Anda di halaman 1dari 29

CASE BASED DISCUSSION

HEMOROID
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah
Satu Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian Ilmu Bedah
di Rumah Sakit Tentara TK II dr. Soedjono, Magelang

Disusun oleh:
Yudistira Jefri Ramadhan
012106299

Pembimbing:
Kolonel CKM dr. Dadiya, Sp.B

BAGIAN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2021
LEMBAR PENGESAHAN
REFLEKSI KASUS
HEMOROID

Disusun dan diajukan untuk memenuhi persyaratan tugas


Kepaniteraan Klinik Departemen Bedah Rumah Sakit TK.II
dr. Soedjono Magelang

Oleh :

Yudistira Jefri Ramadhan


3012106299

Magelang, Mei 2021


Telah dibimbing dan disahkan oleh,

Pembimbing,

Kolonel CKM dr. Dadiya, Sp.B


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan Karunia-

Nya saya dapat menyelesaikan tugas penyusunan laporan kasus yang berjudul

“HEMOROID”.

Adapun laporan kasus ini dibuat untuk memenuhi syarat Kepaniteraan Klinik Bedah

Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang yang dilaksanakan di Rumah

Sakit Tentara TK II dr. Soedjono, Magelang.

Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Kolonel CKM dr. Dadiya, Sp.B yang

telah membimbing dalam penyelesaian laporan kasus ini serta pihak yang secara langsung

maupun tidak langsung membantu dalam penyusunan laporan kasus ini.

Akhir kata bila ada kekurangan dalam pembuatan laporan kasus ini saya mohon kritik

dan saran yang bersifat membangun menuju kesempurnaan dengan berharap laporan kasus

ini bermanfaat bagi pembacanya.

Magelang, Mei 2021

Penyusun
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Usia : 18 tahun
Jenis Kelamin : laki laki
Agama : Islam
Pekerjaan : pelajar
Alamat : mujen
MR number : 001****
Ruang : Edelweiss

B. Data
1. Anamnesis

Keluhan Utama: Benjolan di dubur


Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli bedah umum RST dr. Soedjono pada tanggal 23 april
2021 dengan keluhan terdapat benjolan di dubur yang terasa nyeri. Benjolan
tersebut mulai muncul sejak 1minggu yang lalu yang lalu dan dirasakan makin
membesar. Keluhan nyeri mulai dirasakan bertambah sejak 3 hari yang lalu. Nyeri
dirasakan hilang timbul dan memberat saat BAB. Benjolan tersebut tidak dapat
masuk kembali dengan sendirinya meski didorong dengan jari pasien. Pasien
mengejan tiap BAB. Pasien juga mengeluhkan bahwa BAB darah (+), namun
lendir (-), BAK lancar. Pasien juga jarang mengkonsumsi sayur, buah, namun
meminum air putih ± 1 liter/hari. Pasien telah berobat di klinik untuk keluhan
tersebut namun benjolan tetap dirasakan tetap membesar.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat alergi disangkal


Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat DM disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat hipertensi (-)


Riwayat hemoroid (-)
Riwayat DM (-)

Riwayat Kebiasaan
Kurang mengkonsumsi sayur, buah, dan air putih
Sering mengejan tiap BAB
Riwayat Sosial - Ekonomi
Pasien merupakan seorang siswa dan berobat menggunakan BPJS.

2. Pemeriksaan Fisik

• Keadaan umum : normal


• Kesadaran : composmentis
a. Vital sign
• Tekanan darah : 110/75 mmHg
• Heart rate : 75 x/mnt
• Respiratory rate : 20 x/mnt
• Suhu tubuh : 36,5o C
b. Status Antropometri
• Berat Badan : 60kg
• Tinggi badan : 170 cm
• BMI : 20,,7 (normal)
c. Umum : tampak sakit sedang
d. Kepala : mesocephal, jejas (-)
e. Mata : mata merah (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-),
penglihatan kabur (-), pupil isokor (+/+)
f. Telinga : berdenging (-/-), kurang pendengaran (-/-), discharge (-/-)
g. Hidung : simetris, nafas cuping hidung (-/-), epistaksis (-/-), discharge
(-/-)
h. Mulut : simetris, sianosis (-), bibir pucat (-), mukosa hiperemis (-),
deviasi lidah (-), lidah tremor (-), lidah kotor (-), gusi berdarah (-), stomatitis
(-).
i. Tenggorokan : nyeri tenggorokan (-), serak (-), nyeri telan (-)
j. Leher : deviasi trachea (-), pembesaran thyroid (-), pembesaran
kelenjar limfe (-).
k. Dada : Dada kanan kiri simetris, pernafasan thorakoabdominal.
Cor : Bunyi jantung I-II normal, regular
Pulmo : Vesikuler, wheezing-/-, ronkhi -/-
l. Ekstremitas : oedem ekstremitas (-/-), reflex patologi (-/-)

PEMERIKSAAN FISIK THORAKS

PULMO:

