Disusun Oleh:
Pembimbing:
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...................................................................................................................................................2
BAB 1...........................................................................................................................................................2
PENDAHULUAN...........................................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................................3
BAB 2...........................................................................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................................................................6
2.1 Definisi Early Warning System.....................................................................................................6
2.2 Deteksi Dini Kasus Covid-19.........................................................................................................6
2.3 Intervensi Dini............................................................................................................................11
2.4 Tatalaksana Covid-19 oleh Ahli Nestesi.....................................................................................13
BAB 3.........................................................................................................................................................17
PENUTUP...................................................................................................................................................17
3.1 Kesimpulan......................................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................................18
2
BAB 1
PENDAHULUAN
Wabah yang berasal dari Kota Wuhan China dilaporkan pada 31 Desember 2019
adanya kasus pneumonia yang tidak diketahui etiologinya telah menyerang berbagai
negara dan penambahan jumlah kasus Covid-19 berlangsung cukup cepat. dengan
tanggal 25 Maret 2020, dilaporkan total kasus konfirmasi 414.179 dengan 18.440
kematian (CFR 4,4%) dimana kasus dilaporkan di 192 negara/wilayah. Diantara kasus
tersebut, sudah ada beberapa petugas kesehatan yang dilaporkan terinfeksi (S Zhao
dkk, 2020).
3
bersin, menghindari kontak secara langsung dengan ternak dan hewan liar serta
menghindari kontak dekat dengan siapapun yang menunjukkan gejala penyakit
pernapasan seperti batuk dan bersin. Oleh karena itu perlu penerapan deteksi dini pada
pasien kritis selain itu menerapkan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) saat
berada di fasilitas kesehatan terutama unit gawat darurat dapat menurunkan tingkat
mortalitas (Perdatin, 2020). Selain itu solusi yang lain dengan langkah-langkah social
distancing, yang dapat disebut "lockdown" telah dipertimbangkan dan diumumkan untuk
membatasi interaksi manusia pada jarak dekat di daerah tertentu serta dalam skala
nasional. Untuk mengevaluasi efektivitas langkah-langkah jarak sosial pada
penyebaran COVID-19, Tobías atau Saez et al. telah menganalisis tren kasus dan
kematian yang dikonfirmasi di Spanyol dan Italia sebelum dan sesudah penguncian
nasional masing-masing menggunakan statistik pada serangkaian waktu. Hasil
penelitian menunjukkan insiden berkurang di kedua negara setelah tindakan sosial
jarak (Tobías, 2020; Saez et al., 2020).
4
menganalisis tren kasus dan kematian yang dikonfirmasi di Spanyol dan Italia sebelum
dan sesudah penguncian nasional masing-masing menggunakan statistik pada
serangkaian waktu (Tobías, 2020; Saez et al., 2020). Hasil penelitian menunjukkan tren
insiden berkurang di kedua negara setelah tindakan sosial jarak.
Bagaimana definisi, klasifikasi, dan intervensi dini ditinjau dari segi kegawat
daruratan anestesi pada pasien COVID-19 ?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui definisi, klasifikasi, dan deteksi dini ditinjau dari segi kegawat
daruratan anestesi pada pasien COVID-19.
1.4 Manfaat
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Early Warning System for Covid Case maksutnya adalah suatu sistem
peringatan/deteksi dini untuk melihat adanya pasien yang terinfeksi Covid-19 dan
deteksi dini pasien yang memerlukan tatalaksana intensif. Tenaga kesehatan dilatih
untuk mendeteksi atau mengenali perubahan kondisi pasien yang memburuk dan
mampu melakukan tindakan. Mendeteksi adanya tanda bahaya dini seperti tanda-tanda
vital yang memburuk dan perubahan kecil status neurologisnya sebelum mengalami
penurunan kondisi klinis yang meluas dan menghindari kejadian yang tidak diharapkan.
Penerapan early warning system (EWS) membuat staf mampu mengidentifikasi
keadaan pasien memburuk sedini-dininya sehingga hasil asuhan pasien akan lebih
baik. Pelaksanaan early warning system (EWS) dapat dilakukan menggunakan sistem
skor yang disebut Early Warning Score (EWS) (Kemenkes RI, 2020). Early Warning
Score adalah sistem penilaian kumulatif yang menstandarkan penilaian tingkat
keparahan penyakit akut menggunakan alat sederhana dan digunakan di semua rumah
sakit, fungsinya adalah untuk menunjukkan tanda-tanda, awal pemburukan dan skoring
dihitung dengan parameter penilaian tertentu (NEWS, 2017).
