Topik:
DM Tipe II
Disusun oleh:
Pendamping:
1
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. N
Umur : 56 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Seruni I/5 , Semarang
No. RM : 4679xx
Tanggal masuk : 11 Oktober 2018
ANAMNESIS
Alloanamnesa
Keluhan Utama
Pasien mengeluh lemas sejak sore
Keluhan Tambahan
Os merasa sakit kepala dan nafsu makan menurun.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD Panti Wilasa dengan keluhan lemas sejak sore hari. Pasien
juga mengeluh sakit kepala, kesemutan pada telapak kaki, pasien juga mengeluh
tidak nafsu akan,sering BAK terutama pada malam hari bisa sampai 5-6x, sering
merasa haus, dan sering merasa lapar. Pasien juga sering lupa makan sebelum
mengonsumsi obat. 6 bulan yang lalu pasien pernah dirawat di RS dengan keluhan
yang sama dan pasien rajin kontrol ke RS.
Diabetes Melitus :+
Hipertensi :+
Riwayat sakit Jantung :-
Riwayat Gastritis :-
2
Riwayat DHF :-
Riwayat Stroke :-
Riwayat Thyfoid :-
Riwayat alergi obat :-
Riwayat Hipertensi :+
Riwayat DM :+
Riwayat sakit Jantung :-
Riwayat Gastritis :-
Riwayat DHF :-
Riwayat Stroke :-
Riwayat Thyfoid :-
Riwayat alergi obat :-
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Kesadaran : Composmentis (GCS : E4 M6 V5)
Kesan sakit : Tampak sakit sedang
Tanda Vital
Tekanan darah : 157/100mmHg
Pernapasan : 24 kali/menit
3
Nadi : 80 kali /menit, reguler
Suhu : 36,60 C
Status Generalis
4
b. PF thorax
Pulmo:
INSPEKSI ANTERIOR POSTERIOR
Kesan : Normal
Jantung :
INSPEKSI
Ictus cordis tidak terlihat
PALPASI
Kuat angkat (-), pulsus parasternal (-), sternal lift (-), pulsus epigastrium(-)
PERKUSI
5
Redup : ICS II lineasternalis sinistra
Batas atas jantung : ICS III lineaparasternalis sinistra
Pinggang jantung : ICS V linea sternalis dextra
Kanan jantung : ICS V 2 cm medial linea midclavicula sinistra
Kiri jantung
AUSKULTASI
katup aorta : SD I-II murni, reguler A1<A2
katup trikuspidal : SD I-II murni,reguler T1>T2
katup pulmonal : SD I-II murni, reguler P1<P2
katup mitral : SD I-II murni, gallop (-)
bising :-
HR : 80 x/menit
KESAN: Cor Normal
c. Abdomen
INSPEKSI
Sikatrik (-), striae (-), venektasi (-), caput medusae (-), hyperpigmentasi (-), cekung (-),
cembung (-)
AUSKULTASI
peristaltic (+)
PERKUSI
Timpani , undulasi (-), shifting dulness (-) Hepar : pekak (+), dextra 9 cm,
sinistra 6 cm
Lien : troube space (+)
PALPASI
6
Superfisial : Dalam:
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-) nyeri lepas (-)
Kesan: Normal
d. Extremities
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hematokrit H 41,4 %
7
Eritrosit 3,8 106/uL
KIMIA HASIL
GDS1 47 mg/dl
Creatinin H 1,99mg/dl
Radiologi
8
EKG
DIAGNOSIS KERJA
- DM (Hipoglikemi)
- Hipertensi
PENATALAKSANAAN
1. IGD
a. D40% 2 Flash
b. IVFD D10% 15tpm
c. OMZ 2x1 amp
2. Bangsal
a. Inf. D10 20 tpm,
b. inj.Cefoperaton 2x1gr(H2)
c. OMZ 2x1amp
d. Sotatic 2x1amp
e. Candesartan 16 1-0-0
f. NB 1 amp
g. Herbesser CD 100 0-0-1
9
PROGNOSIS
o Quo Ad Vitam : Ad Bonam
o Quo Ad Functionam : Dubia Ad Bonam
o Quo Ad Sanationam : Dubia Ad Bonam
FOLLOW UP
10
Landasan Teori
Diabetes Melitus
a. Definisi
Diabetes melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik atau
kelainan heterogen dengan karakteristik kenaikan kadar glukosa dalam
darah atau hiperglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein yang disebabkan karena kelainan sekresi insulin, gangguan kerja
insulin atau keduanya, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada
mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah (ADA, 2012; Perkeni, 2011;
Soegondo dkk, 2004;dan Smeltzer, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh
Steinthorsdotti, dkk (2012) menyimpulkan bahwa penderita diabetes melitus
mempunyai ketidakseimbangan insulin dalam merubah glukosa, hal ini
menyebabkan penumpukan glukosa dalam darah. Menurut kriteria
diagnostik Perkeni (2011), seseorang dikatakan menderita diabetes melitus
jika memiliki kadar gula darah puasa > 126 mg/dl dan pada tes gula darah
sewaktu > 200 mg/dl. Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi dimana
akan meningkat setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam.
