Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
I.1.

Latar Belakang

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) selalu merupakan beban


masalah kesehatan masyarakat terutama ditemukan di daerah tropis dan
sub-tropis. Demam Berdarah Dengue banyak ditemukan di wilayah urban dan
semi-urban yang. Sepanjang perjalanan penyakit dengue dilaporkan telah
menyebar lebih dari 100 negara di dunia. Kejadian penyakit DBD semakin
tinggi disertai dengan serangan yang lebih berat. Penyakit DBD telah
dilaporkan pada permulaan tahun 992 SM di Cina, namun baru pertama kali
dilaporkan tahun 1653 di French West Indies (Kepulauan Karibia). Serangan
penyakit DBD pada tahun 1897 terjadi di Australia, serta pada tahun 1931
dilaporkan di Italia dan Taiwan. Kejadian Luar Biasa (KLB) dengue di Asia
Tenggara pernah terjadi di tahun 1953 sampai 1954 yang ditemukan di
Filipina. Setelah itu menyebar ke banyak negara yang mencakup di dalam
wilayah World Health Organization (WHO) South-East Asia dan wilayah
Western Pacific (WHO, 2011). WHO mencatat terhitung mulai tahun 1968
hingga tahun 2009, di kawasan Asia Tenggara dengan kasus DBD tertinggi
yaitu di Indonesia (WHO, 2011).
Di Indonesia, DBD menyebar semakin meningkat dan perjalanan
penyakitnya cepat yang berpotensi menimbulkan kematian dalam waktu
singkat,

meskipun angka kematiannya dapat ditekan di bawah 1%

(Kemenkes RI, 2013). Penyakit DBD masuk dalam urutan kedua dari 10
besar penyakit yang dirawat inap di rumah sakit pada tahun 2009 dengan
121.334 kasus dan 898 kematian. Distribusi kasus DBD per kelompok umur
dari tahun 1993 sampai 2009 terjadi pergeseran dari kelompok kasus DBD
yaitu kelompok umur <15 tahun adalah yang terbesar, namun pada tahun
1999 sampai 2009 kelompok umur yang terbesar yaitu 15 tahun. Persentase
penderita laki-laki dan perempuan yaitu pada jenis kelamin laki-laki (53,78%)
dan jenis kelamin perempuan (46,23%) (Kemenkes RI, 2013). Berdasarkan
data dari Kemenkes RI pada tahun 2013 tercatat 112.511 kasus dengan
angka kesakitan DBD 45,85/100.000 penduduk dan 871 kematian dengan
1

angka kamatian atau Case Fatality Rate (CFR) sebesar 0,77% (Kemenkes
RI, 2013)
Saat ini, infeksi virus dengue menyebabkan angka kesakitan dan
kematian paling banyak dibandingkan dengan infeksi arbovirus lainnya. Setiap
tahun, di seluruh dunia, dilaporkan angka kejadian infeksi dengue sekitar 20 juta
dan angka kematian berkisar 24.000 jiwa. Sejak tahun 1952 infeksi virus dengue
menimbulkan penyakit dengan manifestasi klinis berat, yaitu DBD yang
ditemukan di Manila, Filipina. Kemudian ini menyebar ke negara lain seperti
Thailand, Malaysia, dan Indonesia. Pada tahun 1968 penyakit DBD dilaporkan di
Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian yang sangat tinggi. Pada DBD
terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan
hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue
(dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh
tanda renjatan atau syok yang dapat berakibat fatal. Kegawat daruratan DBD ini
dinyatakan sebagai salah satu masalah kesehatan global.(WHO,2011)
1.2

Tujuan
Untuk dapat mengetahui dan memahami definisi, faktor resiko,

pathogenesis, diagnosis dan tatalaksana dengue shock syndrome.


