melebarnya vena, pendarahan, dan eksudat
lemak (Vaughan, 2008). Retinopati diabetes merupakan penyebab kebutaan
yang paling sering ditemukan pada usia dewasa, dimana pasien diabetes
memiliki

risiko

25

kali

lebih

mudah

mengalami

mengalami

kebutaan

dibandingkan non
diabetes (Pandelaki, 2007). Di Amerika Serikat komplikasi tersebut paling
sering menyebabkan kebutaan pada usia 20-64 tahun. Sedangkan angka
kebutaan oleh karena retinopati diabetes di Indonesia adalah 52,3 % (Octav,
2008).
Walaupun

komplikasi

retinopati

diabetes

tidak

dapat

dicegah

dan

disembuhkan secara total, tetapi komplikasi yang lebih parah dan banyak kasus
kebutaan dapat dihindari dengan manajemen yang tepat.Diagnosis awal,
pengobatan intensif dan kontrol rutin dapat menurunkan risiko kebutaan secara
signifikan pada pasien diabetes mellitus.Pengobatan yang intensif untuk

mengontrol gula darah sampai batas normal terbukti dapat menurunkan risiko
berkembangnya retinopati diabetes sebanyak 76% (Octav, 2008).
Namun pada kenyataannya, masih banyak sekali kasus diabetes yang
kurang terkontrol dengan baik sehingga banyak menimbulkan komplikasi.Angka
kejadian diabetes di seluruh dunia cenderung makin meningkat sehingga
retinopati diabetic masih tetap menjadi masalah yang penting (Pandelaki,
2007).Oleh karena itu dirasa masih perlu untuk mengetahui lebih jauh tentang
retinopati diabetes sebagai komplikasi dari diabetes mellitus, dan bagaimana
manajemen dari retinopati diabetes agar tidak berkembang menjadi kebutaan.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apakah definisi Retinopati Diabetik?
b. Bagaimana etiopatologi Retinopati Diabetik?
c. Bagaimana klasifikasi Retinopati Diabetik?
d. Bagaimana kriteria diagnosis Retinopati Diabetik?
e. Bagaimana penatalaksanaan Retinopati Diabetik?
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui definisi Retinopati Diabetik.
b. Untuk mengetahui etiopatologi Retinopati Diabetik.
c. Untuk mengetahui klasifikasi Retinopati Diabetik.
d. Untuk mengetahui kriteria diagnosis Retinopati Diabetik.
e. Untuk mengetahui penatalaksanaan Retinopati Diabetik.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi
Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai
oleh

kerusakan

dan

sumbatan

pembuluh-pembuluh

darah

halus

retina.Kelainan patologik yang paling dini adalah penebalan membran basal


endotel kapiler dan penurunan jumlah perisit (Vaughan, 2008).

2.2

Epidemiologi
Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan yang paling sering
ditemukan pada usia dewasa, dimana pasien diabetes memiliki risiko 25 kali
lebih mudah mengalami mengalami kebutaan dibandingkan non diabetes. Di
Amerika Serikat komplikasi tersebut paling sering menyebabkan kebutaan
pada usia 20-64 tahun dan menyebabkan kebutaan 5000 orang per tahun.
Sedangkan di Inggris, retinopati diabetes merupakan penyebab kebutaan
nomor 4 dari seluruh penyebab kebutaan (Ilyas, 2011). Angka kebutaan oleh
karena retinopati diabetes di Indonesia sendiri adalah 52,3% (Octav, 2008).
Sebanyak 60-75% pengidap diabetes tipe 1 akan mengalami retinopati
berat dalam 20 tahun sekalipun dengan kontrol penyakit yang baik, biasanya
bersifat proliferatif. Pada pasien diabetes tipe 2 yang lebih tua, retinopati lebih
sering bersifat nonproliferatif dengan risiko gangguan penglihatan sentral
yang parah akibat makulopati (Vaughan, 2008).

2.3

Faktor Risiko
1. Durasi diabetes merupakan faktor risiko terpenting. Retinopati diabetik
jarang terjadi dalam 5 tahun setelah onset diabetes atau sebelum
pubertas.
2. Kontrol diabetes yang buruk: kadar glukosa darah yang terkontrol
dengan baik dapat mencegah atau menunda terjadinya retinopati
diabetik, sebaliknya, peningkatan HbA1c berhubungan dengan
peningkatan risiko terjadinya retinopati diabetik.
3. Kehamilan
4. Hipertensi
5. Nefropati: bila berat, berhubungan dengan perburukan retinopati
diabetik.
6. Faktor lain: hiperlipidemia, merokok, operasi katarak, obesitas, dan
anemia (Bhavsar, 2014)

2.4

Patogenesis
Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati dimana pembuluh darah
kecil rentan mengalami kerusakan karena hiperglikemia. Efek langsung
hiperglikemia terhadap sel retina juga berperan dalam terjadinya retinopati
diabetik.
a. Mekanisme kerusakan selular
Termasuk akumulasi sorbitol intraselular, stres oksidatif karena radikal
bebas yang berlebihan, akumulasi produk akhir glikasi, dan aktivasi
beberapa isoform protein kinase C yang berlebihan (Kanski dan Bowling,
2011). Secara umum, diabetes mellitus menyebabkan metabolisme
glukosa yang abnormal karena adanya penurunan kadar atau aktivitas
insulin. Kondisi hiperglikemia yang persisten membuat kelebihan glukosa
di

metabolisme

melalui

jalur

aldose

reduktase

pada

beberapa

jaringan.Pada jalur ini, gula diubah menjadi alkohol (misalnya glukosa


menjadi sorbitol, galaktosa menjadi dulcitol). Peningkatan kadar sorbitol

ini dapat mempengaruhi perisit intramural dari kapiler retina, sehingga


fungsinya dalam autoregulasi kapiler retina menurun. Hal ini dapat
menyebabkan

lemahnya

dinding

kapiler

dan

memicu

terjadinya

mikroaneurisma (Bhavsar, 2014).


b. Kapilaropati
Kapilaropati dicirikan dengan kematian perisit, penebalan membran basal
kapiler, hilangnya sel otot polos vaskular, dan proliferasi sel endotel.
Disfungsi kapiler bermanifestasi sebagai kebocoran dan oklusi kapiler
(Kanski dan Bowling, 2011).
c. Neovaskularisasi
Neovaskularisasi disebabkan oleh non-perfusi kapiler yang menyebabkan
hipoksia pada retina yang dapat berkembang menjadi neovaskularisasi.
Pertumbuhan pembuluh darah baru juga diperkirakan disebabkan karena
ketidakseimbangan

antara

elaborasi

faktor

angiogenik

dan

anti-

angiogenik (Kanski dan Bowling, 2011).

