Anda di halaman 1dari 26

BAB 1

PENDAHULUAN

Limfoma merupakan penyakit keganasan yang berasal dari jaringan


limfoid mencakup sistem limfatik dan imunitas tubuh.1,2 Limfoma terjadi akibat
dari adanya pertumbuhan yang abnormal dan tidak terkontrol dari sel sistem imun
yaitu limfosit. Sel limfosit yang bersifat ganas ini dapat menuju ke berbagai
bagian dalam tubuh seperti limfonodi, limfa, sumsum tulang belakang, darah atau
berbagai organ lainnya yang kemudian dapat membentuk suatu massa yang
disebut sebagai tumor. Tubuh memiliki 2 jenis limfosit utama yang dapat
berkembang menjadi limfoma yaitu sel-B limfosit dan sel-T limfosit.3
Secara umum, limfoma dapat dibedakan menjadi limfoma Hodgkin (LH)
dan limfoma non-Hodgkin (LNH). Klasifikasi ini dibuat berdasarkan perbedaan
histopatologik dari kedua penyakit di atas yang mana pada LH terdapat gambaran
histopatologik yang khas ditandai dengan adanya sel Reed-Sternberg.1-3 Kasus
LH terjadi lebih jarang daripada LNH dengan sekitar 9.000 kasus baru dapat
terjadi di setiap tahunnya serta dapat terjadi baik pada dewasa maupun anak-anak
dan biasanya terdiagnosis pada dewasa muda sekitar usia 20 dan 34 tahun.3
Sebagian besar LH ditemukan pada stadium lanjut yang merupakan salah
satu penyulit dalam terapi kuratif. Penemuan penyakit pada stadium awal
merupakan faktor penting dalam terapi kuratif walaupun tersedia berbagai jenis
terapi, baik kemoterapi ataupun radioterapi. Akhir-akhir ini, angka harapan hidup
penderita LH semakin meningkat bahkan sembuh berkat manajemen penyakit
yang tepat.2

1
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. Juhirman

Usia : 62 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Swasta

Agama : Islam

Status : Menikah

MRS tanggal : 19-01-2020

II. ANAMNESIS
a) Keluhan Utama : Nyeri perut 1 minggu SMRS

b) Keluhan Tambahan: Sesak nafas 1 minggu SMRS

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien seorang laki-laki usia 62 tahun datang ke IGD dengan keluhan


nyeri perut yang dirasakan sejak 1 minggu SMRS. Nyeri dirasakan pada perut
bagian kiri dan kanan bawah. Pasien mengatakan nyeri tersebut mengganggu
aktivitas sehingga pasien hanya bisa berbaring di tempat tidur. Keluhan disertai
sesak nafas yang dirasakan 1 minggu SMRS. Sesak dirasakan bertambah berat
saat pasien melakukan aktivitas, sesak tidak berkurang dengan istirahat. Keluhan
lemas (+), mual muntah (+), demam (-). Sebelumnya pasien mengeluhkan muncul
benjolan pada leher sebelah kanan. Benjolan dirasakan memiliki konsistensi padat,
dan tidak disertai nyeri ketika disentuh. Pasien telah terdiagnosa Limfoma Non

2
Hodgkin pada Januari 2018 oleh RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi. Pasien
sudah melakukan kemoterapi sebanyak 12x.

d) Riwayat Penyakit Dahulu

- Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.


- Riwayat tekanan darah tinggi (-), kencing manis (-), penyakit hati kronis (-)

e) Riwayat Penyakit Keluarga

- Tidak terdapat anggota keluarga pasien dengan riwayat penyakit yang sama
dengan pasien
- Riwayat tekanan darah tinggi (-),kencing manis (-), asma (-), keganasan (-), TB
(-)

f) Riwayat Pengobatan

- Riwayat alergi obat (-), alergi makanan (-), alergi dingin (-)
- Pasien sudah menjalani kemoterapi sebanyak 12 x

g) Riwayat Sosial

- Pasien tinggal di rumah bersama keluarga.


- Riwayat merokok dan minum alkohol tidak ada

III. PEMERIKSAAN FISIK


 Keadaan Umum

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan Darah : 100/70 mmHg.

3
Nadi : 100 kali per menit, irreguler.

Pernafasan : 30 kali per menit

Suhu : 36,1oC.

 Status Lokalis

Kepala :
- Ekspresi wajah : normal.
- Bentuk dan ukuran : normal.
- Rambut : tidak mudah rontok.
- Udema (-).
- Malar rash (-).
- Hiperpigmentasi (-).
- Nyeri tekan kepala (-).
Mata :
- Alis : normal.
- Exopthalmus (-/-).
- Ptosis (-/-).
- Nystagmus (-/-).
- Strabismus (-/-).
- Udema palpebra (-/-).
- Konjungtiva: anemia (-/-), hiperemis (-/-).
- Sclera: icterus (-/-), hyperemia (-/-), pterygium (-/-).
- Pupil : isokor, bulat, miosis (-/-), midriasis (-/-).
- Kornea : normal.
- Lensa : normal, katarak (-/-).
- Pergerakan bola mata ke segala arah : normal
Telinga :
- Bentuk : normal simetris antara kiri dan kanan.
- Lubang telinga : normal, secret (-/-).
- Nyeri tekan (-/-).

