Anda di halaman 1dari 8

MANEJEMEN KASUS

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat dalam Mengikuti


Program Pendidikan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam

Disusun Oleh :
Desti Auliya Lestari
14711020

Pembimbing :
dr. Arianti, Sp. PD, FINASIM Akp

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SOEDONO
MADIUN
2020
KASUS

Laki-laki usia 65 tahun datang ke IRD dengan keluhan diare > 5x sejak 18 jam sebelumnya,
disertai mual muntah. Demam disangkal.

Pemeriksaan Fisik :
TD : 90/60mmHg
Nadi : 100x/menit

Pemeriksaan Penunjang:
Hasil laboratorium normal.

Pertanyaan :
1. Ada 3 pemeriksaan fisik yang harus positif pada kondisi dehidrasi sedang-berat, yang
tidak ditemukan pada kondisi intoleransi makanan.
2. Perlu MRS atau tidak, berikut alasan.
3. Terapi yang diberikan.

Jawaban :
1. Pemeriksaan yang didapatkan pada kondisi dehidrasi berat namun tidak ditemukan
pada intoleransi makanan yaitu CRT >2 detik, turgor kulit melambat, kesadaran
menurun.
2. Perlu, karena melihat dari usia pasien yang sudah lansia, dan keluhan yang dirasakan
yaitu BAB cair >5x sejak 18 jam yang lalu, disertai dengan mual dan muntah yang
persisten.
Dari pemeriksaan fisik juga di dapatkan tekanan darah pasien rendah, sehingga butuh
observasi di rumah sakit.
3. Terapi yang diberikan berupa terapi non farmakologi dan farmakologi.
Terapi non farmakologi yang diberikan pada pasien ini adalah eliminasi makanan
penyebab dari intoleransi makanan dan juga terapi rehidrasi.
Cairan infus antara lain: ringer laktat dll. Cairan diberikan 50 — 200 ml/kgBB/24jam
tergantung kebutuhan dan status hidrasi. Untuk memberikan rehidrasi pada pasien
sesuai dengan derajat dehidrasi. Prinsip menentukan jumlah cairan yang akan
diberikan yaitu sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari tubuh. Ada beberapa
cara pemberian cairan salah satunya dengan metode Daldiyono :
Skor
Kebutuhan cairan= ×10 % × kgBB ×1 liter
15

Bila skor kurang dari 3 dan tidak ada syok, maka hanya diberikan cairan peroral
(sebanyak mungkin sedikit demi sedikit). Bila skor lebih atau sama 3 disertai syok
diberikan cairan per intravena
Terapi Farmakologi
Terapi simptomatik berupa probiotic Lbio 1x1 sch, pengeras tinja atapulgit 2 tablet
setiap kali diare maksimal 10 tablet/hari. Antiemetic domperidone 3x10 mg
TINJAUAN PUSTAKA
INTOLERANSI MAKANAN

