1
No Nama Pemeriksaan Fisik Jenis Pemeriksaan Keterangan
1. Pemeriksaan Telinga Luar Pemeriksaan Rutin harus dilakukan pada pasien yang mengalami
masalah dalam THT
2. Tes Garputala Pemeriksaan atas dilkukan jika ada kurang pendengaran/tuli
indikasi
3. Pemeriksaan rhinoskopi Pemeriksaan Rutin harus dilakukan pada pasien yang mengalami
anterior masalah dalam THT
4. Pemeriksaan Kelenjar limfe Pemeriksaan Rutin harus dilakukan pada pasien yang mengalami
Leher masalah dalam THT
5. Pemeriksaan Rongga mulut Pemeriksaan Rutin harus dilakukan pada pasien yang mengalami
dan orofaring masalah dalam THT
5. Palatal Phenomen Pemeriksaan atas untuk melihat adanya massa di nasofaring/
indikasi pembesaran adenoid) Tergantung kasus
indikasi massa nasofaring.
6. Pemeriksaan rhinoskopi Pemeriksaan atas Jarang dilakukan.
posterior indikasi
8. Pemeriksaan Diafanoskopi / Pemeriksaan atas Indikasi sinusitis.
Transiluminasi, indikasi
Dll.
(4A)
DEFINISI
KLASIFIKASI
Membentuk furunkel (radang folikel Tampak kulit liang telinga Tampak sisik menyerupai
rambut) karena 1/3 luar liang telinga hiperemis dan edema berbatas ketombe
mengandung folikel rambut, kelenjar tidak jelas
sebasea dan kelenjar serumen (bisul
kecil).
Kuman penyebab Staphylococcus Kuman penyebab golongan Merupakan predisposisi OE
aureus atau Staphylococcus albus Pseudomonas, Staphylococcus bakterialis. Jamur penyebab
albus, E.coli, atau terjadi sekunder Pityrosporum (menyebabkan
pada otitis media supuratif kronis. sisik), aspergilus / kandida lain.
Sebab lain udara yang panas dan
lembab.
2
ETIOLOGI (OE secara umum)
1. pH di liang telinga. Biasanya normal atau asam. Bila menjadi basa, proteksi terhadap infeksi
menurun.
2. Pada keadaan udara yang hangat dan lembab, kuman dan jamur mudah tumbuh.
3. Trauma ringan (ketika mengorek telinga) atau karena berenang yang menyebabkan perubahan
kulit karena kena air.
MANIFESTASI KLINIS
PEMERIKSAAN TERKAIT
ANAMNESIS
NO CHECK LIST KETERANGAN
1. Pembuka
- Bissmillah dan Salam
- Perkenalan diri
- Identitas Pasien (nama, usia, alamat, pekerjaan)
2. RPS
Keluhan utama OE Sirkumskripta :
Ada keluhan apa bu datang - Nyeri hebat tdk sesuai dgn besar bisul
kemari? - Nyeri saat membuka mulut
- Ada furunkel/bisul
- Hearing loss (tertutupi bisul)
OE Difusa :
- Nyeri tragus +
- Keluar Sekret berbau
- Hearing loss (jika liang telinga membengkak)
- Nyeri tekan dan pembesaran KGB (terkadang)
OTOMIKOSIS
- Rasa gatal telinga
- Rasa penuh di telinga
3
- Keluar sisik / ketombe
Jika tidak ada nyeri, hanya keluar cairan mukoserous, dengan
membran timpani intak OMA (otitis media akut)
3. Lokasi
Nyeri nya dibagian mana bu? Biasanya Telinga Unilateral
4. Onset dan Kronologi
Explore dari keluhan utama..
a. Nyeri nya sejak kapan pak? a. Otitis ekterna Onsetnya akut
b. Sekretnya bertambah b. Kronologi : abis berenang / abis korek* kuping
banyak? c. Terkait etiologi,
c. Bisa diceritakan sebelum OES : infeksi, trauma, perubahan pH
telinganya sakit apa yg ibu OED : suhu ekstrim, infeksi, trauma, perubahan pH.
lakukan? Otomikosis : kelembaban ekstrim dan kebersihan kurang
5. Kualitas
a. Nyerinya sampai a. OES : Sangat nyeri, tidak seimbang dengan besar bisul
mengganggu aktifitas? sampai mengganggu, takut telinganya disentuh
b. Sekretnya bagaimana? b. OED : Encer berbau
c. Otomikosis : sangat gatal
6. Kuantitas
Sekretnya banyak atau
tidak?
7. Faktor memperberat
/memperingan OE Sirkumskripta : pasien sangat takut jika telinganya dipegang
a. Kapan keluhan bertambah karena sangat nyeri. Dan bertambah berat saat membuka mulut
berat?
b. Sudah diberikan obat?
8. Keluhan lain
a. Apakah keluar sekret? a. Menderita batuk pilek terkadang erat kaitannya dengan
b. Apakah pendengaran OMA.
terasa terganggu? b. Menanyakan apakah ada gangguan pendengaran
c. Apakah telinga terasa merupakan salah satu point penting dalam anamnesis
berdenging? telinga.
d. Apakah menderita batuk
atau pilek?
9. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Sebelumnya pernah DM merupakan salah satu faktor penyulit kesembuhan, biasanya
mengalami gejala ini? dapat menimbulkan terjadinya OE Maligna.
b. Apakah ibu punya riwayat
DM?
10. Riwayat Penyakit Keluarga
Apakah keluarga ada yg mengalami
gejala yg sama?
11. Riwayat Lingkungan Sosial
a. Apakah ibu sering Swimming ear pada OE Difusa
mengorek-orek telinga?
b. Apakah ibu hobi
berenang?
4
i. INFORMED CONSENT Jika ada keluhan pada salah satu atau lebih pada THT
maka pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaan
“ibu, disini saya akan memeriksa telinga ibu untuk secara menyeluruh pada Telinga, Hidung dan
mengetahui apakah ada kelainan atau tidak. Tenggorokan. Namun PEMERIKSAAN pada KELUHAN
Pemeriksaan ini mungkin sedikit kurang nyaman, mohon UTAMA dilakukan yg pertama, lalu diikuti pemeriksaan
kerja sama nya ya bu…” rutin lainnya.
Mecari fokus dengan memicingkan mata kiri/ kanan, sinar dijatuhkan pada telapak tangan kiri/ kanan,
pada jarak kurang lebih 30 cm, sedangkan tangan yang lain mengatur lebar sinar lampu.
-Duduk berhadapan dengan penderita (paha luar pasien berhadapan dengan paha luar pemeriksa)
5
Pada saat pemeriksaan, langsung disebutkan sesuai yg dilihat, misal :
“tidak ada kelinan kongenital, tidak ada tanda peradangan, tidak ada sekret”
8. PALPASI
Apakah ada nyeri tekan tragus?
Apakah ada nyeri tarik auricular?
Otitis externa : nyeri tekan tragus dan atau nyeri tarik auricular
OMA dan OMK murni : nyeri tarik auricular tanpa nyeri tekan tragus
9. PERKUSI
Nyeri ketok dan tekan mastoid? MASTOIDITIS
10 OTOSKOPI
MATIKAN LAMPU KEPALA
Untuk telinga kanan : Tangan kiri, jari menariknya ke superoposterior / keatas dan
kebelakang. Dengan menarik daun telinga ke atas dan belakang, liang telinga menjadi lurus
dan akan mempermudah untuk melihat keadaan liang telinga dan membrane timpani.
Tangan kanan memasukkan otoskop ke dalam kanalis auditorius eksterna kemudian
dipegang dengan tangan kanan, ibu jari dan jari telunjuk mengamati telinga luar dan
sekitarnya. Memeriksa kanalis auditorius eksterna dan membrana timpani
Saat otoskopi, lampu kepala dimatikan dan dilepas dahulu
Yang dinilai :
- Tanda radang mukosa liang telinga
(furunkel,granulasi,radang difus,jamur)
- Korpus alienum/serangga
- Cairan/discharge pada liang telinga? Bila ada bagaimana
sifatnya (serous,mucous,purulen,sanguis)
- Serumen? Bila ada bagaimana konsistensinya
(cair,lunak,padat,keras), warna kuning : nanah, kehijauan : jamur
- Bila CAE kotor maka bersihkan dan irigasi sehingga bisa menilai kondisi membrane
timpani
- Menilai membran timpani
OE Sirkumskripta : ada furunkel
OE Difusa : liang telinga menyempit, tampak hiperemis, ada discharge yang berbau
v. TES GARPUTALA (TES PENALA) Pf. atas indikasi (jika ada gangguan telinga)
6
3. Pegang penala dibagian gagang dengan jari telunjuk dan ibujari tangan kanan (upayakan tidak
menyentuh penala terlalu banyak karena dapat menghambat getaran), jangan memegang garpu
(yg bercabang 2)
4. Ketukkan ke tumit sepatu atau benda keras yang dilapisi bantalan lunak (tidak boleh ke meja
kayu/besi tanpa bantalan : akan menyebabkan fibrasi berlebihan) atau yang umum digetarkan
dengan ibu jari dan jari telunjuk.
5. TEST WEBER (membandingkan hantaran tulang
kedua telinga)
Prinsip tes weber : garputala digetarkan kemudian
diletakan di garis tengah kepala (ubun2, dahi,
glabela, diantara incicivus, dagu), tanyakan
kepada penderita apakah bunyi terdengar sama
keras di kedua telinga atau terdengar lebih keras
di salah satu telinga.
Getarkan penala 512 hz
Tempatkan gagang penala tegak lurus pd garis
median kepala pasien (ubun-ubun, dahi,
glabella, incisivus, dagu di midline
Kemudian tanyakan pada pasien :
Apakah di tengah kepala?
Sama keras di kedua telinga
Terdengar lebih keras di salah satu telinga? Jika iya tanyakan lagi terdengar lebih keras di
kanan/kiri?
Catat jika ada lateralisasi
6. TEST RINNE
(membandingkan hantaran tulang dg hantaran udara)yaitu persepsi getaran AC dan BC
Getarkan penala 512 hz, tempatkan gagangnya tegak lurus di os. Mastoid (belakang telinga).
Minta pasien untuk memberi tanda jika sudah tidak terdengar getaran di os. Mastoid utk
menilai bone conduction (BC)
7
Bagian Garpu tidak boleh tersentuh oleh apapun, setelah digetarkan.
Jika sdh tdk mendengar, segera pindahkan 2,5-3cm di depan CAE dg arah tangkai sejajar
CAEmenilai air conduction (AC)
Tanyakan apakah pasien masih dapat mendengarkan
Jika masih dapat mendengar : tes rhine (+)
Jika sudah tidak dapat mendengar : tes rhine (-)
Lakukan prosedur yg sama masih pada telinga yg sama yaitu AC dulu baru BC
dengan Interpretasi :
Normal atau SNHL (Sensory Neural Hearing Lose) : test rhine positif
Tuli hantaran/ konduksi : test rhine negatif
7. TEST SWABACH
Membangdingkan kepekaan hantaran tulang BC penderita dengan pemeriksa (normal)
8
vi. PEMERIKSAAN RHINOSKOPI ANTERIOR Pf. Rutin
Posisi duduk:
Berhadapan dengan pasien, Bagian terluar paha bersinggungan dengan bagian terluar paha
INSPEKSI
-bentuk hidung
-warna kulit hidung
-massa ada hidung luar
PALPASI
Nyeri TEKAN area proyeksi ke 4 sinus
paranasal
PERKUSI
Nyeri KETOK area proyeksi ke 4 sinus
paranasal
Keterangan :
INSPEKSI
Yang diperhatikan ialah adanya
pembengkakan pada muka.
Pembengkakan dipipi sampai kelopak
mata bawah yang berwarna kemerah merahan mungkin menunjukan sinusitis maksila akut.
Pembengkakan di kelopak mata atas mungkin menunjukan sinusitis frontal akut. Sinusitis
etmoid akut jarang menyebabkan pembengkakan diluar, kecuali bila telah terbentuk abses.
PALPASI dan PERKUSI
Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk di gigi menunjukan adanya sinusitis maksila. Pada
sinusitis frontal terdapat nyeri tekan di dasar sinus frontal, yaitu pada bagian medial atap
orbita. Sinusitis etmoid menyebabkan rasa nyeri tekan didaerah kantus medianus.
3. PEMERIKSAAN HIDUNG BAGIAN DALAM /
RHINOSKOPI ANTERIOR
Pasang lampu kepala dengan benar
Posisikan pasien duduk santai tp tdk bersandar
Spekulum dipegang dengan tangan kiri untuk
memeriksa lubang hidung kanan.
Ujung spekulum menghadap ke luar
(ujung jari telunjuk pada ujung spekulum).
Tangan kanan untuk memfiksasi kepala pasien
dengan memegang tengkuk pasien.
Spekulum masuk lubang hidung (dalam keadaan
tertutup rapat), jari telunjuk pada cuping hidung
untuk fiksasi.
Spekulum dibuka dan sinar lampu diarahkan ke
9
rongga hidung (jari telunjuk pemeriksa pindah ke cuping hidung untuk fiksasi)
Membuka spekulum jika sudah didalam hidung, jika sudah selesai pemeriksaan tutup
spekulum baru ditarik keluar.
Yang dinilai:
- MUKOSA hiperemis / pucat
- SEPTUM septum deviasi
- KONKA hipertrofi
- MASSA massa
- CORPUS ALIENUM benda asing
- SEKRET ada/tidak, deskripsikan serous/mukoid/purulen
10
INSPEKSI DINDING POSTERIOR OROFARING
Mukosa : warna (hiperemis), granulasi, atrofi mukosa, post nasal drip.
9. Cuci tangan, penyampaian hasil, hamdalah, salam
INSPEKSI LEHER
Duduk berhadapan dengan pasien
PALPASI LEHER Kelenjar leher pada umunya baru teraba bila ada
pembesaran lebih dari 1 cm. Palpasi dilakukan
Pemeriksa berada DIBELAKANG PASIEN dengan posisi pemeriksa berada di belakang
penderita dan dilakukan secara sistematis/berurutan
Meraba kelenjar leher apa ada pembesaran >1cm dimulai dari submental terus kearah angulus
mandibula, sepanjang muskulus sterno kleido
mastoid, klavikula.
Identifikasi jika ada benjolan - Letak (uni / bilateral)
- Warna (sama dgn kulit sekitar / tidak)
- Fluktuasi (ada / tidak)
- Nyeri tekan
- Mobilitas (mobile . terfiksir)
- Ukuran (panjang lebar tinggi dalam cm)
- Permukaan (rata / berbenjol)
DIAGNOSA BANDING
a) Untuk mendapatkan diagnosis pasti dan menyingkirkan diagnosis banding yang lain terkadang
dibutuhkan pemeriksaan penunjang, sehingga pemeriksaan penunjang HARUS atas indikasi
b) DD : (jangan lupa penyebutan ONSET serta dekstra atau sinistranya)
- otitis eksterna akut sirkumskripta DEKSTRA / SINISTRA
- otitis eksterna akut difusa DEKSTRA / SINISTRA
- Otomikosis DEKSTRA / SINISTRA ditandai dengan rasa gatal penuh di liang telinga, menyerupai
ketombe
- keratosis obturans gumpalan epidermis diliang telinga yang disebabkan oleh terbentuknya sel
epitel yang berlebihan yang tidak bermigrasi kearah telinga luar, bilateral, usia muda
- kolesteatoma hanya pada 1 telinga, biasa diusia tua, erosi tulang posterior
11
TERAPI
R/ R/ R/
Bacitracin ungt 5g tube no.I Amoxicillin tab 500 mg No.XVII Klotrimazol ungt 5g tube no.I
S 4 dd ue S 3 dd tab 1 pc S 2 dd ue
Paracetamol tab 500 mg no.XV
S 3 dd tab 1 pc prn nyeri
12
OTITIS MEDIA (OM)
DEFINISI
Peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel
mastoid. OMA terjadi pada semua usia, tetapi lebih sering pada anak-anak usia 3 bulan - 3 tahun.
ETIOLOGI OMA
a. Kuman penyebab utama pada OMA ialah bakteri piogenik, seperti Streptokokus hemolitikus,
Stafilokokus aureus, Pneumokokus. Terkadang Hemofilus influenza, Esheria colli, Streptococcus
anhemoliticus, Proteus vulgaris dan Pseudomonas aurugenosa.
b. Hemofillus influenza sering ditemukan pada anak yang berusia di bawah 5 tahun.
c. Biasanya merupakan komplikasi dari Infeksi Saluran Pernapasan Atas (common cold)
virus/bakteri dari tenggorokan tuba eustachii/aliran darah telinga tengah.
d. OMA bisa juga karena sumbatan pada sinus atau tuba eustachii akibat alergi / pembesaran
adenoid.
