TUMOR CEREBRI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah
Satu Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian Ilmu Bedah
Di Rumah Sakit Tentara TK II dr. Soedjono, Magelang
Disusun oleh:
Yudistira Jefri Ramadhan
012106299
Pembimbing:
REFLEKSI KASUS
TUMOR CEREBRI
Oleh :
012106299
Pembimbing,
A. Identitas Pasien
Nama : Bp. F
Usia : 62 tahun
Jenis Kelamin : laki laki
Agama : Islam
Pekerjaan : tidak bekerja
Alamat : brongsongan, Jawa Tengah
No rekam medis : 209XXX
Ruang : Cempaka
B. Data
1. Anamnesis
Keluhan Utama : Nyeri kepala
Riwayat Stroke :-
Riwayat DM :-
Riwayat Hipertensi :-
Riwayat operasi pada abdomen :-
Riwayat infeksi pada GIT :-
Riwayat penyakit jantung :-
Riwayat alergi obat :-
Riwayat Kebiasaan
Merokok :-
Alkohol :-
C. Pemeriksaan Fisik
• Keadaan umum : Tampak sakit sedang
• Kesadaran : CM, GCS : E3V3M6 (12)
a. Vital sign
• Tekanan darah: 130/90 mmHg
• Heart rate : 80 x/mnt
• Respiratory rate : 20 x/mnt
• Suhu tubuh : 36,2o C
• SpO2 : 98%
• Kesadaran : GCS E3V3M3 (15)
b. Status Antropometri
• Berat Badan : 60 kg
• Tinggi badan : 160 cm
• BMI : 24 kg/m²
c. Umum : Keadaan umum pasien tampak sakit sedang
d. Kulit : Kemerahan (-), Benjolan (-), gatal (-), luka (-),
kuning (-), pucat (-).
e. Kepala : Mesocephal, jejas (-), nyeri kepala (+)
f. Mata : Mata merah (-), konjungtiva anemis (-), sclera
ikterik (-), penglihatan kabur (-), pupil isokor 3/3, reflek cahaya menurun
ka/ki
g. Telinga : Berdenging (-), kurang pendengaran (-), discharge
(-).
h. Hidung : Simetris, nafas cuping hidung (-), epistaksis (-),
discharge (-).
i. Mulut : Simetris, sianosis (-), bibir pucat (-), mukosa
hiperemis (-), deviasi lidah (-), lidah tremor (-), lidah kotor (-), gusi
berdarah (-), stomatitis (-).
j. Tenggorokan : Nyeri tenggorokan (-), serak (-), nyeri telan (-)
k. Leher : Deviasi trachea (-), pembesaran thyroid (-),
pembesaran kelenjar limfe (-).
l. Dada : Sesak nafas (-), nyeri dada (-), nyeri tekan (-)
m. Ekstremitas : Lemah sisi kiri
PULMO:
JANTUNG:
AUSKULTASI
Mitral : M1 > M2, bising suara jantung (-)
Trikuspid : T1 > T2, bising suara jantung (-)
Aorta : A2 > A1, bising suara jantung (-)
Pulmonal : P2 > P1, bising suara jantung (-)
ABDOMEN:
INSPEKSI hyperpigmentasi (-), sikatrik(-), striae(-),
Bising peristaltik (-) 15 kali/menit, bising pembuluh
AUSKULTASI
darah (-)
Perkusi 4 regio : timpani
Hepar : pekak (-)
PERKUSI
Lien : troube space (-)
Ginjal : nyeri ketok ginjal (-)
Superfisial Nyeri tekan abdomen (-) hipocondriaca sin
dan flank sin, Massa (-), defence muscular (-)
Dalam Nyeri (-), Nyeri alih (-)
Rebound tenderness pada titik McBurney (-)
PALPASI
Rovsing sign (-)
Obturator sign (-)
Illiopsoas sign (-)
Turgor kulit : normal
EKSTREMITAS
EKSTREMITAS Superior Inferior
Oedem -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Capillary refill <2 detik <2 detik
Ulkus -/- -/-
1. Status Neurologis
a. Nervus Cranialis
b. Pemeriksaan Motorik
Inspeksi : tidak terdapat kelainan di ekstremitas superior et
inferior, dextra et sinistra.