Gambar 1. Tabel EWS Covid-19 yang telah digunakan oleh berbagai rumah
sakit di Indonesia Sumber: Kemenkes RI, 2020
7
Permasalahannya adalah EWS belum dikonfirmasi penggunaanya untuk
di Indonesia, namun EWS dapat digunakan sebagai indikasi untuk isolasi pasien,
penelurusan kontak dan prioritas pemeriksaan rRT-PCR. Pasien-pasien yang
memiliki nilai Covid-19 EWS >10 merupakan indikasi untuk dilakukannya
pemeriksaan rRT-PCR untuk konfirmasi diagnosis.
8
● Skor tersebut adalah versi modifikasi dari National Early Warning Score
(NEWS) dengan usia ≥65 tahun ditambahkan sebagai faktor risiko
independent berdasarkan laporan terbaru
● Pasien dibagi menjadi empat kategori risiko berdasarkan skor: rendah,
median, tinggi, dan luar biasa.
● Seorang dokter yang ditugaskan khusus atau tim perawatan kritis
khusus memutuskan pasien mana yang perlu dirawat di ICU, dengan
mempertimbangkan keparahan penyakit, peluang untuk mendapatkan
manfaat, dan sumber dukungan.
9
menggolongkan atau mengkategorikan pasien tersebut termasuk resiko
rendah, sedang atau tinggi .
(Sumber: Liao, X., Wang, B., & Kang, Y., 2020).
10
Selama pengawasan semua perburukan gejala harus segera di
identifikasi, jika terdapat satu dari tanda berikut di bawah perlu dipindahkan ke
ruang rawat intensif. Tanda yang dimaksud adalah:
1. SpO2 <93% dengan udara bebas
2. RR >30 kali/menit
3. HR >120 kali/menit
4. Tanda kegagalan organ
1. Gunakan ventilasi high flow nasal canulla (HFNC) pada pasien dengan ARDS atau
efusi paru luas
Prinsip terapi oksigen dengan NRM 15 liter per menit, HFNC jika dibutuhkan tenaga
kesehatan harus menggunakan respirator batasi flow tidak melebihi 30 liter/menit, NIV
jika dibutuhkan tenaga kesehatan juga harus menggunakan respirator berikan selama 1
jam lalu dievaluasi, jangan gunakan NIV pada pasien syok, untuk kasus ARDS berat
disarankan untuk dilakukan ventilasi invasif.
Bila pasien masih belum ada perbaikan klinis setelah dilakukan terapi oksigen maka
harus dilakukan penilaian lebih lanjut dan disarankan melakukan intubasi dan ventilasi
mekanik secara dini jika terdapat tanda-tanda seperti dibawah:
Penilaian klinis
11
- Usaha nafas meningkat >30 kali/menit disertai otot bantu nafas tambahan yang
berlebihan
- Nadi meningkat >120 kali/menit
Penilaian oksigenasi
- Jika menggunakan HNFC >30 liter/menit dan FiO2 >60% tidak dapat menjaga
Sp)2 >92% (95% dengan komorbid)
12
Gambar 6. Alur manajemen anetesi dan pengendalian infeksi pada pasien dengan
coronavirus sesuai dengan novel Covid-19 (Sumber: S Zhao dkk, 2020).
13
dibanding bag-mask yang mengeluarkan gas ekshalasi yang mengandung virus
ke dalam ruangan.
3. Tempatkan pemanas dan humidifier (HME) filter antar ujung endotracheal tube
dan sirkuit. Ventilasi non invasif harus dihindari. High flow nasal oxygen (HFNO)
tidak direkomendasikan.
4. Posisi pasien, seperti posisi menyamping pada pasien obese dan reverse
trendelenberg untuk memaksimalkan safe apnea time.
5. Pada pasien dengan agitasi, lebih cocok menggunakan teknik delayed sequence
tracheal intubation.
6. Jika terdapat risiko tinggi ketidakstabilan kardiovaskuler, direkomendasikan
induksi dengan ketamin 1-2 mg/kgBB. Pelumpuh otot, rocuronium 1.2 mg/kgBB
diberikan secepatnya. Tujuannya untuk meminimalkan masa apnea dan
mengurangi risiko pasien batuk. Jika menggunakan suksametonium dosisnya
adalah 1.5 mg/kgBB.
7. Pastikan pelumpuh otot bekerja maksimal sebelum melakukan intubasi
endotrakeal. Untuk memastikannya dapat menggunakan nerve stimulator perifer
atau ditunggu hingga 1 menit.
8. Pastikan bolus atau infus segera vasopresor untuk mengatasi jika terjadi
hipotensi.
9. Hanya jika pasien sudah kehilangan kesadaran dapat diberikan continuous
positive airway pressure (CPAP) untuk menghindari batuk dan jika facemask
berfungsi baik untuk mengurangi kebutuhan ventilasi. Bag-mask ventilasi
digunakan sebagai bantuan ventilasi dan mencegah hipoksia. Gunakan
oropharyngeal airway (guedel) untuk mempertahankan patensi jalan napas.
