PERDARAHAN RETINA
Pembimbing :
Dr. Hari Indra Pandji Soediro, Sp.M
Penyusun:
Franky Cristia Wijaya
030.12.112
“Perdarahan retina”
Disusun oleh :
Franky Cristia Wijaya
030.12.112
Mengetahui
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul
“Perdarahan retina” tepat pada waktunya. Penyusunan referat ini ini dilakukan
dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan dalam menempuh kepaniteraan
klinik di bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUD Budhi Asih. Penulis mengucapkan
terima kasih sebesar besarnya kepada:
1. Dr. Hari Indra Pandji Soediro, Sp.M selaku pembimbing dalam penyusunan
referat.
2. Seluruh staff SMF Mata RSUD Bushi Asih.
3. Rekan kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Mata RSUD Bushi Asih.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, hal
tersebut tidak lepas dari segala keterbatasan kemampuan yang peneliti miliki.
Oleh karena itu bimbingan dan kritik yang membangun dari semua pihak
sangatlah diharapkan.
Penulis
DAFTAR ISI
ii
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................i
KATA PENGANTAR...........................................................................................ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................3
2.1 Anatomi dan Histologi ...................................................................................3
2.1.1 Letak retina........................................................................................... 3
2.1.2 Lapisan retina........................................................................................ 4
2.1.3 Bagian-bagian retina .............................................................................5
2.1.4 Vaskularisasi retina................................................................................7
2.2 Fisiologi retina...............................................................................................7
2.2.1 Fisiologi Visual Pathway.......................................................................8
BAB III PERDARAHAN RETINA..................................................................10
3.1 Oklusi Arteri Sentralis Retina.......................................................................10
3.1.1 Epidemiologi........................................................................................10
3.1.2 Etiologi ................................................................................................10
3.2 Patofisiologi..................................................................................................12
3.3 Gambaran Klinis ..........................................................................................13
3.4 Diagnosis .....................................................................................................15
3.5 Penatalaksanaan ...........................................................................................16
3.6 Prognosis .....................................................................................................17
3.6.1 Definisi Oklusi Vena Retina Sentral (CRVO)....................................17
3.6.2 Epidemiologi .......................................................................................18
3.6.3 Klasifikasi ...........................................................................................18
3.7 Etiologi .........................................................................................................19
3.8 Patofisiologi .................................................................................................19
3.9 Manifestasi Klinis ........................................................................................20
3.10 Diagnosis ...................................................................................................20
3.11 Diagnosis Banding.................................................................................... 22
3.12 Penatalaksanaan .........................................................................................22
3.13 Komplikasi..................................................................................................24
3.14 Prognosis.....................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................43
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
glaukoma (13,4%), kelainan refraksi (9,5%), gangguan retina (8,5%), kelainan
kornea (8,4%) dan penyakit mata lain.3
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
ke dalam:
1. Lapisan pigmen epitel kornea
2. Lapisan fotoreseptor
Merupakan lapis retina yang terdiri atas sel batang dan sel
kerucut
3. Membran limitan eksterna
Merupakan membrane ilusi
4. Lapis inti luar
Merupakan susunan lapis nucleus sel kerucut dan batang.
Ketiga lapis diatas avascular dan mendapat metabolism dari
lapisan koroid
5. Lapisan pleksiform luar
Merupakan lapis susunan lapis aseluler dan merupakan tempat
sinaps sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal
6. Lapisan inti dalam
Merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan sel mulller
lapis ini mendapatkan metabolisme dari arteri retina sentral
7. Lapisam pleksiform dalam
Merupakan lapis aseluler merupakan tempat sinaps sel bipolar,
sel amakrin dengan sel ganglion.
8. Lapisan sel ganglion
Merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua
9. Lapisan serat saraf
Merupakan lapis akson sel ganglion menuju kea rah saraf optik.
Di lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah
retina
10. Membrane limitan interna
Merupakan membrane hialin antara retina dan badan kaca
4
GaGambar 2. Histologi lapisan retina
5
struktur yang menyerupai sabuk dengan lebar 0,5mm dan
mengelilingi tepi fovea. Paravovea ini dikelilingi oleh perifovea,
dengan lebar 1,5mm, daerah ini ditandai dengan beberapa lapisan
sel ganglion dan 6 lapis sel bipolar.
c) Makula lutea
Terletak dengan jarak 2,5 diameter papil di bagian temporal papil.
Macula bebas pembuluh darah dengan sedikit lebih berpigmen
dibanding daerah retina lainnya. Pusat makula (umbo), memiliki
fotoreseptor utama yaitu sel kerucut. Dimana dengan diameter
umbo 150-200 µm memiliki kepadatan sekitar 385.000 sel
kerucut/mm2. Bagian sentral macula sedikit tergaung akibat
lapisannya yang kurang dan memberi refleks macula bila disinari.
Daerah ini dapat dibedakan dari daerah luarnya dengan
membandingkan lapisan sel ganglionnya. Pada macula, sel
ganglion terdiri dari beberapa lapis, sedangkan pada daerah luarnya
hanya terdiri dari satu lapisan.
d) Papil nervus optic.
6
2.1.4 Vaskularisasi retina
Retina menerima darah dari dua sumber yaitu arteri sentralis
retina dan arteri koriokapilaris. Arteri sentralis retina memperdarahi 2/3
daerah retina bagian dalam, sementara 1/3 daerah retina bagian luar
diperdarahi oleh arteri koriokapilaris. Fovea sentralis sendiri diperdarahi
hanya oleh arteri koriokapilaris dan rentan untuk mengalami kerusakan
yang tidak dapat diperbaiki bila retina mengalami ablasi. Pembuluh
darah retina memiliki lapisan endotel yang tidak berlubang, sehingga
membentuk sawar darah-retina. Arteri sentralis retina terbagi menjadi 4
cabang yang tidak beranastomose satu sama lain, yaitu : superior-nasal,
superior-temporal, inferior-nasal, dan inferior-temporal. Vena retina
mengikuti pola arteri, vena sentralis retina berdrainase ke sinus kavernosa
secara langsung atau ke vena oftalmika superior.5
7
Makula terutama digunakan untuk penglihatan sentral dan warna (fotopik)
sedangkan bagian retina lainnya sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang
untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik).5
Dua sel pada retina, yaitu sel batang dan sel kerucut mempunyai kerja
yang berbeda. Sel kerucut berfungsi menangkap bermacam-macam warna
cahaya yang masuk ke mata, sedangkan sel batang hanya menangkap cahaya
yang berwarna hitam putih saja. Sel kerucut lebih banyak digunakan pada
siang hari dan pada tempat-tempat yang terang, sedangkan pada malam hari
dan di tempat-tempat yang gelap, sel batang lebih banyak digunakan. 5
8
Hal ini menyebabkan kanal kalsium tertutup dan pengeluaran
inhibitory neurotransmitter jadi menurun. Sel bipolar mengalami kenaikan
aksi potensial yang diikuti oleh sel ganglion. Impuls ini kemudian
dihantarkan ke korteks visual bagian oksipital (area 17 dan 18) dan
dipersepsikan sebagai informasi visual. 6
9
BAB III
PERDARAHAN RETINA
3.1.1 Epidemiologi
Data pada studi di Amerika, menunjukkan bahwa CRAO ditemukan tiap
1:10.000. Bahkan pada 1-2% penderita, ditemukan ganguan mata bilateral.