b. Klasifikasi
Klasifikasi diabetes melitus menurut ADA (2014) dan Muhlisin (2015)
ada 4, yaitu diabetes melitus tipe 1 yang disebabkan karena kerusakan sel β,
tipe ini biasanya menyebabkan defisiensi insulin absolut. Diabetes melitus
tipe I ini dimulai dari adanya penyakit autoimun dimana system imun tubuh
diserang yang kemudian berdampak pada produksi sel pankreas. Akibat
menurunnya insulin menyebabkan ikatan karbohidarat dalam darah
terganggu. Diabetes melitus tipe 2 disebabkan karena sekretorik insulin
cacat genetik secara progresif dari latar belakang insulin yang resisten.
Menurut Hudak dan Gallow (2010), diabetes melitus tipe 2 merupakan
dampak dari ketidakseimbangan insulin dalam tubuh akibat obesitas, gaya
hidup, dan pola makan. Konsumsi karbohidrat yang berlebih menyebabkan
11
ketidakseimbangan ikatan insulin dan karbohidrat dalam darah. Diabetes
tipe lain disebabkan karena penyebab dari penyakit lain, misalnya cacat
genetik pada fungsi sel β, cacat genetik pada kerja insulin, penyakit eksokrin
pankreas seperti fibrosis kistik serta dampak penyakit dan obat-obatan kimia
seperti dalam pengobatan HIV / AIDS atau setelah transplantasi organ.
Klasifikasi yang terakhir adalah diabetes melitus kehamilan, tingginya gula
darah hanya terjadi pada masa kehamilan dan akan hilang sendiri setelah
melahirkan (ADA, 2014 dan Muhlisin, dkk; 2015).
c. Manifestasi Klinis
Berbagai gejala dapat ditemukan pada penderita diabetes melitus.
Kecurigaan adanya diabetes melitus perlu dipikirkan apabila terdapat
keluhan klasik diabetes melitus atau yang disebut dengan “TRIAS DM” (
poliuria, polidipsi, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya), kadar glukosa darah pada waktu puasa ≥ 126 mg/dl
(puasa disini artinya selama 8 jam tidak ada masukan kalori), kadar glukosa
darah acak atau dua jam sesudah makan ≥ 200 mg/dl, serta AIC ≥ 6,5%.
AIC dipakai untuk menilai pengendalian glukosa jangka panjang sampai 2-3
bulan untuk memberikan informasi yang jelas dan mengetahui sampai
seberapa efektif terapi yang diberikan. Penderita diabetes melitus tipe 2 juga
merasakan sejumlah keluhan lain seperti kelemahan, infeksi berulang,
penyembuhan luka yang sulit, gangguan penglihatan, kesemutan, gatal,
kandidiasis vagina berulang dan disfungsi ereksi pada pria (Gustaviani,
2007; Lewis, dkk ; 2011, dan Perkeni, 2011).
12
kelompok dengan salah satu risiko diabetes melitus Tipe 2 sebagai
berikut:1) Riwayat keturunan dengan diabetes, misalnya pada diabetes
melitus tipe 1 diturunkan sebagai sifat heterogen, multigenik. Kembar
identik mempunyai resiko 25% - 50%, sementara saudara kandung beresiko
6% dan anak beresiko 5% (Black, 2009 dalam Tarwoto, 2012), 2)
Lingkungan seperti virus (cytomegalovirus, mumps, rubella) yang dapat
memicu terjadinya autoimun dan menghancurkan sel-sel beta pankreas,
obat-obatan dan zat kimia seperti alloxan, streptozotocin, pentamidine, 3)
Usia diatas 45 tahun, 4) Tidak mempunyai aktivitas fisik / kurang olah raga,
5) Keturunan dari ras yang mempunyai risiko tinggi seperti Afrika Amerika,
Latin, Asia Amerika, 6) Obesitas, berat badan lebih : BB ≥ 20% BB ideal
atau IMT ≥ 25 kg/m2, 7) Hipertensi, tekanan darah ≥ 140/90 mmHg, 8)
Riwayat gestasional diabetes melitus (Smeltzer, 2004 dalam Tarwoto,
2012), 9) Riwayat diabetes dalam kehamilan, riwayat abortus berulang,
melahirkan bayi cacat atau berat badan lahir bayi > 4000 gram, 10) Wanita
dengan sindrom polikistik ovarium, 11) A1C ≥ 5,7 % atau Riwayat
gangguan toleransi glukosa, 12) Riwayat atau penderita PJK, TBC, atau
hipertiroidisme, 13) Kolesterol HDL lebih dari atau sama dengan 35 mg/dl
dan atau trigliserida lebih dari 250 mg/dl ((ADA (2012), Gustaviani (2007);
Ignativicius & Workman (2006); Perkeni (2011); Smeltzer et al; 2008 dan
Tarwoto (2012)).
