CKD STAGE V
Oleh :
Rohmatul Hajiriah Nurhayati
(H1A 013 056)
Pembimbing :
dr. I Made Windutama, Sp.PD
TAHUN 2018
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit Ginjal Kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu
proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi
ginjal yang progresif, dan umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Insiden dan
prevalensinya semakin meningkat dan sudah merupakan masalah kesehatan global.1
Di negara-negara barat CKD merupakan sebuah epidemi dengan angka
pertumbuhan dialisis pertahun 6-8%. Di Amerika Serikat dalam dua dekade terakhir
terjadi peningkatan prevalensi gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal terminal yang
memerlukan terapi pengganti ginjal. Tidak hanya itu, prevalensi CKD stadium awal
juga turut mengalami peningkatatan. Diperkirakan satu dari
sembilan orang Amerika Serikat mengidap CKD dan sebagian besar tidak menyadari
hal ini.2
Tiga strategi yang dapat membantu untuk memperlambat progresifitas CKD
meliputi: identifikasi dini penderita, modifikasi faktor risiko dan manajemen secara
paripurna. Beberapa faktor risiko untuk terjadinya CKD adalah umur diatas 60 tahun,
diabetes melitus, hipertensi atau penyakit kardiovaskular, adanya riwayat keluarga
yang menderita sakit ginjal, infeksi saluran kemih yang berulang, penggunaan obat
nefrotoksik berulang (NSAID, antibiotik, zat kontras) dan kontak dengan bahan kimia
yang berulang.2
Pada stadium dini CKD dapat didiagnosis dengan melakukan pemeriksaan
penunjang dan terbukti dengan pengobatan dini dapat mencegah terjadinya gagal
ginjal, penyakit kardiovaskular dan dapat mencegah kematian sebelum waktunya.2
CKD merupakan penyakit yang kronis, sehingga diperlukan kerjasama tim medis,
pasien, serta keluarga dan lingkungan dalam pengelolaan penyakit ini. Edukasi
terhadap pasien dan keluarganya tentang penyakit dan komplikasi yang
memungkinkan akan sangat membantu memperbaiki hasil pengobatan, serta
diharapkan dapat membantu memperbaiki kualitas hidup penderita.2
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
II. ANAMNESIS
Pasien datang dengan keluhan lemas. Lemas dirasakan sejak dua bulan yang
lalu dan semakin memberat sejak satu minggu terakhir. Lemas awalnya hanya
dirasakan saat beraktifitas, namun lama kelamaan pasien merasa semakin tidak
bertenaga, Selain lemas, pasien juga merasakan batuk kering, batuk di rasakan sekitar
1 minggu sebelum MRS, batuk dirasakan memberat saat malam hari, saat batuk pasien
merasakan adanya nyeri di seluruh lapang paru, nyeri ini juga dirasakan saat pasien
menarik nafas panjang.
Keluhan mual (+) namun sudah tidak terlalu dirasakan pasien, muntah (-),
demam (-), keluhan BAB hitam (-) dan berdarah (-), BAK darah (-), keluar batu atau
pasir saat BAK (-), nyeri saat BAK disangkal, nyeri menjalar dari pinggang ke arah
selangkangan (-).
Pasien juga mengatakan bahwa sejak 10 tahun yang lalu pasien menderita
hipertensi dengan tensi tertinggi mencapai 200/x namun pasien rutin untuk
mengkonsumsi obat anti hipertensi.
Riwayat batuk lama dan asma disangkal, riwayat hipertensi (+), DM (-),
penyakit jantung disangkal.
Status Generalis
Keadaan Umum : sedang
Kesadaran : compos mentis
GCS : E4V5M6
Status Gizi : Kurus
BB = 55 kg TB = 160 cm BMI = 21
Tanda Vital
~ Tekanan darah : 170/100 mmHg
~ Frekuensi nadi : 94 x/menit, reguler, kuat angkat.
~ Frekuensi napas : 28 x/menit, reguler, torako-abdominal.
