Anda di halaman 1dari 68

UKM

F1-UPAYA PROMOSI KES DN PEMBERDAYAN MAS


JUDUL
PENYULUHAN TENTANG NAPZA DI DESA BARAT LAMBONGAN

LB
Narkoba adalah singkatan dari Narkotika dan Obat berbahaya. Selain NARKOBA, istilah lain
yang diperkenalkan khususnya oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah
NAPZA yang merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif. Semua istilah
ini, baik narkoba atau napza, mengacu pada sekelompok zat yang umumnya mempunyai
resiko kecanduan bagi penggunanya. Narkoba atau NAPZA merupakan bahan/zat yang bila
masuk ke dalam tubuh akan mempengaruhi tubuh terutama susunan syaraf pusat/otak
sehingga jika disalahgunakan akan menyebabkan gangguan fisik, psikis/jiwa dan fungsi
sosial. Karena itu Pemerintah memberlakukan Undang-Undang (UU) untuk penyalahgunaan
narkoba yaitu UU No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika dan UU No.22 tahun 1997 tentang
Narkotika.
Narkoba (narkotika dan obat-obatan berbahaya) sudah sejak lama dikonsumsi manusia, baik
dalam bentuk sederhana. Semakin lama pemakai narkoba makin meluas di berbagai belahan
dunia, termasuk indonesia (Hakim, 2004 dalam Hutahuruk, 2007). Obat terlarang ini telah
banyak beredar dan dipergunakan oleh berbagai kalangan terutama remaja. Dimana pada
masa remaja ada banyak faktor yang mempengaruhi persepsi individu terhadap
penyesuaian sosialnya (Makarao, 2003 dalam Hutauruk, 2007).

Di Indonesia, perkembangan pencandu narkoba semakin pesat. Sekitar 4-5 juta orang
menderita ketergantunan Napza dan segmen terbesar sekitar 55% sebagai penyalahguna
adalah para remaja yang masih berstatus siswa SMA. Para pencandu narkoba itu pada
umumnya berusia antara 11 sampai 24 tahun. Artinya usia tersebut ialah usia produktif atau
usia pelajar. Pada awalnya, pelajar yang mengonsumsi narkoba biasanya diawali dengan
perkenalannya dengan rokok. Karena kebiasaan merokok ini sepertinya sudah menjadi hal
yang wajar di kalangan pelajar saat ini. Dari kebiasaan inilah, pergaulan terus meningkat,
apalagi ketika pelajar tersebut bergabung ke dalam lingkungan orang-orang yang sudah
menjadi pencandu narkoba. Awalnya mencoba, lalu kemudian mengalami ketergantungan.
Peran penting sektor kesehatan sering tidak disadari oleh petugas kesehatan itu sendiri,
bahkan para pengambil keputusan, kecuali mereka yang berminat dibidang kesehatan jiwa,
khususnya penyalahgunaan NAPZA. Bidang ini perlu dikembangkan secara lebih profesional,
sehingga menjadi salah satu pilar yang kokoh dari upaya penanggulangan penyalahgunaan
NAPZA. Kondisi diatas mengharuskan pula Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan
kesehatan dapat berperan lebih proaktif dalam upaya penanggulangan penyalahgunaan
NAPZA di masyarakat. Dari hasil identifikasi masalah NAPZA dilapangan melalui diskusi
kelompok terarah yang dilakukan Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat bekerja sama
dengan Direktorat Promosi Kesehatan – Ditjen Kesehatan Masyarakat Depkes-Kesos RI
dengan petugas-petugas puskesmas di beberapa propinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat,
Banten, Jawa Timur, Bali ternyata pengetahuan petugas puskesmas mengenai masalah
NAPZA sangat minim sekali serta masih kurangnya buku yang dapat dijadikan pedoman.
PERMASALAHAN
Hingga kini penyebaran narkoba sudah hampir tak bisa dicegah. Mengingat hampir seluruh
penduduk dunia dapat dengan mudah mendapat narkoba dari oknum-oknum yang tidak
bertanggung jawab. Misalnya saja dari bandar narkoba yang senang mencari mangsa di
sekolah, diskotik, tempat pelacuran, dan tempat-tempat perkumpulan genk. Upaya
pemberantas narkoba pun sudah sering dilakukan namun masih sedikit kemungkinan untuk
menghindarkan narkoba dari kalangan remaja maupun dewasa, bahkan anak-anak usia SD
dan SMP pun banyak yang terjerumus narkoba. Selain itu, remaja memiliki karakteristik
yang rentan terkena narkoba. Salah satunya remaja sangat mudah dipengaruhi kawan, rasa
ingin tahu dan ingin coba-coba dapat mendorong mereka terjerumus dan terjebak oleh
napza.

PPI
Oleh Karena permasalahan yang terjadi di atas, maka diadakan kegiatan penyuluhan dengan
materi bahaya napza di kalangan pelajar sebagai salah satu upaya promosi kesehatan. Pada
penyuluhan tersebut, diuraikan tentang definisi, jenis-jenis napza, bahaya napza, dan upaya
menghindari napza.

Orang tua sangat penting untuk diberi penjelasan yang terus-menerus bahwa narkoba tidak
hanya membahayakan kesehatan fisik dan jiwa, namun juga akan berdampak buruk
terhadap kesempatan anak mereka untuk bisa terus belajar, mengoptimalkan potensi
akademik dan kehidupan yang layak dimasa depan.
Selain itu, sangat diperlukan keikutsertaan orang tua dalam upaya menghindari napza
karena sikap orangtua memegang peranan penting dalam membentuk keyakinan akan
penggunaan narkoba pada anak-anak. Strategi untuk mengubah sikap keluarga terhadap
penggunaan narkoba termasuk memperbaiki pola asuh orangtua dalam rangka menciptakan
komunikasi dan lingkungan yang lebih baik di rumah.

PELAKSANAAN
Kegiatan ini dilaksanakan di Dusun Barat Lambongan, Desa Barat Lambongan pada tanggal
21 Oktober 2019.
1. Tahap Perkenalan dan Penggalian Pengetahuan Peserta
Acara dibuka dengan perkenalan diri kemudian menyampaikan maksud dan tujuan dari
penyuluhan.
Kegiatan : Penyuluhan tentang NAPZA
Hari/tanggal : Senin, 21 Oktober 2019
Waktu : pukul 10.00-12.00 WITA
Tempat : Dusun Barat Lambongan, Desa Barat Lambongan
Jumlah peserta : 20 orang
Pemberi materi : dr. Anggun Dwijayanti
Bahan dan alat : file presentasi menggunakan Ms. Power Point, laptop, dan proyektor
LCD.

Secara garis besar kegiatan ini dilaksanakan dalam empat tahapan yaitu:
1. Persiapan, dalam rangka menyiapkan pelaksanaan kegiatan ini terlebih dahulu tim
lapangan beserta dokter internsip melakukan koordinasi dengan kader posbindu setempat
tentang akan diadakannya penyuluhan yang dimaksud sekaligus menjelaskan latar belakang
dan tujuan dilaksanakannya penyuluhan.

2. Perkenalan, tahap selanjutnya adalah dokter internsip yang akan membawakan


materi melakukan perkenalan singkat kepada peserta penyuluhan setelah kegiatan inti
posbindu selesai dilaksanakan.

3. Penyajian materi, materi penyuluhan tentang NAPZA dibawakan dengan metode


dialog interaktif dengan bantuan media berupa file presentasi menggunakan Ms. Power
Point.

4. Tanya - jawab, setelah materi penyuluhan selesai, dilanjutkan dengan sesi bertanya
dan menjawab. Para peserta penyuluhan diberikan kesempatan untuk bertanya mengenai
hal-hal yang belum dimengerti terkait materi penyuluhan yang dibawakan. Selain itu peserta
penyuluhan diberi beberapa pertanyaan seputar materi diabetes mellitus untuk menguji
pemahaman peserta terhadap materi yang dibawakan.eri pertanyaan pembuka untuk
menilai tingkat pengetahuan peserta (pretest) tentang materi penyuluhan yang akan
disampaikan.

2. Tahap Penyajian Materi


Materi penyuluhan disajikan dengan bantuan perangkat Komputer dan LCD. Penyuluhan
dilakukan di dalam ruang kelas selama 15 menit dilanjutkan dengan sesi diskusi.

ME
1. Evaluasi Struktur
Persiapan kegiatan penyuluhan dilakukan beberapa hari sebelumnya. Materi dan alat bantu
penyuluhan dibuat dan dipersiapkan untuk mempermudah jalannya penyuluhan. Persuratan
untuk pelaksanaan peyuluhan dibuat dan dikirim langsung ke sekolah yang bersangkutan 3
hari sebelum kegiatan penyuluhan.
2. Evaluasi Proses
Dokter bersama tim promkes dari Puskesmas tiba di tempat penyuluhan untuk
membicarakan ruang tempat penyuluhan. Peserta yang hadir kurang lebih 20 orang dari
perwakilan desa. Penyuluhan berjalan sebagaimana yang diharapkan. Namun tingkat
pengetahuan peserta masih kurang mengenai materi penyuluhan sebelum diadakannya
penyuluhan.
3. Evaluasi Hasil
Hampir sebagian besar masyarakat yang hadir kurang mengetahui materi penyuluhan yang
akan disampaikan. Namun setelah penyuluhan, masyarakat cukup antusias untuk berdiskusi
terkait materi penyuluhan.

Penyuluhan Bahaya Perilaku Merokok bagi Remaja


LB
Pada kehidupan remaja saat ini, merokok merupakan suatu pemandangan yang sangat tidak
asing. Kebiasaan merokok dianggap dapat memberikan kenikmatan bagi perokok, namun di
lain pihak dapat menimbulkan dampak buruk bagi perokok sendiri maupun orang-orang
disekitarnya. Berbagai kandungan zat yang terdapat di dalam rokok memberikan dampak
negatif pada tubuh penghisapnya. Sekarang ini kegiatan merokok juga banyak dilakukan
oleh remaja yang biasanya dilakukan di depan orang lain, terutama dilakukan di depan
kelompoknya karena mereka sangat tertatik kepada kelompok sebayanya atau dengan kata
lain terikat dengan kelompoknya. Hal ini sebenarnya telah diketahui oleh remaja khususnya
dan umumnya masyarakat dunia, bahwa merokok itu mengganggu kesehatan. Masalah
rokok pada hakekatnya sudah menjadi masalah nasional,bahkan internasional.
Pemerintah tentunya juga tidak tinggal diam atas fenomena banyaknya kebiasaan merokok
pada kalangan masyarakat,khususnya kalangan remaja yang masih berstatus pelajar. Selain
kebijakan-kebijakan pemerintah akan larangan merokok diberbagai tempat umum seperti
rumah sakit, di kantor-kantor, lingkungan sekolahan, serta tempat umum lainnya tentunya
pemerintah juga mengeluarkan peraturan yang sah seperti Peraturan Pemerintah RI Nomor
81 Tahun 1999 tentang “Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan” yang dikeluarkan resmi oleh
Presiden.

PERMASALAHAN
Indonesia mengalami peningkatan terbesar perilaku merokok yang cenderung dimulai pada
usia yang semakin muda. Pada usia 10 - 14 tahun, terdapat 2,0% remaja yang merokok,
0,7% di antaranya merokok setiap hari dan 1,3% perokok kadang-kadang dengan rerata
konsumsi 10 batang rokok per hari. Proporsi penduduk menurut usia mulai merokok untuk
kelompok usia muda (5 - 9 tahun) yang tertinggi adalah di Papua (3,2%), sekitar 30 kali lebih
besar dibandingkan dengan angka nasional (0,1%). Sementara, di Sulawesi Selatan sekitar
0,8% atau 8 kali lebih besar dibandingkan dengan angka nasional.

PER & INTER


Pemilihan intervensi dilakukan dengan cara melakukan penyuluhan, yaitu dengan langkah
awal mengenalkan bahaya perilaku merokok dikalangan remaja pada siswa dan siswi di
sekolah. Penyuluhan ini diharapkan dapat menambah informasi kepada siswa dan siswi
tentang penyakit bahaya perilaku merokok sehingga dapat menghindari perilaku tersebut
yang dapat membahayakan kesehatan dirinya sendiri maupun orang di lingkungan
sekitarnya.

PELAKSANAAN
Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Senin 20 Januari 2020, pukul 09.00 WITA – Selesai.
Kegiatan yang dilakukan berupa penyuluhan mengenai Bahaya Perilaku Merokok di
Kalangan Remaja.

MONITORING & EV
1. Monitoring
Peserta yang hadir kurang lebih 35 orang. Pelaksanaan penyuluhan berjalan sebagaimana
yang diharapkan dimana peserta memperhatikan materi yang disampaikan dan sebagian
besar peserta aktif melontarkan pertanyaan.
2. Evaluasi Hasil
Tujuan akhir dalam kegiatan penyuluhan ini adalah agar proses transfer informasi dapat
terjadi, dan adanya respon timbal balik dari peserta penyuluhan terhadap materi
penyuluhan.
PENYULUHAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI SMP NEGERI 2 BONTOMATENE
PES PIDI LAINLAIN
LB
Masa remaja merupakan suatu tahap antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Istilah
ini menunjuk masa dari awal pubertas sampai tercapainya kematangan; biasanya mulai dari
usia 14 pada pria dan usia 12 pada wanita. Transisi ke masa dewasa bervariasi dari satu
budaya kebudayaan lain, namun secara umum didefinisikan sebagai waktu dimana individu
mulai bertindak terlepas dari orang tua mereka (Ozzy, 2008).

Saat ini kesehatan reproduksi mendapat perhatian khusus secara global sejak diangkatnya
isu tersebut dalam Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan
(International Conference on Population and Development, ICPD) di Kairo, Mesir pada tahun
1994. Hal penting dalam konferensi tersebut adalah disepakatinya perubahan paradigma
dalam pengelolaan masalah kependudukan dan pembangunan dari pendekatan
pengendalian populasi dan penurunan fertilitas menjadi pendekatan yang terfokus pada
kesehatan reproduksi serta upaya pemenuhan hak-hak reproduksi. Salah satu perubahan
pendekatan paradigma baru tersebut terjadi dalam penanganan kesehatan reproduksi
remaja.

Remaja sebagai calon orang tua dan generasi penerus perlu dibekali dengan pengetahuan
Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR). Hal ini bertujuan agar mereka memiliki pengetahuan
yang benar tentang sistem, fungsi dan proses reproduksi manusia. Dengan demikian kelak
mereka dapat mengembangkan keturunan yang sehat, cerdas dan produktif secara
bertanggung jawab (Depkes RI, 2001).

Penyuluhan merupakan salah satu cara untuk menyampaikan informasi mengenai


Kesehatan Reproduksi Remaja kepada sasaran. Adapun penyuluhan ini merupakan bagian
dari Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) Kesehatan Reproduksi yang bertujuan memberikan
informasi KRR kepada sasaran dalam rangka meningkatkan kualitas hidup manusia melalui
upaya kesehatan reproduksi dan pemenuhan hak-hak reproduksi secara terpadu dengan
memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender.

PERMASALAHAN
Tingginya angka kejadian penyimpangan perilaku kesehatan reproduksi ini terjadi akibat
kurangnya pengetahuan dan pemahaman remaja mengenai kesehatan reproduksi. Hal
tersebut didukung oleh tidak tersedianya informasi yang akurat dan benar mengenai
kesehatan reproduksi menyebabkan remaja mencari akses sendiri melalui majalah, internet,
buku, bahkan film porno yang tidak mengajarkan tanggung jawab dan resiko yang dapat
ditimbulkannya (Azinar, 2013). Selain itu salah satu faktor yang menyebabkan remaja
terjerumus ke masalah sosial seperti tawuran, pengunaan obat terlarang, dan pergaulan
bebas adalah komunikasi yang kurang baik antara remaja dengan orang tua maupun
lingkungannya (Depkes RI, 2012).

Kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut sistem, fungsi
dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Pengertian sehat disini tidak semata-mata
berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga sehat secara mental serta
sosial kultural .
Berdasarkan data Proyeksi Penduduk Remaja yang diterbitkan oleh Biro Pusat Statistik,
BAPPENAS, dan UNFPA jumlah remaja usia 10 – 24 tahun pada tahu 2007 adalah sekita 64
juta jiwa atau 28,64 % dari jumlah perkiraan penduduk Indonesia sebanyak 222 juta jiwa.
Permasalahan remaja saat ini sangat kompleks dan mengkhawatirkan. Hal ini ditunjukkan
dengan masih rendahnya pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi. Remaja
perempuan dan laki-laki yang tahu tentang masa subur baru mencapai 29,0 % dan 32,3 %.
Remaja perempuan dan remaja laki-laki yang mengetahui risiko kehamilan jika melakukan
hubungan seksual sekali, masing-masing baru mencapai 49,5 % dan 45,5 %. Remaja
perempuan dan remaja laki-laki usia 14-19 tahun yang mengaku mempunyai teman yang
pernah melakukan hubungan seksual pranikah masing-masing mencapai 48,6 % dan 46,5 %
(SKRRI, 2002-2003).

Oleh karena itu diadakan penyuluhan mengenai kesehatan reproduksi remaja sehingga
dengan mengetahui definisi KRR (Kesehatan Reproduksi Remaja), perubahan yang terjadi
saat remaja, anatomi dan fisiologi organ reproduksi, serta faktor-faktor yang mempengaruhi
KRR; diharapkan para siswa SMP Negeri 21 Bontomatene dapat menerapkan perilaku hidup
sehat dalam di kalangan remaja serta berperan serta dalam program Kesehatan Reproduksi
Remaja.

PER&INTER
1) Kegiatan
Strategi atau pendekatan yang ditempuh yaitu pemberdayaan (empowerment).
Pemberdayaan ini dilakukan dengan memberikan kemampuan kepada individu (sasaran)
melalui penyuluhan yang dirangkaikan dengan penjaringan kesehatan anak sekolah (status
gizi, pemeriksaan fisik umum, indera, dan gigi-mulut). Pesan-pesan pokok materi
penyuluhan antara lain: definisi KRR (Kesehatan Reproduksi Remaja), perubahan yang
terjadi saat remaja, anatomi dan fisiologi organ reproduksi, serta faktor-faktor yang
mempengaruhi KRR.

2) Menentukan Sasaran
Sasaran yang dipilih pada kegiatan penyuluhan ini adalah sasaran primer, orang yang sangat
berisiko terhadap penyimpangan perilaku kesehatan reproduksi, yang merupakan siswa
SMP Negeri 2 Bontomatene.

3) Menetapkan Tujuan
Tujuan utama dari penyuluhan ini adalah memberikan pengetahuan mengenai kesehatan
reproduksi remaja (KRR)
Tujuan Khusus: Secara khusus, penyuluhan ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Memberikan pengetahuan tentang definisi kesehatan reproduksi remaja.
2. Memberikan pengetahuan tentang remaja dan perubahan yang terjadi saat remaja.
3. Memberikan pengetahuan tentang anatomi dan fisiologi organ reproduksi.
4. Memberikan pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan
reproduksi remaja.
4) Menetapkan Metode dan Saluran Komunikasi KIE
Metode komunikasi yang digunakan berupa penyuluhan kesehatan reproduksi remaja pada
siswa-siswa SMP Negeri 2 Bontomatene. Media atau saluran komunikasi yang digunakan
adalah slide power point melalui LCD.

5) Penanggung Jawab
Penanggung jawab dari kegiatan ini terdiri dari:
1. Dokter pendamping internsip: dr.Ika Hartati
2. Dokter internsip : dr. Anggun Dwijayanti

PELAKSA
Kegiatan : Penyuluhan kesehatan reproduksi remaja di SMP Negeri 2 Bontomatene
Hari/tanggal : Kamis, 21 November 2019
Waktu : pukul 10.00-12.00 WITA
Tempat : SMP Negeri 2 Bontomatene
Jumlah peserta : siswa kelas 1 yang berjumlah 30 orang
Pemberi materi : dr. Anggun Dwijayanti
Bahan dan alat : file presentasi menggunakan Ms. Power Point, laptop, dan proyektor
LCD.

Secara garis besar kegiatan ini dilaksanakan dalam empat tahapan yaitu:
1. Persiapan, dalam rangka menyiapkan pelaksanaan kegiatan ini terlebih dahulu tim
lapangan beserta dokter internsip melakukan koordinasi dengan pihak sekolah tentang akan
diadakannya kegiatan yang dimaksud sekaligus menjelaskan latar belakang dan tujuan
dilaksanakannya kegiatan.
2. Perkenalan, tahap selanjutnya adalah dokter internsip yang akan membawakan
materi melakukan perkenalan singkat kepada peserta.
3. Penyajian materi, materi penyuluhan tentang Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR)
dibawakan dengan metode dialog interaktif dengan bantuan media berupa slide presentasi
menggunakan Ms. Power Point.
4. Tanya - jawab, setelah materi penyuluhan selesai, dilanjutkan dengan sesi bertanya
dan menjawab. Para peserta penyuluhan diberikan kesempatan untuk bertanya mengenai
hal-hal yang belum dimengerti terkait materi penyuluhan yang dibawakan. Selain itu peserta
penyuluhan diberi beberapa pertanyaan seputar materi Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR)
untuk menguji pemahaman peserta terhadap materi yang dibawakan.

MON&EV
Saat pemberian penyuluhan, peserta menyimak dengan tenang dan terlihat antusias.
Setelah penyuluhan peserta menanyakan berbagai macam hal seputar Kesehatan
Reproduksi Remaja. Pada umumnya para peserta ingin mendapat kejelasan yang benar
seputar dampak penyimpangan perilaku dalam Kesehatan Reproduksi Remaja.

Monitoring dilakukan dengan melihat seberapa banyak para peserta memahami dan
mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan sederhana seputar materi yang telah
disampaikan. Pertanyaan yang dijawab dengan benar oleh peserta penyuluhan merupakan
bukti keberhasilan bahwa penyuluhan yang telah dilakukan mampu diterima dan dipahami
oleh peserta. Dengan adanya pemahaman tersebut diharapkan mampu untuk memberikan
informasi yang telah diberikan kepada anggota keluarga, tetangga, dan siswa lainnya.
Monitoring dilakukan oleh petugas kesehatan bersama dengan masyarakat (kader
kesehatan, tokoh masyarakat, guru dan anak sekolah). Monitoring dan evaluasi dilakukan
secara partisipatif dan berkala oleh masyarakat.

Evaluasi terhadap kegiatan yang dilakukan adalah:


• Evaluasi struktur
Persiapan kegiatan penyuluhan dilakukan seminggu sebelumnya yaitu dengan melakukan
koordinasi dengan kepala sekolah dan guru-guru SMP Negeri 2 Bontomatene tentang akan
diadakannya penyuluhan yang dimaksud. Selain itu juga dilakukan persiapan bahan dan alat
penyuluhan berupa file presentasi menggunakan Ms. Power Point, laptop, dan proyektor
LCD.
• Evaluasi proses
Kegiatan penyuluhan diikuti oleh sekitar 30 orang peserta yang terdiri dari siswa kelas 1.1
dan 1.2 SMP Negeri 2 Bontomatene. Metode penyuluhan adalah dialog interaktif dengan
bantuan file presentasi menggunakan Ms. Power Point sebagai media publikasi promotif.
Penyajian materi dilakukan secara singkat dan lugas dengan lebih menitikberatkan pada
dampak buruk penyimpangan perilaku kesehatan reproduksi remaja.
• Evaluasi hasil
Penyuluhan berjalan dengan lancar sebagaimana yang diharapkan, para peserta terlihat
antusias dalam menerima materi dan aktif menanyakan perihal yang belum dimengerti.

Kesimpulan dari kegiatan ini, semua peserta mampu memahami materi kesehatan
reproduksi remaja. Diharapkan setelah kegiatan ini, peserta mulai sadar diri untuk
menerapkan perilaku sehat dalam reproduksi agar tehindar dari dampak merugikan akibat
perilaku menyimpang reproduksi remaja. Kegiatan rutin ulangan perlu dilakukan agar
pemahaman yang ada dapat selalu diingat.
F2-UPAYA KESLING
JUDUL
KEGIATAN PENYULUHAN KESEHATAN “ BAHAYA PENYAKIT DIARE ”

LB
Penyakit diare sampai kini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, walaupun secara
umum angka kesakitan masih berfluktuasi, dan kematian diare yang dilaporkan oleh sarana
pelayanan dan kader kesehatan mengalami penurunan namun penyakit diare ini masih
sering menimbulkan KLB yang cukup banyak bahkan menimbulkan kematian. Di Indonesia,
hasil survei yang dilakukan oleh program, diperoleh angka kesakitan Diare untuk tahun 2000
sebesar 301 per 1.000 penduduk, angka ini meningkat bila dibandingkan dengan hasil survei
yang sama pada tahun 1996 sebesar 280 per 1.000 penduduk. Sedangkan berdasarkan
laporan kabupaten/ kota pada tahun 2008 diperoleh angka kesakitan diare sebesar 27,97
per 1000 penduduk. Sedangkan angka kesakitan diare pada tahun 2009 sebesar 27,25 per
1000 penduduk.

