Anda di halaman 1dari 100

THT-KL

LET’S REFRESH OUR MIND ! 

Things you must know!

Pada pemeriksaan fisik THT Harus


dilakukan secara menyeluruh yaitu
melakukan pemeriksaan fisik rutin
meliputi : pemeriksaan telinga, hidung
dan tenggorokan. Pemeriksaan yang
pertama dilakukan adalah
pemeriksaan pada keluhan utama,
diikuti dengan pemeriksaan rutin THT
lainnya.

1
No Nama Pemeriksaan Fisik Jenis Pemeriksaan Keterangan
1. Pemeriksaan Telinga Luar Pemeriksaan Rutin harus dilakukan pada pasien yang mengalami
masalah dalam THT
2. Tes Garputala Pemeriksaan atas dilkukan jika ada kurang pendengaran/tuli
indikasi
3. Pemeriksaan rhinoskopi Pemeriksaan Rutin harus dilakukan pada pasien yang mengalami
anterior masalah dalam THT
4. Pemeriksaan Kelenjar limfe Pemeriksaan Rutin harus dilakukan pada pasien yang mengalami
Leher masalah dalam THT
5. Pemeriksaan Rongga mulut Pemeriksaan Rutin harus dilakukan pada pasien yang mengalami
dan orofaring masalah dalam THT
5. Palatal Phenomen Pemeriksaan atas untuk melihat adanya massa di nasofaring/
indikasi pembesaran adenoid) Tergantung kasus 
indikasi massa nasofaring.
6. Pemeriksaan rhinoskopi Pemeriksaan atas Jarang dilakukan.
posterior indikasi
8. Pemeriksaan Diafanoskopi / Pemeriksaan atas Indikasi sinusitis.
Transiluminasi, indikasi
Dll.

OTITIS EKSTERNA (OE)

(4A)

DEFINISI

Radang liang telinga akut maupun kronik


yang disebabkan oleh bakteri, jamur dan virus. OE bukan
merupakan penyakit menular.

KLASIFIKASI

OTITIS EKSTERNA SIRKUMSKRIPTA


OTITIS EKSTERNA DIFUS OTOMIKOSIS
(furunkel=bisul)
Letak 1/3 luar liang telinga (kanalis Letak 2/3 dalam liang telinga Letaknya di liang telinga
auditori) (kanalis auditori)

Membentuk furunkel (radang folikel Tampak kulit liang telinga Tampak sisik menyerupai
rambut) karena 1/3 luar liang telinga hiperemis dan edema berbatas ketombe
mengandung folikel rambut, kelenjar tidak jelas
sebasea dan kelenjar serumen (bisul
kecil).
Kuman penyebab Staphylococcus Kuman penyebab golongan Merupakan predisposisi OE
aureus atau Staphylococcus albus Pseudomonas, Staphylococcus bakterialis. Jamur penyebab
albus, E.coli, atau terjadi sekunder Pityrosporum (menyebabkan
pada otitis media supuratif kronis. sisik), aspergilus / kandida lain.
Sebab lain udara yang panas dan
lembab.

2
ETIOLOGI (OE secara umum)

1. pH di liang telinga. Biasanya normal atau asam. Bila menjadi basa, proteksi terhadap infeksi
menurun.
2. Pada keadaan udara yang hangat dan lembab, kuman dan jamur mudah tumbuh.
3. Trauma ringan (ketika mengorek telinga) atau karena berenang yang menyebabkan perubahan
kulit karena kena air.

MANIFESTASI KLINIS

OTITIS EKSTERNA SIRKUMSKRIPTA


OTITIS EKSTERNA DIFUS OTOMIKOSIS
(furunkel=bisul)
Nyeri hebat, tidak sesuai dengan besar Nyeri tekan tragus dan liang telinga Rasa GATAL dan rasa penuh
bisul. (karena kulit liang telinga tidak sangat sempit diliang telinga, tetapi sering
mengandung jaringan longgar di pula tanpa keluhan
bawahnya  nyeri timbul pada
penekanan perikondrium).
Nyeri spontan saat membuka mulut Terkadang kelenjar getah bening
(sendi temporomandibula). regional membesar dan nyeri tekan

Gangguan pendengaran  jika furunkel Kadang-kadang terdapat sekret yang


besar dan menyumbat liang telinga. berbau. Sekret ini tidak mengandung
lendir (musin) seperti sekret yang ke
luar dari kavum timpani pada otitis
media.

PEMERIKSAAN TERKAIT

ANAMNESIS
NO CHECK LIST KETERANGAN
1. Pembuka
- Bissmillah dan Salam
- Perkenalan diri
- Identitas Pasien (nama, usia, alamat, pekerjaan)
2. RPS
Keluhan utama OE Sirkumskripta :
Ada keluhan apa bu datang - Nyeri hebat tdk sesuai dgn besar bisul
kemari? - Nyeri saat membuka mulut
- Ada furunkel/bisul
- Hearing loss (tertutupi bisul)
OE Difusa :
- Nyeri tragus +
- Keluar Sekret berbau
- Hearing loss (jika liang telinga membengkak)
- Nyeri tekan dan pembesaran KGB (terkadang)
OTOMIKOSIS
- Rasa gatal telinga
- Rasa penuh di telinga

3
- Keluar sisik / ketombe
Jika tidak ada nyeri, hanya keluar cairan mukoserous, dengan
membran timpani intak  OMA (otitis media akut)
3. Lokasi
Nyeri nya dibagian mana bu? Biasanya Telinga Unilateral
4. Onset dan Kronologi
Explore dari keluhan utama..
a. Nyeri nya sejak kapan pak? a. Otitis ekterna  Onsetnya akut
b. Sekretnya bertambah b. Kronologi : abis berenang / abis korek* kuping
banyak? c. Terkait etiologi,
c. Bisa diceritakan sebelum OES : infeksi, trauma, perubahan pH
telinganya sakit apa yg ibu OED : suhu ekstrim, infeksi, trauma, perubahan pH.
lakukan? Otomikosis : kelembaban ekstrim dan kebersihan kurang
5. Kualitas
a. Nyerinya sampai a. OES : Sangat nyeri, tidak seimbang dengan besar bisul
mengganggu aktifitas? sampai mengganggu, takut telinganya disentuh
b. Sekretnya bagaimana? b. OED : Encer berbau
c. Otomikosis : sangat gatal
6. Kuantitas
Sekretnya banyak atau
tidak?
7. Faktor memperberat
/memperingan OE Sirkumskripta : pasien sangat takut jika telinganya dipegang
a. Kapan keluhan bertambah karena sangat nyeri. Dan bertambah berat saat membuka mulut
berat?
b. Sudah diberikan obat?
8. Keluhan lain
a. Apakah keluar sekret? a. Menderita batuk pilek terkadang erat kaitannya dengan
b. Apakah pendengaran OMA.
terasa terganggu? b. Menanyakan apakah ada gangguan pendengaran
c. Apakah telinga terasa merupakan salah satu point penting dalam anamnesis
berdenging? telinga.
d. Apakah menderita batuk
atau pilek?
9. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Sebelumnya pernah DM merupakan salah satu faktor penyulit kesembuhan, biasanya
mengalami gejala ini? dapat menimbulkan terjadinya OE Maligna.
b. Apakah ibu punya riwayat
DM?
10. Riwayat Penyakit Keluarga
Apakah keluarga ada yg mengalami
gejala yg sama?
11. Riwayat Lingkungan Sosial
a. Apakah ibu sering Swimming ear pada OE Difusa
mengorek-orek telinga?
b. Apakah ibu hobi
berenang?

4
i. INFORMED CONSENT Jika ada keluhan pada salah satu atau lebih pada THT
maka pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaan
“ibu, disini saya akan memeriksa telinga ibu untuk secara menyeluruh pada Telinga, Hidung dan
mengetahui apakah ada kelainan atau tidak. Tenggorokan. Namun PEMERIKSAAN pada KELUHAN
Pemeriksaan ini mungkin sedikit kurang nyaman, mohon UTAMA dilakukan yg pertama, lalu diikuti pemeriksaan
kerja sama nya ya bu…” rutin lainnya.

ii. CUCI TANGAN


iii. PERSIAPAN ALAT

PASANG LAMPU KEPALA

-Memakai lampu kepala


Lampu kepala ditengah-tengah antara kedua mata
kanan-kiri. Fokus jatuh tepat pada organ/bagian
yang ingin diperiksa (arah lampu mengikuti
pandangan mata).
 Tempat melekuk ada di bawah
 Posisi lampu kepala lebih rendah dari pada
pengikatnya.

Mecari fokus dengan memicingkan mata kiri/ kanan, sinar dijatuhkan pada telapak tangan kiri/ kanan,
pada jarak kurang lebih 30 cm, sedangkan tangan yang lain mengatur lebar sinar lampu.

-Duduk berhadapan dengan penderita (paha luar pasien berhadapan dengan paha luar pemeriksa)

iv. PEMERIKSAAN TELINGA LUAR  Pf. Rutin

No. Aspek Ketrampilan Klinis


1. Cuci tangan sebelum dan sesudah memeriksa
2. Informed consent (jelaskan maksud pemeriksaan, intervensi yg dilakukan, fx pemeriksaan,
efek jika tdk diperiksa, meminta kesediaan)
3. Membaca basmalah
4. Lakukan pemeriksaan telinga yang TIDAK SAKIT dahulu
5. Posisi duduk (paha luar pemeriksa bersampingan dengan paha luar pasien)
6. Memakai lampu kepala
7. INSPEKSI
Amati keadaan telinga ,bentuk telinga, daerah preauricula dan retro auricular apakah :
 Ada kelainan congenital
1.fistel : lubang / saluran yang menghubungkan jaringan tubuh luar dan dalam-biasa
nya tidak ada keluhan kecuali ada infeksi
2.mikrotia : telinga kecil, bisa tanpa CAE dan atau MAE
3. hemangioma : masa dari pembuluh darah
 Terdapat tanda peradangan, sikatrik bekas OP(biasanya OP mastoiditis di
retroaauricula / OP hemangioma di preauricula), fistel, abses retroauricula
 Ada sekret / discaj yang keluar
Pada OE Sirkumskripta biasanya terjadi penyempitan MAE (Meatus Auricularis Eksternus)
karena adanya furunkel/bisul pada daerah 1/3 luar.
Pada otomikosis terdapat sisik menyerupai ketombe.

5
Pada saat pemeriksaan, langsung disebutkan sesuai yg dilihat, misal :
“tidak ada kelinan kongenital, tidak ada tanda peradangan, tidak ada sekret”
8. PALPASI
 Apakah ada nyeri tekan tragus?
 Apakah ada nyeri tarik auricular?
Otitis externa : nyeri tekan tragus dan atau nyeri tarik auricular
OMA dan OMK murni : nyeri tarik auricular tanpa nyeri tekan tragus
9. PERKUSI
Nyeri ketok dan tekan mastoid? MASTOIDITIS
10 OTOSKOPI
MATIKAN LAMPU KEPALA
Untuk telinga kanan : Tangan kiri, jari menariknya ke superoposterior / keatas dan
kebelakang. Dengan menarik daun telinga ke atas dan belakang, liang telinga menjadi lurus
dan akan mempermudah untuk melihat keadaan liang telinga dan membrane timpani.
Tangan kanan memasukkan otoskop ke dalam kanalis auditorius eksterna kemudian
dipegang dengan tangan kanan, ibu jari dan jari telunjuk mengamati telinga luar dan
sekitarnya. Memeriksa kanalis auditorius eksterna dan membrana timpani
Saat otoskopi, lampu kepala dimatikan dan dilepas dahulu

Yang dinilai :
- Tanda radang mukosa liang telinga
(furunkel,granulasi,radang difus,jamur)
- Korpus alienum/serangga
- Cairan/discharge pada liang telinga? Bila ada bagaimana
sifatnya (serous,mucous,purulen,sanguis)
- Serumen? Bila ada bagaimana konsistensinya
(cair,lunak,padat,keras), warna kuning : nanah, kehijauan : jamur
- Bila CAE kotor maka bersihkan dan irigasi sehingga bisa menilai kondisi membrane
timpani
- Menilai membran timpani
OE Sirkumskripta : ada furunkel
OE Difusa : liang telinga menyempit, tampak hiperemis, ada discharge yang berbau

Melihat Membran Timpani


- Utuh atau ada perforasi
 Bila UTUH, apakah ada tanda radang / hiperemis + / - , apakah reflex cahaya + / - ,
apakah ada bulging atau retraksi
 Bila perforasi ( jelaskan letaknya , jumlahnya, luasnya : sentral, marginal, total,
subtotal)
Membran timpani normal berwarna meruh muda keabuan seperti muatiara
Jangan lupa periksa telinga satunya (tdk perlu rubah posisi, hanya penderita yg menengok)

v. TES GARPUTALA (TES PENALA)  Pf. atas indikasi (jika ada gangguan telinga)

No. Aspek ketrampilan dan medis yang dilakukan


1. INFORMED CONSENT
Bu, saya akan melakukan pemeriksaan menggunakan garputala untuk mengetahui adanya
kelainan pendengaran. Tolong ibu ikuti petunjuk saya ya..
2. Pada umunya dipakai 3 macam penala yaitu: 512 Hz, 1024 Hz, dan 2048 Hz, tetapi biasanya yang
dipakai 1 penala saja yaitu 512 Hz.
Ambil garpu tala 512 Hz.

6
3. Pegang penala dibagian gagang dengan jari telunjuk dan ibujari tangan kanan (upayakan tidak
menyentuh penala terlalu banyak karena dapat menghambat getaran), jangan memegang garpu
(yg bercabang 2)
4. Ketukkan ke tumit sepatu atau benda keras yang dilapisi bantalan lunak (tidak boleh ke meja
kayu/besi tanpa bantalan : akan menyebabkan fibrasi berlebihan) atau yang umum digetarkan
dengan ibu jari dan jari telunjuk.
5. TEST WEBER (membandingkan hantaran tulang
kedua telinga)
Prinsip tes weber : garputala digetarkan kemudian
diletakan di garis tengah kepala (ubun2, dahi,
glabela, diantara incicivus, dagu), tanyakan
kepada penderita apakah bunyi terdengar sama
keras di kedua telinga atau terdengar lebih keras
di salah satu telinga.
Getarkan penala 512 hz
 Tempatkan gagang penala tegak lurus pd garis
median kepala pasien (ubun-ubun, dahi,
glabella, incisivus, dagu  di midline
 Kemudian tanyakan pada pasien :
 Apakah di tengah kepala?
 Sama keras di kedua telinga
 Terdengar lebih keras di salah satu telinga? Jika iya tanyakan lagi terdengar lebih keras di
kanan/kiri?
 Catat jika ada lateralisasi

Interpretasi  Harus bisa


 Normal getaran dirasakan sama pada kedua telinga
 Bila getaran dirasakan telinga kanan lebih keras disebut dgn lateralisasi kanan
 Tuli konduktif. Jika pasien mendengar lebih keras pada telinga yang sakit.
 Tuli sensorineural. Jika pasien mendengar lebih keras pada telinga yang sehat.
Misal didapatkan lateralisasi ke kanan, maka kemugkinannya
 CHL telinga kanan, telinga kiri normal
 CHL kedua telinga , tapi lebih parah pd telinga kanan
 SNHL telinga kiri, telinga kanan normal
 SNHL kedua telinga, tapi lebih parah pd telinga kiri
 SNHL telinga kiri dan CHL telinga kanan, hal ini jarang.

6. TEST RINNE
(membandingkan hantaran tulang dg hantaran udara)yaitu persepsi getaran AC dan BC

 Getarkan penala 512 hz, tempatkan gagangnya tegak lurus di os. Mastoid (belakang telinga).
Minta pasien untuk memberi tanda jika sudah tidak terdengar getaran di os. Mastoid  utk
menilai bone conduction (BC)

7
Bagian Garpu tidak boleh tersentuh oleh apapun, setelah digetarkan.
 Jika sdh tdk mendengar, segera pindahkan 2,5-3cm di depan CAE dg arah tangkai sejajar
CAEmenilai air conduction (AC)
 Tanyakan apakah pasien masih dapat mendengarkan
 Jika masih dapat mendengar : tes rhine (+)
 Jika sudah tidak dapat mendengar : tes rhine (-)
 Lakukan prosedur yg sama masih pada telinga yg sama yaitu AC dulu baru BC
dengan Interpretasi :
 Normal atau SNHL (Sensory Neural Hearing Lose) : test rhine positif
 Tuli hantaran/ konduksi : test rhine negatif
7. TEST SWABACH
Membangdingkan kepekaan hantaran tulang BC penderita dengan pemeriksa (normal)

PASTIKAN TELINGA PEMERIKSA NORMAL!!


PEMERIKSA-PASIEN
 Getarkan penala 512 hz
 Letakkan gagang tegak lurus pada planum mastoid pemeriksa
 Setelah bunyinya tidak terdengar oleh pemeriksa, segera garputala tersebut kita pindahkan
dan letakkan tegak lurus pada planum mastoid pasien.
 Tanyakan pd pasien apakah masih terdengarkan bunyi
 Jika masih dapat mendengar : tes schwabach memanjang
 Jika sudah tidak dapat mendengar : tes schwabach normal atau memendek
PASIEN-PEMERIKSA
 Getarkan garpu tala 512 hz
 Letakkan tegak lurus pada planum mastoid pasien
 Setelah bunyinya tidak terdengar oleh pasien, segera garputala tersebut kita pindahkan dan
letakkan tegak lurus pada planum mastoid pemeriksa.
 Nilai apakah pemeriksa masih mendengarkan bunyi garputala
 Jika masih dapat mendengar : tes schwabach memendek tuli saraf (SNHL)/ Sensory
Neural Hearing Lose
 Jika sudah tidak dapat mendengar : memanjang  tuli konduktif
 Sama  normal
Cttn : px ini dilakukan pd telinga yg searah, jika memeriksa telinga kanan pasien, bandingkan dg
telinga kiri pemeriksa
8. VALSAVA TEST  dilakukan untuk indikasi Otitis Media. OE tidak perlu.
Untuk mengetahui adakah perforasi membran timpani atau tidak
- Meniup dengan mulut dan hidung ditutup  pasien mengejan sampai pipi mengembung
- Rasakan ada aliran udara yang keluar atau tidak
Ada aliran udara keluar  valsava test +
9. Hamdalah dan Cuci tangan setelah pemeriksaan
10. Menyimpulkan hasil pemeriksaan
“dari hasil pemeriksaan didapatkan ternyata terdapat………..
Untuk sementara diagnosis nya adalah ………………………..
Namun untuk kepastian diagnosis dan tepatnya pengobatan yang diberika, maka perlu dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut”

8
vi. PEMERIKSAAN RHINOSKOPI ANTERIOR  Pf. Rutin

No ASPEK KETRAMPILAN KLINIS


1. Informed Consent Membaca Basmallah, cuci tanngan sebelum dan sesudah memeriksa
2. Persiapkan pasien dan alat : Lampu kepala NYALA, Spekulum hidung, Pinset bayonet

Posisi duduk:
Berhadapan dengan pasien, Bagian terluar paha bersinggungan dengan bagian terluar paha

INSPEKSI
-bentuk hidung
-warna kulit hidung
-massa ada hidung luar

PALPASI
Nyeri TEKAN area proyeksi ke 4 sinus
paranasal

PERKUSI
Nyeri KETOK area proyeksi ke 4 sinus
paranasal

Keterangan :
INSPEKSI
Yang diperhatikan ialah adanya
pembengkakan pada muka.
Pembengkakan dipipi sampai kelopak
mata bawah yang berwarna kemerah merahan mungkin menunjukan sinusitis maksila akut.
Pembengkakan di kelopak mata atas mungkin menunjukan sinusitis frontal akut. Sinusitis
etmoid akut jarang menyebabkan pembengkakan diluar, kecuali bila telah terbentuk abses.
PALPASI dan PERKUSI
Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk di gigi menunjukan adanya sinusitis maksila. Pada
sinusitis frontal terdapat nyeri tekan di dasar sinus frontal, yaitu pada bagian medial atap
orbita. Sinusitis etmoid menyebabkan rasa nyeri tekan didaerah kantus medianus.
3. PEMERIKSAAN HIDUNG BAGIAN DALAM /
RHINOSKOPI ANTERIOR
 Pasang lampu kepala dengan benar
 Posisikan pasien duduk santai tp tdk bersandar
 Spekulum dipegang dengan tangan kiri untuk
memeriksa lubang hidung kanan.
Ujung spekulum menghadap ke luar
(ujung jari telunjuk pada ujung spekulum).
Tangan kanan untuk memfiksasi kepala pasien
dengan memegang tengkuk pasien.
 Spekulum masuk lubang hidung (dalam keadaan
tertutup rapat), jari telunjuk pada cuping hidung
untuk fiksasi.
 Spekulum dibuka dan sinar lampu diarahkan ke

9
rongga hidung (jari telunjuk pemeriksa pindah ke cuping hidung untuk fiksasi)
 Membuka spekulum jika sudah didalam hidung, jika sudah selesai pemeriksaan tutup
spekulum baru ditarik keluar.
 Yang dinilai:
- MUKOSA  hiperemis / pucat
- SEPTUM  septum deviasi
- KONKA  hipertrofi
- MASSA  massa
- CORPUS ALIENUM  benda asing
- SEKRET  ada/tidak, deskripsikan serous/mukoid/purulen

 Periksa hidung satunya


 Cuci tangan, sampaikan hasil, terimakasih, alhamdulillah

vii. PEMERIKSAAN RONGGA MULUT DAN OROFARING  Pf.Rutin

No ASPEK KETRAMPILAN KLINIS


1. Informed consent
4. Membaca Basmallah, cuci tanngan sebelum dan sesudah memeriksa
5. Persiapkan pasien dan alat : Lampu kepala, tongue spatle
Posisi duduk:
Berhadapan dengan pasien, Bagian terluar paha bersinggungan dengan bagian terluar paha
6 Pasien membuka mulut
7. Tekan 2/3 anterior lidah dengan tongue spatle
Pasien tidak perlu menjulurkan lidah, pegang tongue spatle sperti memegang pensil
8. INSPEKSI CAVUM ORIS :

- Lidah : ada beslag atau tidak, bentuk,


ukuran, pergerakan
- Gigi geligi : adakah caries dentis
(terutama premolar dan molar rahang
atas, tuntuk etiologi sinusitis
odontogen), adakah gigi dengan
perubahan posisi/bentuk
- Mukosa buccal dan ginggiva : adakah
benjolan/massa, stomatitis, ulkus,
ginggiva yang bengkak
- Uvula : ditengah/tidak (bila tidak
simetris curiga ada paresis n.9 atau ada
desakan abses peritonsiler)
- Palatum Molle : simetris / tidak
- Pilar anterior dan posterior : simetris
atau tidak, hiperemis atau tidak
- Tonsil : membesar atau tidak, bila
membesar nyatakan dalam ukuran T-T,
warna hiperemis atau tidak, kripte
melebar atau tidak, detritus ada atau tidak.

T0 : tidak membesar T2 : > T1 T4 : kissing tonsil


T1 : diantara pilar anterior dan posterior T3 : diantara pilar dan uvula

10
INSPEKSI DINDING POSTERIOR OROFARING
Mukosa : warna (hiperemis), granulasi, atrofi mukosa, post nasal drip.
9. Cuci tangan, penyampaian hasil, hamdalah, salam

viii. PEMERIKSAAN KELENJAR LIMFE LEHER  Pf. Rutin

INSPEKSI LEHER
Duduk berhadapan dengan pasien

- Simetris atau tidak


- Adakah benjolan atau massa
- Adakah pembesaran tiroid

PALPASI LEHER Kelenjar leher pada umunya baru teraba bila ada
pembesaran lebih dari 1 cm. Palpasi dilakukan
Pemeriksa berada DIBELAKANG PASIEN dengan posisi pemeriksa berada di belakang
penderita dan dilakukan secara sistematis/berurutan
Meraba kelenjar leher apa ada pembesaran >1cm dimulai dari submental terus kearah angulus
mandibula, sepanjang muskulus sterno kleido
mastoid, klavikula.
Identifikasi jika ada benjolan - Letak (uni / bilateral)
- Warna (sama dgn kulit sekitar / tidak)
- Fluktuasi (ada / tidak)
- Nyeri tekan
- Mobilitas (mobile . terfiksir)
- Ukuran (panjang lebar tinggi dalam cm)
- Permukaan (rata / berbenjol)

Mobilitas yang terfiksir tertanda sudah berakar 


GANAS
Hamdallah dan memberitahukan hasil pemeriksaan
Merapikan peralatan yang digunakan
Cuci tangan setelah pemeriksaan Pemeriksaan KGB harus benar-benar diraba dan
dirasakan

DIAGNOSA BANDING

a) Untuk mendapatkan diagnosis pasti dan menyingkirkan diagnosis banding yang lain terkadang
dibutuhkan pemeriksaan penunjang, sehingga pemeriksaan penunjang HARUS atas indikasi
b) DD : (jangan lupa penyebutan ONSET serta dekstra atau sinistranya)
- otitis eksterna akut sirkumskripta DEKSTRA / SINISTRA
- otitis eksterna akut difusa DEKSTRA / SINISTRA
- Otomikosis DEKSTRA / SINISTRA  ditandai dengan rasa gatal penuh di liang telinga, menyerupai
ketombe
- keratosis obturans  gumpalan epidermis diliang telinga yang disebabkan oleh terbentuknya sel
epitel yang berlebihan yang tidak bermigrasi kearah telinga luar, bilateral, usia muda
- kolesteatoma  hanya pada 1 telinga, biasa diusia tua, erosi tulang posterior

11
TERAPI

OTITIS EKSTERNA SIRKUMSKRIPTA


OTITIS EKSTERNA DIFUS OTOMIKOSIS
(furunkel=bisul)
MEDIKAMENTOSA DAN RESEP
Tergantung keadaan furunkel : Membersihkan liang telinga.
- Jika sudah menjadi abses  Pengobatannya ialah Larutan asam asetat 2%
diaspirasi secara steril untuk membersihkan liang telinga dengan dalam alkohol, larutan
mengeluarkan nanahnya. Local memasukkan tampon yang povidon iodin 5% atau tetes
diberi antibiotic bentuk salep mengandung antibiotika ke liang telinga yang mengandung
(polymixin B atau bacitracin, atau telinga supaya terdapat kontak campuran antibiotik dan
antiseptic : asam asetat 2-5% yang baik antara obat dengan kulit steroid. Kadang-kadang
dalam alcohol 2%) yang meradang. Kadang-kadang diperlukan obat antijamur
- Jika dinding furunkel tebal  diperlukan obat antibiotika topikal.
insisi, kemudian dipasang salir sistemik.
(drain) untuk mengalirkan
nanahnya.
- Biasanya tidak perlu antibiotika
sistemik, cukup obat simtomatik
(analgetik dan obat penenang).