~ Suhu aksila : 37.0 ºC
Status Lokalis
~ Kepala
Bentuk dan ukuran : normal
Rambut : normal
Edema : (-)
Parese N. VII : (-)
Hiperpigmentasi : (-)
Nyeri tekan kepala : (-)
~ Mata
Simetris
Alis normal
Exopthalmus : (-/-)
Ptosis : (-/-)
Nystagmus : (-/-)
Strabismus : (-/-)
Edema palpebra : (-/-)
Konjungtiva : anemis (+/+), hiperemia (-/-)
Sclera : ikterus (-), hiperemia (-/-), pterygium (-/-)
Pupil : Rp +/+, isokor, bentuk bulat, Ø 3 mm, miosis (-/-),
midriasis (-/-)
Kornea : normal
Lensa : pseudopakia (-/-), keruh (-/-)
Pergerakan bola mata : normal ke segala arah
~ Telinga
Bentuk : normal, simetris antara kiri dan kanan.
Liang telinga (MAE) : normal, sekret (-/-), serumen (-/-).
Nyeri tekan tragus : (-/-)
Peradangan : (-/-)
Pendengaran : kesan normal
~ Hidung
Simetris
Deviasi septum : (-/-)
Napas cuping hidung : (-)
Perdarahan : (-/-)
Sekret : (-/-)
Penciuman : kesan normal
~ Mulut
Simetris
Bibir : sianosis (-), pucat (+), stomatitis angularis (-), ulkus (-)
Gusi : hiperemia (-), perdarahan (-).
Lidah : glositis (-), atropi papil lidah (-), lidah berselaput (-),
kemerahan di pinggir (-), tremor (-), lidah kotor (-).
Gigi geligi : normal
Mukosa : normal
~ Leher
Simetris
Deviasi trakea : (-)
Kaku kuduk : (-)
Pembesaran KGB : (-)
JVP : normal (5+2) cm
Otot SCM : aktif (-), hipertrofi (-)
Pembesaran tiroid : (-)
~ Thorax
Inspeksi :
1) Bentuk dan ukuran dada simetris, barrel chest (-).
2) Ikterik (-)
3) Pergerakan dinding dada simetris, tidak tampak ketertinggalan gerak.
4) Permukaan dinding dada: scar (-), massa (-), spider navy (-), ictus cordis tidak
tampak.
5) Penggunaan otot bantu napas : SCM aktif (-), hipertrofi SCM (-), otot bantu
abdomen aktif (-).
6) Tulang iga dan sela iga : pelebaran ICS (-), penyempitan ICS (-), arah tulang
iga normal.
7) Fossa supraklavikula dan infraklavikula cekung simetris, fossa jugularis:
deviasi trakea (-).
8) Tipe pernapasan torako-abdominal dengan frekuensi napas 28 x/menit.
Palpasi :
1) Posisi mediastinum : deviasi trakea (-), ictus cordis teraba di ICS V linea
midclavicular sinistra, thrill (-).
2) Nyeri tekan (-), benjolan (-), krepitasi (-), suhu normal.
3) Pergerakan dinding dada asimetris, ketertinggalan pada sisi kanan.
4) Vocal fremitus
+ +
+ +
- -
Perkusi :
1) Sonor hanya pada bagian superior kedua lapang paru
S S
S S
R R
2) Batas paru-jantung : Dextra → ICS II linea parasternalis dekstra
Sinistra → ICS V linea midclavicularis sinistra
3) Batas paru-hepar :
- Ekspirasi → ICS IV
Ekskursi : 2 ICS
- Inspirasi → ICS VI
Auskultasi :
1) Cor : S1S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-).
2) Pulmo :
- Vesikuler :
+ +
+ +
- Rhonki:
- -
- -
- -
- Wheezing :
- -
- -
- -
3) Tes percakapan
+ +
+ +
~ Abdomen
Inspeksi :
1) Tampak distensi (-), ascites (-).
2) Umbilikus masuk merata
3) Permukaan kulit: ikterik (-), bercak luka yang mengering (-), scar (+) post
secsio caesar, massa (-), vena kolateral (-), caput medusa (-).