Penyakit diare adalah buang air besar atau defekasi yang encer dengan frekuensi lebih dari
tiga kali sehari, dengan atau tanpa darah dan atau lender dalam tinja. Berdasarkan ilmu
pengetahuan pada saat ini dimana teknologi untuk pencegahannya sudah cukup dikuasai,
akan tetapi permasalahan tentang penyakit diare dalam masyarakat, sampai saat ini masih
merupakan masalah yang relative besar, sehingga dapat disimpulakn bahwa untuk
mengatasi penyakit diare tidak cukup hanya dengan menguasai teknologi pengobatan
maupun pencegahannya saja.

Faktor hygiene dan sanitasi merupakan masalah penyebab terjadinya diare yaitu pengadaan
sumber air bersih, jamban keluarga, serta perilaku cuci tangan dengan sabun. Factor-faktor
yang dapat mempengaruhi terjadinya diare secara langsung adalah perilaku cuci tangan ibu
balita, hygiene, dan sanitasi, serta keadaan status gizi balita. Perilaku ini semestinya
ditempatkan pada jajaran paling atas sebagai program kesehatan masyarakat di puskesmas,
dimana fungsi puskesmas sebagai layanan kesehatan formal yang paling dekat dengan
masyarakat perlu mendapatkan peran lebih besar, untuk dapat menjangkau masyarakat
guna memberikan informasi dan mengubah perilaku bersih.

PERMASALAHAN
Jumlah penderita penyakit diare masih cukup tinggi d iwilayah kerja puskesmas
Bontomatene Kabupaten Kep. Selayar. Dan hingga kini penyakit diare masih banyak
menyerang penduduk, khususnya bayi dan balita. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya
angka penderita diare yang masuk dalam sepuluh penyakit terbanyak di wilayah kerja
puskesmas Bontomatene.

PPI
Oleh karena permasalahan yang terjadi di atas, maka kami bermaksud mengadakan
penyuluhan kesehatan dengan materi “Bahaya Penyakit Diare”. Pada penyuluhan ini akan
disampaikan mengenai pengertian diare, tanda-tanda penyakit diare, penyebab munculnya
diare, tindakan pertama yang dapat dilakukan di rumah ketika anak diare, penatalaksaan
diare, pencegahan diare, dan lain sebagainya.
PELAKSANAAN
Penyuluhan kesehatan mengenai Bahaya Penyakit Diare ini dilaksanakan pada tanggal 7
November 2019, bertempat di kantor camat batangmata. Penyuluhan ini diikuti oleh
masyarakat total 30 orang.

Penyuluhan ini dibawakan secara lisan menggunakan power point. Selama penyuluhan,
pemateri menyampaikan informasi mengenai pengertian diare, tanda-tanda penyakit diare,
penyebab munculnya diare, tindakan pertama yang dapat dilakukan di rumah ketika anak
diare, penatalaksaan diare, pencegahan diare, dan lain sebagainya. Kemudian di akhir sesi,
pemateri memberi kesempatan kepada peserta penyuluhan untuk bertanya seputar
penyakit diare.

ME
Kesimpulan
Penyuluhan mengenai penyakit diare berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Penyuluhan
ini diikuti oleh masyarakat total 30 orang. Semua peserta mengikuti penyuluhan hingga
selesai dan berpartisipasi aktif memberikan pertanyaan seputar diare dan penyakit lainnya.
Setelah pemberian materi dan sesi tanya jawab, pemateri kemudian memberikan beberapa
pertanyaan sederhana seputar diare untuk mengetahui seberapa jauh para peserta
memahami materi yang baru disampaikan. Hampir seluruh peserta aktif menjawab
pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Saran
Penyuluhan mengenai penyakit-penyakit yang berada di deretan 10 penyakit tersering di
wilayah kerja puskesmas Bontomatene Kabupaten Selayar perlu dilakukan secara
berperiodik agar dapat terus mengingatkan masyarakat tentang bahaya maupun
pencegahan penyakit tersebut. Selain itu, dengan memberikan penyuluhan secara berkala,
pengetahuan masyarakat tentang kesehatan dapat meningkat guna menjaga kesehatan
masyarakat pada umumnya. Petugas kesehatan juga perlu terus dibina agar dapat membagi
informasi dari penyuluhan ini kepada masyarakat yang lain yang belum sempat mengikuti
penyuluhan ini. Selain di sekolah dasar dan posyandu, penyuluhan seperti ini juga dapat
dilaksanakan di tempat lain agar masyarakat umum lainnya juga mendapatkan informasi
dan hal lain terkait penyakit diare.

PENYULUHAN PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE


CAMAT/PIDI/MAS/LAIN
LB
Demam Berdarah Dengue adalah salah satu bentuk klinis dari penyakit akibat infeksi dengan
virus dengue pada manusia sedangkan manifestasi klinis dan infeksi virus dengue dapat
berupa demam dengue dan demam berdarah dengue. Dengue adalah penyakit daerah
tropis dapat ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti, nyamuk ini adalah nyamuk rumah yang
menggigit pada siang hari. Penyakit demam berdarah dengue merupakan masalah
kesehatan di Indonesia hal ini tampak dari kenyataan seluruh wilayah di Indonesia
mempunyai resiko untuk terjangkit penyakit demam berdarah dengue. Sebab baik virus
penyebab maupun nyamuk penularanya sudah tersebar luas di perumahan-perumahan
penduduk. Walaupun angka kesakitan penyakit ini cenderung meningkat dari tahun ke
tahun sebaliknya angka kematian cenderung menurun, karena semakin dini penderita
mendapat penanganan oleh petugas kesehatan yang ada di daerah-daerah.

Demam dengue (DD) adalah suatu penyakit infeksi akut, yang disebabkan oleh virus Dengue
yang mempunyai 4 macam serotipe (DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4). Dengan ciri-ciri demam
yang bersifat bifasik, mialgia, sakit kepala, nyeri di beberapa bagian tubuh, rash,
limfadenopati, dan leukopenia. Dalam kebanyakan kasus, DD bersifat self-limited, akan
tetapi ada resiko perkembangan progresif menjadi demam berdarah dengue (DBD) atau
sindrom syok dengue (SSD). Demam berdarah dengue adalah penyakit virus dengan vektor
nyamuk yang paling cepat tersebar penularannya di dunia. Dalam lima puluh tahun terakhir,
jumlah kasus dengue telah meningkat tiga puluh kali dan telah menyebar ke negara-negara
baru, sehingga kurang lebih lima puluh juta infeksi dengue yang telah terjadi pada masa
tersebut dan 1 sekitar 2,5 miliar populasi beresiko terjangkit virus ini karena tinggal di
daerah endemis. Masyarakat di Asia Tenggara memiliki resiko yang sangat besar terhadap
penularan virus dengue. Dari 2,5 miliar orang yang beresiko tertular, sekitar 1,8 miliar
tinggal di negara-negara Asia Tenggara dan region pasifik Barat. Negara yang memiliki
kerentanan terhadap serangan endemis dengue antara lain Indonesia, Malaysia, Thailand
dan Timor Leste. Hal ini disebabkan karena cuaca yang tropis dan masih merupakan area
equatorial dimana Aedes aegypti menyebar di seluruh daerah tersebut .

Di Indonesia DBD pertama kali ditemukan di Surabaya pada tahun 1968. Sejak awal
ditemukan, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat baik dalam
jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara sporadik selalu terjadi KLB tiap
tahun. Daerah rawan DBD merata hampir di seluruh pulau di Indonesia. DKI Jakarta,
Kalimantan Timur, Bali, Sulawesi Utara, Kepulauan Riau, Yogyakarta, Jawa Barat dan Papua
Barat merupakan provinsi-provinsi yang pernah tercatat sebagai pemilik lima besar angka
insiden DBD dalam jangka 4 tahun (2005-2009). Namun, data Depkes RI 2009 menyebutkan
bahwa daerah resiko DBD dari tahun 2005-2009 juga pernah mencatat Jawa Tengah,
Lampung, Sulawesu Tengah dan Gorontalo sebagai daerah dengan resiko tinggi. Aedes
aegypti sebagai vektor utama DBD bisa berkembang biak di air bersih. Tempat
penampungan air, sampah yang menampung air hujan dan bentuk bangunan yang mampu
menampung air hujan seperti pagar bambu 2 merupakan tempat yang digunakan Aedes
aegypri untuk berkembang biak. Normalnya, nyamuk Aedes aegypri tidak terbang terlalu
jauh. Jangkauannya 100 meter dari tempat tinggalnya. Maka, sarang nyamuk Aedes aegypri
tidak akan jauh dari masyarakat dan nyamuk Aedes aegypri aktif saat pagi dan siang hari.

PERMASALAH
Insiden demam berdarah dengue di Indonesia termasuk tinggi yaitu contohnya pada tahun
2015 berkisar 129.179 kasus per tahun. Angka kematian diperkirakan 1.240 orang per
tahun. Penyakit ini menyerang semua umur tetapi kebanyakan pada anak sekolah. Kasus
demam berdarah dengue di wilayah kerja Puskesmas Bontomatene masih merupakan
permasalahan yang jelas. Hal ini terlihat dengan adanya pembuktian hasil laboratorium
dengan kadar Trombosit <250.000. Insiden tertinggi yakni anak sekolah. Sanitasi lingkungan
dan kurangnya pengetahuan mengenai hidup bersih terutama pada anak sekolah dan
anggota masyarakat masih menjadi salah satu penyebab tingginya kunjungan pasien demam
berdarah dengue di wilayah kerja Puskesmas Bontomatene.
PER&INTER
Oleh karena permasalahan yang terjadi diatas, maka diadakan kegiatan penyuluhan dan
mengenai pencegahan penyakit demam berdarah dengue.

PELAKS
Penyuluhan kesehatan mengenai Bahaya Penyakit demam berdarah dengue ini dilaksanakan
pada tanggal 7 November 2019, bertempat di kantor camat batangmata. Penyuluhan ini
diikuti oleh masyarakat total 30 orang.

Penyuluhan ini dibawakan secara lisan menggunakan power point. Selama penyuluhan,
pemateri menyampaikan informasi mengenai pengertian demam berdarah dengue, tanda-
tanda penyakit demam berdarah dengue, penyebab munculnya demam berdarah dengue,
tindakan pertama yang dapat dilakukan di rumah ketika anak terkenademam berdarah
dengue, penatalaksaan demam berdarah dengue, pencegahan demam berdarah dengue,
dan lain sebagainya. Kemudian di akhir sesi, pemateri memberi kesempatan kepada peserta
penyuluhan untuk bertanya seputar penyakit demam berdarah dengue.

MON&EV
1. Kesimpulan
Setiap warga yang mengikuti penyuluhan menunjukkan antusias yang baik dan dengan
semangat mendapatkan edukasi tentang penyakit demam berdarah dengue dan
pencegahannya. Hal ini membuktikan bahwa warga sadar akan pentingnya mencegah
penyakit demam berdarah dengue.

2. Saran
- Kegiatan penyuluhan upaya kesehatan lingkungan sebaiknya diperluas cakupannya.
Tidak hanya berhenti pada edukasi pencegahan demam berdarah dengue, tetapi juga pada
edukasi tentang sanitasi, kebersihan rumah tangga, dan lain-lain.
- Perlu dilakukan monitoring atau follow up untuk memastikan bahwa masyarakat
telah berperan aktif dalam melaksanakan pencegahan demam berdarah dengue.

PENYULUHAN PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM TIFOID


CAM/PIDI/MAS/LAIN
LB
Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella
thypi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama
terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi,
kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta
standar higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah.
Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di Dunia, sangat sulit ditentukan karena penyakit
ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat luas. Data World Health
Organization (WHO) tahun 2009, memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam
tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun. Insidens rate
demam tifoid di Asia Selatan dan Tenggara termasuk China pada tahun 2010 rata-rata 1.000
per 100.000 penduduk per tahun. Insidens rate demam tifoid tertinggi di Papua New Guinea
sekitar 1.208 per 100.000 penduduk per tahun. Insidens rate di Indonesia masih tinggi yaitu
358 per 100.000 penduduk pedesaan dan 810 per 100.000 penduduk perkotaan per tahun
dengan rata-rata kasus per tahun 600.000-1.500.000 penderita. Angka kematian demam
tifoid di Indonesia masih tinggi dengan CFR sebesar 10.
Berdasarkan laporan Ditjen Pelayanan Medis Depkes RI, pada tahun 2008, demam tifoid
menempati urutan kedua dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit di
Indonesia dengan jumlah kasus 81.116 dengan proporsi 3,15%, urutan pertama ditempati
oleh diare dengan jumlah kasus 193.856 dengan proporsi 7,52%, urutan ketiga ditempati
oleh DBD dengan jumlah kasus 77.539 dengan proporsi 3,01%.

PERMAS
Insiden demam tifoid di Indonesia termasuk tinggi yaitu berkisar 352-810 kasus per 100.000
penduduk per tahun atau 600.000 – 1.500.000 kasus per tahun. Angka kematian
diperkirakan 2,5 – 6 % atau 50.000 orang per tahun. Penyakit ini menyerang semua umur
tetapi kebanyakan pada anak-anak umur 5-9 tahun. Kasus demam tifoid di wilayah kerja
Puskesmas Bontomatene masih merupakan permasalahan yang jelas. Hal ini terlihat dengan
adanya pembuktian hasil laboratorium dengan titer O > 320. Insiden tertinggi yakni anak
sekolah. Sanitasi lingkungan dan kurangnya pengetahuan mengenai hidup bersih terutama
pada anak sekolah masih menjadi salah satu penyebab tingginya kunjungan pasien demam
tifoid di wilayah kerja Puskesmas Bontomatene.

PER&INTER
Oleh karena permasalahan yang terjadi diatas, maka diadakan kegiatan penyuluhan dan
mengenai pencegahan penyakit demam tifoid dengan membiasakan cuci tangan pakai
sabun, pemberantasan lalat, penyediaan makanan dan air minum yang bersih.

PELAKSA
Penyuluhan kesehatan mengenai Bahaya Penyakit Tifoid ini dilaksanakan pada tanggal 7
November 2019, bertempat di kantor camat batangmata. Penyuluhan ini diikuti oleh
masyarakat total 30 orang.

Penyuluhan ini dibawakan secara lisan menggunakan power point. Selama penyuluhan,
pemateri menyampaikan informasi mengenai pengertian Tifoid, tanda-tanda penyakit
Tifoid, penyebab munculnya Tifoid, tindakan pertama yang dapat dilakukan di rumah ketika
anak Tifoid, penatalaksaan Tifoid, pencegahan Tifoid, dan lain sebagainya. Kemudian di akhir
sesi, pemateri memberi kesempatan kepada peserta penyuluhan untuk bertanya seputar
penyakit Tifoid.

MON&EV
1. Kesimpulan
Setiap warga yang mengikuti penyuluhan menunjukkan antusias yang baik dan dengan
semangat mendapatkan edukasi tentang penyakit demam tifoid dan pencegahannya. Warga
juga mendapatkan edukasi tentang 7 langkah cuci tangan bersih. Hal ini membuktikan
bahwa warga sadar akan pentingnya mencegah penyakit demam tifoid.

2. Saran
- Kegiatan penyuluhan upaya kesehatan lingkungan sebaiknya diperluas cakupannya. Tidak
hanya berhenti pada edukasi pencegahan demam tifoid, tetapi juga pada edukasi tentang
sanitasi, kebersihan rumah tangga, dan lain-lain.
- Perlu dilakukan monitoring atau follow up untuk memastikan bahwa masyarakat telah
berperan aktif dalam melaksanakan pencegahan demam tifoid.

PENYULUHAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT DI SD INPRES 64 SELAYAR


CAM/PIDI/LAIN
LB
Masa sekolah dasar adalah masa keemasan untuk menanamkan nilai-nilai PHBS dan
berpotensi sebagai agen of change untuk mempromosikan PHBS baik di lingkungan sekolah,
keluarga maupun masyarakat. Untuk itu diperlukan indikator sebagai alat ukur untuk
menilai apakah aktifitas pokok yang di jalankan telah sesuai dengan rencana dan
menghasilkan dampak yang diharapkan. Adapun indikator PHBS di sekolah meliputi, jajan di
kantin sekolah, mencuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan sabun, buang air kecil
dan buang air besar di jamban serta menyiram jamban dengan air setelah di gunakan,
mengikuti kegiatan olahraga dan aktivitas fisik di sekolah, memberantas jentik nyamuk,
tidak merokok, menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap bulan,
membuang sampah pada tempatnya.

Berdasarkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2007, menunjukkan penyebab kematian
terbesar bagi bayi dan balita di dunia adalah ISPA (infeksi saluran pernapasan akut) dan
diare. Dengan melakukan kebiasaan mencuci tangan dapat mengurangi kejadian diare
sebanyak 32%. Karena itu PHBS merupakan hal yang penting.

Di Indonesia, Setiap tahunnya ada 100.000 anak meninggal akibat diare dan prevalensi
kecacingan masih tinggi antara 60%-90% tergantung pada lokasi dan sanitasi lingkungan. Ini
karena disebabkan perilaku hidup anak yang kurang sehat. Jika siswa SD memahami PHBS
bukan tidak mungkin dapat menekan tingginya angka kesakitan.

Berdasarkan data Laporan Hasil Riset Kesehatan dasar (RIKESDAS) Nasional tahun 2018,
dapat disimpulkan bahwa perilaku yang menyangkut kebersihan dapat mempengaruhi
kesehatan. Banyak penyakit dapat disebabkan karena perilaku hidup bersih dan sehat yang
masih kurang. Dari hasil survey Indonesia tahun 2018 prevalensi penyakit yang disebabkan
karena rendahnya perilaku hidup bersih yaitu diare meningkat dari 4,5% di tahun 2013
menjadi 6,8%.

Berdasarkan uraian diatas, maka kami menyadari pentingnya sosialisasi Perilaku Hidup
Bersih Sehat (PHBS) untuk anak-anak usia sekolah dasar yang rentan terjangkit penyakit
sehingga diharapkan mampu menekan angka terjangkitnya penyakit seperti diare dan
kecacingan. Oleh karena itu, partisipasi semua pihak, baik dokter, pemegang program, pihak
sekolah maupun masyarakat diperlukan agar kebiasaan Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS)
dapat diterapkan khususnya di SD Negeri Batangmata.

PERMAS
Meskipun presentase diare dan kecacingan menurut Riskesdas sudah menurun
dibandingkan tahun 2013, namun diare dan kecacingan tetap menjadi penyakit tertinggi
penyebab anak usia sekolah terutama SD menjadi sakit. Kurangnya pengetahuan para siswa
SD mengenai PHBS yang benar membuat para siswa SD rentan terkena penyakit diare dan
kecacingan. Sekolah yang sehat dengan anggota komunitas tingkat sekolah yang berperilaku
hidup bersih dan sehat dapat mencegah sekolah menjadi titik penularan atau sumber
berbagai penyakit.

Oleh karena itu diadakan penyuluhan mengenai Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS)
sehingga dengan mengetahui indikator PHBS diharapkan para siswa SD Inpres 64 Selayar
dapat menerapkan kebiasaan Perilaku Hidup Bersih Sehat dalam kehidupan sehari-hari
sehingga tercipta lingkungan yang bersih dan sehat, meningkatkan proses belajar-mengajar
dan para siswa, guru hingga masyarakat lingkungan sekolah menjadi sehat.

PER&INTER
1) Kegiatan
Strategi atau pendekatan yang ditempuh yaitu pemberdayaan (empowerment).
Pemberdayaan ini dilakukan dengan memberikan kemampuan kepada individu (sasaran)
melalui penyuluhan PHBS yang dirangkaikan dengan penjaringan kesehatan anak sekolah
(status gizi, pemeriksaan fisik umum, indera, dan gigi-mulut). Pesan-pesan pokok materi
penyuluhan indikator PHBS di sekolah.

2) Menentukan Sasaran
Sasaran yang dipilih pada kegiatan penyuluhan ini adalah sasaran primer, orang yang sangat
berisiko terhadap penyakit menular seperti diare dan kecacingan, yang merupakan siswa-
siswa SD Inpres 64 Selayar.

3) Menetapkan Tujuan
Tujuan utama dari penyuluhan ini adalah memberikan pengetahuan mengenai indikator
Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS).
Tujuan Khusus: Secara khusus, penyuluhan ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Memberikan pengetahuan tentang definisi Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS).
2. Memberikan pengetahuan tentang indikator Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS).

4) Menetapkan Metode dan Saluran Komunikasi KIE


Metode komunikasi yang digunakan berupa penyuluhan pada siswa-siswa SD Inpres 64
Selayar. Media atau saluran komunikasi yang digunakan adalah slide power point melalui
LCD.

5) Penanggung Jawab
Penanggung jawab dari kegiatan ini terdiri dari:
1. Dokter pendamping internsip: dr.Ika Hartati
2. Dokter internsip : dr. Anggun Dwijayanti

PELAKSA
Kegiatan : Penyuluhan Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS)
Hari/tanggal : Senin, 20 Januari 2020
Waktu : pukul 09.00-12.00 WITA
Tempat : SD Inpres 64 Selayar
Jumlah peserta : siswa kelas 5 dan 6 yang berjumlah 24 orang
Pemberi materi : dr. Anggun Dwijayanti
Bahan dan alat : file presentasi menggunakan Ms. Power Point, laptop, dan proyektor
LCD.

Secara garis besar kegiatan ini dilaksanakan dalam empat tahapan yaitu:
1. Persiapan, dalam rangka menyiapkan pelaksanaan kegiatan ini terlebih dahulu tim
lapangan beserta dokter internsip melakukan koordinasi dengan pihak sekolah tentang akan
diadakannya kegiatan yang dimaksud sekaligus menjelaskan latar belakang dan tujuan
dilaksanakannya kegiatan.
2. Perkenalan, tahap selanjutnya adalah dokter internsip yang akan membawakan
materi melakukan perkenalan singkat kepada peserta.
3. Penyajian materi, materi penyuluhan tentang Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS)
dibawakan dengan metode dialog interaktif dengan bantuan media berupa file presentasi
menggunakan Ms. Power Point.
4. Tanya - jawab, setelah materi penyuluhan selesai, dilanjutkan dengan sesi bertanya
dan menjawab. Para peserta penyuluhan diberikan kesempatan untuk bertanya mengenai
hal-hal yang belum dimengerti terkait materi penyuluhan yang dibawakan. Selain itu peserta
penyuluhan diberi beberapa pertanyaan seputar materi untuk menguji pemahaman peserta
terhadap materi yang dibawakan.

MON&EV
Saat pemberian penyuluhan, peserta menyimak dengan tenang dan terlihat antusias.
Setelah penyuluhan peserta menanyakan berbagai macam hal seputar Perilaku Hidup Bersih
Sehat (PHBS). Pada umumnya para peserta ingin mendapat kejelasan yang benar seputar
penyakit menular diare dan kecacingan dan akibat apabila tidak menerapkan Perilaku Hidup
Bersih Sehat (PHBS).

Monitoring dilakukan dengan melihat seberapa banyak para peserta memahami dan
mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan sederhana seputar materi yang telah
disampaikan. Pertanyaan yang dijawab dengan benar oleh peserta penyuluhan merupakan
bukti keberhasilan bahwa penyuluhan yang telah dilakukan mampu diterima dan dipahami
oleh peserta. Dengan adanya pemahaman tersebut diharapkan mampu untuk memberikan
informasi yang telah diberikan kepada anggota keluarga, tetangga, dan siswa lainnya.

Monitoring dilakukan oleh petugas kesehatan bersama dengan masyarakat (kader


kesehatan, tokoh masyarakat, guru dan anak sekolah). Monitoring dan evaluasi dilakukan
secara partisipatif dan berkala oleh masyarakat.

Evaluasi terhadap kegiatan yang dilakukan adalah:


• Evaluasi struktur
Persiapan kegiatan penyuluhan dilakukan seminggu sebelumnya yaitu dengan melakukan
koordinasi dengan kepala sekolah dan guru-guru SD Negeri Batangmata tentang akan
diadakannya penyuluhan yang dimaksud. Selain itu juga dilakukan persiapan bahan dan alat
penyuluhan berupa file presentasi menggunakan Ms. Power Point, laptop, dan proyektor
LCD.
• Evaluasi proses
Kegiatan penyuluhan diikuti oleh sekitar 15 orang peserta yang terdiri dari siswa kelas 3 dan
4 SD Negeri Batangmata. Metode penyuluhan adalah dialog interaktif dengan bantuan file
presentasi menggunakan Ms. Power Point sebagai media publikasi promotif. Penyajian
materi dilakukan secara singkat dan lugas dengan lebih menitikberatkan indikator Perilaku
Hidup Bersih Sehat (PHBS).
• Evaluasi hasil
Penyuluhan berjalan dengan lancar sebagaimana yang diharapkan, para peserta terlihat
antusias dalam menerima materi dan aktif menanyakan perihal yang belum dimengerti.