Catatan : Untuk skrining kelompok risiko tinggi yang hasilnya negatif,
skrining ulangan dilakukan tiap tahun; sedangkan bagi mereka yang berusia
lebih dari 45 tahun tanpa faktor resiko, skrining dapat dilakukan setiap
3tahun (ADA, 2010; Gustaviani, 2007; Soegondo dkk; 2004). Selain itu
pada tabel 2 .1 berikut dapat dilihat untuk membedakan kadar glukosa darah
antara yang pasti diabetes melitus dan yang bukan diabetes melitus sebagai
patokan penyaring.
13
Tabel 2.1 Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa sebagai Patokan Penyaring
dan Diagnosis Diabetes Melitus
Bukan DM Belum DM
pasti DM
Kadar Plasma vena < 110 mg/dl 110 – 199 ≥ 200 mg/dl
glukosa mg/dl
darah
sewaktu
(mg/dl)
Kadar Plasma vena < 100 mg/dl 110–125 ≥ 126 mg/dl
glukosa mg/dl
darah
puasa
(mg/dl)
Darah kapiler < 90 mg/dl 90 – 99 mg/dl ≥ 110 mg/dl
(PERKENI, 2006)
14
tersebut antara lain sensasi lapar, mekanisme lipolisis dan glukoneogenesis.
Jika respon tersebut terjadi berkepanjangan maka tubuh mengalami
penurunan protein jaringan dan menghasilkan benda keton. Kondisi ini
dapat mengakibatkan ketosis dan ketoasidosis (Daniels, 2012).
Hipergilkemi menyebabkan gangguan pada aktivitas leukosit dan
menimbulkan respon inflamatorik sehingga menyebabkan viskositas darah
meningkat dan membentuk trombus terutama pada mikrovaskuler, hal ini
mengakibatkan terjadinya kerusakan pada pembuluh darah mikro sebagai
gejala gangguan sirkulasi di jaringan perifer (Jokela, 2009). Kerusakan
mikrovaskuler juga diakibatkan karena stimulasi hepar untuk mengkonversi
glukosa darah yang tinggi menjadi trigliserida, hal ini berakibat pada
peningkatan kadar trigliserida dalam darah. Tingginya kadar trigliserida
akan meningkatkan resiko arterosklerosis (Talayero, 2011).
Kadar glukosa tinggi yang berkepanjangan dapat mengakibatkan
gangguan jalur metabolisme poliol/alkohol sehingga meningkatkan sorbitol.
Kadar sorbitol yang tinggi mengakibatkan gangguan kondusi impuls syaraf
sehingga terjadi gangguan neuropati diabetik (Fauci, 2009). Kadar glukosa
yang tinggi juga dapat merusak membran kapiler nefron pada ginjal akibat
angiopati. Kerusakan nefron yang progresif akan berujung pada
glomerulosklerosis. Kerusakan ini terjadi akibat beban yang berlebih kadar
gula darah sehingga membran glomerulus kehilangan daya filtrasinya
(Smeltzer, 2010).
Rendahnya produksi insulin atau rendahnya uptake insulin oleh sel-sel
tubuh dapat menimbulkan gangguan metabolik berupa peningkatan asam
lemak darah, kolesterol, fosfolipid dan lipoprotein. Jika hal ini terjadi secara
terus-menerus maka akan memicu terjadinya angiopati yang dapat
menimbulkan komplikasi pada retina, ginjal, jantung koroner dan stroke
(Smeltzer, 2010).