Umumnya penderita laki-laki lebih tinggi dari pada wanita. Kebanyakan penderita
berusia sekitar 60 tahun, namun pada beberapa kasus dijumpai mengenai
penderita yang lebih muda hingga usia 30 tahun. Umumnya insiden pada
kelompok usia yang berbeda disebakan penyebab yang berbeda pula.7
Insidensi dijumpai meningkat pada penderita hipertensi, diabetes, systemic
heart disease, penyakit kardiovaskular, perokok, obesitas, subakut bacterial
endocarditis, tumor, leukemia, pengguna kortikosteroid suntikan, polyarteritis
nodosa, syphilis, trauma tumpul, paparan radiasi, dan pengguna kokkain.8
3.1.2 Etiologi
CRAO bukan suatu penyakit yang berdiri sendiri. Penyebab dari CRAO
dianggap sebagai proses multifaktorial, yang disebabkan oleh kelainan-kelainan
sistemik yang lain. CRAO dapat diakibatkan oleh:
1. Proses aterosklerosis dan trombosis yang terjadi pada lamina cribosa.9
2 Emboli yang berasal dari arteri karotis atau proses lain di jantung. Emboli
dianggap sebagai penyebab CRAO yang tersering.
Emboli dapat terbentuk dari berbacam sumber di tubuh. Jenis emboli yang dapat menyebkan obstruksi pada arteri retina adalah:
10
Cholesterol emboli Plak atheromatous yang berasal dari
arteri carotid
Thrombocyte-fibrin Pada atrial fibrillation, myocardial
emboli (gray) infarction, ataupun pada operasi jantung
Myxoma emboli Pada atrialmyxoma (umumnya usia
muda)
Bacterial ataupun Pada endocarditis dan septicemia
mycotic emboli (Roth
spots)
3.2 Patofisiologi
Pada umumnya, oklusi arteri retina terjadi karena emboli. Emboli biasanya
berasal dari trombus pembuluh darah dari aliran pusat yang terlepas kemudian
masuk ke dalam sistem sirkulasi dan berhenti pada pembuluh darah dengan lumen
yang lebih kecil. Etiologi trombosis adalah kompleks dan bersifat multifaktorial.10
1. Konsep trombosis pertama kali diperkenalkan oleh Virchow pada
tahun 1856 dengan diajukamya uraian patofisiologi yang terkenal
sebagai Triad of Virchow, yaitu terdiri:
11
1. Kondisi dinding pembuluh darah (endotel).
2. Aliran darah yang melambat/ statis.
3. Komponen yang terdapat dalam darah sendiri berupa
peningkatan
2. Koagulabilitas.
3. Arteri dan vena retina sentral berjalan bersama-sama pada jalur
keluar dari nervus optikus dan melewati pembukaan lamina
kribrosa yang sempit. Karena tempat yang sempit tersebut
mengakibatkan hanya ada keterbatasan tempat bila terjadi
displacement. Jadi, anatomi yang seperti ini merupakan
predisposisi terbentuknya trombus pada arteri retina sentral dengan
berbagai faktor, di antaranya perlambatan aliran darah, perubahan
pada dinding pembuluh darah, dan perubahan dari darah itu
sendiri.
4. Selain itu, perubahan arterioskelerotik pada arteri retina sentral
mengubah struktur arteri menjadi kaku dan mengenai atau bergeser
dengan vena sentral yang lunak, hal ini menyebabkan terjadinya
disturbansi hemodinamik, kerusakan endotelial, dan pembentukan
trombus. Mekanisme ini menjelaskan adanya hubungan antara
penyakit arteri dengan CRVO, tapi hubungan tersebut masih belum
bisa dibuktikan secara konsisten.
12
arteri retina central dan arteri siliar. Arteri retina sentral dan cabang
menjadi segmen-segmen yang lebih kecil keluar dari disk optic.
Arteri silia memasok choroid dan bagian anterior melalui otot-otot
rektus (rektus otot masing-masing memiliki dua arteri silia kecuali
rektus lateral, yang memiliki salah satu). Variasi anatomis antara
cabang-cabang arteri posterior pendek cilioretinal silia,
menyediakan pasokan tambahan untuk bagian dari makula retina.
arteri Cilioretinal terjadi pada sekitar 14% dari populasi.
3.3 Gambaran Klinis
Umumnya pasien akan mengeluhkan penurunan penglihatan yang terjadi
secara tiba-tiba, tanpa disertai rasa nyeri dan menetap pada salah satu mata. Pada
90% penderita, kemampuan visus menurun hingga menghitung jari, persepsi
cahaya, bahkan kebutaan.10
Keluhan nyeri pada pesien lebih mengarahkan pada proses iskemik okular
yang sedang berlangsung. Hal ini umumnya disebabkan oleh gangguan sirkulasi
pada arteri karotis dan bukan disebabkan suatu oklusi arteri retina.10
13
Penting untuk menanyakan riwayat penyakit penderita yang dapat menjadi
predisposisi pembentukan trombus, seperti atrial fibrilasi, endokarditis, penyakit-
penyakit atherosklerosis, keadaan koagulopati ataupun hiperkogulasi. Begitu pula
dengan riwayat pengobatan.11
Pemeriksaan yang perlu dilakukan pada penderita yang diduga mengami
CRAO meliputi:
- Penilaian visus, umumnya menurun hingga menghintung jari, lambaian
tangan ataupun tanpa persepsi cahaya.
- Pemeriksaan reaksi pupil, menjadi lambat atau menghilang dan dapat
anisokor.
- Permeriksaan defek pada pembuluh retina dengan funduskopi, dapat
memberikan gambaran:
-
Seluruh retina menjadi pucat akibat edema dan gangguan nutrisi.
-
Gambaran cherry-red spot pada makula lutea. Hal ini muncul setelah
terjadi infark pada lapisan retina yang menyebabkan terjadi edema.
Akibatnya lapisan retina akan tampak pucat kecuali pada daerah
makula yang tetap berwarna merah karena lapisannya yang tipis Tanda
Boxcar dapat terlihat pada arteri maupun vena, dimana hal ini
menunjukkan adanya obstruksi yang berat.12
-
Emboli dapat terlihat pada 20% kasus.
(Ophthalmology at a Glance)
- Lakukan pemeriksaan kardiovaskular untuk mendengar adanya
murmur jantung ataupun bruit karotis.