Kesimpulan dari kegiatan ini, semua peserta paham akan indikator Perilaku Hidup Bersih
Sehat (PHBS) dan mampu mempraktikkannya. Diharapkan setelah kegiatan ini, peserta
mulai sadar diri untuk menerapkan kebiasaan Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS) agar
tercipta lingkungan yang bersih dan sehat, meningkatkan proses belajar-mengajar dan para
siswa, guru hingga masyarakat lingkungan sekolah menjadi sehat.. Kegiatan rutin ulangan
perlu dilakukan agar pemahaman yang ada dapat selalu diingat.

KAMPANYE CUCI TANGAN PAKAI SABUN DI SD INPRES 64 KEP. SELAYAR


CAM.PIDI.LAIN
LB
Mencuci tangan merupakan cara yang cukup berperan untuk mencegah infeksi. Tangan kita
dihuni oleh sekitar 100 koloni bakteri normal dan bentuk permukan kulit tangan yang tidak
rata memungkinkan bakteri patogen juga dapat hidup dan berkembang di kulit tangan.

Tangan merupakan bagian tubuh manusia yang fungsional yang sangat intens dipergunakan
oleh manusia dalam kehidupanya, dalam kontaknya dengan lingkungan tangan mudah
sekali dihingapi kuman, sehinga merupakan pintu masuknya kuman kedalam tubuh manusia
dan mengakibatkan berbagai macam penyakit seperti diare, muntaber, cacingan dan ISPA.
Oleh karena itu adalah penting untuk menjaga kebersihan tangan guna mencegah masuknya
kuman ke dalam tubuh, dan hal itu dapat diwujudkan melalui tindakan mencuci tangan yang
benar.

PERMAS
Berdasarkan pendataan yang kami amati, masih banyak anak- anak dan orang dewasa yang
jarang berperilaku hidup sehat dimulai dari mencuci tangan sebelum makan ataupun
mereka mencuci tangan dengan cara yang salah. Perilaku tersebut mengakibatkan tingginya
kejadian diare baik pada anak-anak maupun orang dewasa.

Oleh karena itu, kami tertarik dan berinisiatif untuk melakukan kegiatan penyuluhan
tentang cara mencegah berbagai penyakit, salah satunya yaitu dengan rajin mencuci tangan
dengan sabun secara baik dan benar.

PER&INTER
Metode penyuluhan yang kami pilih adalah terjun langsung ke masyarakat untuk
memberikan penyuluhan tentang pentingnya mencuci tangan dalam kehidupan sehari-hari
untuk mencegah berbagai penyakit dan memberikan contoh bagaimana cara mencuci
tangan yang baik dan benar.
Kami memilih para siswa-siswi yang masih duduk di Sekolah Dasar sebagai prioritas
penyuluhan kami dengan alasan bahwa ajaran untuk berperilaku hidup sehat harus
diajarkan sejak dini.

PELAKSA
a. Topik :
Mencuci tangan yang baik dan benar.
b. Sasaran dan Target :
Sasaran : Siswa kelas 5 dan 6 SD Inpres 64 Kep. Selayar
Target : Siswa kelas 5 dan 6 SD Inpres 64 Kep. Selayar
c. Metode :
Ceramah, demonstrasi, dan diskusi.
d. Media dan Alat :
LCD, Laptop, Sabun cair cuci tangan, air.
e. Waktu dan Tempat :
Hari/ Tgl : Senin/ 20 Januari 2019
Pukul : 09:00 – Selesai WITA
Tempat : Ruang kelas dan tempat cuci tangan.
f. Pengorganisasian :
Moderator : dr. Darussalam Darwis
Presenter : dr. Oktaviana Bekti Rahayu
Demonstrator : dr. Anggun Dwijayanti
dr. Fadhilah Islamiah
dr. Fian Christo Kusuma
dr. Nurul Ummah
dr. Diva Aprilia Reynaldi
dr. Indry Priyandini
dr. Sudarmini
dr. Muarif Nasir
dr. Hammam Humairi
dr. Muh. Akarihwan

MON&EV
1. Evaluasi Struktur
• Laporan telah dikoordinasi sesuai rencana
• Semua siswa kelas 5 dan 6 menghadiri penyuluhan
• Tempat, media dan alat sesuai rencana
2. Evaluasi Proses
• Peran dan tugas dokter sesuai dengan perencanaan
• Waktu pelaksanaan sesuai dengan perencanaan
• Siswa aktif dalam kegiatan penyuluhan
3. Evaluasi Hasil
Peserta mampu:
• Menyebutkan kapan waktu harus mencuci tangan
• Menyebutkan manfaat mencuci tangan yang benar
• Menyebutkan 7 langkah mencuci tangan dengan sabun yang baik dan benar
• Mendemonstrasikan cara mencuci tangan dengan sabun yang baik dan benar
F3-UPAYA KES IBU ANAK KB
JUDUL
PELAKSANAAN BULAN IMUNISASI SEKOLAH DASAR

LB
Imunisasi merupakan investasi kesehatan masa depan karena pencegahan penyakit melalui
imunisasi merupakan cara perlindungan terhadap infeksi yang paling efektif dan jauh lebih
murah dibanding mengobati seseorang apabila telah jatuh sakit dan harus dirawat di rumah
sakit.

Data terakhir WHO, terdapat kematian balita sebesar 1,4 juta jiwa per tahun akibat penyakit
yang dapat dicegah dengan imunisasi, misalnya: batuk rejan 294.000 (20%), tetanus 198.000
(14%), campak 540.000 (38%). Di Indonesia sendiri, UNICEF mencatat sekitar 30.000-40.000
anak di Indonesia setiap tahun meninggal karena serangan campak, ini berarti setiap dua
puluh menit seorang anak Indonesia meninggal karena campak.

Saat ini pemberian imunisasi untuk masyarakat dilakukan di tempat-tempat pelayanan


kesehatan seperti rumah sakit, klinik bersalin, puskesmas, posyandu, dan praktek dokter
swasta. Setiap tahun dilayani imunisasi rutin kepada sekitar 4,5 juta (4.485.000) anak usia 0-
1 tahun (diberikan vaksin BCG satu kali, polio empat kali, DPT/HB tiga kali dan campak pada
usia 9 bulan satu kali), imunisasi BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah) campak dan Td
(tetanus difteri) pada anak kelas satu, imunisasi Td (tetanus difteri) pada anak kelas dua dan
tiga, dengan sasaran sekitar 12.521.944 anak sekolah (kelas satu sampai tiga), dan 4,9 juta
(4.933.500) ibu hamil dari sekitar 74 juta (74.983.674) WUS (Wanita Usia Subur) untuk
sasaran vaksin TT (Tetanus Toxoid).

Hal yang penting diperhatikan adalah keteraturan dalam pemberian imunisasi. Jadwal
disesuaikan dengan kelompok umur yang paling banyak terjangkit penyakit tersebut. Hasil
beberapa penelitian melaporkan bahwa kadar kekebalan (antibodi) yang terbentuk pada
bayi lebih baik daripada anak yang lebih besar, maka sebagian besar vaksin diberikan pada
umur enam bulan pertama kehidupan. Beberapa jenis vaksin memerlukan pemberian
ulangan setelah umur satu tahun, untuk mempertahankan kadar antibodi dalam jangka
waktu lama.

Reaksi samping imunisasi dapat disebabkan faktor penyimpanan yang kurang


memperhatikan sistem ‘rantai dingin’ (cold chain), cara menyuntiknya karena ada vaksin
yang harus disuntikkan ke dalam otot tapi ada juga yang ke lemak. Reaksi samping setelah
imunisasi dapat ditemukan reaksi umum (sistemik) seperti demam ringan setelah imunisasi
DPT. Demam itu sendiri adalah suatu reaksi tubuh ketika membentuk kekebalan. Untuk
mengurangi demam dan rasa tidak nyaman bisa diberikan obat penurun panas.

Masa depan bangsa Indonesia ditentukan anak-anak yang sehat. Anak-anak sehat akan
menciptakan dunia yang sehat. Sebagai penerus bangsa, anak Indonesia harus sehat secara
fisik maupun mental. Imunisasi adalah pilihan terbaik untuk mencegah penyakit.
PERMASALAHAN
Dengan imunisasi, anak akan terhindar dari penyakit infeksi berbahaya, maka mereka
memiliki kesempatan beraktifitas, bermain, belajar tanpa terganggu masalah kesehatan.
Namun demikian, sampai saat ini masih terdapat masalah-masalah dalam pemberian
imunisasi, antara lain sulitnya menjangkau populasi yang tidak dapat terakses fasilitas
kesehatan, pemahaman orang tua yang masih kurang pada sebagian masyarakat, menolak
imunisasi, imunisasi yang terlambat, imunisasi ulangan tidak diberikan, mitos yang salah
tentang imunisasi dan persepsi negatif terhadap imunisasi, misalnya pemikiran bahwa
imunisasi dapat menyebabkan efek samping berbahaya, yang seharusnya orang tua lebih
takut kepada penyakitnya daripada efek samping yang pada umumnya ringan, kegagalan
vaksin-vaksin baru dan karena takut pada keamanan imunisasi. Karena alasan dan anggapan
seperti itulah yang menyebabkan sehingga jumlah kunjungan ke posyandu kurang dan tidak
mencapai target yang diharapkan.

Masyarakat seringkali sangat khawatir akan efek samping imunisasi seperti pegal-pegal dan
demam daripada penyakitnya sendiri dan komplikasinya yang dapat menyebabkan
kecacatan dan kematian. Misalnya anak yang terkena campak akan mengalami demam
tinggi yang berpotensi menimbulkan kejang untuk anak yang mempunyai riwayat kejang
demam dan dapat mengalami radang paru atau radang otak sebagai komplikasi campak.
Sedangkan beratnya demam akibat imunisasi campak tidak seberapa apabila dibandingkan
penyakitnya.

PPI
Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan kerja sama lebih erat lagi antara masyarakat,
orang tua, petugas kesehatan,dan pemerintah. Keberhasilan upaya imunisasi telah terbukti
dapat menyelamatkan jiwa manusia dari penyakit infeksi berat seperti polio, difteri,
pertusis, tetanus, campak, hepatitis, dll.

Untuk mencapai cakupan tinggi dan merata di setiap daerah, tentunya tidak bisa bekerja
sendiri, sangat dibutuhkan kemitraaan dengan pihak profesional seperti dengan para
petugas medis lainnya. Perawat, bidan, dokter untuk turut membantu memberikan
pelayanan dan penjelasan pentingnya imunisasi kepada masyarakat dengan melakukan
penyuluhan kepada masyarakat khususunya kepada para orang tua.

Hambatan yang berupa rumor dan isu-isu negatif tentang imunisasi, maka dengan
pemberian penyuluhan diharapkan memberikan informasi bahwa vaksin yang disediakan
pemerintah aman, telah melalui tahapan-tahapan uji klinik dan izin edar dari BPOM. Vaksin
yang dipakai program imunisasi juga sudah mendapat pengakuan dari Badan International
WHO dan lolos PQ (praqualifikasi).

PELAKSANAAN
Pada tanggal 28 Oktober 2019 dilaksanakan pada seluruh siswa kelas I sekolah dasar yang
termasuk dalam wilayah kerja puskesmas Bontomatene.
ME
1. Evaluasi Struktur
Persiapan kegiatan dilakukan empat hari sebelumnya. Pemberitahuan kepada sekolah
bersangkutan untuk pelaksanaan kegiatan bulan imunisasi sekolah dasar.
2. Evaluasi Proses
Siswa yang mengikuti kegiatan imunisasi ini adalah seluruh siswa kelas satu SD. Dan
kegiatan berjalan lancar tanpa hambatan karena didukung oleh orang tua siswa dan pihak
sekolah.
3. Evaluasi Hasil
Hampir 99% siswa yang mengikuti kegiatan ini. Hal ini membuktikan kesadaran orang tua
siswa dan pihak sekolah dalam mensukseskan kegiatan ini dan menghindarkan siswa dari
penyakit campak.

PENYULUHAN PENTINGNYA IMUNISASI DI POSYANDU SIPATOKKONG 1 DESA ONTO


PIDI.MAS.LL
LB
Salah satu upaya meningkatkan kualitas pelayanan di puskesmas adalah melakukan evaluasi
kinerja puskesmas. Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) merupakan ujung tombak
pelaksanaan program-program kesehatan. Salah satu pelayanan dasar yang merupakan
komponen penilaian kerja puskesmas adalah posyandu. Posyandu merupakan salah satu
bentuk upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat yang dikelola dari, oleh, untuk, dan
bersama masyarakat guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan
kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar. Salah satu kegiatan
pelayanan di posyandu yaitu imunisasi, yang juga merupakan salah satu kegiatan utama.

Imunisasi merupakan target 4A MDGs (The Millennium Development Goals on Health), yaitu
menurunkan angka kematian bayi menjadi dua per tiga pada tahun 2015 dari kematian pada
tahun 1990, dengan indikator persentase bayi 0-11 bulan yang diimunisasi campak. Tujuan
imunisasi adalah merangsang sistim imunologi tubuh untuk membentuk antibodi
(kekebalan) spesifik sehingga dapat melindungi tubuh dari serangan Penyakit yang Dapat
Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). Pemantauan keberhasilan program imunisasi dilakukan
melalui standart UCI (Universal Child Immunization). UCI adalah tercapainya imunisasi dasar
lengkap pada semua bayi sebelum usia satu tahun, minimal 80% dalam suatu desa atau
kelurahan. Pada kenyataannya menunjukan bahwameskipun standart pencapaian cakupan
imunisasi melalui UCI telah ditentukan, setelah dilakukan evaluasi data pencapaian
diketahui bahwa masih banyak wilayah atau desa dengan cakupan imunisasi atau UCI
dibawah standar, bahkan ada yang terlampau jauh kesenjangannya. Cakupan imunisasi
melalui UCI di Indonesia sebesar 81,82% dan di Maluku sebesar 78,36%.

Salah satu sasaran strategis kementrian kesehatan tahun 2015-2019 yaitu meningkatnya
pengendalian penyakit dengan salah satu sasaran yang akan dicapai yaitu penurunan kasus
PD3I tertentu sebesar 40%. Adapun salah satu sasaran pembangunan kesehatan pada
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yaitu meningkatnya
pemerataan dan mutu pelayanan kesehatan dengan indikator presentase kabupaten/kota
yang mencapai 80% imunisasi dasar lengkap pada bayi (0-11 bulan), dimana pada tahun
2013 mencapai 71,2% sehingga ditargetkan pada tahun 2019 dapat mencapai 95%.
PERMAS
Berdasarkan Riskesdas 2013, persentase imunisasi dasar lengkap bayi 0-11 bulan di
Indonesia sebesar 59,2%. Presentase ini meningkat pada tahun 2014, dimana persentase
imunisasi dasar lengkap di Indonesia sebesar 86,9%.

Program imunisasi yang telah diupayakan selama ini menunjukkan hasil cakupan yang
memuaskan. Cakupan imunisasi di Indonesia pada tahun 2009 yaitu 90.00% dan pada tahun
2010 yaitu 92.24%. Hal tersebut telah memenuhi standar yaitu minimal 90% di tingkat
nasional. Cakupan imunisasi di Sulawesi Selatan menunjukkan peningkatan yang pesat. Dari
tahun ke tahun memenuhi standar yaitu di atas 90%. Hal ini dapat dilihat pada tahun 2009,
cakupan imunisasinya 92,88%, pada tahun 2010 yaitu 106.1 %, dan pada tahun 2011 yaitu
120. 94%. Peningkatan yang sama juga terjadi di Kota Makassar, cakupan imunisasi
pada tahun 2009 yaitu 84.9%, pada tahun 2010 yaitu 100% dan pada tahun 2011 yaitu
99.13% (Depkes Kota Makassar, Tahun 2012).

Meskipun target cakupan imunisasi telah berhasil dicapai baik di tingkat nasional,
provinsi, kabupaten/kota, bahkan di tingkat puskesmas, tetapi masih terdapat Kejadian
Luar Biasa (KLB) yang terjadi di Kota Makassar. Berdasarkan data surveilans Dinas
Kesehatan Kota Makassar, pada tahun 2010 ada 1 KLB campak dengan 10 kasus dan pada
tahun 2011, sebanyak 3 kali KLB dengan 8 kasus. KLB difteri juga terjadi sebanyak 9 kejadian
dengan 9 kasus pada tahun 2009, pada tahun 2010 ada 3 kali KLB dengan 3 kasus, dan
pada tahun 2011 ada 2 kali KLB difteri dengan 2 kasus (Dinkes Kota Makassar, 2012).
Tingginya cakupan saja tidak cukup untuk mencapai tujuan akhir program imunisasi
yaitu menurunkan angka kesakitan dan angka kematian terhadap PD3I.

PER&INTER
Berdasarkan permasalahan yang telah disebutkan di atas, maka kami bermaksud
mengadakan penyuluhan kesehatan dengan materi “Pentingnya Imunisasi”. Adapun materi
yang disampaikan pada penyuluhan ini diantaranya pengertian Imunisasi, tujuan dan
manfaat dilakukannya imunisasi sesuai jadwal, dan jenis-jenis imunisasi yang ada.

PELAK
Penyuluhan kesehatan mengenai Pentingnya Imunisasi ini dilaksanakan pada hari Senin
tanggal 02 Desember 2019, bertempat di Posyandu Sipatokkong 1, Desa Onto. Penyuluhan
ini diikuti oleh kader dan warga sekitar. Total peserta penyuluhan berjumlah 24 orang.

Penyuluhan ini dibawakan oleh dr. Anggun Dwijayanti bersama dengan menggunakan
metode presentasi materi. Selama penyuluhan, pemateri menyampaikan informasi
mengenai pengertian imunisasi, tujuan, dan manfaat dilakukannya imunisasi lengkap, jenis-
jenis imunisasi yang tersedia, serta masalah yang akan timbul jika tidak melakukan
imunisasi. Dilanjutkan dengan sesi tanya jawab pemateri dengan peserta penyuluhan.
Masyarakat yang mengikuti penyuluhan ini terlihat antusias selama penyuluhan dan sesi
diskusi dilakukan, dengan demikian diharapkan melalui penyuluhan ini masyarakat dapat
mengerti pentingnya imunisasi dan melakukan imunisasi lengkap untuk para putra dan putri
mereka serta mengetahui penyakit yang dapat timbul akibat tidak diberikannya imunisasi.

MON&EV
Kesimpulan
Penyuluhan tentang Pentingnya Imunisasi pada masyarakat khususnya para kader
puskesmas sangat penting diadakan guna meningkatkan kesadaran masyarakat untuk
melakukan imunisasi secara lengkap bagi para anak-anak mereka serta menurunkan angka
kesakitan dan kematian dalam masyarakat.

Saran
 Kegiatan penyuluhan mengenai pentingnya imunisasi harus dilaksanakan secara
kontinyu agar dapat meningkatkan pemahaman, kemauan, dan kemampuan masyarakat
tentang tujuan dan manfaat imunisasi bagi kesehatan anak.
 Perlu dilakukan monitoring atau follow up untuk memastikan bahwa masyarakat
telah berperan aktif dalam mendapatkan imunisasi.
 Perlu sesekali dilakukan kegiatan antar wilayah kelurahan yang berkaitan dengan
imunisasi sehingga memicu semangat warga untuk mendapatkan imunisasi lengkap.

LAPORAN KASUS KONTRASEPSI HORMONAL DI KLINIK KIA PUSKESMAS BONTOMATENE


PIDI.LL
LB
Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals -MDGs) ke-5 adalah
meningkatkan kesehatan ibu dengan target menurunkan Angka Kematian lbu (AKI) sebesar
tiga perempatnya antara 1990 dan 2015, serta mewujudkan akses kesehatan reproduksi
bagi semua pada tahun 2015. Dua target ini berkaitan erat karena kematian ibu sangat
dipengaruhi oleh kondisi kesehatan reproduksinya sejak sebelum masa kehamilan, saat
masa kehamilan dan proses persalinan, hingga pasca persalinan.

Penyebab langsung kematian ibu biasanya terkait dengan kondisi kesehatan ibu selama
masa kehamilan, proses persalinan hingga pasca persalinan, sementara penyebab tidak
langsung lebih terkait dengan kondisi sosial, ekonomi, geografi, serta perilaku budaya
masyarakat. Hal ini terangkum menjadi "4 Terlalu dan 3 Terlambat. Yang dimaksud dengan
"4 Terlalu", yaitu terlalu tua usia, terlalu muda usia, terlalu banyak melahirkan, dan terlalu
sering/rapat jarak kehamilan, sedangkan "3 Terlambat", yaitu terlambat mengambil
keputusan, terlambat membawa, dan terlambat mendapatkan pelayanan.

Terdapat hubungan yang erat antara KB dan kematian ibu. Semakin tinggi angka prevalensi
KB di suatu negara maka semakin rendah proporsi kematian ibu di negara tersebut. Sejalan
dengan hal tersebut, terjadi juga hubungan yang erat antara KB dengan angka fertilitas total
(total fertility rate/TFR). TFR yaitu jumlah rata-rata anak yang dilahirkan oleh seorang
perempuan pada akhir masa reproduksinya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa KB
merupakan hal yang berpengaruh terhadap TFR. Semakin tinggi angka prevalensi KB maka
semakin rendah TFR suatu negara. Dengan demikian KB merupakan hal utama dalam upaya
menurunkan angka kematian ibu di dunia termasuk juga di Indonesia.

Profil Kesehatan Indonesia 2018 menunjukkan bahwa tren penggunaan kontrasepsi pada
wanita kawin sejak tahun 1991 sampai 2017. Terlihat adanya peningkatan prevalensi
kontrasepsi dari 50% pada tahun 1991 menjadi 64% pada tahun 2017. Namun, ada
perlambatan peningkatan sejak tahun 2002-2003 di mana selama lima belas tahun terakhir
penggunaan kontrasepsi modern cenderung stagnan.
Data Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa berdasarkan proporsi penggunaan alat
kontrasepsi setelah persalinan pada perempuan umur 10-54 tahun jenis kontrasepsi yang
paling diminati masyarakat adalah suntikan 3 bulan yaitu sebesar 42,4%.

Menurut BKKBN, KB aktif di antara PUS tahun 2018 sebesar 63,27%, hampir sama dengan
tahun sebelumnya yang sebesar 63,22%. Sementara target RPJMN yang ingin dicapai tahun
2019 sebesar 66%. Hasil SDKI tahun 2017 juga menunjukan angka yang sama pada KB aktif
yaitu sebesar 63,6%. Oleh karena itu pemerintah menjamin ketersediaan sarana informasi
dan sarana pelayanan kesehatan reproduksi yang aman, bermutu, dan terjangkau
masyarakat, termasuk keluarga berencana. Pelayanan kesehatan dalam keluarga berencana
dimaksudkan untuk pengaturan kehamilan bagi pasangan usia subur untuk membentuk
generasi penerus yang sehat dan cerdas. Pasangan Usia Subur bisa mendapatkan pelayanan
kontrasepsi di tempat-tempat yang melayani program KB.

