Pembimbing:
dr. Prijo Sidi Pratomo, Sp. Rad(K)
Disusun oleh:
Prisca Charity Worotikan
(07120120113)
DAFTAR IS
DAFTAR ISI............................................................................................................2
PENDAHULUAN...................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................4
2.1 Anatomi..........................................................................................................4
2.2 Etiologi dan Patofisiologi...............................................................................5
2.4 Epidemiologi..................................................................................................5
2.5 Komplikasi.....................................................................................................5
2.6 Manifestasi Klinis...........................................................................................7
2.7 Pemeriksaan Penunjang..................................................................................7
2.8 Tatalaksana...................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................13
REFERAT
BAB I
PENDAHULUAN
Polycystic Kidney Disease (PKD) adalah kelainan menurun, berupa
multiplikasi
kista
pada
ginjal1,2.
Penyakit
ini
disebabkan
adanya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Ginjal terletak pada posterior abdomen, setinggi T12-L3, dimana
sebagiannya terlindungi oleh tulang rusuk kesebelas dan dua belas. Setiap
ginjal diselubungi oleh tiga lapisan, yang terluar adalah fasia renalis,
diikuti kapsul adiposa, dan yang paling dalam adalah kapsula renalis.
Karena lobus hati, maka biasanya ginjal kanan terletak lebih inferior
dibanding ginjal kiri3.
Pada potongan frontal ginjal, akan didapati beberapa struktur dalam ginjal seperti
pada gambar berikut.
Gambar 2.1
Penampang Ginjal
Karena fungsi PC1 dan PC2 yang tidak hanya bekerja di ginjal, penyakit ini pun
bisa menimbulkan komplikasi pada organ lain yang berhubungan dengan kedua
gen tersebut. Komplikasi ektrarenal yang paling sering terjadi adalah polycystic
liver deseaase (PLD). Prevalensinya meningkat seiring dengan usia pasien.
Komplikasi lainnya adalah intracranial aneurysm (ICA) dan ruptur aneurisma.
Pasien dengan riwayat keluarga mengalami ICA atau perdarahan subaraknoid
memiliki risiko yang lebih besar. Aneurisma intrakranial bisa menimbulkan gejala
neurologis, seperti kelemahan saraf kranialis atau kejang akibat penekanan, tapi
hal tersebut jarang terjadi. Sebaliknya, aneurisma yang ruptur akan langsung
menimbulkan gejala sakit kepala hebat, kelemahan, dan tanda-tanda kenaikan
tekanan intrakranial.
Valvular heart disease dan keganasan adalah dua komplikasi lain yang juga harus
diperhatikan. Prolaps katup mitral menjadi gangguan yang paling sering
terdeteksi. Pada kasus yang jarang, dapat terjadi congestive heart failure.
Tidak ada korelasi yang jelas antara ADPKD dengan meningkatnya angka
kejadian karsinoma pada ginjal, tapi biasanya pada karsinoma lebih banyak terjadi
pada pasien yang berusia lebih muda. Berkembangnya ADPKD menjadi suatu
keganasan dapat dinilai menggunakan klasifikasi Bosniak. Klasifikasi ini
berdasarkan karakteristik kista pada gambaran CT-scan.
.
2.6 Manifestasi Klinis
Gejala klinis ADPKD biasanya muncul saat pasien berusia kurang lebih 40 tahun.
Keluhan yang diutarakan adalah nyeri di area pinggang atau punggung. Hasil
pemeriksaan tekan darah dapat menunjukkan adanya hipertensi dengan kenaikan
tekanan diastolik. Pada pemeriksaan fisik bisa didapati pembesaran ginjal, dan
nyeri tekan/ketok pada area pinggang.
Polycystic Liver Disease dapat menimbulkan gejala rasa mual, begah dan muntah,
begitu pula dengan nefrolitiasis. Hematuria dapat mengindikasikan adanya batu di
ginjal atau traktus urinarius, ruptur kista, tumor renal dan infeksi, terutama bila
disertai demam.
2.7 Pemeriksaan Penunjang
a. Ultrasonografi
Pemeriksaan ini menggunakan getaran frekuansi tinggi yang dipantulkan
pada permukaan jaringan. Pantulan ultrasound tersebut kemudian
ditampilkan pada layar. Secara umum, pantulan yang dihasilkan sangatlah
sensitif dan akurat untuk menilai pergerakan jaringan.