2.5

Diagnosis
Diagnosis Retinopati Diabetik Proliferatif ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

2.5.1 Anamnesis
Retinopati Diabetik biasanya asimptomatis pada waktu yang lama.
Hanya pada tahap lanjut dengan keterlibatan makula atau perdarahan
vitreous pasien dapat mendapati gangguan penglihatan atau tiba-tiba
mengalami kebutaan (Lang et al., 2006).

2.5.2 Pemeriksaan Fisik

Retinopati diabetik dan berbagai tahapan di diagnosis dengan


pemeriksaan oftalmoskop dan evaluasi foto fundus stereoskopis yang
merupakan baku utama.
Pada funduskopi ditemukan mikroaneurisma, perdarahan retina,
dan eksudat.

Mikroaneurisma merupakan penonjolan dinding kapiler terutama


daerah vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak di
dekat dengan pembuluh darah terutama polus posterior (Ilyas dan
Yulianti.,2013). Pada diabetes, terjadi penebalan membran basal
pembuluh darah dan degenerasi selektif dengan hilangnya perisit,
sehingga menyebabkan kelemahan struktur serta dilatasi pembuluh
darah. Kedua hal tersebut dapat memicu terjadinya mikroaneurisma
(Veritti dan Macor, 2011). Mikroaneurisma ditandai dengan titik kecil
merah, biasanya sering berada di sebelah temporal dari fovea.
Mikroaneurisma sangat sulit dibedakan dengan perdarahan titik
(Kanski dan Bowling, 2011).

Gambar 2.1. Mikroaneurisma pada polus posterior (Harry dan Misson.,


2001)

Perdarahan retina dibagi menjadi tiga gambaran yaitu :

a) Perdarahan pada lapisan syaraf retina yaitu perdarahan


yang muncul dari arteriol pra-kapiler yang lebih besar dan
arena syaraf retina yang berbentuk api (Kanski., 2011).
b) Perdarahan intraretina yaitu perdarahan yang muncul dari
ujung kapiler dan terletak pada lapisan tengah retina
dengan bentukan dot/blot (Kanski., 2011).
c) Perdarahan dalam yang berbentuk bulat hitam yaitu
perdarahan yang infark perdarahan retina yang berada di
lapisan retina tengah. Pada tahap ini menandakan progresi
ke neovaskularisasi retina (Kanski., 2011).

Gambar 2.2 A) Perdarahan pada lapisan syaraf retina


B) Perdarahan intraretina
C) Perdarahan dalam yang berbentuk bulat hitam

(Harry dan Misson., 2001).


Eksudat kadang-kadang disebut juga hard eksudat untuk
membedakan istilah yang terdahulu dari soft eksudat yang
disebut juga cotton wool spots. Eksudat disebabkan edema retina

lokal yang kronis dan berkembang diantara retina yang normal


dan retina yang edema. Eksudat terdiri dari lipoprotein dan
makrofag yang dipenuhi dengan lipid yang terletak dalam lapisan
plexiform luar (Kanski., 2011). Tanda yang ditemukan pada
funduskopi adalah
a) Lesi kuning seperti lilin dengan batas yang relative berbeda,
sering terlihat berkumpul dan atau berbentuk cincin pada polus
posterior, biasanya berada di sekitar mikroaneurisma yang
bocor (Kanski., 2011).
b) Seiring berjalannya waktu, jumlah dan ukurannya bertambah
dan fovea dapat terancam dan terlibat (Kanski., 2011).
c) Bila kebocoran berhenti, eksudat di serap secara spontan
dalam periode bulan atau tahun, baik dalam kapiler yang sehat
disekitarnya

atau

fagositosis

kandungan

lemak

eksudat

(Kanski., 2011).
d) Kebocoran yang kronis menyebabkan eksudat membesar dan
pengendapan kolesterol (Kanski., 2011).

Gambar 2.3. A) Eksudat (


) kecil dan mikroaneurisma (
).
B) Cincin eksudat yang belum sempurna dan perdarahan
yang kecil.
C) Eksudat melibatkan fovea.
D) Plak dari eksudat pada makula yang berhubungan
dengan deposisi kolesterol (Harry dan Misson., 2001).

Retinopati Diabetik Non Proliferatif


Adapun gejala subjektif dari retinopati diabetes non proliferatif adalah
(Rahmawati.,2007):

Penglihatan kabur

Kesulitan membaca

Penglihatan tiba-tiba kabur pada satu mata

Melihat lingkaran-lingkaran cahaya

Melihat bintik gelap dan cahaya kelap-kelip

Sedangkan gejala objektif dari retinopati diabetes non proliferative diantaranya


adalah (Ilyas.,2012; Rahmawati.,2007):
1. Mikroaneurisma
Mikroaneurisma merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah
vena, dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak di dekat
pembuluh darah terutama polus posterior. Kadang pembuluh darah ini
sering tidak terlihat. Mikroaneurisma merupakan kelainan diabetes mellitus
dini pada mata (National Eye Institute of Health.,2012).
2. Dilatasi pembuluh darah balik
Dilatasi pembuluh darah balik dengan lumennya yang ireguler dan
berkelok-kelok. Hal ini terjadi akibat kelainan sirkulasi, dan kadang-kadang
disertai kelainan endotel dan eksudasi plasma.
3. Perdarahan
Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya
terletak dekat mikroaneurisma di polus posterior. Bentuk perdarahan dapat
memberikan

prognosis

penyakit

memberikan

prognosis

yang

dimana

lebih

buruk

perdarahan

yang

dibandingkan

luas

dengan

perdarahan yang kecil. Perdarahan terjadi akibat gangguan permeabilitas


pada mikroaneurisma atau pecahnya kapiler.
4. Hard eksudat
Hard eksudat merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya
khusus yaitu ireguler dan berwarna kekuning-kuningan. Pada permulaan
eksudat berupa pungtata, kemudian membesar dan bergabung.
5. Edema retina
Edema retina ditandai dengan hilangnya gambaran retina terutama di
daerah makula. Edema dapat bersifat fokal atau difus dan secara klinis
tampak sebagai retina yang menebal dan keruh disertai mikroaneurisma
dan eksudat intra retina. Dapat berbentuk zona-zona eksudat kuning
kaya lemak, berbentuk bundar disekitar kumpulan mikroaneurisma dan
eksudat intra retina.