PERMAS
 Identitas Pasien
Nama : Ny. NS
Tempat/Tgl lahir : Barat Onto, 21 Desember 1989
Umur : 30 Tahun
Alamat : Dusun Barat Onto, Desa Maharayya.
Pendidikan terakhir : SMA
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Status Perkawinan : Kawin
Tanggal periksa : Selasa, 03 Desember 2019

 Anamnesis
 Anamnesis : Autoanamnesis (pada pasien)
 Keluhan Utama : Suntik KB
 Anamnesis Terpimpin : Pasien (P1A0) datang ke PKM untuk melanjutkan suntikan KB
12 minggu (3 bulan). Riwayat alergi (-), asma (-), DM (-), hipertensi (-), keputihan (-).
 Riwayat Menstruasi
- Menarche : usia 15 tahun
- Lama haid : 5-7 hari
- Siklus haid : 28-30 hari
 Riwayat Obstetri
1. 2016/Pr/3200/PPN/aterm/bidan

 Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Baik/Gizi Cukup/Compos Mentis
Berat badan : 50 kg
Tinggi badan : 155 cm
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 85 x/m
Pernapasan : 24 x/m
Suhu : 36,7 OC
 Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan pemeriksaan penunjang

PER&INTER
Perencanaan dan pemilihan intervensi dilakukan dengan cara menegakkan diagnosis pada
pasien dan melakukan penatalaksanaan kontrasepsi hormonal. Diagnosis dapat ditegakkan
secara klinis melalui penilaian dokter dengan anamnesis. Pasien dengan riwayat obstetri
P1A0 datang ke PKM untuk melanjutkan suntikan KB 12 minggu (3 bulan). Dilakukan
penatalaksanaan dengan injeksi kontrasepsi hormonal berisi progestin. Tersedia 2 jenis
kontrasepsi suntik yang mengandung progestin, yaitu:
1. Depo Medroksiprogesteron Asetat (Depo-provera), mengandung 150 mg DMPA,
yang diberikan setiap 3 bulan dengan cara disuntik I.M
2. Depo Noretisteron Enantat (Depo Noristerat) mengandung 200 mg Noretisteron
Enantat, diberikan setiap 2 bulan dengan cara I.M

Mekanisme kerja kontrasepsi hormonal progestin:


 Obat ini menghalangi terjadinya ovulasi dengan jalan menekan pembentukan
releasing factor dari hipotalamus
 Lendir serviks bertambah kental, sehingga menghambat penetrasi sperma melalui
serviks uteri
 Implantasi ovum dalam endometrium dihalangi
 Kecepatan transport ovum melalui tubah berubah

PELAKSA
 Diagnosis: Berdasarkan anamnesis dapat ditegakkan diagnosis
P1A0 + Akseptor KB injeksi 12 minggu
 Penatalaksanaan: Penatalaksanaan yang dilakukan adalah injeksi kontrasepsi
hormonal progestin (setiap 12 minggu).
Inj. Medroxyprogesterone Acetate 150mg/IM (M. Gluteus)

MONEV
Ibu diingatkan untuk datang kembali 12 minggu berikutnya dan diberikan edukasi mengenai
efek samping KB suntik 3 bulan.
 Sering ditemukan gangguan haid seperti:
 Siklus haid yang memendek atau memanjang
 Perdarahan yang banyak atau sedikit
 Perdarahan teratur atau perdarahan bercak (spotting)
 Tidak haid sama sekali
 Tidak dapat dihentikan sewaktu-waktu sebelum suntikan berikut
 Permasalan berat badan merupakan efek samping tersering
 Tidak menjamin perlindungan terhadap penularan infeksi menular seksual, hepatitis
B virus, atau infeksi virus HIV
 Terlambatnya kembali kesuburan setelah penghentian pemakaian
 Terlambatnya kembali keseburan bukan karena terjadinya kerusakan/kelainan pada
organ genatalia, melainkan karena belum habisnya pelepasan obat suntikan dari Deponya
(Tempat suntikan)
 Terjadi perubahan pada lipid serum pada penggunaan jangka panjang
 Pada pengguanaan jangka panjang dapat sedikit menurunkan kepadatan tulang
(densitas)
 Pada penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan kekeringan pada vagina,
menurunkan libido, gangguan emosi (jarang), sakit kepala, nervositas, jerawat.

PENYULUHAN MENGENAI PENTINGNYA ASI EKSKLUSIF


PDI.MAS.LL
LB
Air Susu Ibu (ASI) ialah makanan pilihan utama untuk bayi dan merupakan makanan yang
sempurna dan terbaik bagi bayi karena mengandung unsur-unsur gizi yang dibutuhkan oleh
bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Perlu diketahui, komposisi zat
gizi di dalam ASI demikian sempurna untuk memenuhi kebutuhan zat gizi sesuai tahapan
tumbuh kembang bayi, bahkan untuk bayi yang lahir premature sekalipun. Pemberian ASI
merupakan satu-satunya jalan yang paling baik untuk mengeratkan hubungan antara ibu
dan bayi, dan ini sangat dibutuhkan bagi perkembangan bayi yang normal terutama pada
bulan pertama kehidupannya. Pemberian ASI tanpa pemberian makanan lain selama enam
bulan disebut menyusui secara eksklusif.
UNICEF menyatakan, sebanyak 30.000 kematian bayi di Indonesia dan 10 juta kematian
anak Balita di dunia pada tiap tahunnya, bias dicegah melalui pemberian ASI (Air Susu Ibu)
secara eksklusif selama enam bulan sejak tanggal kelahirannya, tanpa harus memberikan
makanan serta minuman tambahan kepada bayi. UNICEF juga menyebutkan bukti ilmiah
terbaru yang dikeluarkan oleh Jurnal Pediatrik pada tahun 2006 ini, terungkap data bahwa
bayi yang diberi susu formula, memiliki kemungkinan untuk meninggal dunia pada bulan
pertama kelahirannya. Dan peluang itu 25 kali lebih tinggi dari bayi yang disusui oleh ibunya
secara eksklusif.

PERMAS
Meskipun manfaat memberikan ASI Eksklusif dapat membantu pertumbuhan dan
perkembangan anak telah diketahui secara luas, namun kesadaran ibu untuk memberikan
ASI Eksklusif di Indonesia baru sebesar 14% saja, itu pun diberikan hanya sampai bayi
berusia 4 bulan, Banyaknya kasus kurang gizi pada anak-anak berusia di bawah dua tahun
yang sempat melanda beberapa wilayah Indonesia dapat diminimalisir melalui pemberian
ASI secara eksklusif. Oleh sebab itu sudah sewajarnya ASI eksklusif dijadikan sebagai
prioritas program di Negara berkembang ini. Ketidaktahuan ibu tentang pentingnya ASI,
cara menyusui dengan benar, serta pemasaran yang dilancarkan secara agresif oleh para
produsen susu formula, merupakan factor penghambat bagi terbentuknya kesadaran orang
tua di dalam memberikan ASI eksklusif.
Menyusui merupakan suatu proses alamiah, namun sering ibu-ibu tidak berhasil menyusui
atau menghentikan menyusui lebih dini dari yang semestinya. Oleh karena itu ibu-ibu
memerlukan bantuan agar proses menyusui lebih berhasil. Banyak alasan yang dikemukakan
ibu-ibu antara lain, ibu merasa bahwa ASInya tidak cukup, atau ASI tidak keluar pada hari-
hari pertama kelahiran bayi. Sesungguhnya hal ini tidak disebabkan karena ibu tidak
memproduksi ASI yang cukup, melainkan karena ibu kurang percaya diri bahwa ASInya
cukup untuk bayinya. Masih rendahnya kepatuhan ibu dalam pemberian ASI tidak terlepas
dari factor ibu, petugas dan pelayanan kesehatan maupun lingkungan. Faktor dari ibu
berhubungan dengan umur, pendidikan, pengetahuan ASI dan pekerjaan. Faktor dari
petugas dan pelayanan kesehatan berhubungan dengan KIE petugas serta perhatian dan
bantuan petugas. Sedangkan factor dari lingkungan berhubungan dengan riwayat menyusui
orang tua, dukungan keluarga, pemberian cuti melahirkan adanya izin untuk menyusui di
tempat kerja, ada tidaknya tempat penyimpanan ASI dan penitipan bayi serta promosi susu
formula. Berdasarkan keadaan tersebut, maka pengetahuan masyarakat khususnya
pemahaman orang tua bayi dan balita mengenai pentingnya ASI eksklusif perlu ditingkatkan
agar jumlah bayi yang memperoleh ASI eksklusif bertambah.

PER&INTER
Oleh karena permasalahan yang terjadi di atas, maka kami mengadakan penyuluhan
kesehatan dengan materi “Pentingnya ASI Eksklusif”. Pada penyuluhan ini akan disampaikan
mengenai pengertian ASI Eksklusif, pentingnya inisiasi menyusui dini, kandungan gizi pada
ASI, bagaimana cara menyusui yang benar, manfaat ASI, waktu yang tepat untuk pemberian
makanan pendamping ASI, dan lain sebagainya. Selainitu, pemateri akan mengidentifikasi
berapa banyak ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif pada anaknya.

PELAKSA
Penyuluhan kesehatan mengenai Pentingnya ASI Eksklusif ini dilaksanakan pada Selasa, 3
Desember 2019, bertempat di Posyandu Pelita 1, Desa Batangmata sapo. Penyuluhan ini
diikuti oleh peserta yang terdiri dari 17 peserta yang terdiri dari ibu yang datang untuk
mengimunisasi bayinya, serta ibu-ibu yang hendak melakukan pemeriksaan kesehatan.
Pemateri menyampaikan informasi mengenai pentingnya ASI eksklusif dan pemberian gizi
seimbang dalam keluarga yang diselingi dengan penggalian informasi dari ibu-ibu peserta
penyuluhan mengenai seberapa banyak ibu-ibu yang mengikuti penyuluhan ini yang
memberikan ASI eksklusif pada bayi mereka. Pemateri juga menyampaikan informasi
mengenai pengertian ASI Eksklusif, pentingnya inisiasi menyusui dini, kandungan gizi pada
ASI, bagaimana cara menyusui yang benar, manfaat ASI, waktu yang tepat untuk pemberian
makanan pendamping ASI, dan lain sebagainya. Kemudian di akhir sesi, pemateri memberi
kesempatan kepada peserta dan kader untuk bertanya seputar pentingnya ASI eksklusif.

MONEV
Jumlah ibu yang memberikan ASI eksklusif pada daerah ini sudah cukup baik. Hal ini
ditunjukkan dari jumlah ibu-ibu yang menjadi peserta penyuluhan, hanya sekitar sepertiga
total peserta saja yang tidak memberikan ASI eksklusif pada bayinya. Yang tidak
memberikan ASI ekslusif mengungkapkan beberapa alasan antara lain produksi ASI yang
kurang, bayi tidak ingin menyusu dari ibunya, hingga alasan karena kesibukan sebagai ibu
rumah tangga atau pekerjaan lainnya. Setelah mendapatkan materi penyuluhan, banyak
peserta yang baru menyadari akan pentingnya ASI eksklusif terutama sampai umur anak 6
bulan.

PENYULUHAN KESEHATAN IBU DAN ANAK DI POSYANDU


PIDI.MAS.LL
LB
Kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu perhatian dari World Health Organisation
(WHO) karena angka kematian ibu dan anak merupakan bagian dari negara Asean yang
mempunyai angka kematian Ibu dan Anak yang masih tinggi dibandingkan dengan negara
lain.
Angka kematian Ibu di Indonesia sekitar 18.000 setiap tahun yang berhubungan dengan
kehamilan dan persalinan, hal ini berarti setiap setengah jam seorang perempuan meninggal
yang berhubungan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas.
Kematian ibu tersebut erat kaitannya dengan karakteristik ibu yang meliputi umur,
pendidikan, paritas dan perilaku yang berpengaruh terhadap kondisi kesehatan ibu selama
hamil yang dapat mempengaruhi proses persalinan normal atau patologis. Tingginya
kejadian persalinan patologis diakibatkan oleh tiga terlambat yaitu terlambat melihat tanda-
tanda bahaya kehamilan, terlambat mengambil keputusan untuk merujuk, terlambat
memperoleh asuhan-asuhan persalinan yang tepat setelah sampai di sarana kesehatan.
WHO mengembangkan konsep melalui empat pilar safe motherhood yaitu keluarga
berencana, asuhan antenatal, persalinan bersih dan aman serta pelayanan obstetri dasar.
Tujuan upaya ini adalah untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu hamil,
bersalin dan nifas, disamping menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi baru lahir.
Untuk mencapai tujuan tersebut Depkes RI (1999) melakukan upaya safe motherhood yaitu
berupaya menyelamatkan wanita agar setiap wanita yang hamil dan bersalin dapat dilalui
dengan sehat dan aman serta menghasilkan bayi yang sehat dan aman.

PERM
Dengan menilik permasalahan kesehatan Ibu dan Anak di Indonesia saat ini sebagai salah
satu kategori negara berkembang, ternyata Indonesia masih menyisakan permasalahan
khususnya berkaitan dengan kesehatan ibu dan anak. Dalam hal kesehatan ibu dan anak,
secara fakta Indonesia masih sangat tertinggal bila dibandingkan dengan negera-negara
tetangga seperti Malaysia, Brunei Drussalam atau negara tetangga lainnya.
Tahun 2015 saja, tercatat bahwa dari 240 juta penduduk Indonesia lebih dari 58% masih
mengalami gangguan kesehatan terutama pada kaum ibu dan gizi buruk pada anak-anak.
Angka kematian Ibu/maternal bersama dengan Angka kematian Bayi senantiasa menjadi
indikator keberhasilan sektor pembangunan kesehatan. AKI mengacu kepada jumlah
kematian ibu yang terkait dengan masa kehamilan, persalinan dan nifas. Hasil survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia Tahun 2007 menyebutkan bahwa AKI tahun 2007
sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini dibandingkan AKI tahun 2002 sebesar
307 per 100.000 kelahiran hidup.
Sedangkan Angka kematian Bayi di Indonesia sebesar 34 per 1000 kelahiran hidup. Angka ini
sedikit menurun dibandingan dengan AKB tahun 2003 sebesar 35 per 1000 kelahiran hidup.
Program-programnya adalah penurunan AKB merujuk kepada jumlah bayi yang meninggal
pada fase antara kelahiran hingga bayi belum mencapai umur 1 tahun per 1000 kelahiran
hidup. Angka kematian Balita (AKABA) menggambarkan peluang untuk meninggal pada fase
antara kelahiran dan sebelum umur 5 tahun. AKABA di Indonesia sebesar 44 per 1000
kelahiran hidup.
Kematian ibu atau kematian maternal saat ini masih merupakan salah satu masalah
kesehatan reproduksi yang sangat penting. Tingginya angka kematian maternal mempunyai
dampak yang besar terhadap keluarga dan masyarakat. Kematian seorang wanita saat
melahirkan sangat mempengaruhi kelangsungan hidup bayinya. Pola penyakit penyebab
kematian ibu 84% karena komplikasi obstetrik langsung dan didominasi oleh trias klasik,
yaitu perdarahan (46,7 %), toxemia (14,5%) dan infeksi (8%).

PERNC
Berdasarkan permasalahan diatas, maka kami sebagai tim kesehatan merasa pentingnya
upaya kesehatan ibu dan anak. Maka dari itu kami berinisiatif untuk memberikan
penyuluhan mengenai Kesehatan Ibu dan Anak.
Upaya kesehatan ibu dan anak saat ini sangat penting agar meningkatnya derajat kesehatan
yang optimal bagi ibu dan anaknya serta meningkatnya derajat kesehatan anak untuk
menjamin proses tumbuh kembang optimal yang merupakan landasan bagi peningkatan
kualitas manusia seutuhnya. Sebagai langkah awal kami pun berinisiatif untuk memberikan
penyuluhan sebagai pengetahuan dasar yang perlu diketahui ataupun diwaspadai bagi ibu
hamil menyangkut pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu menyusui, bayi
dan anak balita serta anak prasekolah. Pemberdayaan Masyarakat bidang KIA masyarakat
dalam upaya mengatasi situasi gawat darurat agar tercipta persalinan tanpa komplikasi
dalam hal sistem kesiagaan.
Para kader maupun masyarakat khusunya ibu hamil sangat penting diberi penjelasan
kesehatan ibu dan anak. Dimana kita ketahui bahwa saat persalinan merupakan periode
kritis bagi ibu dan bayinya. Setiap ibu bersalin harus ditolong oleh tenaga kesehatan yang
terlatih yaitu dokter dan atau bidan, serta merujuk kepada pelayanan spesialis jika terjadi
komplikasi. Namun, agar tidak terjadi komplikasi tersebut kesehatan dan gizi selama
mengandung pun perlu untuk menjamin kehamilan yang sehat dan aman. Pelayanan pasca
persalinan bagi ibu dan bayinya akan mengurangi risiko komplikasi dan membantu keluarga
untuk mendapatkan bayi yang sehat. Hal-hal inilah yang kami sampaikan dalam materi
penyuluhan.

PELAK
Kegiatan penyuluhan kesehatan ibu dan anak diadakan di Posyandu pada tanggal 04
Desember 2019 pada pukul 09.00 - selesai. Kegiatan ini dilaksanakan dengan rangkaian
acara penyuluhan mengenai stunting dan diakhiri dengan sesi tanya jawab.

MONEV
1. Evaluasi Struktur
Persiapan kegiatan penyuluhan kesehatan ibu dan anak dilakukan sehari sebelumnya.
Penanggung jawab program ini berkoordinasi dengan kader-kader di tiap pos pelayanan
untuk menentukan waktu dan lokasi kegiatan.
2. Evaluasi Proses
Peserta yang hadir sebanyak 22 orang dari seluruh Desa dan Kelurahan wilayah kerja
Puskesmas Towata. Pelaksanaan rangkaian kegiatan dalam hal ini penyuluhan kesehatan ibu
dan anak berjalan sebagaimana yang diharapkan.
3. Evaluasi Hasil
Perhatian masyarakat pada kegiatan ini cukup baik dibuktikan dengan kegiatan penyuluhan
yang kami lakukan diakui memberi pengetahaun tentang hal-hal yang perlu diperhatikan
untuk kesehatan ibu dan anak. Selain itu, para kader dan beberapa warga mendapatkan
beberapa pengetahuan baru mengenai kesehatan ibu dan anak yang dapat diterapkan pada
warga maupun untuk keluarga mereka masing-masing.

F4-UPAYA PERBAIKAN GIZI MAS


JUDUL
PENYULUHAN PENCEGAHAN STUNTING DENGAN CARA PEMBERIAN GIZI SEIMBANG DI
POSYANDU
LB
Indonesia ada di urutan ke-lima jumlah anak dengan kondisi stunting. Salah satu wilayah di
Indonesia dengan angka stunting tertinggi adalah kabupaten Ogan Komering ilir. Angka
stunting kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) menurut Riskesdas mencapai 40,5% atau
hampir setengah balita di OKI mengalami stunting. Bahkan, angka ini di atas angka stunting
nasional 37%. Menurut WHO, di seluruh dunia, diperkirakan ada 178 juta anak di bawah
usia lima tahun pertumbuhannya terhambat karena stunting. Stunting adalah masalah gizi
kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu lama, umumnya karena
asupan makan yang tidak sesuai kebutuhan gizi. Stunting terjadi mulai dari dalam
kandungan dan baru terlihat saat anak berusia dua tahun. Menurut UNICEF, stunting
didefinisikan sebagai persentase anak-anak usia 0 sampai 59 bulan, dengan tinggi di bawah
minus (stunting sedang dan berat) dan minus tiga (stunting kronis) diukur dari standar
pertumbuhan anak keluaran WHO. Selain pertumbuhan terhambat, stunting juga dikaitkan
dengan perkembangan otak yang tidak maksimal, yang menyebabkan kemampuan mental
dan belajar yang kurang, serta prestasi sekolah yang buruk. Stunting dan kondisi lain terkait
kurang gizi, juga dianggap sebagai salah satu faktor risiko diabetes, hipertensi, obesitas dan
kematian akibat infeksi.

PERMASALAHAN
Situs Adoption Nutrition menyebutkan, stunting berkembang dalam jangka panjang karena
kombinasi dari beberapa atau semua faktor-faktor berikut:
1. Kurang gizi kronis dalam waktu lama
2. Retardasi pertumbuhan intrauterine
3. Tidak cukup protein dalam proporsi total asupan kalori
4. Perubahan hormon yang dipicu oleh stress
5. Sering menderita infeksi di awal kehidupan seorang anak

PPI
Waktu terbaik untuk mencegah stunting adalah selama kehamilan dan dua tahun pertama
kehidupan. Stunting di awal kehidupan akan berdampak buruk pada kesehatan, kognitif,
dan fungsional ketika dewasa. Untuk mengatasi masalah stunting ini Kementerian
Kesehatan dengan dukungan Millennium Challenge Account-Indonesia (MCA-I), melalui
Program Hibah Compact Millennium Challenge Corporation (MCC) melakukan Kampanye
Gizi Nasional Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat (PKGBM). Salah satu
intervensi dalam program PKGM adalah tentang perubahan prilaku masyarakat, yang
dilakukan dalam program Kampanye Gizi Nasional (KGN). Program KGN di wilayah OKI
dilakukan dengan pendekatan yang menyeluruh, seperti melakukan aktifasi posyandu-
posyandu dan pemberian pengetahuan tentang gizi anak, mulai dari makanan apa saja yang
boleh untuk bayi di atas enam bulan, bagaimana tekstur yang baik, berapa banyak yang
harus diberikan, termasuk pengetahuan pentingnya ASI eksklusif.

PELAKSANAAN
Penyuluhan kesehatan mengenai pencegahan stunting dengan cara pemberian gizi
seimbang yang dilaksanakan pada Rabu, 04 Desember 2019, bertempat di Posyandu
Plamboyan II, Desa Maharayya. Penyuluhan ini diikuti oleh peserta yang terdiri dari 20
peserta yang terdiri dari ibu yang datang untuk mengimunisasi bayinya, serta ibu-ibu yang
hendak melakukan pemeriksaan kesehatan. Pemateri menyampaikan informasi mengenai
pencegahan stunting dengan cara pemberian gizi seimbang dalam keluarga yang diselingi
dengan penggalian informasi dari ibu-ibu peserta penyuluhan mengenai pemberian
makanan pada anak mereka. Kemudian di akhir sesi, pemateri memberi kesempatan
kepada peserta dan kader untuk bertanya seputar materi stunting.

ME
Hasil wawancara penatalaksanaan status gizi balita stunting di wilayah kerja Puskesmas
Bontomatene berdasarkan unsur input dilihat dari segi SDM (Sumber Daya Manusia) masih
memerlukan tambahan untuk posisi koordinator gizi. Kader kesehatan dalam partisipasi
penatalaksanaan balita stunting sangat membantu, disamping aktif dalam setiap kegiatan
posyandu, kader juga melaksanakan kunjungan rumah untuk memotivasi pada klien yang
belum mendapatkan pelayanan kesehatan. Hasil observasi sarana pendukung sudah cukup
mendukung dalam penatalaksanaan
balita stunting, diantaranya obat-obatan, vitamin, mikronutrien serta peralatan yang
digunakan untuk pemeriksaan. Berdasarkan unsur proses, Puskesmas Bontomatene sudah
menerapkan sebagaian Program 1000 HPK sesuai dengan buku pedoman. Puskesmas
Bontomatene juga mempunyai kebijakan dalam penatalaksanaan balita stunting yaitu den-
gan memberdayakan bidan desa sebagai tenaga
pelaksana utama dengan dibantu kader dan tenaga kesehatan yang ada untuk memotivasi
pada semua ibu hamil agar dapat melaksanakan kunjungan ANC terpadu di Puskesmas.

PENYULUHAN MENINGKATAN PEMAHAMAN MASYARAKAT TENTANG GIZI SEIMBANG


MELALUI POLA MAKAN SEHAT, BERGIZI DAN BERAGAM DI POSYANDU
PIDI.MAS.LL
LB
Kata Gizi terjemahan dari bahasa inggris "Nutrition" dan “Nutrition science”. Kata Inggris
“Nutrition” dalam bahasa Arab disebut “Ghizai”, dan dalam bahasa Sanksekerta
“Svastaharena”. Keduanya artinya sama, makanan yang menyehatkan. Makanan bergizi
adalah makanan yang dimakan secara beraneka ragam, makanan beragam makin tinggi
gizinya, cara menyusun hidangan yaitu dengan menggunakan pedoman.

Gizi seimbang adalah keseimbangan antara zat-zat penting yang terkandung di dalam
makanan maupun minuman yang dikonsumsi oleh seseorang dalam kehidupan sehari-hari.
Setiap orang harus makan makanan dan minum minuman yang mengandung tiga zat gizi
utama yang cukup jumlahnya, baik zat tenaga, zat pembangun maupun zat pengatur. Tidak
seimbang ataupun kurang asupan gizi akan dapat mempengaruhi tubuh seseorang.
Gizi seimbang adalah susunan makanan sehari-hari yang mengandung zat-zat gizi dalam
jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memerhatikan prinsip
keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas fisik, kebersihan, dan berat badan (BB)
ideal.

Dapat disimpulkan bahwa Gizi Seimbang adalah keseimbangan antara zat-zat penting yang
terkandung di dalam makanan maupun minuman yang dikonsumsi oleh seseorang dalam
kehidupan sehari-hari, mengandung zat-zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan
kebutuhan tubuh, dengan memerhatikan prinsip keanekaragaman atau variasi makanan,
aktivitas fisik, kebersihan, dan berat badan (BB) ideal.

PERMAS
Berdasarkan pengamatan yang kami amati, masih banyak ibu-ibu yang tidak memberikan
makanan yang bergizi,seimbang,dan beragam di kehidupan sehari-hari dan masih banyak
sekali ibu-ibu yang kurang memahami makna gizi seimbang itu sendiri yang merupakan
aneka ragam bahan pangan yang mengandung unsur-unsur zat gizi yang diperlukan oleh
tubuh, baik kualitas (fungsinya), maupun kuantitas (jumlahnya). Perilaku tersebut
mengakibatkan tingginya kejadian malnutrisi baik pada anak-anak maupun orang dewasa.