14
2. Pemeriksaan menyeluruh untuk menilai kelemahan otot, demam, nyeri tekan
pada temporal ataupun adanya arteri yang teraba, jaw claudication, untuk
menyingkirkan adanya arteritis temporal.13
3.4 Diagnosis
Dari uraian diatas, pada pasien CRAO umumnya pasien datang dengan
keluhan utama penurunan penglihatan yang terjadi secara tiba-tiba, tanpa disertai
nyeri, dan umumnya unilateral. Pada pemeriksaan, dijumpai penurunan visus
hingga menghitung jari ataupun persepsi cahaya maupun kebutaan. Pada
funduskopi dapat ditemui: gambaran fundus menjadi pucat akibat edema retina,
fovea tidak terlihat edema, dapat terlihat gamabaran cherry-red spot, arteriol
menjadi dangkal dan irreguler, serta tanda boxcar pada bagian vena.13
15
menggunakan kantong kertas atau pun memberikan ventilasi
karbogen dengan memberikan O2 95% dan CO2 5% secara
inhalasi melalui masker selama 10 menit setiap 2 jam pada waktu
pagi hingga sore hari dan setiap 4 jam pada malam hari selama
48 jam.
b) Dapat juga dengan memberikan isosorbid dinitrat sublingual.
4. Pemberian aspirin oral pada fase akut sangat membantu. Pemberian
aspirin dilanjutkan selama 2 minggu.
5. Pemberian antikoagulan sistemik tidak dianjurkan.
6. Pemberian steroid hanya bila diduga terdapat peradangan.
7. Mengontrol faktor risiko yang ada pada pasien.
8. Konsul ke dokter spesialis mata untuk terapi selanjutnya secepat
mungkin.
Tujuan dari pengobatan yang diberikan pada kasus CRAO adalah untuk:
Menurunkan TIO, hal ini dapat dicapai dengan pemberian obat-obatan
golongan karbonik anhidrase inhibitor, diuretik hiperosmolar,
simpatomimetik dan timoptik, seperti yang diberikan pada penderita
glaukoma. Penurunan TIO dapat pula dicapai dengan parasintesis camera
okuli anterior, seperti yang dijelaskan di atas.
Menambah perfusi pada retina, diperoleh melalui pemberian obat
vasodilator, peningkatan pCO2, atau dengan pemberian agen trombolitik
perifer untuk memindahkan trombus. Pendapat lain mengatakan
pemberian aspirin pada fase akut dapat beranfaat.
Meningkatkan oxygen delivery pada daerah yang hipoxia, dicapai dengan
memberikan oxygen konsentrasi tinggi maupun dengan Terapi Oxygen
Hiperbarik. Hal ini hanya dapat bermanfaat bila diberikan dalam 2-12 jam
setelah onset.
Pemberian oxygen dan peningkatan pCO2 umumnya dilakukan dengan
pemberian bantuan nafas dengan campuran 5% CO2 dan 95% O2 selama
10 menit yang dilakukan setiap 2 jam selama 2 hari.15
3.6 Prognosis
Umumnya pasien dengan CRAO akan mengalami penurunan tajam
penglihatan hingga menghitung jari maupun lambaian tangan. Namun pada 10%
pasien dengan variasi pembuluh silioretinal tajam penglihatan meningkat menjadi
sekitar 20/50.15
16
Dari data didapati bahwa pasien dengan emboli yang terlihat pada retinanya,
baik menimbulkan obstruksi atau tidak memiliki mortality rate sebesar 56%
dalam 9 tahun, dan 27% pada populasi seusia yang tidak memiliki gambaran
emboli pada retinanya. Sedangkan pada pasien yang menderita CRAO,
harapan hidup pasien adalah sekitar 5.5 tahun, dibandingkan 15,4 tahun pada
penderita tanpa CRAO pada kelompok usia yang sama.16
3.6.2 Epidemiologi
Dicirikan oleh ketajaman penglihatan yang masih baik, defek pupil aferen
ringan, dan perubahan lapangan pandang yang ringan. Pada pemeriksaan
funduskopi ditemukan adanya dilatasi ringan dan cabang vena retina sentral
17
yang berkelok-kelok, serta dot-and-flame hemorrhages pada seluruh kuadran
retina. Edema macula dengan penurunan ketajaman penglihatan dan
pembengkakan optic disk dapat ada atau tidak.17
3.8 Patofisiologi
Patogenesis dari CRVO masih belum diketahui secara pasti. Ada banyak
faktor lokal dan sistemik yang berperan dalam penutupan patologis vena retina
sentral.19
18
Arteri dan vena retina sentral berjalan bersama-sama pada jalur keluar dari
nervus optikus dan melewati pembukaan lamina kribrosa yang sempit. Karena
tempat yang sempit tersebut mengakibatkan hanya ada keterbatasan tempat bila
terjadi displacement. Jadi, anatomi yang seperti ini merupakan predisposisi
terbentuknya trombus pada vena retina sentral dengan berbagai faktor, di
antaranya perlambatan aliran darah, perubahan pada dinding pembuluh darah, dan
perubahan dari darah itu sendiri.19
Oklusi trombosis vena retina sentral dapat terjadi karena berbagai kerusakan
patologis, termasuk di antaranya kompresi vena , disturbansi hemodinamik dan
perubahan pada darah. 19
1. Oklusi vena retina sentral menyebabkan akumulasi darah di sistem
vena retina dan menyebabkan peningkatan resistensi aliran darah
vena. Peningkatan resistensi ini menyebabkan stagnasi darah dan
kerusakan iskemik pada retina. Hal ini akan menstimulasi
peningkatan produksi faktor pertumbuhan dari endotelial
vaskular(VEGF=vascular endothelial growth factor) pada kavitas
vitreous. Peningkatan VEGF menstimulasi neovaskularisasi dari
segmen anterior dan posterior. VEGF juga menyebabkan
kebocoran kapiler yang mengakibatkan edema makula.20
19
memburuk sampai hanya tinggal persepsi cahaya. Tidak terdapat rasa sakit. Dan
hanya mengenai satu mata.20
3.10 Diagnosis
20
identifikasi masalah sistemik vascular. Pada pasien muda, pemeriksaan
laboratoriumnya tergantung pada temuan tiap pasien, termasuk di antaranya:
hitung darah lengkap (complet blood cell count), tes toleransi glukosa, profil lipid,
elektroforesis protein serum, tes hematologi, serologis sifilis.