1.3

Manfaat
Diharapakan dengan adanya responsi kasus ini dapat bermanfaat bagi

penulis dan pembaca khususnya dokter muda agar dapat menangani kasus
demam berdarah yang disertai dengan komplikasi berupa shock (dengue shock
syndrom) sesuai dengan guideline yang ada sebagai dokter umum.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demam berdarah dengue


2.1.1 Definisi
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh virus genus Flavivirus famili Flaviviridae, mempunyai 4
jenisserotipe yaitu den-1, den-2, den-3 dan den-4 melalui perantara gigitan
nyamuk Aedes aegypti. Keempat serotipe dengue terdapat di Indonesia, den-3
merupakan serotype dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat.
Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian
terutama

pada

anak-anak.Sampai

sekarang

penyakit

DBD

ini

masih

menimbulkan masalah kesehatandi Indonesia, karena jumlah penderitanya


semakin meningkat dan wilayah yangterjangkit semakin luas. Jumlah kasus
biasanya meningkat bersamaaan dengan peningkatan curah hujan oleh karena
itu puncak jumlah kasus berbeda di tiap daerah. Pada umumnya di Indonesia
meningkat pada musim hujan sejak bulan Desember sampai dengan April-Mei
tiap tahun. DBD dapat berkembang menjadi demam berdarah dengue yang
disertai syok (dengue shock syndrome = DSS ) yang merupakan keadaan
darurat medik, dengan angka kematian cukup tinggi. Penatalaksanaan adalah
dengan memberikan terapi simptomatis dan suportif, dan memonitor dengan
ketat terhadap timbulnya DBD/DSS. Timbulnya DBD/DSS harus dikenal dengan
cepat dengan melakukan pemeriksaan hematocrit dan trombosit secara teratur.
Apabila terjadi DBD/DSS, penatalaksanaannya diutamakan untuk mengganti
kehilangan cairan dan elektrolit karena terjadileakage plasma.
2.2 Patofisiologi Demam Berdarah Dengue
Patogenesis infeksi virus dengue berhubungan dengan 1. Faktor virus,
yaitu serotype, jumlah, virulensi. 2. Faktor penjamu, genetik, usia, status gizi,
penyakit komornid dan interaksi virus dengan penjamu. 3. Faktor lingkungan,
musim, curah hujan , suhu udara, kepadatan penduduk, dan kesehatan
lingkungan.

Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami


keluhan dan gejala karena viremia seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot,
pegal seluruh badan, hiperemi di tenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan
yang mungkin muncul pada system retikulo endotelial seperti pembesaran
kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DBD disebabkan
karena kongesti pembuluh darahdibawah kulit. Fenomena patofisiologi utama
yang menentukan berat penyakit dan membedakan DD dan DBD ialah
meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilaktosin,
histamin dan serotonin serta aktivasi system kalikrein yang berakibat
ekstravasasi cairan intravaskuler. Hal ini berakibat berkurangnya volume plasma,
terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler dibuktikan dengan
ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu dalam rongga peritoneum,
pleura dan perikard. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan
plasma, bila tidak segera teratasi akan terjadi anoxia jaringan, asidosis metabolik
dan kematian. Sebab lain kematian pada DBD adalah perdarahan hebat.
Perdarahan umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan
fungsi trombosit dan kelainan fungsi trombosit. Fungsi agregasi trombosit
menurun mungkin disebabkan proses imunologis terbukti dengan terdapatnya
kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan system koagulasi disebabkan
diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang terbukti terganggu oleh
aktifasi sistem koagulasi.
2.3 Kriteria Diagnosis Demam Berdarah Dengue
Infeksi virus dengue pada umumnya tidak akan semua menunjukkan
manifestasi DBD berat, ada yang hanya mengalami demam yang ringan dan
akan bisa sembuh sendirinya atau bahkan ada yang tidak pernah menunjukkan
gejala sakit (asymtomatic) (Hadinegoro,2014)
Menurut WHO, virus dengue akan mengalami masa inkubasi di dalam
darah seseorang selama tiga sampai tiga sampai empat hari (rata-rata
empat sampai enam hari) dan muncul gejala-gejala awal penyakit yang
akut seperti; meningkatnya suhu badan secara mendadak, kepala pusing,
otot dan sendi terasa nyeri, tidak ada nafsu makan, ruam-ruam pada kulit