Oleh karena itu, kami tertarik dan berinisiatif untuk melakukan kegiatan penyuluhan
tentang peningkatan pemahaman masyarakat tentang gizi seimbang melalui pola makan
sehat, bergizi,beragam,untuk mencegah berbagai penyakit, salah satunya yaitu dengan cara
menyajikan makanan sehat,bergizi,berimbang baik dan benar.

PER&INT
Metode penyuluhan yang kami pilih adalah terjun langsung ke masyarakat untuk
memberikan penyuluhan tentang peningkatan pemahaman masyarakat tentang gizi
seimbang melalui pola makan sehat, bergizi,beragam dalam kehidupan sehari-hari untuk
mencegah berbagai penyakit dan memberikan contoh makanan sehat ,bergizi seperti 4
sehat 5 sempurna dan dapat memahami pedoman umum gizi seimbang (PUGS).

Kami memilih masyarakat terutama bagi ibu rumah tangga sebagai prioritas penyuluhan
kami dengan alasan agar setiap ibu menyajikan makanan sehat, bergizi dan serimabang yang
terdiri dari makanan pokok seperti nasi, lauk pauk, buah-buahan dan sayur-sayuran.ini
penting untuk gizi keluarga dan anak balita bahwa hidup sehat dengan makan ,makanan
bergizi harus diterapkan dikehidupan sehari-hari.

PELAK
a. Topik : Gizi Seimbang melalui pola makan bergizi,berimbang,beragam
b. Sasaran dan Target :
Sasaran : Ibu Rumah Tangga.
Target : Ibu Rumah Tangga.
c. Metode :
Ceramah, demonstrasi, dan diskusi.
d. Waktu dan Tempat :
Hari/ Tgl : Jumat/ 06 Desember 2019
Pukul : 09:00 – 10:00 WITA
Tempat : Posyandu
Presenter : dr. Anggun Dwijayanti
Observer : dr. Ika Hartati

MONEV
1. Evaluasi Struktur
• Laporan telah dikoordinasi sesuai rencana
• Peserta menghadiri penyuluhan
• Tempat, media dan alat sesuai rencana

2. Evaluasi Proses
• Peran dan tugas dokter sesuai dengan perencanaan
• Waktu pelaksanaan sesuai dengan perencanaan
• Peserta aktif dalam kegiatan penyuluhan
• Peserta menerima dengan senang hati dan menyatakan kesediaannya untuk
menjaga kesehatannya

3. Evaluasi Hasil
• Peserta dapat mengikuti penyuluhan gizi seimbang sampai selesai.
• Peserta dapat menjelaskan pengertian gizi seimbang.
• Peserta dapat menyebutkan triguna makanan gizi seimbang.
• Peserta dapat menyebutkan manfaat pemenuhan gizi seimbang.
• Peserta dapat menyebutkan akibat tidak terpenuhinya gizi seimbang.
• Peserta dapat menyebutkan pedoman umum gizi seimbang (PUGS).
• Peserta menyatakan kesiapan untuk menjaga kesehatannya.

PENYULUHAN TABLET TAMBAH DARAH BAGI REMAJA PUTRI DI SMP 10 UJUNG LOE
PIDI.LL
LB
Anemia merupakan masalah gizi yang mempengaruhi jutaan orang di negara-negara
berkembang dan tetap menjadi tantangan besar bagi kesehatan manusia.1 Prevalensi
anemia diperkirakan 9 persen di negara-negara maju, sedangkan di negara berkembang
prevalensinya 43 persen. Anak-anak dan wanita usia subur (WUS) adalah kelompok yang
paling berisiko, dengan perkiraan prevalensi anemia pada balita sebesar 47 persen, pada
wanita hamil sebesar 42 persen, dan pada wanita yang tidak hamil usia 15-49 tahun sebesar
30 persen.2 World Health Organization (WHO) menargetkan penurunan prevalensi anemia
pada WUS sebesar 50 persen pada tahun 2025.3

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan bahwa persentase anemia
di Indonesia pada WUS tidak hamil (≥ 15 tahun) di perkotaan sebesar 19,7 persen.4
Selanjutnya hasil Riskesdas 2013 menunjukkan persentase anemia pada WUS umur 15-44
tahun sebesar 35,3 persen.5 Hal ini mengalami peningkatan menjadi 48,9 persen di tahun
2018.6

Di Afrika dan Asia, anemia diperkirakan berkontribusi lebih dari 115 000 kematian WUS dan
591 000 kematian perinatal secara global per tahun.7 Konsekuensi morbiditas terkait
dengan anemia kronis memperpanjang hilangnya produktivitas dari kapasitas gangguan
kerja, gangguan kognitif, dan peningkatan kerentanan terhadap infeksi, yang juga
memberikan beban ekonomi.8

Anemia pada remaja berdampak buruk terhadap penurunan imunitas, konsentrasi, prestasi
belajar, kebugaran remaja dan produktifitas. Selain itu, secara khusus anemia yang dialami
remaja putri akan berdampak lebih serius, mengingat mereka adalah para calon ibu yang
akan hamil dan melahirkan seorang bayi, sehingga memperbesar risiko kematian ibu
melahirkan, bayi lahir prematur dan berat bayi lahir rendah (BBLR).
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya anemia pada populasi melibatkan interaksi
kompleks dari faktor-faktor sosial, politik, ekologi, dan biologi.9 Menurut Agragawal S
bahwa penyebab utama anemia adalah gizi dan infeksi. Di antara faktor gizi yang
berkontribusi terhadap anemia adalah kekurangan zat besi. Hal ini karena konsumsi
makanan yang monoton, namun kaya akan zat yang menghambat penyerapan zat besi
(phytates) sehingga zat besi tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh.10 Kekurangan zat besi
juga dapat diperburuk oleh status gizi yang buruk, terutama ketika dikaitkan dengan
kekurangan asam folat, vitamin A atau B12, seperti yang sering terjadi di negara-negara
berkembang.11 Penelitian Pala K dan Dundar N di Turki menunjukkan bahwa faktor lama
menstruasi juga berhubungan dengan kejadian anemia.12

Berdasarkan uraian diatas, maka kami menyadari pentingnya sosialisasi Tablet Tambah
Darah bagi remaja putri yang rentan mengalami anemia. Oleh karena itu, partisipasi semua
pihak, baik dokter, paramedis, pihak sekolah maupun masyarakat diperlukan agar kebiasaan
konsumsi Tablet Tambah Darah dapat diterapkan bagi remaja putri khususnya di SMP 10
Ujung Loe

PERMAS
Remaja putri rentan mengalami kurang gizi pada periode puncak tumbuh kembang apabila
kurang asupan zat gizi. Ini disebabkan karena pola makan yang salah akibat pengaruh dari
lingkungan pergaulan (ingin langsing). Remaja putri yang kurang gizi tidak dapat mencapai
status gizi yang optimal (kurus, pendek dan pertumbuhan tulang tidak proporsional). Kurang
zat besi dan gizi lain yang penting untuk tumbuh kembang (zinc) akan menyebabkan sering
sakit-sakitan. Dari kedua masalah status gizi remaja putri tersebut, diperlukan upaya
peningkatan status gizinya, karena remaja putri membutuhkan zat gizi untuk tumbuh
kembang yang optimal dan remaja putri perlu suplementasi gizi guna meningkatkan status
gizi dan kesehatannya.

Menurut DepKes (2000), penyebab anemia gizi karena kurangnya zat besi atau Fe dalam
tubuh. Karena pola konsumsi masyarakat Indonesia, terutama wanita kurang mengkonsumsi
sumber makanan hewani yang merupakan sumber heme Iron yang daya serapnya >15%.
Ada beberapa bahan makanan nabati yang memiliki kandungan Fe tinggi (non heme Iron),
tetapi hanya hanya bisa diserap tubuh <3% sehingga diperlukan jumlah yang sangat banyak
untuk memenuhi kebutuhan Fe dalam tubuh, jumlah tersebut tidak mungkin terkonsumsi.

Anemia defisiensi besi sering diderita oleh remaja putri karena remaja putri jarang makan
makanan protein hewani seperti hati, daging dan ikan. Selain itu, remaja putri selalu
mengalami menstruasi setiap bulan sehingga membutuhkan zat besi dua kali lebih banyak
daripada pria, oleh karena itu wanita cenderung menderita anemia dibandingkan dengan
pria. Ditambah lagi dengan adanya kecenderungan remaja yang ingin berdiet dengan alasan
mempertahankan bentuk tubuh yang ideal sehingga terjadi pola makan yang salah, serta
adanya pantangan dan tabu (Depkes, 1998). Dengan kata lain bahwa pola makan akan
berpengaruh terhadap status anemia.

Disamping itu, tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap keadaan gizi
individu yang bersangkutan. Menurut hasil penelitian Saraswati (1997) secara umum
pengetahuan remaja putri tentang anemia masih rendah. Oleh karena itu diadakan
penyuluhan mengenai Tablet Tambah Darah bagi remaja putri sehingga dengan mengetahui
pentingnya mengonsumsi TDD diharapkan para remaja putri di SMP 10 Ujung Loe dapat
terhindar dari anemia.

PERN&INTER
1) Kegiatan
Strategi atau pendekatan yang ditempuh yaitu pemberdayaan (empowerment).
Pemberdayaan ini dilakukan dengan memberikan kemampuan kepada individu (sasaran)
melalui penyuluhan. Pesan-pesan pokok materi penyuluhan antara lain: definisi remaja,
anemia, dampak anemia pada remaja putri, pencegahan anemia pada remaja putri, serta
Tablet Tambah Darah (TDD).

2) Menentukan Sasaran
Sasaran yang dipilih pada kegiatan penyuluhan ini adalah sasaran primer, orang yang sangat
berisiko terhadap anemia, yaitu remaja putri yang merupakan siswa SMP 10 Ujung Loe

3) Menetapkan Tujuan
Tujuan utama dari penyuluhan ini adalah memberikan pengetahuan mengenai pentingnya
Tambah Darah (TDD) bagi remaja putri.
Tujuan Khusus: Secara khusus, penyuluhan ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Memberikan pengetahuan tentang definisi remaja.
2. Memberikan pengetahuan tentang anemia.
3. Memberikan pengetahuan tentang dampak anemia pada remaja putri.
4. Memberikan pengetahuan tentang pencegahan anemia pada remaja putri.
5. Memberikan pengetahuan tentang Tablet Tambah Darah (TDD).

4) Menetapkan Metode dan Saluran Komunikasi KIE


Metode komunikasi yang digunakan berupa penyuluhan Tablet Tambah Darah bagi remaja
putri di SMP 10 Ujung Loe. Media atau saluran komunikasi yang digunakan adalah slide
power point melalui LCD.

5) Penanggung Jawab
Penanggung jawab dari kegiatan ini terdiri dari:
1. Dokter pendamping internsip: dr. Putri Febriyanti
2. Dokter internsip : dr. Dian Eka Saputri

PELAK
Kegiatan : Penyuluhan Tablet Tambah Darah bagi remaja putri di SMA 10 Ujung Loe
Hari/tanggal : Sabtu, 21 Desember 2019
Waktu : pukul 10.00-12.00 WITA
Tempat : SMP 10 Ujung Loe
Jumlah peserta : siswa kelas 1, 2 dan 3 yang berjumlah 90 orang
Pemberi materi : dr. Dian Eka Saputri
Bahan dan alat : file presentasi menggunakan Ms. Power Point, laptop, dan proyektor
LCD.
Secara garis besar kegiatan ini dilaksanakan dalam empat tahapan yaitu:
1. Persiapan, dalam rangka menyiapkan pelaksanaan kegiatan ini terlebih dahulu tim
lapangan beserta dokter internsip melakukan koordinasi dengan pihak sekolah tentang akan
diadakannya kegiatan yang dimaksud sekaligus menjelaskan latar belakang dan tujuan
dilaksanakannya kegiatan.
2. Perkenalan, tahap selanjutnya adalah dokter internsip yang akan membawakan
materi melakukan perkenalan singkat kepada peserta.
3. Penyajian materi, materi penyuluhan tentang Tablet Tambah Darah bagi remaja
putri dibawakan dengan metode dialog interaktif dengan bantuan media berupa slide
presentasi menggunakan Ms. Power Point.
4. Tanya - jawab, setelah materi penyuluhan selesai, dilanjutkan dengan sesi bertanya
dan menjawab. Para peserta penyuluhan diberikan kesempatan untuk bertanya mengenai
hal-hal yang belum dimengerti terkait materi penyuluhan yang dibawakan. Selain itu peserta
penyuluhan diberi beberapa pertanyaan seputar materi Tablet Tambah Darah bagi remaja
putri untuk menguji pemahaman peserta terhadap materi yang dibawakan.

MONEV
Saat pemberian penyuluhan, peserta menyimak dengan tenang dan terlihat antusias.
Setelah penyuluhan peserta menanyakan berbagai macam hal seputar Tablet Tambah Darah
bagi remaja putri. Pada umumnya para peserta ingin mendapat kejelasan yang benar
seputar dampak anemia dan manfaat Tablet Tambah Darah bagi remaja putri. Monitoring
dilakukan dengan melihat seberapa banyak para peserta memahami dan mampu menjawab
pertanyaan-pertanyaan sederhana seputar materi yang telah disampaikan. Pertanyaan yang
dijawab dengan benar oleh peserta penyuluhan merupakan bukti keberhasilan bahwa
penyuluhan yang telah dilakukan mampu diterima dan dipahami oleh peserta. Dengan
adanya pemahaman tersebut diharapkan mampu untuk memberikan informasi yang telah
diberikan kepada anggota keluarga, tetangga, dan siswa lainnya.
Monitoring dilakukan oleh petugas kesehatan bersama dengan masyarakat (kader
kesehatan, tokoh masyarakat, guru dan anak sekolah). Monitoring dan evaluasi dilakukan
secara partisipatif dan berkala oleh masyarakat.

Evaluasi terhadap kegiatan yang dilakukan adalah:


• Evaluasi struktur
Persiapan kegiatan penyuluhan dilakukan seminggu sebelumnya yaitu dengan melakukan
koordinasi dengan kepala sekolah dan guru-guru SMP 10 Ujung Loe tentang akan
diadakannya penyuluhan yang dimaksud. Selain itu juga dilakukan persiapan bahan dan alat
penyuluhan berupa file presentasi menggunakan Ms. Power Point, laptop, dan proyektor
LCD.
• Evaluasi proses
Kegiatan penyuluhan diikuti oleh sekitar 90 orang peserta yang terdiri dari seluruh siswa
kelas 1 SMP 10 Ujung Loe. Metode penyuluhan adalah dialog interaktif dengan bantuan file
presentasi menggunakan Ms. Power Point sebagai media publikasi promotif. Penyajian
materi dilakukan secara singkat dan lugas dengan lebih menitikberatkan pada pentingnya
Tablet Tambah Darah bagi remaja putri
• Evaluasi hasil
Penyuluhan berjalan dengan lancar sebagaimana yang diharapkan, para peserta terlihat
antusias dalam menerima materi dan aktif menanyakan perihal yang belum dimengerti.
Kesimpulan dari kegiatan ini, semua peserta mampu memahami materi pentingnya Tablet
Tambah Darah bagi remaja putri. Diharapkan setelah kegiatan ini, peserta mulai sadar diri
untuk mengonsumsi Tablet Tambah Darah sesuai aturan minum agar tehindar dari dampak
merugikan anemia pada remaja putri. Kegiatan rutin ulangan perlu dilakukan agar
pemahaman yang ada dapat selalu diingat.

PENYULUHAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI YANG BENAR PADA BAYI DI


POSYANDU
PIDI,MAS,LL
LB
Makanan pendamping ASI adalah makanan yang diberikan pada anak usia 6–24 bulan.
Peranan makanan tambahan sama sekali bukan untuk menggantikan ASI melainkan untuk
melengkapi ASI. Jadi, makanan pendamping ASI harus tetap diberikan kepada anak, paling
tidak sampai usia 24 bulan. Makanan Pendamping ASI adalah makanan atau minuman yang
mengandung gizi diberikan kepada bayi/anak untuk memenuhi kebutuhan gizinya.

Tujuan pemberian makanan pendamping ASI adalah untuk menambah energi dan zat-zat
gizi yang diperlukan bayi karena ASI tidak dapat memenuhi kebutuhan bayi secara terus
menerus. Dengan demikian makanan tambahan diberikan untuk mengisi kesenjangan
antara kebutuhan nutrisi total pada anak dengan jumlah yang didapatkan dari ASI.

PERMAS
DAMPAK MEMBERIKAN MP-ASI TERLALU DINI

a. Risiko jangka pendek


- Pengenalan makanan selain ASI kepada diet bayi akan menurunkan frekuensi dan
intensitas pengisapan bayi, yang akan merupakan risiko untuk terjadinya penurunan
produksi ASI.
- Pengenalan serealia dan sayur-sayuran tertentu dapat mempengaruhi penyerapan zat besi
dari ASI sehingga menyebabkan defisiensi zat besi dan anemia.
- Resiko diare meningkat karena makanan tambahan tidak sebersih ASI.
- Makanan yang diberikan sebagai pengganti ASI sering encer, buburnya berkuah atau
berupa sup karena mudah dimakan oleh bayi. Makanan ini memang membuat lambung
penuh, tetapi memberi nutrient lebih sedikit daripada ASI sehingga kebutuhan gigi/nutrisi
anak tidak terpenuhi.
- Anak mendapat faktor pelindung dari ASI lebih sedikit, sehingga resiko infeksi meningkat.
- Anak akan minum ASI lebih sedikit, sehingga akan lebih sulit untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi anak.

Risiko jangka panjang


1.Obesitas
Kelebihan dalam memberikan makanan adalah risiko utama dari pemberian makanan yang
terlalu dini pada bayi. Konsekuensi pada usia-usia selanjutnya adalah terjadi kelebihan berat
badan ataupun kebiasaan makan yang tidak sehat.
2.Hipertensi
Kandungan natrium dalam ASI yang cukup rendah (± 15 mg/100 ml). Namun, masukan dari
diet bayi dapat meningkatkan drastis jika makanan telah dikenalkan. Konsekuensi
dikemudian hari akan menyebabkan kebiasaan makan yang memudahkan terjadinya
gangguan/hipertensi.
3.Arteriosklerosis
Pemberian makanan pada bayi tanpa memperhatikan diet yang mengandung tinggi energi
dan kaya akan kolesterol serta lemak jenuh, sebaliknya kandungan lemak tak jenuh yang
rendah dapat menyebabkan terjadinya arteriosklerosis dan penyakit jantung iskemik.
4.Alergi Makanan
Belum matangnya sistem kekebalan dari usus pada umur yang dini dapat menyebabkan
alergi terhadap makanan. Manifestasi alergi secara klinis meliputi gangguan gastrointestinal,
dermatologis, dan gangguan pernapasan, dan sampai terjadi syok anafilaktik.

PERNC&INTER
Oleh karena permasalahan yang terjadi di atas, maka kami mengadakan penyuluhan
kesehatan dengan materi “PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI YANG BENAR PADA
BAYI”. Pada penyuluhan ini akan disampaikan mengenai pengertian MP-ASI, pentingnya MP-
ASO, kandungan makanan yang bergizi untuk MP-ASI, manfaat MP-ASI, waktu yang tepat
untuk pemberian makanan pendamping ASI, dan lain sebagainya.

PELAK
Penyuluhan kesehatan mengenai PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI YANG BENAR
PADA BAYI dilaksanakan pada Kamis, 5 Desember 2019, bertempat di Posyandu Plamboyan
1, Desa Maharayya. Penyuluhan ini diikuti oleh peserta yang terdiri dari 17 peserta yang
terdiri dari ibu yang datang untuk mengimunisasi bayinya, serta ibu-ibu yang hendak
melakukan pemeriksaan kesehatan. Pemateri menyampaikan informasi mengenai
pentingnya MP-ASI dan pemberian gizi seimbang dalam keluarga yang diselingi dengan
penggalian informasi dari ibu-ibu peserta penyuluhan mengenai seberapa banyak ibu-ibu
yang mengikuti penyuluhan ini yang memberikan ASI eksklusif pada bayi mereka. Pemateri
juga menyampaikan informasi mengenai pengertian ASI Eksklusif, pentingnya inisiasi
menyusui dini, kandungan gizi pada ASI, bagaimana cara menyusui yang benar, manfaat ASI,
waktu yang tepat untuk pemberian makanan pendamping ASI, dan lain sebagainya.
Kemudian di akhir sesi, pemateri memberi kesempatan kepada peserta dan kader untuk
bertanya seputar pentingnya ASI eksklusif.

MONEV
Jumlah ibu yang benar dalam pemberian MP-ASI pada daerah ini sudah cukup baik. Hal ini
ditunjukkan dari jumlah ibu-ibu yang menjadi peserta penyuluhan, hanya sekitar sepertiga
total peserta saja yang belum mengerti kapa waktu yang tepat diberikan MP-ASI pada
bayinya. Setelah mendapatkan materi penyuluhan, banyak peserta yang baru menyadari
akan pentingnya MP-ASI.

PENYULUHAN DAN PEMERIKSAAN ANTROPOMETRIK BALITA DI POSYANDU UNTUK MENILAI


STATUS GIZI
PIDI.MAS.LL
LB
Status gizi adalah status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan
dan masukan nutrisi atau zat gizi (Beck, 2000). Bila kebutuhan lebih besar dibanding
masukan disebut status gizi kurang, bila kebutuhan seimbang dengan masukan disebut
status gizi seimbang, dan bila kebutuhan lebih kecil dibanding masukan disebut status gizi
lebih. Gangguan atau penyakit yang disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan antara
masukan zat gizi dan kebutuhan tubuh disebut penyakit gangguan gizi atau nutritional
disorders (Pudjiadi, 2003). Namun keadaan gizi kurang (undernutrition/malnutrition) atau
gizi lebih (overnutrition), keduanya tidak selalu disebabkan oleh oleh masukan makanan
yang tidak cukup atau berlebihan. Keadaan demikian dapat juga terjadi karena kelainan
dalam tubuh sendiri seperti gangguan pencernaaan, absorpsi, utilisasi, ekskresi, dan
sebagainya ( Pudjiadi, 2003).

Permasalahan gizi pada balita merupakan masalah gizi ganda yaitu masalah gizi kurang dan
masalah gizi lebih (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2008). Masalah gizi kurang sering luput
dari penglihatan ataupun pengamatan biasa serta seringkali tidak cepat dalam
penanggulangannya, hal ini dapat memunculkan masalah besar (BAPPENAS, 2006). Hasil
Riskesdas 2010 menunjukan 40,6% penduduk mengkonsumsi makanan di bawah kebutuhan
minimal (kurang dari 70% dari Angka Kecukupan Gizi/AKG) yang dianjurkan. Berdasarkan
kelompok umur dijumpai 24,4% pada balita, dan 41,2% pada anak usia sekolah (Riskesdas,
2010).

Penyebab masalah pada status gizi anak juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
ketersediaan bahan makanan, pola konsumsi dan pola asuh. Perilaku dan kebiasaan orang
tua dalam menyediakan makanan keluarga di pengaruhi oleh faktor budaya, sehingga akan
memengaruhi sikap suka tidak suka seorang anak terhadap makanan. Pola makan anak juga
dipengaruhi oleh media masa dan lingkungan. Aktivitas yang tinggi pada anak
membutuhkan intake pangan dan gizi yang cukup dan berkualitas (Sudayasa, 2010).
Penilaian status gizi yang berkesinambungan sangat dibutuhkan untuk mendeteksi kejadian
masalah gizi lebih dini dan mengetahui kecenderungan pertumbuhan fisik penduduk, guna
dapat melakukan tindakan intervensi dan pencegahan masalah gizi terutama pada balita.

PERMAS
Status gizi pada anak saat ini kurang menjadi perhatian, padahal gizi merupakan elemen
penting dalam masa tumbuh kembang anak. Di samping dampak langsung terhadap
kesakitan dan kematian, gizi juga berdampak terhadap pertumbuhan, perkembangan
intelektual dan produktivitas.

Kecerdasan seorang anak tidak hanya ditentukan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan
berupa stimulasi, melainkan juga faktor gizi atau nutrisi. Untuk memperoleh anak yang
cerdas dan sehat dibutuhkan asupan gizi atau nutrisi yang sehat dan seimbang dalam
makanan sehari-hari. Dari penelitian-penelitian sebelumnya, terdapat hubungan antara
malnutrisi dengan tingkat inteligensi dan prestasi akademik yang rendah. Untuk negara-
negara berkembang dimana kejadian malnutrisi sering dijumpai, hal ini akan berdampak
serius terhadap keberhasilan pembangunan nasional.