R/ R/ R/
Bacitracin ungt 5g tube no.I Amoxicillin tab 500 mg No.XVII Klotrimazol ungt 5g tube no.I
S 4 dd ue S 3 dd tab 1 pc S 2 dd ue
Paracetamol tab 500 mg no.XV
S 3 dd tab 1 pc prn nyeri

NON MEDIKAMENTOSA DAN EDUKASI

- menjaga kebersihan telinga


- Menghindari membersihkan telinga berlebihan dengan menggunakan
cotton bath

KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS

- Lower cranial neuropathies


- Meningitis
- Abses otak
- Kematian
Prognosis baik jika diobati dengan benar

12
OTITIS MEDIA (OM)

OMA 4A – OMS 3A – OMK 3A

A. OTITIS MEDIA AKUT (OMA)

DEFINISI

Peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel
mastoid. OMA terjadi pada semua usia, tetapi lebih sering pada anak-anak usia 3 bulan - 3 tahun.

ETIOLOGI OMA

a. Kuman penyebab utama pada OMA ialah bakteri piogenik, seperti Streptokokus hemolitikus,
Stafilokokus aureus, Pneumokokus. Terkadang Hemofilus influenza, Esheria colli, Streptococcus
anhemoliticus, Proteus vulgaris dan Pseudomonas aurugenosa.
b. Hemofillus influenza sering ditemukan pada anak yang berusia di bawah 5 tahun.
c. Biasanya merupakan komplikasi dari Infeksi Saluran Pernapasan Atas (common cold) 
virus/bakteri dari tenggorokan  tuba eustachii/aliran darah  telinga tengah.
d. OMA bisa juga karena sumbatan pada sinus atau tuba eustachii akibat alergi / pembesaran
adenoid.

STADIUM OMA (Stadium perubahan mukosa telinga)

1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius


i. Tanda : gambaran retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan negatif di dalam telinga
tengah, karena adanya absorpsi udara.
ii. Kadang-kadang membran timpani tampak normal (tidak ada kelainan) atau berwarna keruh
pucat.
iii. Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi.
iv. Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi.
2. Stadium Hiperemis (Stadium Presupurasi)
i. Tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh membran timpani
tampak hiperemis serta edem.
ii. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.
3. Stadium Supurasi
i. Edem yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superficial, serta
terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani, menyebabkan membran timpani
menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar.
ii. Pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta rasa nyeri di telinga bertambah
hebat.
iii. Apabila tekanan nanah di kavum timpani tidak berkurang, maka terjadi iskemia, akibat tekanan
pada kapiler-kapiler, serta timbul tromboflebitis pada vena-vena kecil dan nekrosis mukosa dan
submukosa.
iv. Nekrosis ini pada membran timpani terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna
kekuningan. Di tempat ini akan terjadi ruptur. Bila tidak dilakukan insisi membran timpani

13
(miringotomi) pada stadium ini, maka kemungkinan besar membran timpani akan ruptur dan
nanah keluar ke liang telinga luar.
v. Dengan melakukan miringotomi, luka insisi akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi
ruptur, maka lubang tempat ruptur (perforasi) tidak mudah menutup kembali.
4. Stadium Perforasi
i. Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi kuman yang
tinggi, maka dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga
tengah ke liang telinga luar.
ii. Anak yang tadinya gelisah sekarang menjadi tenang, suhu badan turun dan anak dapat tertidur
nyenyak. Keadaan ini disebut dengan otitis media akut stadium perforasi.
5. Stadium Resolusi
i. Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani perlahan-lahan akan normal
kembali.
ii. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan akhirnya kering.
iii. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi walaupun
tanpa pengobatan.
iv. OMA berubah menjadi OMSK bila perforasi menetap dengan sekret yang keluar terus menerus
atau hilang timbul.
v. OMA dapat menimbulkan gejala sisa (sequele) berupa Otitis Media Serosa bila sekret menetap
di kavum timpani tanpa terjadinya perforasi.

B. OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS (OMSK)

Otitis media supuratif kronis (OMSK) dahulu disebut otitis media


perforata (OMP) atau dalam sebutan sehari-hari : congek.

Infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membrane


timpani dan sekret yang keluar terus – menerus dari telinga
tengah/ hilang timbul. Sekret bisa encer/kental, bening atau berupa
nanah.
- OMA dengan perforasi membrane timpani > 2 bulan 
OMSK
- OMA < 2 bulan  Otitis Media Supuratif sub-akut
- OMA menjadi OMSK karena beberapa factor yaitu terapi
terlambat, terapi tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, daya
tahan tubuh pasien rendah (gizi kurang), hygiene buruk.

Letak perforasi
- daerah sentral (pars tensa) di seluruh tepi perforasi masih ada sisa membrane timpani.
- marginal  sebagian tepi perforasi langsung berhubungan dengan annulus/sulkus timpanikum
- atik  perforasi di pars di pars flaksida.

Jenis OMSK
- OMSK tipe benigna ( tipe mukosa = tipe aman )
Terbatas pada mukosa saja, biasanya tidak mengenai tulang.

14
Perforasi terletak di sentral.
Jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya.
Tidak terdapat kolesteatom.
- OMSK tipe maligna ( tipe tulang = tipe bahaya )
Disertai dengan kolesteatoma
Perforasi di marginal atau di atik
Kadang terdapat kolesteatoma pada OMSK dengan perforasi subtotal
Komplikasi berbahaya bisa timbul

Berdasarkan aktivitas sekret yang keluar :


1) OMSK aktif  OMSK aktif ialah OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara
aktif
2) OMSK tenang  keadaan kavum timpaninya terlihat basah atau kering.

OTITIS MEDIA SEROSA AKUT / OTITIS MEDIA NONSUPURATIF

Nama lain adalah Otitis media serosa, Otitis media musinosa, Otitis media efusi, Otitis media sekretoria,
Otitis media mucoid (glue ear).
- Otitis media dengan efusi
Cairan di telinga tengah, membrane timpani utuh tanpa tanda-tanda infeksi
- Otitis media serosa
Terdapat sekret non purulen di telinga tengah, membrane timpani utuh
Efusi encer
- Otitis media mucoid (glue ear)
Efusi kental seperti lem

 Otitis media serosa terjadi terutama akibat adanya transudat atau plasma yang mengalir dari
pembuluh darah ke telinga tengah yang sebagian besar terjadi akibat adanya perbedaan
tekanan hidrostatik.
 Otitis media mukoid, cairan yang ada di telinga tengah timbul akibat sekresi aktif dari kelenjar
dan kista yang terdapat di dalam mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, dan rongga mastoid.
Faktor yang berperan utama dalam keadaan ini adalah terganggunya fungsi tuba Eustachius.
Faktor lain yang dapat berperan sabagai penyebab adalah adenoid hipertrofi, adenoitis, sumbing
palaturn (cleft-palate), tumor di nasofaring, barotrauma, sinusitis, rinitis, defisiensi imunologik
atau metabolik. Keadaan alergik sering berperan sebagai faktor tambahan dalam timbulnya
cairan di telinga tengah (efusi di telinga tengah).
 Otitis Media Efusi adalah keadaan dimana adanya cairan di telinga tengah baik berbentuk
nanah, sekret encer, ataupun sekret yang kental (mukoid/glue ear). Dengan kata lain Otitis
Media Efusi dapat berupa OMA (Otitis Media Akut), OMS (Otitis Media Serosa), atau OMM
(Otitis Media Mukoid/Glue Ear).

Otitis Media Serosa/ Otitis Media Sekretoria/Otitis Media Mukoid/ Otitis Media Efusi terbatas pada
keadaan dimana terdapat efusi dalam kavum timpani dengan membran timpani utuh tanpa tanda tanda
radang. Bila efusi tersebut berbentuk pus, membran timpani utuh dan disertai tanda tanda radang maka
disebut Otitis Media Akut (OMA).

15
C. BAROTRAUMA (AEROTITIS)

Barotrauma adalah keadaan dengan terjadinya perubahan tekanan yang tiba-tiba diluar telinga
tengah sewaktu di pesawat terbang atau menyelam, yang menyebabkan tuba gagal untuk membuka.
Apabila perbedaan tekanan melebihi 90 cmHg, maka otot yang normal aktivitasnya tidak mampu
membuka tuba. Pada keadaan ini terjadi tekanan negatif di rongga telinga tengah, sehingga cairan
keluar dari pembuluh darah kapiler mukosa dan kadang-kadang disertai dengan ruptur pembuluh darah,
sehingga cairan di telinga tengah dan rongga mastoid tercampur darah.
Keluhan pasien berupa kurang dengar, rasa nyeri dalam telinga, autofoni, perasaan ada air
dalam telinga dan kadang-kadang tinitus dan vertigo. Pengobatan biasanya cukup dengan cara
konservatif saja, yaitu dengan memberikan dekongestan lokal atau dengan melakukan perasat Valsalva
selama tidak terdapat infeksi di jalan napas atas. Apabila cairan atau cairan yang bercampur darah
menetap ditelinga tengah sampai beberapa minggu, maka dianjurkan untuk tindakan miringotomi dan
billa perlu memasang pipa ventilasi (Grommet).
Usaha preventif terhadap barotrauma dapat dilakukan dengan selalu mengunyah permen karet
atau melakukan perasat Valsalva. terutama sewaktu pesawat terbang mulai turun untuk mendarat.

D. OTITIS MEDIA SEROSA KRONIK (GLUE EAR)

Perbedaan Akut dan Kronik pada cara terbentuknya sekret.

 Pada otitis media serosa akut sekret terjadi secara tiba-tiba di telinga tengah dengan disertai
rasa nyeri pada telinga. Lebih sering terjadi pada dewasa.
Otitis media serosa unilateral pada orang dewasa tanpa penyebab yang jelas harus selalu
dipikirkan kemungkinan adanya karsinoma nasofaring.
 Kronis  Sekret yang terbentuk secara bertahap tanpa rasa nyeri dengan gejala-gejala pada
telinga yang berlangsung lama. Lebih sering terjadi pada anak. Sekret pada otitis media serosa
kronik dapat kental seperti lem glue ear.

Otitis media serosa Kronik dapat juga terjadi sebagai gejala sisa dari otitis media akut (OMA) yang tidak
sembuh sempurna. Penyebab lain diperkirakan adanya hubungan dengan infeksi virus, keadaan alergi
atau gangguan mekanis pada tuba.

Gejalanya Tuli lebih menonjol (40-50 dB) karena adanya sekret kental atau glue ear. Pada anak anak
yang berumur 5 - 8 tahun keadaan ini sering diketahui secara kebetulan waktu dilakukan pemeriksaan
THT atau dilakukan uji pendengaran. Pada Otoskopi  membran timpani utuh, retraksi, suram, kuning
kemerahan atau keabu-abuan.

E. OTITIS MEDIA ADHESIVA


 keadaan terjadinya jaringan fibrosis di telinga tengah sebagai akibat proses peradangan yang berlangsung
lama sebelumnya.
 Komplikasi dari otitis media supuratif atau oleh karena otitis media non supuratif yang menyebabkan
rusaknya mukosa telinga tengah.
 Waktu penyembuhan terbentuk jaringan fibrotik yang menimbulkan perlekatan. Pada kasus yang berat
dapat terjadi angkilosis pada tulang-tulang pendengaran.

16
Gejalanya berupa pendengaran berkurang dengan adanya riwayat infeksi telinga sebelumnya, terutama diwaktu
masih kecil. Pada Otoskopi gambaran membran timpani dapat bervariasi mulai dari sikatriks minimal, suram
sampai retraksi berat disertai bagian-bagian yang atrofi atau "timpanosklerosis plaque" (bagian membran timpani
yang menebal berwarna putih seperti lempeng kapur).

PEMERIKSAAN TERKAIT

ANAMNESIS (ceklis anamnesis lengkap dibagian OE)

OM. SUPURATIF OM. NON SUPURATIF


OM. Akut OM. Supuratif Barotrauma / OM. Serosa OM. Serosa OM. Adhesiva
(OMA) Kronis (OMSK) Aerotitis Akut Kronik
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
-telinga tdk -nyeri telinga -nyeri telinga -sering pada -sering pada -pendengaran
nyaman -keluar cairan tiba-tiba dewasa anak berkurang
(stadium oklusi) terus menerus / -kurang dengar -pendengaran -gejala tuli -riwayat infeksi
-nyeri dalam hilang timbul -autofoni berkurang menonjol (40-50 telinga
telinga dari teling -perasaan ada -rasa tersumbat dB) sebelumnya
-nadi suhu >> tengah air dlm telinga pd telinga -tanpa nyeri terutama waktu
(stadium -onset lebih dari -terkadang -suara sendiri telinga kecil
supurasi) 2 bulan tinitus nyaring/berbeda -keluar sekret
-keluar discaj -vertigo -pada telinga yg bertahap dlm
(stadium -onset tiba-tiba sakit, ada cairan waktu lama
perforasi) yg bergerak dlm -sekret kental
-pada anak, ada telinga saat -onset kronis
riwayat infeksi posisi kepala
saluran nafas berubah
atas -nyeri telinga
-keluar sekret
tiba-tiba
-tinitus vertigo
ringan

17
PEMERIKSAAN FISIK Jika ada keluhan pada salah satu atau lebih pada THT
maka pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaan
i. INFORMED CONSENT secara menyeluruh pada Telinga, Hidung dan
ii. CUCI TANGAN Tenggorokan. Namun PEMERIKSAAN pada KELUHAN
iii. PERSIAPAN ALAT  PASANG LAMPU KEPALA UTAMA dilakukan yg pertama, lalu diikuti pemeriksaan
iv. PEMERIKSAAN TELINGA rutin lainnya.

OM. SUPURATIF OM. NON SUPURATIF

OM. Supuratif Kronis Barotrauma


OM. Akut (OMA) OM. Serosa Akut OM. Serosa Kronik OM. Adhesiva
(OMSK) / Aerotitis
INSPEKSI TELINGA LUAR

-  kelainan
-  kelainan -  kelainan
congenital/tanda -  kelainan
congenital/tanda congenital/tanda
peradangan ditelinga Normal congenital/tanda -  kelainan
peradangan peradangan
luar Tidak ada peradangan congenital/tanda
ditelinga luar ditelinga luar
-keluar cairan terus sekret ditelinga luar peradangan
- Ada sekret yg -keluar cairan tiba-
menerus / hilang -keluar sekret ditelinga luar
keluar (pada tiba dari teling
timbul dari teling kental bertahap
stadium perforasi) tengah
tengah

OTOSKOPI
-membran timpani
utuh
-keadaan
-membran timpani -terdapat sikatrik
membran timpani -membran
utuh di teling tengah
bergantung pada timpani utuh
-ada perforasi -retraksi membran memban timpani baik itu sikatrik
stadium. kadang -ada cairan /
membran timpani timpani utuh, retraksi, minimal, suram
normal/ retraksi cairan yg
letaknya bisa di -ada gelembung suram, kuning sampai berat
-warna keruh bercampur
sentral/marginal/atik udara/permukaan kemerahan / -ada bagian
pucat/hiperemis darah di
cairan dlm cavum keabuan membran timpani
-bulging telinga
timpani menebal
(menonjol) / edem tengah
berwarna putih
/ ruptur
seperti lempeng
kapur
TES GARPU TALA

tuli konduktif

VALSAVA TEST

Positif /
bergantung Positif ( + ) Negatif ( - )
stadium
Pemeriksaan rinoskopi anterior
Pemeriksaan rongga mulut dan orofaring TETAP DILAKUKAN, NAMUN BISA SAJA NORMAL
Pemeriksaan KGB Leher

18
PEMERIKSAAN PENUNJANG

- audiometri nada murni - X foto mastoid

- audiometri tutur - kultur kuman sekret telinga

- pemeriksaan BERA

DIAGNOSA BANDING

OMA, OMSK, Aerotitis, OM. Serosa akut, OM. Serosa kronik, OM. Adhesiva

TERAPI

OM. SUPURATIF OM. NON SUPURATIF


MEDIKAMENTOSA DAN RESEP

OM. Supuratif Barotrauma / OM. Serosa


OM. Akut (OMA) OM. Serosa Akut OM. Adhesiva
Kronis (OMSK) Aerotitis Kronik

Stadium oklusi : tetes OMSK Benigna : Pengobatan Tetes hidung, Pada kasus baru Jarang terjadi.
hidung HCL efedrin 0,5- toilet telinga, konservatif, antihistamin, diberikan
1% dlm larutan fisiologik antibiotik topikal valsava test, valsava, jika kombinasi
(klorampenikol), jika menetap menetap antihistamin-
Stadium antibiotik sistemik. selama beriminggu- dekongestan
presupurasi:Ampisilin, beberapa minggu dilakukan tetes hidung
tetes hidung, analgetik OMSK Maligna : minggu miringotomi dan selama 3 bulan
operasi miringotomi grommet
Stadium supurasi: / Grommet Pada kasus lama
miringotomi (insisi pars (memasang dilakukan
tensa MT agar sekret pipa miringotomi /
keluar) ventilasi) grommet

Stadium perforasi: Cuci


telinga H2O2 3% 3-5hari
dan antibiotik

NON MEDIKAMENTOSA DAN EDUKASI

Menjaga Usaha
kebersihan telinga preventif
dengan
mengunyah
permen
karet dan
perasat
valsava

19
KOMPLIKASI

- Perforasi MT persisten
- Erosi tulang pendengaran
- Labirintis
- Meningitis
- Abses otak

SERUMEN PROP

(4A)

I. Definisi
Serumen adalah secret kelenjar sebasea, kelenjar seruminosa, epitel kulit yang terlepas dan
partikel debu yang terdapat pada bagian kartilaginosa liang telinga. Bila serumen ini berlebihan
maka dapat membentuk gumpalan yang menumpuk di liang telinga yang dikenal dengan
serumen prop.

II. Klasifikasi Serumen cair

Serumen Serumen
prop lunak
Serumen
keras
III. Etiologi
Adanya penumpukan serumen yang berlebihan pada liang telinga yang pada akhirnya
membentuk gumpalan yang menyumbat liang telinga sebagian atau seluruhnya.
Faktor Resiko :
1. Dermatitis kronik liang telinga luar
2. Liang telinga sempit
3. Produksi serumen banyak dan kering
4. Adanya benda asing di liang telinga
5. Kebiasaan mengorek telinga

IV. Manifestasi Klinis


- Pendengaran berkurang
- Rasa penuh pada telinga
- Kadang disertai tinnitus dan vertigo
- Kadang disertai nyeri (apabila gumpalan serumen besar dan menekan dinding liang telinga

20
V. Pemeriksaan :
a.) Anamnesis

NO CHECK LIST KETERANGAN


1. MEMBUKA WAWANCARA - Salam
Menyapa pasien - Perkenalan diri
Memperkenalkan diri
“Assalamu’alaikum wr wb, selamat
pagi/siang/sore pak/bu/mbak/mas, saya dr.
Arterio.”
2. ANAMNESIS - Identitas Pasien (nama, usia, alamat,
Menanyakan identitas pasien pekerjaan)
1. Dengan bapak/ibu siapa ? - Pekerjaan/tempat tinggal bisa digunakan
2. Usia berapa bapak/ibu ? sebagai banyak pertimbangan
3. Alamatnya dimana pak/bu ?
4. Bekerja dimana pak/bu ?

3. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Keluhan Khas :


Keluhan utama - Kurang pendengaran
“Ada keluhan apa bapak/bu datang kemari - Telinga terasa penuh
?”

4. MENANYAKAN LOKASI Gejala/keluhan pada telingabisa bilateral atau


“Nyeri/gejala/keluhan nya di bagian mana unilateral
pak/bu ?
5. Menanyakan onset dan kronologi 1. Biasanya keluhan mulai dirasakan setelah
1. “Gejala sudah dirasakan sejak serumen mulai menutup liang telinga dan
kapan pak/bu ?” menyebabkan kurang pendengaran atau
2. “Apakah gejala bertambah menyebabkan nyeri.
berat/parah sejak pertama muncul 2. Kondisi diperparah apabila liang telinga
?” terisi air pada saat mandi atau berenang,
karena serumen mengembang di liang
telinga ketika terkena air sehingga
menyumbat. Bias juga ketika serumen
terlalu kering dan membatu menekan
dinding liang telinga menyebabkan nyeri.
6. MENANYAKAN KUALITAS KELUHAN
1. “Apakah gejalanya mengganggu
aktivitas ?”
2. “Apakah ada cairan yang keluar
dari liang telinga ?jika ya, seperti
apa ?”
7. MENANYAKAN KUANTITAS KELUHAN
8. MENANYAKAN FAKTOR PEMBERAT - Biasanya akan lebih terasa ketika setelah
1. “Kapan keluhan dirasa lebih mandi atau setelah berenang
mengganggu ?”
9. MENANYAKAN KELUHAN LAIN
1. “Apakah ada keluhan lain yang
dirasakan pak ?”
10. MENANYAKAN FAKTOR PERINGAN
1. “Apakah sudah pernah konsumsi

21
obat untuk mengurangi keluhan
gejala yang bapak alami ?”
11. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
1. “Apakah pernah mengalami gejala
seperti ini sebelumnya ?sudah
pernah diberi obat apa pak ?”
12. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
1. “Apakah keluarga ada yang
mengalami gejala yang sama ?”
13. RIWAYAT LINGKUNGAN SOSIAL - Bisa dianalisa dari tempat tinggal,
Menanyakan riwayat sosial ekonomi pekerjaan, pendapatan dll
14. MENANYAKAN KEBIASAAN PRIBADI
1. “Apakah bapak sering merasakan
keluhan seperti sekarang ini ?”
2. “Berapa kali bapak mengorek
telinga dalam satu bulan ?”
15. MENANYAKAN APAKAH ADA YANG - Pastikan tidak ada informasi yang
TERLEWATKAN ATAU YANG INGIN terlewatkan dan bias di cross check ulang
DITAMBAHKAN jika waktu memungkinkan.

b.) Pemeriksaan terkait


Jika ada keluhan pada salah satu atau lebih pada THT
maka pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaan
secara menyeluruh pada Telinga, Hidung dan
Tenggorokan. Namun PEMERIKSAAN pada KELUHAN
UTAMA dilakukan yg pertama, lalu diikuti pemeriksaan
rutin lainnya.
NO CHECK LIST KETERANGAN
1. PEMERIKSAAN TELINGA
Menjelaskan tujuan pemeriksaan dan
melakukan informed consent pasien.
1. “Saya akan melakukan beberapa
pemeriksaan pada telinga bapak
untuk menggali informasi tentang
keluhan bapak. Pemeriksaan
mungkin kurang nyaman, mohon
kerjasamanya ya pak….”
2. MEMPERSIAPKAN PASIEN Posisi pasien dan pemeriksa duduk berhadapan
Mengatur posisi pasien dan pemeriksa. dan saling bersilangan (paha kiri pasien
bersinggungan dengan paha kiri pemeriksa. Badan
pasien diposisikan sedikit condong kedepan dan
kepala pasien lebih tinggi dibandiingkan kepala
pemeriksa untuk memudahkan melihat bagian
liang telinga dan membrane timpani
3. MENYIAPKAN ALAT PEMERIKSAAN THT Alat :
1. Headlamp (sabuk bergerigi ada dibawah,
posisi lampu dibawah lingkar sabuk),
arahkan dan fokuskan cahaya lampu
sesuai arah pandangan mata pemeriksa
2. Otoskop
3. Serumen hak
4. Sendok serumen

22
5. Bengkok
6. Pinset alligator
7. Aplikator
8. Kapas steril
9. Spuit disposable
10.Abocath no. 18 untuk anak-anak dan no.
14 untuk dewasa
11. Air hangat
12. Handuk
4. MENCUCI TANGAN DAN MEMAKAI APD Mencuci tangan sebelum pemeriksaan
SEBELUM PEMERIKSAAN
5. PEMERIKSAAN TELINGA BAGIAN LUAR A. Ada atau tidaknya telinga, ukuran telinga
1. INSPEKSI mikro/makro/normotia
A. Keberadaan dan ukuran B. Aurikula
telinga - ada/tidak kelainan kongenital fistel pre-
B. Aurikula aurikula, hemangioma
C. Liang telinga ada ataukah - ada/tidak tanda radang/sikatrik
tidak, ada penyempitan atau - tanda radang, fistel, abses retro aurikula
tidak C. ada/tidak secret yang keluar dari liang
D. Planum mastoid, apakah telinga pasien
terdapat benjolan atau
pembesaran
6. 2. PALPASI A. ada/tidak nyeri tekan pada tragus atau
“Kalau nanti terasa nyeri tolong nyeri tarik pada aurikula
bapak bilang ya…” B. ada/tidak nyeri ketuk atau tekan pada
A. Tragus planum mastoid
B. Planum mastoid
7. PEMERIKSAAN TELINGA BAGIAN DALAM  Pemeriksaan telinga dilakukan dari telinga
Menjelaskan tujuan pemeriksaan dan TELINGA YANG SEHAT DULU
melakukan informed consent pasien.  Cara pemeriksaan dengan otoskop :
1. “Saya akan melakukan beberapa Posisikan daun telinga dengan
pemeriksaan di bagian dalam menariknya kearah atas belakang
telinga bapak. Pemeriksaan (superoposterior) sehingga liang telinga
mungkin sedikit kurang nyaman, menjadi lurus dan akan mempermudah
mohon kerjasamanya ya pak….” melihat membrane timpani.
2. Menggunakan otoskop  Posisi tangan :
Untuk memeriksa telinga kanan, maka
menarik daun telinga kanan dengan
tangan kiri dan bila memeriksa telinga kiri,
menarik daun telinga kiri dengan tangan
kanan.
 Cara pegang otoskop :
Untuk memeriksa telinga kanan, otoskop
dipegang menggunakan tangan kanan dan
memeriksa telinga kiri, otoskop dipegang
menggunakan tangan kiri.
8. PENILAIAN TELINGA BAGIAN DALAM 1. ada/tidak tanda radang di liang telinga
(furunkel/ karbunkel/ radang difus/
jamur)
2. ada/tidak corpus alienum/ serangga ?
3. ada/tidak cairan/ discharge pada liang
telinga ? sifatnya serous, mucous,