3.12 Penatalaksanaan
a. Evaluation and Management
21
Manajemen CRVO disesuaikan dengan kondisi medis terkait, misalnya
hipertensi, diabetes mellitus, hiperhomosisteinemia, dan riwayat merokok. Jika
hasil tes negatif pada faktor-faktor resiko CRVO di atas, maka dipertimbangkan
untuk melakukan tes selektif pada pasien-pasien muda untuk menyingkirkan
kemungkinan trombofilia, khususnya pada pasien-pasien dengan CRVO bilateral,
riwayat trombosis sebelumnya, dan riwayat trombosis pada keluarga.20
Dekompresi surgikal dari CRVO via radial optik neurotomi dan kanulasi vena
retina dan pemasukan tissue-plasminogen activator (t-PA). Keefektifan dan resiko
dari pengobatan ini tidak terbukti.20
c. Iris Neovascularization
Suatu studi penelitian menemukan bahwa faktor risiko paling penting pada iris
neovaskularisasi adalah ketajaman visual yang jelek. Faktor risiko yang lain yang
berhubungan dengan perkembangan neovaskularisasi iris termasuk di antaranya
nonperfusi kapiler retina yang luas dan darah intraretinal. Bila terjadi
neovaskularisasi iris, terapi bakunya adalah fotokoagulasi laser pan-retina (Laser
22
PRP). Neovaskularisasi juga dapat dikontrol dengan agen anti-VEGF intravitreal.
Namun laser-PRP (Pan Retinal Photocoagulation) dapat menyebabkan skotoma
perifer, berkemungkinan meninggalkan hanya sedikit retina yang dapat berfungsi
dengan baik dan lapangan pandang yang menyempit.20
3.13 Komplikasi
Penyulit oklusi vena retina sentral berupa perdarahan masif ke dalam retina
terutama pada lapis serabut sarah retina dan tanda iskemia retina. Pada
penyumbatan vena retina sentral, perdarahan juga dapat terjadi di depan papila
dan ini dapat memasuki badan kaca menjadi perdarahan badan kaca. Oklusi vena
retina sentral dapat menimbulkan terjadinya pembuluh darah baru yang dapat
ditemukan di sekitar papil, iris, dan retina (rubeosis iridis). Rubeosis iridis dapat
mengakibatkan terjadinya glaukoma sekunder, dan hal ini dapat terjadi dalam
waktu 1-3 bulan.20
Penyulit yang dapat terjadi adalah glaukoma hemoragik atau neovaskular.
3.14 Prognosis
Penglihatan biasanya sangat berkurang pada oklusi vena sentral, dan sering
pada oklusi vena cabang, dan biasanya tidak membaik. Keadaan pasien yang
berusia muda dapat lebih baik, dan mungkin terdapat perbaikan penglihatan.21
1. Amarousis Fugax
a) Definisi
23
2. Amaurosis fugax adalah hilangnya penglihatan secara tiba-tiba,
sementara, parsial atau total akibat penyebab apa pun dimana kehilangan
penglihatan biasanya berlangsung dari beberapa detik hingga beberapa
menit sebelum kembali ke normal.22
a) Etiologi
24
3) Radikal bebas :
Antioksidan rendah ( vitamin A, C, E )
Penigkatan asam lemak bebas
Hipersensitifitas mycobacterium tuberculosis
c) Etiopatogenesis
Penyakit Eales merupakan reaksi imunologi yang mungkin
dipicu oleh kuman eksogen. Retina S-antigen dan
Interphotoreceptor Binding Protein retinoid berperan dalam
etiopatogenesis. Agen asing dalam paparan antigen
uveitopathogenic biasanya diasingkan dari sistem kekebalan tubuh,
yang menyebabkan respon kekebalan mata memulai proses suatu
penyakit. Stress oksidatif berperan penting dalam
etiopathogenesis. Kekurangan antioksidan yaitu kadar vitamin E
dan C juga akumulasi akibat radikal bebas oksigen dan lipid, atau
sebaliknya dapat menjadi peradangan, neovaskularisasi dan
patologi retina pada pasien penyakit Eales. Kekurangan vitamin A
juga dapat memperburuk retina. Peningkatan lipid peroksida
ditemukan pada tahap proliferatif, dimana menginduksi sintesis
sitokin dan faktor pertumbuhan neovascularization retina.23
Penyakit Eales ditandai dengan adannya tahap peradangan
serta tahap proliferasi. Sitokin memegang peranan penting dalam
intraokular inflamasi. Multiple angiogenik sitokin yang diinduksi
oleh beberapa kerusakan angiogenik oksidatif, yang berhubungan
dengan jaringan hipoksia yang dapat berinteraksi untuk
terbentuknnya neovascularisasi. Selama tahap inflamasi dan
proliferasi tejadi peningkatan signifikan pada IL-1b, IL-6, IL-10
dan TNF-a.Kenaikan IL-1b dan TNF-a pada tahap inflamasi
dimana berlangsung pada tahap proliferatif. Peningkatan IL-1b,
dalam tahap inflamasi, terjadi penurunan secara signifikan dalam
tahap proliferatif. Terjadi peningkatan TNF-a pada tahap inflamasi,
meningkat secara signifikan pada tahap proliferatif,disini
peradangan (periphlebitis) mereda, tetapi neovaskularisasi retina
dan perdarahan vitreous dengan adannya hipoksia dan iskemia
retina.23
Adannya hubungan erat antara proliferasi neovascular
dalam penyakit Eales dan ekspresi VEGF intens telah ditemukan.
Peningkatan ekspresi VEGF, dimana bila dibandingkan dengan
kondisi lain mendorong neovaskularisasi, mungkin menjelaskan
keparahan pertumbuhan dari neovaskularisasi dan perdarahan
vitreous berulang pada penyakit Eales.23
d) Patofisiologi
25
shunt pembuluh darah. Hal ini mengarah kepada oklusi vaskular,
neovaskularisasi perifer, dan perdarahan vitreus
Kelainan mikrovaskular terlihat di pertautan zona perfusi
dan nonperfusi retina. Meskipun keterkaitannya dengan
tuberkulosis dan multipel sklerosis dihubungkan, namun temuan
ini tidak terbukti pada penelitian lainnya. Kemungkinan adanya
keterkaitan dari eales disease dengan peradangan pada mata dan
kepekaan terhadap protein tuberkulin mungkin berhubungan
dengan fenomena imunologi yang masih belum di ketahui
mekanismenya.23
e) Gejala Klinis
5. Umumnya penyakit ini mengenai dewasa muda, terutama pria yang
berumur 20-30 tahun. Sebagian besar memberikan gejala perdarahan
pada vitreous, seperti bercak bintik kecil pada retina, cobweb, atau
penurunan tajam penglihatan. Lainnya menunjukkan penurunan ringan
tajam penglihatan namun tanpa adanya perdarahan pada vitreous.
