HIPEREMESIS GRAVIDARUM
Disusun oleh:
Rimadona
13101034
Pembimbing :
dr. Lasiah Susanti, MPH
I. IDENTITAS
Nama : Ny. Y
Usia : 29 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMA
Pendidikan : SMA
II. ANAMNESIS
2. Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang dengan keluhan tidak haid sejak
2 bulan yang lalu disertai mual muntah hebat dan penurunan nafsu makan. Pasien
4. Riwayat Menstruasi
5. Riwayat Fertilitas
d. Mual-mual : Ada
c. Beratbadan : 42 kg
2. Status Obstetri
i. Lain-lain : His
TBJ
Periksa I
Umur kehamilan ( minggu ) 10 minggu 4 hari
TFU Tidak ada data
Presentasi Tidak ada data
Letak anak dan turunnya bagian bawah Tidak ada data
Punggung Tidak ada data
DJJ (+)
Edema Tidak ada
Tekanan darah (mm Hg) 100/70 mmHg
Berat badan (kg) 42 kg
1. Laboratorium
a. Darah
b. Urin
V. DIAGNOSIS
Hiperemesis Gravidarum
VI. PROGNOSIS
VII. TERAPI
VIII. EDUKASI
Pasein diminta untuk memakan makanan yang bergizi dan mengkonsumsi lebih
banyak buah dan sayur dengan jumlah porsi kecil tetapi frekuensi yang sering.
1. Anamnesis
TINJAUAN PUSTAKA
HIPEREMESIS GRAVIDARUM
1. Definisi
Hiperemesis gravidarum adalah keadaan dimana penderita mual dan muntah berlebihan,
lebih dari 10 kali dalam 24 jam atau setiap saat sehingga mengganggu kesehatan dan
pekerjaan sehari-hari (Prawiroharjo, 2014).
Keluhan mual muntah banyak dirasakan pada pagi hari atau dikenal dengan morning
sickness. Ditandai dengan mual muntah yang terus-menerus disertai dengan terjadinya ketosis
(rasa kehausan atau mulut kering, kencing berlebihan, mudah lelah, kulit kering, muntah,
kesulitan bernafas,pusing, dan nafas bau aseton) dan penurunan berat badan > 5% berat
badan sebelum hamil (Goodwin, 2008). Mual dan muntah yang berhubungan dengan
kehamilan biasanya dimulai pada kehamilan 9-10 minggu, puncak dapat terjadi pada minggu
ke 11-13 serta sebagian kecil kehamilan gejala dapat berlanjut melampaui 20-22 minggu
(Ogunyemi, 2017).
2. Epidemiologi
Mual dan muntah pada kehamilan terjadi dalam 50-90% kehamilan. Gejala biasanya
dimulai pada gestasi minggu ke 9-10, memuncak pada minggu ke 11-12, dan berakhir
pada minggu ke 13-14. (Gunawan et al, 2011). Data statistik Amerika Serikat
menyatwakan terjadi hiperemesis gravidarum pada 5 dari 1000 kehamilan. Berdasarkan
usia hiperemesis gravidarum lebih sering terjadi pada ibu muda dan berkurang pada usia
ibu lanjut. Sedangkan berdasarkan perbedaan ras tidak terbukti adanya pengaruh pada
hiperemesis gravidarum (Ogunyemi, 2017).
3. Etiologi dan Faktor Risiko
Beberapa penelitan yang dilakukan, wanita dengan tingkat ekonomi rendah sampai
menengah, wanita dengan tingkat pendidikan rendah, wanita dengan kehamilan
sebelumnya menggalami mual muntah, wanita yang menggunakan kontrasepsi oral, berat
badan yang berlebihan atau obesitas, multigravida atau nulipara lebih sering terjadi mual
dan muntah dalam kehamilan (Ogunyemi, 2017). Namun ada beberapa pengetahuan
mengenai faktor yang dapat memicu mual muntah :
1. Peningkatan hormon progesterone dan estrogen pada ibu hamil, hal ini akan
meningkatkan proses pengosongan lambung sehingga akan terjadi proses distensi
lambung.