INSPEKSI ANTERIOR POSTERIOR


Statis RR : 20 x/min, Hiperpigmentasi (-),
Hyperpigmentasi (-), tumor (-),
tumor (-), inflammation inflammation (-),
(-), spider nevi (-), spider nevi (-),
Hemithorax D=S, ICS
Hemithorax D=S,
Normal, Diameter AP =
Diameter AP = LL
LL

Pergerakan Hemithorax Pergerakan hemithorax


Dinamik
kanan = kiri kanan = kiri

Nyeri tekan (-), tumor (-), Nyeri tekan (-), tumor


PALPASI ICS normal, Stem (-), ICS normal,
fremitus D=S Sterm fremitus D=S

PERKUSI D= Sonor, S= sonor D= Sonor, S= sonor


SDV normal, ronchi (-) , SDV normal, ronchi (-) ,
AUSKULTASI
wheezing (-) wheezing (-)

JANTUNG:

INSPEKSI Ictus cordis tidak terlihat


Kuat angkat (+), pulsus parasternal (-), sternal lift (-), pulsus
PALPASI
epigastrium (-)
Redup
Kanan jantung : ICS V linea sternalis dextra (N)
Kiri jantung : ICS V linea midcalvicula sinistra 2 cm ke
PERKUSI
arah medial (N)
Batas atas jantung : ICS II lineasternalis sinistra (N)
Pinggang jantung : ICS III linea parasternalis sinistra (N)
AUSKULTASI
Mitral : M1 > M2, bising suara jantung (-)
Trikuspid : T1 > T2, bising suara jantung (-)
Aorta : A2 > A1, bising suara jantung (-)
Pulmonal : P2 > P1, bising suara jantung (-)
ABDOMEN:
INSPEKSI hyperpigmentasi (-), sikatrik (-), striae(-),
Bising peristaltik (-)  15 kali/menit, bising pembuluh
AUSKULTASI
darah (-)
Perkusi 4 regio : timpani
Hepar : pekak (-)
PERKUSI
Lien : troube space (-)
Ginjal : nyeri ketok ginjal (-)
Superfisial  Nyeri tekan abdomen region epigastrium (+) ,
Massa (-), defence muscular (-)
PALPASI
Dalam  Nyeri (-), Nyeri alih (-)
 Turgor kulit : normal
EKSTREMITAS

EKSTREMITAS Superior Inferior


Oedem -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Capillary refill <2 detik <2 detik
Ulkus -/- -/-
Refleks Fisiologis +/+ +/+
Refleks Patologis -/- -/-

Rectal Toucher:

 Pasien saat pemeriksaan colok dubur, pasien berbaring posisi sim (miring
ke lateral), dan pasien diminta untuk mengedan

Inspeksi

 Tampak benjolan diameter ± 1 cm yang berada di atas garis linea dentate


pada arah jam 1, warna kemerahan, hematom perianal (-), abses (-)

Palpasi

 Tonus sphingter ani baik, teraba massa, konsistensi teraba kenyal, batas
tegas, nyeri tekan (+), benjolan tidak dapat dimasukkan dengan jari, pada
sarung tangan darah (-), lendir (-), feses (-).
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Nilai Nilai normal Satuan

Leukosit 7000 4000 – 10.000 /µL

Eritrosit 5,21 3,7 – 5,8 10^6µL

Hemoglobin 15,3 13,1 – 17,5 g/dl

Hematokrit 44 31 – 45 %

Trombosit 242.000 154.000 – 442.000 uL

MCV 85 80 – 100 fL
MCH 29 22 – 34 Pg

MCHC 34.2 32 – 36 g/dl

GRA% 51,2 50-70 %

LYM% 38.9 25-40 %

MID % 9 2–8 %

CT/BT

Masa Pembekuan (CT) 13 8-18 Menit

Masa Perdarahan (BT) 3 2-6 Menit

Glukosa Darah

Glukosa Sewaktu 100 74-180 mg/dl


Abnormalitas Data
Anamnesis

1. Benjolan di luar anus yang tidak dapat dimasukkan kembali dengan jari

2. Nyeri memberat saat BAB

3. Mengejan tiap BAB

4. Jarang mengkonsumsi sayur, buah, air putih

Px. Fisik

5. Rectal Toucher : tampak benjolan diameter ± 1 cm yang berada di atas garis linea
dentate pada arah jam 1, warna kemerahan, hematom perianal (-), abses (-). Tonus
sphingter ani baik, teraba massa, konsistensi teraba kenyal, batas tegas, nyeri tekan
(+), benjolan tidak dapat dimasukkan dengan jari, pada sarung tangan darah (-), lendir
(-), feses (-).