Meskipun pada sebagian besar pasien hanya mengeluhkan gejala
tersebut pada satu mata saja, namun pada pemeriksaan fundus pada mata
yang lain menunjukkan adanya tanda perubahan juga, seperti
periphlebitis, vascular sheathing, atau non-perfusi perifer retina, yang
dapat di deteksi dengan angiografi fluoresen. Pada akhirnya, 50 hingga
90 % dari pasien menunjukkan keterlibatan dari kedua bola mata.24
26
mikro aneurisma,veno-venous shunt, dan kadang-kadang
eksudat dan cotton-wool spots.24
3) Neovaskularisasi
1) Ultrasonografi
27
fibrovascular dapat dibuktikan. Ablasi retina yang terkait,
biasanya tarikan atau kombinasi, kadang-kadang terlihat. 24
g) Tatalaksana
28
Episode pertama perdarahan vitreous biasanya tidak ada
keluhan apa-apa tetapi perdarahan ulangan dapat mengarah
kepada traksi pada membran vitreous atau retina. 22
Perdarahan vitreous cukup sering terjadi, dan pada
kenyataannya, merupakan penyebab utama dari
hilangnya atau menurunnya daya penglihatan pasien. Indikasi
utama vitrectomy yaitu perdarahan pada vitreous yang tidak
membaik dalam 2-3 bulan, traksi retina termasuk pada kutub
posteriornya, dan kombinasi traksional
25
dan rhegmatogenous retina.
2) Prognosis
29
Penyebab dan kondisi yang berhubungan dengan anterior
iskemik optic neuropati berdasarkan Walsh dan Hoyt’s Clinical
Neuro-opthalmology adalah
1) Vascular
Giant cell arteritis
Post imunisasi
Sifilis
Radiasi nekrosis
SLE
Vasculitis alergi
2) Sistemik vaskulopati
Hipertensi
Diabetes mellitus
Migraine
Atherosclerosis
3) Hematologi
Polisitemia vera
Defisiensi G-6-PD
Penyakit Sickle
4) Ocular
Post katarak
Glaucoma
d) Gejala Klinis
1) Ketajaman penglihatan yang turun mendadak disertai dengan
skotoma ( defek lapang pandang) sesuai dengan gambaran serat
saraf retina / kadang-kadang altitudinal.
2) Bila disertai nyeri atau nyeri tekan kulit kepala maka diagnosis
arteritis sel raksasa.
3) Serangan-serangan gelap yang berlangsung beberapa detik atau
menit yang kemudian kembali menjadi normal (Amaurosis
Fugaks).
4) Lempeng optik yang membengkak dan mengalami perdarahan
dengan retina dan pembuluh darah retina normal. Pada ION
arteritis, lempeng dapat terlihat pucat.
5) Lempeng pada mata kontralateral memiliki mangkuk optik
yang kecil pada penyakit nonarteritis.
6) Pada arteritis biasanya selalu didahului oleh demam dan rasa
sakit kepala yang sangat, lemah badan, disertai mialgia otot-
otot, seperti: otot bahu,leher serta tungkai atas
7) Pada pemeriksaan didapatkan edema papil saraf optik yang
sekoral/tidak menyeluruh, pada keadaan lanjut papil menjadi
pucat dan edema berkurang.
30
e) Pemeriksaan penunjang
f) Penatalaksaan
g) Prognosis
Penglihatan jarang memburuk secara progresif pada
neuropati optik iskemiknonarteritis dan keluaran penglihatan dalam
hal lapang pandang serta tajam penglihatansangat bervariasi.
Penglihatan tidak kembali pulih bila telah hilang. Mata
kontralateral dapatterlibat dengan cepat pada pasien dengan
arteritis sel raksasa yang tidak diterapi. Selain itu juga terdapat
keterlibatan mata kontralateral yang bermakna pada bentuk
nonarteritis.
8. Retinopathy Diabetik
a) Definisi
Retinopati diabetes adalah suatu mikroangiopati progresif
yang ditandai oleh kerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh
halus. Kelainan patologik yang paling dini adalah penebalan
membran basal endotel kapiler dan penurunan perisit. Retinopati
diabtes non proliferatif adalah cerminan klinis dari
hiperpermeabilitas dan inkompetens pembuluh yang terkena.
Kapiler membentuk kantung-kantung kecil menonjol seperti titik-
titik yang disebut mikroaneurisma, sedangkan vena retina
mengalama dilatasi dan berkelok-kelok.
31
b) Etiologi
Penyebab pasti retinopati diabetik belum diketahui. Tetapi
diyakini bahwa lamanya terpapar pada hiperglikemia (kronis)
menyebabkan perubahan fisiologi dan biokimia yang akhirnya
menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah. Perubahan
abnormalitas sebagian besar hematologi dan biokimia telah
dihubungkan dengan prevalensi dan beratnya retinopati antara lain:
1) Adhesif platelet yang meningkat
2) Agregasi eritrosit yang meningkat
3) Abnormalitas lipid serum
4) Fibrinolisis yang tidak sempurna
5) Abnormalitas dari sekresi growth hormone
6) Abnormalitas serum dan viskositas darah.
c) Patofisiologi
1) Retinopati diabetik non proliferatif
Retinopati diabetik non proliferatif merupakan bentuk yang
paling umum dijumpai. Merupakan cerminan klinis dan
hiperpermeabilitas dan inkompetens pembuluh yang terkena.
Disebabkan oleh penyumbatan dan kebocoran kapiler,
mekanisme perubahannya tidak diketahui tapi telah diteliti
adanya perubahan endotel vaskuler (penebalan membrana
basalis dan hilangnya perisit) dan gangguan hemodinamik
(pada sel darah merah dan agregasi platelet). Disini perubahan
mikrovaskular pada retina terbatas pada lapisan retina
(intraretinal), terikat ke kutub posterior dan tidak melebihi
membran internal.pat terjadi perdarahan-perdarahan di semua
lapisan retina. Perdarahan akan berbentuk nyala api karena
lokasi nya di dalam lapisan serat saraf yang berorientasi
horizontal, sedangkan perdarahan berbentuk titik atau bercak
terletak di lapisan retina yang lebih dalam, tempat sel-sel dan
akson berorientasi vertikal.Edema makula adalah penyebab
tersering gangguan penglihatan pada pasien retinopati diabetes
non proliferatif. Edem terutama disebabkan oleh rusaknya
sawar retina darah bagian dalam pada tingkat endotel kapiler
retina sehingga terjadi kebocoran cairan dan konstituen plasma
ke dalam retina disekitarnya. Edem dapat bersifat fokal atau
difus dan secara klinis tampak sebagai retina yang menebal dan
keruh disertai mikroaneurisme dan eksudat intraretina. Dapat
32
terbentuk zona-zona eksudat kuning kaya lemak berbentuk
bundar disekitar kumpulan mikroaneurisma dan paling sering
berpusat di bagian temporal makula. Walaupun prevalensi
edem makula adalah 10% pada populasi diabetes sebagai suatu
kesuluruhan, terdapat peningkatan mencolok prevalensi
tersebut pada mata yang mengalami retinopati berat.
d) Gejala Klinis
1) Gejala subjektif yang dapat ditemui dapat berupa :
Kesulitan membaca
Penglihatan kabur
Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
Melihat lingkaran-lingkaran cahaya
Melihat bintik gelap dan cahaya kelap kelip.