15
f. Komplikasi
Menurut Depkes RI (2008) dan Tjokroprawiro (2006) menyatakan
bahwa komplikasi pada diabetes melitus dibagi menjadi dua yaitu
komplikasi akut dan komplikasi kronis. Komplikasi akut meliputi koma
diabetik, hiperglikemia hiperosmolar non ketotik dan hipoglikemia. Reaksi
hipoglikemia terjadi akibat tubuh kekurangan glukosa. Reaksi koma
diabetik terjadi karena kadar gula darah dalam tubuh terlalu tinggi, lebih
dari 600 mg/dl. Komplikasi kronik yang dapat muncul pada pasien diabetes
melitus adalah makroangiopati, mikroangiopati dan neuropati. 23
Makroangiopati terjadi pada pembuluh darah besar (makrovaskular)
seperti jantung, darah tepi dan otak. Mikroangiopati terjadi pada pembuluh
darah kecil (mikrovaskular) seperti kapiler retina mata dan kapiler ginjal.
Berbagai studi yang telah ada menyatakan bahwa penderita diabetes melitus
tipe 1 dan tipe 2 yang menjaga kadar glukosa plasma rata – rata tetap rendah
menunjukkan insiden komplikasi mikrovaskuler berupa timbulnya retinopati
diabetik, nefropati, dan neuropati yang lebih rendah.
g. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan
jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk
suntikan.
1) Obat Antihiperglikemia Oral
Berdasarkan cara kerjanya, obat antihiperglikemia oral dibagi menjadi 5
golongan:
a) Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)
i. Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi
insulin oleh sel beta pankreas. Efek samping utama adalah
hipoglikemia dan peningkatan berat badan. Hati-hati menggunakan
sulfonilurea pada pasien dengan risiko tinggi hipoglikemia (orang
tua, gangguan faal hati, dan ginjal).
16
ii. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea,
dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama.
Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat
asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini
diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi
secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia
post prandial. Efek samping yang mungkin terjadi adalah
hipoglikemia.
b) Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin
i. Metformin
Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa
hati (glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa di
jaringan perifer. Metformin merupakan pilihan pertama pada
sebagian besar kasus DMT2. Dosis Metformin diturunkan pada
pasien dengan gangguan fungsi ginjal (GFR 30-60 ml/menit/1,73
m2). Metformin tidak boleh diberikan pada beberapa keadaan sperti:
GFR<30 mL/menit/1,73 m2, adanya gangguan hati berat, serta
pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit
serebrovaskular, sepsis, renjatan, PPOK,gagal jantung [NYHA FC
III-IV]). Efek samping yang mungkin berupa gangguan saluran
pencernaan seperti halnya gejala dispepsia.
ii. Tiazolidindion (TZD).
Tiazolidindion merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator
Activated Receptor Gamma (PPAR-gamma), suatu reseptor inti yang
terdapat antara lain di sel otot, lemak, dan hati. Golongan ini
mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan
meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga
meningkatkan ambilan glukosa di jaringan perifer. Tiazolidindion
meningkatkan retensi cairan tubuh sehingga dikontraindikasikan
pada pasien dengan gagal jantung (NYHA FC III-IV) karena dapat
17
memperberat edema/retensi cairan. Hati-hati pada gangguan faal
hati, dan bila diberikan perlu pemantauan faal hati secara berkala.
Obat yang masuk dalam golongan ini adalah Pioglitazone.
c) Penghambat Absorpsi Glukosa di saluran pencernaan:
i. Penghambat Alfa Glukosidase.
Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa dalam usus
halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah
sesudah makan.Penghambat glukosidase alfa tidak digunakan pada
keadaan:GFR≤30ml/min/1,73 m2, gangguan faal hati yang berat,
irritable bowel syndrome. Efek samping yang mungkin terjadi
berupa bloating (penumpukan gas dalam usus) sehingga sering
menimbulkan flatus. Guna mengurangi efek samping pada awalnya
diberikan dengan dosis kecil. Contoh obat golongan ini adalah
Acarbose.
d) Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV)
Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim DPP-IV
sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang
tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan sekresi
insulin dan menekan sekresi glukagon bergantung kadar glukosa darah
(glucose dependent). Contoh obat golongan ini adalah Sitagliptin dan
Linagliptin.
e) Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Cotransporter2)
Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat antidiabetes oral
jenis baru yang menghambat penyerapan kembali glukosa di tubuli distal
ginjal dengan cara menghambat kinerja transporter glukosa SGLT-2. Obat
yang termasuk golongan ini antara lain: Canagliflozin,
Empagliflozin,Dapagliflozin, Ipragliflozin. Dapagliflozin baru saja
mendapat approvable letter dari Badan POM RI pada bulan Mei 2015.
18
19
20