23
purulent, sanguineus ?
4. ada/tidak serumen ? sifatnya cair, lunak,
padat, keras ?
 Pada kasus serumen prop, pada
pemeriksaan otoskop biasanya
membrane timpani sudah dinilai karena
terhalang serumen, oleh karena itu perlu
dilakukan ekstraksi.
9. PEMERIKSAAN RONGGA MULUT dan 1. Serumen cair
OROFARING, hidung, dan KGB tetap Dengan aplikator yang sudah dibungkus
dilakukan setelah pemeriksaan telinga dengan kapas (pelajari caranya),
(lihat di bagian otitis). masukkan aplikator kapas perlahan ke
liang telinga kemudian aplikasikan ke
EKSTRAKSI SERUMEN serumen hingga bersih kemudian
Beritahukan kepada pasien tindakan apa keluarkan perlahan dan lepaskan kapas
yang akan dilakukan dan tujuannya. (pelajari cara melepaskannya).
“pak, saya akan mengeluarkan kotoran yang 2. Serumen lunak
ada di liang telinga bapak, mungkin akan Dengan serumen hak/sendok serumen,
terasa kurang nyaman, mohon masukkan kedalam liang telinga perlahan,
kerjasamanya ya pak . . .” masukkan menyusuri dinding posterior
PROSEDUR liang telinga dengan hak/sendok
Prosedur ekstraksi serumen didasarkan menghadap ke anterior kemudian kaitkan
pada jenis dan sifat serumen yang ke bagian tengah serumen tersebut dan
ditemukan pada liang telinga : tarik keluar perlahan.
1. Serumen cair 3. Serumen keras
2. Serumen lunak Sulit dilakukan ekstraksi  diberikan
3. Serumen keras seruminolitik (ex: Forumen® 4x2 tetes
selama 2 hari / karbogliserin 10%) setelah
2 hari lakukan irigasi.
 Irigasi
Dengan spuit* dan abocath* yang sudah
dipotong pendek yang berisi air hangat
lakukan irigasi dengan tangan dominan
dan tangan yang lain memfiksasi telinga
pasien. Lakukan irigasi hingga semua
serumen keluar dan minta tolong asisten
untuk memposisikan bengkok dibawah
telinga. Setelah selesai keringkan telinga
pasien dengan kapas aplikator.
10. PENUTUP
1. Mencuci tangan setelah
pemeriksaan
2. Menyampaikan bahwa prosedur
sudah selesai dilakukan pada
pasien
3. Mengucapkan terima kasih atas
kerja sama pasien
4. Mengucap salam

Peralatan irigasi :

!!! Anak-anak

Dewasa
24
: Dengan spuit 20 cc dan abocath ukuran 18

: Dengan spuit 50 cc dan abocath ukuran 14


c.) Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada pemeriksaan penunjang yang khas
VI. Diagnosa Banding
Benda asing di liang telinga
VII. Terapi :
a.) Medikamentosa
Untuk serumen yang keras, gunakan Karbogliserin 10% atau Forumen

b.) Non Medikamentosa


 Menghindari membersihkan telinga secara berlebihan
 Menghindari memasukkan air atau apapun kedalam telinga

VIII. Edukasi
 Memberitahu pasien atau keluarga untuk tidak mengorek telinga secara berlebihan
 Memberitahu pasien atau keluarga untuk tidak memasukkan air atau apapun kedalam
telinga
 Dianjurkan untuk membersihkan serumen pada telinga 6-12 bulan sekali
IX. Komplikasi dan Prognosis
 Prognosis penyakit ini adalah bonam karena jarang menimbulkan kondisi klinis yang berat
X. Contoh Skenario

Seorang laki laki berusia 30 tahun datang ke praktek dokter umum swasta dengan
keluhan telinga sebelah kanan terasa mendengung dan kurang mendengar sejak 2 hari
yang lalu. Setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik telinga bagian luar dan
otoskopi didapatkan hasil bahwadi CAE didapatkan serumen dan membran timpani tidak
dapat dinilai. Lakukan prosedur ekstraksi serumen yang benar !

RHINITIS

(4A)

I. Definisi
(RHINITIS ALERGI)
Inflamasi pada membran mukosa hidung yang disebabkan oleh adanya alergen dengan
gejala bersin, rinore, gatal, tersumbat setelah mukosa terpapar alergen yang diperantarai IgE
(respon hipersensitivitas) (WHO-ARIA 2001)
Penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi sebelumnya yang
sudah tersensitasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika
terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut. (Von Pirquet, 1986)

25
(RHINITIS VASOMOTOR)
Rinitis vasomotor adalah salah satu bentuk rinitis kronik yang tidak diketahuipenyebabnya
(idiopatik), tanpa adanya infeksi, alergi, eosinofilia, perubahanhormonal, dan pajanan obat
(kontrasepsi oral, antihipertensi, B-bloker,aspirin,klorpromazin, dan obat topikal hidung
dekongestan). Rinitis non alergi danmixed rhinitis lebih sering dijumpai pada orang dewasa
dibandingkan anak-anak,lebih sering dijumpai pada wanita dan cenderung bersifat menetap.

II. Klasifikasi

ARIA = Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma (J Allergy Clin Immunol 2001; 108: S147-S334)

Klasifikasi berdasarkan etiologi:


1. Rinitis Virus
a. Rinitis simplek (pilek, selesma, common cold, coryza)
Rinitis simplek disebabkan oleh virus. Infeksi biasanya terjadi melalui droplet di udara.
Beberapa jenis virus yang berperan antara lain, adenovirus, picovirus, dan subgrupnya
seperti rhinovirus, dancoxsackievirus. Masa inkubasinya 1-4 hari dan berakhir dalam 2-3
minggu.

b. Rinitis influenza
Virus influenza A, Batau C berperan dalam penyakit ini.Tanda dan gejalanya mirip dengan
common cold.Komplikasi berhubungan dengan infeksi bakteri sering terjadi.

c. Rinitis eksantematous
Morbili,varisela,variola,danpertusis,sering berhubungan dengan rinitis, dimana didahului
dengan eksantema sekitar 2-3 hari. Infeksi sekunder dan komplikasi lebih sering dijumpai dan
lebih berat.

2. Rinitis Bakteri
a. Infeksi non spesifik
Rinitis bakteri primer. Infeksi ini tampak pada anak dan biasanya akibat dari infeksi
pneumococcus, streptococcus atau staphylococcus. Membran putih keabu-abuan yang
lengket dapat terbentuk di rongga hidung, dan apabila diangkat dapat menyebabkan
pendarahan / epistaksis.
Rinitis bakteri sekunder merupakan akibat dari infeksi bakteri pada rinitis viral akut.

26
b. Rinitis Difteri
Disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae, dapat berbentuk akut atau kronik dan
bersifat primer pada hidung atau sekunder pada tenggorokan. Harus dipikirkan pada
penderita dengan riwayat imunisasi yang tidak lengkap. Penyakit ini semakin jarang
ditemukan karena cakupan program imunisasi yang semakin meningkat.

3. Rinitis Iritan
Disebabkan oleh paparan debu, asap atau gas yang bersifat iritatif seperti ammonia,
formalin, gas asam dan lain-lain. Dapat juga disebabkan oleh trauma yang mengenai mukosa
hidung selama masa manipulasi intranasal, contohnya pada pengangkatan corpus alienum.
Pada rinitis iritan terdapat reaksi yang terjadi segera yang disebut dengan “immediate
catarrhalreaction” bersamaan dengan bersin, rinore, dan hidung tersumbat. Gejalanya dapat
sembuh cepat dengan menghilangkan faktor penyebab atau dapat menetap selama beberapa
hari jika epitel hidung telah rusak. Pemulihan akan bergantung pada kerusakan epitel dan infeksi
yang terjadi.

III. Etiologi
Rhinitis alergi disebabkan oleh adanya alergen yang
terhirup oleh hidung

RHINITIS
Rhinitis non-alergi disebabkan oleh faktor-faktor
pemicu tertentu :
rhinitis vasomotor idiopatik; sensitif terhadap fumes,
odors, temperature & atmospheric changes, irritant

1. Rhinitis alergi seasonal/musiman: alergen inhalan yang meningkat pada musim tertentu:
tepung sari, rerumputan (Bermuda grass), spora jamur (Aspergillus)
2. Rhinitis alergi pereneal: tungau debu rumah (D. Pteronyssinus), skuama binatang / bulu
binatang (kucing, anjing), kecoa, spora jamur (inhalan)
3. Susu, telur, ikan, keju, udang, kepiting, ikan laut (ingestan)
4. Alergen injektan: penisilin, sengatan lebah.
5. Alergen kontaktan: bahan kosmetik, perhiasan.

 Satu macam alergen dapat merangsang lebih dari satu organ sasaran  memberi gejala
campuran

27
IV. Patofisiologi

V. Manifestasi Klinis
(RHINITIS ALERGI)
Trias Rhinitis Alergi :
 Bersin berulangkali

!!
 Hidung berair (rhinorrhea)
Hidung tersumbat
 Tenggorokan, hidung, kerongkongan gatal
 Mata merah, gatal, berair Gatal
 Post-nasal drip
Berair & bersin.
(RHINITIS VASOMOTOR)
1. Hidung tersumbat, bergantian kiri dan kanan tergantung posisi tidur pasien,memburuk pada pagi

!
hari dan jika terpajan lingkungan non-spesifik sepertiperubahan suhu atau kelembaban udara,
asap rokok, bau menyengat.
2. Rinore yang bersifat serosa atau mukus, kadang-kadang jumlahnya agakbanyak.
3. Bersin-bersin lebih jarang dibandingkan rinitis alergika.
4. Lebih sering terjadi pada wanita

28
VI. Pemeriksaan :
a.) Anamnesis
NO CHECK LIST KETERANGAN
1. MEMBUKA WAWANCARA - Salam
Menyapa pasien - Perkenalan diri
Memperkenalkan diri
“Assalamu’alaikum wr wb, selamat
pagi/siang/sore pak/bu/mbak/mas, saya dr.
Arterio.”
2. ANAMNESIS - Identitas Pasien (nama, usia, alamat,
Menanyakan identitas pasien pekerjaan)
1. Dengan bapak/ibu siapa ? - Pekerjaan/tempat tinggal untuk mendeteksi
2. Usia berapa bapak/ibu ? etiologi penyakit
3. Alamatnya dimana pak/bu ?
4. Bekerja dimana pak/bu ?

3. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Keluhan Khas RHINITIS ALERGI :


Keluhan utama - Bersin-bersin terutama pagi hari atau saat
“Ada keluhan apa bapak/bu datang kemari?” kontak dengfan iritan (debu, bunga/ inhalan).
- Hidung tersumbat
- Keluar ingus encer dan banyak (rhinorea)
- Hidung dan mata gatal kadang disertai hiper
lakrimasi.

Keluhan Khas RHINITIS VASOMOTOR :


- Mirip RHINITIS ALERGI, yang membedakan :
- GEJALA DOMINAN : Hidung tersumbat
bergantian kanan/kiri tergantung posisi pasien
- Rhinorea mukoid atau serosa
- Jarang ditemukan keluhan pada mata
- Gejala sering muncul oleh rangsangan non
spesifik seperti asap rokok, atau bau yang
menyengat seperti parfum, minuman
beralkohol, makanan pedas, udara dingin,
pendingin/pemanas ruangan,
kelelahan/stress.

Keluhan Khas RHINITIS VIRUS :


- Pada stadium prodromal biasa berlangsung
beberapa jam, hidung terasa panas, kering
dan gatal
- Bersin berulang ulang
- HIdung tersumbat
- Rhinorea
- Kadang keluhan demam dan nyeri kepala
- Pada px terdapat hiperemis mukosa dan
membengkak
- Biasanya pasien menunjukkan keadaan
tubuhnya sedang kurang fit atau kekebalan
menurun.

29
Keluhan Khas RHINITIS BAKTERI :
- Merupakan infeksi sekunder dari rhinitis virus
pada dewasa. Bisa menjadi INFEKSI PRIMER
pada anak-anak.
- Pada stadium prodromal biasa berlangsung
beberapa jam, hidung terasa panas, kering
dan gatal
- Hidung tersumbat, tetapi pasien merasa
nafasnya berbau
- Ingus mukopurulen
- Kadang berkrusta kehijauan
- Kadang disertai sakit kepala
- Terjadi bersin berulang ulang
- Kadang disertai demam
- Pada anak-anak biasa disertai adenoiditis.

4. MENANYAKAN LOKASI Gejala pada hidung bisa bilateral, unilateral atau


“Nyeri/gejala nya di bagian mana pak/bu? bergantian
5. Menanyakan onset dan kronologi 1. Intermitten : gejala timbul kurang dari 4 hari
1. “Gejala sudah dirasakan sejak kapan dalam seminggu atau kurang dari 4 minggu
pak/bu ?” setiap terjadi kekambuhan
2. “Apakah gejala bertambah berat/parah 2. Persisten : gejala timbul lebih dari 4 hari atau
dibandingkan pertama kali timbul ? lebih dari 4 minggu setiap terjadi
kekambuhan
6. MENANYAKAN KUALITAS KELUHAN 1. Cairan yang keluar biasanya jernih dan encer
1. “Apakah gejalanya mengganggu
aktivitas ?”
2. “Cairan yang keluar berwarna apa
?kental atau encer ?”
7. MENANYAKAN KUANTITAS KELUHAN
8. MENANYAKAN FAKTOR PEMBERAT - Bisa digunakan untuk mengidentifikasi
1. “Kapan keluhan dirasa lebih penyebab utama keluhan timbul. Bisa
mengganggu ?” dikaitkan dengan riwayat genetic, suhu atau
jenis pekerjaan pada pasien
9. MENANYAKAN KELUHAN LAIN - Pada rhinitis alergi, biasanya disertai dengan
1. “Apakah bapak merasa ada cairan post nasal drip, keluhan gatal pada hidung,
selain air liur yang tertelan ?” tenggorokan atau kerongkongan. Pada mata
2. “Apakah bapak merasa gatal di hidung, biasanya terdapat keluhan gatal, kemerahan
tenggorokan atau kerongkongan ?” dan berair. Disertai atau memiliki riwayat
3. “Apakah bapak merasakan mata gatal, asthma dan sinusitis.
berair dan terkadang kemerahan ?”
4. “Apakah bapak punya riwayat asthma
?”
5. “Apakah bapak punya riwayat sinusitis
(jika tidak paham bias diganti dengan
keluhan sinusitis) ?”
10. MENANYAKAN FAKTOR PERINGAN
1. “Apakah sudah pernah konsumsi obat
untuk mengurangi keluhan gejala yang
bapak alami ?”
11. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU - Bisa digunakan untuk mengetahui klasifikasi

30
1. “Apakah pernah mengalami gejala penyakit yang diderita, lebih mengerucutkan
seperti ini sebelumnya ?sudah pernah ke etiologi utama berdasar waktu terjadi dan
diberi obat apa pak ?” terapi yang sudah pernah diterima
12. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
2. “Apakah keluarga ada yang mengalami
gejala yang sama ?”
13. RIWAYAT LINGKUNGAN SOSIAL - Bisa dianalisa dari tempat tinggal, pekerjaan,
Menanyakan riwayat social ekonomi pendapatan dll
14. MENANYAKAN KEBIASAAN PRIBADI
1. “Apakah bapak sering terpajan dengan
zat . . . . . . (yang disinyalir menjadi
allergen) ?”
2. “Apakah bapak sering atau memiliki
alergi saat mengkonsumsi makanan
tertentu ?”
3. “Apakah hidung bapak sering buntu
jika pagi hari ?”
15. MENANYAKAN APAKAH ADA YANG - Pastikan tidak ada informasi yang terlewatkan
TERLEWATKAN ATAU YANG INGIN dan bias di cross check ulang jika waktu
DITAMBAHKAN memungkinkan.

Jika ada keluhan pada salah satu atau lebih pada THT
b.) Pemeriksaan terkait maka pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaan
secara menyeluruh pada Telinga, Hidung dan
PEMERIKSAAN HIDUNG Tenggorokan. Namun PEMERIKSAAN pada KELUHAN
UTAMA dilakukan yg pertama, lalu diikuti pemeriksaan
rutin lainnya.
NO CHECK LIST KETERANGAN
1. PEMERIKSAAN HIDUNG
Menjelaskan tujuan pemeriksaan dan
melakukan informed consent pasien.
1. “Saya akan melakukan beberapa
pemeriksaan pada hidung bapak untuk
menggali informasi tentang keluhan
bapak. Pemeriksaan mungkin kurang
nyaman, mohon kerjasamanya ya
pak….”
2. MEMPERSIAPKAN PASIEN Posisi pasien dan pemeriksa duduk berhadapan dan
Mengatur posisi pasien dan pemeriksa. saling bersilangan (paha kiri pasien bersinggungan
dengan paha kiri pemeriksa
3. MENYIAPKAN ALAT PEMERIKSAAN THT Alat :
1. Headlamp (sabuk bergerigi ada dibawah,
posisi lampu dibawah lingkar sabuk), arahkan
dan fokuskan cahaya lampu sesuai arah
pandangan mata pemeriksa
2. Spekulum hidung
4. MENCUCI TANGAN DAN MEMAKAI APD Mencuci tangan sebelum pemeriksaan dan
SEBELUM PEMERIKSAAN menggunakan hand schoen
5. PEMERIKSAAN HIDUNG BAGIAN LUAR
1. INSPEKSI
A. Bentuk hidung

31
B. Warna kulit hidung
C. Massa pada hidung luar
6. 2. PALPASI DAN PERKUSI  4 pasang sinus maxillaris :
A. Nyeri tekan area proyeksi ke 4 1. Sinus maxillaris, terletak simetris di pipi kanan
sinus paranasal dan kiri
B. Nyeri ketok area proyeksi ke 4 2. Sinus etmoidalis, terletak di dalam dan
sinus paranasal berbentuk rongga rongga seperti sarang
tawon
3. Sinus frontalis, terletak simetris memiliki
proyeksi letak diatas alis
4. Sinus sphenoidalis, letaknya ada di dalam
sehingga tidak bias diperiksa dari luar
7. PEMERIKSAAN HIDUNG BAGIAN DALAM  Cara memegang spekulum hidung:
(RINOSKOPI ANTERIOR) Spekulum dipegang dengan tangan kiri untuk
Menjelaskan tujuan pemeriksaan dan memeriksa hidung kanan dan spekulum
melakukan informed consent pasien. dipegang tangan kanan untuk memeriksa
1. “Saya akan melakukan beberapa hidung kiri, dan tangan yang tidak memeriksa
pemeriksaan di bagian dalam hidung memegangi tengkuk pasien untuk memfiksasi
bapak. Pemeriksaan mungkin sedikit pergerakan kepala (pelajari lagi cara pegang
kurang nyaman, mohon kerjasamanya speculum yang benar). Atau spekulum
ya pak….” dipegang tangan dominan dan tangan lainnya
2. Menggunakan spekulum hidung fiksasi di bagian dagu pasien.
 Cara penggunaan spekulum :
1. Spekulum masuk lubang hidung dalam
keadaan tertutup rapat, jari telunjuk
diletakkan di cuping hidung untuk fiksasi
2. Setelah masuk, spekulum dibuka
seperlunya hingga mendukung
pandangan, arahkan sinar lampu
headlamp
3. PENILAIAN HIDUNG BAGIAN DALAM
4. Setelah pemeriksaan selesai, spekulum
dikeluarkan dari lubang hidung dalam
posisi tidak menutup sempurna
5. Lakukan pemeriksaan yang sama pada sisi
hidung lainnya
8. PENILAIAN HIDUNG BAGIAN DALAM 1. Mukosa hidung : hiperemis / pucat
2. Septum nasi : Septum deviasi / normal
3. Konka : hipertrofi / tidak
4. Secret : ada/tidak, kemudian
deskripsikan konsistensinya
serous/mucous/purulent
5. Massa : ada massa / tidak, deskripsikan
jika terdapat massa
6. Corpus alienum : terdapat benda asing /
tidak

HASIL RHINOSKOPI ANTERIOR PADA RHINITIS :


1. Mukosa edema dan basah
2. Mukosa berwarna pucat dan kebiruan
3. Terdapat secret yang banyak, jernih dan
konsistensinya encer

32
4. Konka hipertrofi
5. Bila ada kelainan yang tidak dapat terlihat
pada rhinoskopi anterior biasanya dilakukan
nasoendoskopi.
9. PENUTUP
1. Mencuci tangan setelah pemeriksaan
2. Menyampaikan hasil pemeriksaan
3. Mengucapkan terima kasih atas kerja
sama pasien
4. Mengucap salam

Pemeriksaan telinga, mulut orofaring, dan KGB tetap dilakukan.

 Telinga: oklusi tubae oleh karena mukosa oedem  penurunan pendengaran, gembrebeg,
gatal ditelinga, rasa penuh di telinga.

 Gejala spesifik pada anak:

!!!
 Terdapat bayangan gelap di daerah bawah mata oleh karena stasis vena sekunder akibat
obstruksi hidung allergic shiner.

 Menggosok-gosok hidung dengan punggung tangan allergic salute.

 Keadaan menggosok lama-kelamaan mengakibatkan timbulnya garis melintang di dorsum nasi


bagian sepertiga bawah allergic crease.

c.) Pemeriksaan Penunjang


 Skin test / test alergi
 Skin prick test / prict punture test
 Intradermal test
 Pemeriksaan IgE
 IgE total dalam darah (Prist-Paper Radio Immunosorbent Test): > 100 – 150 ku/l
 IgE spesifik:
a. RAST (Radioimmuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzyme Linked Immuno
Sorbent Assay Test)  lebih bermakna, sangat akurat
b. Leukocyte histamine release test
 Pemeriksaan sitologi sekret hidung
 Eosinofil banyak  alergi inhalan
 Basofil > 5 sel/lap  alergi makanan
 Sel PMN  infeksi bakteri
 Pemeriksaan penunjang lain
 Nasoendoskopi, sinuskopi, x foto hidung
 Immunoassay: pemeriksaan pelepasan mediator / enzym yang dilepaskan dalam
darah, sekret hidung dan urin

33
VII. Diagnosa Banding

Rhinitis Virus Rhinitis Akut Rhinitis Vasomotor Rhinitis Alergi


DefinisiDisebabkan oleh Definisi :Rinitis akut adalah Definisi: Suatu keadaan idiopatik Definisi :Rinitis alergi adalah
karena virus, common peradangan pada mukosa yang didiagnosis tanpa adanya penyakit inflamasi yang
cold, ± 7 -14 hari dan hidung yangberlangsung infeksi, alergi, eosinofilia, disebabkan oleh reaksi
disertai akut(<12minggu). Hal ini perubahan hormonal (kehamilan, alergi padapasien atopi
demamRhinitis akut dapat disebabkan oleh hipertiroid), dan pajanan obat yang sebelumnya sudah
infeksi virus, bakteri, ataupun (kontrasepsi oral,antihipertensi, tersensitisasi oleh alergen
iritan. Radang sering B-bloker, aspirin, klorpromazin, yang sama serta dilepaskan
ditemukan karena manifestasi dan obat topikal hidung suatu mediator kimia ketika
dari rinitis simpleks (common dekongestan) terjadi paparan ulangan
cold), influenza, penyakit dengan alergen spesifik
eksantem (seperti morbili, tersebut. Menurut WHO ARIA
variola, varisela, pertusis), (Allergic Rhinitis and it’s
penyakit spesifik, serta Impact on Asthma),2001,
sekunder dari iritasi lokal atau rinitis alergi adalah kelainan
trauma pada gejala bersin -bersin,
rinore, rasa gatal dan
tersumbat setelah mukosa
hidung terpapar alergen yang
diperantai oleh Ig E.
Etiologi: beberapa jenis Etiologi : Etiologi: belum diketahui pasti Etiologi: reaksi alergi
virus Rhinovirus; yang padapasien atopi yang
lain: Myxovirus, sebelumnya sudah
Coxsackle, virus ECHO tersensitisasi oleh alergen
yang sama serta dilepaskan
suatu mediator kimia ketika
terjadi paparan ulangan
dengan alergen spesifik
tersebut
Manifestasi Stadium: Manifestasi Manifestasi: mirip dengan rhinitis Manifestasi
prodromal (beberapa alergi, namun yang dominan gejala bersin -bersin, rinore,
jam)  rasa panas, 1. Keluar ingus dari hidung adalah hidung tersumbat, rasa gatal dan tersumbat
kering dan gatal di (rinorea) bergantian kiri dan kanan, setelah mukosa hidung
hidung, stadium pertama 2. Hidung tersumbat tergantung pada posisi pasien, terpapar alergen yang
 3 – 5 hari  bersin 3. Dapat disertai rasa panas terdapat rinore yang mukoid atau diperantai oleh Ig E.
berulang, hidung atau gatal pada hidung serosa, jarang disertai dengan
tersumbat, sekret mula- 4. Bersin-bersin gejala mata. Gejala dapat
mula encer dan banyak 5. Dapat disertai batuk memburuk pada pagi hari waktu
 mukoid, lebih kental bangun tidur karena adanya
dan lengket + demam, perubahan suhu yang ekstrim,
nyeri kepala, permukaan udara lembab, asap rokok.
mukosa merah dan
bengkak.