Edema makular signifikan secara klinis (Clinically significant macular


oedema (CSME)) jika terdapat satu atau lebih dari keadaan dibawah ini:
Edema retina 500 m (1/3 diameter diskus) pada fovea sentralis.
Hard eksudat jaraknya 500 m dari fovea sentralis, yang berhubungan
dengan retina yang menebal.
Edema retina yang berukuran 1 disk (1500 m) atau lebih, dengan jarak
dari fovea sentralis 1 disk.
Untuk dapat membantu mendeteksi secara awal adanya edema makular
pada retinopati diabetik non proliferative dapat digunakan stereoscopic
biomikroscopic menggunakan lensa +90 dioptri (Nema., 2002). Selain itu
Angiografi Flouresens juga dapat bermanfaat dalam mendeteksi kelainan
mikrovaskularisasi. Gambaran Angiografi Flouresens antara lain.
a) Mikroaneurisma pada frame awal menunjukkan titik-titik kecil
hyperflouresens, yang menandakan mikroaneurisma non-trombosis,
biasanya terlihat lebih banyak dibandingkan yang terlihat secara
klinis. Pada frame akhir menunjukkan hyperflouresens yang diffuse
akibat kebocoran (Kanski., 2011).

Gambar 2. 4. Angiografi flouresens menunjukkan bintik hyperflouresens


yang tersebar di fundus posterior (Harry dan Misson., 2001).

b) Eksudat pada Angiografi Flouresens menunjukkan hyperflouresens


karena penyumbatan koroid dan flouresensi kapiler retina (Kanski.,
2011).
Retinopati Diabetik Proliferatif

Retinopati non proliferatif dapat berkembang menjadi retinopati proliferatif


yaitu stadium yang lebih berat pada penyakit retinopati diabetik. Bentuk utama
dari retinopati proliferatif adalah pertumbuhan (proliferasi) dari pembuluh darah
yang rapuh pada permukaan retina. Pembuluh darah yang abnormal ini mudah
pecah, terjadi perdarahan pada pertengahan bola mata sehingga menghalangi
penglihatan. Juga akan terbentuk jaringan parut yang dapat menarik retina
sehingga retina terlepas dari tempatnya. Jika tidak diobati, retinopati proliferatif
dapat merusak retina secara permanen serta bahagian-bahagian lain dari mata
sehingga mengakibatkan kehilangan penglihatan yang berat atau kebutaan
(Vaughan., 2007).
Pada tahap awal Retinopati Diabetik Proliferatif ditandai dengan adanya
pembuluh darah baru pada diskus optikus (NVD) atau di tempat lain di retina
(NVE) (Vaughan., 2007).
Pembuluh darah baru pada diskus optikus (NVD) ditandai dengan
neovaskularisasi pada atau dalam diameter satu diskus dari kepala

syaraf nervus optikus


Pembuluh darah baru di tempat lain di retina (NVE) ditandai dengan
neovaskularisasi yang jauh dari diskus yang terkait dengan fibrosis

jika terlalu lama


Pembuluh darah baru pada iris (NVI) yang juga disebut rubeosus
iridis yang bisa menyebabkan glaucoma neovaskular (Kanski dan
Bowling, 2011).

Gambar 2.5.Neovaskularisasi pada Diskus : A) Ringan, B) Berat, C)Sangat Berat


(Kanski dan Bowling, 2011).

Gambar 2.6. Neovaskularisasi (


Fibrosis (

) pada tempat lain di retina A) Ringan, B) Berat, C)


) (Kanski dan Bowling, 2011).

Makulopati Diabetik
Makulopati diabetik mempunyai manifestasi seperti penebalan atau
edema retina yang focal atau diffuse, yang disebabkan terutama oleh pecahnya
inner blood retinal barrier pada lapisan endothelium kapiler retina, yang
menyebabkan kebocoran cairan dan plasma di sekitar retina (Vaughan., 2007).
Cairan ini pada awalnya terletak diantara lapisan plexiform luar dan lapisan
nucleus dalam, kemudian juga dapat melibatakan lapisan plexiform dalam dan
lapisan serabut syaraf, sampai akhirnya seluruh lapisan retina mengalami

edema. Dengan akumulasi cairan lebih lanjut fovea menampilkan tampilan yang
cystoids (Kanski., 2011).
Pada makulopati diabetik didapatkan gambaran fundus yaitu diabetik
edema makula, makulopati fokal, makulopati difus, makulopati iskemik, dan
Clinically Significant Macular Oedema (CSME) (Kanski dan Bowling., 2011).
Edema Makular Diabetik ditandai dengan penebalan retina yang dapat
dideteksi dengan baik menggunakan Slit lamp biomicroscopy dengan lensa
kontak, walapun tanpa lensa kontak beresolusi tinggi juga efektif (Kanski dan

Bowling., 2011).
Makulopati fokal ditandai penebalan retina yang berbatas tegas yang dengan
cincin eksudat komplit atau tidak komplit (Kanski dan Bowling, 2011).

Gambar 2.7. Cincin hard exudates (

) berada di temporal macula

(Kanski dan Bowling, 2011).

Makulopati Difus ditandai penebalan retina difus yang berhubungan


dengan perubahan cystoid (Kanski dan Bowling., 2011).

Gambar 2. Perdarahan dot dan blot (

) (Kanski dan Bowling, 2011).

Makulopati Iskemik mempunyai tanda yang bervariasi dengan


makula mungkin terlihat normal meskipun ketajaman penglihatan
berkurang (Kanski dan Bowling., 2011).

Gambar 2.8. Terlihat perdarahan dot (


) dan blot dan titik cotton wool
(
) (Kanski dan Bowling, 2011).

Kriteria Clinically Significant Macular Oedema (CSME) adalah


sebagai berikut:
a) Penebalan retina dalam 500 m dari pusat makula.
b) Eksudat dalam 500 m dari pusat makula.
c) Penebalan retina satu disc (1500m) atau lebih besar
(Kanski dan Bowling., 2011).

Gambar 2.9.Clinically Significant Macular Oedema (Kanski dan Bowling,


2011).

Pemeriksaan penunjang makulopati diabetik digunakan Angiografi


Flouresens dan Ocular Coherent Tomography (OCT) didapatkan
gambaran antara lain
a) Edema
Makular

Diabetik

pada

Angiografi

Flouresens

menggambarkan Hyperflouresens yang difus akibat kebocoran

kapiler retina, dan mungkin memiliki pola kelopak bunga jika


terdapat Cystoid Macular Oedema (CMO). Pada Ocular Coherent
Tomography (OCT) terdapat gambaran penebalan retina dan
ruangan cystoid (Kanski., 2011).