2) Gejala objektif yang dapat ditemukan pada retina dapat
berupa :
Mikroanaeurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler
terutama daerah vena dengan bentuk berupa bintik merah
kecil yang terletak dekat pembuluh darah terutama polus
posterior.
33
Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang
biasanya terletak dekat mikroaneurisma di polus posterior.
Dilatasi pembuluh darah dengan lumennya ireguler dan
berkelok-kelok.
Hard exudates merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina.
Gambarannya khusus yaitu irregular, kekuning-kuningan.
Pada permulaan eksudat pungtata membesar dan
bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang dalam
beberapa minggu.
Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches
merupakan iskemia retina. Pada pemeriksaan oftalmoskopi
akan terlihat bercak berwarna kuning bersifat difus dan
berwarna putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerah
nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina.
Pembuluh darah baru (neovaskularisasi) pada retina
biasanya terletak di permukaan jaringan. Tampak sebagai
pembuluh yang berkelok-kelok, dalam, berkelompok, dan
ireguler. Mula-mula terletak dalam jaringan retina,
kemudian berkembang ke daerah preretinal, ke badan kaca.
Pecahnya neovaskularisasi pada daerah-daerah ini dapat
menimbulkan perdarahan retina, perdarahan subhialoid
(preretinal) maupun perdarahan badan kaca.
Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina
terutama daerah macula sehingga sangat mengganggu tajam
penglihatan.
e) Pemeriksan Penunjang
Untuk dapat membantu mendeteksi secara awal adanya
edema macula pada retinopati diabetic non proliferatif dapat
digunakan stereoscopic biomicroscopicmenggunakan
menggunakan lensa + 90 dioptri.
Angiografi fluoresen sangat bermanfaat dalam
mendefinisikan mikrovaskularisasi pada retinopati diabetes. Defek
pengisian berukuran besar pada jaringan kapiler-non perfui kapiler-
memperlihatkan luas iskemia retina dan biasanya paling menonjol
di mid perifer. Kebocoran zat warna fluoresen yang berkaitan
dengan edema retina dapat mengambil konfigurasi petaloid edema
makula sistoid atau mungkin difus. Kelainan fluoresen lainnya
adalah lengkung-lengkung vaskuler dan pirau intraretina.
f) Tatalaksana
34
Sejauh ini belum ada pengobatan yang spesifik dan efektif
untuk mencegah perkembangan retinopati diabetik.
1) Pencegahan
Suatu fakta ditemukan bahwa insiden retinopati diabetik
ini tergantung pada durasi menderita diabetes mellitus dan
pengendaliannya. Hal sederhana yang terpenting yang dapat
dilakukan oleh penderita dibetes untuk dapat mencegah
terjadinya retinopati adalah dengan mengontrol gula darah,
selain itu tekanan darah, masalah jantung, obesitas dan lainnya
harus juga dikendalikan dan diperhatikan.
2) Pengobatan
Fokus pengobatan pada pasien retinopati diabetes non
proliferatif tanpa edema makula adalah pengobatan terhadap
hiperglikemia dan penyakit sistemik lain yang menyertai. Suatu
percobaan klinis terkontrol memperlhatkan bahwa terapi
inhibitor aldosa reduktase tidak mencegah perkembangan
retinopati diabetes.
Beberapa percobaan klinis yang baru-baru ini dilakukan
memberi bukti-bukti meyakinkan bahwa terapi laser argon
fokal terhadap titik-titik kebocoran retina pada pasien yang
secara klinis memperlihatkan edema bermakna memperkecil
resiko penuruna penglihatan dan meningkatkan kemungkinan
perbaikan fungsi penglihatan. Mata dengan edema makula
diabetes yang secara klinis tidak bermakna biasanya hanya
dipantau secara ketat tanpa terapi laser. Karena adanya edema
makula dapat hanya sedikit atau bahkan tidak berkaitan dengan
gangguan ketajaman penglihatan, para penyedia kesehatan
primer harus menyadari pentingnya rujukan yang segera dan
dini pasien diabetes ke ahli oftalmologi.
g) Prognosis
Meski terapi laser dan bedah telah sangat meningkatkan
prognosis pasien dengan retinopati diabetik, penyakit ini masih
menyebabkan kehilangan penglihatan berat pada beberapa pasien.
9. Retinopathy Hipertensi
a) Definisi
Retinopati hipertensif adalah kelainan-kelainan retina dan
pembuluh darah retina akibat tekanan darah tinggi. Hipertensi
atau tekanan darah tinggi memberikan kelainan pada retina berupa
retinopati hipertensi, dengan arteri yang besarnya tidak teratur,
eksudat pada retina, edema dan perdarahan retina
b) Etiologi
35
1. Essential hypertension (hipertensi yang tidak diketahui
penyebabnya)
2. Secondary hypertension (seperti pada preeklamsia / eklamsia,
pheochromocytoma, kidney disease, adrenal disease,
coarctation aorta). 28
c) Patofisiologi
Pada keadaan hipertensi, pembuluh darah retina akan
mengalami beberapa seri perubahan patofisiologis sebagai respon
terhadap peningkatan tekanan darah. Terdapat teori bahwa terjadi
spasme arterioles dan kerusakan endothelial pada tahap akut
sementara pada tahap kronis terjadi hialinisasi pembuluh darah
yang menyebabkan berkurangnya elastisitas pembuluh darah.
Pada tahap awal, pembuluh darah retina akan mengalami
vasokonstriksi secara generalisata. Ini merupakan akibat dari
peningkatan tonus arteriolus dari mekanisme autoregulasi yang
seharusnya berperan sebagai fungsi proteksi. Pada pemeriksaan
funduskopi akan kelihatan penyempitan arterioles retina secara
generalisata.
Peningkatan tekanan darah secara persisten akan
menyebabkan terjadinya penebalan intima pembuluh darah,
hiperplasia dinding tunika media dan degenerasi hyalin. Pada tahap
ini akan terjadi penyempitan arteriolar yang lebih berat dan
perubahan pada persilangan arteri-vena yang dikenal sebagai
”arteriovenous nicking”. Terjadi juga perubahan pada refleks
cahaya arteriolar yaitu terjadi pelebaran dan aksentuasi dari refleks
cahaya sentral yang dikenal sebagai ”copper wiring”.
Setelah itu akan terjadi tahap pembentukan eksudat, yang
akan menimbulkan kerusakan pada sawar darah-retina, nekrosis
otot polos dan sel-sel endotel, eksudasi darah dan lipid, dan
iskemik retina. Perubahan-perubahan ini bermanifestasi pada retina
sebagai gambaran mikroaneurisma, hemoragik, hard exudate dan
infark pada lapisan serat saraf yang dikenal sebagai cotton-wool
spot. Edema diskus optikus dapat terlihat pada tahap ini, dan
biasanya meripakan indikasi telah terjadi peningkatan tekanan
darah yang sangat berat.