13
(miringotomi) pada stadium ini, maka kemungkinan besar membran timpani akan ruptur dan
nanah keluar ke liang telinga luar.
v. Dengan melakukan miringotomi, luka insisi akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi
ruptur, maka lubang tempat ruptur (perforasi) tidak mudah menutup kembali.
4. Stadium Perforasi
i. Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi kuman yang
tinggi, maka dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga
tengah ke liang telinga luar.
ii. Anak yang tadinya gelisah sekarang menjadi tenang, suhu badan turun dan anak dapat tertidur
nyenyak. Keadaan ini disebut dengan otitis media akut stadium perforasi.
5. Stadium Resolusi
i. Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani perlahan-lahan akan normal
kembali.
ii. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan akhirnya kering.
iii. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi walaupun
tanpa pengobatan.
iv. OMA berubah menjadi OMSK bila perforasi menetap dengan sekret yang keluar terus menerus
atau hilang timbul.
v. OMA dapat menimbulkan gejala sisa (sequele) berupa Otitis Media Serosa bila sekret menetap
di kavum timpani tanpa terjadinya perforasi.
Letak perforasi
- daerah sentral (pars tensa) di seluruh tepi perforasi masih ada sisa membrane timpani.
- marginal sebagian tepi perforasi langsung berhubungan dengan annulus/sulkus timpanikum
- atik perforasi di pars di pars flaksida.
Jenis OMSK
- OMSK tipe benigna ( tipe mukosa = tipe aman )
Terbatas pada mukosa saja, biasanya tidak mengenai tulang.
14
Perforasi terletak di sentral.
Jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya.
Tidak terdapat kolesteatom.
- OMSK tipe maligna ( tipe tulang = tipe bahaya )
Disertai dengan kolesteatoma
Perforasi di marginal atau di atik
Kadang terdapat kolesteatoma pada OMSK dengan perforasi subtotal
Komplikasi berbahaya bisa timbul
Nama lain adalah Otitis media serosa, Otitis media musinosa, Otitis media efusi, Otitis media sekretoria,
Otitis media mucoid (glue ear).
- Otitis media dengan efusi
Cairan di telinga tengah, membrane timpani utuh tanpa tanda-tanda infeksi
- Otitis media serosa
Terdapat sekret non purulen di telinga tengah, membrane timpani utuh
Efusi encer
- Otitis media mucoid (glue ear)
Efusi kental seperti lem
Otitis media serosa terjadi terutama akibat adanya transudat atau plasma yang mengalir dari
pembuluh darah ke telinga tengah yang sebagian besar terjadi akibat adanya perbedaan
tekanan hidrostatik.
Otitis media mukoid, cairan yang ada di telinga tengah timbul akibat sekresi aktif dari kelenjar
dan kista yang terdapat di dalam mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, dan rongga mastoid.
Faktor yang berperan utama dalam keadaan ini adalah terganggunya fungsi tuba Eustachius.
Faktor lain yang dapat berperan sabagai penyebab adalah adenoid hipertrofi, adenoitis, sumbing
palaturn (cleft-palate), tumor di nasofaring, barotrauma, sinusitis, rinitis, defisiensi imunologik
atau metabolik. Keadaan alergik sering berperan sebagai faktor tambahan dalam timbulnya
cairan di telinga tengah (efusi di telinga tengah).
Otitis Media Efusi adalah keadaan dimana adanya cairan di telinga tengah baik berbentuk
nanah, sekret encer, ataupun sekret yang kental (mukoid/glue ear). Dengan kata lain Otitis
Media Efusi dapat berupa OMA (Otitis Media Akut), OMS (Otitis Media Serosa), atau OMM
(Otitis Media Mukoid/Glue Ear).
Otitis Media Serosa/ Otitis Media Sekretoria/Otitis Media Mukoid/ Otitis Media Efusi terbatas pada
keadaan dimana terdapat efusi dalam kavum timpani dengan membran timpani utuh tanpa tanda tanda
radang. Bila efusi tersebut berbentuk pus, membran timpani utuh dan disertai tanda tanda radang maka
disebut Otitis Media Akut (OMA).
15
C. BAROTRAUMA (AEROTITIS)
Barotrauma adalah keadaan dengan terjadinya perubahan tekanan yang tiba-tiba diluar telinga
tengah sewaktu di pesawat terbang atau menyelam, yang menyebabkan tuba gagal untuk membuka.
Apabila perbedaan tekanan melebihi 90 cmHg, maka otot yang normal aktivitasnya tidak mampu
membuka tuba. Pada keadaan ini terjadi tekanan negatif di rongga telinga tengah, sehingga cairan
keluar dari pembuluh darah kapiler mukosa dan kadang-kadang disertai dengan ruptur pembuluh darah,
sehingga cairan di telinga tengah dan rongga mastoid tercampur darah.
Keluhan pasien berupa kurang dengar, rasa nyeri dalam telinga, autofoni, perasaan ada air
dalam telinga dan kadang-kadang tinitus dan vertigo. Pengobatan biasanya cukup dengan cara
konservatif saja, yaitu dengan memberikan dekongestan lokal atau dengan melakukan perasat Valsalva
selama tidak terdapat infeksi di jalan napas atas. Apabila cairan atau cairan yang bercampur darah
menetap ditelinga tengah sampai beberapa minggu, maka dianjurkan untuk tindakan miringotomi dan
billa perlu memasang pipa ventilasi (Grommet).
Usaha preventif terhadap barotrauma dapat dilakukan dengan selalu mengunyah permen karet
atau melakukan perasat Valsalva. terutama sewaktu pesawat terbang mulai turun untuk mendarat.
Pada otitis media serosa akut sekret terjadi secara tiba-tiba di telinga tengah dengan disertai
rasa nyeri pada telinga. Lebih sering terjadi pada dewasa.
Otitis media serosa unilateral pada orang dewasa tanpa penyebab yang jelas harus selalu
dipikirkan kemungkinan adanya karsinoma nasofaring.
Kronis Sekret yang terbentuk secara bertahap tanpa rasa nyeri dengan gejala-gejala pada
telinga yang berlangsung lama. Lebih sering terjadi pada anak. Sekret pada otitis media serosa
kronik dapat kental seperti lem glue ear.
Otitis media serosa Kronik dapat juga terjadi sebagai gejala sisa dari otitis media akut (OMA) yang tidak
sembuh sempurna. Penyebab lain diperkirakan adanya hubungan dengan infeksi virus, keadaan alergi
atau gangguan mekanis pada tuba.
Gejalanya Tuli lebih menonjol (40-50 dB) karena adanya sekret kental atau glue ear. Pada anak anak
yang berumur 5 - 8 tahun keadaan ini sering diketahui secara kebetulan waktu dilakukan pemeriksaan
THT atau dilakukan uji pendengaran. Pada Otoskopi membran timpani utuh, retraksi, suram, kuning
kemerahan atau keabu-abuan.
16
Gejalanya berupa pendengaran berkurang dengan adanya riwayat infeksi telinga sebelumnya, terutama diwaktu
masih kecil. Pada Otoskopi gambaran membran timpani dapat bervariasi mulai dari sikatriks minimal, suram
sampai retraksi berat disertai bagian-bagian yang atrofi atau "timpanosklerosis plaque" (bagian membran timpani
yang menebal berwarna putih seperti lempeng kapur).
PEMERIKSAAN TERKAIT
17
PEMERIKSAAN FISIK Jika ada keluhan pada salah satu atau lebih pada THT
maka pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaan
i. INFORMED CONSENT secara menyeluruh pada Telinga, Hidung dan
ii. CUCI TANGAN Tenggorokan. Namun PEMERIKSAAN pada KELUHAN
iii. PERSIAPAN ALAT PASANG LAMPU KEPALA UTAMA dilakukan yg pertama, lalu diikuti pemeriksaan
iv. PEMERIKSAAN TELINGA rutin lainnya.
- kelainan
- kelainan - kelainan
congenital/tanda - kelainan
congenital/tanda congenital/tanda
peradangan ditelinga Normal congenital/tanda - kelainan
peradangan peradangan
luar Tidak ada peradangan congenital/tanda
ditelinga luar ditelinga luar
-keluar cairan terus sekret ditelinga luar peradangan
- Ada sekret yg -keluar cairan tiba-
menerus / hilang -keluar sekret ditelinga luar
keluar (pada tiba dari teling
timbul dari teling kental bertahap
stadium perforasi) tengah
tengah
OTOSKOPI
-membran timpani
utuh
-keadaan
-membran timpani -terdapat sikatrik
membran timpani -membran
utuh di teling tengah
bergantung pada timpani utuh
-ada perforasi -retraksi membran memban timpani baik itu sikatrik
stadium. kadang -ada cairan /
membran timpani timpani utuh, retraksi, minimal, suram
normal/ retraksi cairan yg
letaknya bisa di -ada gelembung suram, kuning sampai berat
-warna keruh bercampur
sentral/marginal/atik udara/permukaan kemerahan / -ada bagian
pucat/hiperemis darah di
cairan dlm cavum keabuan membran timpani
-bulging telinga
timpani menebal
(menonjol) / edem tengah
berwarna putih
/ ruptur
seperti lempeng
kapur
TES GARPU TALA
tuli konduktif
VALSAVA TEST
Positif /
bergantung Positif ( + ) Negatif ( - )
stadium
Pemeriksaan rinoskopi anterior
Pemeriksaan rongga mulut dan orofaring TETAP DILAKUKAN, NAMUN BISA SAJA NORMAL
Pemeriksaan KGB Leher
18
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- pemeriksaan BERA
DIAGNOSA BANDING
OMA, OMSK, Aerotitis, OM. Serosa akut, OM. Serosa kronik, OM. Adhesiva
TERAPI
Stadium oklusi : tetes OMSK Benigna : Pengobatan Tetes hidung, Pada kasus baru Jarang terjadi.
hidung HCL efedrin 0,5- toilet telinga, konservatif, antihistamin, diberikan
1% dlm larutan fisiologik antibiotik topikal valsava test, valsava, jika kombinasi
(klorampenikol), jika menetap menetap antihistamin-
Stadium antibiotik sistemik. selama beriminggu- dekongestan
presupurasi:Ampisilin, beberapa minggu dilakukan tetes hidung
tetes hidung, analgetik OMSK Maligna : minggu miringotomi dan selama 3 bulan
operasi miringotomi grommet
Stadium supurasi: / Grommet Pada kasus lama
miringotomi (insisi pars (memasang dilakukan
tensa MT agar sekret pipa miringotomi /
keluar) ventilasi) grommet
Menjaga Usaha
kebersihan telinga preventif
dengan
mengunyah
permen
karet dan
perasat
valsava
19
KOMPLIKASI
- Perforasi MT persisten
- Erosi tulang pendengaran
- Labirintis
- Meningitis
- Abses otak
SERUMEN PROP
(4A)
I. Definisi
Serumen adalah secret kelenjar sebasea, kelenjar seruminosa, epitel kulit yang terlepas dan
partikel debu yang terdapat pada bagian kartilaginosa liang telinga. Bila serumen ini berlebihan
maka dapat membentuk gumpalan yang menumpuk di liang telinga yang dikenal dengan
serumen prop.
Serumen Serumen
prop lunak
Serumen
keras
III. Etiologi
Adanya penumpukan serumen yang berlebihan pada liang telinga yang pada akhirnya
membentuk gumpalan yang menyumbat liang telinga sebagian atau seluruhnya.
Faktor Resiko :
1. Dermatitis kronik liang telinga luar
2. Liang telinga sempit
3. Produksi serumen banyak dan kering
4. Adanya benda asing di liang telinga
5. Kebiasaan mengorek telinga
20
V. Pemeriksaan :
a.) Anamnesis
21
obat untuk mengurangi keluhan
gejala yang bapak alami ?”
11. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
1. “Apakah pernah mengalami gejala
seperti ini sebelumnya ?sudah
pernah diberi obat apa pak ?”
12. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
1. “Apakah keluarga ada yang
mengalami gejala yang sama ?”
13. RIWAYAT LINGKUNGAN SOSIAL - Bisa dianalisa dari tempat tinggal,
Menanyakan riwayat sosial ekonomi pekerjaan, pendapatan dll
14. MENANYAKAN KEBIASAAN PRIBADI
1. “Apakah bapak sering merasakan
keluhan seperti sekarang ini ?”
2. “Berapa kali bapak mengorek
telinga dalam satu bulan ?”
15. MENANYAKAN APAKAH ADA YANG - Pastikan tidak ada informasi yang
TERLEWATKAN ATAU YANG INGIN terlewatkan dan bias di cross check ulang
DITAMBAHKAN jika waktu memungkinkan.
22
5. Bengkok
6. Pinset alligator
7. Aplikator
8. Kapas steril
9. Spuit disposable
10.Abocath no. 18 untuk anak-anak dan no.
14 untuk dewasa
11. Air hangat
12. Handuk
4. MENCUCI TANGAN DAN MEMAKAI APD Mencuci tangan sebelum pemeriksaan
SEBELUM PEMERIKSAAN
5. PEMERIKSAAN TELINGA BAGIAN LUAR A. Ada atau tidaknya telinga, ukuran telinga
1. INSPEKSI mikro/makro/normotia
A. Keberadaan dan ukuran B. Aurikula
telinga - ada/tidak kelainan kongenital fistel pre-
B. Aurikula aurikula, hemangioma
C. Liang telinga ada ataukah - ada/tidak tanda radang/sikatrik
tidak, ada penyempitan atau - tanda radang, fistel, abses retro aurikula
tidak C. ada/tidak secret yang keluar dari liang
D. Planum mastoid, apakah telinga pasien
terdapat benjolan atau
pembesaran
6. 2. PALPASI A. ada/tidak nyeri tekan pada tragus atau
“Kalau nanti terasa nyeri tolong nyeri tarik pada aurikula
bapak bilang ya…” B. ada/tidak nyeri ketuk atau tekan pada
A. Tragus planum mastoid
B. Planum mastoid
7. PEMERIKSAAN TELINGA BAGIAN DALAM Pemeriksaan telinga dilakukan dari telinga
Menjelaskan tujuan pemeriksaan dan TELINGA YANG SEHAT DULU
melakukan informed consent pasien. Cara pemeriksaan dengan otoskop :
1. “Saya akan melakukan beberapa Posisikan daun telinga dengan
pemeriksaan di bagian dalam menariknya kearah atas belakang
telinga bapak. Pemeriksaan (superoposterior) sehingga liang telinga
mungkin sedikit kurang nyaman, menjadi lurus dan akan mempermudah
mohon kerjasamanya ya pak….” melihat membrane timpani.
2. Menggunakan otoskop Posisi tangan :
Untuk memeriksa telinga kanan, maka
menarik daun telinga kanan dengan
tangan kiri dan bila memeriksa telinga kiri,
menarik daun telinga kiri dengan tangan
kanan.
Cara pegang otoskop :
Untuk memeriksa telinga kanan, otoskop
dipegang menggunakan tangan kanan dan
memeriksa telinga kiri, otoskop dipegang
menggunakan tangan kiri.
8. PENILAIAN TELINGA BAGIAN DALAM 1. ada/tidak tanda radang di liang telinga
(furunkel/ karbunkel/ radang difus/
jamur)
2. ada/tidak corpus alienum/ serangga ?
3. ada/tidak cairan/ discharge pada liang
telinga ? sifatnya serous, mucous,
23
purulent, sanguineus ?
4. ada/tidak serumen ? sifatnya cair, lunak,
padat, keras ?
Pada kasus serumen prop, pada
pemeriksaan otoskop biasanya
membrane timpani sudah dinilai karena
terhalang serumen, oleh karena itu perlu
dilakukan ekstraksi.
9. PEMERIKSAAN RONGGA MULUT dan 1. Serumen cair
OROFARING, hidung, dan KGB tetap Dengan aplikator yang sudah dibungkus
dilakukan setelah pemeriksaan telinga dengan kapas (pelajari caranya),
(lihat di bagian otitis). masukkan aplikator kapas perlahan ke
liang telinga kemudian aplikasikan ke
EKSTRAKSI SERUMEN serumen hingga bersih kemudian
Beritahukan kepada pasien tindakan apa keluarkan perlahan dan lepaskan kapas
yang akan dilakukan dan tujuannya. (pelajari cara melepaskannya).
“pak, saya akan mengeluarkan kotoran yang 2. Serumen lunak
ada di liang telinga bapak, mungkin akan Dengan serumen hak/sendok serumen,
terasa kurang nyaman, mohon masukkan kedalam liang telinga perlahan,
kerjasamanya ya pak . . .” masukkan menyusuri dinding posterior
PROSEDUR liang telinga dengan hak/sendok
Prosedur ekstraksi serumen didasarkan menghadap ke anterior kemudian kaitkan
pada jenis dan sifat serumen yang ke bagian tengah serumen tersebut dan
ditemukan pada liang telinga : tarik keluar perlahan.