Palpasi : otot kenyal, nyeri sulit dievaluasi
c. Anggota Gerak
MOTORIK
Motorik Superior Inferior
Kekuatan 5/3 5/3
Tonus Normotonus Normotonus
Klonus - -
Trofi Eutrofi Eutrofi
SENSORIK
Superior Inferior
Taktil DBN DBN
Nyeri DBN DBN
Diskriminasi 2 titik DBN DBN
Posisi DBN DBN
REFLEK FISIOLOGIS
Dx Sx
Biceps ++ ++
Triceps ++ ++
Patella ++ ++
Achilles ++ ++
REFLEKS PATOLOGIS
Hoffman - -
Trommer - -
Babinski - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
d. Gerakan-gerakan Abnormal
Tremor :-
Athetosis :-
Korea :-
Hemibalismus :-
e. Alat Vegetatif
Miksi : dbn
Defekasi : dbn
D. Pemeriksaan Penunjang
Kesan :
- LESI ISODENS DI REGIO PERIFALX PARASAGITALE DEXTRA, MASS
EFFECT (+), PERIFOKAL EDEMA (+). POST KONTRAS TAMPAK STRONG
ENHANCEMENT CURIGa MENINGIOMA –
- LATERALISASI SINISTRA
- PENYEMPITAN VENTRIKEL DEXTRA
- DEVIASI SEPTI NASI
Pemeriksaan USG upper et lower abdomen dgn Dx klinis tumor cerebri suspect
metastasis
Hasil:
- Hepar : Ukuran dan echostruktur parenchym normal , tepi licin, tak tampak
pelebaran sistema bilier et vascular intra hepatal. Tak
tampak cyst / nodul
- VF : ukuran normal . lumen anechoic, dinding licin, tak menebal, tak tampak
nodul/ batu/sludge ; - Lien : Ukuran dan echostruktur
normal, dinding licin, tak tampak nodul /cyst.
- Ren dextra et sin : Ukuran normal, echostruktur normal, batas cortex dan
medulla tegas, SPC tidak melebar, tampak kista ren dextra,
pole superior, ukuran lk. 16,77x16,77 mm
- Pancreas : Ukuran dan echostruktur parenchym normal, dinding licin, tak
tampak nodul / cyst.
- VU : Terisi cairan, dinding licin, tak tampak nodul/ batu/sludge
- Uterus: Ukuran dan echostruktur parenchym normal, tak tampak nodul / cyst
- Adnexa: tampak tenang , tak tampak nodul / cyst
- Tak tampak lymphadenopathy para-aortici.
KESAN :
- TAK TAMPAK HEPATAL METASTASIS
- SMALL SIMPLE CYST REN DEXTRA POLE SUPERIOR
- SONOGRAPHY TAK TAMPAK KELAINAN PADA MORFOLOGI
HEPAR, VF, REN SINISTRA, LIEN, PANCREAS, VU DAN UTERUS
Abnormalitas Data
Anamnesis
2. Nyeri kepala
2. Lateralisasi ke kiri,
Px.Penunjang
1. X Foto Thorax :
2. CT Scan : Tumor cerebri suspect residif tumor DD metastasis, lateralisasi
sinistra minimal
Problem List
1. Tumor Cerebri
Pembahasan Problem List
Assesment
Pasien laki laki, usia 62 tahun dengan diagnosis tumor.
Planning
Jenis pembedahan : Craniotomi
Jenis anestesi : General Anestesi
Tatalaksana di Bangsal
Epidemiologi
Tumor primer biasanya timbul dari jaringan otak, meningen, hipofisis dan
selaput myelin. Tumor sekunder berasal adalah tumor metastasis yang biasa
berasal dari hampir semua tumor pada tubuh. Tumor metastasis SSP yang melalui
perderan darah yaituTumor
Klasifikasi yang Otak
palingPrimer
sering– Tumor
adalah Otak
tumorSekunder
paru-paru dan prostat,
ginjal, tiroid, atau traktus digestivus, sedangkan secara perkontinuitatum masuk ke
ruang tengkorak melalui foramina basis kranii yaitu infiltrasi karsinoma
anaplastik nasofaring.
Pada umumnya tumor otak primer tidak memiliki kecenderungan
bermetastasis, hanya satu yaitu meduloblastoma yang dapat bermetastasis ke
medulla spinalis dan kepermukaan otak melalui peredaran likuor serebrospinalis.