Akan tetapi, perubahan-perubahan ini tidak bersifat spesifik
terhadap hipertensi saja, karena ia juga dapat terlihat pada pnyakit
kelainan pembuluh darah retina yang lain. Perubahan yang terjadi
juga tidak bersifat sequential. Contohnya perubahan tekanan darah
yang terjadi mendadak dapat langsung menimbulkan hard exudate
tanpa perlu mengalami perubahan-perubahan lain terlebih dulu.29
d) Klasifikasi
Klasifikasi tradisional retinopati hipertensi pertama kali
dibuat pada tahun 1939 oleh Keith et al. Sejak itu, timbul
36
bermacam-macam kritik yang mengkomentari sistem klasifikasi
yang dibuat oleh Keith dkk tentang relevansi sistem klasifikasi ini
dalam praktek sehari-hari. Klasifikasi dan modifikasi yang dibuat
tediri atas empat kelompok retinopati hipertensi berdasarkan
derajat keparahan. Namun kini terdapat tiga skema mayor yang
disepakati digunakan dalam praktek sehari-hari. 30
Tabel 3. Klasifikasi Keith-Wagener-Barker (1939)
Stadium Karakteristik
Stadium I Penyempitan ringan, sklerosis dan tortuosity arterioles retina;
hipertensi ringan, asimptomatis
Stadium II Penyempitan definitif, konstriksi fokal, sklerosis, dan nicking
arteriovenous; ekanan darah semakin meninggi, timbul beberapa
gejala dari hipertensi
Stadium III Retinopati (cotton-wool spot, arteriosclerosis, hemoragik); tekanan
darah terus meningkat dan bertahan, muncul gejala sakit kepala,
vertigo, kesemutan, kerusakan ringan organ jantung, otak dan
fungsi ginjal
Stadium IV Edema neuroretinal termasuk papiledema, garis Siegrist, Elschig
spot; peningkatan tekanan darah secara persisten, gejala sakit
kepala, asthenia, penurunan berat badan, dyspnea, gangguan
penglihatan, kerusakan organ jantung, otak dan fungsi ginjal
WHO membagikan stadium I dan II dari Keith dkk sebagai retinopati hipertensi
dan stadium III dan IV sebagai malignant hipertensi
37
Berdasarkan penelitian, telah dibuat suatu table klasifikasi retinopati
hipertensi tergantung dari berat ringannya tanda-tanda yang kelihatan pada
retina.31
e) Diagnosis
Diagnosis retinopati hipertensi ditegakkan berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisis. Selain itu pemeriksaan
penunjang seperti funduskopi, pemeriksaan visus, pemeriksaan
tonometri terutama pada pasien lanjut usia dan pemeriksaan USG
B-Scan untuk melihat kondisi di belakang lensa diperlukan untuk
membantu menegakkan diagnosis pasti. Pemeriksaan laboratorium
juga penting untuk menyingkirkan penyebab lain retinopati selain
dari hipertensi.32
Pasien dengan hipertensi biasanya akan mengeluhkan sakit
kepala dan nyeri pada mata. Penurunan penglihatan atau
penglihatan kabur hanya terjadi pada stadium III atau stadium IV
peubahan vaskularisasi akibat hipertensi. Arteriosklerosis tidak
memberikan simptom pada mata.33
Hipertensi dan perubahan arteriosklerosis pada fundus
diketahui melalui pemeriksaan funduskopi, dengan pupil dalam
keadaan dilatasi. Biasa didapatkan perubahan pada vaskularisasi
retina, infark koroid tetapi kondisi ini jarang ditemukan pada
hipertensi akut yang memberikan gambaran Elschnig’s spot yaitu
atrofi sirkumskripta dan dan proloferasi epitel pigmen pada tempat
yang terkena infark. Pada bentuk yang ringan, hipertensi akan
meyebabkan peningkatan reflek arteriolar yang akan terlihat
38
sebagai gambaran copper wire atau silver wire. Penebalan lapisan
adventisia vaskuler akan menekan venule yang berjalan dibawah
arterioler sehingga terjadi perlengketan atau nicking
arteriovenousa. Pada bentuk yang lebih ekstrem, kompresi ini
dapat menimbulkan oklusi cabang vena retina (Branch Retinal Vein
Occlusion/ BRVO). Dengan level tekanan darah yang lebih tinggi
dapat terlihat perdarahan intraretinal dalam bentuk flame shape
yang mengindikasikan bahwa perdarahannya berada dalam lapisan
serat saraf, CWS dan/ atau edema retina. Malignant hipertensi
mempunya ciri-ciri papiledema dan dengan perjalanan waktu akan
terlihat gambaran makula berbentuk bintang.
Lesi pada ekstravaskuler retina dapat terlihat sebagai
gambaran mikroaneurisme yang diperkirakan akan terjadi pada
area dinding kapiler yang paling lemah. Gambaran ini paling jelas
terlihat melalui pemeriksaan dengan angiografi. Keadaan stasis
kapiler dapat menyebabkan anoksia dan berkurangnya suplai
nutrisi, sehingga menimbulkan formasi mikroanuerisma. Selain itu,
perdarahan retina dapat terlihat. Ini akibat hilang atau
berkurangnya integritas endotel sehingga terjadi ekstravasasi ke
plasma, hingga terjadi perdarahan. Bercak-bercak perdarahan
kelihatan berada di lapisan serat saraf kelihatan lebih jelas
dibandingkan dengan perdarahan yang terletak jauh dilapisan
fleksiform luar. Edema retina dan makula diperkirakan terjadi
melalui 2 mekanisme. Hayreh membuat postulat bahwa edema
retina timbul akibat transudasi cairan koroid yang masuk ke retina
setelah runtuhnya struktur RPE. Namun selama ini peneliti lain
percaya bahwa cairan edematosa muncul akibat kegagalan
autoregulasi, sehingga meningkatkan tekanan transmural pada
arterioles distal dan kapiler proksimal dengan transudasi cairan ke
dalam jeringan retina. Absorpsi komponen plasma dari cairan
edema retina akan menyebabkan terjadinya akumulasi protein.
Secara histologis, yang terlihat adalah residu edema dan makrofag
yang mengandung lipid. Walaupun deposit lipid ini ada dalam
pelbagai bentuk dan terdapat dimana-mana di dalam retina,
gambaran macular star merupakan bentuk yang paling dominan.
Gambaran seperti ini muncul akibat orientasi lapisan Henle dari
serat saraf yang berbentuk radier.
Pemeriksaan laboratorium harus mencantumkan permintaan
untuk pengukuran tekanan darah, urinalisis, pemeriksaan darah
lengkap terutama kadar hematokrit, kadar gula darah, pemeriksaan
elektrolit darah terutama kalium dan kalsium, fungsi ginjal
terutama kreatinin, profil lipid dan kadar asam urat. Selain itu
pemeriksaan foto yang dapat dianjurkan termasuk angiografi
fluorescein dan foto toraks. Pemeriksaan lain yang mungkin
bermanfaat dapat berupa pemeriksaan elektrokardiogram.34
39
f) Tatalaksana
Mengobati faktor primer adalah sangat penting jika
ditemukan perubahan pada fundus akibat retinopati arterial.