1. Serumen cair 3. Serumen keras
2. Serumen lunak Sulit dilakukan ekstraksi diberikan
3. Serumen keras seruminolitik (ex: Forumen® 4x2 tetes
selama 2 hari / karbogliserin 10%) setelah
2 hari lakukan irigasi.
Irigasi
Dengan spuit* dan abocath* yang sudah
dipotong pendek yang berisi air hangat
lakukan irigasi dengan tangan dominan
dan tangan yang lain memfiksasi telinga
pasien. Lakukan irigasi hingga semua
serumen keluar dan minta tolong asisten
untuk memposisikan bengkok dibawah
telinga. Setelah selesai keringkan telinga
pasien dengan kapas aplikator.
10. PENUTUP
1. Mencuci tangan setelah
pemeriksaan
2. Menyampaikan bahwa prosedur
sudah selesai dilakukan pada
pasien
3. Mengucapkan terima kasih atas
kerja sama pasien
4. Mengucap salam
Peralatan irigasi :
!!! Anak-anak
Dewasa
24
: Dengan spuit 20 cc dan abocath ukuran 18
VIII. Edukasi
Memberitahu pasien atau keluarga untuk tidak mengorek telinga secara berlebihan
Memberitahu pasien atau keluarga untuk tidak memasukkan air atau apapun kedalam
telinga
Dianjurkan untuk membersihkan serumen pada telinga 6-12 bulan sekali
IX. Komplikasi dan Prognosis
Prognosis penyakit ini adalah bonam karena jarang menimbulkan kondisi klinis yang berat
X. Contoh Skenario
Seorang laki laki berusia 30 tahun datang ke praktek dokter umum swasta dengan
keluhan telinga sebelah kanan terasa mendengung dan kurang mendengar sejak 2 hari
yang lalu. Setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik telinga bagian luar dan
otoskopi didapatkan hasil bahwadi CAE didapatkan serumen dan membran timpani tidak
dapat dinilai. Lakukan prosedur ekstraksi serumen yang benar !
RHINITIS
(4A)
I. Definisi
(RHINITIS ALERGI)
Inflamasi pada membran mukosa hidung yang disebabkan oleh adanya alergen dengan
gejala bersin, rinore, gatal, tersumbat setelah mukosa terpapar alergen yang diperantarai IgE
(respon hipersensitivitas) (WHO-ARIA 2001)
Penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi sebelumnya yang
sudah tersensitasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika
terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut. (Von Pirquet, 1986)
25
(RHINITIS VASOMOTOR)
Rinitis vasomotor adalah salah satu bentuk rinitis kronik yang tidak diketahuipenyebabnya
(idiopatik), tanpa adanya infeksi, alergi, eosinofilia, perubahanhormonal, dan pajanan obat
(kontrasepsi oral, antihipertensi, B-bloker,aspirin,klorpromazin, dan obat topikal hidung
dekongestan). Rinitis non alergi danmixed rhinitis lebih sering dijumpai pada orang dewasa
dibandingkan anak-anak,lebih sering dijumpai pada wanita dan cenderung bersifat menetap.
II. Klasifikasi
ARIA = Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma (J Allergy Clin Immunol 2001; 108: S147-S334)
b. Rinitis influenza
Virus influenza A, Batau C berperan dalam penyakit ini.Tanda dan gejalanya mirip dengan
common cold.Komplikasi berhubungan dengan infeksi bakteri sering terjadi.
c. Rinitis eksantematous
Morbili,varisela,variola,danpertusis,sering berhubungan dengan rinitis, dimana didahului
dengan eksantema sekitar 2-3 hari. Infeksi sekunder dan komplikasi lebih sering dijumpai dan
lebih berat.
2. Rinitis Bakteri
a. Infeksi non spesifik
Rinitis bakteri primer. Infeksi ini tampak pada anak dan biasanya akibat dari infeksi
pneumococcus, streptococcus atau staphylococcus. Membran putih keabu-abuan yang
lengket dapat terbentuk di rongga hidung, dan apabila diangkat dapat menyebabkan
pendarahan / epistaksis.
Rinitis bakteri sekunder merupakan akibat dari infeksi bakteri pada rinitis viral akut.
26
b. Rinitis Difteri
Disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae, dapat berbentuk akut atau kronik dan
bersifat primer pada hidung atau sekunder pada tenggorokan. Harus dipikirkan pada
penderita dengan riwayat imunisasi yang tidak lengkap. Penyakit ini semakin jarang
ditemukan karena cakupan program imunisasi yang semakin meningkat.
3. Rinitis Iritan
Disebabkan oleh paparan debu, asap atau gas yang bersifat iritatif seperti ammonia,
formalin, gas asam dan lain-lain. Dapat juga disebabkan oleh trauma yang mengenai mukosa
hidung selama masa manipulasi intranasal, contohnya pada pengangkatan corpus alienum.
Pada rinitis iritan terdapat reaksi yang terjadi segera yang disebut dengan “immediate
catarrhalreaction” bersamaan dengan bersin, rinore, dan hidung tersumbat. Gejalanya dapat
sembuh cepat dengan menghilangkan faktor penyebab atau dapat menetap selama beberapa
hari jika epitel hidung telah rusak. Pemulihan akan bergantung pada kerusakan epitel dan infeksi
yang terjadi.
III. Etiologi
Rhinitis alergi disebabkan oleh adanya alergen yang
terhirup oleh hidung
RHINITIS
Rhinitis non-alergi disebabkan oleh faktor-faktor
pemicu tertentu :
rhinitis vasomotor idiopatik; sensitif terhadap fumes,
odors, temperature & atmospheric changes, irritant
1. Rhinitis alergi seasonal/musiman: alergen inhalan yang meningkat pada musim tertentu:
tepung sari, rerumputan (Bermuda grass), spora jamur (Aspergillus)
2. Rhinitis alergi pereneal: tungau debu rumah (D. Pteronyssinus), skuama binatang / bulu
binatang (kucing, anjing), kecoa, spora jamur (inhalan)
3. Susu, telur, ikan, keju, udang, kepiting, ikan laut (ingestan)
4. Alergen injektan: penisilin, sengatan lebah.
5. Alergen kontaktan: bahan kosmetik, perhiasan.
Satu macam alergen dapat merangsang lebih dari satu organ sasaran memberi gejala
campuran
27
IV. Patofisiologi
V. Manifestasi Klinis
(RHINITIS ALERGI)
Trias Rhinitis Alergi :
Bersin berulangkali
!!
Hidung berair (rhinorrhea)
Hidung tersumbat
Tenggorokan, hidung, kerongkongan gatal
Mata merah, gatal, berair Gatal
Post-nasal drip
Berair & bersin.
(RHINITIS VASOMOTOR)
1. Hidung tersumbat, bergantian kiri dan kanan tergantung posisi tidur pasien,memburuk pada pagi
!
hari dan jika terpajan lingkungan non-spesifik sepertiperubahan suhu atau kelembaban udara,
asap rokok, bau menyengat.
2. Rinore yang bersifat serosa atau mukus, kadang-kadang jumlahnya agakbanyak.
3. Bersin-bersin lebih jarang dibandingkan rinitis alergika.
4. Lebih sering terjadi pada wanita
28
VI. Pemeriksaan :
a.) Anamnesis
NO CHECK LIST KETERANGAN
1. MEMBUKA WAWANCARA - Salam
Menyapa pasien - Perkenalan diri
Memperkenalkan diri
“Assalamu’alaikum wr wb, selamat
pagi/siang/sore pak/bu/mbak/mas, saya dr.
Arterio.”
2. ANAMNESIS - Identitas Pasien (nama, usia, alamat,
Menanyakan identitas pasien pekerjaan)
1. Dengan bapak/ibu siapa ? - Pekerjaan/tempat tinggal untuk mendeteksi
2. Usia berapa bapak/ibu ? etiologi penyakit
3. Alamatnya dimana pak/bu ?
4. Bekerja dimana pak/bu ?
29
Keluhan Khas RHINITIS BAKTERI :
- Merupakan infeksi sekunder dari rhinitis virus
pada dewasa. Bisa menjadi INFEKSI PRIMER
pada anak-anak.
- Pada stadium prodromal biasa berlangsung
beberapa jam, hidung terasa panas, kering
dan gatal
- Hidung tersumbat, tetapi pasien merasa
nafasnya berbau
- Ingus mukopurulen
- Kadang berkrusta kehijauan
- Kadang disertai sakit kepala
- Terjadi bersin berulang ulang
- Kadang disertai demam
- Pada anak-anak biasa disertai adenoiditis.
30
1. “Apakah pernah mengalami gejala penyakit yang diderita, lebih mengerucutkan
seperti ini sebelumnya ?sudah pernah ke etiologi utama berdasar waktu terjadi dan
diberi obat apa pak ?” terapi yang sudah pernah diterima
12. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
2. “Apakah keluarga ada yang mengalami
gejala yang sama ?”
13. RIWAYAT LINGKUNGAN SOSIAL - Bisa dianalisa dari tempat tinggal, pekerjaan,
Menanyakan riwayat social ekonomi pendapatan dll
14. MENANYAKAN KEBIASAAN PRIBADI
1. “Apakah bapak sering terpajan dengan
zat . . . . . . (yang disinyalir menjadi
allergen) ?”
2. “Apakah bapak sering atau memiliki
alergi saat mengkonsumsi makanan
tertentu ?”
3. “Apakah hidung bapak sering buntu
jika pagi hari ?”
15. MENANYAKAN APAKAH ADA YANG - Pastikan tidak ada informasi yang terlewatkan
TERLEWATKAN ATAU YANG INGIN dan bias di cross check ulang jika waktu
DITAMBAHKAN memungkinkan.
Jika ada keluhan pada salah satu atau lebih pada THT
b.) Pemeriksaan terkait maka pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaan
secara menyeluruh pada Telinga, Hidung dan
PEMERIKSAAN HIDUNG Tenggorokan. Namun PEMERIKSAAN pada KELUHAN
UTAMA dilakukan yg pertama, lalu diikuti pemeriksaan
rutin lainnya.
NO CHECK LIST KETERANGAN
1. PEMERIKSAAN HIDUNG
Menjelaskan tujuan pemeriksaan dan
melakukan informed consent pasien.
1. “Saya akan melakukan beberapa
pemeriksaan pada hidung bapak untuk
menggali informasi tentang keluhan
bapak. Pemeriksaan mungkin kurang
nyaman, mohon kerjasamanya ya
pak….”
2. MEMPERSIAPKAN PASIEN Posisi pasien dan pemeriksa duduk berhadapan dan
Mengatur posisi pasien dan pemeriksa. saling bersilangan (paha kiri pasien bersinggungan
dengan paha kiri pemeriksa
3. MENYIAPKAN ALAT PEMERIKSAAN THT Alat :
1. Headlamp (sabuk bergerigi ada dibawah,
posisi lampu dibawah lingkar sabuk), arahkan
dan fokuskan cahaya lampu sesuai arah
pandangan mata pemeriksa
2. Spekulum hidung
4. MENCUCI TANGAN DAN MEMAKAI APD Mencuci tangan sebelum pemeriksaan dan
SEBELUM PEMERIKSAAN menggunakan hand schoen
5. PEMERIKSAAN HIDUNG BAGIAN LUAR
1. INSPEKSI
A. Bentuk hidung
31
B. Warna kulit hidung
C. Massa pada hidung luar
6. 2. PALPASI DAN PERKUSI 4 pasang sinus maxillaris :
A. Nyeri tekan area proyeksi ke 4 1. Sinus maxillaris, terletak simetris di pipi kanan
sinus paranasal dan kiri
B. Nyeri ketok area proyeksi ke 4 2. Sinus etmoidalis, terletak di dalam dan
sinus paranasal berbentuk rongga rongga seperti sarang
tawon
3. Sinus frontalis, terletak simetris memiliki
proyeksi letak diatas alis
4. Sinus sphenoidalis, letaknya ada di dalam
sehingga tidak bias diperiksa dari luar
7. PEMERIKSAAN HIDUNG BAGIAN DALAM Cara memegang spekulum hidung:
(RINOSKOPI ANTERIOR) Spekulum dipegang dengan tangan kiri untuk
Menjelaskan tujuan pemeriksaan dan memeriksa hidung kanan dan spekulum
melakukan informed consent pasien. dipegang tangan kanan untuk memeriksa
1. “Saya akan melakukan beberapa hidung kiri, dan tangan yang tidak memeriksa
pemeriksaan di bagian dalam hidung memegangi tengkuk pasien untuk memfiksasi
bapak. Pemeriksaan mungkin sedikit pergerakan kepala (pelajari lagi cara pegang
kurang nyaman, mohon kerjasamanya speculum yang benar). Atau spekulum
ya pak….” dipegang tangan dominan dan tangan lainnya
2. Menggunakan spekulum hidung fiksasi di bagian dagu pasien.
Cara penggunaan spekulum :
1. Spekulum masuk lubang hidung dalam
keadaan tertutup rapat, jari telunjuk
diletakkan di cuping hidung untuk fiksasi
2. Setelah masuk, spekulum dibuka
seperlunya hingga mendukung
pandangan, arahkan sinar lampu
headlamp
3. PENILAIAN HIDUNG BAGIAN DALAM
4. Setelah pemeriksaan selesai, spekulum
dikeluarkan dari lubang hidung dalam
posisi tidak menutup sempurna
5. Lakukan pemeriksaan yang sama pada sisi
hidung lainnya
8. PENILAIAN HIDUNG BAGIAN DALAM 1. Mukosa hidung : hiperemis / pucat
2. Septum nasi : Septum deviasi / normal
3. Konka : hipertrofi / tidak
4. Secret : ada/tidak, kemudian
deskripsikan konsistensinya
serous/mucous/purulent
5. Massa : ada massa / tidak, deskripsikan
jika terdapat massa
6. Corpus alienum : terdapat benda asing /
tidak
32
4. Konka hipertrofi
5. Bila ada kelainan yang tidak dapat terlihat
pada rhinoskopi anterior biasanya dilakukan
nasoendoskopi.
9. PENUTUP
1. Mencuci tangan setelah pemeriksaan
2. Menyampaikan hasil pemeriksaan
3. Mengucapkan terima kasih atas kerja
sama pasien
4. Mengucap salam
Telinga: oklusi tubae oleh karena mukosa oedem penurunan pendengaran, gembrebeg,
gatal ditelinga, rasa penuh di telinga.
!!!
Terdapat bayangan gelap di daerah bawah mata oleh karena stasis vena sekunder akibat
obstruksi hidung allergic shiner.
33
VII. Diagnosa Banding
34
(hipertrofi). Pemeriksaan lab:
kadangan ditemukan eosinofil
(sedikit), prick test biasanya
negatif, kadar IgE spesifik tidak
meningkat
difenhidramin, klorfeniramin,
siproheptadin.
i 2:
loratadin, cetirizine
b. Preparat simpatomimetik
35
golongan agonis alfa dapat
dipakai sebagai dekongestan
hidung oral dengan atau
tanpa kombinasi
antihistamin.
Dekongestan oral:
pseudoefedrin,
fenilpropanolamin, fenilefrin.
7. Terapi lainnya dapat
berupa operasi terutama
bila terdapat kelainan
anatomi,
selain itu dapat juga dengan
imunoterapi
VIII. Terapi:
a.) Medikamentosa
(ALERGI)
1. Terapi simtomatis
A. Antihistamin : Mekanisme inhibisi kompetitif pada lokasi reseptor histamin
Contoh :Tanolamin, Etilendiamin, alkilamine, fenotiozin, Siproheptadin,
Hidroksizin, Piperrazin
Efek samping : mengantuk, nafsu makan ↓, konstipasi, kekeringan membran mucosa,
kesulitan berkemih.
Anti histamin generasi kedua : Terfenadine, Astemizole, Coratadine, Cetirizin.
B. Dekongestan
Secara tunggal / kombinasi
C. Kortikosteroid
Mengurangi reaksi alergi dengan mencegah sel tubuh agar tidak berespon dengan histamin
mengurangi inflamasi dan hipereaktifitas hidung
oral / semprot
D. Natrium Kronolin
Diberikan intranasal
Menurunkan pelepasan zat mediator
36
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)RHINITIS ALERGI
Penatalaksanaan
1. Menghindari alergen spesifik
2. Pemeliharaan dan peningkatan kebugaran jasmani telah diketahui berkhasiatdalam
menurunkan gejala alergis
3. Terapi topikal dapat dengan dekongestan hidung topikal melalui semprot hidung.Obat
yang biasa digunakan adalah oxymetazolin atau xylometazolin, namunhanya bila hidung
sangat tersumbat dan dipakai beberapa hari (< 2 minggu)untuk menghindari rinitis
medikamentosa.
4. Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala sumbatan hidung akibat respons faselambat
tidak dapat diatasi dengan obat lain. Obat yang sering dipakai adalahkortikosteroid
topikal: beklometason, budesonid, flunisolid, flutikason,mometason furoat dan
triamsinolon.
5. Preparat antikolinergik topikal adalah ipratropium bromida yang bermanfaatuntuk
mengatasi rinorea karena aktivitas inhibisi reseptor kolinergik padapermukaan sel
efektor.
6. Terapi oral sistemik
a. Antihistamin
difenhidramin, klorfeniramin, siproheptadin.
(RHINITIS VASOMOTOR)
1. Non medikamentosa
Kauterisasi konka yang hipertofi dapat menggunakan larutan AgNO3 25% atautrikloroasetat
pekat.
2. Medikamentosa
a. Tatalaksana dengan terapi kortikosteroid topikal dapat diberikan, misalnyaBudesonide
1-2 x/hari dengan dosis 100-200 mcg/hari. Dosis dapatditingkatkan sampai 400
mcg/hari. Hasilnya akan terlihat setelah pemakaianpaling sedikit selama 2 minggu.
Saat ini terdapat kortikosteroid topikal barudalam aqua seperti Fluticasone
Propionate dengan pemakaian cukup 1x/hari dengan dosis 200 mcg selama 1-2
bulan.
37
E. Antikolinergik
b.) OPERATIF
Tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior), konkoplasti atau multiple
outfractured, inferior turbinoplasty perlu dipikirkan bila konka inferior hipertrofi berat dan
tidak berhasil dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO3 25% atau TCA.
c.) IMUNOTERAPI
Dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala yang berat dan sudah berlangsung lama serta
dengan pengobatan cara lain tidak memberikan hasil yang memuaskan. Lamanya
imunoterapi ± 3 tahun. Tujuan dari imunoterapi pembentukan IgG blocking antibody dan
penurunan IgE. Tidak menyembuhkan, tetap bisa kambuh; IgE bisa naik lagi, dan IgG bisa
turun lagi.Ada 2 metode imunoterapi yang umum yaitu intradermal dan sublingual.
38
IX. Edukasi
Edukasi: keberhasilan terapi didasarkan pada pemahaman pasien tentang riwayatalamiah
penyakit, faktor pencetus dan strategi dalam penanganan.
Seorang laki laki 19 tahun datang ke praktek dokter umum dengan keluhan hidung buntu sejak
semalam. Selain buntu, pasien juga merasakan gatal yang hebat pada daerah sekitar hidung dan
tenggorokan. Pasien mengeluh sering bersin bersin bila udara dingin dan pada saat bersih bersih di
kamar kosnya. Bila sudah begitu pasien harus segera ke dokter, karena jika tidak kepalanya jadi sakit.
Sakit dirasakan juga di daerah dahi dan di pipinya disertai badan panas. Lakukan kelola pasien yang
benar pada kasus !
39
RHINOSINUSITIS
(4A)
I. Definisi
Rinosinusitis adalah penyakit akibat peradangan pada mukosa sinus paranasal dan rongga
hidung. Dokter di pelayanan kesehatan primer harus memiliki Keterampilan yang memadai
untuk mendiagnosis, menatalaksana, dan mencegah berulangnya rinosinusitis. Tatalaksana
rinosinusitis yang efektif dari dokter di pelayanan kesehatan primer dapat meningkatkan
kualitas hidup pasien secara signifikan, menurunkan biaya pengobatan, serta mengurangi
durasi dan frekuensi absen kerja.
Rinosinusitis kronis adalah inflamasi mukosa hidung dan sinus paranasal yang dapat ditegakkan
berdasarkan riwayat gejala yang dideritasudah lebih dari 12 minggu, dan sesuai dengan 2
kriteria mayoratau 1 kriteria mayor ditambah 2 kriteria minor (Stankiewicz, 2001; Busquets,
2006; Soetjipto, 2006; Setiadi M, 2009).
Gejala Mayor: nyeri sinus, hidung buntu, ingus purulen, postnasal drip, gangguan penghidu,
Sedangkan Gejala Minor: nyeri kepala, nyeri geraham, nyeri telinga, batuk, demam, halitosis.
(Judith, 1996; Becker 2003; Soetjipto, 2006; Setiadi M, 2009).
Sinusitis
Paling sering mengenai sinus ethmoid dan maksilaris, jarang mengenai sinus frontal dan sangat
jarang mengenai sinus sfenoid.
II. Klasifikasi
Onset timbulnya gejala, dibagi menjadi:
a. Akut : < 12 minggu
b. Kronis : ≥ 12 minggu
III. Etiologi
Rinosinusitis dapat disebabkan oleh Alergi (musiman, perenial atau karena pekerjaan
tertentu), Infeksiseperti beberapa bakteri patogen yang sering ditemukan pada kasus kronis
adalah Stafilokokus 28%, Pseudomonas aerugenosa 17% dan S. aureus 30%. Ketiganya ini
mempunyai resistensi yang tinggi terhadap antibiotik, misalnya Pseudomonas aerugenosa
resisten terhadap jenis kuinolon.Jenis kuman gram negatifjuga meningkat padasinusitis kronis
demikian juga bakteri aerobik termasuk pada sinusitis dentogenik.Bakteri rinosinusitis kronis
paling sering adalah Peptococci, Peptostreptococci, Bacteriodes dan Fusobacteria (Weir dan
Wood, 1997; Soetjipto, 2000; Kahmis, 2009).
Rinosinusitis kronis juga dapat disebabkan oleh kelainan (Struktur anatomi, seperti variasi
KOM, deviasi septum, hipertrofi konka) atau Penyebab lain(idiopatik, faktor hidung, hormonal,
obat-obatan, zat iritan, jamur, emosi, atrofi) (Weir dan Wood, 1997).
40
Faktor Risiko
Keluhan atau riwayat terkait faktor risiko, terutama pada kasus rinosinusitis kronik,
penting untuk digali. Beberapa di antaranya adalah:
1. Riwayat kelainan anatomis kompleks osteomeatal, seperti deviasi septum
2. Rinitis alergi
3. Rinitis non-alergi, misalnya vasomotor, medikamentosa
4. Polip hidung
5. Riwayat kelainan gigi atau gusi yang signifikan
6. Asma bronkial
7. Riwayat infeksi saluran pernapasan atas akut yang sering berulang
8. Kebiasaan merokok
9. Pajanan polutan dari lingkungan sehari-hari
10. Kondisi imunodefisiensi, misalnya HIV/AIDS
11. Riwayat penggunaan kokain
IV. Patofisiologi
Kompleks ostiomeatal (KOM) atau celah sempit di etmoid anterior yang merupakan
serambi muka bagi sinus maksila dan frontal memegang peranan penting dalam terjadinya
sinusitis. Bila terdapat gangguan didaerah KOM seperti peradangan, udema atau polip maka hal
itu akan menyebabkan gangguan drainase sehingga terjadi sinusitis (Mangunkusumo, 2000).
Apabila terjadi udema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat
bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan, maka akan terjadi gangguan drainase dan ventilasi
sinus maksila dan frontal. Karena gangguan ventilasi, maka akan terjadi penurunan pH dalam
sinus, silia menjadi kurang aktif dan lendir yang diproduksi menjadi lebih kental sehingga
merupakan media yang baik untuk tumbuh kuman patogen (Busquets, 2006; Mangunkusumo,
1999; Nizar, 2000; Wilma, 2007).
Menurut Sakakura (1997), Patogenesis dari rinosinusitis kronis berawal dari adanya suatu
inflamasi dan infeksi yang menyebabkan dilepasnya mediator diantaranya vasoactive amine,
proteases, arachidonic acid metabolit, imune complex, lipolisaccharide dan lain-lain(Sakakura,
1997; Katsuhisa, 2001).
V. Manifestasi Klinis
Nyeri pada daerah sinus yang terkena
Sakit kepala
Nyeri pada penekanan proyeksi sinus
Gangguan penghidu
Bengkak dan oedem akibat periostitis
Sekret nasal
41
3. Rinoskopi anterior
b. Sekret mukopurulen. Bila sekret tersebut nampak pada meatus medius, kemungkinan sinus
yang terlibat adalah maksila, frontal, atau etmoid anterior. Pada sinusitis dentogenik, dapat pula
tidak beringus.
c. Kelainan anatomis yang mempredisposisi, misalnya: deviasi septum, polip nasal, atau
hipertrofi konka.
4. Rinoskopi posterior
Bila pemeriksaan ini dapat dilakukan, maka dapat ditemukan sekret purulen pada nasofaring.
Bila sekret terdapat di depan muara tuba Eustachius, maka berasal dari sinus-sinus bagian
anterior (maksila, frontal, etmoid anterior), sedangkan bila sekret mengalir di belakang muara
tuba Eustachius, maka berasal dari sinus-sinus bagian posterior (sfenoid, etmoid posterior).
5. Otoskopi
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi adanya komplikasi pada telinga, misalnya tuba
oklusi, efusi ruang telinga tengah, atau kelainan pada membran timpani (inflamasi, ruptur).
6. Foto polos sinus paranasal dengan Water’s view (AP / lateral), bila fasilitas tersedia.
Pada posisi ini, sinus yang dapat dinilai adalah maksila, frontal, dan etmoid. Temuan yang menunjang
diagnosis rinosinusitis antara lain: penebalan mukosa (perselubungan), air-fluid level, dan
opasifikasi sinus yang terlibat. Foto polos sinus tidak direkomendasikan untuk anak berusia di
bawah 6 tahun. Pada pasien dewasa, pemeriksaan ini juga bukan suatu keharusan, mengingat
diagnosis biasanya dapat ditegakkan secara klinis.
7. Laboratorium, yaitu darah perifer lengkap, bila diperlukan dan fasilitas tersedia.
42
VI. Pemeriksaan :
a.) Anamnesis
NO CHECK LIST KETERANGAN
1. MEMBUKA WAWANCARA - Salam
Menyapa pasien - Perkenalan diri
Memperkenalkan diri
“Assalamu’alaikum wr wb, selamat
pagi/siang/sore pak/bu/mbak/mas, saya dr.
Arterio.”
2. ANAMNESIS - Identitas Pasien (nama, usia, alamat,
Menanyakan identitas pasien pekerjaan)
1. Dengan bapak/ibu siapa ? - Pekerjaan/tempat tinggal bisa digunakan
2. Usia berapa bapak/ibu ? sebagai banyak pertimbangan
3. Alamatnya dimana pak/bu ?
4. Bekerja dimana pak/bu ?
43
2. “Apakah ada cairan yang keluar dari yang mengalami gangguan.
lubang hidung ?jika ya, seperti apa ?”
3. “Bagaimana nyeri yang timbul apakah
terus menerus atau spesifik saat
melakukan kegiatan ?”
7. MENANYAKAN KUANTITAS KELUHAN
8. MENANYAKAN FAKTOR PEMBERAT - Biasanya akan lebih terasa ketika bagian
1. “Kapan keluhan dirasa lebih proyeksi sinus paranasal mengalami
mengganggu ?” penekanan atau ketukan.
9. MENANYAKAN KELUHAN LAIN
1. “Apakah ada keluhan lain yang
dirasakan pak ?”
10. MENANYAKAN FAKTOR PERINGAN
1. “Apakah sudah pernah konsumsi obat
untuk mengurangi keluhan gejala yang
bapak alami ?”
11. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU Sebaiknya ditanyakan juga riwayat rhinitis pada pasien,
1. “Apakah pernah mengalami gejala karena biasanya pasien dengan sinusitis diawali
seperti ini sebelumnya ?sudah pernah dengan adanya kelainan berupa rhinitis alergika.
diberi obat apa pak ?”
12. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
1. “Apakah keluarga ada yang mengalami
gejala yang sama ?”
2. “Apakah dalam keluarga ada yang
memiliki riwayat alergi ?”
13. RIWAYAT LINGKUNGAN SOSIAL - Bisa dianalisa dari tempat tinggal, pekerjaan,
Menanyakan riwayat sosial ekonomi pendapatan dll
14. MENANYAKAN KEBIASAAN PRIBADI
1. “Apakah bapak sering merasakan
keluhan seperti sekarang ini ?”
2. “Berapa kali bapak mengalami keluhan
yang sama seperti sekarang ?”
3. “Apakah bapak sering terpapar zat
atau keadaan yang menyebabkan
bapak terkena alergi ?”
15. MENANYAKAN APAKAH ADA YANG - Pastikan tidak ada informasi yang
TERLEWATKAN ATAU YANG INGIN terlewatkan dan bias di cross check ulang
DITAMBAHKAN jika waktu memungkinkan.
44
Mengatur posisi pasien dan pemeriksa. saling bersilangan (paha kiri pasien bersinggungan
dengan paha kiri pemeriksa
3. MENYIAPKAN ALAT PEMERIKSAAN THT Alat :
1. Headlamp (sabuk bergerigi ada dibawah,
posisi lampu dibawah lingkar sabuk), arahkan
dan fokuskan cahaya lampu sesuai arah
pandangan mata pemeriksa
2. Spekulum hidung
4. MENCUCI TANGAN DAN MEMAKAI APD Mencuci tangan sebelum pemeriksaan dan
SEBELUM PEMERIKSAAN menggunakan hand schoen
5. PEMERIKSAAN HIDUNG BAGIAN LUAR
1. INSPEKSI
A. Bentuk hidung
B. Warna kulit hidung
C. Massa pada hidung luar
6. 2. PALPASI DAN PERKUSI 4 pasang sinus maxillaris :
C. Nyeri tekan area proyeksi ke 4 1. Sinus maxillaris, terletak simetris di pipi kanan
sinus paranasal dan kiri
D. Nyeri ketok area proyeksi ke 4 2. Sinus etmoidalis, terletak di dalam dan
sinus paranasal berbentuk rongga rongga seperti sarang
tawon
3. Sinus frontalis, terletak simetris memiliki
proyeksi letak diatas alis
4. Sinus sphenoidalis, letaknya ada di dalam
sehingga tidak bias diperiksa dari luar
7. PEMERIKSAAN HIDUNG BAGIAN DALAM Cara memegang spekulum hidung:
(RINOSKOPI ANTERIOR) Spekulum dipegang dengan tangan kiri untuk
Menjelaskan tujuan pemeriksaan dan memeriksa hidung kanan dan spekulum
melakukan informed consent pasien. dipegang tangan kanan untuk memeriksa
1. “Saya akan melakukan beberapa hidung kiri, dan tangan yang tidak memeriksa
pemeriksaan di bagian dalam hidung memegangi tengkuk pasien untuk memfiksasi
bapak. Pemeriksaan mungkin sedikit pergerakan kepala (pelajari lagi cara pegang
kurang nyaman, mohon kerjasamanya speculum yang benar). Atau spekulum
ya pak….” dipegang tangan dominan dan tangan lainnya
2. Menggunakan spekulum hidung fiksasi di bagian dagu pasien.
Cara penggunaan spekulum :
1. Spekulum masuk lubang hidung dalam
keadaan tertutup rapat, jari telunjuk
diletakkan di cuping hidung untuk fiksasi
2. Setelah masuk, spekulum dibuka
seperlunya hingga mendukung
pandangan, arahkan sinar lampu
headlamp
3. PENILAIAN HIDUNG BAGIAN DALAM*
4. Setelah pemeriksaan selesai, spekulum
dikeluarkan dari lubang hidung dalam
posisi tidak menutup sempurna
5. Lakukan pemeriksaan yang sama pada sisi
hidung lainnya
8. PENILAIAN HIDUNG BAGIAN DALAM 1. Mukosa hidung : hiperemis / pucat
2. Septum nasi : Septum deviasi / normal
3. Konka : hipertrofi / tidak
45
4. Secret : ada/tidak, kemudian
deskripsikan konsistensinya
serous/mucous/purulent
5. Massa : ada massa / tidak, deskripsikan
jika terdapat massa
6. Corpus alienum : terdapat benda asing /
tidak
PEMERIKSAAN TELINGA, RONGGA MULUT dan OROFARING, dan KGB tetap dilakukan.
Pemeriksaan radiologi
A. Foto rontgen sinus paranasal
Pemeriksaan radiologik yang dapat dibuat antara lain: Waters, PA dan Lateral. Tepi
mukosa sinus yang sehat tidak tampak pada foto rontgen, tetapi jika ada infeksi
tepimukosa akan tampak karena udema permukaan mukosa. Permukaan mukosa
yang membengkak dan udema tampak seperti suatu densitas yang paralel dengan
dinding sinus (Ballenger, 1997; Mangunkusumo dan Rifki, 2000).