Gambar 2.10. A) AF menunjukkan Hyperflouresens yang difus dengan


gambaran kelopak bunga karena CMO
B) OCT menunjukkan penebalan retina dan ruangan cystoid
(Kanski., 2011).

b) Makulopati Fokal pada Angiografi Flouresens menunjukkan


gambaran hyperflouresens fokal akibat kebocoran dan perfusi
macular yang bagus (Kanski., 2011).

Gambar 2.11. Angiografi flouresens menunjukkan area hyperflouresens


yang fokal akibat kebocoran (Kanski., 2011).

c) Makulopati difus pada Angiografi Flouresens menunjukkan


gambaran hyoerflouresens difus dengan gambaran kelopak bunga
bila terdapat CMO (Kanski., 2011).

Gambar 2.12. Angiografi flouresens fase akhir menunjukkan


hyperflouresens yang luas di kutub posterior akbat kebocoran (Kanski.,
2011).

d) Makulopati iskemik pada Angiografi Flouresens menunjukkan


kapiler non-perfusi pada fovea.

Gambar 2.13. Angiografi flouresens fase vena menunjukkan hyperfloueresens akibat


non-perfusi kapiler pada makula dan tempat lain (Kanski., 2011).

Penyebab kebutaan pada retinopati diabetik dapat terjadi karena 3 proses


berikut, antara lain:
1. Retinal Detachment (Ablasio Retina)
Peningkatan sintesis growth factor pada retinopati diabetik juga akan
menyebabkan peningkatan jaringan fibrosa pada retina dan corpus vitreus. Suatu
saat jaringan fibrosis ini dapat tertarik karena berkontraksi, sehingga retina juga
ikut tertarik dan terlepas dari tempat melekatnya di koroid. Proses inilah yang
menyebabkan terjadinya ablasio retina pada retinopati diabetic (Pandelaki.,
2007).

Gambar 2.14. Gambaran Ablasio Retina

2. Oklusi vaskular retina


Penyempitan lumen vaskular dan trombosis sebagai efek dari proses
biokimiawi akibat hiperglikemia kronis pada akhirnya akan menyebabkan
terjadinya oklusi vaskular retina. Oklusi vena sentralis retina akan menyebabkan
terjadinya vena berkelok-kelok apabila oklusi terjadi parsial, namun apabila
terjadi oklusi total akan didapatkan perdarahan pada retina dan vitreus sehingga
mengganggu tajam penglihatan penderitanya. Apabila terjadi perdarahan luas,
maka tajam penglihatan penderitanya dapat sangat buruk hingga mengalami
kebutaan. Perdarahan luas ini biasanya didapatkan pada retinopati diabetik
dengan oklusi vena sentral, karena banyaknya dinding vaskular yang lemah
(Pandelaki., 2007).
Selain oklusi vena, dapat juga terjadi oklusi arteri sentralis retina. Arteri
yang mengalami penyumbatan tidak akan dapat memberikan suplai darah yang
berisi nutrisi dan oksigen ke retina, sehingga retina mengalami hipoksia dan
terganggu

fungsinya.

Oklusi

arteri

retina

sentralis

akan

menyebabkan

penderitanya mengeluh penglihatan yang tiba-tiba gelap tanpa terlihatnya

kelainan pada mata bagian luar. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat
seluruh retina berwarna pucat (Pandelaki., 2007).
3. Glaukoma
Mekanisme terjadinya glaukoma pada retinopati diabetik masih belum
jelas. Beberapa literatur menyebutkan bahwa glaukoma dapat terjadi pada
retinopati diabetik sehubungan dengan neovaskularisasi yang terbentuk
sehingga menambah tekanan intraocular (Pandelaki., 2007).
2.6

Pencegahan dan Penatalaksanaan


Pencegahan dan pengobatan retinopati diabetik merupakan upaya yang

harus dilakukan bersama untuk mencegah atau menunda timbulnya retinopati


dan juga untuk memperlambat perburukan retinopati. Fokus utama untuk
mencegah perkembangan retinopati diabetik dilakukan kontrol yang baik pada
penyakit sistemik diabetes mellitus (Vaughan., 2007).
Tujuan pengobatan retinopati diabetik ialah untuk mencegah terjadinya
kebutaan permanen. Metode pencegahan dan pengobatan retinopati diabetik
saat ini meliputi kontrol glukosa darah, kontrol tekanan darah dan laser
koagulasi. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pengontrolan kadar
glukosa darah dan tekanan darah yang baik secara signifikan menurunkan resiko
perkembangan retinopati diabetik dan juga progresivitasnya (National Eye
Institute of Health., 2012).

2.6.1 Skrining sebagai deteksi dini diabetik retinopati


American Diabetes Association 2010 menetapkan beberapa rekomendasi
pemeriksaan untuk deteksi dini diabetik retinopati.
Pertama, orang dewasa dan anak berusia lebih dari 10 tahun yang
menderita DM tipe I harus menjalani pemeriksaan mata lengkap oleh

dokter spesialis mata dalam waktu lima tahun setelah diagnosis DM

ditegakkan.
Kedua, penderita DM tipe II harus menjalani pemeriksaan mata lengkap

oleh dokter spesialis mata segera setelah didiagnosis DM.


Ketiga, pemeriksaan mata penderita DM tipe I dan II harus dilakukan

secara rutin setiap tahunoleh dokter spesialis mata.


Keempat, frekuensi pemeriksaan mata dapat dikurangi apabila satu atau
lebih hasil pemeriksaan menunjukkan hasil normal dan dapat ditingkatkan

apabila ditemukan tanda retinopati progresif.


Kelima, perempuan hamil dengan DM harus menjalani pemeriksaan mata
rutinsejak trimester pertama sampai dengan satu tahun setelah
persalinan karena risiko terjadinya dan/atau perburukan retinopati DM
meningkat, dan ia harus menerima penjelasan menyeluruh tentang risiko
tersebut (American Diabetes Association.,2010).