Gunakan teknik 2 tangan 2 orang dengan VE-grip untuk memperbaiki ventilasi
terutama pada pasien obesitas. Jika menggunakan ventilasi bag-mask,
minimalkan aliran oksigen dan tekanan jalan napas dengan tetap mencegah
terjadinya hipoksia.
10. Sebagai alternatif, lakukan pemasangan generasi kedua SGA setelah pasien
hilang kesadaran dan sebelum intubasi endotrakeal dilakukan. Hal ini untuk
menghindari penggunaan bag-mask ventilasi jika ada kesulitan ventilasi.
14
11. Lakukan laringoskopi dengan alat yang memungkinkan keberhasilan intubasi
sekali coba oleh petugas terlatih, dan laringoskopi ini yang disarankan adalah
videolaryngoscope.
a. Berdiri dengan menjaga jarak aman dari jalan napas pasien, tetapi dengan
praktis memberikan teknik optimal saat menggunakan laringoskop apapun juga.
b. Penggunaan videolaryngoscope dengan layar terpisah membuat operator
menjaga jarak aman dari jalan napas pasien dan teknik ini direkomendasikan
bagi yang sudah terbiasa menggunakannya.
c. Jika menggunakan videolaryngoscope dengan bilah Macintosh, perlu
disiapkan bougie.
d. Jika menggunakan videolaryngoscope dengan bilah yang hiperangulasi, perlu
menggunakan stylet (mandrin)
e. Jika tidak menggunakan videolaryngoscope, bilah Macintosh standar dan
bougie (yang digunakan langsung pada endotracheal tube) merupakan pilihan
yang terbaik.
f. Jika menggunakan bougie atau stylet, hati-hati saat mengeluarkannya dari
rongga mulut untuk mencegah percikan sekret ke anggota tim lainnya.
12. Intubasi menggunakan endotracheal tube ukuran 7.0-7.5 mm diameter internal
(ID) pada wanita dan ukuran 7.5-8.0 mm ID pada laki-laki, disesuaikan dengan
kondisi di lapangan. Jika memungkinkan gunakan endotracheal tube yang
memiliki port suction subglotik.
13. Saat melakukan intubasi endotrakeal, tanpa menghilangkan pandangan dari
layar, masukkan endotracheal tube 1-2 cm di bawah plica vocalis untuk
menghindari terjadinya intubasi bronkial.
14. Kembangkan balon cuff dengan tekanan udara 20-30 cmH2O segera setelah
intubasi dilakukan.
15. Fiksasi endotracheal tube seperti biasa.
16. Jalankan ventilasi mekanik setelah mengembangkan cuff dan pastikan tidak ada
kebocoran.
17. Pastikan keberhasilan intubasi dengan adanya gelombang pada capnopgraph.
15
18. Mengkonfirmasi kedalaman insersi endotracheal tube dalam kondisi ini sangat
sulit.
a. Saat menggunakan APD, melalukan auskultasi dada sangat sulit dan
meningkatkan risiko kontaminasi stetoskop dan petugas lainnya, sehingga tidak
direkomendasikan.
b. Memperhatikan simetrisasi pengembangan dada bilateral saat ventilasi
direkomendasikan.
c. USG paru dan rontgent dada diperlukan jika masih terjadi keraguraguan.
19. Jika dapat memastikan kebenaran posisi endotracheal tube, jangan lupa
mencatat kedalaman insersi endotracheal tube tersebut.
20. Lakukan pemasangan pipa nasogastrik setelah tindakan intubasi endotrakeal
selesai dilakukan dan ventilasi telah dijalankan untuk meminimalkan intervensi
selanjutnya.
21. Jika pasien belum terkonfirmasi positif COVID-19, ambil sampel sekret dari
dalam endotrakeal menggunakan closed suction untuk pemeriksaan COVID-19.
Kadang-kadang sampel yang diambil dari jalan napas atas memberikan hasil
negatif.
22. Rekaman visual intubasi endotrakeal harus dapat terlihat dari kamar pasien.
16
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
COVID-19 merupakan penyakit jenis baru dan belum diidentifikasi sebelumnya
COVID-19 dapat menular dari manusia ke manusia melalui percikan batuk/bersin
(droplet), tidak melalui udara. Orang yang paling berisiko tertular penyakit ini adalah
orang yang kontak erat dengan pasien COVID-19 termasuk yang merawat, oleh karena
karena itu perlu penerapan deteksi dini pada pasien kritis selain itu menerapkan
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) saat berada di fasilitas kesehatan
terutama unit gawat darurat dapat menurunkan tingkat mortalitas
Early Warning System for Covid Case maksutnya adalah suatu sistem
peringatan/deteksi dini bagi tenaga kesehatan untuk mengenali perubahan kondisi
pasien yang memburuk dan mampu melakukan tindakan menggunakan sistem skor
yang disebut Early Warning Score dan dihitung dengan parameter penilaian tertentu.