PERNC&INTER
Cara dan strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah
diadakan kegiatan screening (penjaringan) berupa penyuluhan dan pemeriksaan
antropometrik untuk mengetahui status gizi pada balita dan bayi agar dapat dilakukan
deteksi dini terhadap ada tidaknya masalah gizi yang dialami. Upaya deteksi dini ini
diharapkan dapat memberi data awal tentang permasalahan gizi yang dialami anak balita
dan bayi di Wilayah kerja puskesmas Bontomatene untuk selanjutnya dilakukan intervensi
dan penanganan baik pada masalah gizi kurang maupun gizi lebih.

PELAK
Kegiatan ini dilaksanakan di Posyandu wilayah kerja Puskesmas Bontomatene pada tanggal
02-07 Desember 2019, pukul 09.00 WITA - selesai. Setiap Orang tua yang datang membawa
Balitanya diberikan penyuluhan dan pemeriksaan antropometrik untuk menilai status gizi
serta setiap Balita yang datang, menjalani pemeriksaan kesehatan dasar, pemeriksaan berat
badan dan tinggi badan yang kemudian hasilnya dicatat untuk selanjutnya diolah dalam
penentuan masalah status gizi.

Pada kegiatan ini penentuan status gizi anak menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS),
dimana ukuran antropometri yang digunakan yaitu berat badan terhadap usia, kemudian
hasilnya diplot pada kurva KMS.

MONEV
1. Evaluasi Struktur
Dokter bersama tim medis lainnya datang tepat waktu di Posyandu dimana pada saat itu
juga dilakukan penimbangan bayi dan balita.

2. Evaluasi Proses
Pelaksana kegiatan dilakukan satu kali oleh satu tim yang terdiri atas satu dokter, kader-
kader, dan satu pemegang program gizi. Kegiatan penjaringan dilakukan sesuai dengan
jadwal posyandu yang telah ditentukan oleh Puskesmas Bontomatene.

3. Evaluasi Hasil
a. Telah dilakukan penyuluhan dan pemeriksaan antropometrik untuk menilai status
gizi pada orangtua yang membawa balitanya ke Posyandu.
b. Telah dilakukan pemeriksaan kesehatan dasar dan pemeriksaan status gizi di
Posyandu.
c. Dibutuhkan intervensi lebih lanjut terhadap anak yang mengalami gizi kurang.
Penting memberikan pemahaman terhadap orang tua untuk meningkatkan asupan nutrisi
bagi balita mereka demi tercapainya status gizi normal.
d. Untuk mengatasi gizi kurang diperlukan perubahan sosial baik gaya hidup, aktivitas
fisik, perilaku makan dan penyiapan lingkungan yang mendukung. Perubahan yang paling
efektif dilakukan adalah sejak usia dini salah satunya pada saat balita, melalui monitoring
dan evaluasi hasil penjaringan status gizi di posyandu. Makanan dengan kandungan gizi
seimbang cukup energi dan zat gizi sesuai kebutuhan gizi anak sekolah sangat dianjurkan
karena berguna untuk perkembangan fisik dan kognitif yang optimal. Dukungan media
massa dalam hal informasi asupan gizi seimbang, peran kader untuk
menumbuhkembangkan kesadaran dan kemampuan dalam memberikan edukasi tentang
asupan gizi seimbang, serta keberpihakan organisasi profesi dan asosiasi/lembaga lainnya
dalam kegiatan terkait dengan asupan gizi seimbang sebagai wujud nyata dukungan
berbagai pihak kepada pemerintah dalam pencegahan dan penanggulangan gizi kurang.

F5-PENCEGAHAN PEM PENY MENULAR


JUDUL
PENYULUHAN TENTANG HIPERTENSI DI DESA TAMALANREA
LB
Hipertensi atau tekanan darah tinggi masih menjadi masalah pada hampir semua golongan
masyarakat baik di Indonesia maupun di seluruh dunia. Di seluruh dunia, peningkatan
tekanan darah diperkirakan menyebabkan 7,5 juta kematian, sekitar 12,8% dari total
kematian di seluruh dunia.

Prevalensi Hipertensi nasional berdasarkan Riskesdas 2018 meningkat sebesar 34,1%


(Riskesdas 2013: 25,8%), tertinggi di Kalimantan Selatan (44,1%), sedangkan terendah di
Papua (22,2%). Berdasarkan data tersebut dari 34,1% orang yang mengalami hipertensi
hanya 1/3 yang terdiagnosis, sisanya 2/3 tidak terdiagnosis. Data menunjukkan hanya 1,17%
orang yang terdiagnosis tekanan darah tinggi minum obat Hipertensi. Hal ini menunjukkan
bahwa sebagian besar penderita hipertensi tidak menyadari menderita hipertensi ataupun
mendapatkan pengobatan.

Hipertensi yang tidak mendapat penanganan yang baik menyebabkan komplikasi seperti
stroke, penyakit jantung koroner, diabetes, gagal ginjal dan kebutaan. Stroke (51%) dan
penyakit jantung koroner (45%) merupakan penyebab kematian tertinggi.

Kerusakan organ target akibat komplikasi hipertensi akan tergantung kepada besarnya
peningkatan tekanan darah dan lamanya kondisi tekanan darah yang tidak terdiagnosis dan
tidak diobati. Hipertensi disebut sebagai silent killer karena dapat menyebabkan kerusakan
berbagai organ tanpa gejala yang khas. Organ-organ tubuh yang menjadi target antara lain
otak, mata, jantung, ginjal, dan dapat juga berakibat kepada pembuluh darah arteri perifer
itu sendiri. Oleh karena itu, partisipasi semua pihak, baik dokter, paramedis, kader maupun
masyarakat diperlukan agar hipertensi dapat dikendalikan khususnya di wilayah kerja
Puskesmas Bontomatene.

PERMALSAHAN
Dari sekian banyak masyarakat yang datang ke Puskesmas Bontomatene masih banyak
pasien yang menderita hipertensi. Keadaan ini tentunya sudah tidak asing dijumpai
mengingat pola hidup masyarakat yang masih jauh dari pola hidup sehat seperti gizi tidak
seimbang (tinggi gula, garam dan lemak), berat badan berlebih, kurang olahraga, merokok,
serta konsumsi alkohol.

Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai faktor risiko hipertensi menyebabkan


minimnya tindakan pencegahan terhadap hipertensi. Selain itu, pada masyarakat yang telah
terdiagnosis hipertensi, kurangnya pengetahuan mengenai aturan minum obat jangka
panjang untuk mengontrol tekanan darah menyebabkan mereka tidak rutin minum obat
sehingga rentan mengalami komplikasi.

Oleh karena itu diadakan penyuluhan mengenai hipertensi sehingga dengan mengetahui
gejala dan faktor risiko terjadinya hipertensi diharapkan masyarakat Kecamatan
Bontomatene khususnya di Desa tamalanrea dapat melakukan pencegahan dan
penatalaksanaan dengan modifikasi diet/gaya hidup ataupun obat-obatan sehingga
komplikasi yang terjadi dapat dihindarkan.

PPI
1) Kegiatan
Strategi atau pendekatan yang ditempuh yaitu pemberdayaan (empowerment).
Pemberdayaan ini dilakukan dengan memberikan kemampuan kepada individu (sasaran)
melalui penyuluhan yang dirangkaikan dengan kegiatan Puskesmas Keliling dan Penjaringan
Katarak. Pesan-pesan pokok materi penyuluhan antara lain: definisi, gejala, faktor risiko,
klasifikasi tekanan darah, penatalaksanaan, komplikasi, konseling dan edukasi dari
hipertensi.

2) Menentukan Sasaran
Sasaran yang dipilih pada kegiatan penyuluhan ini adalah sasaran primer, orang yang sangat
berisiko terhadap hipertensi, yang merupakan anggota Puskesmas Pembantu Desa
Tamalanrea, Dusun Kaloroi.

3) Menetapkan Tujuan
Tujuan utama dari penyuluhan ini adalah memberikan pengetahuan mengenai penyakit
hipertensi.
Tujuan Khusus: Secara khusus, penyuluhan ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Memberikan pengetahuan tentang definisi hipertensi dan angka normal tekanan
darah.
2. Memberikan pengetahuan tentang gejala hipertensi.
3. Memberikan pengetahuan tentang faktor risiko hipertensi
4. Memberikan pengetahuan tentang klasifikasi tekanan darah
5. Memberikan pengetahuan tentang penatalaksanaan hipertensi
6. Memberikan pengetahuan tentang komplikasi hipertensi
7. Memberikan konseling dan edukasi terhadap pasien hipertensi
4) Menetapkan Metode dan Saluran Komunikasi KIE
Metode komunikasi yang digunakan berupa penyuluhan pada anggota Puskesmas
Pembantu Desa Tamalanrea, Dusun Kaloroi. Media atau saluran komunikasi yang digunakan
adalah print out materi hipertensi.

5) Penanggung Jawab
Penanggung jawab dari kegiatan ini terdiri dari:
1. Dokter pendamping internsip: dr.Ika Hartati
2. Dokter internsip : dr. Anggun Dwijayanti
3. Pemegang program PTM : Suhaeni, Amd.Keb.

PELAKSANAAN
Kegiatan : Penyuluhan tentang Hipertensi
Hari/tanggal : Rabu, 23 Oktober 2019
Waktu : pukul 10.00-12.00 WITA
Tempat : Puskesmas Pembantu Desa Tamalanrea, Dusun Kaloroi
Jumlah peserta : anggota Puskesmas Pembantu Desa Tamalanrea, Dusun Kaloroi
berjumlah 15 orang
Pemberi materi : dr. Anggun Dwijayanti
Bahan dan alat : poster
Secara garis besar kegiatan ini dilaksanakan dalam empat tahapan yaitu:
1. Persiapan, dalam rangka menyiapkan pelaksanaan kegiatan ini terlebih dahulu tim
lapangan beserta dokter internsip melakukan koordinasi dengan kader posbindu setempat
tentang akan diadakannya penyuluhan yang dimaksud sekaligus menjelaskan latar belakang
dan tujuan dilaksanakannya penyuluhan.
2. Perkenalan, tahap selanjutnya adalah dokter internsip yang akan membawakan
materi melakukan perkenalan singkat kepada peserta penyuluhan setelah kegiatan inti
posbindu selesai dilaksanakan.
3. Penyajian materi, materi penyuluhan tentang hipertensi dibawakan dengan metode
dialog interaktif dengan bantuan media berupa poster.
4. Tanya - jawab, setelah materi penyuluhan selesai, dilanjutkan dengan sesi bertanya
dan menjawab. Para peserta penyuluhan diberikan kesempatan untuk bertanya mengenai
hal-hal yang belum dimengerti terkait materi penyuluhan yang dibawakan. Selain itu peserta
penyuluhan diberi beberapa pertanyaan seputar materi hipertensi untuk menguji
pemahaman peserta terhadap materi yang dibawakan.

ME
Dari sekian banyak masyarakat yang datang ke Puskesmas Bontomatene masih banyak
pasien yang menderita hipertensi. Keadaan ini tentunya sudah tidak asing dijumpai
mengingat pola hidup masyarakat yang masih jauh dari pola hidup sehat seperti gizi tidak
seimbang (tinggi gula, garam dan lemak), berat badan berlebih, kurang olahraga, merokok,
serta konsumsi alkohol.

Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai faktor risiko hipertensi menyebabkan


minimnya tindakan pencegahan terhadap hipertensi. Selain itu, pada masyarakat yang telah
terdiagnosis hipertensi, kurangnya pengetahuan mengenai aturan minum obat jangka
panjang untuk mengontrol tekanan darah menyebabkan mereka tidak rutin minum obat
sehingga rentan mengalami komplikasi.

Oleh karena itu diadakan penyuluhan mengenai hipertensi sehingga dengan mengetahui
gejala dan faktor risiko terjadinya hipertensi diharapkan masyarakat Kecamatan
Bontomatene khususnya di Desa tamalanrea dapat melakukan pencegahan dan
penatalaksanaan dengan modifikasi diet/gaya hidup ataupun obat-obatan sehingga
komplikasi yang terjadi dapat dihindarkan.

KEGIATAN PENYULUHAN UPAYA PENCEGAHAN DAN


PEMBERANTASAN PENYAKIT TIDAK MENULAR
“ Diabetes Melitus”

A. Latar Belakang
Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara
global. Terjadinya transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi demografi dan
transisi teknologi di Indonesia dewasa ini telah mengakibatkan perubahan pola
penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit tidak menular (PTM) meliputi penyakit
degeneratif dan man made diseases yang merupakan faktor utama masalah morbiditas
dan mortalitas. Data WHO menunjukkan bahwa dari 57 juta kematian yang terjadi di
dunia pada tahun 2008, sebanyak 36 juta atau hampir dua pertiganya disebabkan oleh
penyakit tidak menular.
Terjadinya ransisi epidemiologi ini disebabkan terjadinya perubahan sosial
ekonomi, lingkungan dan perubahan struktur penduduk, saat masyarakat telah
mengadopsi gaya hidup tidak sehat, misalnya merokok, kurang aktivitas fisik,
makanan tinggi lemak dan kalori, serta konsumsi alkohol yang diduga merupakan
faktor risiko PTM.
Menurut badan kesehatan dunia (WHO) kematian akibat penyakit tidak
menular diperediksikan akan terus meningkat di seluruh dunia. Peningkatan terbesar
akan terjadi di negara – negara menengah dan miskin. Lebih dari dua pertiga atau
20% akan meninggal akibat penyakit tidak menular.
Indonesia dalam beberapa dasawarsa terakhir menghadapi masalah triple
burden disease. Di satu sisi, penyakit menular masih menjadi masalah, ditandai
dengan masih seringnya terjadi KLB beberapa penyakit menular tertentu, munculnya
kembali beberapa penyakit menular lama (re-energing disease) serta munculnya
penyakit – penyakit menular baru seperti HIV/AIDS, Avian Influenza, Flu Babi dan
penyakit nipah. Di sisi lain, PTM menunjukkan adanya peningkatan dari waktu ke
waktu.
Salah satu PTM yang menjadi masalah kesehatan yang sangat serius saat ini
adalah hipertensi dan diabetes melitus (DM) yang disebut sebagai the silent killer.
Apabila penyakit ini tidak terkontrol, akan menyerang target organ, dan dapat
menyebabkan serangan jantung, stroke, gangguan ginjal, serta kebutaan. Dari
beberapa penelitian dilaporkan bahwa penyakit hipertensi yang tidak terkontrol dapat
menyebabkan peluang 7 kali lebih besar terkena stroke, 6 kali lebih besar terkena
congestiveheart failure, dan 3 kali lebih besar terkena serangan jantung. Menurut
WHO dan the International Society of Hypertension (ISH), saat ini terdapat 600 juta
penderita hipertensi diseluruh dunia, dan 3 juta di antaranya meninggal setiap
tahunnya. Tujuh dari setiap 10 penderita tersebut tidak mendapatkan pengobatan
secara adekuat. Sementara itu, prevalensi global DM tipe 2 akan meningkat dari 171
juta orang pada tahun 2000 menjadi 366 juta tahun 2030. Pada tahun 2000 jumlh
penderita DM mencapai 21,3 juta, tetapi hanya 50% dari penderita DM di Indonesia
menyadari bahwa mereka menderita DM dan hanya 30% dari penderita melakukan
secara teratur.
Beberapa studi menunjukkan bahwa seseorang yang mempunyai kelebihan
berat badan lebih dari 20% dan hiperkolesterol mempunyai risiko yang lebih besar
terkena hipertensi dan DM. Faktor risiko tersebut pada umumnya disebabkan pola
hidup (life style) yang tidak sehat. Faktor sosial budaya masyarakat Indonesia berbeda
dengan sosial budaya masyarakat di negara maju, sehingga faktor yang berhubungan
dengan terjadinya hipertensi dan DM di Indonesia kemungkinan berbeda pula.
B. Permasalahan di Masyarakat
Berdasarkan data kunjungan pasien dikaitkan dengan diagnosa dari
pemeriksaan yang dilakukan di Puskesmas Lau didapatkan bahwa angka kejadian
penyakit tidak menular meningkat tiap tahunnya. Hal ini dapat dikategorikan sebagai
masalah lazim untuk ditemui pada wilayah kerja Puskesmas Lau yang secara
geografis terletak di daerah pedesaan yang masih jauh dari gaya hidup yang
bermasalah dan dapat menimbulkan tingginya angka kejadian PTM, terutama dalam
hal ini penyakit diabetes melitus. Oleh karena itu, kami melakukan penelusuran
dengan menjadikan beberapa faktor yang mungkin sebagai masalah. Diantaranya
adalah faktor genetik, faktor keseimbangan gizi yang terdapat pada menu makanan
sehari – hari warga.
C. Pemilihan Intervensi
Oleh karena permasalahan yang terjadi di atas, maka kami bermaksud
mengadakan penyuluhan kesehatan mengenai diabetes mellitus yang dilakukan
bersamaan dengan kegiatan prolanis yang dilakukan setiap bulan di Puskesmas Ujung
Loe. Pada penyuluhan ini akan disampaikan mengenai pengertian penyakit tidak
menular khususnya diabetes melitus, gejala atau tanda-tanda penyakit DM, bagaimana
cara pencegahannya serta terapinya.
D. Pelaksanaan
Penyuluhan kesehatan dilaksanakan di Puskesmas Ujung Loe pada tanggal 2
Februari 2019. Penyuluhan menggunakan bantuan materi berupa slide presentasi.
Penyuluhan dirangkaikan dengan diskusi dan tanya jawab antar pemateri dengan
peserta penyuluhan. Peserta penyuluhan terdiri pasien-pasien prolanis.
E. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
Persiapan kegiatan penyuluhan dilakukan dua hari sebelumnya dengan
mempersiapkan peralatan dan bahan penyuluhan.
2. Evaluasi Proses
Peserta yang hadir kurang lebih 20 orang. Pelaksanaan penyuluhan berjalan
sebagaimana yang diharapkan dimana peserta antusias menjawab pertanyaan yang
diajukan pemateri dan hampir sebagian besar peserta aktif melontarkan
pertanyaan.
3. Evaluasi Hasil
Lebih dari 50% dari peserta yang hadir mampu menjawab pertanyaan dari
pemateri tentang materi yang disampaikan. Hal ini membuktikan bahwa peserta
memperhatikan materi yang disampaikan.

PENYULUHAN TENTANG OSTEOARTHRITIS DI DESA BONTONA SALUK


CAMAT.PIDI.MAS.LL
LB
Osteoartritis (OA) merupakan bentuk artritis yang paling sering ditemukan di masyarakat,
bersifat kronis, berdampak besar dalam masalah kesehatan masyarakat. Osteoartritis saat
ini tidak lagi dianggap penyakit degeneratif, namun usia tetap merupakan salah satu faktor
risikonya. Usia diatas 65 tahun, hanya 50% memberikan gambaran radiologis sesuai
Osteoartritis, meskipun hanya 10% pria dan 18% wanita diantaranya yang memperlihatkan
gejala klinis OA, dan sekitar 10% mengalami disabilitas karena OA nya, maka dapat difahami
jika makin bertambah usia, makin tinggi kemungkinan untuk terkena OA. Seiring dengan
meningkatnya usia harapan hidup, menurut WHO pada tahun 2025 populasi usia lanjut di
Indonesia akan meningkat 414% dibanding tahun 1990. Di Indonesia prevalensi OA lutut
yang tampak secara radiologis mencapai 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita yang
berumur antara 40-60 tahun.

Sampai saat ini belum ada terapi yang dapat menyembuhkan OA. Penatalaksanaan
terutama ditujukan pada pengendalian/menghilangkan nyeri, memperbaiki gerak dan fungsi
sendi serta meningkatkan kualitas hidup. Pengobatan osteoarthritis tidak dapat bergantung
kepada pengobatan medikamentosa semata. Pengobatan osteoarthritis juga membutuhkan
edukasi dan modifikasi gaya hidup, tatalaksana rehabilitasi medis atau bahkan pembedahan.

Berdasarkan uraian diatas, maka kami menyadari pentingnya sosialisasi osteoarthritis bagi
warga masyarakat. Oleh karena itu, partisipasi semua pihak, baik dokter, paramedis, kader
maupun masyarakat diperlukan agar osteoartritis dapat dikendalikan khususnya di wilayah
kerja Puskesmas Bontomatene.

PERMAS
Dari sekian banyak masyarakat yang datang ke Puskesmas Bontomatene masih banyak
pasien yang menderita osteoartritis. Keadaan ini tentunya sudah tidak asing dijumpai
mengingat pola hidup masyarakat yang masih jauh dari pola hidup sehat seperti gizi tidak
seimbang (tinggi kalori), berat badan berlebih, dan kurang olahraga.

Oleh karena itu diadakan penyuluhan mengenai osteoartritis sehingga dengan mengetahui
gejala dan faktor risiko terjadinya osteoartritis diharapkan masyarakat Kecamatan
Bontomatene khususnya di Desa Bontona Saluk dapat melakukan pencegahan dan
penatalaksanaan dengan modifikasi diet/gaya hidup ataupun obat-obatan sehingga gerak
dan fungsi sendi dapat diperbaiki serta meningkatkan kualitas hidup.

PEREN
1) Kegiatan
Strategi atau pendekatan yang ditempuh yaitu pemberdayaan (empowerment).
Pemberdayaan ini dilakukan dengan memberikan kemampuan kepada individu (sasaran)
melalui penyuluhan yang dirangkaikan dengan kegiatan Puskesmas Keliling. Pesan-pesan
pokok materi penyuluhan antara lain: definisi, gejala, faktor risiko, klasifikasi,
penatalaksanaan, konseling dan edukasi dari osteoartritis.

2) Menentukan Sasaran
Sasaran yang dipilih pada kegiatan penyuluhan ini adalah sasaran primer, orang yang sangat
berisiko terhadap osteoartritis, yang merupakan warga Desa Bontona Saluk.

3) Menetapkan Tujuan
Tujuan utama dari penyuluhan ini adalah memberikan pengetahuan mengenai penyakit
osteoartritis.
Tujuan Khusus: Secara khusus, penyuluhan ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Memberikan pengetahuan tentang definisi osteoarthritis.
2. Memberikan pengetahuan tentang gejala osteoartritis.
3. Memberikan pengetahuan tentang faktor risiko osteoartritis.
4. Memberikan pengetahuan tentang klasifikasi osteoartritis.
5. Memberikan pengetahuan tentang penatalaksanaan osteoartritis.
6. Memberikan konseling dan edukasi terhadap pasien osteoartritis.

4) Menetapkan Metode dan Saluran Komunikasi KIE


Metode komunikasi yang digunakan berupa penyuluhan. Media atau saluran komunikasi
yang digunakan adalah adalah slide power point melalui LCD.

5) Penanggung Jawab
Penanggung jawab dari kegiatan ini terdiri dari:
1. Dokter pendamping internsip: dr.Ika Hartati
2. Dokter internsip : dr. Anggun Dwijayanti
3. Pemegang program PTM : Suhaeni, Amd.Keb.

PELAK
Kegiatan : Penyuluhan tentang Osteoartritis
Hari/tanggal : Selasa, 22 Oktober 2019
Waktu : pukul 10.00-12.00 WITA
Tempat : Desa Bontona Saluk
Jumlah peserta : 25 orang
Pemberi materi : dr. Anggun Dwijayanti
Bahan dan alat : file presentasi menggunakan Ms. Power Point, laptop, dan proyektor
LCD.

Secara garis besar kegiatan ini dilaksanakan dalam empat tahapan yaitu:
1. Persiapan, dalam rangka menyiapkan pelaksanaan kegiatan ini terlebih dahulu tim
lapangan beserta dokter internsip melakukan koordinasi dengan kader posbindu setempat
tentang akan diadakannya penyuluhan yang dimaksud sekaligus menjelaskan latar belakang
dan tujuan dilaksanakannya penyuluhan.

2. Perkenalan, tahap selanjutnya adalah dokter internsip yang akan membawakan


materi melakukan perkenalan singkat kepada peserta penyuluhan setelah kegiatan inti
posbindu selesai dilaksanakan.

3. Penyajian materi, materi penyuluhan tentang Osteoartritis dibawakan dengan


metode dialog interaktif dengan bantuan media berupa file presentasi menggunakan Ms.
Power Point.

4. Tanya - jawab, setelah materi penyuluhan selesai, dilanjutkan dengan sesi bertanya dan
menjawab. Para peserta penyuluhan diberikan kesempatan untuk bertanya mengenai
hal-hal yang belum dimengerti terkait materi penyuluhan yang dibawakan. Selain itu
peserta penyuluhan diberi beberapa pertanyaan seputar materi osteoartritis untuk
menguji pemahaman peserta terhadap materi yang dibawakan.