4
- Peradangan pada telinga (-)
- Pendengaran : normal
Hidung :
- Simetris, deviasi septum (-/-).
- Napas cuping hidung (-/-).
- Perdarahan (-/-), secret (-/-).
- Penciuman normal.
Mulut :
- Simetris.
- Bibir : sianosis (-).
- Gusi : hiperemia (-), perdarahan (-).
- Lidah: glositis (-), atropi papil lidah (-), lidah berselaput (-),
kemerahan di pinggir (-), lidah kotor (-).
- Gigi : caries (-)
- Mukosa : normal.
- Faring dan laring : normal
Leher :
- Simetris.
- Kaku kuduk (-).
- Pembesaran KGB (-).
- Trakea : di tengah.
- Pembesaran otot sternocleidomastoideus (-).
- Pembesaran thyroid (-).
Thorax
Inspeksi :
- Statis : Simetris
- Dinamis : Simetris
- Bentuk dada dalam batas normal
- Sikatrik (-)
- Benjolan (-)
Palpasi :

5
- Nyeri tekan (-/-)
- Massa (-)
Perkusi :
- Sonor di paru dextra dan sisnistra
Auskultasi :
- Suara dasar vesikuler
- RH (-/-) , wheezing (-/-)
 Jantung

Inspeksi : Ictus cordis terlihat


Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V linea midclavicularis kiri
Perkusi : Pinggang jantung ICS 2 kiri
- Batas jantung kanan ICS 4 linea parasternal
- Batas jantung kiri ICS 5 linea midclavikula
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular murni, murmur (-), gallop (-
)
 Abdomen
Inspeksi :
- Bentuk : membuncit (+), distensi (-),
- Permukaan Kulit : sikatrik (-), pucat (-), sianosis (-), petekie (-),
purpura (-), ekimosis (-), luka bekas operasi (-), hiperpigmentasi (-).
Auskultasi :

- Bising usus (+) normal.


- Metallic sound (-).
- Bising aorta (-).
Palpasi :

- Turgor : normal.
- Tonus : normal.
- Nyeri tekan (+)
- Hepar/lien/renal tidak teraba.

6
Perkusi :

- Timpani (+) pada seluruh lapang abdomen


- Nyeri ketok CVA: -/-

 Extremitas :
Ekstremitas atas :

- Akral hangat : +/+


- Deformitas : -/-
- Edema: -/-
- Sianosis : -/-
- Ptekie: -/-
- Clubbing finger: -/-
Ekstremitas bawah:

- Akral hangat : +/+


- Deformitas : -/-
- Edema: -/-
- Sianosis : -/-
- Ptekie: -/-
- Clubbing finger: -/-

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Hasil pemeriksaan Darah Lengkap :
Parameter Hasil Nilai normal

Hemoglobin 12,1 11-16

Hematokrit 38,9 35 – 50

Leukosit 31,6 4 – 10

Trombosit 109 100-300

7
Eritrosit 4,56 3,5 – 5,5

MCV 85,2 80-100

MCH 26,5 27-34

MCHC 311 320-360

Hasil Pemeriksaan Kimia Darah


Parameter Hasil Nilai Normal
Faal Hati
Albumin 2,8 3,5-5,5
SGOT 68 <40
SGPT 17 <41
Faal Ginjal
Ureum 34 15-39
Kreatinin 1,2 0,9-1,3

Hasil Pemeriksaan Patologi Klinik

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


Elektrolit
Natrium 129,43 135-148
Kalium 4,57 3,5-5,3
Chlorida 97,10 98-110
Calcium 1,07 1,19-1,23

8
 Pemeriksaan Radiologi

9
Kesan abdomen: Limfoma Malgina

 Penatalaksanaan

- Oksigen nassal canula 4-5 L/menit

- IVFD RL 500cc/ 24 jam

- Inj. Ceftriaxone 1x2 gr IV

- Inj. Omeprazole 2x40 gr IV

- Inj. Ondansentron 2x4 gr IV

10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Limfoma maligna adalah penyakit keganasan primer dari jaringan limfoid
yang bersifat padat/ solid meskipun kadang-kadang dapat menyebar secara
sistemik. Secara garis besar, limfoma maligna dapat dibedakan menjadi dua jenis,
yaitu: (1) limfoma Hodgkin (LH) dan (2) limfoma non-Hodgkin (LNH).4 LH
merupakan penyakit keganasan yang mengenai sel-B limfosit dan khas ditandai
oleh adanya sel Reed Sternberg dengan latar belakang sel radang pleomorf
(limfosit, eosinofil, neutrophil, sel plasma dan histiosit).4,5 Sel Reed Sternberg
adalah sebuah sel yang sangat besar dengan ukuran diameter sekitar 15 sampai
dengan 45 mikrometer, berinti besar multilobuler dengan banyak anak inti yang
menonjol dan sitoplasma yang sedikit eusinofilik. Karakteristik utama dari sel
Reed Sternberg adalah adanya dua buah inti yang saling bersisian yang di
dalamnya masing-masing berisi sebuah anak inti asidofilik yang besar dan mirip
dengan inklusi yang dikelilingi oleh daerah sel yang jernih. Gambaran morfologi
tersebut membuat sel Reed Sternberg tampak seperti mata burung hantu (owl-
eye).5