Auskultasi :
1) Bising usus (+) normal
2) Metalic sound (-)
3) Bising aorta (-)
Perkusi :
1) Timpani pada seluruh lapang abdomen
2) Nyeri ketok (-)
3) Shifting dullness (-)
Palpasi :
1) Nyeri tekan
- + -
- - -
- - -
2) Massa (-)
3) Hepar/lien/ren tidak teraba
4) Murphy sign (-)
~ Ekstremitas
Ekstremitas Atas Ekstremitas Bawah
Akral hangat : +/+ Akral hangat : +/+
Ikterik : -/- Ikterik : -/-
Deformitas : -/- Deformitas : -/-
Edema : -/- Edema : -/-
Sianosis : -/- Sianosis : -/-
Petekie : -/- Petekie : -/-
Bercak luka : -/- Bercak luka : -/-
Clubbing finger : -/- Clubbing finger : -/-
Sendi : dbn Sendi : dbn
CRT : < 2 detik
~ Genitourinaria: tidak di evaluasi
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
- Darah Lengkap
29/01/2018 Parameter
HB 7.2 14,0 – 17,5 g/dt
RBC 2.82 4,5–5,9 x 106/µL
HCT 21.9 40 - 52 %
MCV 89.0 74 – 110 µm3
MCH 30.3 24 – 33 µm3
MCHC 34.0 28 – 36 %
WBC 5.4 4,0–13 x 103/µt
PLT 181 150 – 400 x 103/µL
- Kimia Darah
= 11.16 ccs/min
2. ASSESSMENT
- CKD stage V
- Hipertensi grade II
V. RESUME
Keluhan mual (+) namun sudah tidak terlalu dirasakan pasien, muntah (-),
demam (-), keluhan BAB hitam (-) dan berdarah (-), BAK darah (-), keluar batu
atau pasir saat BAK (-), nyeri saat BAK disangkal, nyeri menjalar dari pinggang
ke arah selangkangan (-).
Pasien juga mengatakan bahwa sejak 10 tahun yang lalu pasien menderita
hipertensi dengan tensi tertinggi mencapai 200/x namun pasien rutin untuk
mengkonsumsi obat anti hipertensi.
VI. PLANNING
Planning Diagnosis
Laboratorium
- Kimia darah: Glukosa darah sewaktu (GDS), ureum, kreatinin, elektrolit,
albumin.
- AGD
- Urin Lengkap
Radiologi
- USG abdomen
- Foto Thorax
Pemeriksaa sputum TB paru
Planning Terapi
- IVFD NaCl 0,9% 10 tpm
- Inj ranitidine 25mg/12 jam
- Inj. Furosemid 20 mg/12 jam
- Amlodipin tab 10 mg/24 jam
- Captopril tab 25 mg/ 12 jam
- Transfusi 1 kolf/hari -> HB >10
- Pro HD
Monitoring
- Tekanan darah
- Balance cairan : 500 cc (IWL) + vol. urin 24 jam.
- Cek kadar HB post transfusi
- Diet :
Protein : 0,6-0,8 gr/kgBB/hari (24-32 gr/hari)
Kalori : 30-35 kkal/kgBB/hari (120-135 kkal/hari)
Rendah garam
VII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad malam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
BAB V
PEMBAHASAN
Dari hasil pemeriksaan darah lengkap pada kasu ini, dijumpai adanya
anemia sedang normokromik normositer dan penurunan LFG (11.16
ml/menit/1,73 m2 )
A. Anatomi Ginjal
Makroskopis
Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, dibelakang peritonium
(retroperitoneal), didepan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar (transversus
abdominis, kuadratus lumborum dan psoas mayor) di bawah hati dan limpa. Di bagian
atas (superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal (juga disebut kelenjar suprarenal). Kedua
ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3. Ginjal pada orang dewasa berukuran
panjang 11-12 cm, lebar 5-7 cm, tebal 2,3-3 cm, kira-kira sebesar kepalan tangan
manusia dewasa. Berat kedua ginjal kurang dari 1% berat seluruh tubuh atau kurang
lebih beratnya antara 120-150 gram.
Ginjal kanan biasanya terletak sedikit
ke bawah dibandingkan ginjal kiri untuk
memberi tempat lobus hepatis dextra yang
besar. Kedua ginjal dibungkus oleh dua
lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak
pararenal) yang membantu meredam
guncangan.
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput
tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat
cortex renalis di bagian luar, yang berwarna coklat gelap, dan medulla renalis di bagian
dalam yang berwarna coklat lebih terang dibandingkan cortex. Bagian medulla
berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis,
puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri
dari lubang-lubang kecil disebut papilla renalis.