dan berbagai gejala yang tidak spesifik. Berat ringan gejala tersebut
bervariasi dan biasanya berlangsung selama beberapa hari (WHO, 2011).
WHO telah merekomendasikan kriteria penegakkan diagnosis dengue
berdasarkan klinis dan laboratorium untuk menjadi acuan para klinisi
dalam mendiagnosis dan mengklasifikasikan kasusnya (WHO, 2009).
Tidak semua kasus infeksi dengue dapat diketahui dari gejala klinis,
namun konfirmasi laboratorium perlu untuk memastikan penyakit.
Penegakkan diagnosis dengue seperti berikut ini :
1. Diagnosis suspek infeksi dengue
Diagnosis suspek infeksi dengue ditegakkan apabila ditemukan kriteria
yaitu; demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas dan berlangsung
selama dua sampai tujuh hari, serta adanya manifestasi perdarahan
(sekurang-kurangnya uji tourniquet/rumple leede positif).
2. Diagnosis Demam Dengue (DD)
Demam dengue biasanya merupakan demam tinggi mendadak dengan
suhu 390C, disertai keluhan nyeri kepala, nyeri belakang bola mata,
nyeri otot dan tulang, ruam kulit, kadang-kadang ada perdarahan yang
tidak lazim, peningkatan hematokrit 5% sampai 10%. Terdapat sekurangkurangnya satu dari kriteria berikut ini yaitu pemeriksaan antibodi IgM
positif, positif antigen virus dengue, positif pemeriksaan PCR, dan kasus
berlokasi di suatu daerah dan dalam waktu bersamaan terdapat kasus
konfirmasi DD atau DBD.
3. Diagnosis DBD
Penegakkan diagnosis DBD diperlukan minimal ada kriteria klinis 1 dan 2,
serta dua kriteria laboratorium (WHO, 2009) (Kemenkes RI, 2013).
Kriteria atau manifestasi klinis DBD antara lain demam mendadak, tinggi
tanpa sebab yang jelas yang secara terus menerus berlangsung selama
dua sampai tujuh hari, terdapat beberapa gejala perdarahan spontan
berbentuk

perdarahan

bawah

kulit,

mimisan,

perdarahan

gusi,

perdarahan saluran cerna. Terdapat uji tourniquet yang positif dan resiko
terjadinya syok ditandai dengan nadi yang cepat dan lemah serta
penyempitan tekanan nadi (20 mmHg atau kurang) atau nadi tidak teraba,
kaki dan tangan terasa dingin, kulit lembab dan penderita menjadi
gelisah. Kriteria pemeriksaan laboratorium dalam penegakkan diagnosis

DBD

yaitu

ada

penurunan

jumlah

trombosit

(trombositopenia

100.000/mm3 atau kurang), biasanya terjadi di hari sakit ketiga sampai


kedelapan

hari,

terjadinya

hemokonsentrasi

dengan

peningkatan

hematokrit 20% atau lebih yang merupakan bukti adanya peningkatan


permeabilitas kapiler dan bocornya plasma, pada kasus berat yang
disertai dengan disfungsi hati. Waktu tromboplastin parsial memanjang
pada setengah sampai sepertiga kasus DBD. Hasil laboratorium lainnya
adalah

kadar

komplemen

serum

menurun,

hipoproteinemia,

hiponatremia, dan peningkatan kadar SGOT ringan. Asidosis metabolik


nitrogen urea darah meningkat sering kali dijumpai pada kasus penyakit
yang disertai syok berkepanjangan. (WHO,2011)

Tabel 2.1 Manifestasi infeksi virus dengue (WHO,2011)

Tabel 2.2 Klasifikasi WHO infeksi dengue dan derajat


keparahannya(WHO,2011)
2.4 Komplikasi Demam berdarah
Sekitar 20-30% kasus demam berdarah dengue berkomplikasi syok
(sindrom syok dengue). Kurang dari 10% pasien mengalami ekimosis hebat atau
perdarahan gastrointestinal, biasanya sesudah periode syok yang tidak diobati.
Setelah krisis 24-36 jam, pemulihan terjadi dengan cepat pada pasien yang
diobati. Temperatur dapat kembali normal sebelum atau selama syok.
Bradikardia dan ektrasistol ventrikular umumnya dapat terjadi saat pemulihan.
Komplikasi akibat pelayanan yang tidak baik selama rawatan inap juga
dapat terjadi berupa kelebihan cairan (fluid overload), hiperglikemia dan
hipoglikemia, ketidak seimbangan elektrolit dan asam-basa, infeksi nosokomial,
serta praktik klinis yang buruk. Di daerah endemis, demam berdarah dengue
harus dicurigai terjadi pada orang yang mengalami demam, atau memiliki
tampilan klinis hemokonsentrasi dan trombositopenia (WHO,2011)

Anda mungkin juga menyukai