2. Faktor psikologis : Depresi, gangguan psikiatrik, konflik rumah tangga, hamil yang
tidak diinginkan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut terha dap tanggung
jawab sebagai ibu dan kehilangan pekerjaan.
3. Faktor organik : masuknya fili khorionis dalam sirkulasi maternal dan perubahan
metabolik akibat hamil serta resistensi yang menurun (Kevin et al, 2010;
Prawirohardjo, 2014).
Penyebab hiperemesis gravidarum tidak terlalu dketahui jelas, tapi muncul karena
komponen fisiologis dan psikologis. Estrogen, progesteron, adrenal dan hormon yang
dihasilkan kelenjar pituitary disebutkan sebagai penyebab, tapi sebenarnya tidak ada bukti
yang jelas mengenai hal itu (Philip, 2003).
Teori popular tentang mual muntah pada kehamilan terkait dengan aktivitas trofoblas
dan produksi gonadotropin, kemungkinan sekunder berupa peningkatan HCG. Insiden
hiperemesis gravidarum meningkat pada multipel gestasi pada penyakit mola (Philip,
2003).
4. Klasifikasi
Secara klinis hiperemesis gravidarum dibedakan berdasarkan 3 tingkatan, yaitu:
Tingkat I
Muntah yang terus menerus, timbulnya itoleransi terhadap makanan
dan minuman, berat badan menurun. Nyeri pada epigastrium, pada muntah
pertama keluar makanan, lendir dan diikuti keluarnya cairan empedu serta
terakhir dikuti keluarnya darah. Nadi pasien meningkat hingga 100 kali per
menit dan tekanan sistolik menurun. Mata terlihat cekung, lidah kering, turgor
pada kulit, dan urin sedikit tetapi dalam batas normal (Prawirohardjo, 2014).
Tingkat II
Gejala yang muncul lebih berat, pasien mengalami intoleransi berat terhadap
makanan dan minuman, dehidrasi, suhu tubuh sub febril, nadi meningkat
antara 100-140 kali per menit, tekanan darah sistolik kurang dari 80 mmHg,
apatis, terlihat pucat, lidah kotor, beberapa kasus pasien mengalami ikterus,
aseton, terdapat bilirubin pada urin, dan berat badan menurun drastis
(Prawirohardjo, 2014).
Tingkat III
Kondisi yang sangat jarang pada pasien, dimana pasien hiperemesis
gravidarum mengalami gangguan kesadaran (delirium- koma), muntah
berkurang atau berhenti, tetapi dapat terjadi ikterus, sianosis, nistagmus,
gangguan jantung, bilirubin dalam urin, dan terjadi proteinuria (Prawirohardjo,
2014).
5. Patofisiologi
Dasar terjadinya hiperemesis gravidarum masih dalam perdebatan. Hiperemesis
gravidarum tampaknya terjadi sebagai interaksi kompleks antara faktor biologis,
psikologis, dan sosiokultural. Beberapa teori yang diusulkan dibahas di bawah ini.
Perubahan Hormonal
Wanita dengan hiperemesis gravidarum memiliki kadar hormon human
chorionic gonadotropin (HCG) yang lebih tinggi dari wanita hamil pada
umumnya. Hormon HCG dapat merangsang reseptor hormon thyroid-
stimulating hormone (TSH) diawal kehamilan yang mekanismenya belum
diketahui secara pasti (Ogunyemi, 2017).
Gangguan Gastrointestinal
Peningkatan kadar progesteron memperlambat motilitas lambung dan
mengganggu ritme kontraksi otot-otot polos di lambung (disritmia gaster).
Disritmia gaster yang mengakibatkan terjadinya mual yang dirasakan oleh ibu
hamil (Ogunyemi, 2017).
Gangguan hepatik
Pasien yang memiliki gangguan hepatik sebelum hamil memiliki risiko
terjadiya mual muntah dalam kehamilan. Penelitian menyebutkan terdapat 3%
pasien menggalami hiperemesis gravidarum dengan gangguan hepatik
(Shekhar dan diddi, 2015 dalam Ogunyemi, 2017)
6. Manifestasi Klinis
Gejala terjadi pada trimester pertama, tanda dan gejala yang sering ditemui adalah
mual dan muntah, penurunan berat badan, saliva yang berlebihan (ptialism), tanda tanda
dehidrasi, termasuk hipotensi postural dan takikardia (Prawirohardjo, 2014).