Hilus adalah pinggir medial ginjal
berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya
pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan
nervus. Terdapat Pelvis Renalis berbentuk corong
yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Pelvis
Renalis terbagi menjadi dua atau tiga kaliks renalis majores yang masing-masing akan
bercabang menjadi dua atau tiga kaliks renalis minores. Kaliks renalis masing-masing
bertugas mengalirkan urin dari setiap Medulla. Medulla terbagi menjadi bagian segitiga
yang disebut piramid. Piramid-piramid tersebut dikelilingi oleh bagian korteks dan
tersusun dari segmen-segmen tubulus dan Duktus Kolektivus nefron. Papila atau apeks
dari tiap piramid membentuk duktus papilaris bellini yang terbentuk dari kesatuan
bagian terminal dari banyak duktus kolektivus.1,2
Mikroskopis
Ginjal terbentuk oleh unit yang disebut nephron yang berjumlah 1-1,2 juta buah
pada tiap ginjal. Nefron adalah unit fungsional ginjal. Setiap nefron terdiri dari Kapsula
Bowman, Tubulus Kontortus Proksimal, Lengkung Henle dan Tubulus Kontortus
Distal, yang berakhir pada Duktus Kolektivus.
Vaskularisasi Ginjal
Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira setinggi vertebra
lumbalis II. Vena renalis menyalurkan darah kedalam vena kavainferior yang terletak
disebelah kanan garis tengah. Saat arteri renalis masuk kedalam hilus, arteri tersebut
bercabang menjadi arteri interlobaris yang berjalan diantara piramid selanjutnya
membentuk arteri arkuata kemudian membentuk arteriola interlobularis yang tersusun
paralel dalam korteks. Arteri interlobularis ini kemudian membentuk arteriola aferen
pada glomerulus.
Glomeruli bersatu membentuk arteriola aferen yang kemudian bercabang
membentuk sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan disebut kapiler
peritubular. Darah yang mengalir melalui sistem portal ini akan dialirkan kedalam
jalinan vena selanjutnya menuju vena interlobularis, vena arkuarta, vena interlobaris,
dan vena renalis untuk akhirnya mencapai vena cava inferior.1
Lengkung henle terbagi tiga bagian yaitu segmen tipis descendent, segment tipis
ascendent, dan segmen tebal ascendent. Pada segmen tipis, seperti namanya, terdapat
sedikit epitel tanpa adanya brush border, sedikit mitokondria dan sedikit aktivitas
metabolis yang terjadi.
Segmen tipis descendent sangat permeabel terhadap air dan cukup permeabel terhadap
zat-zat lainnya, termasuk urea dan sodium. Fungsi dari bagian ini adalah sebagai media
difusi sederhana melalui dindingnya. Sekitar 20% cairan direabsorpsi di lengkung henle
dan sebagian besar terjadi di segmen ini.
Pada segmen ascendent yang tebal maupun tipis, sangat tidak permeabel terhadap air,
sehingga konsentrasi dari urin akan diatur oleh segmen tersebut. Segmen tebal ascendent
memiliki lapisan epitel yang cukup tebal dan memiliki mitokondria yang cukup banyak
serta brush border. Sehingga pada segmen ini masih terjadi penyerapan sodium-chlorida
serta penyerapan ion-ion seperti kalsium, bikarbonat, magnesium, dan kalium.
Sekresi
Bagian yang berfungsi utama dalam hal ini adalah tubulus distal. Bagian paling awal
dari tubulus distal membentuk kompleks jugxtaglomerular yang berfungsi mengatur LFG.
Bagian selanjutnya mempunyai struktur yang mirip dengan segmen tebal ansa henle
sehingga berfungsi juga untuk penyerapan ion-ion namun tidak permeabel terhadap air
dan urea. Bagian akhir atau setengah akhir dari tubulus distal berfungsi untuk mensekresi
potasium dan ion hidrongen serta reabsorpsi bikarbonat. Pada bagian ini,
permeabilitasnnya dipengaruhi oleh hormon ADH, jika terdapat hormon ADH, maka
dinding tubulus distal akan sangat permeabel terhadap air.
Duktus Kolektivus
Pada tempat ini akan terjadi reabsorpsi kembali 10% air dan sodium, dan merupakan
tempat akhir dari proses pembentukan urin. Tempat ini berperan penting dalam penentuan
output air dan substasnsi urin.