B. CT-Scan (Computer Tomography) sinus paranasal
Sinus maksila, rongga hidung, septum nasi dan konka terlihat pada penampang CT-
Scan aksial dan koronal. Pada sinusitis dengan komplikasi, CT-Scan adalah cara yang
terbaik untuk memperlihatkan sifat dan sumber masalah (Ballenger, 1997). CT-Scan
koronal dari sinus paling baik untuk pembedahan, memberikan visualisasi yang baik
tentang anatomi rongga hidung, komplek osteomeatal, rongga-rongga sinus dan
struktur-struktur yang mengelilinginya seperti orbita, lamina kribiformis, dan kanalis
optikus. Obstruksi anatomi pada komplek osteomeatal dan kelainan-kelainan gigi
akan terlihat jelas (Ballenger, 1997).
46
Nasoendoskopi
Nasoendoskopi ini akan mempermudah dan memperjelas pemeriksaan karena dapat
melihatbagian-bagian rongga hidung yang berhubungan dengan faktor lokal penyebab
sinusitis (Ballenger, 1997). Pemeriksaan nasoendoskopi dapat melihat adanya kelainan
septum nasi, meatus media, konkamedia dan inferior, juga dapat mengetahui adanya
polip atau tumor (Ballenger, 1997).
VIII. Terapi
a.) Medikamentosa
Antibiotika
Meskipun tidak memegang peran penting, antibiotika dapatdiberikan sebagai terapi
awal.Pilihan antibiotika harus mencakup β-laktamase seperti pada terapisinusitis akut lini ke
II, yaitu amoksisillin klavulanat atau ampisillin sulbaktam, sefalosporin generasi kedua,
makrolid, klindamisin.Jika ada perbaikan antibiotik diteruskan mencukupi 10 – 14 atau lebih
jika diperlukan (Weir, 1997; Soetjipto, 2000; Ahmed, 2003; Kennedy, 2006; Dubin MG dan
Liu C, 2007).
Jika tidak ada perbaikan dapat dipilih antibiotika alternatif seperti siprofloksasin,
golongan kuinolon atau yang sesuai dengan kultur. Jika diduga ada bakteri anaerob, dapat
diberi metronidazol (Soetjipto, 2000).
Dekongestan
Dekongestan berperan penting sebagai terapi awal mendampingi
antibiotik.Dekongestanoral menstimulasi reseptor α-adrenergik dimukosa hidung dengan
efek vasokontriksi yang dapat mengurang keluhan sumbatan hidung, meningkatkan
diameter ostium dan meningkatkan ventilasi (Soetjipto, 2000; Dubin MG dan Liu C, 2007).
Preparat yang umum adalah pseudoefedrinedan phenylpropanolamine. Karena efek
peningkatan tekanan darah tinggi dan penyakit jantung harus dilakukan dengan hati-hati
(Soetjipto, 2000).
Antihistamin
Alergi berperan sebagai penyebab sinusitis kronis pada lebih dari 50% kasus,
karenanya penggunaan antihistamin justru dianjurkan, demikian juga kemungkinan
imunoterapi (Soetjipto, 2000; Dubin MG dan Liu C, 2007; Yuan LJ dan Fang SY, 2008). Karena
antihistamin generasi pertama mempunyai efek antikolinergik yang tinggi, generasikedua
lebih disukai seperti azelastine, acrivastine,cetirizine, fexofenadinedan loratadine (Soetjipto,
2000).
Kortikosteroid
Kortikosteroid, ada 2 jenis kortikosteroid, yaitu kortikosteroid topical dan
kortikosteroid oral, kortikosteroid topikal mempunyai efek lokal terhadap bersin, sekresi
lendir, sumbatan hidung dan hipo/anosmia. Penemuannya merupakan perkembangan
besar dalam pengobatan rinitis dan sinusitis (Soetjipto, 2000).
Sedangkan kortikosteroid oral dapat mencapai seluruh rongga sinus.Terapi singkat
selama duaminggu sudah efektif menghilangkan beberapa keluhan. Preparat oraldapat
diberikan mendahului yang topikal, obat oral dapat membuka sumbatan hidung terlebih
dahulu sehingga distribusi obat semprot merata (Soetjipto, 2000)
47
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Rinosinusitis Akut (RSA)
Tujuan penatalaksanaan RSA adalah mengeradikasi infeksi, mengurangi severitas dan durasi
gejala, serta mencegah komplikasi. Prinsip utama tatalaksana adalah memfasilitasi drainase
sekret dari sinus ke ostium di rongga hidung. Tatalaksana RSA dapat dilihat dalam gambar
Algoritma tatalaksana RSA.
Kriteria Rujukan
Pada kasus RSA, rujukan segera ke spesialis THT dilakukan bila:
1. Terdapat gejala dan tanda komplikasi, di antaranya: Edema / eritema periorbital, perubahan
posisi bola mata, Diplopia, Oftalmoplegia, penurunan visus, sakit kepala yang berat,
pembengkakan area frontal, tanda-tanda iritasi meningeal, kelainan neurologis fokal
2. Bila tidak terjadi perbaikan pasca terapi adekuat setelah 10 hari (RSA viral),hari (RSA pasca
viral), dan 48 jam (RSA bakterial).
Rinosinusitis Kronis
Strategi tatalaksana RSK meliputi identifikasi dan tatalaksana faktor risiko serta pemberian KS
intranasal atau oral dengan / tanpa antibiotik. Tatalaksana RSK dapat dilihat pada Algoritma
tatalaksana RSK.
Kriteria Rujukan
Rujukan ke spesialis THT dilakukan apabila:
1. Pasien imunodefisien
2. Terdapat dugaan infeksi jamur
3. Bila rinosinusitis terjadi ≥ 4 kali dalam 1 tahun
4. Bila pasien tidak mengalami perbaikan setelah pemberian terapi awal yang adekuat
setelah 4 minggu.
5. Bila ditemukan kelainan anatomis ataupun dugaan faktor risiko yang memerlukan
tatalaksana oleh spesialis THT, misalnya: deviasi septum, polip nasal, atau tumor.
48
IX. Edukasi
Konseling dan Edukasi :
1. Pasien dan atau keluarga perlu mendapatkan penjelasan yang adekuat mengenai penyakit
yang dideritanya, termasuk faktor risiko yang diduga mendasari.
2. Dokter bersama pasien dapat mendiskusikan hal-hal yang dapat membantu mempercepat
kesembuhan, misalnya:
a. Pada pasien perokok, sebaiknya merokok dihentikan. Dokter dapat membantu pasien
berhenti merokok dengan melakukan konseling (dengan metode 5A) atau anjuran
(metode pengurangan, penundaan, atau cold turkey, sesuai preferensi pasien).
b. Bila terdapat pajanan polutan sehari-hari, dokter dapat membantu memberikan anjuran
untuk meminimalkannya, misalnya dengan pasien menggunakan masker atau ijin kerja
selama simtom masih ada.
c. Pasien dianjurkan untuk cukup beristirahat dan menjaga hidrasi.
d. Pasien dianjurkan untuk membilas atau mencuci hidung secara teratur dengan larutan
garam isotonis (salin).
B. Kelainan Orbita
Disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatandengan mata (orbita).Yang paling sering ialah
sinusitis etmoid, kemudian sinusitis frontal dan maksila (Hilger, 1997; Mangunkusumo dan Rifki,
2000).Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum.Variasi yang
dapat timbul ialah udema palpebra, selulitis orbita, abses subperiostal, abses orbitadan
selanjutnya dapat terjadi trombosis sinus kavernosus (Hilger, 1997; Mangunkusumo dan Rifki,
2000).
C. Kelainan Intrakranial
Dapat berupa meningitis, abses ektradural, abses otak dan trombosis sinus kavernosus
(Mangunkusumo dan Rifki, 2000; Dhingra, 2007).
D. Kelainan Paru
Seperti bronkitis kronis dan brokiektasis.Adanya kelainan sinus paranasal disertai denga kelainan
paru ini disebut sinobronkitis.Selain itu dapat juga timbul asma bronkial (Mangunkusumo dan
Rifki, 2000).
PROGNOSIS
Rinosinusitis Akut
1. Ad vitam : Bonam
2. Ad functionam : Bonam
3. Ad sanationam : Bonam
49
Rinosinusitis Kronis
1. Ad vitam : Bonam
2. Ad functionam : Dubia ad bonam
3. Ad sanationam : Dubia ad bonam
Seorang wanita berusia 24 tahun datang ke tempat praktek dokter umum diantar oleh
orang tuanya. Pasien mengeluh hidung buntu sudah 2 hari yang lalu. Selain itu pasien juga
mengeluh kadang keluar cairan encer dari hidung dan sakit kepala. Sebelumnya pasien
juga sering bersin bersin jika beraktivitas di pagi hari. Lakukan pengelolaan yang tepat pada
pasien tersebut !
50
FURUNKEL PADA HIDUNG
(4A)
I. Definisi
Furunkel adalah infeksi dari kelenjar sebasea atau folikel rambut hidung yang melibatkan
jaringan subkutan. Biasanya disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Penyakit ini memiliki
insidensi yang rendah. Belum terdapat data spesifik yang menunjukkan prevalensi furunkel.
Furunkel umumnya terjadi paling banyak pada anak-anak, remaja sampai dewasa muda.
II. Etiologi
Staphylococcus Aureus
III. Patofisiologi
Permukaan kulit normal rusak oleh iritasi, tekanan, gesekan, hyperhidrosis, dermatitis,
dermatofitosis menjadi port de entrySthapylococcus Aureus, kemudian terjadi peradangan pada
folikel rambut pada kulit sehingga terjadi folikulitis yang menyebar ke jaringan sekitar yang
menimbulkan pus.
Faktor Risiko
1. Sosio ekonomi rendah
2. Higiene personal yang buruk
3. Rinitis kronis, akibat iritasi dari sekret rongga hidung.
4. Kebiasaan mengorek rhinitis bagian dalam hidung.
V. Pemeriksaan
a.) Anamnesis
NO CHECK LIST KETERANGAN
1. MEMBUKA WAWANCARA - Salam
Menyapa pasien - Perkenalan diri
Memperkenalkan diri
“Assalamu’alaikum wr wb, selamat
pagi/siang/sore pak/bu/mbak/mas, saya dr.
Arterio.”
2. ANAMNESIS - Identitas Pasien (nama, usia, alamat,
Menanyakan identitas pasien pekerjaan)
1. Dengan bapak/ibu siapa ? - Pekerjaan/tempat tinggal untuk mendeteksi
2. Usia berapa bapak/ibu ? etiologi penyakit
3. Alamatnya dimana pak/bu ?
4. Bekerja dimana pak/bu ?
3. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Keluhan Khas :
51
Keluhan utama - Mengeluh ada benjolan didalam hidung yang
“Ada keluhan apa bapak/bu datang kemari ?” mengganggu, kadang disertai rasa nyeri
- Kadang terdapat keluhan rhinitis (hidung
tersumbat, bersin-bersin, rasa gatal)
4. MENANYAKAN LOKASI Gejala bisa unilateral atau bilateral. Paling sering
“Nyeri/gejala nya di bagian mana pak/bu ? furunkel berada di bagian lateral vestibulum pada
bagian yang terdapat vibrisseae(rambut hidung)
5. Menanyakan onset dan kronologi JIKA DISERTAI DENGAN RHINITIS (UNTUK
1. “Gejala sudah dirasakan sejak kapan MENGETAHUI AKUT / KRONIK)
pak/bu ?” 1. Intermitten : gejala timbul kurang dari 4 hari
2. “Apakah gejala bertambah berat/parah dalam seminggu atau kurang dari 4 minggu
dibandingkan pertama kali timbul ? setiap terjadi kekambuhan
2. Persisten : gejala timbul lebih dari 4 hari atau
lebih dari 4 minggu setiap terjadi
kekambuhan
52
1. “Dirumah tinggal dengan siapa saja ?”
2. “Apakah keluarga ada yang mengalami
gejala yang sama ?”
3. “Apakah di keluarga dulu pernah ada
yang mengeluhkan sakit yang sama ?”
13. RIWAYAT LINGKUNGAN SOSIAL - Bisa dianalisa dari tempat tinggal, pekerjaan,
Menanyakan riwayat social ekonomi pendapatan dll
- Sosial ekonomi rendah dan hygiene yang
buruk menjadi salah satu factor resiko
terjadinya penyakit ini
14. MENANYAKAN KEBIASAAN PRIBADI - Terlalu sering mengorek hidung dapat
(jika rhinitis mengacu ke alergika) menyebabkan iritasi mukosa hidung
1. “Apakah bapak sering terpajan dengan
zat . . . . . . (yang disinyalir menjadi
allergen) ?”
2. “Apakah bapak sering atau memiliki
alergi saat mengkonsumsi makanan
tertentu ?”
3. “Apakah hidung bapak sering buntu
jika pagi hari ?”
4. “Seberapa sering bapak
membersihksn/ mengorek hidung ?”
15. MENANYAKAN APAKAH ADA YANG - Pastikan tidak ada informasi yang terlewatkan
TERLEWATKAN ATAU YANG INGIN dan bias di cross check ulang jika waktu
DITAMBAHKAN memungkinkan.
Jika ada keluhan pada salah satu atau lebih pada THT
maka pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaan
secara menyeluruh pada Telinga, Hidung dan
Tenggorokan. Namun PEMERIKSAAN pada KELUHAN
UTAMA dilakukan yg pertama, lalu diikuti pemeriksaan
b.) Pemeriksaan terkait
rutin lainnya.
Pemeriksaan Fisik
Pada lubang hidung tampak furunkel. Paling sering terdapat pada lateral vestibulum nasi yang
mempunyai vibrissae (rambut hidung).
NO CHECK LIST KETERANGAN
1. PEMERIKSAAN HIDUNG
Menjelaskan tujuan pemeriksaan dan
melakukan informed consent pasien.
1. “Saya akan melakukan beberapa
pemeriksaan pada hidung bapak untuk
menggali informasi tentang keluhan
bapak. Pemeriksaan mungkin kurang
nyaman, mohon kerjasamanya ya
pak….”
2. MEMPERSIAPKAN PASIEN Posisi pasien dan pemeriksa duduk berhadapan dan
Mengatur posisi pasien dan pemeriksa. saling bersilangan (paha kiri pasien bersinggungan
dengan paha kiri pemeriksa
3. MENYIAPKAN ALAT PEMERIKSAAN THT Alat :
1. Headlamp (sabuk bergerigi ada dibawah,
posisi lampu dibawah lingkar sabuk), arahkan
dan fokuskan cahaya lampu sesuai arah
53
pandangan mata pemeriksa. (jangan lupa
kendor-kencangkan penguncinya ya)
2. Spekulum hidung
4. MENCUCI TANGAN DAN MEMAKAI APD Mencuci tangan sebelum pemeriksaan dan
SEBELUM PEMERIKSAAN menggunakan hand schoen
5. PEMERIKSAAN HIDUNG BAGIAN LUAR
1. INSPEKSI
A. Bentuk hidung
B. Warna kulit hidung
C. Massa pada hidung luar
6. 2. PALPASI DAN PERKUSI 4 pasang sinus maxillaris :
A. Nyeri tekan area proyeksi ke 4 1. Sinus maxillaris, terletak simetris di pipi kanan
sinus paranasal dan kiri
B. Nyeri ketok area proyeksi ke 4 2. Sinus etmoidalis, terletak di dalam dan
sinus paranasal berbentuk rongga rongga seperti sarang
tawon
3. Sinus frontalis, terletak simetris memiliki
proyeksi letak diatas alis
4. Sinus sphenoidalis, letaknya ada di dalam
sehingga tidak bias diperiksa dari luar
7. PEMERIKSAAN HIDUNG BAGIAN DALAM Cara memegang spekulum hidung:
(RINOSKOPI ANTERIOR) Spekulum dipegang dengan tangan kiri untuk
Menjelaskan tujuan pemeriksaan dan memeriksa hidung kanan dan spekulum
melakukan informed consent pasien. dipegang tangan kanan untuk memeriksa
1. “Saya akan melakukan beberapa hidung kiri, dan tangan yang tidak memeriksa
pemeriksaan di bagian dalam hidung memegangi tengkuk pasien untuk memfiksasi
bapak. Pemeriksaan mungkin sedikit pergerakan kepala (pelajari lagi cara pegang
kurang nyaman, mohon kerjasamanya speculum yang benar). Atau spekulum
ya pak….” dipegang tangan dominan dan tangan lainnya
2. Menggunakan spekulum hidung fiksasi di bagian dagu pasien.
(PEMERIKSAAN SPEKULUM Cara penggunaan spekulum :
DILAKUKAN PADA HIDUNG YANG 1. Spekulum masuk lubang hidung dalam
SEHAT DULU) keadaan tertutup rapat, jari telunjuk
diletakkan di cuping hidung untuk fiksasi
2. Setelah masuk, spekulum dibuka
seperlunya hingga mendukung
pandangan, arahkan sinar lampu
headlamp
3. PENILAIAN HIDUNG BAGIAN DALAM
4. Setelah pemeriksaan selesai, spekulum
dikeluarkan dari lubang hidung dalam
posisi tidak menutup sempurna
5. Lakukan pemeriksaan yang sama pada sisi
hidung lainnya
8. PENILAIAN HIDUNG BAGIAN DALAM 1. Mukosa hidung : hiperemis / pucat
2. Septum nasi : Septum deviasi / normal
3. Konka : hipertrofi / tidak
4. Secret : ada/tidak, kemudian
deskripsikan konsistensinya
serous/mucous/purulent
5. Massa/ benjolan : ada massa / tidak,
deskripsikan jika terdapat massa
54
6. Corpus alienum : terdapat benda asing /
tidak
55
MOTION SICKNESS / MABUK
PERJALANAN
(4A)
I. Definisi
Motion sickness disebut juga kinetosis atau mabuk perjalanan, adalah keadaan dimana
seseorang mengalami keadaan tidak nyaman yang merupakan kumpulan gejala seperti mual,
muntah dan pusing yang dialami saat melakukan perjalanan.Motion sickness sebenarnya
berdasar dari kegagalan tubuh terutama system vestibular dalam menyesuaikan keseimbangan
tubuh dengan pergerakan.