2.2 Epidemiologi
40% limfoma pada orang dewasa dilaporkan sebagai LH.6 Insiden LH
tergolong stabil dengan sekitar 8.490 kasus baru pernah dilaporkan di Amerika
Serikat pada tahun 2010.7 LH lebih sering terjadi pada pria dibandingkan dengan
wanita (1,2:1) dan lebih sering terjadi pada orang berkulit putih dibandingkan
dengan orang berkulit hitam.7 Distribusi usia pada LH tergolong bimodal dengan
usia puncak pertama yaitu sekitar 15 sampai dengan 34 tahun dan usia puncak
kedua yaitu sekitar lebih dari atau sama dengan 50 tahun.6
Insidens LNH di dunia kira-kira 5–10 kali lebih besar dibandingkan
Limfoma Hodgkin (LH); lebih banyak bergantung pada perbedaan regional. Dari
keseluruhan kasus limfoma, 80 % berasal dari sel B dan 20 % dari sel T. Insidens

11
LNH di Amerika Serikat dilaporkan meningkat kira-kira 60.000 kasus baru setiap
tahunnya.4 Insidens di negara-negara barat meningkat secara substansial dalam 40
tahun terakhir. Ini kemungkinan berhubungan dengan perbaikan dalam prosedur
diagnostik dan berbagai perubahan dalam sistem klasifikasi.

2.3 Etiologi dan Faktor Resiko


Limfoma Non Hodgkin dapat terjadi karena beberapa faktor resiko seperti
adanya agen infeksi, immunodefisiensi, kongenital, acquired, lingkungan, riwayat
terpapar obat seperti imunosupresif agen, obat antiepilepsi, dan riwayat terpapar
herbisida, peptisida, serbuk kayu, lem epoxy, riwayat penggunaan obat rambut,
faktor nutrisi, dan transfusi darah.7
2.3.1 Agen Infeksi
Penyakit Infeksi memiliki kontribusi di dalam mekanisme limfomagenesis.
Agen infeksi memiliki peran pada spesifik limfoma bervariasi mulai dari sebagai
faktor pembawa, lingkungan dan geografi. Terdapat 2 mekanisme didalam 9
kontribusi agen infeksi pada limfomagenesis. Contoh yang paling bagus untuk
menjelaskan hal ini adalah transformasi langsung limposit oleh agen microbial.
Limpotropik virus termasuk di dalamnya Epstein-Barr Virus (EBV), Human
TLeukemia Virus-1 (HTLV-1), Human Herpes Virus 8 (HHV8), Hepatitis C
Virus (HCV) dan Simian Virus 40 (SV40).8 Pengaruh yang kompleks dari
lingkungan dan host factors pada pathogenesis dari limfoma yang diakui pada
deskripsi burkitt oleh Denis pada tahun 1958 sebagai tumor yang agresif pada
anak muda yang memiliki karakteristik sering melibatkan rahang dan perut.
Distribusi geografik pada neoplasma memperlihatkan hubungan pada endemic
malaria. Pada tahun 1964, Epstein, Achong dan Barr menemukan partikel virus
pada sel tumor yang berasal dari pasien Burkitt. Tidak lama setelah klasifikasi
imunologi pada LNH diusulkan, Adult TCell Leukemia/Lymphoma (ATLL) yang
dijelaskan di Jepang oleh Takatsuki dan Uchiyama tahun 1977. Klinikal penyebab
ATLL bervariasi tetapi pada kebanyakan pasien ditemukan pembentukan akut
dengan karakteristik limfadenopati, organomegali, lesi kulit, hiperkalsemia,
peningkatan sel darah putih dengan limpoma multilobul yang disebut cloverleaf