Permeabilitan tubulus ini terhadap air juga dipengaruhi oleh hormon ADH, permeabel
terhadap urea dan mampu mensekresi ion hidrogen dalam jumlah besar sehingga berperan
penting dalam keseimbangan asam basa.2
B. Definisi
Menurut KDIGO tahun 2012, penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai kelainan
struktur atau fungsional ginjal, yang berlangsung lebih dari 3 bulan dan diklasifikasian
berdasarkan kausa, kategori LFG, dan kategori albuminuria3
C. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, ada meningkatnya insiden dan prevalensi gagal ginjal, dengan
hasil yang buruk dan biaya tinggi. Penyakit ginjal adalah penyebab utama kematian
kesembilan di Amerika Serikat. Nasional Ketiga Kesehatan dan Survey (NHANES III)
memperkirakan bahwa prevalensi penyakit ginjal kronis pada orang dewasa di Amerika
Serikat adalah 11% (19,2 juta): 3,3% (5,9 juta) memiliki tahap 1, 3% (5,3 juta) harus
tahap 2, 4,3% (7,6 juta) memiliki stadium 3, 0,2% (400.000) memiliki stadium 4, dan
0,2% (300.000) memiliki tahap 6
Menurut ketiga Kesehatan Nasional dan Survei Pemeriksaan Gizi, diperkirakan
bahwa 6,2 juta orang (yaitu 3% dari total penduduk AS) lebih tua dari 12 tahun memiliki
nilai kreatinin serum di atas 1,5 mg / dL; 8 juta orang memiliki GFR kurang dari 60 mL /
menit, mayoritas dari mereka berada di populasi Medicare senior (5,9 juta orang).
Tingkat kejadian stadium akhir penyakit ginjal (ESRD) telah terus meningkat secara
internasional sejak tahun 1989. Amerika Serikat memiliki tingkat kejadian tertinggi
ESRD, diikuti oleh Jepang. Jepang memiliki prevalensi tertinggi per juta penduduk,
dengan Amerika Serikat menempati posisi kedua.5
D. Etiologi
Berdasarkan etiologi, CKD dapat dibagi menjadi:
Penyakit Tipe Mayor
E. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasari, tetapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih
sama. Pada gagal ginjal kronik terjadi pengurangan massa ginjal mengakibatkan
hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa. Hal ini mengakibatkan
terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah
glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses
maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti
dengan penurunan fungsi nefron yang progresif. Perubahan fungsi neuron yang tersisa
setelah kerusakan ginjal menyebabkan pembentukan jaringan ikat, sedangkan nefron
yang masih utuh akan mengalami peningkatan beban eksresi sehingga terjadi lingkaran
setan hiperfiltrasi dan peningkatan aliran darah glomerulus. Demikian seterusnya,
keadaan ini berlanjut menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan Gagal Ginjal
Terminal (GGT) atau End Stage Renal Disease (ESRD). Adanya peningkatan aktivitas
aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, hipertensi sistemik, nefrotoksindan
hipoperfusi ginjal, proteinuria, hiperlipidemia ikut memberikan kontribusiterhadap
terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresifitas tersebut.
Asidosis metabolik
Gagal ginjal ditandai dengan berbagai jenis gangguan biokimia. Salah satu
kelainan konstan yang selalu tampak pada penderita uremia adalah asidosis
metabolik. Pada diet normal, ginjal harus mengeluarkan 40-60 mEq ion Hidrogen
setiap harinya untuk mencegah asidosis. Pada gagal ginjal kurangnya kemampuan
mengekskresikan ion hidrogen mengakibatkan asidosis sistemik disertai penurunan
bicarbonat dan Ph plasma. Karena kurang mengeksresikan ion hidrogen ginjal
melakukan kompensasi lain dengan cara mengeksresikan amonium sehingga ion
hidrogen juga dapat dikeluarkan. Namun eskresi amonium ini masih belum cukup
untuk meningkatkan Ph darah karena banyaknya nefron yang telah mengalami
kerusakan sehingga ekskresi total dari amonium inipun menurun.