7. Diagnosis
Diagnosis hiperemesis gravidarum ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Sebagaimana berikut :
Anamnesis
Pada anamnesis ditemui amenorea yang didertai muntah hebat, dan pasien
merasa terganggunya pekerjaan sehari-hari. Ditambahkan dengan berapa kali
frekuensi muntah pasien dalam 1 hari. Selain itu dari anamnesis juga dapat
diperoleh informasi mengenai hal-hal yang berhubungan dengan terjadinya
hiperemesis gravidarum seperti stress, lingkungan sosial pasien, asupan nutrisi
dan riwayat penyakit sebelumnya (Prawirohardjo, 2014).
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik tampak pasien lemas, memiliki tanda-tanda dehidrasi,
kulit pucat, ikterus, sianosis, berat badan menurun, uterus teraba membesar
sesuai dengan usia kehamilan, dengan konsistensi lunak, pada inspekulo
terlihat servik berwarna biru. Tanda vital terlihat nadi meningkat diatas atau
sama dengan 100 kali permenit, tekanan darah menurun, subfebris, ganggguan
kesadaran (Prawirohardjo, 2014) .
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Ultrasonografi dilakukan untuk mengetahui kondisi kesehatan
janin untuk mengetahui apakah terdapat kehamilan kembar atau adanya
molahidatidosa. Pada pemeriksaan laboratorium terjadi kenaikan relatif
hemoglobin dan hematokrit, peningkatan keton, proteinuria (Prawirohardjo,
2014).
8. Penatalaksanaan
Penatalaksaan pada pasien hiperemesis gravidarum berdasarkan non-farmakologi dan
farmakologi sebagai berikut (Ogunyemi, 2017) :
Non-Farmakologi
Pasien dengan hiperemesis gravidarum disarankan untuk mengubah pola diet
sebagai berukut :
a. Makan setiap pasien merasa lapar, dengan porsi kecil dan frekuensi yang
ditingkatkan.
b. Hindari makanan yang berlemak, pedas, sera makanan yang berbau
menyengat.
c. Makan makanan yang mengandung protein tinggi
Farmakologi (Gambar. 1 Alur pengobatan)
a. Vitamin
Pyridoxine (vitamin B6) 10-25 mg 3-4 kali sehari.
b. Antiemetik
Doxylamine 12,5 mg 2 kali sehari
Metoclopramide oral 5-10 mg 3 kali sehari
Prochlorperazine 5-10 mg 4-6 kali sehari
Promethazine oral atau intramuskular atau intravena 25 mg 4-6 kali
sehari
Ondansetron oral 4-8 mg 3 kali sehari
c. Kortikosteroid
Methylprednisolone oral atau intavena 16 mg 3 kali sehari selama 3
hari
Gambar 1. Alur pengobatan mual muntah pada ibu hamil
9. Komplikasi
a. Maternal
1) Dehidrasi
Dehidrasi muncul pada keadaan ini akibat kekurangan cairan yang dikonsumsi
dan kehilangan cairan karena muntah. Keadaan ini menyebabkan cairan ekstraseluler
dan plasma berkurang sehingga volume cairan dalam pembuluh darah berkurang dan
aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan jumlah zat makanan
(nutrisi) dan oksigen yang akan diantarkan ke jaringan berkurang pula. Dampak dari
keadaan ini terhadap kesehatan ibu adalah menurunnya keadaan umum, munculnya
tanda-tanda dehidrasi (dalam berbagai tingkatan tergantung beratnya hiperemesis
gravidum), dan berat badan ibu berkurang. Resiko dari keadaan ini terhadap ibu
adalah kesehatan yang menurun dan bisa terjadi syok serta terganggunya aktivitas
sehari-hari ibu (Prawirohardjo, 2011).