12
atau flower sel dan dengan cepat menjadi fatal. Tahun 1979-1981 Gallo di
Amerika Serikat dan Hinuma di Jepang menemukan retrovirus yang unik, HTLV-
1 sebagai etiologi agen ATLL. HTLV-1 ditemukan pada endemic ditemukan pada
area geografis di daerah barat daya Jepang sebanyak 6 sampai 20 % populasi
terkena HTLV-1 serospositif. 10 Infeksi HTLV-1 sangat berhubungan dengan
kejadian T-sel Leukemia pada orang dewasa atau limfoma dan juga myelopati.
Pada penelitian yang dilakukan di Jepang memeperlihatkan perempuan lebih
banyak terkena HTLV-1 dibandingakan laki-laki dan juga meningkat sesuai
dengan usia mencapai puncak pada umur 30 tahun karena merupakan usia dengan
kegiatan seksual yang aktif. HTLV-1 dapat menginfeksi seseorang melalui
pemberian ASI ibu yang telah terinfeksi, darah, berbagi jarum suntik dan
transmisi seksual. HTLV-1 adalah berisi RNA tipe C yang menginfeksi sel T
matur umumnya, CD3+ , CD4 + , dan HLA-DR+. Disregulasi T sel menginisisasi
mengakibatkan putaran autocrine interleukin (IL)-2 seperti efek parakrin dari
seluler gen dan sitokin yang lain. Tax protein menyebabkan proliferasi dan
mencegah apptosis dari sel HTLV-1 yang menyababkan degenerasi IκB-α yang
mengaktivasi jalan dari NFκB namun, pada penyakit yang berat tidak ada ekspresi
tax dan sel ATL dapat melakukan proliferasi sendiri. Pada mulanya
limfoproliferatif T adalah poliklonial dan mengkontrol mekanisme pertahanan
tubuh, namun, oligoklonal atau proliferasi Tsel monoclonal adalah timbulnya
interleukin 2 (IL-2) yang menghasilkan manifestasi klinis ATLL. Seperti EBV
pada limfomagenesis, HTLV-1 tidak mengaktifakan onkogenesis secara langsung
tetapi membantu pada proses multistep pada memburuknya ketidakstabilan
genetik yang ditandai dengan mutasi p53, penghapusan gen supresor tumor p15
dan p16, dan metilasi DNA. HTLV-I dapat ditularkan oleh transfusi darah,
penggunaan jarum suntik, hubungan seksual, dan dari ibu ke anak melalui ASI
atau melalui plasenta. Virus ini dapat memiliki periode laten yang berkepanjangan
dekade sebelum sindrom klinis muncul.7 11 EBV biasanya terjadi pada negara
berkembang dengan sanitasi, hygiene dan memasak yang tidak steril. EBV
memiliki gen yang unik yang dapat meningkatkan aktivasi pertumbuhan B sel
yang terinfeksi. Karakteristik dari EBV adalah distribusi geografi yang particular

13
dan dengan epidemiologinya sendiri. Pada leukemia NK-sel yang agresif biasanya
perkembangan penyakitnya bersifat lebih cepat berhubungan dengan EBV dan
kejadiannya tinggi pada Asia dan Selatan Amerika). Virus lain terlibat dalam
neoplasia limfoid dan termasuk HTLV-II, herpes virus (HHV-6), HHV-8 (Kaposi
sarcoma- herpes terkait virus (KSHV)), dan hepatitis C. H. pylori adalah batang
Gram-negatif yang ditemukan oleh Warren dan Marshall pada tahun 1983 dan
terbukti berhubungan dengan penyakit ulkus peptikum, karsinoma lambung, dan
LNH. Limfoma lambung ditemukan memiliki frekuensi tinggi di bagian-bagian
tertentu dari Eropa, seperti wilayah Veneto Italia, dan biasanya Mucosa-
Associated Lymphoid Tissue (MALToma), sebuah istilah yang diusulkan oleh
Isaacson dan Wright. Parsonett mengakui bahwa infeksi H. pylori mendahului
perkembangan limfoma, dan Wotherspoon melaporkan bahwa pengobatan
antibiotik untuk H. pylori menyebabkan regresi dari limfoma dalam lebih dari dua
pertiga dari pasien. Infeksi lain terkait dengan MALToma khusus meliputi
Campylobacter jejuni dengan usus kecil immunoproliferative. H.Pylori akan
berkelompok di mukosa lambung dan menyebabkan gastritis kronis dan dapat
menginduksi adanya ulkus peptikum dan akhirnya menyebabkan kanker lambung.
H. pylori akan menyebabkan B-sel limfoma dan banyak terjadi pada negara
berkembang dan meningkat seiring bertambah usia. H. pylori dapat 12 dideteksi
pada 90% pasien dengan stadium rendah MALT limfoma dan 40-75% pada
stadium tinggi limfoma lambung.7
2.3.2 Faktor Lingkungan
Lingkungan berhubungan dengan implikasi pada pathogenesis LNH
termasuk bukan hanya infeksi tetapi juga paparan obat dan paparan toksik kimia.
Obat imunosupresan memiliki peran pada limfomagenesis melalui interaksi
dengan EBV, terutama pada transplantasi organ. Penetoin dan Carbamazepine
memiliki hubungan dengan pseudolimfoma dan limfoma malignan dengan
menyebabkan kondisi panas, rash dan adenopathy yang muncul kembali setelah
withdrawal obat. Pada penelitian epidemiologi ada berapa obat yang memiliki
hubungan dengan LNH seperti analgesik, antibiotik, steroid, digitalis, estrogen
dan tranquilize.9 Pada penelitian di daerah endemic dilaporkan peningkatan LNH