Ketidakseimbangan Kalium
Kadar kalium darah normalnya 3,5-5,5 mEq/L. Pada awitan awal gagal ginjal
dapat terjadi hipokalemi karena poliuri. Namun, apabila gagal ginjal stadium lanjut
terjadi asidosis sistemik yang menyebabkan perpindahan kalium dari dalam sel ke
cairan ekstraseluler sehingga menimbulkan hiperkalemi. Selain itu juga pada gagal
ginjal stadium akhir yang sudah terjadi kerusakan nefron tidak dapat mengeskresikan
kalium yang secara bersamaan terjadi oligouri.
Ketidakseimbangan Natrium
Pada orang normal ekskresi garam dapat berkisar dari nol sampai lebih dari
20g/hari. Pada awitan awal gagal ginjal terjadi peningkatan ekskresi natrium yang
bersamaan dengan poliuri. Namun apabila telah terjadi gagal ginjal kronik stadium
akhir nefron tidak dapat lagi mengeksresikan natrium sehingga terjadi retensi natrium
Azotemia
Sama halnya dengan ion natrium dan kalium pada gagal ginjal stadium lanjut
sulit mengeksresikan urea dan kreatinin sehingga terjadi penumpukan urea dan
kreatinin. Penumpukan ini disertai dengan penumpukan zat sisa lain yang tidak dapat
di eksresikan dapat menjadi racun dalam tubuh.
Kelainan Kardiovaskular
Sindrom uremik biasanya berkaitan dengan gagal jantung kongestif dan
hipertensi. Sekitar 90% hipertensi karena berkaitan dengan volume dan retensi air dan
natrium. Apabila hal ini terus berlanjut akan menyebabkan overload cairan pada
pembuluh darah sistemik sehingga akan meningkatkan beban jantung. Apabila beban
jantung ini terus-menerus terjadi akan menyebabkan gagal jantung kongestif.
Perubahan Pernafasan
Pada pasien ini sering terjadi asidosis sehingga tubuh melakukan kompensasi
dengan cara membentuk bicarbonat dari pernafasan sehingga pernafasan akan
menjadi kusmaul. Pada keadaan asidosis pernafasan kusmaul dirasakan oleh penderita
seperti gejala dyspneu. Namun pada pasien juga sering mengeluhkan sesak yang
disertai dengan rhonki. Tanda rhonki ini merupakan gejala dari edema paru yang
terjadi akibat dari kelebihan cairan dan retensi natrium.
Kelainan Hematologi
Anemia normositik dan normokromik yang khas selalu terjadi pada sindrom
uremik. Penyebab utama anemia adalah menurunnya pembentukan eritrosit.
Penurunan pembentukan eritrosit ini karena defisiensi eritropoietin oleh ginjal. Selain
itu racun uremik juga dapat menyerang sumsum tulang. Racun uremik juga
meningkatkan hemolisis eritrosit sehingga masa paruh hidup eritrosit berkurang. Pada
pasien dengan gagal ginjal rutin hemodialisa dapat mengalami kekurangan asam folat
karena pada saat dialisa banyak vitamin yang ikut terbuang.
Ostedistrofi Ginjal
Osteodistrofi ginjal sering terjadi pada penderita gagal ginjal kronik yang
terdiri dari tiga lesi. Osteomalasia merupakan gangguan paling sering ditemukan dan
terlihat sekitar 60% dari semua penderita gagal ginjal kronik. Osteomalasia ini
disebabkan karena gangguan mineralisasi tulang oleh difisiensi 1,25-
dihidroksikolekalsiferol atau kalsitriol, bentuk paling aktif vitamin D yang
dimetabolisme oleh ginjal. Defisiensi bentuk aktif vitamin D menyebabkan
terganggunya absorbsi kalsium dari usus. Dalam tulang, osteoblas membentuk
jaringan osteoid (rangka tempat garam kalsium diletakkan untuk membentuk tulang),
tetapi kadar kalsium dan vitamin D yang tak aktif memungkinkan tak dapat terjadi
mineralisasi. Jaringan osteoid akhirnya menggantikan tulang normal, sehingga terjadi
osteomalasia pada orang dewasa dan rakitis pada anak-anak. Osteoid secara struktural
lemah dan dapat mengalami fraktur secara mudah atau perubahan bentuk bila
mendapat tekanan.