II. Etiologi
Disregulasi 3 sensori (system vestibular, system penglihatan dan proprioseptif) yang
mengkoordinasikan posisi tubuh
Risk Factor
1. Perempuan lebih sering terkena gangguan motion sickness
2. Penderita migraine
3. Anak anak usia 2-12 tahun lebih sering terkena gangguan
III. Patofisiologi
Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa konflik berasal dari dua organ penting
keseimbangan yaitu mata dan koklea di telinga dalam menyesuaikan diri terhadap
kecepatan yang berbeda ketika terjadinya gerakan. Mata menyesuaikan diri secara cepat
sedangkan telinga dalam lebih lama.Sampai kedua organ ini menyesuaikan diri dan menetapkan
sinyal yang indentik untuk dikimkan ke otak maka kekacauan pemusatan perhatian terhadap
posisi tubuh dapat terjadi.Penyakit ini dapat diprovokasi oeh gerakan yang tiba-tiba seperti
saat berada diperjalanan yang tidak rata, penerbangan yang berputar, dan pelayaran
yang bergelombang.
56
IV. Manifestasi Klinis
1. Sindroma mual.
2. Gangguan epigastrik seperti rasa tidak nyaman epigastrik, mual dan muntah.
3. Gejala-gejala pada kulit seperti pucat, keringat dingin, mulut kering.
4. Gejala-gejala SSP seperti sakit kepala, mengantuk, rasa tegang dimata, dan lesu.
V. Pemeriksaan
a.) Anamnesis
57
“Ada keluhan apa bapak/bu datang kemari ?” - Mual
- Kadang disertai muntah
- Keringat dingin
- Pandangan kabur
4. MENANYAKAN LOKASI - Biasanya pusing
“Nyeri/gejala nya di bagian mana pak/bu ? - Mual dan muntah perut
5. Menanyakan onset dan kronologi KRONOLOGI SANGAT DITEKANKAN
1. “Gejala sudah dirasakan sejak kapan - Biasanya keluhan diawali setelah melakukan
pak/bu ?” perjalanan menggunakan kendaraan
2. “Apakah gejala bertambah berat/parah darat/laut/udara
dibandingkan pertama kali timbul ? - Keadaan bertambah parah jika dilanjutkan
perjalanan, lebih enak digunakan beristirahat
atau tiduran
6. MENANYAKAN KUALITAS KELUHAN Biasanya sangat mengganggu apabila disertai
1. “Apakah gejalanya mengganggu dengan muntah
aktivitas ?”
58
berhadapan berlawanan dengan arah
jalannya kendaraan ?”
2. “apakah bapak/ibu sering
mengkonsumsi makanan yang berbau
menyengat sebelum bepergian ?”
3. “apakah bapak/ibu sering merasakan
pusing jika naik kendaraan ?”
15. MENANYAKAN APAKAH ADA YANG - Pastikan tidak ada informasi yang terlewatkan
TERLEWATKAN ATAU YANG INGIN dan bias di cross check ulang jika waktu
DITAMBAHKAN memungkinkan.
- Tes Romberg
1. Sebelum melakukan tes Romberg, pastikan pasien melepas alas kaki
2. Pemeriksa selalu berada di dekat pasien dan mengawasi dengan seksama
3. Pasien diminta berdiri tegap dengan kedua telapak kaki merapat dan berhimpitan
4. Posisi kedua tangan bisa disamping badan atau dijulurkan lurus kedepan
5. Pertama instruksikan pasien membuka mata
6. Setelah itu instruksikan pasien untuk menutup mata
7. Interpretasi : Tes Romberg positif jika pada saat dilakukan tes, pasien bergoyang atau
pasien terjatuh. Tes Romberg negative jika pasien berdiri tegap dan tidak mengalami
goyangan.
- Tandem gait
1. Pasien diminta melepas alas kaki sebelum dilakukan pemeriksaan
2. Pemeriksa menyiapkan sebuah garis lurus yang berada di lantai ruang pemeriksaan, atau
bisa memanfaatkan garis ubin, atau bisa menggunakan lakban yang ditempel memanjang
membentuk garis lurus
3. Pasien diinstruksikan untuk berdiri tegap dan kedua tangan berada disamping badan,
berdiri di salah satu ujung garis lurus
59
4. Posisi pemeriksa selalu dekat dengan pasien untuk mengawasi apabila pasien terjatuh
5. Pertama, pasien dengan mata terbuka, berjalan lurus mengikuti garis yang berada di
lantai, dengan cara meletakkan tumit salah satu kaki diujung depan berhimpitan dengan
kaki lainnya, secara bergantian kedua kaki melangkah kedepan
6. Kedua, pasien dengan mata tertutup, berjalan lurus mengikuti garis yang berada di lantai,
dengan cara meletakkan tumit salah satu kaki diujung depan berhimpitan dengan kaki
lainnya, secara bergantian kedua kaki melangkah kedepan.
7. Selama pemeriksaan, pemeriksa mengawasi lurus atau tidaknya langkah pasien, goyangan
dan keseimbangan tubuh pasien
VII. Terapi
a.) Medikamentosa
- Dimenhydrinate dosis dewasa 50-100 mg 3-4 kali sehari, anak 25-50 mg 2-3 kali sehari
- Dramaminedosis dewasa 50-100 mg 3-4 kali sehari, anak 25-50 mg 2-3 kali sehari
b.) Non Medikamentosa
- Mengurangi gerakan berlebihan pada kepala dan badan saat perjalanan
- Memfokuskan pandangan pada satu titik dan tidak melihat pada benda yang sama sama
juga bergerak
- Rileks untuk mengurangi ketegangan dan cemas
VIII. Edukasi
Untuk pasien dan keluarga yang mudah mengalami motion sickness, disarankan :
1. Apabila bepergian dengan mobil ambil posisi dimana pandangan mata searah dengan arah
gerakan tubuh. Hindari menghadap ke belakang atau menyamping.
2. Jangan membaca saat di perjalanan.
3. HIndari bau bauan yang kuat, makanan bercita rasa tajam sebelum perjalanan.
4. Minum obat anti emetic atau konsumsi jahe.
60
TONSILITIS
(AMANDEL)
(4A)
1. Definisi
Tonsilitis adalah peradangan amandel/mandel (tonsila palatine). Secara klinis peradangan ini ada yang
akut (baru), ditandai dengan nyeri menelan (odinofagi), dan tidak jarang disertai demam. Sedangkan
yang sudah kronis (lama) biasanya tidak nyeri menelan, tapi jika ukurannya cukup besar (hipertrofi) akan
menyebabkan sesulitan menelan (disfagia).
2. Klasifikasi
3. Etiologi
4. Manifestasi Klinis
Pada pemeriksaan juga akan nampak tonsil membengkak, hiperemis, dan terdapat detritus
berbentuk folikel, lacuna akan tertutup oleh membrane semu. Kelenjar submandibula membengkak
dan nyeri tekan.
61
5. Px Terkait
Anamnesis
62
untuk mengurangi keluhan gejala yang
bapak alami ?”
11. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU - Bisa digunakan untuk mengetahui klasifikasi
2. “Apakah pernah mengalami gejala penyakit yang diderita, lebih mengerucutkan
seperti ini sebelumnya ?sudah pernah ke etiologi utama berdasar waktu terjadi dan
diberi obat apa pak ?” terapi yang sudah pernah diterima
12. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
3. “Apakah keluarga ada yang mengalami
gejala yang sama ?”
13. RIWAYAT LINGKUNGAN SOSIAL - Bisa dianalisa dari pola makan, tempat tinggal,
Menanyakan riwayat social ekonomi pekerjaan, pendapatan dll
14. MENANYAKAN KEBIASAAN PRIBADI -
4. “Apakah bapak sering mengkonsumsi
gorengan dan makanan tidak sehat
yang lain) ?”
5. apakah bapak sering mengkonsumsi es
dan makanan makanan gurih seperti
gorengan dll?
15. MENANYAKAN APAKAH ADA YANG - Pastikan tidak ada informasi yang terlewatkan
TERLEWATKAN ATAU YANG INGIN dan bisa di cross check ulang jika waktu
DITAMBAHKAN memungkinkan.
63
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Faring
Pemeriksaan Penunjang
64
6) DD
6) Terapi
Jika penyebabnya adalah bakteri, diberikan antibiotik per oral selama 10 hari. Jika
anak mengalami kesulitan menelan bisa diberikan dalam bentuk suntikan.
Penisilin V 1,5 juta IU 2 x sehari selama 5 hari atau 500 mg 3 x sehari.
Pilihan lain adalah eritromisin 500 mg 3 x sehari atau amoksisilin 500 mg 3 x sehari
yang diberikan selama 5 hari. Dosis pada anak : eritromisin 40 mg/kgBB/ hari,
amoksisilin 30 – 50 mg/kgBB/hari.
Tak perlu memulai antibiotik segera, penundaan 1 – 3 hari tidak meningkatkan
komplikasi atau menunda penyembuhan penyakit.
suntikan benzatin penisilin 1,2 juta unit intramuskuler jika diperkirakan pengobatan orang
tidak adekuat.
65
dr. Budi
SIP No 222/K/02
Stdd tab I pc
Non Medikamentosa
Terapi istirahat
Minum cukup
minum hangat
66
Indikasi tonsilektomi:
1. Serangan tonsillitis lebih dari tiga kali per tahun walaupun telah mendapatkan terapi yang
adekuat
2. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan pertumbuhan
orofasial
3. Sumbatan jalan napas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan napas, sleep apnea,
gangguan menelan, gangguan berbicara, dan cor pulmonale
4. Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak berhasil dengan
pengobatan
5. Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan
6. Tonsillitis berulang yang disebankan oleh bakteri grup A Streptococcus β hemoliticus
7. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan
8. Otitis media efusa/otitia media supuratif
Prognosis
Gejala tonsilitis akibat radang biasanya menjadi lebih baik sekitar 2 atau 3 hari setelah pemberian
antibiotik. Dapat berulang hingga menjadi kronis bila faktor predisposisi tidak dihindari.
Contoh Skenario
Seorang wanita 35 tahun bekerja sebagai sinden datang ke poli umum RS dengan hoarseness terutama
bila berbicara lama, keluhan ini dirasakan sejak kurang lebih 4 bulan. Penderita memiliki riwayat
pengobatan batuk lama yang tidak sembuh sembuh, sering keluar keringat dingin pada malam hari,
berat badan penderita turun 1 tahun terakhir. Sudah berobat ke puskesmas tetapi tidak ada perubahan.
Hasil pemeriksaan dokter didapatkan stridor inspirasi. Pada pemeriksaan laringoscopy indirect
ditemukan mukosa laring hiperemis dan oedem. Dokter menyarankan untu dirujuk ke bagian THT.
67
LARINGITIS
LARINGITIS (4A)
(4A)
1) Definisi
Laringitis adalah peradangan yang terjadi pada pita suara karena terlalu banyak digunakan, karena iritasi
atau karena adanya infeksi. Pita suara adalah suatu susunan yang terdiri dari tulang rawan, otot dan
membran mukosa yang membentuk pintu masuk dari batang tenggorok (trachea).
2) Klasifikasi
Laringitis Akut
Pada laringitis akut biasanya penyebabnya oleh infeksi virus. Infeksi bakteri difteri juga dapat menjadi
penyebabnya, tapi hal ini jarang terjadi.
Laringitis Kronik
Kasus yang sering terjadi pada laringitis kronis termasuk juga iritasi yang terus
menerus terjadi karena penggunaan alkohol yang berlebihan, banyak merokok
atau asam dari perut yang mengalir kembali ke dalam kerongkongan dan
tenggorokan, suatu kondisi yang disebut gastroesophageal reflux disease (GERD).
68
Laringitis kronis adalah inflamasi dari membran mukosa laring yang berlokasi di
saluran nafas atas, bila terjadi kurang dari 3 minggu dinamakan akut dan disebut
kronis bila terjadi lebih dari 3 minggu.
3) Etiologi
4) Patofisiologi
Adanya obstruksi akut jalan napas berhubungan dengan anatomi dan perubahan
dinamis jalan napas
Infeksi virus mulai dari nasofaring epitel→silia saluran nafas trakea dan laring->
radang difus, kemerahan, udem dan ditutupi oleh eksudat.→terjadi
penghambatan sal. udara dan pernapasan
↓
aliran udara, mobilitas pita suara terganggu dan iritasi subglotis→ suara parau
1. Suara menjadi parau bahkan sampai tidak bersuara sama sekali (afoni).
2. Sesak nafas dan stridor
3. Nyeri tenggorokan seperti nyeri ketika menalan atau berbicara.
4. Gejala radang umum seperti demam, malaise
5. Batuk kering yang lama kelamaan disertai dengan dahak kental
6. Gejala commmon cold seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga sulit menelan,
sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk dan demam dengan temperatur
yang tidak mengalami peningkatan dari 38 derajat celsius.
7. Gejala influenza seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga sulit menelan, sumbatan
hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk, peningkatan suhu yang sangat berarti yakni
lebih dari 38 derajat celsius, dan adanya rasa lemah, lemas yang disertai dengan nyeri
diseluruh tubuh .
8. Pada pemeriksaan fisik akan tampak mukosa laring yang hiperemis, membengkak
terutama dibagian atas dan bawah pita suara dan juga didapatkan tanda radang akut
dihidung atau sinus paranasal atau paru
6) Pemeriksaan :
a.) Anamnesis
70
4. MENANYAKAN LOKASI Gejala pada tenggorokan
“Nyeri/gejala nya di bagian mana pak/bu?
5. Menanyakan onset dan kronologi Untuk menentukan klasifikasi akut atau kronis
1. “Gejala sudah dirasakan sejak
kapan pak/bu ?”
2. “Apakah gejala bertambah
berat/parah dibandingkan
pertama kali timbul ?
6. MENANYAKAN KUALITAS KELUHAN
1. “Apakah gejalanya mengganggu
aktivitas?”
7. MENANYAKAN KUANTITAS KELUHAN
1.Nyeri nya kadang-kadang atau
setiap saat?
2.Bagaimana demamnya?
3.Apakah batuknya terus
menerus?
8. MENANYAKAN FAKTOR PEMBERAT - Bisa digunakan untuk mengidentifikasi
1. “Kapan keluhan dirasa lebih penyebab utama keluhan timbul. Bisa
mengganggu ?” dikaitkan dengan riwayat gaya hidup, pola
makan, dan lingkungan pasien
9. MENANYAKAN KELUHAN LAIN - Batuk kronis terutama pada malam hari
1. “Apakah bapak merasa batuk terus - Stridor karena adanya laringospasme bila
terusan terutama pada malam hari?” sekret terdapat disekitar pita suara
2. Apakah bapak merasakan sesak napas?
3. apakah bapak merasa suara bapak
serak?
10. MENANYAKAN FAKTOR PERINGAN
“Apakah sudah pernah konsumsi obat
untuk mengurangi keluhan gejala yang
bapak alami ?”
11. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU pasien mengatakan pernah mengalami infeksi pada
1. “Apakah pernah mengalami gejala saluran
seperti ini sebelumnya ?sudah tenggorokan dan pernah menjalani perawatan di RS.
pernah diberi obat apa pak ?”