14
dilaporkan pada pekerja di bidang pertanian, kehutanan, perikanan, kontruksi,
kendaraan bermotor, komunikasi telepon, dan industry kulit. Bahan kimia yang
terlibat dalam endemic LNH yaitu organoklorin dan asam phenoxyacetic yang
biasanya ditemukan pada peptisida dan herbisida. Selain itu resiko LNH juga
dapat meningkat karena paparan pelarut organik, seperti benzene, dan
trichloroethylene, pupuk, lem epoxy, serbuk kayu, pewarna rambut, sinar
ultraviolet dan faktor gizi.7,8,9
2.3.3 Faktor Sistem Imun
Gangguan ini dapat dibagi lagi menjadi bawaan, atau primer,
imunodefisiensi dan diperoleh, atau sekunder, imunodefisiensi. Komponen umum
13 untuk semua gangguan ini terjadi gangguan pada immunoregulation,
khususnya di imunitas sel-T, sehingga sitokin menurun, dan pertumbuhan sel-B
yang tidak terkendali dalam jaringan limfoid, sering berkaitan dengan EBV
genom.
2.3.4 Faktor Usia
Limfoma merupakan 10% kanker pada anak-anak di negara maju dan
berada diurutan ketiga setelah leukemia akut dan tumor otak. LNH lebih sering
terjadi pada orang dewasa dibandingkan anak-anak dan memiliki peningkatan
insiden yang stabil mulai dari kecil sampai usia 80 tahun. Usia rata-rata
terdiagnosis LNH adalah 45-55 tahun dan usia rata-rata tahun 2000-2005 adalah
67 tahun. Secara umum risiko terjadinya LNH meningkat seiring dengan
bertambahnya usia. Bertambahnya usia bukan hanya dikaitkan dengan semakin
meningkatmya faktor risiko namun juga menunjukan prognosis yang juga
semakin buruk terutama pada lanjut usia Pada lanjut usia terjadi proses
degeneratif yang menyebabkan penurunan pada sistim organ dalam tubuh.
Penurunan fungsi yang terjadi juga berpengaruh terhadap sistem hormon, imunitas,
fungsi hati, pembuluh darah dan sistim lainnya. Penurunan fungsi yang
menyebabkan penurunan imunitas menyebabkan sesorang rentan akan infeksi dan
juga menyebabkan proses penyembuhan lebih lama. Selain faktor dari penurunan
fungsi riwayat terpaparnya bahan kimia yang bersifat karsinogenik, lama terpapar
dan juga riwayat kanker dari keluarga dan juga pasien sendiri juga menjadi

15
penyebab perbedaan proporsi kejadian ini. Pada usia anak-anak terjadinya LNH
sering disebabkan oleh imun defisiensi.7,8,9
2.3.5 Jenis Kelamin
Kejadian LNH lebih banyak di temukan pada laki-laki dibandingkan
perempuan. Perbedaan proposi kejadian ini belum diketahui secara pasti. Pada
beberapa penelitian menyatakan perbedaan itu dapat disebabkan oleh perbedaan
hormonal pada laki-laki dan perempuan (Nelson et al, 2001). Pada wanita yang
mengkonsumsi kontrasepsi oral dan atau terapi sulih hormon lebih sering
ditemukan dibandingkan yang tidak. Perbedaan yang terjadi bukan hanya
dikeranakan oleh sistem hormon namun juga dikarenakan perbedaan paparan
bahan kimia yang diterima oleh laki-laki dan perempuan dan juga kerentanan
terhadap penyakit tertentu. Faktor-faktor tersebut bukan hanya menyebabkan
perbedaan proporsi antara laki-laki dan perempuan juga menyebabkan perbedaan
subtipe LNH yang diderita. Pada pria yang biasanya terjadi adalah Mantel Cell
Lymphoma (MCL) (70%) sedangkan pada wanita yang biasanya terjadi adalah
Follicular Lymphoma (FL).

2.4 Manifestasi Klinis


Gejala yang sering ditemukan pada penderita limfoma pada umumnya
non-spesifik, diantaranya:
• Penurunan berat badan >10% dalam 6 bulan
• Demam 38C >1 minggu tanpa sebab yang jelas
• Keringat malam banyak
• Cepat lelah
• Penurunan nafsu makan
• Pembesaran kelenjar getah bening yang terlibat
• Dapat pula ditemukan adanya benjolan yang tidak nyeri di leher, ketiak atau
pangkal paha (terutama bila berukuran di atas 2 cm); atau sesak napas akibat
pembesaran kelenjar getah bening mediastinum maupun splenomegali. Tiga
gejala pertama harus diwaspadai karena terkait dengan prognosis yang kurang
baik, begitu pula bila terdapatnya Bulky Disease (KGB berukuran > 6-10 cm atau

16
mediastinum >33% rongga toraks). Menurut Lymphoma International Prognostic
Index, temuan klinis yang mempengaruhi prognosis penderita LNH adalah usia
>60 tahun, keterlibatan kedua sisi diafragma atau organ ekstra nodal (Ann Arbor
III/IV) dan multifokalitas (>4 lokasi).