1. Definisi
Ketika makanan memasuki tubuhm terdapat berbagai reaksi yang. Terjadi
terutama oleh beberapa makanan tertentu. Reaksi tertentu. Reaksi tertentu yang terjadi
akibat mengkonsumsi makanan dibagi oleh 2 reaksi. Yang pertama adalah reaksi
yangdimediasi oleh proses imun atau alergi makanan dan yang kedua adalah reaksi
yang tidak dimediasi oleh proses imun atau sering disebut intoleransi makanan.
Intoleransi makanan adalah reaksi negative terhadap makanan dan menimbulkan
beberapa gejala dan reaksi ini tidak melibatkan reaksi imun. Intoleransi makanan
umumnya disebabkan oleh kurangnya enzim untuk mencerna makanan tertentu.
Contohnya adalah intoleransi susu yang disebabkan oleh kekurangan enzyme laktosa.
Intoleransi maknan merupakan semua respon fisiologis tubuh yang abnormal
terhadap maknaan atau adiktif yang telah ditelan. Reaksi ini merupakan reaksi non
imunologik dan sebagian besar merupakan reaksi yang tidak diinginkan terhadap
makanan.
2. Etiologi
Intoleransi makanan sering disamakan dengan alergi makanan dikarenakn
gejala yang hamoir sama. Hanya saja alergi makanan terjaid karena adanya reaksi
imunologik sedangkan intoleransi makanan tidak.
Intolerasni makanan umumnya dialami oleh pasien yang lebih tua atau dewasa.
Reaksi intoleransi makanan dapat disebabkan oleh zat yang terkandung didalam
makanan seperti kontaminasi toksik seperti histamin pada ikan, toksin yang disekresi
oleh salmonella. Zat farmakologik yang terkandung dalam makanan sepertikafein
pada kopi dan tiramin pada keju, atau kelainan oleh penjamunya sendiri seperti
gangguan metabolisme. Intoleransi makanan umumnya dinamakan berdasarkan zat
yang terkandung dalam makanan seperti intoleransi laktosa.
Respon farmakologik dapat terjadi pada senyawa tertentu yang terdapat dimakanan
dan sering disebut dengan intoleransi zat kimia atau chemical intolerance.
3. Patogenesis
Ada beberapa mekanisme yang diduga mendasari terjadinya intoleransi makanan,
yaitu defisiensi enzim, defek pada transporter, dan efek farmakologis dari makanan
yang dikonsumsi.
a. Defisiensi Enzim
Defisiensi enzim ini sering ditemukan pada kasus intoleransi laktosa.
Laktase merupakan enzim yang digunakan untuk memecah laktosa menjadi
galaktosa dan glukosa dan terletak di jejunum. Ada beberapa tipe defisiensi
laktase, yaitu primer, sekunder, kongenital, dan transisional.
Defisiensi laktase primer merupakan penyebab intoleransi laktosa yang
tersering dan biasanya dimulai saat anak-anak, sementara defisiensi laktase
sekunder disebabkan karena adanya jejas pada mukosa usus halus. Jejas dapat
disebabkan oleh diare persisten, kemoterapi, infeksi akut, atau enteropati akut dan
kronik lain. Defisiensi laktase kongenital merupakan hal yang sangat jarang dan
berhubungan dengan genetik, sementara defisiensi laktase transisional biasanya
terjadi pada bayi prematur karena saluran pencernaan yang masih bersifat imatur.
Defisiensi laktase ini akan menyebabkan penumpukan laktosa pada saluran
pencernaan. Gejala intoleransi laktosa tidak selalu muncul pada kasus defisiensi
laktase, biasanya gejala baru akan muncul jika lebih dari setengah laktosa tidak
tercerna atau lebih dari 12-15 gram per hari. Laktosa yang tidak diabsorpsi akan
meningkatkan tekanan osmotik dan menarik cairan dan elektrolit ke lumen usus
sehingga menyebabkan diare. Selain itu, hasil fermentasi laktosa (metan, karbon
dioksida, dan hidrogen) juga dapat menimbulkan gejala gastrointestinal.
Selain dipengaruhi oleh jumlah laktosa yang dikonsumsi, gejala pada intoleransi
laktosa juga dipengaruhi oleh adanya makanan lain selain laktosa yang dapat
memperlambat pengosongan lambung, jumlah koloni flora yang memfermentasi
laktosa, dan sensitivitas terhadap hasil produksi fermentasi laktosa.
b. Defek Transporter
Mekanisme yang kedua adalah defek pada transporter. Hal ini dapat
ditemukan pada intoleransi fruktosa. Fruktosa merupakan salah satu monosakarida
yang banyak ditemukan pada buah-buahan. Untuk mengabsorpsi fruktosa, tubuh
memiliki beberapa transporter. Transporter yang banyak dikenal adalah GLUT-2
dan GLUT-5.
GLUT-2 berfungsi untuk mengabsorpsi fruktosa bersamaan dengan
glukosa sebagai ko-transport. Rasio antara glukosa dan fruktosa yang diabsorpsi
adalah 1:1. GLUT-5 tidak membutuhkan glukosa sebagai ko-transport dan dapat
mengabsorpsi secara independen melalui difusi fasilitatif.
Fruktosa yang terlalu banyak tidak dapat diabsorpsi di usus halus sehingga
menimbulkan gejala terkait gastrointestinal. Gejala ini biasanya muncul jika
mengonsumsi 25-50 gram fruktosa.

c. Efek Farmakologis
Mekanisme yang ketiga adalah efek farmakologis. Mekanisme ini sering
ditemukan pada bahan aditif. Berikut adalah beberapa bahan yang diduga
memiliki efek farmakologis dan menyebabkan intoleransi.