Diagnosis: Diagnosis: Diagnosis: pemeriksaan rinoskopi Diagnosis:


Diagnosis ditegakkan anterior  edema mukosa Diagnosis ditegakkan
berdasarkan anamnesis dan hidung, konka berwarna merah berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik gelap atau merah tua, dapat pula pemeriksaan fisik, dan
pucat, permukaan konka dapat pemeriksaan penunjang bila
licin atau berbenjol-benjol diperlukan

34
(hipertrofi). Pemeriksaan lab:
kadangan ditemukan eosinofil
(sedikit), prick test biasanya
negatif, kadar IgE spesifik tidak
meningkat

Terapi: istirahat, Terapi : Terapi: hindari stimulus/faktor Terapi :


imunostimulan, 1. Non medikamentosa pencetus, pengobatan 1. Menghindari alergen
antipiretik, vitamin a. Istirahat yang cukup simptomatis dengan obat spesifik
(ruberonsia) b. Menjaga asupan yang dekongestan oral, cuci hidung 2. Pemeliharaan dan
bergizi dan sehat dengan larutan garam fisiologis, peningkatan kebugaran
2. Medikamentosa kauterisasi konka hipertrofi jasmani telah diketahui
dengan larutan AgNO3 25% atau berkhasiat dalam
a. Simtomatik: analgetik dan TCA pekat. Operasi: dengan menurunkan gejala alergis
antipiretik (Paracetamol), bedah beku, elektrokauter atau 3. Terapi topikal dapat
dekongestan konkotomi parsial konka inferior. dengan dekongestan hidung
topikal,dekongestan oral Neurektomi n.vidianus. topikal melalui semprot
(Pseudoefedrin, hidung. Obat yang biasa
Fenilpropanolamin, digunakan adalah
Fenilefrin). oxymetazolin atau
xylometazolin, namun hanya
b. Antibiotik: bila terdapat bila hidung sangat
komplikasi seperti infeksi tersumbat dan dipakai
sekunder bakteri, beberapa hari (< 2
Amoksisilin, Eritromisin, minggu)untukmenghindari
Sefadroksil. rinitis medikamentosa.
4. Preparat kortikosteroid
c. Untuk rinitis difteri: dipilih bila gejala sumbatan
Penisilin sistemik dan anti- hidung akibat respons fase
toksin difteri. lambat tidak dapat diatasi
dengan obat lain. Obat
yang sering dipakai adalah
kortikosteroid topikal:
beklometason, budesonid,
flunisolid, flutikason,
mometason furoat dan
triamsinolon.
5. Preparat antikolinergik
topikal adalah ipratropium
bromida yang bermanfaat
untuk mengatasi rinorea
karena aktivitas inhibisi
reseptor kolinergik pada
permukaan sel efektor.
6. Terapi oral sistemik
a. Antihistamin

difenhidramin, klorfeniramin,
siproheptadin.
i 2:
loratadin, cetirizine
b. Preparat simpatomimetik

35
golongan agonis alfa dapat
dipakai sebagai dekongestan
hidung oral dengan atau
tanpa kombinasi
antihistamin.
Dekongestan oral:
pseudoefedrin,
fenilpropanolamin, fenilefrin.
7. Terapi lainnya dapat
berupa operasi terutama
bila terdapat kelainan
anatomi,
selain itu dapat juga dengan
imunoterapi
VIII. Terapi:
a.) Medikamentosa
(ALERGI)
1. Terapi simtomatis
A. Antihistamin : Mekanisme inhibisi kompetitif pada lokasi reseptor histamin
Contoh :Tanolamin, Etilendiamin, alkilamine, fenotiozin, Siproheptadin,
Hidroksizin, Piperrazin
Efek samping : mengantuk, nafsu makan ↓, konstipasi, kekeringan membran mucosa,
kesulitan berkemih.
Anti histamin generasi kedua : Terfenadine, Astemizole, Coratadine, Cetirizin.

Antihistamin: antagonis histamin H-1 (dapat dikombinasi dengan dekongestan oral)


Antihistamin  2 golongan :
a) Generasi 1 (klasik)  lipolitik  dapat menembus sawar darah otak dan plasenta,
efek kolinergik:
difenhidramin, klorfeniramin, prometasin,siproheptadin; topikal azelastin

b) Generasi 2 (nonsedatif)  lipofobik, sulit menembus sawar darah otak; menurut


keamanannya dibagi menjadi 2:
a. astemisol dan terfenadin  efek kardiotoksik
b. loratadin, setirisin, fexofenadin, desloratadin, levositirisin

B. Dekongestan
Secara tunggal / kombinasi

C. Kortikosteroid
Mengurangi reaksi alergi dengan mencegah sel tubuh agar tidak berespon dengan histamin
mengurangi inflamasi dan hipereaktifitas hidung
oral / semprot

D. Natrium Kronolin
Diberikan intranasal
Menurunkan pelepasan zat mediator

36
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)RHINITIS ALERGI
Penatalaksanaan
1. Menghindari alergen spesifik
2. Pemeliharaan dan peningkatan kebugaran jasmani telah diketahui berkhasiatdalam
menurunkan gejala alergis
3. Terapi topikal dapat dengan dekongestan hidung topikal melalui semprot hidung.Obat
yang biasa digunakan adalah oxymetazolin atau xylometazolin, namunhanya bila hidung
sangat tersumbat dan dipakai beberapa hari (< 2 minggu)untuk menghindari rinitis
medikamentosa.
4. Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala sumbatan hidung akibat respons faselambat
tidak dapat diatasi dengan obat lain. Obat yang sering dipakai adalahkortikosteroid
topikal: beklometason, budesonid, flunisolid, flutikason,mometason furoat dan
triamsinolon.
5. Preparat antikolinergik topikal adalah ipratropium bromida yang bermanfaatuntuk
mengatasi rinorea karena aktivitas inhibisi reseptor kolinergik padapermukaan sel
efektor.
6. Terapi oral sistemik
a. Antihistamin
difenhidramin, klorfeniramin, siproheptadin.

b. Preparat simpatomimetik golongan agonis alfa dapat dipakai sebagaidekongestan


hidung oral dengan atau tanpa kombinasi antihistamin.Dekongestan oral:
pseudoefedrin, fenilpropanolamin, fenilefrin.
7. Terapi lainnya dapat berupa operasi terutama bila terdapat kelainan anatomi,selain itu
dapat juga dengan imunoterapi

(RHINITIS VASOMOTOR)
1. Non medikamentosa
Kauterisasi konka yang hipertofi dapat menggunakan larutan AgNO3 25% atautrikloroasetat
pekat.

2. Medikamentosa
a. Tatalaksana dengan terapi kortikosteroid topikal dapat diberikan, misalnyaBudesonide
1-2 x/hari dengan dosis 100-200 mcg/hari. Dosis dapatditingkatkan sampai 400
mcg/hari. Hasilnya akan terlihat setelah pemakaianpaling sedikit selama 2 minggu.
Saat ini terdapat kortikosteroid topikal barudalam aqua seperti Fluticasone
Propionate dengan pemakaian cukup 1x/hari dengan dosis 200 mcg selama 1-2
bulan.

b. Pada kasus dengan rinorea yang berat, dapat ditambahkan antikolinergiktopikal


Ipratropium Bromide.

c. Tatalaksana dengan terapi oral dapat menggunakan preparatsimpatomimetik


golongan agonis alfa (Pseudoefedrin, Fenilpropanolamin,Fenilefrin) sebagai
dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasiantihistamin.

37
E. Antikolinergik

Mengurangi gejala rhinorrhea Preparat : Ipratropium

 Preparat simptomimetik golongan agonis adrenergik alfa  dekongestan hidung oral


dengan atau tanpa kombinasi dengan antihistamin atau topikal. Pemakaian topikal hanya
boleh untuk beberapa hari saja untuk mencegah rhinitis medikamentosa
 Preparat kortikosteroid: bila gejala terutama sumbatan hidung akibat respon fase lambat
tidak berhasil diatasi dengan obat lain. Yang sering dipakai: kortikosteroid topikal
(beklometason, budesonid, flunisolid, flutikason, mometason furoat dan triamsinolon)
 Preparat antikolinergik topikal  mengatasi rhinore  ipratropium bromida
 Pengobatan baru lainnya: anti leukotrien (zafirlukast/montelukast), anti IgE, DNA
rekombinan.

b.) OPERATIF
Tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior), konkoplasti atau multiple
outfractured, inferior turbinoplasty perlu dipikirkan bila konka inferior hipertrofi berat dan
tidak berhasil dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO3 25% atau TCA.

c.) IMUNOTERAPI
Dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala yang berat dan sudah berlangsung lama serta
dengan pengobatan cara lain tidak memberikan hasil yang memuaskan. Lamanya
imunoterapi ± 3 tahun. Tujuan dari imunoterapi  pembentukan IgG blocking antibody dan
penurunan IgE. Tidak menyembuhkan, tetap bisa kambuh; IgE bisa naik lagi, dan IgG bisa
turun lagi.Ada 2 metode imunoterapi yang umum yaitu intradermal dan sublingual.

d.) Non Medikamentosa


Menghindari allergen penyebab dan eliminasi

38
IX. Edukasi
Edukasi: keberhasilan terapi didasarkan pada pemahaman pasien tentang riwayatalamiah
penyakit, faktor pencetus dan strategi dalam penanganan.

X. Komplikasi dan Prognosis


1) Sinusitis
 Proses inflamasi dan edem mukosa nasal  obstruksi ostium sinus paranasal
 Gangguan drainase cairan sinus dan gangguan aerasi
2) Otitis media efusi yang sering residif, terutama pada anak-anak Oleh karena obstruksi tuba
karena oedem mukosa
3) Polip hidung
 3 x lebih sering pada PART rhinitis dan asma
 RA juga menyebakan rekurensi polip nasal setelah diambil
4) Infeksi saluran nafas atas
5) Asma
 RA dan asma sering terjadi bersamaan
 Individu yang menderita alergi lebih mudah terkena asma
 RA memperberat gejala asma.

XI. Contoh Skenario

Seorang laki laki 19 tahun datang ke praktek dokter umum dengan keluhan hidung buntu sejak
semalam. Selain buntu, pasien juga merasakan gatal yang hebat pada daerah sekitar hidung dan
tenggorokan. Pasien mengeluh sering bersin bersin bila udara dingin dan pada saat bersih bersih di
kamar kosnya. Bila sudah begitu pasien harus segera ke dokter, karena jika tidak kepalanya jadi sakit.
Sakit dirasakan juga di daerah dahi dan di pipinya disertai badan panas. Lakukan kelola pasien yang
benar pada kasus !

39
RHINOSINUSITIS

(4A)

I. Definisi
Rinosinusitis adalah penyakit akibat peradangan pada mukosa sinus paranasal dan rongga
hidung. Dokter di pelayanan kesehatan primer harus memiliki Keterampilan yang memadai
untuk mendiagnosis, menatalaksana, dan mencegah berulangnya rinosinusitis. Tatalaksana
rinosinusitis yang efektif dari dokter di pelayanan kesehatan primer dapat meningkatkan
kualitas hidup pasien secara signifikan, menurunkan biaya pengobatan, serta mengurangi
durasi dan frekuensi absen kerja.

Rinosinusitis kronis adalah inflamasi mukosa hidung dan sinus paranasal yang dapat ditegakkan
berdasarkan riwayat gejala yang dideritasudah lebih dari 12 minggu, dan sesuai dengan 2
kriteria mayoratau 1 kriteria mayor ditambah 2 kriteria minor (Stankiewicz, 2001; Busquets,
2006; Soetjipto, 2006; Setiadi M, 2009).

Gejala Mayor: nyeri sinus, hidung buntu, ingus purulen, postnasal drip, gangguan penghidu,
Sedangkan Gejala Minor: nyeri kepala, nyeri geraham, nyeri telinga, batuk, demam, halitosis.
(Judith, 1996; Becker 2003; Soetjipto, 2006; Setiadi M, 2009).

Sinusitis
Paling sering mengenai sinus ethmoid dan maksilaris, jarang mengenai sinus frontal dan sangat
jarang mengenai sinus sfenoid.
II. Klasifikasi
Onset timbulnya gejala, dibagi menjadi:
a. Akut : < 12 minggu
b. Kronis : ≥ 12 minggu

III. Etiologi
Rinosinusitis dapat disebabkan oleh Alergi (musiman, perenial atau karena pekerjaan
tertentu), Infeksiseperti beberapa bakteri patogen yang sering ditemukan pada kasus kronis
adalah Stafilokokus 28%, Pseudomonas aerugenosa 17% dan S. aureus 30%. Ketiganya ini
mempunyai resistensi yang tinggi terhadap antibiotik, misalnya Pseudomonas aerugenosa
resisten terhadap jenis kuinolon.Jenis kuman gram negatifjuga meningkat padasinusitis kronis
demikian juga bakteri aerobik termasuk pada sinusitis dentogenik.Bakteri rinosinusitis kronis
paling sering adalah Peptococci, Peptostreptococci, Bacteriodes dan Fusobacteria (Weir dan
Wood, 1997; Soetjipto, 2000; Kahmis, 2009).
Rinosinusitis kronis juga dapat disebabkan oleh kelainan (Struktur anatomi, seperti variasi
KOM, deviasi septum, hipertrofi konka) atau Penyebab lain(idiopatik, faktor hidung, hormonal,
obat-obatan, zat iritan, jamur, emosi, atrofi) (Weir dan Wood, 1997).

40
Faktor Risiko
Keluhan atau riwayat terkait faktor risiko, terutama pada kasus rinosinusitis kronik,
penting untuk digali. Beberapa di antaranya adalah:
1. Riwayat kelainan anatomis kompleks osteomeatal, seperti deviasi septum
2. Rinitis alergi
3. Rinitis non-alergi, misalnya vasomotor, medikamentosa
4. Polip hidung
5. Riwayat kelainan gigi atau gusi yang signifikan
6. Asma bronkial
7. Riwayat infeksi saluran pernapasan atas akut yang sering berulang
8. Kebiasaan merokok
9. Pajanan polutan dari lingkungan sehari-hari
10. Kondisi imunodefisiensi, misalnya HIV/AIDS
11. Riwayat penggunaan kokain

IV. Patofisiologi
Kompleks ostiomeatal (KOM) atau celah sempit di etmoid anterior yang merupakan
serambi muka bagi sinus maksila dan frontal memegang peranan penting dalam terjadinya
sinusitis. Bila terdapat gangguan didaerah KOM seperti peradangan, udema atau polip maka hal
itu akan menyebabkan gangguan drainase sehingga terjadi sinusitis (Mangunkusumo, 2000).
Apabila terjadi udema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat
bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan, maka akan terjadi gangguan drainase dan ventilasi
sinus maksila dan frontal. Karena gangguan ventilasi, maka akan terjadi penurunan pH dalam
sinus, silia menjadi kurang aktif dan lendir yang diproduksi menjadi lebih kental sehingga
merupakan media yang baik untuk tumbuh kuman patogen (Busquets, 2006; Mangunkusumo,
1999; Nizar, 2000; Wilma, 2007).
Menurut Sakakura (1997), Patogenesis dari rinosinusitis kronis berawal dari adanya suatu
inflamasi dan infeksi yang menyebabkan dilepasnya mediator diantaranya vasoactive amine,
proteases, arachidonic acid metabolit, imune complex, lipolisaccharide dan lain-lain(Sakakura,
1997; Katsuhisa, 2001).

V. Manifestasi Klinis
 Nyeri pada daerah sinus yang terkena
 Sakit kepala
 Nyeri pada penekanan proyeksi sinus
 Gangguan penghidu
 Bengkak dan oedem akibat periostitis
 Sekret nasal

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

1. Suhu dapat meningkat

2. Pemeriksaan rongga mulut

Dapat ditemukan karies profunda pada gigi rahang atas.

41
3. Rinoskopi anterior

Rinoskopi anterior dapat dilakukan dengan atau tanpa dekongestan topikal.

Pada rinosinusitis akut dapat ditemukan:

a. Edema dan / atau obstruksi mukosa di meatus medius

b. Sekret mukopurulen. Bila sekret tersebut nampak pada meatus medius, kemungkinan sinus
yang terlibat adalah maksila, frontal, atau etmoid anterior. Pada sinusitis dentogenik, dapat pula
tidak beringus.

c. Kelainan anatomis yang mempredisposisi, misalnya: deviasi septum, polip nasal, atau
hipertrofi konka.

4. Rinoskopi posterior

Bila pemeriksaan ini dapat dilakukan, maka dapat ditemukan sekret purulen pada nasofaring.
Bila sekret terdapat di depan muara tuba Eustachius, maka berasal dari sinus-sinus bagian
anterior (maksila, frontal, etmoid anterior), sedangkan bila sekret mengalir di belakang muara
tuba Eustachius, maka berasal dari sinus-sinus bagian posterior (sfenoid, etmoid posterior).

5. Otoskopi

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi adanya komplikasi pada telinga, misalnya tuba
oklusi, efusi ruang telinga tengah, atau kelainan pada membran timpani (inflamasi, ruptur).

6. Foto polos sinus paranasal dengan Water’s view (AP / lateral), bila fasilitas tersedia.

Pada posisi ini, sinus yang dapat dinilai adalah maksila, frontal, dan etmoid. Temuan yang menunjang
diagnosis rinosinusitis antara lain: penebalan mukosa (perselubungan), air-fluid level, dan
opasifikasi sinus yang terlibat. Foto polos sinus tidak direkomendasikan untuk anak berusia di
bawah 6 tahun. Pada pasien dewasa, pemeriksaan ini juga bukan suatu keharusan, mengingat
diagnosis biasanya dapat ditegakkan secara klinis.

7. Laboratorium, yaitu darah perifer lengkap, bila diperlukan dan fasilitas tersedia.

42
VI. Pemeriksaan :
a.) Anamnesis
NO CHECK LIST KETERANGAN
1. MEMBUKA WAWANCARA - Salam
Menyapa pasien - Perkenalan diri
Memperkenalkan diri
“Assalamu’alaikum wr wb, selamat
pagi/siang/sore pak/bu/mbak/mas, saya dr.
Arterio.”
2. ANAMNESIS - Identitas Pasien (nama, usia, alamat,
Menanyakan identitas pasien pekerjaan)
1. Dengan bapak/ibu siapa ? - Pekerjaan/tempat tinggal bisa digunakan
2. Usia berapa bapak/ibu ? sebagai banyak pertimbangan
3. Alamatnya dimana pak/bu ?
4. Bekerja dimana pak/bu ?

3. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Keluhan Khas SINUSITIS AKUT:


Keluhan utama - Hidung tersumbat, Nyeri pada daerah sinus
“Ada keluhan apa bapak/bu datang kemari ?” yang terkenadan ingus purulent (KELUHAN
UTAMA)
- Keluhan sistemik biasanya demam dan lesu
- Sakit kepala
- Nyeri pada penekanan proyeksi sinus (tanda
sinusitis akut)
- Gangguan penghidu bisa hiposmia/ anosmia.
- Bengkak dan oedem akibat periostitis
- Sekret nasal

Keluhan SINUSITIS KRONIS :


- Keluhan TIDAK KHAS
- Kadang hanya 1 atau 2 gejala muncul dari
gejala dibawah ini :
- Sakit kepala kronik
- Post nasal drip
- Batuk kronik
- Gangguan tenggorok
- Gangguan telinga akibat sumbatan tuba
eustachius
- Gangguan paru seperti bronchitis
- Serangan asma yang meningkat dan sulit
diobati (PALING PENTING)
4. MENANYAKAN LOKASI Gejala/keluhan utama biasanya nyeri pada proyeksi
“Nyeri/gejala/keluhan nya di bagian mana sinus frontalis dan sinus maxillaris, atau secara general
pak/bu ? menyebut wajah.
5. Menanyakan onset dan kronologi Lamanya keluhan digunakan untuk menentukan
1. “Gejala sudah dirasakan sejak kapan Rinosinusitis kronis atau akut ditambah dengan kriteria
pak/bu ?” mayor dan minor seperti yang suda dijelaskan di
2. “Apakah gejala bertambah berat/parah definisi diatas (baca lagi definisinya yakk)
sejak pertama muncul ?”
6. MENANYAKAN KUALITAS KELUHAN Pada sinusitis terkadang nyeri hanya dirasa pada saat
1. “Apakah gejalanya mengganggu ada penekanan atau ketukan pada proyeksi sinus
aktivitas ?” paranasal. Lokasi nyeri sesuai dengan sinus paranasal

43
2. “Apakah ada cairan yang keluar dari yang mengalami gangguan.
lubang hidung ?jika ya, seperti apa ?”
3. “Bagaimana nyeri yang timbul apakah
terus menerus atau spesifik saat
melakukan kegiatan ?”
7. MENANYAKAN KUANTITAS KELUHAN
8. MENANYAKAN FAKTOR PEMBERAT - Biasanya akan lebih terasa ketika bagian
1. “Kapan keluhan dirasa lebih proyeksi sinus paranasal mengalami
mengganggu ?” penekanan atau ketukan.
9. MENANYAKAN KELUHAN LAIN
1. “Apakah ada keluhan lain yang
dirasakan pak ?”
10. MENANYAKAN FAKTOR PERINGAN
1. “Apakah sudah pernah konsumsi obat
untuk mengurangi keluhan gejala yang
bapak alami ?”
11. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU Sebaiknya ditanyakan juga riwayat rhinitis pada pasien,
1. “Apakah pernah mengalami gejala karena biasanya pasien dengan sinusitis diawali
seperti ini sebelumnya ?sudah pernah dengan adanya kelainan berupa rhinitis alergika.
diberi obat apa pak ?”
12. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
1. “Apakah keluarga ada yang mengalami
gejala yang sama ?”
2. “Apakah dalam keluarga ada yang
memiliki riwayat alergi ?”
13. RIWAYAT LINGKUNGAN SOSIAL - Bisa dianalisa dari tempat tinggal, pekerjaan,
Menanyakan riwayat sosial ekonomi pendapatan dll
14. MENANYAKAN KEBIASAAN PRIBADI
1. “Apakah bapak sering merasakan
keluhan seperti sekarang ini ?”
2. “Berapa kali bapak mengalami keluhan
yang sama seperti sekarang ?”
3. “Apakah bapak sering terpapar zat
atau keadaan yang menyebabkan
bapak terkena alergi ?”
15. MENANYAKAN APAKAH ADA YANG - Pastikan tidak ada informasi yang
TERLEWATKAN ATAU YANG INGIN terlewatkan dan bias di cross check ulang
DITAMBAHKAN jika waktu memungkinkan.

c.) Pemeriksaan terkait

NO CHECK LIST KETERANGAN


1. PEMERIKSAAN HIDUNG
Menjelaskan tujuan pemeriksaan dan
melakukan informed consent pasien.
1. “Saya akan melakukan beberapa
pemeriksaan pada hidung bapak untuk
menggali informasi tentang keluhan
bapak. Pemeriksaan mungkin kurang
nyaman, mohon kerjasamanya ya
pak….”
2. MEMPERSIAPKAN PASIEN Posisi pasien dan pemeriksa duduk berhadapan dan

44
Mengatur posisi pasien dan pemeriksa. saling bersilangan (paha kiri pasien bersinggungan
dengan paha kiri pemeriksa
3. MENYIAPKAN ALAT PEMERIKSAAN THT Alat :
1. Headlamp (sabuk bergerigi ada dibawah,
posisi lampu dibawah lingkar sabuk), arahkan
dan fokuskan cahaya lampu sesuai arah
pandangan mata pemeriksa
2. Spekulum hidung
4. MENCUCI TANGAN DAN MEMAKAI APD Mencuci tangan sebelum pemeriksaan dan
SEBELUM PEMERIKSAAN menggunakan hand schoen
5. PEMERIKSAAN HIDUNG BAGIAN LUAR
1. INSPEKSI
A. Bentuk hidung
B. Warna kulit hidung
C. Massa pada hidung luar
6. 2. PALPASI DAN PERKUSI  4 pasang sinus maxillaris :
C. Nyeri tekan area proyeksi ke 4 1. Sinus maxillaris, terletak simetris di pipi kanan
sinus paranasal dan kiri
D. Nyeri ketok area proyeksi ke 4 2. Sinus etmoidalis, terletak di dalam dan
sinus paranasal berbentuk rongga rongga seperti sarang
tawon
3. Sinus frontalis, terletak simetris memiliki
proyeksi letak diatas alis
4. Sinus sphenoidalis, letaknya ada di dalam
sehingga tidak bias diperiksa dari luar
7. PEMERIKSAAN HIDUNG BAGIAN DALAM  Cara memegang spekulum hidung:
(RINOSKOPI ANTERIOR) Spekulum dipegang dengan tangan kiri untuk
Menjelaskan tujuan pemeriksaan dan memeriksa hidung kanan dan spekulum
melakukan informed consent pasien. dipegang tangan kanan untuk memeriksa
1. “Saya akan melakukan beberapa hidung kiri, dan tangan yang tidak memeriksa
pemeriksaan di bagian dalam hidung memegangi tengkuk pasien untuk memfiksasi
bapak. Pemeriksaan mungkin sedikit pergerakan kepala (pelajari lagi cara pegang
kurang nyaman, mohon kerjasamanya speculum yang benar). Atau spekulum
ya pak….” dipegang tangan dominan dan tangan lainnya
2. Menggunakan spekulum hidung fiksasi di bagian dagu pasien.
 Cara penggunaan spekulum :
1. Spekulum masuk lubang hidung dalam
keadaan tertutup rapat, jari telunjuk
diletakkan di cuping hidung untuk fiksasi
2. Setelah masuk, spekulum dibuka
seperlunya hingga mendukung
pandangan, arahkan sinar lampu
headlamp
3. PENILAIAN HIDUNG BAGIAN DALAM*
4. Setelah pemeriksaan selesai, spekulum
dikeluarkan dari lubang hidung dalam
posisi tidak menutup sempurna
5. Lakukan pemeriksaan yang sama pada sisi
hidung lainnya
8. PENILAIAN HIDUNG BAGIAN DALAM 1. Mukosa hidung : hiperemis / pucat
2. Septum nasi : Septum deviasi / normal
3. Konka : hipertrofi / tidak

45
4. Secret : ada/tidak, kemudian
deskripsikan konsistensinya
serous/mucous/purulent
5. Massa : ada massa / tidak, deskripsikan
jika terdapat massa
6. Corpus alienum : terdapat benda asing /
tidak

HASIL RHINOSKOPI ANTERIOR PADA RHINOSINUSITIS


:
1. Mukosa edema dan basah
2. Mukosa berwarna pucat dan kebiruan
3. Terdapat secret yang banyak, jernih dan
konsistensinya encer
4. Konka hipertrofi
5. Bila ada kelainan yang tidak dapat terlihat
pada rhinoskopi anterior biasanya dilakukan
nasoendoskopi.
9. PENUTUP
1. Mencuci tangan setelah pemeriksaan
2. Menyampaikan hasil pemeriksaan
3. Mengucapkan terima kasih atas kerja
sama pasien
4. Mengucap salam

PEMERIKSAAN TELINGA, RONGGA MULUT dan OROFARING, dan KGB tetap dilakukan.

d.) Pemeriksaan Penunjang


 Transiluminasi
Transluminasi mempuyai manfaat yang terbatas, hanya dapat dipakai untuk
pemeriksaan sinus maksiladan sinus frontal, bila fasilitas pemeriksaan radiologik tidak
tersedia (Soetjipto dan Mangunkusumo, 2000).