Osteoitis fibrosa ditemukan pada lebih dari 30 & pasien dan ditandai dengan
resorpsi osteoklastik tulang serta penggantian oleh jaringan fibrosa. Demineralisasi
tulang mungkin bersifat lokal dan seperti lesi kistik atau sebagai penurunan umum
densitas tulang pada radiogram. Osteitis fibrosa disebabkan oleh peningkatan hormon
paratiroid pada gagal ginjal kronik. Hasil radiogram klasik osteitis fibrosa sering
tampak pada jari-jari tangan sebagai resirtosi tulang subperitosteal, dan pada
tengkorak berupa bercak-bercak dengan densitas tulang yang menurun.
Osteoporosis merupakan jenis gangguan tulang ketiga yang jarang ditemukan,
sering bermanifestasi pada vertebra yang tampak berpita atau bergaris pada
radiogram. Osteosklerosis disebabkan oleh selang-seling anatara pengurangan dan
peningkatanan densitas tulang.
F. Diagnosis
Gejala Klinis
Pada gagal ginjal kronik, gejala – gejalanya berkembang secara perlahan. Pada
awalnya tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dari
pemeriksaan laboratorium. Sejalan dengan berkembangnya penyakit, maka lama kelamaan
akan terjadi peningkatan kadar ureum darah semakin tinggi (uremia). Pada stadium ini,
penderita menunjukkan gejala – gejala fisik yang melibatkan kelainan berbagai organ seperti
:
Kelainan saluran cerna : nafsu makan menurun, mual, muntah dan fetor uremik
Kelainan kulit : urea frost dan gatal di kulit
Kelainan neuromuskular : tungkai lemah, parastesi, kram otot, daya konsentrasi
menurun, insomnia, gelisah
Kelainan kardiovaskular : hipertensi, sesak nafas, nyeri dada, edema
Gangguan kelamin: libido menurun, nokturia, oligouria
Rumus CKD-EPI
b. Terapi farmakologi
Untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pemakaian obat antihipertensi
(ACE inhibitor) disamping bermanfaat untuk memperkecil resiko kardiovaskular
juga sangat penting untuk memperlambat perburukan kerusakan nefron dengan
mengurangi hipertensi intraglomerular dan hipertrofi glomerulus
4. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
Dengan cara pengendalian DM, pengendalian hipertensi, pengedalian dislipidemia,
pengedalian anemia, pengedalian hiperfosfatemia dan terapi terhadap kelebihan cairan
dan gangguan keseimbangan elektrolit.
5. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit komplikasi
Anemia
Evaluasi terhadap anemia dimulai saaat kadar hemoglobin < 10 g% atau hematokrit <
30% meliputi evaluasi terhadap status besi ( kadar besi serum/serum iron, kapasitas
ikat besi total/ total iron binding capacity, feritin serum), mencari sumber perdarahan
morfologi eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis,dll. Pemberian eritropoitin (EPO)
merupakan hal yang dianjurkan. Sasaran hemoglobin adalah 11 – 12 g/dl.
Osteodistrofi renal
Penatalaksaan osteodistrofi renal dapat dilakukan melalui :
Mengatasi hiperfosfatemia
Pembatasan asupan fosfat 600 – 800 mg/hari
Pemberian pengikat fosfat, seperti garam, kalsium, alluminium hidroksida,
garam magnesium. Diberikan secara oral untuk menghambat absorpsi fosfat
yang berasal dari makanan. Garam kalsium yang banyak dipakai adalah
kalsium karbonat (CaCO3) dan calcium acetate
Pemberian bahan kalsium memetik, yang dapat menghambta reseptor Ca pada
kelenjar paratiroid, dengan nama sevelamer hidrokhlorida.
Pemberian kalsitriol
Pemakaian dibatasi pada pasien dengan kadar fosfat darah normal dan kadar
hormon paratiroid (PTH) > 2,5 kali normal karena dapat meningkatkan absorpsi fosfat
dan kaliun di saluran cerna sehingga mengakibatkan penumpukan garam calcium
carbonate di jaringan yang disebut kalsifikasi metastatik, disamping itu juga dapat
mengakibatkan penekanan yang berlebihan terhadap kelenjar paratiroid.