2.6.2 Terapi Laser dan Bedah


Hasil dari terapi laser pada penderita retinopati diabetik sekitar 70% dari mata
mencapai ketajaman visual yang stabil, menunjukkan peningkatan 15% dan 15%
kemudian memburuk (Kanski., 2011).
Indikasi terapi laser pada Retinopati diabetik antara lain:
Semua mata dengan CSME harus dipertimbangkan untuk laser
fotokoagulasi, karena pengobatan mengurangi risiko kehilangan
penglihatan sebesar 50%. Perkembangan laser fotokoagulasi retina
secara dramatis telah mengubah penanganan retinopati diabetic.
Fotokuagulopati dilakukan pada focal and diffuse maculophaty dan
pada PDR (Kanski., 2011).
Pre-treatment Angiografi Flouresens berguna untuk menggambarkan
daerah dan tingkat kebocoran, dan untuk mendeteksi maculopati

iskemik yang membawa prognosis yang buruk dan jika berat


merupakan kontraindikasi relatif terhadap pengobatan.
Progresivitas

retinopati

terutama

dicegah

dengan

melakukan

pengendalian yang baik terhadap hiperglikemia, hipertensi sistemik dan


hiperkolesterolemia. Terapi pada mata tergantung dari lokasi dan keparahan
retinopatinya. Mata dengan edema macula diabetic yang belum bermakna klinis
sebaiknya dipantau secara ketat tanpa dilakukan terapi laser. Yang bermakna
klinis memerlukan focal laser bila lesinya setempat, dan grid laser biasanya bila
lesinya difus. Penyuntikan intravitreal triamcinolon atau anti VEGF juga efektif
(Vaughan., 2007).
Dengan merangsang regresi pembuluh-pembuluh baru, fotokoagulasi
laser pan-retina (PRP) menurunkan insidens gangguan penglihatan berat akibat
RD proliferative hingga 50%. Beberapa ribu bakaran laser dengan jarak teratur
diberikan diseluruh retina untuk mengurangi rangsangan angiogenik dari daerahdaerah iskemik. Daerah sentral yang dibatasi oleh diskus dan cabang-cabang
pembuluh darah temporal tidak dikenai. Yang beresiko besar kehilangan
penglihatan adalah pasien dengan ciri-ciri resiko tinggi. Jika pengobatan ditunda
hingga cirri tersebut muncul, fotokoagulasi laser pan retina yang memadai harus
segera

dilakukan

tanpa

penundaan

lagi.

Pengobatan

pada

retinopati

nonproliferatif berat belum mampu mengubah hasil akhir penglihatan, namun


pada pasien-pasien dengan diabetes tipe 2, control darah yang buruk, terapi
harus diberikan sebelum kelainan proliferative muncul. Viterktomi dapat
membersihkan perdarahan vitreus dan mengatasi traksi vitreoretina. Sekali
perdarahan vitreus yang luas terjadi, 20% mata akan menuju kondisi penglihatan
dengan visus tanpa persepsi cahaya dalam 2 tahun. Komplikasi pasca-vitrektomi
lebih sering dijumpai pada pasien DM tipe 1 yang menunda vitrektomi dan pasien
DM tipe 2 yang menjalani vitrektomi dini. Komplikasi tersebut antara lain ftisis

bulbi, peningkatan tekanan intraocular dengan edema kornea, ablation retina dan
infeksi (Vaughan., 2007).
Tabel 1. Penatalaksanaan Retinopati Diabetes (American Academy of
Ophtalmology., 2002)
Retinal Abnormality
None or minimal Nonproliferative
Diabetic Retinopathy (NPDR)
none or rare microaneurysms
Mild NPDR
few scattered retinal hemmorages
and serum microaneurysms
Moderate NPDR
Moderate
hemorrhages
and
microaneurysms; hard exudates or
soft exudates
Severe or very severe NPDR
One or more of the following :

Severe retinal hemorrhages


and/or microaneurysms in
all quadrants; or

Moderate venous beading in


> 2 quadrants; or

Moderate
intraretinal
microvascular abnormalities
(IRMA) in > 1 quadrant
surgery
Macular Edema
Retinal thickening in the macula
occuring at any level of diabetic
retinopathy
Proliferative Diabetic Retinopathy
(less than high risk)
Retinal neovascularization present
but
not
reaching
high
risk
characteristics
Proliferative Diabetic Retinopathy
(high risk)

NVD within 1500m and >


1/4 - 1/3 disc area; or

Vitreous
or
preretinal
hemorrhage accompanied
by NVD < 1/4 - 1/3 disc
area and NVE > disc area
Vitreous Hemorrhage
Preretinal or vitreous blood

Minimal Follow
up
annually

Every
months

6-12

Every
months

6-12

Action
Optimize control of serum glucose,
hipertensi, serum lipids, renal
disease
Optimize control of serum glucose,
hipertensi, serum lipids, renal
disease
Optimize control of serum glucose,
hipertensi, serum lipids, renal
disease

Every 1-4 months

Consider early scatter laser surgery


as retinopathy progresses, especially
with patients with type 2 diabetes

Every 2-4 months

Consider focal laser surgery if


clinically
significant
significant
macular edema is present; otherwise
careful observation.
PRP, Focal/grid

Every 2-4 months

Every 1-4 months

Consider laser surgery PRP, Focal/


grid

Every 1-3 months

Careful observation with serial Bscan ultrasonography as needed;


pars plana vitrectomy if nonclearing
hemorrhage or active retinopathy
requiring laser surgery (which is
prohibited by hemorrhage) or if
retinal detachment threatens the
macula.

Retinal Detachment
Retinal traction with detachment

Every 1-3 months

Retinal Detachment
Retinal hole present with detachment

Every 1-3 months

Pars plana vitectomy if threatening


macula;
otherwise
careful
observation.
Pars plana vitectomy with or without
reattachment
techniques
if
detachment involves or threatens.

2.6.3 Medikamentosa
Luasnya

komplikasi

pada

diabetes

tampaknya

berkorelasi

dengan

konsentrasi glukosa darah sehingga glukosa berlebih diduga menjadi penyebab


utama kerusakan jaringan (Rahbani et al.,1999). Fenomena ini dapat disebabkan
oleh kemampuan hiperglikemia secara in vivo dalam modifikasi oksidatif
berbagai substrat. Selain itu, hiperglikemia juga terlibat dalam

proses

pembentukan radikal bebas (Droge et al.,2002). Hiperglikemia menyebabkan


autooksidasi glukosa, glikasi protein, dan aktivasi jalur metabolisme poliol yang
selanjutnya mempercepat pembentukan senyawa oksigen reaktif (Ueno et
al.,2002). Pembentukan senyawa oksigen reaktif tersebut dapat meningkatkan
modifikasi lipid, DNA, dan protein pada berbagai jaringan (Ueno et al.,2002).
Modifikasi

molekuler

pada

berbagai

jaringan

tersebut

mengakibatkan

ketidakseimbangan antara antioksidan protektif (pertahanan antioksidan) dan


peningkatan produksi radikal bebas. Hal itu merupakan awal kerusakan oksidatif
yang dikenal sebagai stres oksidatif (Nuttal et al.,1999).
Definisi antioksidan menurut Panel on Dietary Antioxidant and Related
Compounds of The Food and Nutrition Board adalah bahan makanan yang
secara bermakna mampu mengurangi dampak buruk senyawa oksigen reaktif,
senyawa nitrogen reaktif atau keduanya dalam kondisi fungsi fisiologis normal
pada manusia (Carr et al.,1999). Penderita diabetes memerlukan asupan
antioksidan dalam jumlah besar karena peningkatan radikal bebas akibat
hiperglikemia (Baynes et al.,1999).