 Pemeriksaan radiologi
A. Foto rontgen sinus paranasal
Pemeriksaan radiologik yang dapat dibuat antara lain: Waters, PA dan Lateral. Tepi
mukosa sinus yang sehat tidak tampak pada foto rontgen, tetapi jika ada infeksi
tepimukosa akan tampak karena udema permukaan mukosa. Permukaan mukosa
yang membengkak dan udema tampak seperti suatu densitas yang paralel dengan
dinding sinus (Ballenger, 1997; Mangunkusumo dan Rifki, 2000).
B. CT-Scan (Computer Tomography) sinus paranasal
Sinus maksila, rongga hidung, septum nasi dan konka terlihat pada penampang CT-
Scan aksial dan koronal. Pada sinusitis dengan komplikasi, CT-Scan adalah cara yang
terbaik untuk memperlihatkan sifat dan sumber masalah (Ballenger, 1997). CT-Scan
koronal dari sinus paling baik untuk pembedahan, memberikan visualisasi yang baik
tentang anatomi rongga hidung, komplek osteomeatal, rongga-rongga sinus dan
struktur-struktur yang mengelilinginya seperti orbita, lamina kribiformis, dan kanalis
optikus. Obstruksi anatomi pada komplek osteomeatal dan kelainan-kelainan gigi
akan terlihat jelas (Ballenger, 1997).

46
 Nasoendoskopi
Nasoendoskopi ini akan mempermudah dan memperjelas pemeriksaan karena dapat
melihatbagian-bagian rongga hidung yang berhubungan dengan faktor lokal penyebab
sinusitis (Ballenger, 1997). Pemeriksaan nasoendoskopi dapat melihat adanya kelainan
septum nasi, meatus media, konkamedia dan inferior, juga dapat mengetahui adanya
polip atau tumor (Ballenger, 1997).

VII. Diagnosa Banding

VIII. Terapi
a.) Medikamentosa
 Antibiotika
Meskipun tidak memegang peran penting, antibiotika dapatdiberikan sebagai terapi
awal.Pilihan antibiotika harus mencakup β-laktamase seperti pada terapisinusitis akut lini ke
II, yaitu amoksisillin klavulanat atau ampisillin sulbaktam, sefalosporin generasi kedua,
makrolid, klindamisin.Jika ada perbaikan antibiotik diteruskan mencukupi 10 – 14 atau lebih
jika diperlukan (Weir, 1997; Soetjipto, 2000; Ahmed, 2003; Kennedy, 2006; Dubin MG dan
Liu C, 2007).
Jika tidak ada perbaikan dapat dipilih antibiotika alternatif seperti siprofloksasin,
golongan kuinolon atau yang sesuai dengan kultur. Jika diduga ada bakteri anaerob, dapat
diberi metronidazol (Soetjipto, 2000).

 Dekongestan
Dekongestan berperan penting sebagai terapi awal mendampingi
antibiotik.Dekongestanoral menstimulasi reseptor α-adrenergik dimukosa hidung dengan
efek vasokontriksi yang dapat mengurang keluhan sumbatan hidung, meningkatkan
diameter ostium dan meningkatkan ventilasi (Soetjipto, 2000; Dubin MG dan Liu C, 2007).
Preparat yang umum adalah pseudoefedrinedan phenylpropanolamine. Karena efek
peningkatan tekanan darah tinggi dan penyakit jantung harus dilakukan dengan hati-hati
(Soetjipto, 2000).

 Antihistamin
Alergi berperan sebagai penyebab sinusitis kronis pada lebih dari 50% kasus,
karenanya penggunaan antihistamin justru dianjurkan, demikian juga kemungkinan
imunoterapi (Soetjipto, 2000; Dubin MG dan Liu C, 2007; Yuan LJ dan Fang SY, 2008). Karena
antihistamin generasi pertama mempunyai efek antikolinergik yang tinggi, generasikedua
lebih disukai seperti azelastine, acrivastine,cetirizine, fexofenadinedan loratadine (Soetjipto,
2000).

 Kortikosteroid
Kortikosteroid, ada 2 jenis kortikosteroid, yaitu kortikosteroid topical dan
kortikosteroid oral, kortikosteroid topikal mempunyai efek lokal terhadap bersin, sekresi
lendir, sumbatan hidung dan hipo/anosmia. Penemuannya merupakan perkembangan
besar dalam pengobatan rinitis dan sinusitis (Soetjipto, 2000).
Sedangkan kortikosteroid oral dapat mencapai seluruh rongga sinus.Terapi singkat
selama duaminggu sudah efektif menghilangkan beberapa keluhan. Preparat oraldapat
diberikan mendahului yang topikal, obat oral dapat membuka sumbatan hidung terlebih
dahulu sehingga distribusi obat semprot merata (Soetjipto, 2000)

47
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Rinosinusitis Akut (RSA)
Tujuan penatalaksanaan RSA adalah mengeradikasi infeksi, mengurangi severitas dan durasi
gejala, serta mencegah komplikasi. Prinsip utama tatalaksana adalah memfasilitasi drainase
sekret dari sinus ke ostium di rongga hidung. Tatalaksana RSA dapat dilihat dalam gambar
Algoritma tatalaksana RSA.

Rencana Tindak Lanjut


1. Pasien dengan RSA viral (common cold) dievaluasi kembali setelah 10 hari pengobatan.
Bila tidak membaik, maka diagnosis menjadi RSA pasca viral dan dokter menambahkan
kortikosteroid (KS) intranasal ke dalam rejimen terapi.
2. Pasien dengan RSA pasca viral dievaluasi kembali setelah 14 hari pengobatan. Bila tidak ada
perbaikan, dapat dipertimbangkan rujukan ke spesialis THT.
3. Pasien dengan RSA bakterial dievaluasi kembali 48 jam setelah pemberian antibiotik dan
KS intranasal. Bila tidak ada perbaikan, dapat dipertimbangkan rujukan ke spesialis THT.

Kriteria Rujukan
Pada kasus RSA, rujukan segera ke spesialis THT dilakukan bila:
1. Terdapat gejala dan tanda komplikasi, di antaranya: Edema / eritema periorbital, perubahan
posisi bola mata, Diplopia, Oftalmoplegia, penurunan visus, sakit kepala yang berat,
pembengkakan area frontal, tanda-tanda iritasi meningeal, kelainan neurologis fokal
2. Bila tidak terjadi perbaikan pasca terapi adekuat setelah 10 hari (RSA viral),hari (RSA pasca
viral), dan 48 jam (RSA bakterial).

Rinosinusitis Kronis
Strategi tatalaksana RSK meliputi identifikasi dan tatalaksana faktor risiko serta pemberian KS
intranasal atau oral dengan / tanpa antibiotik. Tatalaksana RSK dapat dilihat pada Algoritma
tatalaksana RSK.

Konseling dan Edukasi


1. Dokter perlu menjelaskan mengenai faktor risiko yang mendasari atau mencetuskan
rinosinusitis kronik pada pasien beserta alternatif tatalaksana untuk mengatasinya.
2. Pencegahan timbulnya rekurensi juga perlu didiskusikan antara dokter dengan pasien.

Kriteria Rujukan
Rujukan ke spesialis THT dilakukan apabila:
1. Pasien imunodefisien
2. Terdapat dugaan infeksi jamur
3. Bila rinosinusitis terjadi ≥ 4 kali dalam 1 tahun
4. Bila pasien tidak mengalami perbaikan setelah pemberian terapi awal yang adekuat
setelah 4 minggu.
5. Bila ditemukan kelainan anatomis ataupun dugaan faktor risiko yang memerlukan
tatalaksana oleh spesialis THT, misalnya: deviasi septum, polip nasal, atau tumor.

48
IX. Edukasi
Konseling dan Edukasi :
1. Pasien dan atau keluarga perlu mendapatkan penjelasan yang adekuat mengenai penyakit
yang dideritanya, termasuk faktor risiko yang diduga mendasari.
2. Dokter bersama pasien dapat mendiskusikan hal-hal yang dapat membantu mempercepat
kesembuhan, misalnya:
a. Pada pasien perokok, sebaiknya merokok dihentikan. Dokter dapat membantu pasien
berhenti merokok dengan melakukan konseling (dengan metode 5A) atau anjuran
(metode pengurangan, penundaan, atau cold turkey, sesuai preferensi pasien).
b. Bila terdapat pajanan polutan sehari-hari, dokter dapat membantu memberikan anjuran
untuk meminimalkannya, misalnya dengan pasien menggunakan masker atau ijin kerja
selama simtom masih ada.
c. Pasien dianjurkan untuk cukup beristirahat dan menjaga hidrasi.
d. Pasien dianjurkan untuk membilas atau mencuci hidung secara teratur dengan larutan
garam isotonis (salin).

X. Komplikasi dan Prognosis


 Komplikasi
Kompikasi rinosinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukan antibiotika. Komplikasi
yang dapat terjadi ialah:

A. Osteomielitis dan abses subperiostal


Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan padaanak-anak. Pada
osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral (Hilger, 1997; Mangunkusumo dan Rifki
; 2000).

B. Kelainan Orbita
Disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatandengan mata (orbita).Yang paling sering ialah
sinusitis etmoid, kemudian sinusitis frontal dan maksila (Hilger, 1997; Mangunkusumo dan Rifki,
2000).Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum.Variasi yang
dapat timbul ialah udema palpebra, selulitis orbita, abses subperiostal, abses orbitadan
selanjutnya dapat terjadi trombosis sinus kavernosus (Hilger, 1997; Mangunkusumo dan Rifki,
2000).

C. Kelainan Intrakranial
Dapat berupa meningitis, abses ektradural, abses otak dan trombosis sinus kavernosus
(Mangunkusumo dan Rifki, 2000; Dhingra, 2007).

D. Kelainan Paru
Seperti bronkitis kronis dan brokiektasis.Adanya kelainan sinus paranasal disertai denga kelainan
paru ini disebut sinobronkitis.Selain itu dapat juga timbul asma bronkial (Mangunkusumo dan
Rifki, 2000).

PROGNOSIS
Rinosinusitis Akut
1. Ad vitam : Bonam
2. Ad functionam : Bonam
3. Ad sanationam : Bonam

49
Rinosinusitis Kronis
1. Ad vitam : Bonam
2. Ad functionam : Dubia ad bonam
3. Ad sanationam : Dubia ad bonam

XI. Contoh Skenario

Seorang wanita berusia 24 tahun datang ke tempat praktek dokter umum diantar oleh
orang tuanya. Pasien mengeluh hidung buntu sudah 2 hari yang lalu. Selain itu pasien juga
mengeluh kadang keluar cairan encer dari hidung dan sakit kepala. Sebelumnya pasien
juga sering bersin bersin jika beraktivitas di pagi hari. Lakukan pengelolaan yang tepat pada
pasien tersebut !

50
FURUNKEL PADA HIDUNG

(4A)

I. Definisi
Furunkel adalah infeksi dari kelenjar sebasea atau folikel rambut hidung yang melibatkan
jaringan subkutan. Biasanya disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Penyakit ini memiliki
insidensi yang rendah. Belum terdapat data spesifik yang menunjukkan prevalensi furunkel.
Furunkel umumnya terjadi paling banyak pada anak-anak, remaja sampai dewasa muda.

II. Etiologi
Staphylococcus Aureus

III. Patofisiologi
Permukaan kulit normal rusak oleh iritasi, tekanan, gesekan, hyperhidrosis, dermatitis,
dermatofitosis menjadi port de entrySthapylococcus Aureus, kemudian terjadi peradangan pada
folikel rambut pada kulit sehingga terjadi folikulitis yang menyebar ke jaringan sekitar yang
menimbulkan pus.

IV. Manifestasi Klinis


Keluhan
1. Bisul di dalam hidung, disertai rasa nyeri dan perasaan tidak nyaman.
2. Kadang dapat disertai gejala rinitis.

Faktor Risiko
1. Sosio ekonomi rendah
2. Higiene personal yang buruk
3. Rinitis kronis, akibat iritasi dari sekret rongga hidung.
4. Kebiasaan mengorek rhinitis bagian dalam hidung.

V. Pemeriksaan
a.) Anamnesis
NO CHECK LIST KETERANGAN
1. MEMBUKA WAWANCARA - Salam
Menyapa pasien - Perkenalan diri
Memperkenalkan diri
“Assalamu’alaikum wr wb, selamat
pagi/siang/sore pak/bu/mbak/mas, saya dr.
Arterio.”
2. ANAMNESIS - Identitas Pasien (nama, usia, alamat,
Menanyakan identitas pasien pekerjaan)
1. Dengan bapak/ibu siapa ? - Pekerjaan/tempat tinggal untuk mendeteksi
2. Usia berapa bapak/ibu ? etiologi penyakit
3. Alamatnya dimana pak/bu ?
4. Bekerja dimana pak/bu ?
3. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Keluhan Khas :

51
Keluhan utama - Mengeluh ada benjolan didalam hidung yang
“Ada keluhan apa bapak/bu datang kemari ?” mengganggu, kadang disertai rasa nyeri
- Kadang terdapat keluhan rhinitis (hidung
tersumbat, bersin-bersin, rasa gatal)
4. MENANYAKAN LOKASI Gejala bisa unilateral atau bilateral. Paling sering
“Nyeri/gejala nya di bagian mana pak/bu ? furunkel berada di bagian lateral vestibulum pada
bagian yang terdapat vibrisseae(rambut hidung)
5. Menanyakan onset dan kronologi  JIKA DISERTAI DENGAN RHINITIS (UNTUK
1. “Gejala sudah dirasakan sejak kapan MENGETAHUI AKUT / KRONIK)
pak/bu ?” 1. Intermitten : gejala timbul kurang dari 4 hari
2. “Apakah gejala bertambah berat/parah dalam seminggu atau kurang dari 4 minggu
dibandingkan pertama kali timbul ? setiap terjadi kekambuhan
2. Persisten : gejala timbul lebih dari 4 hari atau
lebih dari 4 minggu setiap terjadi
kekambuhan

 Karena biasanya furunkel hidung timbul


setelah adanya rhinitis kronik
6. MENANYAKAN KUALITAS KELUHAN  Untuk men DD klasifikasi penyebab rhinitis
1. “Apakah gejalanya mengganggu
aktivitas ?”
2. Jika ada keluhan disertai rhinitis
tanyakan juga, “Cairan yang keluar
berwarna apa ?kental atau encer ?”
7. MENANYAKAN KUANTITAS KELUHAN
1. Jika disertai rhinitis tanyakan juga,
“Seberapa sering gejala rhinitis timbul
(baca trias rhinitis) ?”
8. MENANYAKAN FAKTOR PEMBERAT
1. “Kapan keluhan dirasa lebih
mengganggu ?”
9. MENANYAKAN KELUHAN LAIN
1. “Apakah bapak merasa ada cairan
selain air liur yang tertelan ?”
2. “Apakah bapak merasa gatal di hidung,
tenggorokan atau kerongkongan ?”
3. “Apakah bapak merasakan mata gatal,
berair dan terkadang kemerahan ?”
4. “Apakah bapak punya riwayat asthma /
alergi ?”
5. “Apakah bapak punya riwayat sinusitis
(jika tidak paham bisa diganti dengan
keluhan sinusitis) ?”
10. MENANYAKAN FAKTOR PERINGAN
1. “Apakah sudah pernah konsumsi obat
untuk mengurangi keluhan gejala yang
bapak alami ?”
11. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU - Bisa digunakan untuk mengetahui klasifikasi
1. “Apakah pernah mengalami gejala penyakit yang diderita, lebih mengerucutkan
seperti ini sebelumnya ?sudah pernah ke etiologi utama berdasar waktu terjadi dan
diberi obat apa pak ?” terapi yang sudah pernah diterima
12. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

52
1. “Dirumah tinggal dengan siapa saja ?”
2. “Apakah keluarga ada yang mengalami
gejala yang sama ?”
3. “Apakah di keluarga dulu pernah ada
yang mengeluhkan sakit yang sama ?”
13. RIWAYAT LINGKUNGAN SOSIAL - Bisa dianalisa dari tempat tinggal, pekerjaan,
Menanyakan riwayat social ekonomi pendapatan dll
- Sosial ekonomi rendah dan hygiene yang
buruk menjadi salah satu factor resiko
terjadinya penyakit ini
14. MENANYAKAN KEBIASAAN PRIBADI - Terlalu sering mengorek hidung dapat
(jika rhinitis mengacu ke alergika) menyebabkan iritasi mukosa hidung
1. “Apakah bapak sering terpajan dengan
zat . . . . . . (yang disinyalir menjadi
allergen) ?”
2. “Apakah bapak sering atau memiliki
alergi saat mengkonsumsi makanan
tertentu ?”
3. “Apakah hidung bapak sering buntu
jika pagi hari ?”
4. “Seberapa sering bapak
membersihksn/ mengorek hidung ?”
15. MENANYAKAN APAKAH ADA YANG - Pastikan tidak ada informasi yang terlewatkan
TERLEWATKAN ATAU YANG INGIN dan bias di cross check ulang jika waktu
DITAMBAHKAN memungkinkan.

Jika ada keluhan pada salah satu atau lebih pada THT
maka pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaan
secara menyeluruh pada Telinga, Hidung dan
Tenggorokan. Namun PEMERIKSAAN pada KELUHAN
UTAMA dilakukan yg pertama, lalu diikuti pemeriksaan
b.) Pemeriksaan terkait
rutin lainnya.
Pemeriksaan Fisik
Pada lubang hidung tampak furunkel. Paling sering terdapat pada lateral vestibulum nasi yang
mempunyai vibrissae (rambut hidung).
NO CHECK LIST KETERANGAN
1. PEMERIKSAAN HIDUNG
Menjelaskan tujuan pemeriksaan dan
melakukan informed consent pasien.
1. “Saya akan melakukan beberapa
pemeriksaan pada hidung bapak untuk
menggali informasi tentang keluhan
bapak. Pemeriksaan mungkin kurang
nyaman, mohon kerjasamanya ya
pak….”
2. MEMPERSIAPKAN PASIEN Posisi pasien dan pemeriksa duduk berhadapan dan
Mengatur posisi pasien dan pemeriksa. saling bersilangan (paha kiri pasien bersinggungan
dengan paha kiri pemeriksa
3. MENYIAPKAN ALAT PEMERIKSAAN THT Alat :
1. Headlamp (sabuk bergerigi ada dibawah,
posisi lampu dibawah lingkar sabuk), arahkan
dan fokuskan cahaya lampu sesuai arah

53
pandangan mata pemeriksa. (jangan lupa
kendor-kencangkan penguncinya ya)
2. Spekulum hidung
4. MENCUCI TANGAN DAN MEMAKAI APD Mencuci tangan sebelum pemeriksaan dan
SEBELUM PEMERIKSAAN menggunakan hand schoen
5. PEMERIKSAAN HIDUNG BAGIAN LUAR
1. INSPEKSI
A. Bentuk hidung
B. Warna kulit hidung
C. Massa pada hidung luar
6. 2. PALPASI DAN PERKUSI  4 pasang sinus maxillaris :
A. Nyeri tekan area proyeksi ke 4 1. Sinus maxillaris, terletak simetris di pipi kanan
sinus paranasal dan kiri
B. Nyeri ketok area proyeksi ke 4 2. Sinus etmoidalis, terletak di dalam dan
sinus paranasal berbentuk rongga rongga seperti sarang
tawon
3. Sinus frontalis, terletak simetris memiliki
proyeksi letak diatas alis
4. Sinus sphenoidalis, letaknya ada di dalam
sehingga tidak bias diperiksa dari luar
7. PEMERIKSAAN HIDUNG BAGIAN DALAM  Cara memegang spekulum hidung:
(RINOSKOPI ANTERIOR) Spekulum dipegang dengan tangan kiri untuk
Menjelaskan tujuan pemeriksaan dan memeriksa hidung kanan dan spekulum
melakukan informed consent pasien. dipegang tangan kanan untuk memeriksa
1. “Saya akan melakukan beberapa hidung kiri, dan tangan yang tidak memeriksa
pemeriksaan di bagian dalam hidung memegangi tengkuk pasien untuk memfiksasi
bapak. Pemeriksaan mungkin sedikit pergerakan kepala (pelajari lagi cara pegang
kurang nyaman, mohon kerjasamanya speculum yang benar). Atau spekulum
ya pak….” dipegang tangan dominan dan tangan lainnya
2. Menggunakan spekulum hidung fiksasi di bagian dagu pasien.
(PEMERIKSAAN SPEKULUM  Cara penggunaan spekulum :
DILAKUKAN PADA HIDUNG YANG 1. Spekulum masuk lubang hidung dalam
SEHAT DULU) keadaan tertutup rapat, jari telunjuk
diletakkan di cuping hidung untuk fiksasi
2. Setelah masuk, spekulum dibuka
seperlunya hingga mendukung
pandangan, arahkan sinar lampu
headlamp
3. PENILAIAN HIDUNG BAGIAN DALAM
4. Setelah pemeriksaan selesai, spekulum
dikeluarkan dari lubang hidung dalam
posisi tidak menutup sempurna
5. Lakukan pemeriksaan yang sama pada sisi
hidung lainnya
8. PENILAIAN HIDUNG BAGIAN DALAM 1. Mukosa hidung : hiperemis / pucat
2. Septum nasi : Septum deviasi / normal
3. Konka : hipertrofi / tidak
4. Secret : ada/tidak, kemudian
deskripsikan konsistensinya
serous/mucous/purulent
5. Massa/ benjolan : ada massa / tidak,
deskripsikan jika terdapat massa

54
6. Corpus alienum : terdapat benda asing /
tidak

HASIL RHINOSKOPI ANTERIOR PADA FURUNKEL


HIDUNG :
1. Pada lubang hidung tampak furunkel. Paling
sering terdapat pada lateral vestibulum nasi
yang mempunyai vibrissae (rambut hidung)
2. Perhatikan gejala penyertanya untuk temuan
lainnya
9. PENUTUP
1. Mencuci tangan setelah pemeriksaan
2. Menyampaikan hasil pemeriksaan
3. Mengucapkan terima kasih atas kerja
sama pasien
4. Mengucap salam

VI. Pemeriksaan Penunjang


Tidak diperlukan
VII. Diagnosa Banding
-
VIII. Terapi
a.) Medikamentosa
 Antibiotik topikal, seperti salep Bacitrasin dan Polimiksin B
 Antibiotik oral selama 7-10 hari, yaitu Amoksisilin 3 x 500 mg/hari, Sefaleksin 4 x 250 –
500 mg/hari, atau Eritromisin 4 x 250 – 500 mg/hari.
b.) Non Medikamentosa
 Kompres hangat
 Insisi dilakukan jika telah timbul abses

IX. Contoh Penulisan Resep


X. Edukasi
 Menghindari kebiasaan mengorek-ngorek bagian dalam hidung.
 Tidak memencet atau melakukan insisi padafurunkel.
 Selalu menjaga kebersihan diri
XI. Komplikasi dan Prognosis
 Ad vitam : Bonam
 Ad functionam : Bonam
 Ad sanationam : Bonam

55
MOTION SICKNESS / MABUK
PERJALANAN

(4A)

I. Definisi
Motion sickness disebut juga kinetosis atau mabuk perjalanan, adalah keadaan dimana
seseorang mengalami keadaan tidak nyaman yang merupakan kumpulan gejala seperti mual,
muntah dan pusing yang dialami saat melakukan perjalanan.Motion sickness sebenarnya
berdasar dari kegagalan tubuh terutama system vestibular dalam menyesuaikan keseimbangan
tubuh dengan pergerakan.

II. Etiologi
Disregulasi 3 sensori (system vestibular, system penglihatan dan proprioseptif) yang
mengkoordinasikan posisi tubuh

Risk Factor
1. Perempuan lebih sering terkena gangguan motion sickness
2. Penderita migraine
3. Anak anak usia 2-12 tahun lebih sering terkena gangguan

III. Patofisiologi
Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa konflik berasal dari dua organ penting
keseimbangan yaitu mata dan koklea di telinga dalam menyesuaikan diri terhadap
kecepatan yang berbeda ketika terjadinya gerakan. Mata menyesuaikan diri secara cepat
sedangkan telinga dalam lebih lama.Sampai kedua organ ini menyesuaikan diri dan menetapkan
sinyal yang indentik untuk dikimkan ke otak maka kekacauan pemusatan perhatian terhadap
posisi tubuh dapat terjadi.Penyakit ini dapat diprovokasi oeh gerakan yang tiba-tiba seperti
saat berada diperjalanan yang tidak rata, penerbangan yang berputar, dan pelayaran
yang bergelombang.

56
IV. Manifestasi Klinis
1. Sindroma mual.
2. Gangguan epigastrik seperti rasa tidak nyaman epigastrik, mual dan muntah.
3. Gejala-gejala pada kulit seperti pucat, keringat dingin, mulut kering.
4. Gejala-gejala SSP seperti sakit kepala, mengantuk, rasa tegang dimata, dan lesu.

V. Pemeriksaan
a.) Anamnesis

NO CHECK LIST KETERANGAN


1. MEMBUKA WAWANCARA - Salam
Menyapa pasien - Perkenalan diri
Memperkenalkan diri
“Assalamu’alaikum wr wb, selamat
pagi/siang/sore pak/bu/mbak/mas, saya dr.
Arterio.”
2. ANAMNESIS - Identitas Pasien (nama, usia, alamat,
Menanyakan identitas pasien pekerjaan)
1. Dengan bapak/ibu siapa ? - Pekerjaan/tempat tinggal untuk mendeteksi
2. Usia berapa bapak/ibu ? etiologi penyakit
3. Alamatnya dimana pak/bu ?
4. Bekerja dimana pak/bu ?
3. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Keluhan Khas :
Keluhan utama - Pasien mengeluh pusing

57
“Ada keluhan apa bapak/bu datang kemari ?” - Mual
- Kadang disertai muntah
- Keringat dingin
- Pandangan kabur
4. MENANYAKAN LOKASI - Biasanya pusing
“Nyeri/gejala nya di bagian mana pak/bu ? - Mual dan muntah perut
5. Menanyakan onset dan kronologi  KRONOLOGI SANGAT DITEKANKAN
1. “Gejala sudah dirasakan sejak kapan - Biasanya keluhan diawali setelah melakukan
pak/bu ?” perjalanan menggunakan kendaraan
2. “Apakah gejala bertambah berat/parah darat/laut/udara
dibandingkan pertama kali timbul ? - Keadaan bertambah parah jika dilanjutkan
perjalanan, lebih enak digunakan beristirahat
atau tiduran
6. MENANYAKAN KUALITAS KELUHAN  Biasanya sangat mengganggu apabila disertai
1. “Apakah gejalanya mengganggu dengan muntah
aktivitas ?”