Problem List
Hemoroid interna grade 4
Pembahasan Problem List

 Assesment
Pasien laki laki usia 18 tahun dengan diagnosis Hemoroid interna grade IV akan
dilakukan Hemoroidektomi pada tanggal 23 april 2021.
 Planning
Jenis pembedahan : Hemoroidektomi
Jenis anestesi : Anestesi Spinal (Regional)

Laporan Operasi

1. Posisi pasien litotomi.

2. Anestesia dilakukan dengan spinal anestesia

3. Dilakukan tindakan asepsis dan antisepsis

4. Dibuat insisi dan eksisi pada massa hemoroid arah jam 5-7 dengan diameter 1 cm

5. Perdarahan didab

6. Luka insisi dan eksisi dijahit

7. Lubang anus dibiarkan terbuka lalu ditutup dengan kassa.

8. Dipasang tampon pada anus.

Instruksi Pasca Operasi

1. Infus RL 20 tpm
2. Inj Ketorolac 30 mg/12 jam
3. Ceftriaxone 1x1
TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi Anal Canal

Anal canal adalah akhir dari usus besar dengan panjang 4 cm dari rectum
hingga orifisium anal. Setengah bagian ke bawah dari anal canal dilapisi oleh epitel
skuamosa dan setengah bagian ke atas oleh epitel kolumnar. Pada bagian yang dilapisi
oleh epitel kolumnar tersebut membentuk lajur mukosa (lajur morgagni).
Suplai darah bagian atas anal canal berasal dari pembuluh rektal superior
sedangkan bagian bawahnya berasal dari pembuluh rektal inferior. Kedua pembuluh
tersebut merupakan percabangan pembuluh darah rektal yang berasal dari arteri
pudendal interna. Arteri ini adalah salah satu cabang arteri iliaka interna. Arteri-arteri
tersebut akan membentuk pleksus disekitar orifisium anal.

Gambar 1. Anatomi anal canal (Schwartz, 2019).

Hemoroid adalah bantalan vaskular yang terdapat di anal canal yang biasanya
ditemukan di tiga daerah utama yaitu kiri samping, kanan depan, dan bagian kanan
belakang. Hemoroid berada dibawah lapisan epitel anal canal dan terdiri dari plexus
arteriovenosus terutama antara cabang terminal arteri rektal superior dan arteri
hemoroid superior. Selain itu hemoroid juga menghubungkan antara arteri hemoroid
dengan jaringan sekitar.
Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kanan dan belahan kiri sesuai
dengan suplai darah yang diterimanya. Arteri mesentrika superior memperdarahi
belahan bagian kanan yaitu sekum, colon asendens dan dua pertiga proksimal colon
tranversum, dan arteria mesentrika inferior memperdarahi belahan kiri yaitu
sepertiga distal colon transversum, colon desendens, sigmoid dan bagian proksimal
rectum. Suplai darah tambahan untuk rectum adalah melalui arteria sakralis media
dan arteria hemoroidalis inferior dan media yang dicabangkan dari arteria iliaka
interna dan aorta abdominalis.

Gambar 2. Arteri pada Rectum

Alir balik vena dari colon dan rectum superior melalui vena mesentrika
superior dan inferior dan vena hemoroidalis superior, yaitu bagian dari sistem portal
yang mengalirkan darah ke hati. Vena hemoroidalis media dan inferior mengalirkan
darah ke vena iliaka dan merupakan bagian dari sirkulasi sistematik. Terdapat
anastomosis antara vena hemoroidalis superior, media dan inferior, sehingga
peningkatan tekanan portal dapat mengakibatkan aliran darah balik ke dalam vena-
vena ini.
Terdapat dua jenis peristaltik propulsif: (1) kontraksi lamban dan tidak teratur,
berasal dari segmen proksimal dan bergerak ke depan, menyumbat beberapa haustra;
(2) peristaltik massa, merupakan kontraksi yang melibatkan segmen colon. Gerakan
peristaltik ini menggerakkan massa feces ke depan, akhirnya merangsang defekasi.
Kejadian ini timbul dua sampai tiga kali sehari dan dirangsang oleh reflek
gastrokolik setelah makan pertama masuk pada hari itu.
Gambar 3. Vena pada Rectum

Propulasi feces ke rectum mengakibatkan distensi dinding rectum dan


merangsang reflek defekasi. Defekasi dikendalikan oleh sfingter ani eksterna dan
interna. Sfingter interna dikendalikan oleh sistem saraf otonom, dan sfingter eksterna
berada di bawah kontrol volunter. Reflek defekasi terintegrasi pada segmen sakralis
kedua dan keempat dari medula spinalis. Serabut-serabut parasimpatis mencapai
rectum melalui saraf splangnikus panggul dan bertanggung jawab atas kontraksi
rectum dan relaksasi sfingter interna. Pada waktu rectum yang mengalami distensi
berkontraksi, otot levator ani berelaksasi, sehingga menyebabkan sudut dan anulus
anorektal menghilang. Otot-otot sfingter interna dan eksterna berelaksasi pada waktu
anus tertarik atas melebihi tinggi massa feces. Defekasi dipercepat dengan adanya
peningkatan tekanan intra-abdomen yang terjadi akibat kontraksi volunter. Otot-otot
dada dengan glotis ditutup, dan kontraksi secara terus menerus dari otot-otot
abdomen (manuver atau peregangan valsava). Defekasi dapat dihambat oleh
kontraksi volunter otot-otot sfingter eksterna dan levator ani. Dinding rectum secara
bertahap akan relaks, dan keinginan untuk berdefekasi menghilang.
Persarafan pada bagian atas anal canal disuplai oleh plexus otonom, bagian
bawah dipersarafi oleh saraf somatik rektal inferior yang merupakan akhir
percabangan saraf pudendal (Snell, 2006).
2. Definisi Hemoroid

Plexus hemoroid merupakan pembuluh darah normal yang terletak pada


mukosa rektum bagian distal dan anoderm. Gangguan pada hemoroid terjadi ketika
plexus vaskular ini membesar. Sehingga kita dapatkan pengertiannya dari “hemoroid
adalah dilatasi varikosus vena dari plexus hemorrhoidal inferior dan superior”
(Dorland, 2002).

Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah


anus yang berasal dari plexus hemorrhoidalis. Di bawah atau di luar linea dentate
pelebaran vena yang berada di bawah kulit (subkutan) disebut hemoroid ekstema.
Sedangkan di atas atau di dalam Linea dentate, pelebaran vena yang berada di bawah
mukosa (submukosa) disebut hemoroid interna. Biasanya struktur anatomis anal canal
masih normal (Simadibrata, 2009).

3. Klasifikasi Hemoroid

Hemoroid dapat diklasifikasikan atas hemoroid eksterna dan interna. Hemoroid


interna dibagi berdasarkan gambaran klinis atas (Simadibrata, 2009):

 Derajat 1: Bila terjadi pembesaran hemoroid yang tidak prolaps ke luar kanal
anus. Hanya dapat dilihat dengan anorektoskop.
 Derajat 2: Pembesaran hemoroid yang prolaps dan menghilang atau masuk
sendiri ke dalam anus secara spontan.
 Derajat 3: Pembesaran hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi ke dalam anus
dengan bantuan dorongan jari.
 Derajat 4: Prolaps hemoroid yang permanen. Rentan dan cenderung untuk
mengalami trombosis dan infark.

Secara anoskopi hemoroid dapat dibagi atas hemoroid ekstema (diluar/di bawah
linea dentata) dan hemoroid interna (didalam/di atas linea dentata). Untuk melihat
risiko perdarahan hemoroid dapat dideteksi oleh adanya stigmata perdarahan berupa
bekuan darah yang masih menempel, erosi, kemerahan di atas hemoroid. Secara
anoskopik hemoroid interna juga dapat dibagai atas 4 derajat hemoroid.
Hemoroid eksternal dikelompokkan dalam 2 kategori yaitu:
 Akut
Bentuk hemoroid akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus
dan sebenarnya merupakan hematoma. Walaupun disebut sebagai hemoroid
trombosis eksterna akut. Bentuk ini sering sangat nyeri dan gatal karena
ujung-ujung saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri.
 Kronik
Bentuk hemoroid eksterna kronik adalah satu atau lebih lipatan kulit anus
yang terdiri dari jaringan penyambung dan sedikit pembuluh darah.
4. Faktor Risiko Hemoroid

Faktor risiko hemoroid antara lain faktor mengedan pada buang air besar yang
sulit, pola buang air besar yang salah, peningkatan tekanan intra abdomen karena
tumor (tumor usus, tumor abdomen), kehamilan (disebabkan tekanan janin pada
abdomen dan perubahan hormonal), usia tua, konstipasi kronik, diare kronik atau
diare akut yang berlebihan, hubungan seks peranal, kurang minum air, kurang makan
makanan berserat (sayur dan buah), kurang olah raga/imobilisasi (Simadibrata, 2009).
5. Patofisiologi Hemoroid

Anal canal memiliki lumen triradiate yang dilapisi bantalan (cushion) atau
alas dari jaringan mukosa. Bantalan ini tergantung di anal canal oleh jaringan ikat
yang berasal dari sfingter anal internal dan otot longitudinal. Di dalam tiap bantalan
terdapat plexus vena yang diperdarahi oleh arteriovenosus. Struktur vaskular tersebut
membuat tiap bantalan membesar untuk mencegah terjadinya inkontinensia (Nisar
dan Scholefield, 2003).
Efek degenerasi akibat penuaan dapat memperlemah jaringan penyokong dan
bersamaan dengan usaha pengeluaran feses yang keras secara berulang serta
mengedan akan meningkatkan tekanan terhadap bantalan tersebut yang akan
mengakibatkan prolapsus. Bantalan yang mengalami prolapsus akan terganggu aliran
balik venanya. Bantalan menjadi semakin membesar dikarenakan mengedan,
konsumsi serat yang tidak adekuat, berlama-lama ketika buang air besar, serta kondisi
seperti kehamilan yang meningkatkan tekanan intra abdominal. Perdarahan yang
timbul dari pembesaran hemoroid disebabkan oleh trauma mukosa lokal atau
inflamasi yang merusak pembuluh darah di bawahnya (Acheson dan Schofield, 2006).
Taweevisit dkk (2008) menyimpulkan bahwa sel mast memiliki peran
multidimensional terhadap patogenesis hemoroid, melalui mediator dan sitokin yang
dikeluarkan oleh granul sel mast. Pada tahap awal vasokonstriksi terjadi bersamaan
dengan peningkatan vasopermeabilitas dan kontraksi otot polos yang diinduksi oleh
histamin dan leukotrin. Ketika vena submukosal meregang akibat dinding pembuluh
darah pada hemoroid melemah, akan terjadi ekstravasasi sel darah merah dan
perdarahan. Sel mast juga melepaskan platelet-activating factor sehingga terjadi
agregasi dan trombosis yang merupakan komplikasi akut hemoroid.
Pada tahap selanjutnya hemoroid yang mengalami trombosis akan mengalami
rekanalisasi dan resolusi. Proses ini dipengaruhi oleh kandungan granul sel mast.
Termasuk diantaranya tryptase dan chymase untuk degradasi jaringan stroma, heparin
untuk migrasi sel endotel dan sitokin sebagai TNF-a serta interleukin 4 untuk
pertumbuhan fibroblas dan proliferasi. Selanjutnya pembentukan jaringan parut akan
dibantu oleh basic fibroblast growth factor dari sel mast.