2.5 Klasifikasi
Klasifikasi Stadium
Penetapan stadium penyakit harus dilakukan sebelum pengobatan dan setiap
lokasi jangkitan harus didata dengan cermat baik jumlah dan ukurannya serta
digambar secara skematis. Hal ini penting dalam menilai hasil pengobatan.
Disepakati menggunakan system staging menurut Ann-Arborr
Stadium Keterangan
I Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) hanya
pada satu regio
II Pembesaran KGB pada 2 regio atau lebih, tapi
masih dalam 1 sisi diafragma:
II 2: Pembesaran 2 regio KGB dalam satu sisi
diafragma
II 3 : Pembesaran 3 regio KGB dalam satu sisi
diafragma
II E : Pembesaran 1 regio atau lebih KGB dalam
satu sisi diafragma dan satu organ limfatik tidak
difus/ batas tegas
III Pembesaran KGB di dua sisi diafragma
IV Jika mengenai 1 organ ekstralimfatik atau lbih
secara difus

Keterangan :
A : Tanpa gejala konstitusional
B : Dengan gejala konstitusional
E : Keterlibatan ekstranodal

17
Klasifikasi Histologik
Penggolongan histologic Limfoma Non Hodgkin merupakan masalah yang rumit.
Perkembangan terkhir klasifikasi yang banyak digunakan dan diterima oleh pusat-
pusat kesehatan adalah berdasarkan Formulasi praktis IWF dan REAL/WHO.
B Cell Neoplasm
I . Precursor B-cell neoplasm : Precursor B-Acute Lymphoblastic
Leukemia/lymphoblastic lymphoma
II. Peripheral B-cell neoplasms
A. B-cell chronic lymphocytic leukemia/small lymphocytic lymphoma
B. B. B-cell prolymphocytic leukemia
C. C. Lymphoplasmacytic lymphoma
D. D. Mantle cell lymphoma
E. E. Follicular lymphoma
F. F. Extranodal marginal zone B-cell lymphoma or MALT type
G. G. Nodal marginal zone B-cell lymphoma
H. H. Splenic marginal zone lymphoma
I. I. Hairy cell leukemia
J. J. Plasmacytoma/ plasma cell myeloma
K. K. Diffuse large B-cell lymphoma
L. L. Burkitt’s lymphoma

T Cell and putative NK Cell Neoplasm


I. Precursor T-cell neoplasms: Precursor T Acute Lymphoblastic
Leukaemia/Lymphoblastic Lymphoma
II. II. Peripheral T Cell and NK Cell Neoplasm
A. T Cell chronic lymphocytic leukemia/prolymphocytic leukemia
B. T-cell granular lymphocytic leukaemia
C. Mycosis fungoides / Sézary syndrome
D. Peripheral T-cell lymphoma, not otherwise characterized

18
E.Hepatosplenic gamma/delta lymphoma
F. Subcutaneous panniculitis-like T-cell lymphoma
G. Angioimmunoblastic T-cell lymphoma
H. Extranodal NK/T cell lymphoma, nasal type
I. Enteropathy-type intestinal T-cell lymphoma
J. Adult T-cell leukaemia/lymphoma
K. Anaplastic large-cell lymphoma primary systemic type
L.Anaplastic large-cell lymphoma primary cutaneus type
M. Aggressive NK cell leukaemia

2.6 DIAGNOSIS
Ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.
1. Anamnesis Umum:
• Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) atau organ
• Malaise umum
• Berat badan menurun 10% dalam waktu 3 bulan
• Demam tinggi 38˚C selama 1 minggu tanpa sebab
• Keringat malam
• Keluhan anemia (lemas, pusing, jantung berdebar)
• Penggunaan obat-obatan tertentu
Khusus:
• Penyakit autoimun (SLE, Sjorgen, Rheuma)
• Kelainan Darah
• Penyakit Infeksi (Toxoplasma, Mononukleosis, Tuberkulosis, Lues, dsb)

2. Pemeriksaan Fisik
• Pembesaran KGB
• Kelainan/pembesaran organ
• Performance status: ECOG atau WHO/karnofsky

19
3. Pemeriksaan Diagnostik
A. Biopsi:
1. Biopsi KGB dilakukan cukup pada 1 kelenjar yang paling representatif,
superfisial, dan perifer. Jika terdapat kelenjar superfisial/perifer yang paling
representatif, maka tidak perlu biopsi intraabdominal atau intratorakal.
Spesimen kelenjar diperiksa:
Histopatologi: sesuai kriteria REAL-WHO
2. Diagnosis harus ditegakkan berdasarkan histopatologi dan tidak cukup hanya
dengan sitologi. Pada kondisi tertentu dimana KGB sulit dibiopsi, maka
kombinasi core biopsy FNAB bersama-sama dengan teknik lain (IHK,
Flowcytometri dan lain-lain) mungkin mencukupi untuk diagnosis
3. Tidak diperlukan penentuan stadium dengan laparotomi
B. Laboratorium:
1. Rutin
Hematologi:
• Darah Perifer Lengkap (DPL) : Hb, Ht, leukosit, trombosit, LED, hitung jenis
• Gambaran Darah Tepi (GDT) : morfologi sel darah Analisis urin : urin lengkap
Kimia klinik:
• SGOT, SGPT, Bilirubin (total/direk/indirek), LDH, protein total, albumin-
globulin
• Alkali fosfatase, asam urat, ureum, kreatinin
• Gula Darah Sewaktu
• Elektrolit: Na, K, Cl, Ca, P
• HIV, TBC, Hepatitis C (anti HCV, HBsAg)
2. Khusus
• Gamma GT
• Serum Protein Elektroforesis (SPE)
• Imunoelektroforesa (IEP)
• Tes Coomb
• B2 mikroglobulin