MONEV
Saat pemberian penyuluhan, peserta menyimak dengan tenang dan terlihat antusias
walaupun peserta terlihat sudah tidak asing lagi dengan penyakit osteoartritis ini karena
kebanyakan dari peserta pun menderita penyakit osteoartritis sejak cukup lama. Setelah
penyuluhan peserta antusias menanyakan berbagai macam hal seputar osteoartritis. Pada
umumnya para peserta ingin mendapat kejelasan yang benar seputar pencegahan dan
penatalaksanaan osteoarthritis mulai dari sisi farmakologis dan non farmakologis.

Monitoring dilakukan dengan melihat seberapa banyak para peserta memahami dan
mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan sederhana seputar materi yang telah
disampaikan. Pertanyaan yang dijawab dengan benar oleh peserta penyuluhan merupakan
bukti keberhasilan bahwa penyuluhan yang telah dilakukan mampu diterima dan dipahami
oleh peserta. Dengan adanya pemahaman tersebut diharapkan mampu untuk memberikan
informasi yang telah diberikan kepada anggota keluarga, tetangga, dan warga lainnya.
Monitoring dilakukan oleh petugas kesehatan bersama dengan masyarakat. Monitoring dan
evaluasi dilakukan secara partisipatif dan berkala oleh masyarakat.

Evaluasi terhadap kegiatan yang dilakukan adalah:


• Evaluasi struktur
Persiapan kegiatan penyuluhan dilakukan seminggu sebelumnya yaitu dengan melakukan
koordinasi dengan kader pustu setempat tentang akan diadakannya penyuluhan yang
dimaksud. Selain itu juga dilakukan persiapan bahan penyuluhan berupa file presentasi
menggunakan Ms. Power Point, laptop, dan proyektor LCD.

• Evaluasi proses
Kegiatan penyuluhan diikuti oleh sekitar 20 orang peserta yang merupaka warga Dusun
Katoa’ang. Metode penyuluhan adalah dialog interaktif dengan bantuan file presentasi
menggunakan Ms. Power Point sebagai media publikasi promotif. Penyajian materi
dilakukan secara singkat dan lugas dengan lebih menitikberatkan pada upaya pencegahan
osteoartritis dengan menerapkan pola hidup sehat.

• Evaluasi hasil
Penyuluhan berjalan dengan lancar sebagaimana yang diharapkan, para peserta terlihat
antusias dalam menerima materi dan aktif menanyakan perihal yang belum dimengerti.

Kesimpulan dari penyuluhan ini, semua peserta paham akan penyakit osteoartritis.
Diharapkan setelah penyuluhan ini, peserta mulai sadar diri untuk menjaga pola hidup agar
tehindar dari penyakit osteoartritis. Penyuluhan rutin ulangan perlu dilakukan agar
pemahaman yang ada dapat selalu diingat.

PENYULUHAN TENTANG TUBERKULOSIS DI DESA BATANGMATA SAPO


CAM.PIDI.MAS.LL
LB
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia. Organisasi
Kesehatan Dunia World Health Organization (WHO) memperkirakan sepertiga dari populasi
dunia telah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis masih merupakan salah
satu masalah kesehatan yang utama di dunia. Setiap tahun terdapat 9 juta kasus baru dan
kasus kematian hampir mencapai 2 juta manusia. Di semua negara telah terdapat penyakit
ini, tetapi yang terbanyak di Afrika sebesar 30%, Asia sebesar 55%, dan untuk China dan
India secara tersendiri sebesar 35% dari semua kasus tuberkulosis. Laporan WHO (global
reports 2010), menyatakan bahwa pada tahun 2009 angka kejadian TB di seluruh dunia
sebesar 9,4 juta (antara 8,9 juta hingga 9,9 juta jiwa) dan meningkat terus secara perlahan
pada setiap tahunnya dan menurun lambat seiring didapati peningkatan per kapita.

Prevalensi kasus TB di seluruh dunia sebesar 14 juta (berkisar 12 juta sampai 16 juta).
Jumlah penderita TB di Indonesia mengalami penurunan, dari peringkat ke tiga menjadi
peringkat ke lima di dunia, namun hal ini dikarenakan jumlah penderita TB di Afrika Selatan
dan Nigeria melebihi dari jumlah penderita TB di Indonesia. Estimasi prevalensi TB di
Indonesia pada semua kasus adalah sebesar 660.000 dan estimasi insidensi berjumlah
430.000 kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61.000 kematian per
tahun. Selain itu, kasus resistensi merupakan tantangan baru dalam program
penanggulangan TB. Pencegahan meningkatnya kasus TB yang resistensi obat menjadi
prioritas penting.

PERMAS
Berdasarkan analisa kami, masih banyak masyarakat yang belum mengetahui dan
memahami mengenai penyakit Tuberkulosis. Banyak masyarakat yang berpikir bahwa
penyakit Tuberkulosis merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan, sehingga mereka
yang terkena penyakit tersebut cenderung malas berobat. Selain itu ada beberapa
masyarakat jika mengetahui seseorang terkena penyakit tersebut, mereka akhirnya
cenderung menjauhi mereka yang terkena penyakit Tuberkulosis.

Oleh karena itu, kami berinisiatif untuk melakukan penyuluhan mengenai penyakit
Tuberkulosis, agar masyarakat dapat lebih memahami tentang penyakit Tuberkulosis,
sehingga mereka dapat mengetahui apa penyakit TB itu sebenarnya, bagaimana cara
mengetahui orang terkena TB dilihat dari gejala dan pemeriksaan lanjutan, serta bagaimana
mencegah agar tidak terjangkit oleh penyakit tersebut.

PER
Metode penyuluhan yang kami pakai yaitu memberikan informasi dan pengerahan kepada
masyarakat luas tentang pentingnya etika batuk untuk mencegah TB.

PELAK
Kegiatan : Penyuluhan tentang Tuberkulosis
Hari/tanggal : Kamis 24 Oktober 2019
Waktu : pukul 10.00-12.00 WITA
Tempat : Desa Batangmata Sapo
Jumlah peserta : 20 orang
Pemberi materi : dr. Anggun Dwijayanti
Bahan dan alat : file presentasi menggunakan Ms. Power Point, laptop, dan proyektor
LCD.

Secara garis besar kegiatan ini dilaksanakan dalam empat tahapan yaitu:
1. Persiapan, dalam rangka menyiapkan pelaksanaan kegiatan ini terlebih dahulu tim
lapangan beserta dokter internsip melakukan koordinasi dengan kader posbindu setempat
tentang akan diadakannya penyuluhan yang dimaksud sekaligus menjelaskan latar belakang
dan tujuan dilaksanakannya penyuluhan.
2. Perkenalan, tahap selanjutnya adalah dokter internsip yang akan membawakan
materi melakukan perkenalan singkat kepada peserta penyuluhan setelah kegiatan inti
posbindu selesai dilaksanakan.

3. Penyajian materi, materi penyuluhan tentang Tuberkulosis dibawakan dengan


metode dialog interaktif dengan bantuan media berupa file presentasi menggunakan Ms.
Power Point.

5. Tanya - jawab, setelah materi penyuluhan selesai, dilanjutkan dengan sesi bertanya dan
menjawab. Para peserta penyuluhan diberikan kesempatan untuk bertanya mengenai
hal-hal yang belum dimengerti terkait materi penyuluhan yang dibawakan. Selain itu
peserta penyuluhan diberi beberapa pertanyaan seputar materi untuk menguji
pemahaman peserta terhadap materi yang dibawakan.

MONEV
Evaluasi terhadap kegiatan yang dilakukan adalah:
• Evaluasi struktur
Persiapan kegiatan penyuluhan dilakukan seminggu sebelumnya yaitu dengan melakukan
koordinasi dengan kader pustu setempat tentang akan diadakannya penyuluhan yang
dimaksud. Selain itu juga dilakukan persiapan bahan penyuluhan berupa file presentasi
menggunakan Ms. Power Point, laptop, dan proyektor LCD.

• Evaluasi proses
Kegiatan penyuluhan diikuti oleh sekitar 20 orang peserta yang terdiri dari pasien
puskesmas pembantu para kader puskesmas. Metode penyuluhan adalah dialog interaktif
dengan bantuan file presentasi menggunakan Ms. Power Point sebagai media publikasi
promotif. Penyajian materi dilakukan secara singkat dan lugas dengan lebih menitikberatkan
pada upaya pencegahan tuberkulosis dan etika batuk.

• Evaluasi hasil
Penyuluhan berjalan dengan lancar sebagaimana yang diharapkan, para peserta terlihat
antusias dalam menerima materi dan aktif menanyakan perihal yang belum dimengerti.

Kesimpulan dari penyuluhan ini, semua peserta paham akan penyakit Tuberkulosis.
Diharapkan setelah penyuluhan ini, peserta mulai sadar diri untuk menjaga pola hidup agar
tehindar dari penyakit Tuberkulosis. Penyuluhan rutin ulangan perlu dilakukan agar
pemahaman yang ada dapat selalu diingat.

PENYULUHAN TENTANG HIV AIDS DI DESA MAHARAYYA


PIDI.MAS.LL
LB
Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang mengancam Indonesia dan banyak negara di
seluruh dunia. HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh manusia yang dapat menimbulkan penyakit AIDS. AIDS (Acquired Immuno
Deficiency Syndrome) adalah kumpulan beberapa gejala akibat menurunnya sistem
kekebalan tubuh manusia yang disebabkan oleh virus HIV.
HIV/AIDS dapat ditularkan melalui berbagai cara antara lain lewat cairan darah seperti tato,
tindik. jarum suntik, transfusi darah; lewat cairan alat kelamin seperti cairan sperma dan
cairan vagina; lewat ibu dengan HIV positif kepada bayi yang yang dikandungnya baik
selama kehamilan, proses persalinan, maupun selama menyusui melalui ASI. Salah satu cara
untuk mengetahui seseorang telah terkena HIV adalah dengan melakukan rapid test.
HIV/AIDS telah menjadi pandemi yang mengkhawatirkan masyarakat dunia, karena sampai
saat ini HIV/AIDS belum ditemukan obat yang menjadi terapi definitif maupun vaksin
sebagai pencegahan. Begitu juga penyakit ini memiliki “window period” dan fase
asimtomatik yang relatif lama dalam perjalanan penyakitnya. Hal ini disebut juga dengan
fenomena gunung es (iceberg phenomenon).

HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome)
telah menjadi masalah darurat global. Di seluruh dunia, 35 juta orang hidup dengan HIV dan
19 juta orang tidak mengetahui status HIV positif mereka (UNAIDS, 2014). Di kawasan Asia,
sebagian besar angka prevalensi HIV pada masyarakat umum masih rendah yaitu <1%,
kecuali di Thailand dan India Utara (Kemenkes, 2011).

Jumlah Kasus HIV/AIDS di Indonesia Epidemi HIV/AIDS juga menjadi masalah di Indonesia
yang merupakan negara urutan ke-5 paling berisiko HIV/AIDS di Asia (Kemenkes, 2013).
Laporan kasus baru HIV meningkat setiap tahunnya sejak pertama kali dilaporkan (tahun
1987). Kasus pertama HIV di Indonesia dilaporkan terjadi pada 1987, dan epidemi di
Indonesia sekarang merupakan salah satu yang paling cepat berkembang di Asia. Angka
kejadian HIV/AIDS di Indonesia menunjukkan peningkatan. Berdasarkan data statistik kasus
HIV/AIDS di Indonesia, secara kumulatif kasus HIV dan AIDS di Indonesia yang dilaporkan
mulai dari Januari 1987 s.d. Desember 2018 terdiri dari 327.282 penderita HIV dan 114.065
penderita AIDS dengan angka kasus baru yang terus meningkat tiap tahunnya. Sulawesi
Selatan termasuk dalam Sepuluh Provinsi yang Melaporkan Jumlah HIV Terbanyak Oktober
– Desember 2018 .

Usaha untuk mencegah dan mengurangi angka kejadian HIV/AIDS pada masyarakat harus
dimulai sejak dini dengan memberikan segala informasi mengenai bahaya HIV/AIDS dan cara
pencegahannya. Oleh karena itu, puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan dasar
perlu melakukan pencegahan primer yaitu dengan melakukan kegiatan penyuluhan ke
masyarakat termasuk kaum ibu di Posyandu Flamboyan Desa Maharayya. Dengan itu
diharapkan masyarakat dapat mengetahui cara mencegahnya sehingga diharapkan jumlah
kasus Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) yang dilaporkan dapat berkurang di masa
mendatang.

PERMAS
Saat ini banyak ditemukan seorang istri, yang hanya diam di rumah dan pada saat gadis
tidak pernah melakukan perilaku seksual berisiko, ternyata terkena HIV. Dari kasus ini
mereka tertular dari suaminya yang sering melakukan hubungan seksual dengan bergonta-
ganti pasangan, sehingga menyebabkan mereka lebih rentan tertular penyakit ini,
sedangkan kaum laki-laki lebih bisa menentukan nasib diri untuk tertular atau tidak, serta
mencari cara supaya tidak menularkan penyakit ini. Bila ditinjau dari segi biologis, bentuk
organ reproduksi perempuan memungkinkan lebih banyak menampung cairan sperma yang
mungkin mengandung virus HIV. Apalagi kondom khusus perempuan belum dijual bebas,
dan harganya juga jauh lebih mahal dari pada kondom untuk pria, serta masih kurang
diminati pemakaiannya dengan berbagai macam alasan lainya.

Kaum perempuan sering kali baru memeriksakan diri setelah sangat terlambat, ketika sudah
dalam kondisi sakit dan sudah pada fase AIDS. Demikian juga terkait akses informasi, ketika
ada sosialisasi HIV/AIDS kerap kali yang diprioritaskan mendapatkan informasinya hanya
kaum pria. Menyikapi hal ini perempuan diharapkan lebih waspada, sadar, serta berhak
mendaptkan informasi kesehatan secara seimbang. Perempuan juga harus sensitif membaca
keadaan lingkungan termasuk perilaku suami mereka di luar.

Oleh karena itu diadakan penyuluhan mengenai HIV/AIDS di Posyandu Flamboyan Desa
Maharayya sehingga dengan mengetahui gejala dan faktor risiko terjadinya HIV/AIDS
diharapkan masyarakat khususnya kaum perempuan Kecamatan Bontomatene khususnya di
Desa Maharayya dapat melakukan pencegahan serta meningkatkan kewaspadaan diri
terhadap HIV/AIDS.

PERENC
1) Kegiatan
Strategi atau pendekatan yang ditempuh yaitu pemberdayaan (empowerment).
Pemberdayaan ini dilakukan dengan memberikan kemampuan kepada individu (sasaran)
melalui penyuluhan yang dirangkaikan dengan kegiatan Puskesmas Keliling. Pesan-pesan
pokok materi penyuluhan antara lain: definisi, gejala, faktor risiko, penularan,
penatalaksanaan, pencegahan, konseling dan edukasi dari HIV/AIDS.

2) Menentukan Sasaran
Sasaran yang dipilih pada kegiatan penyuluhan ini adalah sasaran primer, orang yang sangat
berisiko terhadap HIV/AIDS, yang merupakan warga Desa Maharayya.

3) Menetapkan Tujuan
Tujuan utama dari penyuluhan ini adalah memberikan pengetahuan mengenai penyakit
HIV/AIDS.
Tujuan Khusus: Secara khusus, penyuluhan ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Memberikan pengetahuan tentang definisi HIV AIDS.
2. Memberikan pengetahuan tentang gejala HIV/AIDS.
3. Memberikan pengetahuan tentang faktor risiko HIV/AIDS.
4. Memberikan pengetahuan tentang penularan HIV/AIDS.
5. Memberikan pengetahuan tentang klasifikasi HIV/AIDS.
6. Memberikan pengetahuan tentang penatalaksanaan HIV/AIDS.
7. Memberikan pengetahuan tentang pencegahan HIV/AIDS.
8. Memberikan konseling dan edukasi terhadap pasien HIV/AIDS.

4) Menetapkan Metode dan Saluran Komunikasi KIE


Metode komunikasi yang digunakan berupa penyuluhan. Media atau saluran komunikasi
yang digunakan adalah adalah poster.

5) Penanggung Jawab
Penanggung jawab dari kegiatan ini terdiri dari:
1. Dokter pendamping internsip: dr.Ika Hartati
2. Dokter internsip : dr. Anggun Dwijayanti

PELAK
Kegiatan : Penyuluhan tentang HIV/AIDS
Hari/tanggal : Jumat, 25 Oktober 2019
Waktu : pukul 10.00-12.00 WITA
Tempat : Posyandu Flamboyan, Desa Maharayya
Jumlah peserta : 20 orang
Pemberi materi : dr. Anggun Dwijayanti
Bahan dan alat : poster

Secara garis besar kegiatan ini dilaksanakan dalam empat tahapan yaitu:
1. Persiapan, dalam rangka menyiapkan pelaksanaan kegiatan ini terlebih dahulu tim
lapangan beserta dokter internsip melakukan koordinasi dengan kader setempat tentang
akan diadakannya penyuluhan yang dimaksud sekaligus menjelaskan latar belakang dan
tujuan dilaksanakannya penyuluhan.

2. Perkenalan, tahap selanjutnya adalah dokter internsip yang akan membawakan


materi melakukan perkenalan singkat kepada peserta penyuluhan setelah kegiatan inti
Puskesmas Keliling selesai dilaksanakan.

3. Penyajian materi, materi penyuluhan tentang HIV/AIDS dibawakan dengan metode


dialog interaktif dengan bantuan media berupa poster.

4. Tanya - jawab, setelah materi penyuluhan selesai, dilanjutkan dengan sesi bertanya
dan menjawab. Para peserta penyuluhan diberikan kesempatan untuk bertanya mengenai
hal-hal yang belum dimengerti terkait materi penyuluhan yang dibawakan. Selain itu peserta
penyuluhan diberi beberapa pertanyaan seputar materi HIV/AIDS untuk menguji
pemahaman peserta terhadap materi yang dibawakan.

MONEV
Saat pemberian penyuluhan, peserta menyimak dengan tenang dan terlihat antusias
walaupun peserta terlihat sudah tidak asing lagi dengan penyakit HIV/AIDS. Setelah
penyuluhan peserta antusias menanyakan berbagai macam hal seputar HIV/AIDS. Pada
umumnya para peserta ingin mendapat kejelasan yang benar seputar pencegahan dan
penatalaksanaan HIV AIDS mulai dari sisi farmakologis dan non farmakologis.

Monitoring dilakukan dengan melihat seberapa banyak para peserta memahami dan
mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan sederhana seputar materi yang telah
disampaikan. Pertanyaan yang dijawab dengan benar oleh peserta penyuluhan merupakan
bukti keberhasilan bahwa penyuluhan yang telah dilakukan mampu diterima dan dipahami
oleh peserta. Dengan adanya pemahaman tersebut diharapkan mampu untuk memberikan
informasi yang telah diberikan kepada anggota keluarga, tetangga, dan warga lainnya.
Monitoring dilakukan oleh petugas kesehatan bersama dengan masyarakat. Monitoring dan
evaluasi dilakukan secara partisipatif dan berkala oleh masyarakat.
Evaluasi terhadap kegiatan yang dilakukan adalah:
• Evaluasi struktur
Persiapan kegiatan penyuluhan dilakukan seminggu sebelumnya yaitu dengan melakukan
koordinasi dengan kader posyandu setempat tentang akan diadakannya penyuluhan yang
dimaksud. Selain itu juga dilakukan persiapan bahan penyuluhan berupa poster.

• Evaluasi proses
Kegiatan penyuluhan diikuti oleh sekitar 20 orang peserta yang merupakan warga Desa
Maharayya. Metode penyuluhan adalah dialog interaktif dengan bantuan poster sebagai
media publikasi promotif. Penyajian materi dilakukan secara singkat dan lugas dengan lebih
menitikberatkan pada upaya pencegahan HIV/AIDS dengan menerapkan pola hidup sehat.

• Evaluasi hasil
Penyuluhan berjalan dengan lancar sebagaimana yang diharapkan, para peserta terlihat
antusias dalam menerima materi dan aktif menanyakan perihal yang belum dimengerti.

Kesimpulan dari penyuluhan ini, semua peserta paham akan penyakit HIV/AIDS. Diharapkan
setelah penyuluhan ini, peserta mulai sadar diri untuk menjaga pola hidup agar tehindar
dari penyakit HIV/AIDS. Penyuluhan rutin ulangan perlu dilakukan agar pemahaman yang
ada dapat selalu diingat.
F6 UPAYA PENGOBATAN DASAR

JUDUL
PELAYANAN KESEHATAN DI POLI LANSIA PUSKESMAS BONTOMATENE

LB
Keberhasilan pembangunan kesehatan di Indonesia berdampak terhadap terjadinya
penurunan angka kelahiran, angka kesakitan, dan angka kematian serta peningkatan Umur
Harapan Hidup (UHH) saat lahir. Meningkatnya UHH saat lahir dari 68,6 tahun pada tahun
2004, menjadi 69,8 tahun pada tahun 2010 (Badan Pusat Statistik 2005), dan menjadi 70,8
tahun pada tahun 2015 (Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035, Badan Pusat Statistik
2013) dan selanjutnya diproyeksikan terus bertambah, mengakibatkan peningkatan jumlah
penduduk lanjut usia secara signifikan di masa yang akan datang.

Hasil sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa Indonesia termasuk lima besar
negara dengan jumlah penduduk lanjut usia terbanyak di dunia, yang mencapai 18,1 juta
jiwa atau 7,6 persen dari total penduduk. Badan Pusat Statistik (2013) memproyeksikan,
jumlah penduduk lanjut usia (60+) diperkirakan akan meningkat menjadi 27,1 juta jiwa pada
tahun 2020, menjadi 33,7 juta jiwa pada tahun 2025 dan 48,2 juta jiwa tahun 2035.

Perhatian pemerintah terhadap keberadaan lanjut usia ini cukup besar, yang diawali pada
tahun 1996 dengan ditetapkannya tanggal 29 Mei yang diperingati setiap tahun sebagai Hari
Lanjut Usia. Upaya pemeliharaan kesehatan bagi lanjut usia ditujukan untuk menjaga agar
para lanjut usia tetap sehat, mandiri, aktif dan produktif secara sosial dan ekonomi sehingga
untuk mewujudkan hal tersebut pemerintah berkewajiban untuk menjamin ketersediaan
fasilitas pelayanan kesehatan dan memfasilitasi pengembangan kelompok lanjut usia.

Lanjut usia sehat berkualitas, mengacu pada konsep Active Ageing WHO yaitu proses
penuaan yang tetap sehat secara fisik, sosial dan jiwa sehingga dapat tetap sejahtera
sepanjang hidup dan berpartisipasi dalam rangka meningkatkan kualitas hidup sebagai
anggota masyarakat. Sementara pemerintah juga harus memfasilitasi dengan menyediakan
fasilitas dan perlindungan yang memadai, keamanan, serta perawatan ketika dibutuhkan.

PERMASALAHAN
Makin bertambah usia, makin besar kemungkinan seseorang mengalami permasalahan fisik,
jiwa, spiritual, ekonomi dan sosial. Salah satu permasalahan yang sangat mendasar pada
lanjut usia adalah masalah kesehatan akibat proses degeneratif, hal ini ditunjukkan oleh
data pola penyakit pada lanjut usia. Berdasarkan riset kesehatan dasar (riskesdas) tahun
2013, penyakit terbanyak pada lanjut usia terutama adalah penyakit tidak menular antara
lain hipertensi, osteo artritis, masalah gigi-mulut, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
dan Diabetes Mellitus (DM).

Masalah utama bagi para lanjut usia adalah pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan,
oleh karena itu perlu dikembangkan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan upaya
peningkatan, pencegahan, dan pemeliharaan kesehatan di samping upaya penyembuhan
dan pemulihan.

Oleh karena itu diadakan kegiatan pelayanan kesehatan di Poli Lansia untuk meningkatkan
derajat kesehatan lansia sehingga tercapai lanjut usia yang sehat, mandiri, aktif, produktif
dan berdayaguna bagi keluarga dan masyarakat khususnya di wilayah kerja Puskesmas
Bontomatene.

PPI
1) Kegiatan
Strategi atau pendekatan yang ditempuh yaitu pemberdayaan (empowerment) dalam hal ini
pemberdayaan individu. Pemberdayaan dilakukan dengan pemberian informasi kepada
individu (pasien lansia) secara terus-menerus dan berkesinambungan mengikuti
perkembangan pasien, serta proses membantu pasien, agar pasien tersebut berubah dari
tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek
attitude) dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek
practice). Inti dari kegiatan adalah penegakan diagnosis dan penatalaksanaan komprehensif.