Alat penilaian ini memungkinkan tenaga medis mendeteksi COVID-19 dengan lebih
cepat dan relatif akurat. Early Warning Score tidak menggantikan penilaian klinis yang
kompeten, namun bisa digunakan untuk menunjukkan tanda-tanda awal pemburukan.
Ada modifikasi EWS dewasa pada masa pandemic COVID-19s eperti Penambahan
usia dan beberapa pengkategoria pasien yang berbeda.
Tatalaksana pasien COVID-19 harus mempertimbangkan keselamatan petugas
dan pasien. Penggunaan APD harus secara hati-hati dan tepat untuk mencegah
kontaminasi. Akurasi sangat penting, dan petugas kesehatan tidak boleh menggunakan
teknik yang tidak valid, tidak familiar dan pengulangan teknik saat tatalaksana
mengingat tindakan ini berisiko tinggi menyebabkan terjadinya paparan infeksi.
Tatalaksana seperti jalan napas harus aman, akurat dan cepat. Cepat dengan maksud
pada waktunya, tidak terburu-buru dan tidak terlambat.
17
DAFTAR PUSTAKA
S. Zhao., K. Ling., H. Yan., L. Zhong., X. Peng., S. Yao., J. Huang., dan X. Chen. Anesthetic
Management of Patients with COVID 19 Infections during Emergency Procedures.
Journal of Cardiothoracic and Vascular Anesthesia 34 Page 1125-1131. 2020.
Atangana, A. Modelling the spread of COVID-19 with new fractal-fractional operators: can the
lockdown save mankind before vaccination?. Chaos, Solitons Fractals 136, 109860.
2020.
Katz, R., Vaught, A., Simmens, S.J. Local decision making for implementing social distancing in
response to outbreaks. Public Health Rep. 134, 150–154. 2019.
Middleton, J.,Martin-Moreno, J.M., Barros, H., et al. ASPHER statement on the novel
coronavirus disease (COVID-19) outbreak emergency. Int. J. Public Health 65, 237–238.
2020.
Saez, M., Tobías, A., Varga, D., Barceló, M.A.. Effectiveness of the measures to flatten the
epidemic curve of COVID-19. The case of Spain. Sci. Total Environ. 727, 138761. 2020.
Sen-Crowe, B., McKenney, M., Elkbuli, A. Social distancing during the COVID-19 pandemic:
staying home save lives. Am. J. Emerg. Med. 2020.
West, R., Michie, S., Rubin, G., Amlôt, R.. Applying principles of behaviour change to reduce
SARS-CoV-2 transmission. Nat. Hum. Behav. 2020.
Yu, Y., Xu, D., Shang, Y.. Patients with COVID-19 in 19 ICUs in Wuhan, China: across-sectional
study. 2020.
Kemenkes RI. Buku Pedoman Penanganan Pasien Kritis COVID-19. Perhimpunan Dokter
Spesialis Anestesi dan Terapi Intensif Indonesia (PERDATIN). Versi 1 April 2020.
Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease
(COVID-19). Revisi ke-4 1. 2020.
Donders, F., Lonnée-Hoffmann, R., Tsiakalos, A., Mendling, W., Martinez de Oliveira, J., Judlin,
P& COVID,ISIDOG Recommendations Concerning COVID-19 and Pregnancy.
Diagnostics, 10(4), 243. 2020.
Komisi Akreditasi Rumah Sakit . Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1. Jakarta:
KARS. 2018.
Liao, X., Wang, B., & Kang, Y. (2020). Novel coronavirus infection during the 2019–2020
epidemic: preparing intensive care units—the experience in Sichuan Province, China.
Intensive care medicine, 46(2), 357-360.
18
Royal College of Physicians. National Early Warning Score (NEWS) 2: Standardising the
assessment of acute-illness severity in the NHS. Updated report of a working party.
London: RCP, 2017
World Health Organization. (2020). Clinical care for severe acute respiratory infection: toolkit:
COVID-19 adaptation.2020.rld Health
Sun Q, Qiu H, Huang M, Yang Y. Lower mortality of COVID-19 by early recognition and
intervention: experience from Jiangsu Province. Ann Intensive Care. Springer
International Publishing; 2020;10(1):2–5.Organ
Cook TM, El-Boghdadly K, McGuire B, McNarry AF, Patel A, Higgs A. Consensus guidelines for
managing the airway in patients with COVID-19. Anaesthesia. 2020;1–15.ization.
19