Pembatasan cairan dan elektrolit
Pembatasan asupan cairan untuk mencegah terjadinya edema dan kompikasi
kardiovaskular sangat perlu dilakukan. Maka air yang masuk dianjurkan 500 – 800 ml
ditambah jumlah urin. Elektrolit yang harus diawasi asuapannya adalah kalium dan
natrium. Pembatasan kalium dilakukan karena hiperkalemia dapat mengakibatkan
aritmia jantung yang fatal. Oleh karena itu, pemberian obat – obat yang mengandung
kalium dan makanan yang tinggi kalium (seperti buah dan sayuran) harus dibatasi.
Kadar kalium darah dianjurkan 3,5 – 5,5 mEq/lt. Pembatasan natrium dimaksudkan
untuk mengendalikan hipertensi dan edema. Jumlah garam natrium yang diberikan,
disesuaikan dengan tingginya tekanan darah dan derajat edema yang terjadi.
6. Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal
Dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG < 15 ml/mnt.
Berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal.
H. Komplikasi
Gagal ginjal kronik dapat menyebabkan berbagai komplikasi sebagai berikut :
Hiperkalemia
Asidosis metabolic
Komplikasi kardiovaskuler ( hipertensi dan CHF )
Kelainan hematologi (anemia)
Osteodistrofi renal
Gangguan neurologi ( neuropati perifer dan ensefalopati)
Tanpa pengobatan akan terjadi koma uremik
I. Prognosis
Umumnya Penyakit GGK tidak dapat disembuhkan sehingga prognosis jangka
panjangnya buruk, kecuali dilakukan transplantasi ginjal. Penatalaksanaan yang dilakukan
sekarang ini, bertujuan hanya untuk mencegah progresifitas dari GGK itu sendiri. Selain itu,
biasanya GGK sering terjadi tanpa disadari sampai mencapai tingkat lanjut dan menimbulkan
gejala sehingga penanganannya seringkali terlambat. Menurut KDIGO predikisi prognosis
pada CKD bisa dilihat dengan menggunakan GFR dan albuminuria yang terjadi pada pasien
seperti pada tabel di bawah ;
Tabel yang terarsir dengan warna hijau memiliki kemungkinan yang lebih rendah untuk jatuh
menjadi kegagalan ginjal, sedangkan yang berwarna merah memiliki rIsiko lebih tinggi untuk
menjadi gagal ginjal.3
BAB V
KESIMPULAN
yang dengan atau tanpa penurunan LFG < 60 mL/min/1,73 m2, yang bersifat
progresif dan irreversible. Adapun gejala klasik CKD diantaranya adalah edema,
hipertensi dan anemia. Berdasarkan derajat penyakitnya CKD dibagi menjadi 5 stage
yang dinilai dari LFG. Gejala klinis CKD meliputi gejala penyakit dasar, gejala
sindrom uremikum serta gejala komplikasi CKD. Penatalaksanaan CKD disesuaikan
dengan derajat kerusakan fungsi ginjal.
Pada kasus, pasien didiagnosis dengan CKD stage V, sehingga
penatalaksanaan utama pada pasien ini ialah terapi pengganti ginjal berupa
hemodialisis. Disamping itu pada pasien ini juga diberikan beberapa terapi
penunjang lainnya, yang disesuaikan dengan manifestasi klinis yang muncul.
Penanganan etiologi, gejala dan komplikasi penyakit dengan tepat, serta perubahan
pola diet yang disesuaikan dengan fungsi ginjal diharapkan akan membantu
mencegah perburukan kondisi ginjal sehingga meningkatkan kualitas
Daftar Pustaka
1. Sherwood, Lauralee. Sistem Kemih. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran ECG ; 2006. p. 463 – 503.
2. Arthur C. Guyton, M.D. Textbook of Medical Physiology Eleventh edition. Elsevier
publisher : New York ; 2006. pg. 1368-1375
3. Clinical Practice Guideline for the Evaluation and Management of Chronic Kidney
Disease. KDIGO 2012. January 2013 ; 3:1
4. Sudoyo, A. W dkk. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II.
Edisi V. Jakarta : Pusat Penerbitan IPD FK UI ; 2009. p. 1035 – 1040
5. Clinical practice guidelines for chronic kidney disease: evaluation, classification and
stratification, New York National Kidney Foundation, 2002.
6. Silbernagl, S dan Lang, F. Gagal Ginjal kronis. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi.
Cetakan I. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2007. p. 110 – 115.