2. Penggunaan obat-obatan seperti
diuretik, antihipertensi,
antihistamin yang dapat
menimbulkan kekeringan pada
mukosa dan lesi pada mukosa.
71
2) Apakah bapak memiliki kebiasaan
merokok?
3) Apakah bapak sering makan makanan
gorengan, makanan yang mungkin
kebersiahannya kurang terjaga?
15. MENANYAKAN APAKAH ADA YANG - Pastikan tidak ada informasi yang terlewatkan
TERLEWATKAN ATAU YANG INGIN dan bisa di cross check ulang jika waktu
DITAMBAHKAN memungkinkan.
Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
2. GCS
3. Tanda Vital ( tekanan darah, nadi, respirasi, suhu)
4. Kesadaran
NB: Pada anamnesis biasanya didapatkan gejala demam, malaise, batuk, nyeri telan, ngorok saat tidur,
yang dapat berlangsung selama 3 minggu, dan dapat keadaan berat didapatkan sesak nafas, dan anak
dapat biru-biru. Pada pemeriksaan fisik, anak tampak sakit berat, demam, terdapat stridor inspirasi,
sianosis, sesak nafas yang ditandai dengan nafas cuping hidung dan/atau retraksi dinding dada,
frekuensi nafas dapat meningkat, dan adanya takikardi yang tidak sesuai dengan peningkatan suhu
badan merupakan tanda hipoksia
72
PEMERIKSAAN PENUNJANG
7) Diagnosa Banding
8) Terapi :
a.) Medikamentosa
Parasetamol atau ibuprofen / antipiretik jika pasien ada demam, bila ada gejala pain killer dapat
diberikan obat anti nyeri / analgetik, hidung tersumbat dapat diberikan dekongestan nasal seperti
fenilpropanolamin (PPA), efedrin, pseudoefedrin, napasolin dapat diberikan dalam bentuk oral ataupun
spray.Pemberian antibiotika yang adekuat yakni : ampisilin 100 mg/kgBB/hari, intravena, terbagi 4 dosis
atau kloramfenikol : 50 mg/kgBB/hari, intra vena, terbagi dalam 4 dosis atau sefalosporin generasi 3
73
(cefotaksim atau ceftriakson) lalu dapat diberikan kortikosteroid intravena berupa deksametason
dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3 dosis, diberikan selama 1-2 hari
b) Non Medikamentosa
dr. Budi
SIP No 222/K/02
Stdd tab I pc
Edukasi
a. Menjaga daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makan bergizi dan olahraga teratur.
b. Menghentikan merokok.
c. Mengistirahatkan pasien berbicara dan bersuara atau tidak bersuara berlebihan.
d. Menghindari makanan yang mengiritasi seperti makanan pedas dan minum es.
Komplikasi
1. Pneumonia
2. Bronkhitis
Prognosis pada umumnya dubia ad bonam.
74
Contoh Skenario
Seorang pasien RS. M.jamil Padang bernama Nn.M berusia 35 tahun mengeluh suaranya hilang Nn.M ini
sehari-hari bekerja sebagai penyanyi di klub. Awalnya Nn.M merasa tenggorokannya kering, nyeri ketika
menelan dan berbicara serta batuk kering yang lama-kelamaan batuknya berdahak kental, disertai
demam yang sudah berlangsung sekitar 3 minggu. Nn.M mengeluh tidak nafsu makan karena sakit
ketika menelan, dan Nn.M susah tidur karena rasa gatal ditenggorokan disertai batuk
FARINGITIS
(4A)
1) Definisi
Faringitis adalah suatu peradangan pada tenggorokan (faring).Fringitis adalah peradangan pada mukosa
faring.Faringitis (dalam bahasa Latin; pharyngitis), adalah suatu penyakit peradangan yang menyerang
tenggorok atau faring. Kadang juga disebut sebagai radang tenggorok.
2) Klasifikasi
75
3) Etiologi
Banyak microorganism yang dapat menyebabkan faringitis, virus (40-60%) bakteri (5-40%). Respiratory
viruses merupakan penyebab faringitis yang paling banyak teridentifikasidengan Rhinovirus (±20%) dan
coronaviruses (±5%). Selain itu juga ada Influenza virus,Parainfluenza virus, adenovirus, Herpes simplex
virus type 1&2, Coxsackie virus A,cytomegalovirus dan Epstein-Barr virus (EBV). Selain itu infeksi HIV
juga dapat menyebabkan terjadinya faringitis. Faringitis yang disebabkan oleh bakteri biasanya oleh
grup S.pyogenes dengan 5-15% penyebab faringitis pada orang dewasa. Group A streptococcus
merupakan penyebab faringitis yang utama pada anak-anak berusia 5-15 tahun, ini jarang ditemukan
pada anak berusia <3tahun. Bakteri penyebab faringitis yang lainnya (<1%) antara lain Neisseria
gonorrhoeae, Corynebacterium diptheriae, Corynebacterium ulcerans, Yersinia eneterolitica dan
Treponema pallidum, Mycobacterium tuberculosis. Faringitis dapat menular melalui droplet infection
dari orang yang menderita faringitis.
4) Patofisiologi
76
5) Manifestasi Klinis
6) Pemeriksaan
a.) Anamnesis
77
tidak?
4. Berapa lama rasa lemah letih
lesu timbul?
15. MENANYAKAN APAKAH ADA YANG - Pastikan tidak ada informasi yang terlewatkan
TERLEWATKAN ATAU YANG INGIN dan bisa di cross check ulang jika waktu
DITAMBAHKAN memungkinkan.
78
b.) Pemeriksaan terkait
79
Fossa tonsil dan isinya
- fossa tonsil : abses +/- Epiglottis (radiks linguae)
- tonsil palatine : Valekula
•Hiperemis +/- Plika ari-epiglotika (lumen laring & rima glottidis,
•Kripte melebar +/- aritenoid kiri-kanan)
•Detritus +/- Pita suara (plika ventrikularis kanan/kiri)
•Permukaan rata +/- Sinus piriformis
•Pembesaran +/- Secret (commisura anterior & posterior)
WHO
ada caries dentis atau tidak? Pembengkakan
(udem) mukosa
a. Pemerikasaan serologis
b. Pemerikasaaan sputum untuk mengetahui basil tahan asam
c. Foto torak untuk melihat adanya tuberkolosis paru.
d. Biopsy jaringan untuk mengetahui proses keganasasn serta mencari basil taha asam keganasan
dijaringan
7) Diagnosa Banding
- Mononukleus infeksiosa
- Tonsilitis difteri
- Scarlet fever
- Angina agranulositosis
- Tonsilitis kronis
8) Terapi
a.) Medikamentosa
1.Antibiotik golongan penisilin atau sulfonamida selama lima hari
2.Antipiretik
3.Obat kumur atau obat hisap dengan desinfektan
4. Bila alergi dengan penisilin dapat diberikan eritromisin atau klindamisin
b.) Non Medikamentosa
1. Berkumur dengan air garam hangat
2. Perbanyak minum air putih
3. Kurangi makanan berminyak
4. Mengunyah makanan sebanyak 27 kali
80
dr. Budi
SIP No 222/K/02
Stdd tab I pc
1)cukup
Pro : tn beristirahat
Ino (50thn)
Komplikasi
• Komplikasi umum faringitis terutama tampak pada faringitis karena bakteri yaitu : sinusitis,
otitis media, epiglotitis, mastoiditis, dan pneumonia. Kekambuhan biasanya terjadi pada pasaien
dengan pengobatan yang tidak tuntas pada pengobatan dengan antibiotik, atau adanya paparan
baru.
• Demam rheumatic akut(3-5 minggu setelah infeksi), poststreptococcal glomerulonephritis, dan
toxic shock syndrome, peritonsiler abses
• Komplikasi infeks mononukleus meliputi: ruptur lien, hepatitis, Guillain Barré syndrome,
encephalitis, anemia hemolitik, myocarditis, B-cell lymphoma, dan karsinoma nasofaring
Prognosis
Umumnya prognosis pasien dengan faringitis adalah baik. Pasien dengan faringitis
biasanya sembuh dalam waktu 1-2 minggu.
Contoh Skenario
81
EPISTAKSIS (4A)
1) Definisi
Epitaksis atau juga mimisan, satu keadaan pendarahan dari hidung yang keluar melalui lubang hidung
akibat adanya kelainan lokal pada rongga hidung ataupun karena kelainan yang terjadi di tempat lain
dari tubuh. Mimisan terjadi pada hidung karena hidung punya banyak pembuluh darah, terutama di
balik lapisan tipis cupingnya. Mimisan sendiri bukan merupakan suatu penyakit tetapi merupakan gejala
dari suatu penyakit, itu artinya mimisan bisa terjadi karena bermacam sebab dari yang ringan sampai
yang berat. Pada umumnya ini terjadi pada anak-anak karena pembuluh darahnya masih tipis dan
sensitive.
2) Klasifikasi
Epistaksis anterior : perdarahan berasal dari septum (pemisah lubang hidung kiri dan kanan)
bagian depan, yaitu dari pleksus Kiesselbach atau arteri etmoidalis anterior. Biasanya
perdarahan tidak begitu hebat dan bila pasien duduk, darah akan keluar dari salah satu lubang
hidung. Seringkali dapat berhenti spontan dan mudah diatasi.
Epistaksis posterior : perdarahan berasal dari bagian hidung yang paling dalam, yaitu dari arteri
sfenopalatina dan arteri etmoidalis posterior. Epistaksis posterior sering terjadi pada usia lanjut,
penderita hipertensi, arteriosklerosis atau penyakit kardiovaskular. Perdarahan biasanya hebat
dan jarang berhenti spontan. Darah mengalir ke belakang, yaitu ke mulut dan tenggorokan.
82
3) Etiologi
Etiologi lokal
1. Trauma lokal misalnya setelah membuang ingus dengan keras, mengorek hidung, fraktur hidung
atau trauma maksilofasia lainnya.
2. Tumor, baik tumor hidung maupun sinus yang jinak dan yang ganas. Tersering adalah tumor
pembuluh darah seperti angiofibroma dengan ciri perdarahan yang hebat dan karsinoma
nasofaring dengan ciri perdarahan berulang ringan bercampur lendir atau ingus.
3. Idiopatik yang merupakan 85% kasus epistaksis, biasanya ringan dan berulang pada anak dan
remaja.
Iritasi gas atau zat kimia yang merangsang ataupun udara panas pada mukosa hidung;
Keadaan lingkungan yang sangat dingin
Tinggal di daerah yang tinggi atau perubahan tekanan atmosfir yang tiba tiba
Latrogenik akibat operasi
Pemakaian semprot hidung steroid jangka lama
Benda asing atau rinolit dengan keluhan epistaksi ringan unilateral clsertai Ingus berbau busuk.
Etiologi sistemik
1. Hipertensi dan penyakit kardiovaskuler lainnya seperti arteriosklerosis. Hipertensi yan disertai
atau anpa arteriosklerosis rnerupakan penyebab epistaksis tersering pada usia 60-70 lahun,
perdarahan biasanya hebat berulang dan mempunyai prognosis yang kurang baik.
2. Kelainan perdarahan misalnya leukemia, hemofilia, trombositopenia dll.
3. Infeksi, misalnya demam berdarah disertai trornbositopenia, morbili, demam tifoid dll.
Lebin jarang terjadi adalah gangguan keseimbangan hormon misalnya pada kehamilan, menarke
dan menopause
Kelainan kongenital misalnya hereditary hemorrhagic Telangieclasis atau penyakit Rendj-Osler-
Weber;
Peninggian tekanan vena seperti pada ernfisema, bronkitis, pertusis, pneumonia, tumor leher
dan penyakit jantung
Pada pasien dengan pengobatan antikoagulan.
4) Manifestasi Klinis
83
5) Pemeriksaan
Anamnesis
4. MENANYAKAN LOKASI Di rongga hidung. kanan atau kiri dan atau dua-duanya
“gejala nya di bagian mana pak/bu?
5. Menanyakan onset dan kronologi Epistaksis anterior : sebentar.mudah berhenti
3. “Gejala sudah dirasakan sejak Epistaksis posterior: sulit dihentikan
kapan pak/bu ?”
4. “Apakah gejala bertambah
berat/parah dibandingkan
pertama kali timbul ?
6. MENANYAKAN KUALITAS KELUHAN
3. “Apakah gejalanya mengganggu
aktivitas?”
7. MENANYAKAN KUANTITAS KELUHAN
1.Apakah perdarahannya terus
menerus? berapa lama?
2.Sudah berapa kali perdarahan?
84
8. MENANYAKAN FAKTOR PEMBERAT - Bisa digunakan untuk mengidentifikasi
1. “Kapan keluhan dirasa lebih penyebab utama keluhan timbul. Bisa
mengganggu ?” dikaitkan dengan riwayat gaya hidup, pola
makan, dan lingkungan pasien
9. MENANYAKAN KELUHAN LAIN
Apakah ada keluhan pusing yang bapak
derita?
10. MENANYAKAN FAKTOR PERINGAN
“Apakah sudah pernah konsumsi obat
untuk mengurangi keluhan gejala yang
bapak alami ?”
11. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
1. “Apakah pernah mengalami
gejala seperti ini sebelumnya
?sudah pernah diberi obat
apa pak ?”
2. Apakah ada riwayat
trauma(menggorek
hidung,benturan ringan,
bersin/mengeluarkan ingus
terlalu kuat,pada
muka/hidung
sebelumnya/belum lama ini?
3. Apakah pasien menderita
hipertensi,DM, penyakit hati
sebelumnya?
4. Apakah bapak sebelumnya
pernah mengkonsumsi obat-
obatan anti koagulansia,
aspirin, fenilbutazon?
12. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA Melihat riwayat genetic
6. “Apakah ada menderita penyakit
kelainan darah/gangguan perdarahan
dalam keluarga?”
13. RIWAYAT LINGKUNGAN SOSIAL - Bisa dianalisa dari pola makan, tempat tinggal,
Menanyakan riwayat social ekonomi pekerjaan, lingkungan, pendapatan dll
Apakah bapak pernah terkena paparan zat
(paparan bahan kimia,debu, asap)?
14. MENANYAKAN KEBIASAAN PRIBADI
1) Apakah bapak sering terpapar zat2
kimia di tempat industry?
2) Apakah bapak sering terpapar udara
dingin?
3) Ggn. Hormonal pada wanita
hamil/menopause (wanita)
15. MENANYAKAN APAKAH ADA YANG - Pastikan tidak ada informasi yang terlewatkan
TERLEWATKAN ATAU YANG INGIN dan bisa di cross check ulang jika waktu
DITAMBAHKAN memungkinkan.
85
Pemeriksaan Fisik
Posisi duduk:
Berhadapan dengan pasien, Bagian terluar paha bersinggungan dengan bagian terluar paha
INSPEKSI
-bentuk hidung
-warna kulit hidung
-massa ada hidung luar
PALPASI
Nyeri TEKAN area proyeksi ke 4 sinus paranasal
PERKUSI
Nyeri KETOK area proyeksi ke 4 sinus paranasal
Keterangan :
INSPEKSI
Yang diperhatikan ialah adanya pembengkakan
pada muka. Pembengkakan dipipi sampai
kelopak mata bawah yang berwarna kemerah
merahan mungkin menunjukan sinusitis
maksila akut. Pembengkakan di kelopak mata atas mungkin menunjukan sinusitis frontal akut.
Sinusitis etmoid akut jarang menyebabkan pembengkakan diluar, kecuali bila telah terbentuk
abses.
PALPASI dan PERKUSI
Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk di gigi menunjukan adanya sinusitis maksila. Pada
sinusitis frontal terdapat nyeri tekan di dasar sinus frontal, yaitu pada bagian medial atap
orbita. Sinusitis etmoid menyebabkan rasa nyeri tekan didaerah kantus medianus.
86
6 PEMERIKSAAN HIDUNG DALAM / RHINOSKOPI ANTERIOR
Pasang lampu kepala dengan benar
Posisikan pasien duduk santai tp tdk
bersandar
Spekulum dipegang dengan tangan kiri
untuk memeriksa lubang hidung kanan.
Ujung spekulum menghadap ke luar
(ujung jari telunjuk pada ujung spekulum).
Tangan kanan untuk memfiksasi kepala
pasien dengan memegang tengkuk pasien.
Spekulum masuk lubang hidung (dalam
keadaan tertutup rapat), jari telunjuk pada
cuping hidung untuk fiksasi.
Spekulum dibuka dan sinar lampu
diarahkan ke rongga hidung (jari telunjuk
pemeriksa pindah ke cuping hidung untuk
fiksasi)
Yang dinilai:
- MUKOSA hiperemis / pucat
- SEPTUM septum deviasi
- KONKA hipertrofi
- MASSA massa
- CORPUS ALIENUM benda asing
- SEKRET ada/tidak, deskripsikan
serous/mukoid/purulen
Setelah pemeriksaan selesai, spekulum dilepas dengan cara tidak menutup spekulum
dengan sempurna.