2) Ketidakseimbangan elektrolit
Ketidakseimbangan elektrolit muncul akibat cairan ekstraseluler dan plasma
berkurang. Natrium dan klorida darah akan turun. Kalium juga berkurang sebagai
akibat dari muntah dan bertambahnya ekskresi lewat ginjal. Dampak dari keadaan
ini terhadap kesehatan ibu adalah bertambah buruknya keadaan umum dan akan
muncul keadaan alkalosis metabolik hipokloremik (tingkat klorida yang rendah
bersama dengan tingginya kadar HCO3 & CO2 dan meningkatnya pH darah). Risiko
dari keadaan ini terhadap kesehatan ibu adalah bisa munculnya gejala-gejala dari
hiponatremi, hipokalemi, dan hipokloremik yang akan memperberat keadaan umum
ibu. Dampak keadaan ini terhadap kesehatan janin adalah juga akan mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan janin (Prawirohardjo, 2011).
3) Diplopia
Akibat defisiensi tiamin (B1) (Prawirohardjo, 2011).
4) Nafas bau aseton dan penurunan berat badan
Hiperemesis gravidum juga dapat mengakibatkan berkurangnya asupan energi
(nutrisi) ke dalam tubuh ibu. Hal ini dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan
lemak dalam tubuh ibu habis terpakai untuk keperluan pemenuhan kebutuhan energi
jaringan. Perubahan metabolisme mulai terjadi dalam tahap ini. Karena oksidasi
lemak yang tidak sempurna, maka terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam
aseton-asetik, asam hidroksi butirik, dan aseton dalam darah. Hal ini menyebabkan
jumlah zat makanan ke jaringan berkurang dan tertimbunnya zat metabolik yang
toksik. Dampak dari keadaan ini terhadap kesehatan ibu adalah kekurangan sumber
energi, terjadinya metabolisme baru yang memecah sumber energi dalam jaringan,
berkurangnya berat badan ibu, dan terciumnya bau aseton pada pernafasan.
Risikonya bagi ibu adalah kesehatan dan asupan nutrisi ibu terganggu. Dampak
keadaan ini terhadap kesehatan janin adalah berkurangnya asupan nutrisi bagi janin.
Risiko bagi janin adalah pertumbuhan dan perkembangan akan terganggu
(Prawirohardjo, 2011).
5) Perdarahan gastrointestinal
Frekuensi muntah yang terlalu sering dapat menyebabkan terjadinya robekan
pada selaput jaringan esofagus dan lambung. Keadaan ini dapat menyebabkan
perdarahan gastrointestinal. Pada umumnya robekan yang terjadi berupa robekan
kecil dan ringan. Perdarahan yang muncul akibat robekan ini dapat berhenti sendiri.
Keadaan ini jarang menyebabkan tindakan operatif dan tidak diperlukan transfusi
(Prawirohardjo, 2011).
b. Fetal
Penurunan berat badan yang kronis akan meningkatkan kejadian gangguan
pertumbuhan janin dalam rahim (IUGR) (Prawirohardjo, 2011).
10. Prognosis
Beberapa kasus pasien yang mengalami hiperemesis gravidarum akan sembuh dengan
sendirinya diakhir trimester pertama, tetapi dibeberapa kasus gejala hilang pada minggu ke
21-22 bahkan hingga saat melahirkan (Ogunyemi, 2017).
DAFTAR PUSTAKA
Gunawan, K., Ocviyanti, D., Manengkei, P.S.K. 2011. Diagnosis Dan Tata Laksana
Hiperemesis Gravidarum. J Indon Med Assoc. 16:11.
(https://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/viewFile/1068/1059).
Ogunyemi, D.A. (2017). Hyperemesis Gravidarum. http://www.emedicine.com
/MED/topic1075.htm,
Philip ,B. 2003. Hyperemesis Gravidarum: Literature Review, Wisconsin
medicaljournal.102:3(https://www.wisconsinmedicalsociety.org/_WMS/publications/w
mj/pdf/102/3/46.pdf).
Prawirohardjo, S.2014.Ilmu Kebidanan edisi 4. Jakarta : PT Bina Pustaka.