6. Tanda dan Gejala Hemoroid


a. Perdarahan
Perdarahan umumnya merupakan keluhan tersering dan tanda pertama
dari hemoroid interna akibat trauma oleh faeces yang keras. Darah segar
menetes setelah pengeluaran feses (tidak bercampur dengan feses), dapat
hanya berupa garis pada faeces atau kertas pembersih sampai pada perdarahan
yang terlihat menetes atau mewarnai air toilet menjadi merah, tanpa disertai
nyeri dan pruritus. Walaupun berasal dari vena, darah yang keluar berwarna
merah segar karena kaya akan zat asam. Perdarahan massif terjadi bila
bantalan prolaps pecah dan terbendung oleh spincter. Perdarahan dapat juga
timbul di luar defekasi, yaitu pada orang tua dengan bantalan anus yang hanya
ditutupi oleh mukosa yang terletak diluar anus, terjadi akibat tonus spincter
yang melemah. Perdarahan ini berwarna merah segar karena berasal dari
lamina propia yang langsung berada dibawah epitel dan baru terjadi.
Perdarahan luas dan intensif di pleksus hemoroidalis menyebabkan darah di
vena tetap merupakan “darah arteri”. Kadang perdarahan hemoroid yang
berulang dapat berakibat timbulnya anemia berat.
b. Benjolan (prolaps)
Hemoroid yang membesar secara perlahan-lahan akhirnya dapat
menonjol keluar menyebabkan prolaps. Pada tahap awal, penonjolan ini hanya
terjadi pada waktu defekasi dan disusul reduksi spontan setelah defekasi. Pada
stadium yang lebih lanjut, hemoroid interna ini perlu didorong kembali setelah
defekasi agar masuk kembali ke dalam anus. Pada akhirnya hemoroid dapat
berlanjut menjadi bentuk yang mengalami prolaps menetap dan tidak bisa
didorong masuk lagi. Keluarnya mukus dan terdapatnya faeces pada pakaian
dalam merupakan ciri hemoroid yang mengalami prolaps menetap. Harus
dapat dibedakan dengan thrombosis perianal, skin tag yang edema, hipertrofi
papilla anus dan polip rektum.
c. Gejala iritasi
Iritasi kulit perianal dapat menimbulkan rasa gatal yang dikenal
sebagai pruritus anus dan ini disebabkan oleh kelembaban yang terus menerus
dan rangsangan mukus. Sekresi dari mukosa anus disertai perdarahan
merupakan tanda hemoroid interna, yang sering mengotori pakaian dalam,
bahkan dapat menimbulkan maserasi kulit. Skin tags merupakan tanda pernah
terjadinya episode komplikasi thrombosis hemoroid interna. Pruritus ani
sebenarnya bukan akibat dari wasir. Rasa gatal bisa terjadi karena sulit untuk
menjaga kebersihan di daerah yang terasa nyeri. Pruritus ani yang timbul bisa
juga disebabkan karena iritasi kulit perianal oleh karena kelembaban yang
terus menerus dan rangsangan anus. (itching and pruritus).
d. Nyeri
Nyeri dan rasa tidak nyaman timbul bila ada komplikasi berupa
prolaps, thrombosis atau akibat penyakit lain yang menyertai seperti fisura ani,
abses dan keganasan. Puncak nyeri biasanya timbul setelah defekasi.

7. Diagnosis Hemoroid

Diagnosis hemoroid dapat dilakukan dengan melakukan:


a. Anamnesis.
b. Pemeriksaan fisik.
c. Pemeriksaan penunjang.