Antioksidan Primer

Antioksidan

tipe

ini

akan

menetralisir

radikal

bebas

dengan

mendonasi satu elektronnya. Ada tiga macam antioksidan primer, yaitu


enzim superoksida dismutase (SOD), glutathione peroksidase (GSH-Px), dan
katalase. Akibat kehilangan satu elektron molekul AO tersebut akan menjadi
radikal bebas yang baru. Radikal yang baru terbentuk ini relatif stabil dan lebih
lemah, yang selanjutnya akan dinetralisir oleh AO lain seperti vitamin C, vitamin
E, Alpha-lipoic Acid (ALA), Co-Q10, flavonoid, asam urat, bilirubin (Moini et
al., 2002).

Antioksidan Sekunder

Antioksidan ini bekerja dengan mengikat logam transisi pemicu ROS


dan

selanjutnya

menyingkirkannya.

antioksidan sekunder

adalah

Antioksidan

: Alpha-lipoic

yang

termasuk

Acid (ALA),

dalam

transferin,

laktoferin, seruloplasmin dan albumin.

Antioksidan Tersier

Antioksidan ini berfungsi memperbaiki sel dan jaringan yang rusak


akibat radikal bebas. Menumpuknya biomolekul yang telah rusak dapat
menimbulkan kerusakan sel sekitarnya dan menimbulkan kerusakan DNA. Agar
tidak terjadi kerusakan
DNA,

yang

lebih

parah

seperti

terjadinya

kerusakan

maka kerusakan akan diperbaiki oleh enzim metionin sulfoksida

reduktase. Protein yang

teroksidasi

akan

diproses

oleh

sistem

enzim

proteolitik dan lipid teroksidasi diproses oleh enzim lipase, peroksidase.


.

Obat-obat anti-VEGF tampak menjanjikan sebagai tambahan vitrektomi

untuk membantu mengurangi perdarahan selama pembedahan dan untuk


mengurangi

insidensi

kekambuhan

perdarahan

retina

pascaoperasi

(Vaugan.,2000). Pengontrolan kadar glukosa darah dan tekanan darah

menggunakan obat-obatan yang baik secara signifikan menurunkan resiko


perkembangan retinopati diabetik dan juga progresivitasnya.
2.7

Prognosis
Retinopati

diabetik

dapat

menyebabkan

kebutaan

pada

penderitanya. Faktor yang mendukung terjadinya kebutaan antara lain:


-

Edema difus/kebocoran multipel


- Deposisi lipid pada fovea
- Iskemia macular
- Visus pre-operasi kurang dari 20/200
- Hipertensi (Bhavsar, 2014).

BAB 3
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama

: Tn. A

Umur

: 51 tahun

Alamat

: Purwodadi, Pasuruan

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Buruh

Register

: 112851XX

3.2 Anamnesis (Autoanamnesis pada tanggal 4 April 2016)


Keluhan Utama

: Penglihatan kedua mata kabur kanan-kiri.

Riwayat penyakit sekarang:


Pasien datang dengan keluhan penglihatan kedua mata kabur sejak + 5
tahun yang lalu. Penglihatan kedua mata menjadi semakin kabur secara
perlahan-lahan (+) sejak 3 tahun terakhir ini. Kabur seperti melihat bayangan
klewer-klewer. Silau (-), nrocoh (-), cekot-ekot (-), pandangan dobel (-), Nyeri
(-), merah (-), sakit kepala berat (-), mual (-), muntah (-). Riwayat
penglihatan seperti berjalan dalam terowongan (-). Riwayat trauma (-).
Riwayat hipertensi (-) dan diabetes mellitus (+). Pasien mengetahui
menderita DM sejak 23 tahun yang lalu. Pasien rutin kontrol ke poli IPD tiap
bulan. Pasien diberikan terapi glimerpirid 2x1 dan metformin 1x1.
Riwayat pengobatan:
Pasien menyatakan tidak pernah memberi pengobatan apapun untuk
keluhan di mata nya.

Riwayat penyakit dahulu :


Pasien di diagnosa menderita diabetes mellitus sejak 23 tahun yang lalu.
Pasien rutin kontrol ke poli IPD tiap bulan. Pasien diberikan terapi glimerpirid
2x1 dan metformin 1x1.
Riwayat Trauma:
Pasien mengaku tidak pernah menggalami trauma sebelumnya
Riwayat Keluarga:
Riwayat keluarga menderita diabetes melitus tidak ada. Senang makanan
yang manis, es, dan sebagainya.
Riwayat Kacamata :
Pasien mengaku tidak pernah menggunakan kacamata sebelumnya.

3.3 Pemeriksaan Fisik:

Pemeriksaan visus, segment anterior, dan funduskopi

Oculi Dextra
5/20 AR S+0,25 C-0,75x90o
Addisi (-) 5/5
Orthoforia
Tidak diperiksa
Spasme (-), edema (-)
CI (-), PCI (-), SCH(-)
Jernih
Dalam, jernih
Rad line (+), atropi (-), sinekia
(-)
Bulat, RP (+), RAPD (-)
Jernih
6/5,5

Oculi Sinistra
Visus
Posisi Bola Mata
Gerak Bola Mata
Palpebra
Konjungtiva
Kornea
COA
Iris
Pupil
Lensa
TIO

3/60 AR C+1,50x70o Addisi


(-) 5/5
Orthoforia
Tidak diperiksa
Spasme (-), edema (-)
CI (-), PCI (-), SCH(-)
Jernih
Dalam, jernih
Rad line (+), atropi (-),
sinekia (-)
Bulat, RP (+), RAPD (-)
Jernih
5/5,5

FUNDUSKOPI

Oculi Dextra
(+)
Jernih
Bulat, batas tegas, CD ratio 0,3,

Oculi Sinistra
Fundus Refleks
Vitreus

(+)
Jernih
Bulat, batas tegas, CD ratio 0,3,

Papil N.II
jingga, NVD (+)
Arteri/ vena 2/3, cross (-),

Vasa

jingga, NVD (+)


Arteri/ vena 2/3, cross (-),

mikroaneusma (-), sklerosis (-),

mikroaneusma (-), sklerosis (-),

NVD (+), IRMA (+)


Eksudat (+), haem (+), Dot/blot

NVD (+),IRMA (+)


Eksudat (+), haem (+),Dot/blot
Retina

(+),flame shape (+)