Gambar 2.2
Gambar ginjal normal pada USG
Gambar 2.3.
Lesi kista pada ginjal kanan.
Tabel 2.x.
Kriteria diagnosis ADPKD
b. Radiografi
Pemeriksaan dengan radiografi lebih banyak digunakan untuk melihat
tanda-tanda komplikasi dari PKD. Foto polos abdomen yang meliputi
ginjal, ureter, dan buli-buli (KUB radiograph), selain dapat menampilkan
bentuk dan ukuran ginjal, juga dapat menunjukkan kalsifikasi atau batu
ginjal. Namun, pemeriksaan ini tidak cukup baik untuk menampilkan batu
yang berasal dari asam urat.
Intravenous Pyelography (IVP) adalah pemeriksaan radiografi yang
menggunakan bantuan kontras. Kontras dimasukkan ke tubuh pasien
melalui saluran intravena, lalu secara berkala, dalam waktu kurang lebih
20 menit, foto akan diambil untuk melihat aliran kontras dalam darah
pasien. Pada 1-2 menit pertama, gambar diambil untuk melihat calyx.
Dalam 3menit akan tampak gambaran ginjal secara lebih jelas. Dalam 5-20
tampak aliran kontras pada ureter hingga vesica urinaria7. Foto post-void
kembali diambil untuk melihat apakah terdapat sisa kontras pada vesica
urinaria atau saluran lain.
Gambar 2.x.
Gambaran batu pada IVP (A) yang tidak terlihat pada pemeriksaan KUB (B)
Gambar diambil dengan posisi pasien tidur terlentang, arah sinar anteriorposterior. Dapat pula dilakukan pengambilan gambar secara oblik. Bila
Gambar 2.x.
Gambaran ginjal normal pada IVP (A), Swiss Cheese appearance pada pasien PKD (B)
11
ginjal4. Untuk alasan yang sama, pemberian obat diuretik dosis tinggi juga harus
dihindari.
Penanganan nyeri harus dilandasi penyebab yang tepat. Analgesik golongan
narkotika digunakan untuk menangani nyeri aku hebat. Selebihnya, bila semua
kemungkinan penyebab nyeri, seperti infeksi, batu atau tumor sudah disingkirkan,
nyeri kronik dapat diatasi dengan antidepresan golongan tricyclic atau blokade
sphlanchic nerve menggunakan anestesi lokal atau steroid. Bila penanganan
konservatif gagal, dekompresi dengan operasi aspirasi kista harus
dipertimbangkan.
Pilihan antibiotik yang dapat diberikan untuk infeksi antara lain: trimethoprimsulfamethoxazole, fluorokuinolon, atau chloramphenicol. Pemberian antibiotik
harus dilakukan segera, bila terdapat gejala uretritis atau cystitis untuk mencegah
infeksi yang lebih parah. Bila infeksi bertahan 1-2 minggu setelah pengobatan,
operasi pengangkatan harus dipertimbangkan.
Pasien harus mulai diedukasi tentang hemodialisa saat GFR pasien <30mL/menit.
Selama tidak terdapat kontra indikasi seperti uremia, kesulitan mengatur status
hidrasi, tekanan darah dan nutrisi, hemodialisa harus dilakukan saat GFR berada
di bawah 15mL/menit. Transplantasi dapat dilakukan bila pasien ADPKD telah
masuk ke fase akhir gagal ginjal.
Penggunanan esterogen, baik dalam kontrasepsi maupun terapi hormonal dapat
berpengaruh pada proliferasi kista hepar. Karena itu, penting untuk mengedukasi
pasien agar menghindari penggunaan esterogen. Aspirasi kista diikuti dengan
skelrosis, hepatektomi, dan transplantasi dapat dilakukan bila telah terdapat tandatanda kompresi kista.
12
DAFTAR PUSTAKA
1
Harris Peter C., Torres Vincente E. Polycystic Kidney Disease. Annu Rev
Usatine Richard P, Smith Mindy Ann, Mayeaux E.J, Jr., Chumley Heidi. Color
Kasper Dennis et.al. Harrisons Principle of Internal Medicine. ed. 19. Amerika
Lerma Edgar V., Berns Jeffrey S., Nissenson Allen R. Current Diagnosis and
Jha Pranaw Kumar, Kher Vijay. Manual of Nephrology. New Delhi: Jaypee
tersedia http://radiopaedia.org/articles/intravenous-urography
13