Periksa hidung satunya
Cuci tangan, sampaikan hasil, terimakasih, alhamdulillah
Pemeriksaan Penunjang
6) Diagnosa Banding
ruptura pembuluh darah septum yang membesar yang muncul dari lantai hidung.
Perdarahan juga dapat terjadi pada trauma pembuluh darah disekitar basis cranii yang kemudian
masuk ke hidung melalui sinus sphenoid atau tuba eustachius
87
7) Terapi
a.) Medikamentosa
antibiotik profilaksis.
Oxymetazoline 0,05%.
Menstimulasi reseptor alfa-adrenergik sehingga terjadi vasokonstriksi :Dosis : 2-3 spray pada
lubang hidung setiap 12 jam.
- Tekan pada bagian depan hidung selama 10 menit. Tekan hidung antara ibu jari dan jari telunjuk
jika perdarahan berhenti tetap tenang dan coba cari tahu apa faktor pencetus epistaksis dan
hindari
jika perdarahan berlanjut :
- dapat akibat penekanan yang kurang kuat
- bawa ke fasilitas yang lengkap dimana dapat diidentifikasi lokasi perdarahan
- diberikan vasokonstriktor (adrenalin 1:10.000, oxymetazolin-semprot hidung) ke daerah
perdarahan
- apabila masih belum teratasi dapat dilakukan kauterisasi elektrik/kimia (perak nitrat) atau
pemasangan tampon hidung
Terapi simptomatis Umum :
• Tenangkan penderita, jika penderita khawatir perdarahan akan bertambah hebat, sumbat
hidung dengan kapas dan cuping hidung dijepit sekitar 10 menit.
• Penderita sebaiknya duduk tegak agar tekanan vaskular berkurang dan mudah membatukkan
darah dari tenggorokan, menggunakan apron plastik serta memegang suatu wadah berbentuk
ginjal untuk melindungi pemakainya.
• Kompres dingin pada daerah tengkuk leher dan juga pangkal hidung.
• Turunkan tekanan darah pada penderita hipertensi.
• Hentikan pemakaian antikoagulan.
• Pemberian cairan elektrolit pada perdarahan hebat, dan keadaan pasien lemah
88
dr. Budi
SIP No 222/K/02
ssdd tab I
Edukasi
Cegah perdarahan ulang dengan menggunakan nasal spray, salep Bactroban nasal
- Berikan antibiotika oral dan topikal untuk mencegah rinosinusitis
- Hindari aspirin dan NSAID lainnya
- Kontrol masalah medis lainnya seperti hipertensi, defesiensi vitamin k melalui konsultasi dengan ahli
spesialis lainnya
- Edukasi pasien :
· Hindari cuaca yang panas dan kering
· Hindari makanan yang pedas dan panas
· Bernafas dengan mulut terbuka.1
KOMPLIKASI
- Komplikasi epistaksis :Hipotensi, hipoksia, anemia, aspirasi pneumonia
- Komplikasi kauterisasi : Sinekia, perforasi septum
- Komplikasi pemasangan tampon : Sinekia, rinosinusitis, sindrom syok toksik, Perforasi
septum, tuba eustachius tersumbat, aritmia (overdosis kokain atau lidokain )
- Komplikasi embolisasi : Perdarahan hematom, nyeri wajah, hipersensitivitas, paralisis fasialis,
infark miokard.
- Komplikasi ligasi arteri : kebas pada wajah, sinusitis, sinekia, infark miokard
89
PROGNOSIS
Prognosis epistaksis bagus tetapi bervariasi. Dengan terapi yang adekuat dan kontrol penyakit yang
teratur, sebagian besar pasien tidak mengalami perdarahan ulang. Pada beberapa penderita, epistaksis
dapat sembuh spontan tanpa pengobatan. Hanya sedikit penderita yang memerlukan pengobatan yang
lebih agresif
Contoh Skenario
Seorang laki-laki usia 50 tahun datang dengan epistaksis. Pasien sering nyeri di pangkal hidung dan
sekitar bola mata, hidung tersumbat.
apa diagnosisnya? -----(contoh soal osce dokter muda THT. Selasa, 30 Mei 2006)
CA NASOFARING
(2)
1) Definisi
Karsinoma nasofaring merupakan sebuah kanker yang bermula tumbuh pada sel epitelial- batas
permukaan badan internal dan external sel di daerah nasofaring.
2. Klasifikasi
90
3. Etiologi
a.Kerentanan
b.Epstein-Barr Virus EBV adalah suatu virus yang sangat erat kaitannya dengan timbulnya karsinoma
nasofaring. Virus ini memiliki protein, yang diperkirakan memengaruhi DNA sel sehingga mengalami
mutasi, khususnya protooncogen menjadi oncogen
c.Faktor ligkungan dan diet.
d.Faktor pekerjaan
e.Radang kronis daerah nasofaring
4. Patofisiologi
5. Manifestasi Klinis
Gejala Dini
Karena KNF bukanlah penyakit yang dapat disembuhkan, maka diagnosis dan pengobatan yang sedini
mungkin memegang peranan penting untuk mengetahui gejala dini KNF dimana tumor masih terbatas di
rongga nasofaring.
Gejala telinga :
1. Sumbatan tuba eutachius / kataralis. Pasien mengeluh rasa penuh di telinga, rasa berdengung kadang-
kadang disertai dengan gangguan pendengaran. Gejala ini merupakan gejala yang sangat dini.
2. Radang telinga tengah sampai perforasi membrane timpani. Keadaan ini merupakan kelainan lanjutan
yang terjadi akibat penyumbatan muara tuba, dimana rongga telinga tengah akan terisi cairan. Cairan
91
yang diproduksi makin lama makin banyak, sehingga akhirnya terjadi perforasi membran timpani
dengan akibat gangguan pendengaran.
Gejala Hidung:
1. Epistaksis Dinding tumor biasanya rapuh sehingga oleh rangsangan dan sentuhan dapat terjadi
perdarahan hidung atau epistaksis. Keluarnya darah ini biasanya berulang-ulang, jumlahnya sedikit dan
seringkali bercampur dengan ingus, sehingga berwarna kemerahan.
2. Sumbatan hidung Sumbatan hidung yang menetap terjadi akibat pertumbuhan tumor ke dalam
rongga hidung dan menutupi koana. Gejala menyerupai pilek kronis, kadang-kadang disertai dengan
gangguan penciuman dan adanya ingus kental. Gejala telinga dan hidung ini bukan merupakan gejala
yang khas untuk penyakit ini, karena juga dijumpai pada infeksi biasa, misalnya pilek kronis, sinusitis dan
lainlainnya. Epistaksis juga sering terjadi pada anak yang sedang menderita radang. Hal ini menyebabkan
keganasan nasofaring sering tidak terdeteksi pada stadium dini.
Gejala lanjut
Pembesaran kelenjar limfe leher.
2. Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan biasanya prognosisnya buruk.
3. Gejala akibat metastasis Sel-sel kanker dapat ikut bersama aliran limfe atau darah, mengenai organ
tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring, hal ini yang disebut metastasis jauh. Yang sering ialah pada
tulang, hati dan paru. Jika ini terjadi menandakan suatu stadium dengan prognosis sangat buruk
92
1. MEMBUKA WAWANCARA - Salam
Menyapa pasien - Perkenalan diri
Memperkenalkan diri
“Assalamu’alaikum wr wb, selamat
pagi/siang/sore pak/bu/mbak/mas, saya
dr. Arterio.”
1. MEMBUKA WAWANCARA - Salam
Menyapa pasien - Perkenalan diri
Memperkenalkan diri
“Assalamu’alaikum wr wb, selamat
pagi/siang/sore pak/bu/mbak/mas, saya dr.
Arterio.”
2. ANAMNESIS - Identitas Pasien (nama, usia, alamat,
Menanyakan identitas pasien pekerjaan)
1) Dengan bapak/ibu siapa ? - Pekerjaan/tempat tinggal untuk mendeteksi
2) Usia berapa bapak/ibu ? etiologi penyakit
3) Alamatnya dimana pak/bu ?
4) Bekerja dimana pak/bu ?
94
12. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA Melihat riwayat genetik
1) Apakah ada yang menderita
penyakit tumor atau kanker di
keluarga?
13. RIWAYAT LINGKUNGAN SOSIAL - Bisa dianalisa dari pola makan, tempat tinggal,
Menanyakan riwayat social ekonomi pekerjaan, lingkungan, pendapatan dll
Apakah bapak pernah terkena paparan zat
(paparan bahan kimia,debu, asap) di lingkungan
sekitar bapak?
Pemeriksaan Fisik
JANGAN LUPA MELAKUKAN PEMERIKSAAN RUTIN THT
Jika ada keluhan pada salah satu atau lebih pada THT
maka pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaan
secara menyeluruh pada Telinga, Hidung dan
Tenggorokan. Namun PEMERIKSAAN pada KELUHAN
UTAMA dilakukan yg pertama, lalu diikuti pemeriksaan
rutin lainnya.
PALATAL FENOMEN (Persiapan alat : lampu kepala, spekulum hidung, pinset baionet, kapas steril,
ephedrin yang diencerkan
Jika pd rinoskopi didapatkan oedem mukosa atau konka,lakukan aplikasi dengan cara
memasukkan kapas dipipihkan yang ditetesi ephedrine dengan pinset masukkan ke hidung
melalui spekulum. Ephedrin sebagai vasokonstriktor.
Biarkan kapas ditinggal dalam hidung
Setelah beberapa menit kapas dikeluarkan.
Arahkan sinar lampu pada coanae/dinding nasofaring, kemudian penderita diminta untuk
mengucapkan “iiiiii” yang panjang.
Perhatikan palatum molle:
+ bila tampak bergerak /cahaya lampu terang (massa (-))
- bila tidak bergerak, massa (+)
Sampaikan hasil
Mengucapkan Hamdallah dan menyampaikan hasil pemeriksaan
Mengucapkan terimakasih dan salam
95
PEMERIKSAAN RONGGA MULUT DAN FARING
WHO
ada caries dentis atau tidak? Pembengkakan
(udem) mukosa
alat endoskopi
CT scan
MRI nasopharing dan sekitarnya serta pemeriksaan laboratorium.
96
Diagnosis pastinya adalah dengan biopsi jaringan nasopharing. Biopsi dapat dilakukan
dengan 2 cara, yaitu dari hidung atau dari mulut.
Jika diperkirakan adanya lesi, tetapi tidak bisa dilihat langsung ataupun tidak bisa
dipalpasi, maka hal ini dapat diperiksa dengan nasopharingoskopi ataupun dengan
fiberoptik fleksibel ataupun juga dengan endoskopi rigid.
Magnetic Resonance Image (MRI) adalah pilihan yang paling tepat untuk melihat
gambaran kanker nasopharing. Foto paru, USG hepar dan pemindaian tulang dengan
radioisotop (bone scanning) dilakukan untuk mendeteksi kemungkinan adanya
metastase pada organ-organ tersebut. Adanya metastasis dimanapun akan mengubah
stadium dan mempunyai konsekuensi terhadap tujuan penatalaksanaan dan
pengobatan.
7) Diagnosa Banding
1. Hiperplasia adenoid
2. Angiofibroma juenilis
3. Tumor sinus sphenooidalis
4. Neurofibroma
5. Tumor kelenjarr parotis
6. Chordoma
7. Menigioma basis kranii
8) Terapi
a.) Medikamentosa
a. Stadium I : Radioterapi.
b. Stadium II&III : Kemoradiasi (Roezin, 2010 dan National Cancer Institute 2011).
c. Stadium IV dengan N<6cm: Kemoradiasi.
d. Stadium IV dengan N>6cm: kemoterapi dosis penuh dilanjutkan kemoradiasi (Roezin, 2010).
a. Radioterapi
Radioterapi adalah pengobatan kanker yang menggunakan X-ray energi atau radiasi tipe lain untuk
memusnahkan sel kanker atau menghambat pertumbuhan sel kanker.
b. Kemoterapi
Pemberian kemoterapi diberikan dalam banyak siklus, dengan setiap periode diikuti dengan adanya
waktu istirahat untuk memberikan kesempatan tubuh melakukan recover. Siklus-siklus kemoterapi
umumnya berakhir hingga 3 sampai 4 minggu. Kemoterapi sering tidak dianjurkan bagi pasien yang
kesehatannya memburuk. Tetapi umur yang lanjut bukanlah penghalang mendapatkan kemoterapi.
Cisplatin merupakan obat yang paling sering digunakan untuk mengobati karsinoma nasofaring. Cisplatin
telah digunakan secara tunggal sebagai bagian dari kemoradiasi, tetapi boleh dikombinasikan dengan
obat lain, 5-fluorourasil (5-FU) jika diberikan setelah terapi radiasi. Beberapa obat lain boleh juga
berguna untuk mengobati kanker yang telah menyebar. Obat-obat ini termasuk: Carboplatin,
Oxaliplatin, Bleomycin, Methotrexate, Doxorubicin, Epirubicin, Docetaxel, dan Gemcitabine. Sering,
pengkombinasian 2 atau lebih obat-obat ini yang digunakan (American Cancer Society, 2011). Tetapi
berbagai macam kombinasi dikembangkan, yang terbaik sampai saat ini adalah kombinasi dengan Cis-
platinum sebagai inti (Roezin, 2010).
97
Kombinasi kemo-radioterapi dengan mitocyn C dan 5-fluorouracil oral setiap hari sebelum diberikan
radiasi yang bersifat “radiosensitizer” memperlihatkan hasil yang memberi harapan akan kesembuhan
total pasien karsinoma nasofaring.
DDP : 80-100 mg/m2 IV drip hari pertama ( mulai sehari sebelum kemoterapi , lakukan hidrasi 3
hari )5FU : 800-1000 mg/m2/d IV drip , hari ke 1-5 lakukan infus kontinyu intravena.
Ulangi setiap 21 hari atau:Karboplatin : 300mg/m2 atau AUC = 6 IV drip, hari pertama.
5FU : 800-1000/m2/d IV drip , hari ke 1-5 infus intravena kontinyu. Ulangi setiap 21 hari.
c. Terapi bedah
Pembedahan diseksi leher radikal dilakukan terhadap benjolan di leher yang tidak menghilang pada
penyinaran (residu) atau timbul kembali setelah penyinaran selesai, tetapi dengan syarat tumor
induknya sudah hilang yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologik dan serologi, serta tidak adanya
ditemukan metastsis jauh. Juga dilakukan pada karsinoma nasofaring dengan diferensiasi agak tinggi
seperti karsinoma skuamosa grade I, II, adenokarsinoma, komplikasi radiasi (parasinusitis radiasi, dll)
b.) Non Medikamentosa
2. Menghilangkan nyeri dan keluhan berat lainnya. Menjaga keseimbangan fisik, psikologik, dan sosial
penderita
dr. Budi
SIP No 222/K/02
s.i.m.m
R/Ondansetron tab 4 mg No X
1. Pasien kanker secara faal dan psikis menderita gangguan fungsi dengan derajat bervariasi. Oleh
karena itu diupayakan secara maksimal meningkatkan dan memperbaiki kualitas hidupnya.
2. Rehabilitas Psikis Pasien kanker nasofaring harus diberi pengertian bahwa pwnyakitnya
berpeluang untuk disembuhkan, uapayakan agar pasien secepatnya .pulih dari situasi emosi
depresi.
3. Rehabilitas Fisik.Setelah menjalani radioterapi, kemoterpi dan terapi lain, pasien biasanya
merasakan kekuatan fisiknya menurun, mudah letih, daya ingat menurun. Harus
memperhatikan suplementasi nutrisi , berolahraga fisik ringan terutama yang statis, agar tubuh
dan ketahanan meningkat secara bertahap.
Komplikasi
1.Petrosphenoid sindrom
2. Retroparidean sindrom
Tumor tumbuh ke depan kea rah rongga hidung kemudian dapat menginfiltrasi ke
3. Sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama getah bening atau darah, mengenaiorgan
tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering adalah tulang, hati dan paru. Hal
ini merupakan hasil akhir dan prognosis yang buruk. Dalam penelitian lain ditemukan
bahwa karsinoma nasofaring dapat mengadakan metastase jauh, ke paru-paru dan tulang,
masing-masing 20 %, sedangkan ke hati 10 %, otak 4 %, ginjal 0.4 %, dan tiroid 0.4 %.
prognosis
Contoh Skenario
Masuk seorang pasien laki-laki, 58 tahun, ke bangsal THT pada tanggal 11 September 2012 dengan
99