Reflek Fovea (-), eksudat (+)

(+),flame shape (+)


Reflek Fovea (-), eksudat (+),
Makula

haem (+)

haem (+)

Gambar 3.1 Kedua Mata Pasien

3.4. Diagnosis
o

ODS: Proliferatif Diabetik Retinopati + Traction Retinal Defect + Clinically

o
o

Significant Macular Oedema


OD Astigmatisme Mixtous
OS Astigmatisme Hipermetropi Simpleks

3.5 Rencana Diagnosa

Pro ODS USG


Pro ODS Optical Coherent Tomography (OCT)
Cek lab lengkap konsul IPD
Cek gula darah konsul IPD

3.6 Rencana Terapi

Pro ODS laser Grid/PRP jadwal (-)


ALA 600 tab 1x1
CVL 4X1 ODS
Kacamata sesuai pemeriksaan
Terapi gula darah mengikuti TS IPD
Kontrol 1 minggu

3.7 Rencana Edukasi


Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, pada kedua mata
pasien didiagnosa proliferatif diabetik retinopati. Proliferatif diabetik retinopati
merupakan komplikasi dari penyakit sistemik yang didertita pasien yaitu
diabetes mellitus. Jadi terapi yang akan dilakukan adalah mengendalikan
gula darah dan laser untuk mencegah perkembangan retinopati yang bisa
menyebabkan kebutaan. Pasien dimohon untuk segera melakukan laser dan
kontrol 1 minggu lagi.

3.7 Rencana Monitoring :

Subyektif
Visus naturalis
Pengukuran TIO applanasi
Funduskopi Fluoreisein Angiografi (FFA)
OCT
USG
Slit lamp

BAB IV
PEMBAHASAN

Menurut American Diabetes Association (ADA), diabetes melitus adalah


sekumpulan gangguan metabolik yang terjadi sebagai akibat dari abnormalitas
sekresi insulin, kerja dari insulin maupun keduanya (American Diabetes
Association, 2013). Diabetes melitus merupakan penyakit menahun (kronis) yang
akan diderita seumur hidup oleh pasien diabetes melitus. Karakteristik diabetes
mellitus adalah memiliki tingginya gula darah (hiperglikemia) dengan manifestasi
klinis seperti sering haus (polidipsi), sering kencing (poliuri), sering lapar (polifagi)
dan adanya penurunan berat badan (Rother et al., 2007).
Penegakkan diagnosis kami lakukan setelah melalui tahapan tahapan
seperti anamnesis pada pasien, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Pasien berobat ke RSSA dengan keluhan penglihatan kedua mata kabur sejak +
5 tahun yang lalu. Penglihatan kedua mata kabur memberat secara perlahanlahan sejak 3 tahun terakhir ini. Kabur seperti melihat bayangan klewer-klewer.
Silau (-), nrocoh (-), cekot-ekot (-), pandangan dobel (-), Nyeri (-), merah (-), sakit
kepala berat (-), mual (-), muntah (-). Riwayat penglihatan seperti berjalan dalam
terowongan (-). Riwayat trauma (-). Riwayat hipertensi (-) dan diabetes mellitus
(+). Pasien mengetahui menderita DM sejak 23 tahun yang lalu. Pasien rutin
kontrol ke poli IPD tiap bulan. Pasien diberikan terapi glimerpirid 2x1 dan
metformin 1x1.
Dari hasil anamnesis dapat kami munculkan beberapa diagnosis banding
terkait dengan temuan-temuan manifestasi klinis dari yang telah pasien
sebutkan. Antara lain yaitu:
1. pasien mengeluh pandangan kabur sejak sekitar 5 tahun yang lalu da
memberat secara perlahan-lahan dalam 3 tahun terakhir, pasien juga
menderita diabetes sejak 23 tahun yang lalu. Sehigga dapat kami
muculkan

diagnosis

banding

yaitu:

1.

Non

Proliferatif

Diabetic

Retinophaty, 2. Proliferatif Diabetic Retinopathy, 3. Kelainan refraksi, 4.


Glaukoma, 5.Hipertensi Retinopathy. Namun dari hasil anamesis juga
kami dapatkan bahwa keluhan sakit kepala dan penglihatan seperti
terowongan disangkal, sehingga dapat kami singkirkan kemungkinan
glaukoma. Dan riwayat hipertensi juga disangkal sehingga kemungkinan
hipertesi retinopathy juga dapat disingkirkan. Sehingga kami diagnosis
banding dengan: 1. Non Proliferatif Diabetic Retinophaty, 2. Proliferatif
2.

Diabetic Retinopathy, 3. Kelainan refraksi


Pasien juga mengeluh seperti melihat bayangan benang. Merujuk dari
beberapa proses patofisiologi dari penyakitnya, dari gejala tersebut dapat

kami munculkan diagnosis bading yaitu katarak imatur


Dari pemeriksaan visus dan segmen anterior yang telah dilakukan, kelainan
yang ditemukan pada mata kanan visus 5/20 dengan koreksi AR S+0,25 C0,75x90o visus menjadi 5/6,6 dan pada mata kiri didapatkan visus 3/60 dengan
koreksi AR C+1,50x70o visus menjadi 5/5. Hal ini membuktikan bahwa terdapat
kelainan refraksi yaitu Oculli dextra astigmatisme mixtous dan Oculli Sinistra
Astigmatisme hipermetropi simplek. Pada palpebral segment anterior pada mata
kanan dan mata kiri didapatkan dalam batas normal. Hal tersebut mendukung
data yang diperoleh saat anamnesa yang berarti bahwa pandangan kabur yang
dikeluhkan pasien didapatkan bukan dari kelainan pada segment anterior, maka
dari itu dibutuhkan pemeriksaan pada segment posterior pasien. Pada segment
posterior didapatkan neovaskularisasi mata kanan dan mata kiri. Dan pada retina
kedua mata didapatkan eksudat dan Pembuluh darah baru pada diskus optikus
(NVD) atau di tempat lain di retina (NVE) (Vaughan., 2007). Pada Retinopati
Diabetik Proliferatif dilakukan pemeriksaan mata funduskopi ditemukan NVD (+),
Eksudat (+), NVE (+) (Kanski, 2011). Oleh karena itu, pasien pada kedua mata di
diagnosa Retinopati Diabetik Proliferatif.
Untuk menunjang diagnosa, direncanakan :

USG ODS untuk melihat susunan jaringan intraokular serta termasuk

nervous II.
FFA ODS untuk guiding treatment dari CSME, untuk mengidentifikasi
Iskemik maculopati, IRMA vs neovaskularisasi, evaluasi media yang

keruh, bukan modalitas skrining, bukan merupakan pemeriksaan rutin.