Perbandingan tumor otak primer dan metastasis adalah 4 : 1.
Tumor otak primer (80 %), sekunder (20 %). Tumor primer kira-kira
50% adalah glioma, 20 % meningioma, 15 % adenoma dan 7 % neurinoma. Pada
orang dewasa 60 % terletak di supratentorial, sedangkan pada anak-anak 70 %
terletak di infratentorial. Tumor yang paling banyak ditemukan pada anak adalah
tumor serebellum yaitu meduloblastoma dan astrositoma.Statistik primer adalah
10 % dari semua proses neoplasma dan terdapat 3 – 7 penderita dari 100.000
orang penduduk.
3. Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat
mengalami perubahan degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat
memicu terjadinya suatu glioma. Pernah dilaporkan bahwa meningioma
terjadi setelah timbulnya suatu radiasi.Selain itu pada pasien-pasien
penderita tinea kapitis yang medapat radiasi kepala jangka panjang
4. Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar
yang dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus
dalam proses terjadinya neoplasma, tetapi hingga saat ini belum ditemukan
hubungan antara infeksi virus dengan perkembangan tumor pada sistem
saraf pusat.
5. Substansi-substansi Karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan.
Kini telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti
methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang
dilakukan pada hewan.
1. TUMOR EPITHELIAL
1. Tumor Glial
Astrositoma
Astrositoma merupakan tumor susunan saraf pusat otak primer
dengan frekuensi kasus 17-30% dari semua glioma dan 11-13% dari
seluruh tumor otak. Tumor ini berasal dari sel astrosit yang
merupakan bagian dari jaringan penunjang otak. Sel ini dinamakan
astrosit karena bentuknya yang menyerupai bintang.
Elvidge dan kawan-kawan membagi astrositoma menjadi tipe-
tipe: piloid, gemistositik dan difusl; namun system gradai yang
popular adalah pembagian atas Grade I sampai IV (bukan berdasarkan
tipe di atas). Kernohan dan kawan-kawan menggabungkan Grade III
dan IV dan menamakannya menjadi astrositoma anaplastik atau
glioblastoma (sesuai dengan derajat anaplasianya). WHO membagi
astrositoma atas subtype: fibriler, protoplasmic, dan gemistositik, dan
tipe-tipe pilositik, subependymal giant cell, astroblastoma, anaplastik.
Astrositoma serebri dapat terjadi pada semua golongan umur
dengan usia kasus rata-rata berkisar antara 35-40 tahun. Astrositoma
yang diferensiasinya baik cenderung pada kelompok usia yang lebih
muda; sedangkan yang anaplastik lebih sering kelompok usia
menengah. Predileksi jenis kelamin kasus usia dewasa didominasi
oleh laki-laki.
Durasi gejala astrositoma Grade I rata-rata: 21 bulan
sedangkan Grade II: 11 bulan. Walaupun sakit kepala dan muntah
bukanlah merupakan keluhan yang tersering, namun 72% astrositoma
serebrum mempunyai keluhan ini, dimana 11% diantaranya cenderung
melibatkan nyeri sebelah saja (75% darinya ipsilateral terhadap
tumor). Muntah dijumpai pada kira-kira 31% kasus. Gejala awal yang
sering adalah kejang (40-75%), baik kejang umum maupun fokal.
Kejang ini merupakan akibat insufisiensi aliran darah yang sesaat
menimbulkan elektrik yang berlebihan. 19% penderita menunjukkan
gejala paresis atau paralisa, 55% parese fasial dan 41% parese tungkai.
Gambaran histopatologi pada low grade astrocytoma adalah
memiliki gambaran sel multipolar dan multinuklear yang atipik.
Sedangkan, gambaran CT-Scan yang merupakan suatu revolusi dalam
mendiagnosis astrositoma dengan akurasi 100% pada low grade
astrocytoma tergambar lesi yang hipodens dengan sedikit atau bahkan
tidak terdapat massa tumor.