7. MENANYAKAN KUANTITAS KELUHAN


1. Jika disertai rhinitis tanyakan juga,
“Seberapa sering gejala keluhan
seperti ini muncul / timbul dan kapan
saja ?”
8. MENANYAKAN FAKTOR PEMBERAT
1. “Kapan keluhan dirasa lebih
mengganggu ?”
9. MENANYAKAN KELUHAN LAIN - Mual
1. Tanyakan gejala penyerta apabila - Muntah
belum diungkapkan - Pusing
- Keringat dingin
- Pandangan kabur
- Gelisah
- Susah berkonsentrasi

10. MENANYAKAN FAKTOR PERINGAN


1. “Apakah sudah pernah konsumsi obat
untuk mengurangi keluhan gejala yang
bapak alami ?”
11. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
1. “Apakah pernah mengalami gejala
seperti ini sebelumnya ?sudah pernah
diberi obat apa pak ?”
12. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
1. “Dirumah tinggal dengan siapa saja ?”
2. “Apakah keluarga ada yang mengalami
gejala yang sama ?”
3. “Apakah di keluarga dulu pernah ada
yang mengeluhkan sakit yang sama ?”
13. RIWAYAT LINGKUNGAN SOSIAL
Menanyakan riwayat social ekonomi
14. MENANYAKAN KEBIASAAN PRIBADI
(Arahkan ke diagnosis motion sickness)
1. “apakah bapak/ibu jika naik kendaraan

58
berhadapan berlawanan dengan arah
jalannya kendaraan ?”
2. “apakah bapak/ibu sering
mengkonsumsi makanan yang berbau
menyengat sebelum bepergian ?”
3. “apakah bapak/ibu sering merasakan
pusing jika naik kendaraan ?”
15. MENANYAKAN APAKAH ADA YANG - Pastikan tidak ada informasi yang terlewatkan
TERLEWATKAN ATAU YANG INGIN dan bias di cross check ulang jika waktu
DITAMBAHKAN memungkinkan.

b.) Pemeriksaan terkait

Pada kasus motion sickness, tidak dilakukan


pemeriksaan fisik THT !!!
Pemeriksaan keseimbangan

- Tes Romberg
1. Sebelum melakukan tes Romberg, pastikan pasien melepas alas kaki
2. Pemeriksa selalu berada di dekat pasien dan mengawasi dengan seksama
3. Pasien diminta berdiri tegap dengan kedua telapak kaki merapat dan berhimpitan
4. Posisi kedua tangan bisa disamping badan atau dijulurkan lurus kedepan
5. Pertama instruksikan pasien membuka mata
6. Setelah itu instruksikan pasien untuk menutup mata
7. Interpretasi : Tes Romberg positif jika pada saat dilakukan tes, pasien bergoyang atau
pasien terjatuh. Tes Romberg negative jika pasien berdiri tegap dan tidak mengalami
goyangan.

- Pass pointing test


1. Pasien diinstruksikan dalam posisi duduk
2. Pemeriksa memposisikan diri duduk berhadapan dengan pasien
3. Pemeriksa memposisikan jari telunjuk atau benda yang posisinya tetap, bisa juga
divariasikan dengan menggerakkan benda didepan pasien
4. Instruksikan pasien untuk menyentuh hidung pasien sendiri dan jari telunjuk atau benda
yang sudah diposisikan oleh pemeriksa secara bergantian
5. Ulang ulangi instruksi untuk menyentuh bergantian
6. Pertama dengan membuka mata lalu pasien diminta menutup mata
7. Interpretasi : Pass pointing test positif jika pasien tidak dapat menyentuh hidung dan
telunjuk pemeriksa secara cepat dan tepat.

- Tandem gait
1. Pasien diminta melepas alas kaki sebelum dilakukan pemeriksaan
2. Pemeriksa menyiapkan sebuah garis lurus yang berada di lantai ruang pemeriksaan, atau
bisa memanfaatkan garis ubin, atau bisa menggunakan lakban yang ditempel memanjang
membentuk garis lurus
3. Pasien diinstruksikan untuk berdiri tegap dan kedua tangan berada disamping badan,
berdiri di salah satu ujung garis lurus

59
4. Posisi pemeriksa selalu dekat dengan pasien untuk mengawasi apabila pasien terjatuh
5. Pertama, pasien dengan mata terbuka, berjalan lurus mengikuti garis yang berada di
lantai, dengan cara meletakkan tumit salah satu kaki diujung depan berhimpitan dengan
kaki lainnya, secara bergantian kedua kaki melangkah kedepan
6. Kedua, pasien dengan mata tertutup, berjalan lurus mengikuti garis yang berada di lantai,
dengan cara meletakkan tumit salah satu kaki diujung depan berhimpitan dengan kaki
lainnya, secara bergantian kedua kaki melangkah kedepan.
7. Selama pemeriksaan, pemeriksa mengawasi lurus atau tidaknya langkah pasien, goyangan
dan keseimbangan tubuh pasien

VI. Diagnosa Banding


- Mual kehamilan
- Gangguan system vestibular ex Vertigo
- Gangguan system keseimbangan pusat

VII. Terapi
a.) Medikamentosa
- Dimenhydrinate dosis dewasa 50-100 mg 3-4 kali sehari, anak 25-50 mg 2-3 kali sehari
- Dramaminedosis dewasa 50-100 mg 3-4 kali sehari, anak 25-50 mg 2-3 kali sehari
b.) Non Medikamentosa
- Mengurangi gerakan berlebihan pada kepala dan badan saat perjalanan
- Memfokuskan pandangan pada satu titik dan tidak melihat pada benda yang sama sama
juga bergerak
- Rileks untuk mengurangi ketegangan dan cemas

VIII. Edukasi
Untuk pasien dan keluarga yang mudah mengalami motion sickness, disarankan :
1. Apabila bepergian dengan mobil ambil posisi dimana pandangan mata searah dengan arah
gerakan tubuh. Hindari menghadap ke belakang atau menyamping.
2. Jangan membaca saat di perjalanan.
3. HIndari bau bauan yang kuat, makanan bercita rasa tajam sebelum perjalanan.
4. Minum obat anti emetic atau konsumsi jahe.

IX. Komplikasi dan Prognosis


- Komplikasi
- Dehidrasi akibat muntah
- Jatuh dan cedera karena hilang keseimbangan
- Kecelakaan jika pasien seorang pengendara
- Prognosis
- Ad vitam : Bonam
- Ad functionam : Bonam
- Ad sanationam : Bonam

60
TONSILITIS
(AMANDEL)
(4A)
1. Definisi

Tonsilitis adalah peradangan amandel/mandel (tonsila palatine). Secara klinis peradangan ini ada yang
akut (baru), ditandai dengan nyeri menelan (odinofagi), dan tidak jarang disertai demam. Sedangkan
yang sudah kronis (lama) biasanya tidak nyeri menelan, tapi jika ukurannya cukup besar (hipertrofi) akan
menyebabkan sesulitan menelan (disfagia).

2. Klasifikasi

3. Etiologi

Bakteri, virus,kelainan darah

4. Manifestasi Klinis

 suhu tubuh naik hingga 40 celcius,


 nyeri tenggorok dan nyeri sewaktu menelan
 nafas yang berbau
 suara akan menjadi serak
 demam dengan suhu tubuh yang tinggi,
 asa lesu, rasa nyeri di persendian, tidak nafsu makan, dan rasa nyeri di telinga.

Pada pemeriksaan juga akan nampak tonsil membengkak, hiperemis, dan terdapat detritus
berbentuk folikel, lacuna akan tertutup oleh membrane semu. Kelenjar submandibula membengkak
dan nyeri tekan.

61
5. Px Terkait

Anamnesis

NO CHECK LIST KETERANGAN


1. MEMBUKA WAWANCARA - Salam
Menyapa pasien - Perkenalan diri
Memperkenalkan diri
“Assalamu’alaikum wr wb, selamat
pagi/siang/sore pak/bu/mbak/mas, saya dr.
Arterio.”
2. ANAMNESIS - Identitas Pasien (nama, usia, alamat,
Menanyakan identitas pasien pekerjaan)
5. Dengan bapak/ibu siapa ? - Pekerjaan/tempat tinggal untuk mendeteksi
6. Usia berapa bapak/ibu ? etiologi penyakit
7. Alamatnya dimana pak/bu ?
8. Bekerja dimana pak/bu ?

3. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Keluhan Khas :


Keluhan utama - nyeri tenggorokan
“Ada keluhan apa bapak/bu datang kemari?” - demam
- badan meriang
- ngorok saat tidur
4. MENANYAKAN LOKASI Gejala pada tenggorokan merasa nyeri
“Nyeri/gejala nya di bagian mana pak/bu?
5. Menanyakan onset dan kronologi 3. Akut
3. “Gejala sudah dirasakan sejak kapan 4. Kronis
pak/bu ?” 5. membranosa
4. “Apakah gejala bertambah berat/parah
dibandingkan pertama kali timbul ?
6. MENANYAKAN KUALITAS KELUHAN
3. “Apakah gejalanya mengganggu
aktivitas?”
7. MENANYAKAN KUANTITAS KELUHAN Nyeri tenggorokan selama 1 bulan atau
1. Nyeri nya kadang-kadang atau setiap bahkan lebih
saat?
2. Bagaimana demamnya?
8. MENANYAKAN FAKTOR PEMBERAT - Bisa digunakan untuk mengidentifikasi
2. “Kapan keluhan dirasa lebih penyebab utama keluhan timbul. Bisa
mengganggu ?” dikaitkan dengan riwayat gaya hidup, pola
makan, dan lingkungan pasien
9. MENANYAKAN KELUHAN LAIN - demam
6. “Apakah bapak merasa ada yang - mulut bau
mengganjal di tenggorokan bapak ?” - badan meriang
7. “Apakah bapak merasa mulut bapak - nyeri badan
sedikit bau?” - nyeri menelan
8. “Apakah bapak merasakan meriang
dan badan pegal pegal ?”

10. MENANYAKAN FAKTOR PERINGAN


2. “Apakah sudah pernah konsumsi obat

62
untuk mengurangi keluhan gejala yang
bapak alami ?”
11. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU - Bisa digunakan untuk mengetahui klasifikasi
2. “Apakah pernah mengalami gejala penyakit yang diderita, lebih mengerucutkan
seperti ini sebelumnya ?sudah pernah ke etiologi utama berdasar waktu terjadi dan
diberi obat apa pak ?” terapi yang sudah pernah diterima
12. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
3. “Apakah keluarga ada yang mengalami
gejala yang sama ?”
13. RIWAYAT LINGKUNGAN SOSIAL - Bisa dianalisa dari pola makan, tempat tinggal,
Menanyakan riwayat social ekonomi pekerjaan, pendapatan dll
14. MENANYAKAN KEBIASAAN PRIBADI -
4. “Apakah bapak sering mengkonsumsi
gorengan dan makanan tidak sehat
yang lain) ?”
5. apakah bapak sering mengkonsumsi es
dan makanan makanan gurih seperti
gorengan dll?

15. MENANYAKAN APAKAH ADA YANG - Pastikan tidak ada informasi yang terlewatkan
TERLEWATKAN ATAU YANG INGIN dan bisa di cross check ulang jika waktu
DITAMBAHKAN memungkinkan.

63
Pemeriksaan Fisik

PEMERIKSAAN RONGGA MULUT dan KGB lihat dibagian otitis.

Pemeriksaan Faring

ASPEK KETRAMPILAN YANG DILAKUKAN KETERANGAN


PEMERIKSAAN FARING
Salam dan informed consent Tujuan px : melihat laring secara langsung dengan
melihat bayangan laring pada cermin terlihat dari sinar
yang dipantulkan
Cuci tangan sebelum pemeriksaan
Pasien duduk santai dan kepala tidak bersandar
Persiapan: Pasang lampu dengan benar
Alat:
Lampu kepala, Tangue spatel
Pasien membuka lebar mulut dengan santai
Sinar lampu diarahkan ke dalam faring (orofaring) Semprot analgesic topical pada dinding posterior
orofaring untuk mencegah reflek muntah
Pasien diminta menarik nafas dalam dan panjang
Dengan tangue spatel, lidah pasien ditekan 2/3 Kain kasa digunakan untuk memegang lidah pasien
post ke bawah dengan menggunakan tangan kiri pemeriksa dan
ditarik keluar
Kaca laring dipanaskan spiritus, lalu dicek pada Dinilai :
punggung tangan pemeriksa. Lalu letakkan Dinding belakang faring: warna hiperemis atau tidak,
dibelakang uvula dengan mengarah ke bawah granulasi, post nasal drip
(hipofaring) Massa

Fossa tonsil dan isinya


- fossa tonsil : abses +/- Epiglottis (radiks linguae)
- tonsil palatine : Valekula
•Hiperemis +/- Plika ari-epiglotika (lumen laring & rima glottidis,
•Kripte melebar +/- aritenoid kiri-kanan)
•Detritus +/- Pita suara (plika ventrikularis kanan/kiri)
•Permukaan rata +/- Sinus piriformis
•Pembesaran +/- Secret (commisura anterior & posterior)

ada caries dentis atau tidak? Pembengkakan (udem)


mukosa

Pemeriksaan Penunjang

Kultur dan uji resistensi kuman dari sedian apus tonsil.

64
6) DD

No Kriteria Tonsillitis Infeksi Angina plaut viscent Agranulosis


mononukleosis
1 Gejala demam Ada Ada Ada Ada

2 Etiologi Streptookokus B Virus Epstein Barr Bakteri spirochaeta Gangguan produksi


hemoliticus atau granulosit
Triponema
Bisa di tonsil
3 Letak Tonsil Masuk ke hidung dan Dari mulut sampai Tandanya dapat
tenggorokan dan tenggorokan timbul di faring atau
menyebar ke limfosit tonsil
B
4 Gejala nyeri Ada Ada Ada Ada
tenggorokan
5 Gejala bau mulut Ada Tak ada Ada Tidak ada
6 Gejala disfagi Ada Ada Tidak ada Tidak ada
7 Gejala referred Ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
otalgia
8 Tampilan Mukosa tonsil Normal Mukosa tonsil putih Mukosa tampak
faringoskopi hiperemis dan keabuan, tak edema kebiruan, tak edema
edematous
9 Pembesaran Tidak ada Ada Ada Tidak ada
kelenjar limfe
10 Gejala badan Ada Ada Ada Tidak ada
terasa lemah
11 Factor genetik Tidak ada Tidak ada Tidak ada

6) Terapi

 Jika penyebabnya adalah bakteri, diberikan antibiotik per oral selama 10 hari. Jika
anak mengalami kesulitan menelan bisa diberikan dalam bentuk suntikan.
 Penisilin V 1,5 juta IU 2 x sehari selama 5 hari atau 500 mg 3 x sehari.
 Pilihan lain adalah eritromisin 500 mg 3 x sehari atau amoksisilin 500 mg 3 x sehari
yang diberikan selama 5 hari. Dosis pada anak : eritromisin 40 mg/kgBB/ hari,
amoksisilin 30 – 50 mg/kgBB/hari.
 Tak perlu memulai antibiotik segera, penundaan 1 – 3 hari tidak meningkatkan
komplikasi atau menunda penyembuhan penyakit.
 suntikan benzatin penisilin 1,2 juta unit intramuskuler jika diperkirakan pengobatan orang
tidak adekuat.

65
dr. Budi

SIP No 222/K/02

jalan komodo no 123 semarang

Telp (024) 33445566

jam praktek : 08.00-09.00 setiap hari

Semarang, 05 maret 2016

R/ eritromisin tab 500 mg No XV

Stdd tab I pc

R/ paracetamol tab 500mg No XV

Sprn tdd tab I pc

Pro : tn Ino (50thn)

Non Medikamentosa

 Terapi istirahat
 Minum cukup
 minum hangat

7) Komplikasi dan Prognosis

 sinusitis, abses peritonsil,


 abses parafaring,
 bronchitis, GNA,
 miokarditis, arthritis serta
 septicemia akibat infeksi
 v.juglaris interna (sindrom
 Lemierre)
 Hipertrofi
 tonsil

66
Indikasi tonsilektomi:

American Academy of Otolaryngology-Head Neck Surgery Clinical Indicators Compendium tahun


1995 menetapkan:

1. Serangan tonsillitis lebih dari tiga kali per tahun walaupun telah mendapatkan terapi yang
adekuat
2. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan pertumbuhan
orofasial
3. Sumbatan jalan napas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan napas, sleep apnea,
gangguan menelan, gangguan berbicara, dan cor pulmonale
4. Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak berhasil dengan
pengobatan
5. Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan
6. Tonsillitis berulang yang disebankan oleh bakteri grup A Streptococcus β hemoliticus
7. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan
8. Otitis media efusa/otitia media supuratif

Prognosis

Gejala tonsilitis akibat radang biasanya menjadi lebih baik sekitar 2 atau 3 hari setelah pemberian
antibiotik. Dapat berulang hingga menjadi kronis bila faktor predisposisi tidak dihindari.

Contoh Skenario

Seorang wanita 35 tahun bekerja sebagai sinden datang ke poli umum RS dengan hoarseness terutama
bila berbicara lama, keluhan ini dirasakan sejak kurang lebih 4 bulan. Penderita memiliki riwayat
pengobatan batuk lama yang tidak sembuh sembuh, sering keluar keringat dingin pada malam hari,
berat badan penderita turun 1 tahun terakhir. Sudah berobat ke puskesmas tetapi tidak ada perubahan.
Hasil pemeriksaan dokter didapatkan stridor inspirasi. Pada pemeriksaan laringoscopy indirect
ditemukan mukosa laring hiperemis dan oedem. Dokter menyarankan untu dirujuk ke bagian THT.

67
LARINGITIS
LARINGITIS (4A)

(4A)

1) Definisi

Laringitis adalah peradangan yang terjadi pada pita suara karena terlalu banyak digunakan, karena iritasi
atau karena adanya infeksi. Pita suara adalah suatu susunan yang terdiri dari tulang rawan, otot dan
membran mukosa yang membentuk pintu masuk dari batang tenggorok (trachea).

2) Klasifikasi

Laringitis Akut
Pada laringitis akut biasanya penyebabnya oleh infeksi virus. Infeksi bakteri difteri juga dapat menjadi
penyebabnya, tapi hal ini jarang terjadi.

1.Laringitis akut dapat terjadi setelah


sembuh dari penyakit
2. Penyakit ini dapat terjadi karena
perubahan musim / cuaca
3. Pemakaian suara yang berlebihan
4. Trauma
5. Bahan kimia
6. Merokok dan minum-minum alkohol
7. Alergi

Laringitis Kronik
Kasus yang sering terjadi pada laringitis kronis termasuk juga iritasi yang terus
menerus terjadi karena penggunaan alkohol yang berlebihan, banyak merokok
atau asam dari perut yang mengalir kembali ke dalam kerongkongan dan
tenggorokan, suatu kondisi yang disebut gastroesophageal reflux disease (GERD).

68
Laringitis kronis adalah inflamasi dari membran mukosa laring yang berlokasi di
saluran nafas atas, bila terjadi kurang dari 3 minggu dinamakan akut dan disebut
kronis bila terjadi lebih dari 3 minggu.

3) Etiologi

Laringitis akut Laringitis Kronik


1. Rhinovirus 1. Infeksi bakteri
2. Parainfluenza virus 2. Infeksi tuberkulosis
3. Adenovirus 3. Sifilis
4. Virus mumps 4. Leprae
5. Varisella zooster virus 5. Virus
6. Penggunaan asma inhaler 6. Jamur
7. Penggunaan suara berlebih 7. Actinomycosis
dalam pekerjaan : Menyanyi, 8. Penggunaan suara berlebih
Berbicara dimuka umum Mengajar 9. Alergi
10. Faktor lingkungan seperti
11. asap, debu
12. Penyakit sistemik : wegener
13. granulomatosis, amiloidosis
14. . Alkohol
15. Gatroesophageal refluks

 terlalu banyak menggunakan suara


 pemajanan terhadap debu
 bahan kimiawi, asap, dan polutan lainnya,
 infeksi saluran nafas atas.
 infeksi virus

4) Patofisiologi

Adanya obstruksi akut jalan napas berhubungan dengan anatomi dan perubahan
dinamis jalan napas

Infeksi virus mulai dari nasofaring epitel→silia saluran nafas trakea dan laring->
radang difus, kemerahan, udem dan ditutupi oleh eksudat.→terjadi
penghambatan sal. udara dan pernapasan

aliran udara, mobilitas pita suara terganggu dan iritasi subglotis→ suara parau

Obstruksi saluran pernapasan atas→stridor dan retraksi dinding dada


→berakhir sebagai hipoksia dan hipercapnea→ henti nafas

Obstruksi saluran pernafasan progresif berkaitan dengan beberapa faktor


fisiologis : 69
- U k u r a n s a l u r a n p e r n a f a s a n a n a k r e l a t i f l e b i h kecil dan adanya
infeksi pada daerah subglotis akan menyebabkan penyempitan. -
p e n y e m p i t a n s a l u r a n p e r n a f a s a n m e n y e b a b k a n turbulensi aliran
5) Manifestasi Klinis

1. Suara menjadi parau bahkan sampai tidak bersuara sama sekali (afoni).
2. Sesak nafas dan stridor
3. Nyeri tenggorokan seperti nyeri ketika menalan atau berbicara.
4. Gejala radang umum seperti demam, malaise
5. Batuk kering yang lama kelamaan disertai dengan dahak kental
6. Gejala commmon cold seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga sulit menelan,
sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk dan demam dengan temperatur
yang tidak mengalami peningkatan dari 38 derajat celsius.
7. Gejala influenza seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga sulit menelan, sumbatan
hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk, peningkatan suhu yang sangat berarti yakni
lebih dari 38 derajat celsius, dan adanya rasa lemah, lemas yang disertai dengan nyeri
diseluruh tubuh .
8. Pada pemeriksaan fisik akan tampak mukosa laring yang hiperemis, membengkak
terutama dibagian atas dan bawah pita suara dan juga didapatkan tanda radang akut
dihidung atau sinus paranasal atau paru

6) Pemeriksaan :

a.) Anamnesis

NO CHECK LIST KETERANGAN


1. MEMBUKA WAWANCARA - Salam
Menyapa pasien - Perkenalan diri
Memperkenalkan diri
“Assalamu’alaikum wr wb, selamat
pagi/siang/sore pak/bu/mbak/mas, saya dr.
Arterio.”
2. ANAMNESIS - Identitas Pasien (nama, usia, alamat,
Menanyakan identitas pasien pekerjaan)
1. Dengan bapak/ibu siapa ? - Pekerjaan/tempat tinggal untuk mendeteksi
2. Usia berapa bapak/ibu ? etiologi penyakit
3. Alamatnya dimana pak/bu ?
4. Bekerja dimana pak/bu ?

3. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Keluhan Khas :


Keluhan utama -demam
“Ada keluhan apa bapak/bu datang kemari?” -tidak enak badan
-kesulitan menelan
-sakit tenggorokan
-rasa gatal dan kasar di tenggorokan
-tenggorokan kering
-batuk kering
- kesulitan bernapas (pada anak-anak)
-suara serak/hilang.

70
4. MENANYAKAN LOKASI Gejala pada tenggorokan
“Nyeri/gejala nya di bagian mana pak/bu?
5. Menanyakan onset dan kronologi Untuk menentukan klasifikasi akut atau kronis
1. “Gejala sudah dirasakan sejak
kapan pak/bu ?”
2. “Apakah gejala bertambah
berat/parah dibandingkan
pertama kali timbul ?
6. MENANYAKAN KUALITAS KELUHAN
1. “Apakah gejalanya mengganggu
aktivitas?”
7. MENANYAKAN KUANTITAS KELUHAN
1.Nyeri nya kadang-kadang atau
setiap saat?
2.Bagaimana demamnya?
3.Apakah batuknya terus
menerus?
8. MENANYAKAN FAKTOR PEMBERAT - Bisa digunakan untuk mengidentifikasi
1. “Kapan keluhan dirasa lebih penyebab utama keluhan timbul. Bisa
mengganggu ?” dikaitkan dengan riwayat gaya hidup, pola
makan, dan lingkungan pasien
9. MENANYAKAN KELUHAN LAIN - Batuk kronis terutama pada malam hari
1. “Apakah bapak merasa batuk terus - Stridor karena adanya laringospasme bila
terusan terutama pada malam hari?” sekret terdapat disekitar pita suara
2. Apakah bapak merasakan sesak napas?
3. apakah bapak merasa suara bapak
serak?
10. MENANYAKAN FAKTOR PERINGAN
“Apakah sudah pernah konsumsi obat
untuk mengurangi keluhan gejala yang
bapak alami ?”
11. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU pasien mengatakan pernah mengalami infeksi pada
1. “Apakah pernah mengalami gejala saluran
seperti ini sebelumnya ?sudah tenggorokan dan pernah menjalani perawatan di RS.
pernah diberi obat apa pak ?”
2. Penggunaan obat-obatan seperti
diuretik, antihipertensi,
antihistamin yang dapat
menimbulkan kekeringan pada
mukosa dan lesi pada mukosa.

12. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA Melihat riwayat genetik


4. “Apakah keluarga ada yang mengalami
gejala yang sama ?”
13. RIWAYAT LINGKUNGAN SOSIAL - Bisa dianalisa dari pola makan, tempat tinggal,
Menanyakan riwayat social ekonomi pekerjaan, pendapatan dll
Apakah bapak pernah terkena paparan zat
(paparan bahan kimia,debu, asap)?
14. MENANYAKAN KEBIASAAN PRIBADI -
1) Penggunaan suara berlebih ? (cont :
penyanyi/sinden, sering teriak2)

71
2) Apakah bapak memiliki kebiasaan
merokok?
3) Apakah bapak sering makan makanan
gorengan, makanan yang mungkin
kebersiahannya kurang terjaga?