Tekanan darah harus diturunkan dibawah 140/90 mmHg. Jika telah
terjadi perubahan pada fundus akibat arteriosklerosis, maka kondisi
ini tidak dapat diobati lagi. Beberapa studi eksperimental dan
percobaan klinik menunjukan bahwa tanda-tanda retinopati
hipertensi dapat berkurang dengan mengontrol kadar tekanan
darah. Masih tidak jelas apakah pengobatan dengan obat anti
hipertensi mempunyai efek langsung terhadap struktur
mikrovaskuler. Penggunaan obat ACE Inhibitor terbukti dapat
mengurangi kekeruhan dinding arteri retina sementara penggunaan
HCT tidak memberikan efek apa pun terhadap pembuluh darah
retina. Perubahan pola dan gaya hidup juga harus dilakukan. Pasien
dinasehati untuk menurunkan berat badan jika sudah melewati
standar berat badan ideal seharusnya. Konsumsi makanan dengan
kadar lemak jenuh harus dikurangi sementara intake lemak tak
jenuh dapat menurunkan tekanan darah. Konsumsi alkohol dan
garam perlu dibatasi dan pasien memerlukan kegiatan olahraga
yang teratur.
Dokter atau petugas kesehatan harus tetap meneruskan
pengobatan pada pasien hipertensi walaupun tanpa tanda-tanda
retinopati. Seperti yang ditunjukkan dalam gambar dibawah,
evaluasi dan management pada pasien dengan hipertensi harus
diutamakan supaya tidak terjadi komplikasi ke target organ yang
lain.35
g) Komplikasi
Pada tahap yang masih ringan, hipertensi akan
meningkatkan refleks cahaya arterioler sehingga timbul gambaran
silver wire atau copper wire. Namun dalam kondisi yang lebih
berat, dapat timbul komplikasi seperti oklusi cabang vena retina
(BRVO) atau oklusi arteri retina sentralis (CRAO).
Walaupun BVRO akut tidak terlihat pada gambaran
funduskopi, dalam hitungan jam atau hari ia dapat menimbulkan
edema yang bersifat opak pada retina akibat infark pada pembuluh
darah retina. Seiring waktu, vena yang tersumbat akan mengalami
rekanalisasi sehingga kembali terjadi reperfusi dan berkurangnya
edema
Antara ciri-ciri dari CRAO adalah kehilangan penglihatan
yang berat dan terjadi secara tiba-tiba. Retina menjadi edema dan
lebih opak, terutama pada kutub posterior dimana serat saraf dan
lapisan sel ganglion paling tebal. Refleks oranye dari vaskulatur
koroid yang masih intak di bawah foveola menjadi lebih kontras
dari sekitarnya hingga memberikan gambaran cherry-red spot.
40
CRAO sering disebabkan oleh trombosis akibat arteriosklerosis
pada lamina cribrosa.
Selain CRAO dan BRVO, sindroma iskmik okuler juga
dapat menjadi komplikasi dari retinopati hipertensi. Sindroma
iskemik okuler adalah istilah yang diberikan untuk simptom okuler
dan tanda-tanda yang menandakan suatu keadaan kronis dari
obstruksi arteri karotis yang berat. Arteriosklerosis merupakan
etiologi yang paling sering, namun penyebab lain yang dapat
menimbulkan kondisi ini termasuk sindroma Eisenmenger, giant
cell arteritis dan kondisi inflamasi lain yang berlangsung kronis.
Simptom termasuk hilang penglihatan yang terjadi dalam kurun
waktu satu bulan atau lebih, nyeri pada daerah orbital mata yang
terkena dan penyembuhan yang terlambat akibat paparan cahaya
langsung.36
h) Prognosis
Prognosis tergantung kepada kontrol tekanan darah.
Kerusakan penglihatan yang serius biasanya tidak terjadi sebagai
dampak langsung dari proses hipertensi kecuali terdapat oklusi
vena atau arteri lokal. Pasien dengan perdarahan retina, CWS atau
edema retina tanpa papiledema mempunya jangka hidup kurang
lebih 27,6 bulan. Pasien dengan papiledema, jangka hidupnya
diperkirakan sekitar 10,5 bulan. Namun pada sesetengah kasus,
komplikasi tetap tidak terelakkan walaupun dengan kontrol
tekanan darah yang baik.
41
DAFTAR PUSTAKA
43
28. Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS . The patient with transient visual loss. In Kline, L.B.,
Arnold, A.C., Eggenberger, E., dkk. (ed.). Basic and Clinical Science Course: Neuro-
Ophthalmology Section 5. San Fransisco: American Academy of Ophthalmology 2008:
171-86.
29. Trobe JD. Neuro-Ophthalmology: Rapid Diagnosis in Ophthalmology. Philadelpia:
Elsevier 2008: 2-8.
Khaw, P.T, ABC of Eyes, 4th edition, 2006, BMJ. Hal 155
30. Law JC, Branch Retinal Artery Occlusion. Cited from: http: //emedicine.medscape. com/
article/1223362-overview
Schlote T,Grueb M, Mielke J, Rohrbach JM. Pocket Atlas of Ophtalmology.New York
:Thieme. 2006.http://en.wikipedia.org/wiki/Central_retinal_artery
31. Lang GK. A short textbook : Opthalmology. New York : Thieme.2000.
32. Ming ALS, Constable IJ. Color Atlas of Opthalmology. 3rd edition. World Science. 2000.
Riordan P, Eva, Whitcher JP. Vaughan & Asbury's General Ophthalmology. 16th Edition.
USA : Mc Graw Hill. 2007.
Schlote T,Grueb M, Mielke J, Rohrbach JM. Pocket Atlas of Ophtalmology.New York
:Thieme. 2006.http://en.wikipedia.org/wiki/Central_retinal_artery
33. Sidarta I. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilmu Penyakit Mata Edisi kedua. Jakarta :
BP-FKUI. 2007
Schlote T,Grueb M, Mielke J, Rohrbach JM. Pocket Atlas of Ophtalmology.New York
:Thieme. 2006.http://en.wikipedia.org/wiki/Central_retinal_artery
34. Tatham AJ, Transient Visual Loss. 2011. Medscape. Available
from:http://emedicine.medscape.com/article/1435495-overview.
Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS . The patient with transient visual loss. In Kline, L.B.,
Arnold, A.C., Eggenberger, E., dkk. (ed.). Basic and Clinical Science Course: Neuro-
Ophthalmology Section 5. San Fransisco: American Academy of Ophthalmology 2008:
171-86.
35. Ilyas S. Amaurosis Fugaks. Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2002. Hal 205-206.
Siregar, NH , 2003 , Papilitis Available from : www. usu.ac.id/usu/ digitallibrary/papilitis
44