Tumor Ependimoma
Tumor ini merupakan neoplasma glial yang susunannya
didominasi oleh sel-sel ependim dan mempunyai frekuensi kira-kira
5% dari seluruh glioma. Pada ependimoma klasik, secara
makroskopisnya tumor tampak padat dengan batas yang tegas dan
berasal dari lantai ventrikel IV/ kanalis spinalis. Tumor dapat meluas
hingga sudut serebro pontin melalui foramen Luscka, sisterna
magna, dan foramen magendi.serta dapat mencapai batang otak jika
sudah melalui foramen magnum. Secara histologis akan tampak sel
kolumnar uniform dan sel astrosyte like fibriler yang membentuk
barisan ependimal roossete. Gejala yang ditemukan mual, muntah,
dan nyeri kepala dengan intensitas yang terasa lebih berat di pagi
hari, diplopia, ataksia, hemiparesis dan paresis nervus kranialis.
Pada hasil pemeriksaan CT-Scan dan MRI akan tampak
kontras mengisi daerah tumor di ventrikel lateral. Pasien didapati
mengalami hidrosefalus.Tumor jenis ini memang dapat menutupi
saluran cairan serebrospinalis sehingga menyebabkan hidrosefalus
(ventrikel melebar, jaringan otak tipis).
Gambaran Penumpukan
zat Kontras pada Tumor
di Ventrikel Lateral –
Ependimoma
Gambaran MRI T1 –
Sagital. Postkontras.
Tumor Plexus
Khoroideus.
c. Meduloblastoma
Tumor ini sering terjadi pada anak, dan bahkan merupakan
tumor primer maligna yang solid dan paling banyak pada anak 30%.
Sekitar 75% kasus tumor ini terjadi pada anak usia kurang 15 tahun.
Sedangkan pada orang dewasa, meduloblastoma sangat jarang yaitu
sekitar 1%. Di Amerika Serikat, insiden tahunan dari tumor ini
diperkirakan sekitar 0,5 setiap 100.000 anak. Tumor ini sebagian besar
berasal dari vermis serebelar (75%) yang meluas hingga ventrikel IV
dan dapat mengisi seluruh ventrikel. Sedangkan sekitar 25% terjadi
pada bagian lateral serebelum. Pada pemeriksaan fisik, dapat dijumpai
papiledema, nistagmus, dan diplopia akibat paresis nervus IV dan VI.
Gambaran MRI
Selain itu, dapat terjadi ataksia, disdiadukokinesia, hipotonia,
Meduloblastoma di
dismetria. Pada bayi, keluhan klinis dapat berupa letargi, irritable, dan
Cerebellum
dapat terjadi makrosefali yang progresif dengan fontanella anterior
yang membonjol. Durasi rata-rata gejala sebelum operasi adalah 4-5
bulan yang kemudian akan secara progresif memburuk setelah onset.
Penanganan pada tumor ini dapat berupa operasi yang dikombinasikan
dengan radiasi. Tindakan operasi pengangkatan diharapkan minimal
dilakukan sampai sumbatan saluran likuor dapat lancer kembali.
Radioterapi secara bermakna dapat meningkatkan five years survival
penderita.
Gambaran CT-Scan
venogram – potongan
koronal Meningioma
di Sinus Sagitalis
Superior
2. Hemangioperisitoma
Tumor ini termasuk golongan tumor yang vaskuler, dengan
terapi definitifnya adalah reseksi. Seperti pada meningioma,
peranan angiografi dan embolisasi juga diharapkan akan
meningatkan efektifitas dan keamanann dari reseksi yang
dilakukan.
3. TUMOR SELLA
1. Kraniofaringioma
Termasuk jenis tumor yang tumbuh lambat dan merupakan
tumor epithelial jinak region sellar. Secara embriologi, tumor ini berasal
dari sisa sel epitel squamosa duktus kraniofaringeal. Pada minggu
keempat gestasi, divertikulum stomadeum yang berasal dari atap kavum
oral akan membentuk kantung rathke (Rathke Pouche) yang akan
bermigrasi kea rah cranial membentuk vesikel Rathke dan bersatu
dengan infundibulum. Vesikel Rathke ini akan membentuk
adenohipofisis yang terdiri dari pars distalasis, tuberalis, dan intermedia
pada jalur sepanjang lintasan migrasinya akan terbentuk duktus
kraniofaringeal.
Gambaran
Adenoma Hipofise
Perdarahan Intrakranial
Bukanlah suatu hal yang jarang bahwa tumor otak diawali dengan
perdarahan intrakranial-subarakhnoid, intraventrikuler atau intraserebral.