20
C. Aspirasi Sumsum Tulang (BMP) dan biopsi sumsum tulang dari 2 sisi spina
illiaca dengan hasil spesimen 1-2 cm
D. Radiologi Untuk pemeriksaan rutin/standard dilakukan pemeriksaan CT Scan
thorak/abdomen. Bila hal ini tidak memungkinkan, evaluasi sekurang-
kurangnya dapat dilakukan dengan : Toraks foto PA dan Lateral dan USG
seluruh abdomen.
E. Konsultasi THT Bila Cincin Waldeyer terkena dilakukan laringoskopi.
F. Cairan tubuh lain (Cairan pleura, cairan asites, cairan liquor serebrospinal) Jika
dilakukan pungsi/aspirasi diperiksa sitologi dengan cara cytospin, disamping
pemeriksaan rutin lainnya.
G. Imunofenotyping Minimal dilakukan pemeriksaan imunohitstokimia (IHK)
untuk CD 20 dan akan lebih ideal bila ditambahkan dengan pemeriksaan
CD45, CD3 dan CD56 dengan format pelaporan sesuai dengan kriteria WHO
(kuantitatif).
H. Konsultasi jantung Menggunakan echogardiogram untuk melihat fungsi
jantung

2.7 TATALAKSANA
Pilihan terapi bergantung pada beberapa hal, antara lain: tipe limfoma
(jenis histologi), stadium, sifat tumor (indolen/progresif), usia, dan keadaan umum
pasien.
1. LNH INDOLEN (FOLIKULAR)
A. LNH INDOLEN STADIUM I DAN II
Radioterapi memperpanjang disease free survival pada beberapa pasien.
Standar pilihan terapi :

21
1. Iradiasi
2. Kemoterapi + radiasi
3. Extended (regional) iradiasi
4. Kemoterapi (terutama pada stadium ≥2 menurut kriteria GELF)
5. Kombinasi kemoterapi dan imunoterapi
B. LNH INDOLEN STADIUM II, III, IV
Standar pilihan terapi
1. Tanpa terapi
2. Rituximab dapat diberikan sebagai kombinasi terapi lini pertama yaitu R-
CVP. Pada kondisi dimana Rituximab tidak dapat diberikan maka
kemoterapi kombinasi merupakan pilihan pertama misalnya : COPP,
CHOP dan FND.
3. Purine nucleoside analogs (Fludarabin) pada LNH primer
4. Alkylating agent oral (dengan/tanpa steroid), bila kemoterapi kombinasi
tidak dapat diberikan/ditoleransi ( (cyclofosfamid, chlorambucil)
5. Rituximab maintenance dapat dipertimbangkan
6. Kemoterapi intensif ± Total Body irradiation (TBI) diikuti dengan stem
cell resque dapat dipertimbangkan pada kasus tertentu
7. Raditerapi paliatif, diberikan pada tumor yang besar (bulky) untuk
mengurangi nyeri/obstruksi.
C. LNH INDOLEN RELAPS
Standar pilihan terapi
1. Radiasi paliatif
2. Kemoterapi
3. Transplantasi sumsum tulang
II. LNH AGRESIF (DIFFUSE LARGE B CELL LYMPHOMA)
A. LNH STTADIUM I DAN II
Pada kondisi tumor non bulky (diameter tumor< 10 cm) dengan kriteria:
pasien muda risiko rendah atau rendahmenengah (aaIPI score ≤1) dan
risiko tinggi atau menengahtinggi (aaIPI ≥2), bila fasilitas memungkinkan,
kemoterapi kombinasi R-CHOP 6-8 siklus merupakan protokol standar

22
saat ini serta dapat dipertimbangkan pemberian radioterapi (untuk
konsolidasi).
B. LNH STADIUM I-II (BULKY), III DAN IV
• Bila memungkinkan, pemberian kemoterpi RCHOP 6-8 siklus ±
radioterapi konsolidasi, dipertimbangkan pada stadium I dan II
• Uji klinik pada stadium II dan IV C. LNH REFRAKTER/RELAPS
• Pasien LNH refrakter yang gagal mencapai remisi, dapat diberikan terapi
salvage dengan radioterapi jika area yang terkena tidak ekstensif. Terapi
pilihan bila memungkinakan adalah kemoterapi salvage diikuti dengan
transplantasi sumsum tulang
• Kemoterapi salvage seperti R-DHAP maupun R-ICE
• High dose chemotherapy plus radioterapi diikuti dengan transplantasi
sumsum tulang

BAB IV

ANALISA KASUS

Pasien seorang laki-laki usia 62 tahun datang ke IGD dengan keluhan


nyeri perut yang dirasakan sejak 1 minggu SMRS. Nyeri dirasakan pada perut
bagian kiri bawah. Pasien mengatakan nyeri tersebut mengganggu aktivitas
sehingga pasien hanya bisa berbaring di tempat tidur. Keluhan disertai sesak nafas
yang dirasakan 1 minggu SMRS. Sesak dirasakan bertambah berat saat pasien