Pada anamnesis biasanya didapati bahwa pasien menemukan adanya darah


segar pada saat buang air besar. Selain itu pasien juga akan mengeluhkan adanya
gatal-gatal pada daerah anus. Pada derajat II hemoroid internal pasien akan merasakan
adanya masa pada anus dan hal ini membuatnya tak nyaman. Pasien akan
mengeluhkan nyeri pada hemoroid derajat IV yang telah mengalami trombosis
(Canan, 2002).
Perdarahan yang disertai dengan nyeri dapat mengindikasikan adanya
trombosis hemoroid eksternal, dengan ulserasi thrombus pada kulit. Hemoroid
internal biasanya timbul gejala hanya ketika mengalami prolapsus sehingga terjadi
ulserasi, perdarahan, atau trombosis. Hemoroid eksternal bisa jadi tanpa gejala atau
dapat ditandai dengan rasa tak nyaman, nyeri akut, atau perdarahan akibat ulserasi dan
trombosis (Wexner, Person, dan Kaidar-person, 2006).

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya pembengkakan vena yang


mengindikasikan hemoroid eksternal atau hemoroid internal yang mengalami prolaps.
Hemoroid internal derajat I dan II biasanya tidak dapat terlihat dari luar dan cukup
sulit membedakannya dengan lipatan mukosa melalui pemeriksaan rektal kecuali
hemoroid tersebut telah mengalami trombosis (Canan, 2002).
Daerah perianal juga diinspeksi untuk melihat ada atau tidaknya fisura, fistula,
polip, atau tumor. Selain itu ukuran, perdarahan, dan tingkat keparahan inflamasi juga
harus dinilai (Nisar dan Scholefield, 2003).

Pemeriksaan Penunjang Anal canal dan rektum diperiksa dengan


menggunakan anoskopi dan sigmoidoskopi. Anoskopi dilakukan untuk menilai
mukosa rektal dan mengevaluasi tingkat pembesaran hemoroid (Halverson, 2007).
Side-viewing pada anoskopi merupakan instrumen yang optimal dan tepat untuk
mengevaluasi hemoroid. Allonso-Coello dan Castillejo (2003) dalam Kaidar-Person,
Person, dan Wexner (2007) menyatakan bahwa ketika dibandingkan dengan
sigmodoskopi fleksibel, anoskopi mendeteksi dengan presentasi lebih tinggi terhadap
lesi di daerah anorektal.
Gejala hemoroid biasanya bersamaan dengan inflamasi pada anal canal
dengan derajat berbeda. Dengan menggunakan sigmoidoskopi, anus dan rectum dapat
dievaluasi untuk kondisi lain sebagai diagnosa banding untuk perdarahan rektal dan
rasa tak nyaman seperti pada fisura anal dan fistula, kolitis, polip rektal, dan kanker.
Pemeriksaan dengan menggunakan barium enema X-ray atau kolonoskopi harus
dilakukan pada pasien dengan umur di atas 50 tahun dan pada pasien dengan
perdarahan menetap setelah dilakukan pengobatan terhadap hemoroid (Canan, 2002).

8. Diagnosis Banding Hemoroid

Menurut Kaidar-Person dkk (2007) selama evaluasi awal pasien, kemungkinan


penyebab lain dari gejala-gejala seperti perdarahan rektal, gatal pada anus, rasa tak
nyaman, massa serta nyeri dapat disingkirkan. Kanker kolorektal dan anal, dan
melanoma anorektal merupakan contoh penyebab gejala tersebut. Dibawah ini adalah
diagnosa banding untuk gejala-gejala diatas:
- Nyeri
 Fisura anal
 Herpes anal
 Proktitis ulseratif
 Proctalgia fugax
- Massa
 Karsinoma anal
 Perianal warts
 Skin tags
- Nyeri dan massa
 Hematom perianal
 Abses
 Pilonidal sinus
- Nyeri dan perdarahan
 Fisura anal
 proktitis
- Nyeri, massa, dan perdarahan
 Hematom perianal ulseratif
- Massa dan perdarahan
 Karsinoma anal
- Perdarahan
 Polips kolorektal
 Karsinoma kolorektal
 Karsinoma anal

9. Tatalaksana Hemoroid

Menurut Acheson dan Scholefield (2006), penatalaksanaan hemoroid dapat dilakukan


dengan beberapa cara sesuai dengan jenis dan derajat daripada hemoroid.

Penatalaksanaan Konservatif
Sebagian besar kasus hemoroid derajat I dapat ditatalaksana dengan
pengobatan konservatif. Tatalaksana tersebut antara lain koreksi konstipasi jika ada,
meningkatkan konsumsi serat, laksatif, dan menghindari obat-obatan yang dapat
menyebabkan kostipasi seperti kodein (Daniel, 2010)
Penelitian meta-analisis akhir-akhir ini membuktikan bahwa suplemen serat
dapat memperbaiki gejala dan perdarahan serta dapat direkomendasikan pada derajat
awal hemoroid (Zhou dkk, 2006). Perubahan gaya hidup lainnya seperti
meningkatkan konsumsi cairan, menghindari konstipasi dan mengurangi mengejan
saat buang air besar dilakukan pada penatalaksanaan awal dan dapat membantu
pengobatan serta pencegahan hemoroid, meski belum banyak penelitian yang
mendukung hal tersebut.
Kombinasi antara anestesi lokal, kortikosteroid, dan antiseptik dapat
mengurangi gejala gatal-gatal dan rasa tak nyaman pada hemoroid. Penggunaan
steroid yang berlama-lama harus dihindari untuk mengurangi efek samping. Selain itu
suplemen flavonoid dapat membantu mengurangi tonus vena, mengurangi
hiperpermeabilitas serta efek antiinflamasi meskipun belum diketahui bagaimana
mekanismenya (Acheson dan Scholrfield, 2008).