Elektroensefalografi (EEG)
Foto polos kepala
Arteriografi
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Computerized Tomografi (CT Scan)
CT Scan merupakan alat diagnostik yang penting dalam evaluasi pasen
yang diduga menderita tumor otak. Sensitifitas CT Scan untuk mendeteksi tumor
yang berpenampang kurang dari 1 cm dan terletak pada basis kranil. Gambaran
CT Scan pada tumor otak, umumnya tampak sebagai lesi abnormal berupa massa
yang mendorong struktur otak disekitarnya. Biasanya tumor otak dikelilingi
jaringan udem yang terlihat jelas karena densitasnya lebih rendah. Adanya
kalsifikasi, perdarahan atau invasi mudah dibedakan dengan jaringan sekitarnya
karena sifatnya yang hiperdens. Beberapa jenis tumor akan terlihat lebih nyata
bila pada waktu pemeriksaan CT Scan disertai dengan pemberian zat kontras.
Terapi Kortikosteroid
Biasanya deksametason diberikan 4 – 20 mg intravena setiap 6 jam untuk
mengatasi edema vasogenik (akibat tumor) yang menyebabkan TTIK.
Peranan nya masih kontroversial dalam terapi TTIK. Beberapa efek
samping yang dapat timbul adalah berkaitan dengan penggunaan steroid
lama seperti: penurunan kekebalan, supresi adrenal, hiperglikemia,
hipokalemia, alkalosis metabolic, retensi cairan, penyembuhan luka yang
terlambat, psikosis, miopatia, ulserasi lambung, dan hipertensi.
Terapi operatif
Tindakan yang bertujuan untuk mendapatkan diagnosa pasti dan
dekompresi internal, mengingat bahwa obat-obatan antiedema otak tidak
dapat diberikan secara terus-menerus. Persiapan prabedah, penanganan
pembiusan, teknik operasi dan penanganan pascabedah sangat berperan
penting dalam menentukan keberhasilan penanganan operatif terhadap
tumor otak.
Terapi konservatif
o Radioterapi
Tindakan ini untuk tumor-tumor susunan saraf pusat kebanyakan
menggunakan sinar X dan sinar Gamma, disamping juga radiasi
lainnya seperti: proton, partikel alfa, neutron, dan pimeson.
Keberhasilan terapi radiasi pada tumor ganas otak diperankan oleh
beberapa faktor:
1. Terapi yang baik dan tidak melukai struktur kritis lainnya
2. Sensitivitas sel tumor dengan sel normal
3. Tipe sel yang disinar
4. Metastasis yang ada
5. Kemampuan sel normal untuk repopulasi, dan
6. Restrukturisasi dan reparasi sel kanker sewaktu interval
antarfraksi radiasi.
o Kemoterapi
Peranan kemoterapi tunggal untuk tumor ganas otak masih belum
mempunyai nilai keberhasilan yang bermakna sekali. Saat ini yang
menjadi titik pusat perhatian modalitas terapi ini adalah tumor-
tumor otak jenis astrositoma (Grade III dan IV) glioblastoma dan
astrositoma anaplastik beserta variannya. Ada beberapa obat
kemoterapi untuk tumor ganas otak yang saat ini beredar di
kalangan medis yaitu: HU (hidroksiurea), 5-FU (5-Fluorourasil),
PCV (prokarbazin, CCNU, Vincristine), Nitrous Urea (PCNU,
BCNU/Karmustin, CCNU/lomustin, MTX (metotrksat), DAG
(dianhidrogalaktitol) dan sebagainya. Potensi kemoterapi pada
susunan saraf di samping didasarkan oleh farmakologi sendiri juga
perlu dipertimbangkan aspek farmakokinetiknya (transportasi obat
mencapai target) mengingat adanya sawar darah otak. Pemberian
kemoterapi dapat dilakukan melalui intra-arterial (infuse, perfusi),
melalui intratekal/intraventrikuler (punksi lumbal, punksi sisterna,
via pudentz/omyama reservoir); atau intra tumoral.
o Immunoterapi
Yang mendasari modalitas terapi ini adalah anggapan bahwa
tumbuhnya suatu tumor disebabkan oleh adanya gangguan fungsi
immunologi tubuh sehingga diharapkan dengan melakukan
restorasi sistem imun dapat menekan dapat menekan pertumbuhan
tumor.