Bahan
Makanan Sumber Mekanisme
Kopi, teh, apel hijau, pisang, Menstimulasi sel mast untuk memproduksi
lemon, nektar, buah plum, anggur, metabolit leukotrien sehingga meningkatkan
Salisilat tomat, wortel, timun reaksi inflamasi dan kontraksi otot polos
Amina Minuman anggur, bir, keju tua,
(contoh: produk daging olahan dan yang Peningkatan histamin menyebabkan
histamin) diawetkan, ikan dalam kaleng peningkatan kontraksi otot polos
Tomat, keju, kaldu blok, ragi,
Glutamat monosodium glutamat (MSG) Belum diketahui
Kafein Kopi, teh, coklat, minuman bersoda Menstimulasi sekresi asam lambung

4. Manifestasi Klinis
Gejala intoleransi makanan sangat beragam sehingga sering salah diagnosis
dengan alergi makanan. Gejala intoleransi makanan biasanya dimulai satu setengah
jam setelah terpapar makanan dan terkadang bisa sampai 48 jam sesudahnya. Berikut
beberapa gejala dari intoleransi makanan:
a. Eritema
b. Vasodilatasi
c. Takikardia
d. Hipertensi
e. Migren
f. Vomit
g. Diare
Pada undefined intolerance, terjadi beberapa gejala tambahan yang sering terjadi
diantaranya asma, rhinitis, dan urtikaria.
5. Diagnosis
Pemeriksaan intoleransi makanan dapat dilakukan dengan cara anamnesism
pemeriksaan lab dan pemeriksaan alergi.
a. Anamnesis, pada anamnesis terdapat beberapa poin yang harus ditanyakan kepada
pasien yaitu :
 Masa laten, yaitu waktu yang diperlukan dari makanan masuk ketubuh
hingga munculnya gejala.
 Jenis gejala, yaitu gejala yang ditemukan. Gejala umum intoleransi
makanan adalah diare, vomit, konjungtivitis, rhinitis, asma, urtikaria.
 Makanan yang diduga menyebabkan intoleransi.
 Durasi dari masing-masing gejala.
 Re-occurrence atau terjadinya kembali gejala secara berulang setelah
makanan di ingesti.
b. Pemeriksaan penunjang
 Skin prick test
 Tes serologi
 ELISA
6. Tatalaksana
Terdapat 2 penatalaksanaan untuk intoleransi makanan yaitu diet eliminasi dan
farmakoterapi.
a. Diet makanan merupakan metode untuk menghindari dan tidak mengkonsumsi
makanan yang dicurigai akan menyebabkan intoleransi. Resiko dari diet ini adalah
kurangnya nutrisi yang akan didapatkan oleh tubuh. Oleh karena itu disarankan
untuk memilih makanan alternative lainnya.
b. Farmakoterapi. Pengobatan dengan obat diperlukan untuk reaksi akut. Perlu
tidaknya pengobatan farmakoterapi ditentukan oleh sensitivitas makanan dan
keparahan gejala yang dialami.

DAFTAR PUSTAKA
Dean, T. 2000. Food Intolerance and food industry. Cambridge: Woodhead
Publishing limited.
Lomer MC, Parkes GC, Sanderson JD. Review article: lactose intolerance in clinical
practice–myths and realities. Aliment Pharmacol Ther 2008; 27: 93–103

Ortolany,C., Pastorello, EA. 2006 Food Allergies and food intolerance. Best Pract Res
Clinical Gastroenterol 20 (3): 467-83
Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. 2014. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi ke-6. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam FK UI
Turnbull JL, Adams HN, Gorard DA. Review article: the diagnosis and management
of food allergy and food intolerances. Aliment Pharmacol Ther. 2015; 41:3-25

Anda mungkin juga menyukai