15. MENANYAKAN APAKAH ADA YANG - Pastikan tidak ada informasi yang terlewatkan
TERLEWATKAN ATAU YANG INGIN dan bisa di cross check ulang jika waktu
DITAMBAHKAN memungkinkan.

Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum
2. GCS
3. Tanda Vital ( tekanan darah, nadi, respirasi, suhu)
4. Kesadaran

NB: Pada anamnesis biasanya didapatkan gejala demam, malaise, batuk, nyeri telan, ngorok saat tidur,
yang dapat berlangsung selama 3 minggu, dan dapat keadaan berat didapatkan sesak nafas, dan anak
dapat biru-biru. Pada pemeriksaan fisik, anak tampak sakit berat, demam, terdapat stridor inspirasi,
sianosis, sesak nafas yang ditandai dengan nafas cuping hidung dan/atau retraksi dinding dada,
frekuensi nafas dapat meningkat, dan adanya takikardi yang tidak sesuai dengan peningkatan suhu
badan merupakan tanda hipoksia

72
PEMERIKSAAN PENUNJANG

1.Foto rontgen leher AP : bisa tampak pembengkakan jaringan subglotis


(Steeple sign). Tanda ini ditemukan pada 50% kasus.
2.Pemeriksaan laboratorium : gambaran darah dapat normal. Jika disertai infeksi sekunder, leukosit
dapat meningkat.
3.Pada pemeriksaan laringoskopi indirek akan ditemukan mukosa laring yang sangat sembab, hiperemis
dan tanpa membran serta tampak pembengkakan subglotis yaitu pembengkakan jaringan ikat pada
konus elastikus yang akan tampak dibawah pita suara.

7) Diagnosa Banding

1.Benda asing pada laring


2.Faringitis
3.Bronkiolitis
4.Bronkitis
5.Pnemonia

8) Terapi :
a.) Medikamentosa
Parasetamol atau ibuprofen / antipiretik jika pasien ada demam, bila ada gejala pain killer dapat
diberikan obat anti nyeri / analgetik, hidung tersumbat dapat diberikan dekongestan nasal seperti
fenilpropanolamin (PPA), efedrin, pseudoefedrin, napasolin dapat diberikan dalam bentuk oral ataupun
spray.Pemberian antibiotika yang adekuat yakni : ampisilin 100 mg/kgBB/hari, intravena, terbagi 4 dosis
atau kloramfenikol : 50 mg/kgBB/hari, intra vena, terbagi dalam 4 dosis atau sefalosporin generasi 3

73
(cefotaksim atau ceftriakson) lalu dapat diberikan kortikosteroid intravena berupa deksametason
dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3 dosis, diberikan selama 1-2 hari

b) Non Medikamentosa

1. Istirahat berbicara dan bersuara selama 2-3 hari


2.Jika pasien sesak dapat diberikan O2 l/ menit
3.Istirahat
4.Menghirup uap hangat dan dapat ditetesi minyak atsiri / minyak mint bila ada muncul sumbatan
dihidung atau penggunaan larutan garam fisiologis
(saline 0,9 %) yang dikemas dalam bentuk semprotan hidung atau nasal spray

dr. Budi

SIP No 222/K/02

jalan komodo no 123 semarang

Telp (024) 33445566

jam praktek : 08.00-09.00 setiap hari

Semarang, 05 maret 2016

R/ Penicillin tab 500 mg No XV

Stdd tab I pc

R/paracetamol tab 500mg No XV

Sprn tdd tab I pc

Pro : tn Ino (50thn)

Edukasi

a. Menjaga daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makan bergizi dan olahraga teratur.
b. Menghentikan merokok.
c. Mengistirahatkan pasien berbicara dan bersuara atau tidak bersuara berlebihan.
d. Menghindari makanan yang mengiritasi seperti makanan pedas dan minum es.

9) Komplikasi dan Prognosis

Komplikasi
1. Pneumonia
2. Bronkhitis
Prognosis pada umumnya dubia ad bonam.

74
Contoh Skenario

Seorang pasien RS. M.jamil Padang bernama Nn.M berusia 35 tahun mengeluh suaranya hilang Nn.M ini
sehari-hari bekerja sebagai penyanyi di klub. Awalnya Nn.M merasa tenggorokannya kering, nyeri ketika
menelan dan berbicara serta batuk kering yang lama-kelamaan batuknya berdahak kental, disertai
demam yang sudah berlangsung sekitar 3 minggu. Nn.M mengeluh tidak nafsu makan karena sakit
ketika menelan, dan Nn.M susah tidur karena rasa gatal ditenggorokan disertai batuk

FARINGITIS
(4A)

1) Definisi

Faringitis adalah suatu peradangan pada tenggorokan (faring).Fringitis adalah peradangan pada mukosa
faring.Faringitis (dalam bahasa Latin; pharyngitis), adalah suatu penyakit peradangan yang menyerang
tenggorok atau faring. Kadang juga disebut sebagai radang tenggorok.

2) Klasifikasi

75
3) Etiologi

Banyak microorganism yang dapat menyebabkan faringitis, virus (40-60%) bakteri (5-40%). Respiratory
viruses merupakan penyebab faringitis yang paling banyak teridentifikasidengan Rhinovirus (±20%) dan
coronaviruses (±5%). Selain itu juga ada Influenza virus,Parainfluenza virus, adenovirus, Herpes simplex
virus type 1&2, Coxsackie virus A,cytomegalovirus dan Epstein-Barr virus (EBV). Selain itu infeksi HIV
juga dapat menyebabkan terjadinya faringitis. Faringitis yang disebabkan oleh bakteri biasanya oleh
grup S.pyogenes dengan 5-15% penyebab faringitis pada orang dewasa. Group A streptococcus
merupakan penyebab faringitis yang utama pada anak-anak berusia 5-15 tahun, ini jarang ditemukan
pada anak berusia <3tahun. Bakteri penyebab faringitis yang lainnya (<1%) antara lain Neisseria
gonorrhoeae, Corynebacterium diptheriae, Corynebacterium ulcerans, Yersinia eneterolitica dan
Treponema pallidum, Mycobacterium tuberculosis. Faringitis dapat menular melalui droplet infection
dari orang yang menderita faringitis.

4) Patofisiologi

76
5) Manifestasi Klinis

1. Nyeri tenggorok dan nyeri menelan


2. Tonsil menjadi berwarna merah danmembengkak
3. Mukosa yang melapisi faring mengalami peradangan berat atau ringan dan tertutup oleh selaput
yang berwarna keputihan atau mengeluarkan pus (nanah).
4. Demam.
5. Pembesaran kelenjar getah bening di leher.
Setelah bakteri atau virus mencapai sistemik maka gejala – gelaja sistemik akan muncul :
1. Lesu dan lemah, nyeri pada sendi – sendi otot, tidak nafsu makan dan nyeri pada telinga
2. Peningkatan jumlah sel darah putih

6) Pemeriksaan

a.) Anamnesis

NO CHECK LIST KETERANGAN


1. MEMBUKA WAWANCARA - Salam
Menyapa pasien - Perkenalan diri
Memperkenalkan diri
“Assalamu’alaikum wr wb, selamat
pagi/siang/sore pak/bu/mbak/mas, saya dr.
Arterio.”
2. ANAMNESIS - Identitas Pasien (nama, usia, alamat,
Menanyakan identitas pasien pekerjaan)
1. Dengan bapak/ibu siapa ? - Pekerjaan/tempat tinggal untuk mendeteksi
2. Usia berapa bapak/ibu ? etiologi penyakit
3. Alamatnya dimana pak/bu ?
4. Bekerja dimana pak/bu ?

3. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Keluhan Khas :


Keluhan utama nyeri menelan yang disertai rasa sakit pada
“Ada keluhan apa bapak/bu datang kemari?” tenggorokan.

4. MENANYAKAN LOKASI Gejala pada tenggorokan


“Nyeri/gejala nya di bagian mana pak/bu?
5. Menanyakan onset dan kronologi Untuk menentukan akut atau kronis
1. “Gejala sudah dirasakan sejak
kapan pak/bu ?”
2. “Apakah gejala bertambah
berat/parah dibandingkan
pertama kali timbul ?
6. MENANYAKAN KUALITAS KELUHAN
2. “Apakah gejalanya mengganggu
aktivitas?”
7. MENANYAKAN KUANTITAS KELUHAN
1.Nyeri nya kadang-kadang atau
setiap saat?
2.Bagaimana demamnya?
3.Apakah batuknya terus
menerus? terdapat dahak atau

77
tidak?
4. Berapa lama rasa lemah letih
lesu timbul?

8. MENANYAKAN FAKTOR PEMBERAT - Bisa digunakan untuk mengidentifikasi


2. “Kapan keluhan dirasa lebih penyebab utama keluhan timbul. Bisa
mengganggu ?” dikaitkan dengan riwayat gaya hidup, pola
makan, dan lingkungan pasien
9. MENANYAKAN KELUHAN LAIN - lemah letih lesu
4. “Apakah bapak merasa batuk terus - leher ada benjolan
terusan?” - batuk yang tidak berdahak
5. Apakah bapak merasakan adanya - pilek
benjolan di leher bapak? - demam
6. Apakah bapak merasa lemah letih dan NB : Setelah bakteri atau virus mencapai sistemik maka
lesu? gejala – gelaja sistemik akan muncul :
1. Lesu dan lemah, nyeri pada sendi – sendi otot, tidak
nafsu makan dan nyeri pada telinga
2. Peningkatan jumlah sel darah putih

10. MENANYAKAN FAKTOR PERINGAN


“Apakah sudah pernah konsumsi obat
untuk mengurangi keluhan gejala yang
bapak alami ?”
11. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU penyakit serupa sejak 12 bulan yang lalu yang
3. “Apakah pernah mengalami gejala dirasakan hilang timbul
seperti ini sebelumnya ?sudah
pernah diberi obat apa pak ?”

12. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA Melihat riwayat genetik


5. “Apakah keluarga ada yang mengalami
gejala yang sama ?”
13. RIWAYAT LINGKUNGAN SOSIAL - Bisa dianalisa dari pola makan, tempat tinggal,
Menanyakan riwayat social ekonomi pekerjaan, pendapatan dll
Apakah bapak pernah terkena paparan zat
(paparan bahan kimia,debu, asap)?
14. MENANYAKAN KEBIASAAN PRIBADI
1. Apakah bapak memiliki kebiasaan
merokok?
2. Apakah bapak sering makan makanan
gorengan, makanan yang mungkin
kebersihannya kurang terjaga?
3. apakah bapak sering minum-minuman
dingin/es?

15. MENANYAKAN APAKAH ADA YANG - Pastikan tidak ada informasi yang terlewatkan
TERLEWATKAN ATAU YANG INGIN dan bisa di cross check ulang jika waktu
DITAMBAHKAN memungkinkan.

78
b.) Pemeriksaan terkait

PEMERIKSAAN FARING (OROFARING)

PEMERIKSAAN RONGGA MULUT DAN FARING

ASPEK KETRAMPILAN YANG DILAKUKAN KETERANGAN


PEMERIKSAAN FARING
Salam dan informed consent Tujuan px : melihat laring secara langsung dengan
melihat bayangan laring pada cermin terlihat dari
sinar yang dipantulkan
Cuci tangan sebelum pemeriksaan
Pasien duduk santai dan kepala tidak
bersandar
Persiapan: Pasang lampu dengan benar
Alat:
Lampu kepala, Tangue spatel
Pasien membuka lebar mulut dengan santai
Sinar lampu diarahkan ke dalam faring Semprot analgesic topical pada dinding posterior
(orofaring) orofaring untuk mencegah reflek muntah
Pasien diminta menarik nafas dalam dan
panjang
Dengan tangue spatel, lidah pasien ditekan Kain kasa digunakan untuk memegang lidah
2/3 post ke bawah pasien dengan menggunakan tangan kiri
pemeriksa dan ditarik keluar
Kaca laring dipanaskan spiritus, lalu dicek Dinilai :
pada punggung tangan pemeriksa. Lalu Dinding belakang faring: warna hiperemis atau
letakkan dibelakang uvula dengan mengarah tidak, granulasi, post nasal drip
ke bawah (hipofaring) Massa

79
Fossa tonsil dan isinya
- fossa tonsil : abses +/- Epiglottis (radiks linguae)
- tonsil palatine : Valekula
•Hiperemis +/- Plika ari-epiglotika (lumen laring & rima glottidis,
•Kripte melebar +/- aritenoid kiri-kanan)
•Detritus +/- Pita suara (plika ventrikularis kanan/kiri)
•Permukaan rata +/- Sinus piriformis
•Pembesaran +/- Secret (commisura anterior & posterior)

WHO
ada caries dentis atau tidak? Pembengkakan
(udem) mukosa

JANGAN LUPA MELAKUKAN SEMUA PEMERIKSAAN RUTIN THT

c.) Pemeriksaan Penunjang

a. Pemerikasaan serologis
b. Pemerikasaaan sputum untuk mengetahui basil tahan asam
c. Foto torak untuk melihat adanya tuberkolosis paru.
d. Biopsy jaringan untuk mengetahui proses keganasasn serta mencari basil taha asam keganasan
dijaringan

7) Diagnosa Banding

- Mononukleus infeksiosa
- Tonsilitis difteri
- Scarlet fever
- Angina agranulositosis
- Tonsilitis kronis

8) Terapi
a.) Medikamentosa
1.Antibiotik golongan penisilin atau sulfonamida selama lima hari
2.Antipiretik
3.Obat kumur atau obat hisap dengan desinfektan
4. Bila alergi dengan penisilin dapat diberikan eritromisin atau klindamisin
b.) Non Medikamentosa
1. Berkumur dengan air garam hangat
2. Perbanyak minum air putih
3. Kurangi makanan berminyak
4. Mengunyah makanan sebanyak 27 kali

80
dr. Budi

SIP No 222/K/02

jalan komodo no 123 semarang

Telp (024) 33445566

jam praktek : 08.00-09.00 setiap hari

Semarang, 05 maret 2016

R/ Ampicillin tab 500 mg No XV

Stdd tab I pc

R/paracetamol tab 500mg No XV

Sprn tdd tab I pc


Edukasi

1)cukup
Pro : tn beristirahat
Ino (50thn)

2) berkumur dengan air garam hangat beberapa kali sehari

3) bagi perokok harus berhenti merokok

4) banyak minum dan hindari makanan yang dapat menyebabkan iritasi

5) minum antibiotik, dan jika diperlukan dapat minum analgesik

9) Komplikasi dan Prognosis

Komplikasi

• Komplikasi umum faringitis terutama tampak pada faringitis karena bakteri yaitu : sinusitis,
otitis media, epiglotitis, mastoiditis, dan pneumonia. Kekambuhan biasanya terjadi pada pasaien
dengan pengobatan yang tidak tuntas pada pengobatan dengan antibiotik, atau adanya paparan
baru.
• Demam rheumatic akut(3-5 minggu setelah infeksi), poststreptococcal glomerulonephritis, dan
toxic shock syndrome, peritonsiler abses
• Komplikasi infeks mononukleus meliputi: ruptur lien, hepatitis, Guillain Barré syndrome,
encephalitis, anemia hemolitik, myocarditis, B-cell lymphoma, dan karsinoma nasofaring

Prognosis
Umumnya prognosis pasien dengan faringitis adalah baik. Pasien dengan faringitis
biasanya sembuh dalam waktu 1-2 minggu.
Contoh Skenario

81
EPISTAKSIS (4A)

1) Definisi

Epitaksis atau juga mimisan, satu keadaan pendarahan dari hidung yang keluar melalui lubang hidung
akibat adanya kelainan lokal pada rongga hidung ataupun karena kelainan yang terjadi di tempat lain
dari tubuh. Mimisan terjadi pada hidung karena hidung punya banyak pembuluh darah, terutama di
balik lapisan tipis cupingnya. Mimisan sendiri bukan merupakan suatu penyakit tetapi merupakan gejala
dari suatu penyakit, itu artinya mimisan bisa terjadi karena bermacam sebab dari yang ringan sampai
yang berat. Pada umumnya ini terjadi pada anak-anak karena pembuluh darahnya masih tipis dan
sensitive.

2) Klasifikasi

 Epistaksis anterior : perdarahan berasal dari septum (pemisah lubang hidung kiri dan kanan)
bagian depan, yaitu dari pleksus Kiesselbach atau arteri etmoidalis anterior. Biasanya
perdarahan tidak begitu hebat dan bila pasien duduk, darah akan keluar dari salah satu lubang
hidung. Seringkali dapat berhenti spontan dan mudah diatasi.
 Epistaksis posterior : perdarahan berasal dari bagian hidung yang paling dalam, yaitu dari arteri
sfenopalatina dan arteri etmoidalis posterior. Epistaksis posterior sering terjadi pada usia lanjut,
penderita hipertensi, arteriosklerosis atau penyakit kardiovaskular. Perdarahan biasanya hebat
dan jarang berhenti spontan. Darah mengalir ke belakang, yaitu ke mulut dan tenggorokan.

82
3) Etiologi

Etiologi lokal

1. Trauma lokal misalnya setelah membuang ingus dengan keras, mengorek hidung, fraktur hidung
atau trauma maksilofasia lainnya.
2. Tumor, baik tumor hidung maupun sinus yang jinak dan yang ganas. Tersering adalah tumor
pembuluh darah seperti angiofibroma dengan ciri perdarahan yang hebat dan karsinoma
nasofaring dengan ciri perdarahan berulang ringan bercampur lendir atau ingus.
3. Idiopatik yang merupakan 85% kasus epistaksis, biasanya ringan dan berulang pada anak dan
remaja.

Ketiga etiologi diatas ini merupakan penyebab lokal tersering.


Etiologi lainnya

 Iritasi gas atau zat kimia yang merangsang ataupun udara panas pada mukosa hidung;
 Keadaan lingkungan yang sangat dingin
 Tinggal di daerah yang tinggi atau perubahan tekanan atmosfir yang tiba tiba
 Latrogenik akibat operasi
 Pemakaian semprot hidung steroid jangka lama
 Benda asing atau rinolit dengan keluhan epistaksi ringan unilateral clsertai Ingus berbau busuk.
Etiologi sistemik

1. Hipertensi dan penyakit kardiovaskuler lainnya seperti arteriosklerosis. Hipertensi yan disertai
atau anpa arteriosklerosis rnerupakan penyebab epistaksis tersering pada usia 60-70 lahun,
perdarahan biasanya hebat berulang dan mempunyai prognosis yang kurang baik.
2. Kelainan perdarahan misalnya leukemia, hemofilia, trombositopenia dll.
3. Infeksi, misalnya demam berdarah disertai trornbositopenia, morbili, demam tifoid dll.

Termasuk etiologi sistemik lain

 Lebin jarang terjadi adalah gangguan keseimbangan hormon misalnya pada kehamilan, menarke
dan menopause
 Kelainan kongenital misalnya hereditary hemorrhagic Telangieclasis atau penyakit Rendj-Osler-
Weber;
 Peninggian tekanan vena seperti pada ernfisema, bronkitis, pertusis, pneumonia, tumor leher
dan penyakit jantung
 Pada pasien dengan pengobatan antikoagulan.

4) Manifestasi Klinis

perdarahan berasal dari bagian depan dan belakanghidung.

83
5) Pemeriksaan

 Anamnesis

NO CHECK LIST KETERANGAN


1. MEMBUKA WAWANCARA - Salam
Menyapa pasien - Perkenalan diri
Memperkenalkan diri
“Assalamu’alaikum wr wb, selamat
pagi/siang/sore pak/bu/mbak/mas, saya dr.
Arterio.”
2. ANAMNESIS - Identitas Pasien (nama, usia, alamat,
Menanyakan identitas pasien pekerjaan)
5. Dengan bapak/ibu siapa ? - Pekerjaan/tempat tinggal untuk mendeteksi
6. Usia berapa bapak/ibu ? etiologi penyakit
7. Alamatnya dimana pak/bu ?
8. Bekerja dimana pak/bu ?

3. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Keluhan Khas :


Keluhan utama
“Ada keluhan apa bapak/bu datang kemari?”  Epistaksis anterior : perdarahan tidak begitu
hebat dan bila pasien duduk, darah akan
keluar dari salah satu lubang hidung.
Seringkali dapat berhenti spontan dan mudah
diatasi.

 Epistaksis posterior : Perdarahan biasanya


hebat dan jarang berhenti spontan. Darah
mengalir ke belakang, yaitu ke mulut dan
tenggorokan.

4. MENANYAKAN LOKASI Di rongga hidung. kanan atau kiri dan atau dua-duanya
“gejala nya di bagian mana pak/bu?
5. Menanyakan onset dan kronologi Epistaksis anterior : sebentar.mudah berhenti
3. “Gejala sudah dirasakan sejak Epistaksis posterior: sulit dihentikan
kapan pak/bu ?”
4. “Apakah gejala bertambah
berat/parah dibandingkan
pertama kali timbul ?
6. MENANYAKAN KUALITAS KELUHAN
3. “Apakah gejalanya mengganggu
aktivitas?”
7. MENANYAKAN KUANTITAS KELUHAN
1.Apakah perdarahannya terus
menerus? berapa lama?
2.Sudah berapa kali perdarahan?

84
8. MENANYAKAN FAKTOR PEMBERAT - Bisa digunakan untuk mengidentifikasi
1. “Kapan keluhan dirasa lebih penyebab utama keluhan timbul. Bisa
mengganggu ?” dikaitkan dengan riwayat gaya hidup, pola
makan, dan lingkungan pasien
9. MENANYAKAN KELUHAN LAIN
Apakah ada keluhan pusing yang bapak
derita?
10. MENANYAKAN FAKTOR PERINGAN
“Apakah sudah pernah konsumsi obat
untuk mengurangi keluhan gejala yang
bapak alami ?”
11. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
1. “Apakah pernah mengalami
gejala seperti ini sebelumnya
?sudah pernah diberi obat
apa pak ?”
2. Apakah ada riwayat
trauma(menggorek
hidung,benturan ringan,
bersin/mengeluarkan ingus
terlalu kuat,pada
muka/hidung
sebelumnya/belum lama ini?
3. Apakah pasien menderita
hipertensi,DM, penyakit hati
sebelumnya?
4. Apakah bapak sebelumnya
pernah mengkonsumsi obat-
obatan anti koagulansia,
aspirin, fenilbutazon?
12. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA Melihat riwayat genetic
6. “Apakah ada menderita penyakit
kelainan darah/gangguan perdarahan
dalam keluarga?”
13. RIWAYAT LINGKUNGAN SOSIAL - Bisa dianalisa dari pola makan, tempat tinggal,
Menanyakan riwayat social ekonomi pekerjaan, lingkungan, pendapatan dll
Apakah bapak pernah terkena paparan zat
(paparan bahan kimia,debu, asap)?
14. MENANYAKAN KEBIASAAN PRIBADI
1) Apakah bapak sering terpapar zat2
kimia di tempat industry?
2) Apakah bapak sering terpapar udara
dingin?
3) Ggn. Hormonal pada wanita
hamil/menopause (wanita)

15. MENANYAKAN APAKAH ADA YANG - Pastikan tidak ada informasi yang terlewatkan
TERLEWATKAN ATAU YANG INGIN dan bisa di cross check ulang jika waktu
DITAMBAHKAN memungkinkan.

85
 Pemeriksaan Fisik

ix. PEMERIKSAAN RHINOSKOPI ANTERIOR  Pf. Rutin

No ASPEK KETRAMPILAN KLINIS


1 Memberi Salam
2 Perkenalan diri
3 Informed Consent
4 Membaca Basmallah, cuci tanngan sebelum dan sesudah memeriksa
5 Persiapkan pasien dan alat : Lampu kepala, Spekulum hidung, Pinset bayonet

Posisi duduk:
Berhadapan dengan pasien, Bagian terluar paha bersinggungan dengan bagian terluar paha
INSPEKSI
-bentuk hidung
-warna kulit hidung
-massa ada hidung luar

PALPASI
Nyeri TEKAN area proyeksi ke 4 sinus paranasal

PERKUSI
Nyeri KETOK area proyeksi ke 4 sinus paranasal

Keterangan :
INSPEKSI
Yang diperhatikan ialah adanya pembengkakan
pada muka. Pembengkakan dipipi sampai
kelopak mata bawah yang berwarna kemerah
merahan mungkin menunjukan sinusitis
maksila akut. Pembengkakan di kelopak mata atas mungkin menunjukan sinusitis frontal akut.
Sinusitis etmoid akut jarang menyebabkan pembengkakan diluar, kecuali bila telah terbentuk
abses.
PALPASI dan PERKUSI
Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk di gigi menunjukan adanya sinusitis maksila. Pada
sinusitis frontal terdapat nyeri tekan di dasar sinus frontal, yaitu pada bagian medial atap
orbita. Sinusitis etmoid menyebabkan rasa nyeri tekan didaerah kantus medianus.

86
6 PEMERIKSAAN HIDUNG DALAM / RHINOSKOPI ANTERIOR
 Pasang lampu kepala dengan benar
 Posisikan pasien duduk santai tp tdk
bersandar
 Spekulum dipegang dengan tangan kiri
untuk memeriksa lubang hidung kanan.
Ujung spekulum menghadap ke luar
(ujung jari telunjuk pada ujung spekulum).
Tangan kanan untuk memfiksasi kepala
pasien dengan memegang tengkuk pasien.
 Spekulum masuk lubang hidung (dalam
keadaan tertutup rapat), jari telunjuk pada
cuping hidung untuk fiksasi.
 Spekulum dibuka dan sinar lampu
diarahkan ke rongga hidung (jari telunjuk
pemeriksa pindah ke cuping hidung untuk
fiksasi)

 Yang dinilai:
- MUKOSA  hiperemis / pucat
- SEPTUM  septum deviasi
- KONKA  hipertrofi
- MASSA  massa
- CORPUS ALIENUM  benda asing
- SEKRET  ada/tidak, deskripsikan
serous/mukoid/purulen

 Setelah pemeriksaan selesai, spekulum dilepas dengan cara tidak menutup spekulum
dengan sempurna.
 Periksa hidung satunya
 Cuci tangan, sampaikan hasil, terimakasih, alhamdulillah

 Pemeriksaan Penunjang

• Pemeriksaan darah tepi lengkap.