23
melakukan aktivitas, sesak tidak berkurang dengan istirahat. Keluhan lemas (+),
mual muntah (+), demam (-). Sebelumnya pasien mengeluhkan muncul benjolan
pada leher sebelah kanan. Benjolan dirasakan memiliki konsistensi padat, dan
tidak disertai nyeri ketika disentuh. Pasien telah terdiagnosa Limfoma Non
Hodgkin pada Januari 2018 oleh RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi. Pasien
sudah melakukan kemoterapi sebanyak 12x.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran komposmentis, tekanan
darah : 100/70 mmHg, nadi 100x/menit, pernafasan 30x/menit. Pada inspeksi
daerah abdomen terlihat membuncit. Pada palpasi pasien merasakan nyeri di
kuadran kiri dan kanan bawah. Pada perkusi ditemukan suara redup di kuadran
kiri dan kanan bawah. Pada auskultasi suara bising usus (+) normal.
Pada pemeriksaan USG abdomen didapatkan Limfoma Maligna. Pada
pemeriksaan patologi anatomi secara makroskopik tampak sepotong jaringan
putih kecoklatan ukuran 0,5x0,5x0,5 cm, secara mikroskopik tampak potongan
jaringan hepar dengan fokus-fokus kelompokan sel-sel limfoid berukuran kecil,
sebagian berinti gelap, sebagian vesikular, kromatin agak kasar, nukleoli nyata.
Sel-sel ini sebagian tersusun menyerupai folikel, dengan kesan limfoma non
hodgkin.

BAB V

KESIMPULAN

Limfoma maligna non hodgkin adalah kanker yang berawal dari sistim
limfatik, tumbuh akibat perubahan sel limfosit yang sebelumnya normal menjadi
ganas dan menyebar ke berbagai organ tubuh termasuk kepala dan leher. Pada
limfoma non-Hodgkin tubuh membentuk limfosit yang abnormal yang akan terus
membelah dan bertambah banyak dengan tidak terkontrol. Limfosit yang

24
bertambah banyak ini akan memenuhi kelenjar getah bening dan menyebabkan
pembesaran.
Penyebab limfoma belum sepenuhnya dipahami hingga saat ini. Studi
terbaru menunjukkan bahwa faktor risiko tertentu meningkatkan peluang
berkembangnya limfoma. Faktor resiko ini mencakup perubahan genetik, infeksi
tertentu (misalnya infeksi oleh virus imunodefisiensi manusia), radiasi, bahan
kimia, reumatoid artritis, AIDS, dan agen imunosupresif yang digunakan (obat
untuk menekan sistem kekebalan tubuh) setelah tindakan transplantasi organ.
Pemeriksaan radiologi, dalam hal ini USG abdomen menjadi pemeriksaan
yang sangat penting pada kasus limfoma maligna. Terutama apabila dari
pemeriksaan fisik memang menunjukan kelainan pada bagian abdomen dan
membutuhkan pemeriksaan peunjang berupa USG abdomen. Koordinasi antara
pemeriksaan klinis, laboratorium dan radiologi akan dapat menunjang penegakan
diagnosis yang tepat.
Gambaran khas pada limfoma maligna adalah

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Hodgkin Lymphoma Guidelines: Diagnosis, Staging, Risk Stratification


[Internet]. Emedicine.medscape.com. 2016 [Tanggal akses: 5 Maret 2017].
Sumber: http://emedicine.medscape.com/article/2500018-overview#showall

2. Swerdlow S, Campo E, Pileri S, Harris N, Stein H, Siebert R et al. The 2016


revision of the World Health Organization classification of lymphoid
neoplasms. Blood. 2016;127(20):2375-2390.

3.Hodgkin Lymphoma-Lymphoma Research Foundation [Internet].


Lymphoma.org. 2017 [Tanggal akses: 5 Maret 2017]. Sumber:
http://www.lymphoma.org/site/pp.asp?c=bkLTKaOQLmK8E&b=6300137&gc
lid=CjwKEAiAi_FBRCZyPm_14CjoyASJAClUigOv0RyD2fITMHgLLoQSW
gJUqTk3FDV geu3jtiMVmigZxoCM4Hw_wcB

4. Bakta IM. Hematologi Klinik Ringkas. Edisi 1. Jakarta. EGC. 2006. 192-202- p.

5. Kumar V, Abbas AK, Aster JC. Robbins Basic Pathology. Edisi 9. Philadelphia.
W. B. Saunders Company. 2013. 440-442p.

6. Goljan EF. Rapid Review Pathology. Edisi 4. Philadelphia. W. B. Saunders


Company. 2014. 341-343p.

7. Mozaheb, Zahra.2012.Epidemiology of Lymphoid Malignancy in Asia,


Epidemiology Insight, Dr. Maria De Lourdes Ribeiro De Souza Da Cunha (ed.),
ISBN: 978-953-51-0565-7

8. William, Lippincott., & Wilkins.2009.Wintrobe’s Clinical Hematology 12 th


Edition. Philadelphia 530 Walnut Street, ISBN: 978-0-7817-6507-7

9. Smedby, Karin EKstrom. 2006. Epidemiology and Etiologi of Non Hodgkin


Lymphoma review. Sweden.Departement of Medical Epidemiology and
Biostatistics. Acta Oncologica; 45; 258-271 ISSN 0284-186x

26

Anda mungkin juga menyukai