OCT ODS untuk ketebalan retina, assessment dan monitoring dari

edema, traksi vitreo macular


Cek lab darah lengkap untuk mngetahui glukosa darah pasien terkontrol
baik atau tidak sehingga dapat di tentukan terapi untuk diabetes
melitusnya.
Tujuan pengobatan diabetik retinopati ialah untuk mencegah terjadinya

kebutaan permanen. Metode pencegahan dan pengobatan diabetik retinopati


saat ini meliputi kontrol glukosa darah, kontrol tekanan darah dan laser
koagulasi. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pengontrolan kadar
glukosa darah dan tekanan darah yang baik secara signifikan menurunkan resiko
perkembangan retinopati diabetik dan juga progresivitasnya (National Eye
Institute of Health., 2012).
Untuk penatalaksanaan mata pasien, pasien disarankan melakukan laser
Grid/PRP karena didapatkan juga adanya Clinically Significant Macular Oedema
(CSME). Semua retinopati diabetik dengan CSME harus dipertimbangkan untuk
laser

fotokoagulasi,

karena

pengobatan

mengurangi

risiko

kehilangan

penglihatan sebesar 50% (Kanski, 2011). Selain itu juga diberikan terapi
pengontrol gula darah, CVL 4X1 ODS, ALA 600 tab 1x1 sebagai antioksidan.
Definisi antioksidan menurut Panel on Dietary Antioxidant and Related
Compounds of The Food and Nutrition Board adalah bahan makanan yang
secara bermakna mampu mengurangi dampak buruk senyawa oksigen reaktif,
senyawa nitrogen reaktif atau keduanya dalam kondisi fungsi fisiologis normal
pada manusia (Carr et al.,1999). Penderita diabetes memerlukan asupan

antioksidan dalam jumlah besar karena peningkatan radikal bebas akibat


hiperglikemia (Baynes et al.,1999).
KIE yang sudah diberikan pada pasien ini adalah bahwa dari hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, pada kedua mata pasien
didiagnosa retinopati diabetik non proliferatif.Retinopati diabetik non proliferatif
merupakan komplikasi dari penyakit sistemik yang didertita pasien yaitu diabetes
mellitus. Jadi terapi yang akan dilakukan adalah mengendalikan gula darah dan
laser untuk mencegah perkembangan retinopati yang bisa menyebabkan
kebutaan. Pasien dimohon untuk segera melakukan laser dan kontrol 1 minggu
lagi.

BAB V
KESIMPULAN

Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai


oleh kerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh darah halus retina.

Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan yang paling sering ditemukan


pada usia dewasa. Pada kasus panjang kali ini telah di bahas mengenai pasien
laki-laki berusia 51 tahun dengan keluhan utama kedua mata kabur. Keluhan
tersebut dirasakan sejak sekitar 5 tahun yang lalu. Pasien memiliki riwayat
menderita diabetes mellitus sejak 23 tahun yang lalu. Dari pemeriksaan segmen
posterior didapatkan neovaskularisasi mata kanan dan mata kiri. Dan pada retina
kedua mata didapatkan eksudat dan Pembuluh darah baru pada diskus optikus
(NVD) atau di tempat lain di retina (NVE) (Vaughan., 2007). Pada Retinopati
Diabetik Proliferatif dilakukan pemeriksaan mata funduskopi ditemukan NVD (+),
Eksudat (+), NVE (+) (Kanski, 2011). Oleh karena itu, pasien pada kedua mata di
diagnosa Retinopati Diabetik Proliferatif. Pasien didiagnosis mengalami ODS
Proliferatif Diabetik Retinopati + TRD + CSME. Pada pasien direncanakan terapi
laser laser Grid/PRP.

DAFTAR PUSTAKA
American Academy of Ophthalmology (AAO) (2002) International clinical diabetic
retinopathy

severity

scale.

http://www.aao.org/education/statements/recommendations/international_dr.cf
m.
Bhavsar, AR. 2011. Diabetic Retinopathy. http://emedicine.medscape.com/
article/1225122-overview. Diakses 8 Juni 2014 pukul 09.00.
Droge W. Free radicals in the physiological control of cell function. Physiol Rev
2002; 82:47-95.

Ilyas, S. 2011. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology: a systemic approach [ebook]. 7 th
ed. USA: Saunders Elsevier. 2011
National Eye Institute of Health. 2012. Diabetic Retinopathy: Prevention
Treatment and Diet. North Dakota State University.
National Institute for Clinical Excellence. 2002. Retinopathy screening and early
management. Inherited Clinical Guideline E. London.
Nuttal SL, Dunne F, Kendal MJ, Martin U. Age-independent oxidative stress in
elderly patiens with non-insulin dependent diabetes mellitus. Q J Med
1999;92:33-8.
Octav, A. 2008.Retinopati Diabetika. http://p2kb.wordpress.com. Diakses tanggal
8 April 2016 pukul 09.46.
Pandelaki, K. 2007. Retinopati Diabetik. Dalam: Ilmu Penyakit Dalam Jilid III
Edisi IV. Jakarta: Penerbit Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Rahbani-Nobar ME, Rahimi-Pour A, Rahbani-Nobar M, Adi-Beig F, Mirhashemi
SM. Total antioxidant capacity, superoxide dismutase and glutathione
peroxidase in diabetic patients. Medical Journal of Islamic Academy of
Sciences 1999;12(4):109-14.
Rother KI. Diabetes treatment bridging the divide. N Engl J Med.
2007;356:1499501. [PubMed].
Ueno Y, Kizaki M, Nakagiri R, Kamiya T, Sumi H, Osawa T. Dietary gluthatione
protects rats from diabetic nephropathy and neuropathy. J Nutr 2002;132:897900

Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. 2000. Oftalmologi Umum. Edisi ke-14. Widya
Medika. Jakarta.
Vaughan. 2007. Oftalmologi Umum edisi 17. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Veritti D, Macor S. 2011. Microaneurysms Key in Detecting Diabetic Retinopathy.
http://www.healio.com/ophthalmology/retina-vitreous/news/print/ocular
surgery-news-europe-edition/%7B420d6599-19a1-47cd-804b-5adc5fba422e
%7D/microaneurysms-key-in-detecting-diabetic-retinopathy.

Diakses

pada

tanggal 10 April 2016 pukul 19.45.


Zing-Ma J. 2006.Endogenous Angiogenic Inhibitors in Diabetic Retinopathy.
Dalam: Ocular Angiogenesis Disease. Mew Jersey: Humana Press p23-35.

Anda mungkin juga menyukai