Pembedahan
Acheson dan Scholfield (2008) menyatakan apabila hemoroid internal derajat I yang
tidak membaik dengan penatalaksanaan konservatif maka dapat dilakukan tindakan
pembedahan. HIST (Hemorrhoid Institute of South Texas) menetapkan indikasi
tatalaksana pembedahan hemoroid antara lain:
a. Hemoroid internal derajat II berulang.
b. Hemoroid derajat III dan IV dengan gejala.
c. Mukosa rektum menonjol keluar anus.
d. Hemoroid derajat I dan II dengan penyakit penyerta seperti fisura.
e. Kegagalan penatalaksanaan konservatif.
f. Permintaan pasien.

Pembedahan yang sering dilakukan yaitu:


1) Skleroterapi. Teknik ini dilakukan menginjeksikan 5 mL oil phenol 5 %,
vegetable oil, quinine, dan urea hydrochlorate atau hypertonic salt solution.
Lokasi injeksi adalah submukosa hemoroid. Efek injeksi sklerosan tersebut
adalah edema, reaksi inflamasi dengan proliferasi fibroblast, dan trombosis
intravaskular. Reaksi ini akan menyebabkan fibrosis pada sumukosa
hemoroid. Hal ini akan mencegah atau mengurangi prolapsus jaringan
hemoroid (Kaidar-Person dkk, 2007). Senapati (1988) dalam Acheson dan
Scholfield (2009) menyatakan teknik ini murah dan mudah dilakukan, tetapi
jarang dilaksanakan karena tingkat kegagalan yang tinggi.
2) Rubber band ligation. Ligasi jaringan hemoroid dengan rubber band
menyebabkan nekrosis iskemia, ulserasi dan scarring yang akan menghasilkan
fiksasi jaringan ikat ke dinding rektum. Komplikasi prosedur ini adalah nyeri
dan perdarahan.
3) Infrared thermocoagulation. Sinar infra merah masuk ke jaringan dan berubah
menjadi panas. Manipulasi instrumen tersebut dapat digunakan untuk
mengatur banyaknya jumlah kerusakan jaringan. Prosedur ini menyebabkan
koagulasi, oklusi, dan sklerosis jaringan hemoroid. Teknik ini singkat dan
dengan komplikasi yang minimal.
4) Bipolar Diathermy. Menggunakan energi listrik untuk mengkoagulasi jaringan
hemoroid dan pembuluh darah yang memperdarahinya. Biasanya digunakan
pada hemoroid internal derajat rendah.
5) Laser haemorrhoidectomy.
6) Doppler ultrasound guided haemorrhoid artery ligation. Teknik ini dilakukan
dengan menggunakan proktoskop yang dilengkapi dengan doppler probe yang
dapat melokalisasi arteri. Kemudian arteri yang memperdarahi jaringan
hemoroid tersebut diligasi menggunakan absorbable suture. Pemotongan
aliran darah ini diperkirakan akan mengurangi ukuran hemoroid.
7) Cryotherapy. Teknik ini dilakukan dengan menggunakan temperature yang
sangat rendah untuk merusak jaringan. Kerusakan ini disebabkan kristal yang
terbentuk di dalam sel, menghancurkan membran sel dan jaringan. Namun
prosedur ini menghabiskan banyak waktu dan hasil yang cukup
mengecewakan. Cryotherapy adalah teknik yang paling jarang dilakukan
untuk hemoroid (American Gastroenterological Association, 2004).
8) Stappled Hemorrhoidopexy. Teknik dilakukan dengan mengeksisijaringan
hemoroid pada bagian proksimal dentate line. Keuntungan pada stappled
hemorrhoidopexy adalah berkurangnya rasa nyeri paska operasi selain itu
teknik ini juga aman dan efektif sebagai standar hemorrhoidectomy
(Halverson, 2007).

Pencegahan
Yang paling baik dalam mencegah hermoroid yaitu mempertahankan tinja
tetap lunak sehingga mudah ke luar, di mana hal ini menurunkan tekanan dan
pengedanan dan mengosongkan usus sesegera mungkin setelah perasaan mau ke
belakang timbul. Latihan olahraga seperti berjalan, dan peningkatan konsumsi serat
diet juga membantu mengurangi konstipasi dan mengedan (Simadibrata, 2009).
DAFTAR PUSTAKA

Acheson, A.G. & Scholefield, J. H., 2008. Management of Haemorrhoids. British


Medical Journal;336: 380-383.
American Gastroenterological Association. American Gastroenterological
Association Technical Review on The Diagnosis and Treatment of
Hemorrhoids. American Gastroenterological Association Clinical Practice
Comitee.