• Fungsi hemostatis
• EKG
• Tes fungsi hati dan ginjal
• Pemeriksaan foto hidung, sinus paranasal, dan nasofaring.
• CT scan dan MRI dapat diindikasikan untuk menentukan adanya rinosinusitis, benda asing dan
neoplasma.

6) Diagnosa Banding

 ruptura pembuluh darah septum yang membesar yang muncul dari lantai hidung.

 Perdarahan juga dapat terjadi pada trauma pembuluh darah disekitar basis cranii yang kemudian
masuk ke hidung melalui sinus sphenoid atau tuba eustachius

87
7) Terapi

a.) Medikamentosa

 antibiotik profilaksis.

 Oxymetazoline 0,05%.

 Menstimulasi reseptor alfa-adrenergik sehingga terjadi vasokonstriksi :Dosis : 2-3 spray pada
lubang hidung setiap 12 jam.

b). Non medika mentosa

Prinsip dari penatalaksanaan epistaksis yang pertama adalah menjaga ABC


A : airway : pastikan jalan napas tidak tersumbat/bebas, posisikan duduk menunduk
B : breathing: pastikan proses bernapas dapat berlangsung, batukkan atau keluarkan
C : circulation : pastikan proses perdarahan tidak mengganggu sirkulasi darah tubuh,
Hentikan perdarahan :

- Tekan pada bagian depan hidung selama 10 menit. Tekan hidung antara ibu jari dan jari telunjuk
jika perdarahan berhenti tetap tenang dan coba cari tahu apa faktor pencetus epistaksis dan
hindari
jika perdarahan berlanjut :
- dapat akibat penekanan yang kurang kuat
- bawa ke fasilitas yang lengkap dimana dapat diidentifikasi lokasi perdarahan
- diberikan vasokonstriktor (adrenalin 1:10.000, oxymetazolin-semprot hidung) ke daerah
perdarahan
- apabila masih belum teratasi dapat dilakukan kauterisasi elektrik/kimia (perak nitrat) atau
pemasangan tampon hidung
Terapi simptomatis Umum :
• Tenangkan penderita, jika penderita khawatir perdarahan akan bertambah hebat, sumbat
hidung dengan kapas dan cuping hidung dijepit sekitar 10 menit.
• Penderita sebaiknya duduk tegak agar tekanan vaskular berkurang dan mudah membatukkan
darah dari tenggorokan, menggunakan apron plastik serta memegang suatu wadah berbentuk
ginjal untuk melindungi pemakainya.
• Kompres dingin pada daerah tengkuk leher dan juga pangkal hidung.
• Turunkan tekanan darah pada penderita hipertensi.
• Hentikan pemakaian antikoagulan.
• Pemberian cairan elektrolit pada perdarahan hebat, dan keadaan pasien lemah

88
dr. Budi

SIP No 222/K/02

jalan komodo no 123 semarang

Telp (024) 33445566

jam praktek : 08.00-09.00 setiap hari

Semarang, 05 maret 2016

R/ Oxymetazoline Hidrochloride 0,5% fl No.I

sbdd gtt II nasal dextra

R/ vit C tab 500mg No V

ssdd tab I

Pro : tn Ino (50thn)

Edukasi

Cegah perdarahan ulang dengan menggunakan nasal spray, salep Bactroban nasal
- Berikan antibiotika oral dan topikal untuk mencegah rinosinusitis
- Hindari aspirin dan NSAID lainnya
- Kontrol masalah medis lainnya seperti hipertensi, defesiensi vitamin k melalui konsultasi dengan ahli
spesialis lainnya
- Edukasi pasien :
· Hindari cuaca yang panas dan kering
· Hindari makanan yang pedas dan panas
· Bernafas dengan mulut terbuka.1

8) Komplikasi dan Prognosis

KOMPLIKASI
- Komplikasi epistaksis :Hipotensi, hipoksia, anemia, aspirasi pneumonia
- Komplikasi kauterisasi : Sinekia, perforasi septum
- Komplikasi pemasangan tampon : Sinekia, rinosinusitis, sindrom syok toksik, Perforasi
septum, tuba eustachius tersumbat, aritmia (overdosis kokain atau lidokain )
- Komplikasi embolisasi : Perdarahan hematom, nyeri wajah, hipersensitivitas, paralisis fasialis,
infark miokard.
- Komplikasi ligasi arteri : kebas pada wajah, sinusitis, sinekia, infark miokard

89
PROGNOSIS
Prognosis epistaksis bagus tetapi bervariasi. Dengan terapi yang adekuat dan kontrol penyakit yang
teratur, sebagian besar pasien tidak mengalami perdarahan ulang. Pada beberapa penderita, epistaksis
dapat sembuh spontan tanpa pengobatan. Hanya sedikit penderita yang memerlukan pengobatan yang
lebih agresif

Contoh Skenario

Seorang laki-laki usia 50 tahun datang dengan epistaksis. Pasien sering nyeri di pangkal hidung dan
sekitar bola mata, hidung tersumbat.

Galilah informasi pada pasien ini !

Bagaimana penanganan/penatalaksanaan pada pasien ini?

apa diagnosisnya? -----(contoh soal osce dokter muda THT. Selasa, 30 Mei 2006)

CA NASOFARING
(2)
1) Definisi

Karsinoma nasofaring merupakan sebuah kanker yang bermula tumbuh pada sel epitelial- batas
permukaan badan internal dan external sel di daerah nasofaring.

2. Klasifikasi

 Karsinoma sel skuamosa  Karsinoma non-  Karsinoma tidak


berkeratinisasi keratinisasi (Non- berdiferensiasi
(Keratinizing Squamous keratinizing (Undifferentiated
CellCarcinoma). Tipe ini Carcinoma). Pada tipe Carcinoma). Pada tipe
dapat dibagi lagi ini dijumpai ini seltumor secara
menjadi diferensiasi adanya diferensiasi, tetapi tidak individu
baik, sedang danburuk. ada diferensiasi sel skuamosa memperlihatkan inti
tanpa jembatan yang vesikuler,
intersel. Pada umumnya batas berbentuk oval atau
sel cukup jelas. bulat dengan nukleoli
yang jelas. Pada
umumnya batas sel
tidak terlihat dengan
jelas.

90
3. Etiologi

a.Kerentanan
b.Epstein-Barr Virus EBV adalah suatu virus yang sangat erat kaitannya dengan timbulnya karsinoma
nasofaring. Virus ini memiliki protein, yang diperkirakan memengaruhi DNA sel sehingga mengalami
mutasi, khususnya protooncogen menjadi oncogen
c.Faktor ligkungan dan diet.
d.Faktor pekerjaan
e.Radang kronis daerah nasofaring

4. Patofisiologi

5. Manifestasi Klinis

Gejala Dini
Karena KNF bukanlah penyakit yang dapat disembuhkan, maka diagnosis dan pengobatan yang sedini
mungkin memegang peranan penting untuk mengetahui gejala dini KNF dimana tumor masih terbatas di
rongga nasofaring.
Gejala telinga :
1. Sumbatan tuba eutachius / kataralis. Pasien mengeluh rasa penuh di telinga, rasa berdengung kadang-
kadang disertai dengan gangguan pendengaran. Gejala ini merupakan gejala yang sangat dini.
2. Radang telinga tengah sampai perforasi membrane timpani. Keadaan ini merupakan kelainan lanjutan
yang terjadi akibat penyumbatan muara tuba, dimana rongga telinga tengah akan terisi cairan. Cairan

91
yang diproduksi makin lama makin banyak, sehingga akhirnya terjadi perforasi membran timpani
dengan akibat gangguan pendengaran.

Gejala Hidung:
1. Epistaksis Dinding tumor biasanya rapuh sehingga oleh rangsangan dan sentuhan dapat terjadi
perdarahan hidung atau epistaksis. Keluarnya darah ini biasanya berulang-ulang, jumlahnya sedikit dan
seringkali bercampur dengan ingus, sehingga berwarna kemerahan.
2. Sumbatan hidung Sumbatan hidung yang menetap terjadi akibat pertumbuhan tumor ke dalam
rongga hidung dan menutupi koana. Gejala menyerupai pilek kronis, kadang-kadang disertai dengan
gangguan penciuman dan adanya ingus kental. Gejala telinga dan hidung ini bukan merupakan gejala
yang khas untuk penyakit ini, karena juga dijumpai pada infeksi biasa, misalnya pilek kronis, sinusitis dan
lainlainnya. Epistaksis juga sering terjadi pada anak yang sedang menderita radang. Hal ini menyebabkan
keganasan nasofaring sering tidak terdeteksi pada stadium dini.

Gejala lanjut
Pembesaran kelenjar limfe leher.
2. Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan biasanya prognosisnya buruk.
3. Gejala akibat metastasis Sel-sel kanker dapat ikut bersama aliran limfe atau darah, mengenai organ
tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring, hal ini yang disebut metastasis jauh. Yang sering ialah pada
tulang, hati dan paru. Jika ini terjadi menandakan suatu stadium dengan prognosis sangat buruk

92
1. MEMBUKA WAWANCARA - Salam
Menyapa pasien - Perkenalan diri
Memperkenalkan diri
“Assalamu’alaikum wr wb, selamat
pagi/siang/sore pak/bu/mbak/mas, saya
dr. Arterio.”
1. MEMBUKA WAWANCARA - Salam
Menyapa pasien - Perkenalan diri
Memperkenalkan diri
“Assalamu’alaikum wr wb, selamat
pagi/siang/sore pak/bu/mbak/mas, saya dr.
Arterio.”
2. ANAMNESIS - Identitas Pasien (nama, usia, alamat,
Menanyakan identitas pasien pekerjaan)
1) Dengan bapak/ibu siapa ? - Pekerjaan/tempat tinggal untuk mendeteksi
2) Usia berapa bapak/ibu ? etiologi penyakit
3) Alamatnya dimana pak/bu ?
4) Bekerja dimana pak/bu ?

3. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Keluhan Khas :


Keluhan utama Gejala telinga :
“Ada keluhan apa bapak/bu datang kemari?” 1. Sumbatan tuba eutachius / kataralis. Pasien
mengeluh rasa penuh di telinga, berdengung kadang-
kadang disertai dengan gangguan pendengaran.
2. Radang telinga tengah sampai perforasi membrane
timpani.
Gejala Hidung:
1. Epistaksis .Keluarnya darah ini biasanya berulang-
ulang, jumlahnya sedikit dan seringkali bercampur
dengan ingus, sehingga berwarna kemerahan.
2. Sumbatan hidung Sumbatan hidung yang menetap
terjadi akibat pertumbuhan tumor ke dalam rongga
hidung dan menutupi koana. Gejala menyerupai pilek
kronis, kadang-kadang disertai dengan gangguan
penciuman dan adanya ingus kental. Gejala telinga dan
hidung ini bukan merupakan gejala yang khas untuk
penyakit ini, karena juga dijumpai pada infeksi biasa,
misalnya pilek kronis, sinusitis dan lainlainnya.
Epistaksis juga sering terjadi pada anak yang sedang
menderita radang. Hal ini menyebabkan keganasan
nasofaring sering tidak terdeteksi pada stadium dini.

4. MENANYAKAN LOKASI Di rongga hidung dan telinga


“gejala nya di bagian mana pak/bu?
5. Menanyakan onset dan kronologi Setahun dan semakin parah
1) “Gejala sudah dirasakan sejak
kapan pak/bu ?”
2) “Apakah gejala bertambah
berat/parah dibandingkan
pertama kali timbul ?
93
6. MENANYAKAN KUALITAS KELUHAN mengganggu
1) “Apakah gejalanya mengganggu
aktivitas?”
2) Bagaimana konsistensi darahnya?
apakah disertai lendir?
3) saat pilek, bagaimana lendirnya?
apakah jernih atau disertai darah?
7. MENANYAKAN KUANTITAS KELUHAN Pilek kronis
1.Apakah perdarahannya terus
menerus? berapa lama?
2.Sudah berapa kali perdarahan?
3.Pileknya dari kapan? berapa
lama dan apakah terus menerus?

8. MENANYAKAN FAKTOR PEMBERAT - Bisa digunakan untuk mengidentifikasi


2. “Kapan keluhan dirasa lebih penyebab utama keluhan timbul. Bisa
mengganggu ?” dikaitkan dengan riwayat genetic, gaya hidup,
dan lingkungan pasien
9. MENANYAKAN KELUHAN LAIN
Apakah ada keluhan lain yang bapak 1. Pembesaran kelenjar limfe leher. Pembesaran
derita? kelenjar limfe leher merupakan gejala utama yang
mendorong pasien datang ke dokter.
2. Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar
Karena nasofaring berhubungan dengan rongga
tengkorak melalui beberapa lubang, maka gangguan
beberapa saraf otak dapat terjadi , seperti penjalaran
tumor melalui foramen laserum akan mengenai saraf
otak ke III, IV, VI dan dapat juga mengenai saraf otak
ke-V, sehingga dapat terjadi penglihatan ganda
(diplopia). Proses karsinoma nasofaring yang lanjut
akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI, dan XII jika
penjalaran melalui foramen jugulare, yaitu suatu
tempat yang relatif jauh dari nasofaring. Gangguan ini
sering disebut dengan sindrom Jackson. Bila sudah
mengenai seluruh saraf otak disebut sindrom
unilateral. Dapat juga disertai dengan destruksi tulang
tengkorak dan bila sudah terjadi demikian, biasanya
prognosisnya buruk.

10. MENANYAKAN FAKTOR PERINGAN


1) “Apakah sudah pernah
konsumsi obat untuk
mengurangi keluhan gejala
yang bapak alami ?”
11. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU a.
1) “Apakah pernah mengalami gejala
seperti ini sebelumnya ?sudah pernah
diberi obat apa pak ?”
2) Apakah bapak sebelumnya pernah
menderita radang nasofaring?
(laringitis, faringitis) ysng terus
menerus?

94
12. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA Melihat riwayat genetik
1) Apakah ada yang menderita
penyakit tumor atau kanker di
keluarga?
13. RIWAYAT LINGKUNGAN SOSIAL - Bisa dianalisa dari pola makan, tempat tinggal,
Menanyakan riwayat social ekonomi pekerjaan, lingkungan, pendapatan dll
Apakah bapak pernah terkena paparan zat
(paparan bahan kimia,debu, asap) di lingkungan
sekitar bapak?

14. MENANYAKAN KEBIASAAN PRIBADI Resiko tinggi :


- Apakah bapak merokok? - Konsumsi ikan asin
- Apakah bapak sering mengkonsumsi - Virus Epstein Barr
ikan asin? seberapa sering pak? - Lingkungan (paparan zat)
- Genetik
15. MENANYAKAN APAKAH ADA YANG - Pastikan tidak ada informasi yang terlewatkan
TERLEWATKAN ATAU YANG INGIN dan bisa di cross check ulang jika waktu
DITAMBAHKAN memungkinkan.

Pemeriksaan Fisik
JANGAN LUPA MELAKUKAN PEMERIKSAAN RUTIN THT

Jika ada keluhan pada salah satu atau lebih pada THT
maka pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaan
secara menyeluruh pada Telinga, Hidung dan
Tenggorokan. Namun PEMERIKSAAN pada KELUHAN
UTAMA dilakukan yg pertama, lalu diikuti pemeriksaan
rutin lainnya.

PEMERIKSAAN PALATAL FENOMEN


Pemeriksaan Palatal Fenomen bukan pemeriksaan rutin, tetapi pemeriksaan atas indikasi. Artinya,
pemeriksaan palatal fenomen dilakukan untuk melihat adanya massa di nasofaring/ pembesaran
adenoid) Tergantung kasus

PALATAL FENOMEN (Persiapan alat : lampu kepala, spekulum hidung, pinset baionet, kapas steril,
ephedrin yang diencerkan
 Jika pd rinoskopi didapatkan oedem mukosa atau konka,lakukan aplikasi dengan cara
memasukkan kapas dipipihkan yang ditetesi ephedrine dengan pinset masukkan ke hidung
melalui spekulum. Ephedrin sebagai vasokonstriktor.
 Biarkan kapas ditinggal dalam hidung
 Setelah beberapa menit kapas dikeluarkan.
 Arahkan sinar lampu pada coanae/dinding nasofaring, kemudian penderita diminta untuk
mengucapkan “iiiiii” yang panjang.
 Perhatikan palatum molle:
+ bila tampak bergerak /cahaya lampu terang (massa (-))
- bila tidak bergerak, massa (+)
Sampaikan hasil
Mengucapkan Hamdallah dan menyampaikan hasil pemeriksaan
Mengucapkan terimakasih dan salam

95
PEMERIKSAAN RONGGA MULUT DAN FARING

ASPEK KETRAMPILAN YANG DILAKUKAN KETERANGAN


PEMERIKSAAN FARING
Salam dan informed consent Tujuan px : melihat laring secara langsung dengan
melihat bayangan laring pada cermin terlihat dari
sinar yang dipantulkan
Cuci tangan sebelum pemeriksaan
Pasien duduk santai dan kepala tidak
bersandar
Persiapan: Pasang lampu dengan benar
Alat:
Lampu kepala, Tangue spatel
Pasien membuka lebar mulut dengan santai
Sinar lampu diarahkan ke dalam faring Semprot analgesic topical pada dinding posterior
(orofaring) orofaring untuk mencegah reflek muntah
Pasien diminta menarik nafas dalam dan
panjang
Dengan tangue spatel, lidah pasien ditekan Kain kasa digunakan untuk memegang lidah
2/3 post ke bawah pasien dengan menggunakan tangan kiri
pemeriksa dan ditarik keluar
Kaca laring dipanaskan spiritus, lalu dicek Dinilai :
pada punggung tangan pemeriksa. Lalu Dinding belakang faring: warna hiperemis atau
letakkan dibelakang uvula dengan mengarah tidak, granulasi, post nasal drip
ke bawah (hipofaring) Massa

Fossa tonsil dan isinya


- fossa tonsil : abses +/- Epiglottis (radiks linguae)
- tonsil palatine : Valekula
•Hiperemis +/- Plika ari-epiglotika (lumen laring & rima glottidis,
•Kripte melebar +/- aritenoid kiri-kanan)
•Detritus +/- Pita suara (plika ventrikularis kanan/kiri)
•Permukaan rata +/- Sinus piriformis
•Pembesaran +/- Secret (commisura anterior & posterior)

WHO
ada caries dentis atau tidak? Pembengkakan
(udem) mukosa

c.) Pemeriksaan Penunjang

 alat endoskopi
 CT scan
 MRI nasopharing dan sekitarnya serta pemeriksaan laboratorium.

96
 Diagnosis pastinya adalah dengan biopsi jaringan nasopharing. Biopsi dapat dilakukan
dengan 2 cara, yaitu dari hidung atau dari mulut.
 Jika diperkirakan adanya lesi, tetapi tidak bisa dilihat langsung ataupun tidak bisa
dipalpasi, maka hal ini dapat diperiksa dengan nasopharingoskopi ataupun dengan
fiberoptik fleksibel ataupun juga dengan endoskopi rigid.
 Magnetic Resonance Image (MRI) adalah pilihan yang paling tepat untuk melihat
gambaran kanker nasopharing. Foto paru, USG hepar dan pemindaian tulang dengan
radioisotop (bone scanning) dilakukan untuk mendeteksi kemungkinan adanya
metastase pada organ-organ tersebut. Adanya metastasis dimanapun akan mengubah
stadium dan mempunyai konsekuensi terhadap tujuan penatalaksanaan dan
pengobatan.

7) Diagnosa Banding

1. Hiperplasia adenoid
2. Angiofibroma juenilis
3. Tumor sinus sphenooidalis
4. Neurofibroma
5. Tumor kelenjarr parotis
6. Chordoma
7. Menigioma basis kranii

8) Terapi

a.) Medikamentosa

a. Stadium I : Radioterapi.
b. Stadium II&III : Kemoradiasi (Roezin, 2010 dan National Cancer Institute 2011).
c. Stadium IV dengan N<6cm: Kemoradiasi.
d. Stadium IV dengan N>6cm: kemoterapi dosis penuh dilanjutkan kemoradiasi (Roezin, 2010).

a. Radioterapi
Radioterapi adalah pengobatan kanker yang menggunakan X-ray energi atau radiasi tipe lain untuk
memusnahkan sel kanker atau menghambat pertumbuhan sel kanker.
b. Kemoterapi
Pemberian kemoterapi diberikan dalam banyak siklus, dengan setiap periode diikuti dengan adanya
waktu istirahat untuk memberikan kesempatan tubuh melakukan recover. Siklus-siklus kemoterapi
umumnya berakhir hingga 3 sampai 4 minggu. Kemoterapi sering tidak dianjurkan bagi pasien yang
kesehatannya memburuk. Tetapi umur yang lanjut bukanlah penghalang mendapatkan kemoterapi.
Cisplatin merupakan obat yang paling sering digunakan untuk mengobati karsinoma nasofaring. Cisplatin
telah digunakan secara tunggal sebagai bagian dari kemoradiasi, tetapi boleh dikombinasikan dengan
obat lain, 5-fluorourasil (5-FU) jika diberikan setelah terapi radiasi. Beberapa obat lain boleh juga
berguna untuk mengobati kanker yang telah menyebar. Obat-obat ini termasuk: Carboplatin,
Oxaliplatin, Bleomycin, Methotrexate, Doxorubicin, Epirubicin, Docetaxel, dan Gemcitabine. Sering,
pengkombinasian 2 atau lebih obat-obat ini yang digunakan (American Cancer Society, 2011). Tetapi
berbagai macam kombinasi dikembangkan, yang terbaik sampai saat ini adalah kombinasi dengan Cis-
platinum sebagai inti (Roezin, 2010).

97
Kombinasi kemo-radioterapi dengan mitocyn C dan 5-fluorouracil oral setiap hari sebelum diberikan
radiasi yang bersifat “radiosensitizer” memperlihatkan hasil yang memberi harapan akan kesembuhan
total pasien karsinoma nasofaring.

Kemoterapi meliputi kemoterapi neodjuvan, kemoterapi adjuvan dan kemoradioterapi konkomitan.


Formula kemoterapi yang sering dipakai adalah : PF ( DDP + 5FU ), kaboplatin +5FU, paklitaksel +DDP,
paklitasel +DDP +5FU dan DDP gemsitabin , dll.

DDP : 80-100 mg/m2 IV drip hari pertama ( mulai sehari sebelum kemoterapi , lakukan hidrasi 3
hari )5FU : 800-1000 mg/m2/d IV drip , hari ke 1-5 lakukan infus kontinyu intravena.

Ulangi setiap 21 hari atau:Karboplatin : 300mg/m2 atau AUC = 6 IV drip, hari pertama.

5FU : 800-1000/m2/d IV drip , hari ke 1-5 infus intravena kontinyu. Ulangi setiap 21 hari.

c. Terapi bedah
Pembedahan diseksi leher radikal dilakukan terhadap benjolan di leher yang tidak menghilang pada
penyinaran (residu) atau timbul kembali setelah penyinaran selesai, tetapi dengan syarat tumor
induknya sudah hilang yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologik dan serologi, serta tidak adanya
ditemukan metastsis jauh. Juga dilakukan pada karsinoma nasofaring dengan diferensiasi agak tinggi
seperti karsinoma skuamosa grade I, II, adenokarsinoma, komplikasi radiasi (parasinusitis radiasi, dll)
b.) Non Medikamentosa

1. Meningkatkan kualitas hidup penderita

2. Menghilangkan nyeri dan keluhan berat lainnya. Menjaga keseimbangan fisik, psikologik, dan sosial
penderita

3.Membantu penderita agar dapat aktif sampai akhir hayatnya

dr. Budi

SIP No 222/K/02

jalan komodo no 123 semarang

Telp (024) 33445566

jam praktek : 08.00-09.00 setiap hari

Semarang, 05 maret 2016

R/ 5-fluorourasil (5-FU) Injeksi 10 ml Amp.I

s.i.m.m

R/Ondansetron tab 4 mg No X

sprntdd tab 1 (bila mual)

Pro : tn Ino (50thn)


98
Edukasi

1. Pasien kanker secara faal dan psikis menderita gangguan fungsi dengan derajat bervariasi. Oleh
karena itu diupayakan secara maksimal meningkatkan dan memperbaiki kualitas hidupnya.
2. Rehabilitas Psikis Pasien kanker nasofaring harus diberi pengertian bahwa pwnyakitnya
berpeluang untuk disembuhkan, uapayakan agar pasien secepatnya .pulih dari situasi emosi
depresi.
3. Rehabilitas Fisik.Setelah menjalani radioterapi, kemoterpi dan terapi lain, pasien biasanya
merasakan kekuatan fisiknya menurun, mudah letih, daya ingat menurun. Harus
memperhatikan suplementasi nutrisi , berolahraga fisik ringan terutama yang statis, agar tubuh
dan ketahanan meningkat secara bertahap.

9. Komplikasi dan Prognosis

Komplikasi

1.Petrosphenoid sindrom
2. Retroparidean sindrom
Tumor tumbuh ke depan kea rah rongga hidung kemudian dapat menginfiltrasi ke
3. Sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama getah bening atau darah, mengenaiorgan
tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering adalah tulang, hati dan paru. Hal
ini merupakan hasil akhir dan prognosis yang buruk. Dalam penelitian lain ditemukan
bahwa karsinoma nasofaring dapat mengadakan metastase jauh, ke paru-paru dan tulang,
masing-masing 20 %, sedangkan ke hati 10 %, otak 4 %, ginjal 0.4 %, dan tiroid 0.4 %.

prognosis

 Stadium kanker (apakah itu mempengaruhi bagian dari nasofaring, melibatkan


seluruh nasofaring, atau telah menyebar ke tempat lain dalam tubuh).
 Jenis kanker nasofaring.
 Ukuran tumor.
 Umur pasien dan kesehatan umum.

Contoh Skenario

Masuk seorang pasien laki-laki, 58 tahun, ke bangsal THT pada tanggal 11 September 2012 dengan

Keluhan utama: Pasien rencana kemoterapi ke-5 Ca Nasofaring St IVB

99

Anda mungkin juga menyukai