Burkitt, D.P, 1972. Varicose Veins, Deep Vein Trombosis, and Haemorrhoids:
Epidemiology and Suggested Aetiology. British Medical Journal: 556-561.

Canan, A, 2002. Hemorrhoids and Other Anorectal Disorders. Manual of


rd
Gastroenterology: Diagnosis and Therapy. 3 ed. USA: Lippincott Williams
& Wilkins.
Chong, P.S. & Bartolo, D.C.C., 2008. Hemorrhoids and Fissure in ano.
Gastroenterology Clinics of North America 37: 627-644.
Cintron, J.R. & Abcarian, H., 2007. Benign Anorectal: Hemorrhoid. In: Wolff,
B.G., Fleshman, J.W., and Beck, D.E., ed. The ASCRS Textbook of Colon and
Rectal Surgery. Newyork: Springer, 156-172.

th
Corman, M.L, 2004. Hemorrhoids. Colon & Rectal Surgery. 5 ed. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins. 177-253.

Daniel, W.J., 2010. Anorectal Pain, Bleeding, and Lumps. Australian Family
Physician 39 (6): 376-381.
Dorland, 2002. Kamus Saku kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta: EGC
Everheart, J.E., 2004. Digestive Disease in The United States: Epidemiology and
Impact, National Institute of Health. Washington, DC: US government
Printing Office.

Felix. 2006. Duduk, Salah, Berdiri, Juga Salah. Farmacia Majalah Kedokteran
dan Farmasi. Jakarta. Available from: http://www.majalah-
farmacia.com/rubrik/one-news.asp?IDNews=278.
Hall, K.E., 2009. Effect of Aging on Gastrointestinal System. Hazzard’s Geriatric
th
Medicine and Gerontology. 6 ed. New York: McGraw-Hill.1062.

Halverson, A., 2007. Hemorrhoids. Clin Colon Rectal surgery 20 (2): 77-84.

Hemorrhoid Institute of South Texas, 2009. Hemorrhoids Summary. Available


from: http://hemorrhoidinstituteofst.com.

Kaidar-Person, O., Person, B., and Wexner, S.D., 2007. Hemorrhoidal Disease: A
Comprehensive Review. J. American College of Surgeons 204 (1): 102-114.

McKesson Health Solution LLC, 2004. Hemorrhoids. Philadelpia: Clinical


Reference System. Available from: http://www.mdconsult.com.

Nagie, D 2007. What You Need to Know about Hemorrhoids…but were too
Embarrassed to Ask, Beth Israel Deaconess Medical Center. Available from:
http://www.BottomLineSecrets.com.

Nikpour, S. & Asgari, A.A., 2008. Colonoscopic Evaluation of Minimal Rectal


Bleeding in Average-Risk Patients for Colorectal Cancer. World Journal of
Gastroenterology 14(42): 6536-6540.

Nisar, P.J. & Scholfield, J.H., 2003. Managing Haemorrhoids. British Medical
Journal; 327: 847-851.
Osborn, N.K., King, K.H., and Adeniji, O.A., 2009. Hemorroid Treatment in
Outpatient Gastroenterology Practice Using The O’Regan Disposable
Hemorrhoid Banding System is Safe and Effective. The Journal of Medicine 2
(5): 251.

Penninger, J.I. & Zainea, G.G., 2001. Common Anorectal Conditions: Part I.
Symptoms and Complains. American Family Physician 63 (12): 2391-2398
Pigot, F., Siproudis L., and Allaert, F.A, 2005. Risk Factor Associated with
Hemorrhoidal Symptoms in Specialized. Gastroenterology Clin Biol 29 (12):
1270-1274.
Schubert, M.C., Sridhar, S., Schade, R.R., Wexner, S.D., 2009. What every
gastroenterologist needs to know about common anorectal disorders. World
Journal of Gastroenterology 15 (26) : 3201-3209.
Snell, R.S., 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Ed.6. Jakarta:
EGC.

Strate, L.L., Ayanlan, J.Z., Kotier, G., Syngal, S., 2008. Risk Faktor for Mortality
in Lower Intestinal Bleeding. Clin Gastroenterol Hepatol 6 (9): 955-1004.

Taweevisit, M., Wisadeopas, N., Phumsuk, U., Thorner, P.S. 2008. Increased mast
cell density in haemorrhoid venous blood vessels suggests a role in
pathogenesis. Singapore Med Journal 49 (12) : 977-979.

Villalba, H., Abbas, M.A., 2007. Hemorrhoids : Modern Remedies for an Ancient
Disease. The Permanente Journal 11 (2): 74-76.
World Gastroenterological Organisation. World Gastroenterological Organisation
Practice Guidelines: Constipation. World Gastroenterological Organisation.
Available from:
http://www.worldgastroenterology.org/assets/downloads/en/pdf/guidelines/05

_constipation.pdf .
Zhou, Q., Mills, E., Martinez, Z.M.J., and Allonso, C.P., 2006. Metaanalysis of
Flavonoid for The Treatment of Haemorrhoid. BrJ Surg; 93: 909-920.

Anda mungkin juga menyukai