2) Menentukan Sasaran
Sasaran langsung adalah sasaran primer, yang merupakan pasien geriatric yaitu usia ≥ 60
tahun dengan masalah kesehatan. Sedangkan sasaran tidak langsung adalah keluarga.

3) Menetapkan Tujuan
Tujuan utama dari kegiatan ini adalah memberikan pelayanan kesehatan primer kepada
pasien lansia yang datang ke unit rawat jalan Puskesmas Bontomatene.
Tujuan Khusus: Secara khusus, kegiatan ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Melakukan anamnesis pada pasien di Poli Lansia.
2. Melakukan pemeriksaaan fisis pada pasien di Poli Lansia.
3. Menentukan pemeriksaan penunjang sederhana bagi pasien di Poli Lansia bila
diperlukan.
4. Menegakkan diagnosis pada pasien di Poli Lansia.
5. Melakukan penatalaksanaan pada pasien di Poli Lansia.
6. Merujuk pasien ke fasilitas pelayanan kesehatan sekunder bila diperlukan.
7. Meningkatnya peran serta dan pemberdayaan keluarga dalam upaya peningkatan
kesehatan lanjut usia.

4) Menetapkan Metode dan Saluran Komunikasi KIE


Metode komunikasi yang digunakan berupa wawancara (anamnesis) dan konseling secara
tatap muka langsung tanpa menggunakan media komunikasi.

5) Penanggung Jawab
Penanggung jawab dari kegiatan ini terdiri dari:
1. Dokter pendamping internsip: dr.Ika Hartati
2. Dokter internsip : dr. Anggun Dwijayanti

PELAKSANAAN
Kegiatan : Kegiatan pelayanan kesehatan primer
Hari/tanggal : Senin, 14 Oktober 2019 hingga Sabtu, 08 Februari 2020
Waktu : pukul 08.00-12.00 WITA
Tempat : Poli Lansia Puskesmas Bontomatene
Peserta : Pasien geriatri yang datang ke Unit Rawat Jalan Puskesmas Bontomatene
Pemberi materi : dr. Anggun Dwijayanti
Bahan dan alat : Stetoskop, Penlight, dan Palu refleks.

Secara garis besar kegiatan ini dilaksanakan dalam empat tahapan yaitu:
1. Anamnesis
Tahap ini dilakukan untuk mencari keluhan utama maupun keluhan penyerta yang
disampaikan oleh pasien atau keluarga pasien. Penyakit lainnya yang merupakan faktor
risiko, riwayat keluarga, riwayat sosial, dan riwayat alergi menjadi informasi lainnya yang
harus digali pada tahap ini.

2. Pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang sederhana


Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang spesifik,
mengarah kepada diagnosis penyakit (pathognomonis). Pemeriksaan fisik menyeluruh
dilakukan secara berurutan mulai dari kepala, leher, thorax, abdomen, extremitas, serta
pemeriksaan lokalis bila diperlukan. Pemeriksaan penunjang sederhana yaitu pemeriksaan
laboratorium hanya dilakukan bila diperlukan untuk menegakkan diagnosis.

3. Penegakan diagnosis
Tahap ini ditegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang (bila dilakukan). Selanjutnya dijelaskan kepada pasien mengenai diagnosis dan
rencana tatalaksana penyakitnya.

4. Penatalaksanaan komprehensif
Tahap ini dilakukan penatalaksanaan berorientasi pada pasien (patient centered) yang
terbagi atas dua bagian yaitu penatalaksanaan non farmakologi dan farmakologi. Selain itu,
dilakukan juga edukasi dan konseling terhadap pasien dan keluarga (family focus), aspek
komunitas lainnya (community oriented) serta merujuk ke Rumah Sakit sebagai fasilitas
pelayanan kesehatan sekunder bila diperlukan.

ME
Monitoring dilakukan dengan melihat sikap kooperatif pasien terhadap dokter saat
dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis serta penunjang, seberapa jauh pemahaman
pasien mengenai penyakitnya serta rencana tatalaksana. Dengan sikap kooperatif tersebut
diharapkan mudahnya ditegakkan diagnosis terhadap penyakit pasien. Pasien yang
memahami penyakit serta rencana terapi diharapkan mampu mengikuti edukasi yang telah
diberikan oleh dokter dan mengonsumsi obat sesuai petunjuk dokter agar masalah
kesehatan pasien dapat terselesaikan.

Evaluasi terhadap kegiatan yang dilakukan adalah:


• Evaluasi struktur
Persiapan kegiatan dilakukan dengan melakukan koordinasi dengan pegawai Puskesmas
Bontomatene bagian kartu. Sebelum masuk ke Poli Lansia pasien akan diregistrasi di bagian
kartu lalu diperiksa status gizi dan tanda-tanda vital. Setelah mendapat pelayanan
kesehatan di Poli Lansia pasien diarahkan ke Apotek untuk menyetor resep dan mengambil
obatnya.

• Evaluasi proses
Kegiatan dilakukan setiap hari kerja selama empat bulan. Kegiatan ini dilakukan pada semua
pasien lansia yang datang ke Unit Rawat Jalan Puskesmas Bontomatene untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan primer. Selama kegiatan berlangsung pasien kooperatif dengan dokter
sehingga diagnosis dapat ditegakkan dan tatalaksana komprehensif dapat diberikan kepada
pasien.

• Evaluasi hasil
Kegiatan berjalan dengan lancar sebagaimana yang diharapkan, pasien memahami diagnosa
penyakit serta dilaksanakan tatalaksana komprehensif untuk menangani penyakit yang
dideritanya. Untuk penyakit akut pasien mengalami perbaikan setelah mendapat
penanganan. Untuk penyakit kronik pasien datang kontrol sesuai petunjuk dokter.
Kelompok penyakit terbanyak yang terdiagnosa adalah hipertensi, diabetes mellitus,
osteoarthritis, dan PPOK.

Kesimpulan dari kegiatan ini, semua pasien paham akan penyakitnya, mampu
mempraktikkan edukasi dari dokter, serta mengonsumsi obat sesuai anjuran dokter.
Diharapkan kegiatan ini dapat meningkatkan derajat kesehatan lansia khususnya di wilayah
kerja Puskesmas Bontomatene.

UPAYA PENGOBATAN DASAR “PENANGANAN HOLISTIK PASIEN DENGAN DIABETES


MELLITUS
DOKPEM.PIDI
LB
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2003, diabetes mellitus merupakan suatu
kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada
diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, dan disfungsi beberapa organ
tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah.Diabetes mellitus adalah
suatu penyakit metabolik yang ditandai adanya hiperglikemia yang disebabkan karena
defeksekresi insulin, gangguan kerja insulin atau keduanya.
Di Indonesia, prevalensi DM mencapai 15,9-32,73%, dimana diperkirakan sekitar 5 juta lebih
penduduk Indonesia menderita DM. Di masa mendatang, diantara penyakit degeneratif
diabetes adalah salah satu diantara penyakit tidak menular yang akan meningkat jumlahnya
di masa mendatang. WHO membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlahpengidap
diabetes di atasumur 20 tahunberjumlah 150 juta orang dan dalam kurun waktu 25 tahun
kemudian, pada tahun 2025 jumlah tersebut akan membengkak menjadi 300 juta orang.
Dalam jangka waktu 30 tahun, diperkirakan jumlah penduduk Indonesia akan naik sebesar
40% dengan peningkatan jumlah pasien DM yang jauh lebih besar yaitu 86-138% yang
disebabkan oleh karena :
a) Factor demografi
b) Gaya hidup yang kebarat-baratan
c) Berkurangnya penyakit infeksi dan kurang gizi
d) Meningkatnya pelayanan kesehatan hingga umur pasien diabetes semakin panjang
Penanganan yang terbaik dari penyakit DM adalah pencegahan.Pencegahan terdiri dari
pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Pencegahan primer yaitu mencegah terjadinya
penyakit DM dengan gaya hidup yang sehat dan aktifitas fisik secara rutin. Pencegahan
sekunder adalah suatu upaya skrining kesehatan sehingga dapat dilakukan penegakan
diagnosis sejak dini dan pemberian terapi yang tepat dan adekuat. Mengingat penyakit DM
adalah penyakit yang dapat menyebabkan komplikasi dan kemungkinan kecacatan yang
besar, maka juga perlu dilakukan pencegahan tersierya itu berupa pencegahan terjadinya
kecacatan dan upaya rehabilitasi guna mengembalikan kondisifisik/ medis, mental, dan
sosial.

PERMAS
Pada tanggal 15 Oktober 2019, Ny. A (66 tahun), datang berobat ke Puskesmas
Bontomatene dengan keluhan sering kencing pada malam hari dan badan terasa cepat letih.
Ny. A juga mengeluhkan kesemutan pada jari-jari kaki dan tangan. Keluhan ini dirasakan
sejak 3 bulan terakhir. Tiga bulan yang lalu pasien pernah memeriksakan diri kedokter
praktek umum dengan keluhan serupadisertai dengan rasa haus terus menerus dan nafsu
makan yang meningkat namun berat badan menurun. Sejak saat itu pasien mengonsumsi
obat DM yang yang diberikan oleh dokter (Glibenklamid) namun diminum tidak secara
teratur. Pasien menyangkal adanya riwayat keluarga DM pada orang tua pasien.
Pada saat dilakukan pemeriksaan tekanan darah didapatkan hasil 120/ 90, gula darah
sewaktu 325 mg/dl. Dengan adanya trias hiperglikemia (poliuria, polidipsia, dan polifagia)
dan pada pemeriksaan guladarah sewaktu>200mg/dl, maka Ny. A didiagnosis dengan
diabetes mellitus.
Pengetahuan pasien mengenai penyakit yang dideritanya masih rendah. Oleh karena itu,
selain pemberian terapi obat-obatan perlu dilakukan tatalaksana non medika mentosa
berupa edukasi mengenai penyakit, dan yang paling utama adalah membiasakan gaya hidup
sehat.

PERENC
Penyakit diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang apabila tidak terkontrol akan
menyebabkan munculnya komplikasi yang memperburuk prognosis.
Intervensi medikamentosa dan non medika mentosa diperlukan bagi pasien diabetes
mellitus dalam kasus ini pada Ny. A Intervensi tersebut merupakan tatalaksana kuratif
sekaligus preventif untuk mencegah timbulnya komplikasi akibat diabetes mellitus yang
tidak terkontrol. Selain itu pasien juga perlu dikonsultasikan dengan bagian gizi Puskesmas
Salobulo untuk edukasi mengenai menu diet pada penderita DM.
Hal-hal yang perlu diketahui pasien mengenai penyakit DM adalah antara lain :
1. Apa penyebab dan factor risiko penyakit DM
2. Penyakit DM tidak dapat disembuhkan namun dapat dikontrol dengan gaya hidup
sehat dan minum obat teratur
3. Pengaturan makanan (Diet)
4. Olahraga yang baik bagi penderita DM
5. Komplikasi pada penyakit DM
6. Perawatan diri dan higien tubuh.

PELAK
Setelah terdiagnosis dengan diabetes mellitus, Ny. A memerlukan tatalaksana medika
mentosa dan nonmedikamentosa untuk mengontrol penyakitnyatersebut.
Tatalaksana medikamentosa yang kita berikanadalah:
1. Metformin 500 mg 3x1 pc
2. Glibenclamid 5 mg 1x1 (1-0-0) ac
3. Vit B.Com 1x1
Tatalaksana non medikamentosa juga sangat diperlukan, di antaranya:
1. Pasien diminta untuk secara rutin mengontrolkan gula darah maupun tekanan
darahnya. Untuk jadwal control pertama dilakukan setelah obat dari kunjungan pertama
habis. Jadwal control selanjutnya menyesuaikan hasil pemeriksaan saat control pertama.
2. Pasien diminta untuk menjaga pola hidup maupun pola makan. Olahraga ringan
minimal 2 kali dalam satu minggu. Makan sedikit-sedikit tapi sering lebih baik dari pada
makan banyak dalam sekali tempo. Konsumsi makanan berkalori dan kolesterol tinggi
sebaiknya dihindari.

MONEV
Untuk monitoring dan evaluasi, pasien diminta kembali mengontrolkan tekanan darah dan
guladarahnya secararutin ke fasilitas kesehatan. Hal ini diperlukan supaya tidak terjadi
overdose ataupun lowerdose, sehingga tujuan pengobatan tercapai, yaitu untuk mencegah
terjadinya komplikasi-komplikasi dari diabetes mellitus.

LAPORAN KASUS FARINGITIS DI POLIKLINIK PUSKESMAS BONTOMATENE


DOKPEM.PIDI
LB
Setiap tahunnya ± 40 juta orang mengunjungi pusat pelayanan kesehatan karena faringitis.
Banyak anak-anak dan orang dewasa mengalami 3-5 kali infeksi virus pada saluran
pernafasan atas termasuk faringitis. Secara global di dunia ini viral faringitis merupakan
penyebab utama seseorang absen bekerja atau sekolah. National Ambulatory Medical Care
Survey menunjukkan ±200 kunjungan ke dokter tiap 1000 populasi antara tahun 1980-1996
adalah karena viral faringitis.

Faringitis merupakan suatu kondisi dimana terjadi peradangan pada dinding faring yang
bisa disebabkan oleh bakteri maupun virus. Kebanyakan disebabkan oleh virus, termasuk
penyebab common cold, adenovirus, mononucleosis atau HIV. Bakteri yang bisa
menyebabkan faringitis adalah Streptokokus grup A, korinebakterium, arkanobakterium,
Neisseria gonorrhoeae atau Clamidia pneumonia. Faringitis dapat menular melalui droplet
infection dari orang yang menderita faringitis. Faktor risiko penyebab faringitis yaitu udara
yang dingin, turunnya daya tahan tubuh, konsumsi makanan yang kurang gizi, konsumsi
alkohol yang berlebihan.

PERMAS
1. Identitas Pasien
Nama : An. C
Umur : 13 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Bonto-bonto
Agama : Islam
Tanggal Periksa : 15 Desember 2019

2. Anamnesis
Anmanesis dilakukan secara autoanamnesis
Keluhan Utama : Demam (disampaikan oleh penderita)
Anamnesis Terpimpin :
Demam dirasakan sejak 2 hari yang lalu, demam bersifat hilang timbul, demam tidak disertai
perasaan menggigil dan berkeringat. Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak, serta nyeri
menelan, sejak 2 hari yang lalu. Pasien tidak mengeluhkan pilek, sesak maupun nyeri dada.
Pola BAK lancar BAB biasa.
Riwayat minum es 3 hari yang lalu dan makan snack ringan. Riwayat Penyakit Dahulu tidak
ada. Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga disangkal. Riwayat Imunisasi tidak jelas.

3. Pemeriksaan Fisis
• Keadaan Umum: Sakit Ringan / Gizi Cukup / Composmentis
• Tanda Vital:
Tekanan Darah : Tidak dilakukan
Nadi : 98 x/menit
Pernapasan : 24 x/menit
Suhu : 37,9oC (Axilla)
• Status Gizi
Berat Badan : 39 kg
Tinggi Badan : 150 cm
• Kepala
Ekspresi : biasa
Simetris muka : simetris kiri = kanan
Deformitas : (-)
Rambut : hitam lurus, alopesia (-)
• Mata
Eksoptalmus/Enoptalmus : (-)
Gerakan : ke segala arah
Kelopak Mata : edema (-)
Konjungtiva : anemis (-), injeksio konjungtiva (-)
Sklera : ikterus (-)
Kornea : jernih
Pupil : bulat isokor
• Telinga
Pendengaran : dalam batas normal
Tophi : (-)
Nyeri tekan di prosesus mastoideus : (-)
• Hidung
Perdarahan : (-)
Sekret : (-)
• Mulut
Bibir : pucat (-), kering (-)
Lidah : kotor (-), tremor (-), hiperemis (-)
Tonsil : T1 – T1, hiperemis (-)
Faring : hiperemis (+)
Gigi geligi : dalam batas normal
Gusi : dalam batas normal
• Leher
Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran
Kelenjar gondok : tidak ada pembesaran
DVS : R-2 cmH2O
Pembuluh darah : tidak ada kelainan
Kaku kuduk : (-)
Tumor : (-)
• Thorax
Inspeksi
Bentuk : simetris kiri = kanan
Pembuluh darah : tidak ada kelainan
Sela iga : dalam batas normal
Lain – lain : (-)
• Paru
Palpasi
Fremitus raba : kiri=kanan
Nyeri tekan : (-), masa tumor (-)
Perkusi
Paru kiri : sonor
Paru kanan : sonor
Batas paru-hepar : ICS VI dekstra anterior,
Batas paru belakang kanan : CV Th. IX dekstra
Batas paru belakang kiri : CV Th. XI sinistra

Auskultasi :
Bunyi pernapasan : Vesikuler
Bunyi tambahan : Rh -/-, Wh -/-
• Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi: pekak
Batas atas jantung ICS ll
Batas kanan jantung ICS IV linea parasternalis dextra
Batas kiri jantung ICS V linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I/II murni regular, bising (-)
• Abdomen
Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
Palpasi : Nyeri tekan (-), Hepar tidak teraba, Lien tidak teraba
Perkusi: Timpani (+), ascites (-), shifting dullness.
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
• Genitourinaria
Tidak dilakukan pemeriksaan
• Anus dan Rektum
Tidak dilakukan pemeriksaan
• Ekstremitas
Edema -/-, peteki (-)

4. Pemeriksaan Penunjang
• -

PERENC
1. Diagnosis
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang telah dilakukan, maka pasien didiagnosis
sebagai Faringitis.

2. Penatalaksanaan
• Bed Rest
• Paracetamol 500mg/8jam/oral
• Ambroxol 30mg/8jam/oral
• Amoksisilin 500mg/8jam/oral
• Vit. C 50mg/8jam/oral

PELAK
Kegiatan : Upaya Pengobatan Dasar
Hari/tanggal : Selasa, 15 Oktober 2019
Waktu : pukul 08.00-12.00 WITA
Tempat : Puskesmas Bontomatene Poli Umum
Pemeriksa : dr. Anggun Dwijayanti
Pasien : An. C / 13 tahun

MONEV
Pasien Faringitis tanpa penyulit dapat berobat jalan saja. Jika terdapat penyulit, dapat
diberikan rujukan ke dokter Spesialis Anak. Adapun kriteria rujukannya, yaitu:
1. Pengobatan yang tidak membaik dalam 2 kali kunjungan berobat
2. Terjadi perburukan gejala, seperti komplikasi ke Laring (Laringitis Akut)

PELAYANAN KESEHATAN PUSKESMAS KELILING DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS


BONTOMATENE
CAM.PIDI.MAS.LL
LB
Pembangunan kesehatan yang telah diselenggarakan selama ini telah berhasil
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pada umumnya, tetapi masih terdapat daerah-
daerah tertentu, dimana masyarakatnya tidak mendapat pelayanan kesehatan terutama
daerah-daerah terpencil dan sulit dijangkau.

Untuk meningkatkan pemerataan dan perluasan jangkauan pelayanan kesehatan bagi


seluruh masyakat, disamping pembangunan Rumah Sakit, pemerintah telah membangunan
Puskesmas dan jaringannya (Puskesmas Pembantu, Puskesmas keliling dan Bidan di desa)
serta mendukung pembangunan Upaya Bersumberdaya Masyarakat (UKBM).
Salah satu upaya untuk menjamin semua masyarakat mendapat pelayanan kesehatan,
petugas kesehatan memberikan pelayanan dengan cara mendatangi daerah tertentu untuk
membantu penderita yang tidak dapat mengunjungi puskesmas dalam rangka memberikan
pelayanan preventif, promotif, kuratif sampai dengan rehabilitatif baik melalui kesehatan
perorangan maupun kesehatan masyarakat dengan menggunakan pusling (puskesmas
keliling).

Dengan meningkatnya akses ke lokasi terpencil, berkembangnya tehnologi, meningkatnya


kebutuhan dan keinginan masyarakat, pelayanan kesehatan melalui Puskesmas keliling telah
berkembang dengan berbagai model seperti kendaraan bermotor roda 4 (empat),
kendaraan bermotor roda 2 (dua), perahu , Pesawat terbang dll.

PERMAS
Puskesmas sebagai pemberi pelayanan primer yang menjadi andalan utama pelayanan bagi
masyarakat, belum mampu memberikan pelayanan bagi daerah terpencil perbatasan dan
kepulauan. Wilayah kerja puskesmas cukup luas, secara geografi sebagian sulit dijangkau,
jumlah penduduk sedikit, tersebar dalam kelompok-kelompok kecil yang saling berjauhan.
Sarana transportasi sangat terbatas dengan biaya mahal baik darat, sungai, laut maupun
udara.

Status kesehatan masyarakat dan cakupan pelayanan kesehatan di daerah terpencil masih
rendah. Masyarakat secara umum belum mempunyai pengetahuan dan perilaku hidup
sehat dan kondisi lingkungan yang kurang baik. Penggunaan puskesmas di daerah terpencil
antara lain dipengaruhi oleh akses pelayanan yang tidak hanya disebabkan masalah jarak,
tetapi terdapat dua faktor penentu (determinan) yaitu determinan penyediaan yang
merupakan faktor-faktor pelayanan, dan determinan permintaan yang merupakan faktor-
faktor pengguna (Timyan Judith, et al, 1997). Determinan penyediaan terdiri atas organisasi
pelayanan dan infrastruktur fisik, tempat pelayanan, ketersediaan, pemanfaatan dan
distribusi petugas, biaya pelayanan serta mutu pelayanan. Sedangkan determinan
permintaan yang merupakan faktor pengguna meliputi rendahnya pendidikan dan kondisi
sosial budaya masyarakat serta tingkat pendapatan masyarakat yang rendah atau miskin.

Kebutuhan primer agar memperoleh akses pelayanan yang efektif: adalah tersedianya
fasilitas dan petugas, jarak dan finansiil terjangkau serta masalah sosial budaya yang dapat
diterima oleh pengguna. Kendala yang ada adalah jarak tempat tinggal pengguna dari
tempat pelayanan, kekurangan alat-alat dan persediaan di tempat pelayanan, kekurangan
dana untuk biaya transportasi, dan kekurangan dana untuk biaya pengobatan.

Oleh karena itu diadakan kegiatan pelayanan kesehatan berupa Puskesmas Keliling di
wilayah kerja Puskesmas Bontomanai untuk meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan
kesehatan bagi masyarakat khususnya di wilayah kerja Puskesmas Bontomatene.

PERNC
1) Kegiatan
Strategi atau pendekatan yang ditempuh yaitu pemberdayaan (empowerment) dalam hal ini
pemberdayaan individu. Pemberdayaan dilakukan dengan pemberian informasi kepada
individu (pasien) secara terus-menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan
pasien, serta proses membantu pasien, agar pasien tersebut berubah dari tidak tahu
menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude) dan
dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice). Inti
dari kegiatan adalah penegakan diagnosis dan penatalaksanaan penyakit pasien.

2) Menentukan Sasaran
Sasaran yang dipilih pada kegiatan kegiatan ini adalah sasaran primer, yaitu pasien yang
merupakan orang yang menderita suatu penyakit dan butuh pelayanan kesehatan di
Puskesmas Pembantu di masing-masing desa wilayah kerja Puskesmas Bontomatene.

3) Menetapkan Tujuan
Tujuan utama dari kegiatan ini adalah meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan
kesehatan bagi masyarakat wilayah kerja Puskesmas Bontomanai terutama masyarakat di
desa yang jaraknya jauh dari Puskesmas Bontomanai.
Tujuan Khusus: Secara khusus, kegiatan ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Melakukan anamnesis pada pasien di Puskesmas Keliling
2. Melakukan pemeriksaaan fisis pada pasien di Puskesmas Keliling
3. Menentukan pemeriksaan penunjang sederhana bagi pasien di Puskesmas Keliling
bila diperlukan.
4. Menegakkan diagnosis pada pasien di Puskesmas Keliling
5. Melakukan penatalaksanaan pada pasien di Puskesmas Keliling
6. Merujuk pasien ke Puskesmas Bontomanai bila diperlukan.
7. Menyediakan sarana transportasi dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan.

4) Menetapkan Metode dan Saluran Komunikasi KIE


Metode komunikasi yang digunakan berupa wawancara (anamnesis) dan konseling secara
tatap muka langsung tanpa media komunikasi.

5) Penanggung Jawab
Penanggung jawab dari kegiatan ini terdiri dari:
1. Dokter pendamping internsip: dr.Ika Hartati
2. Dokter internsip : dr. Anggun Dwijayanti
3. Pemegang program : Suhaeni

PELAK
Kegiatan : Kegiatan pelayanan kesehatan puskesmas keliling
Hari/tanggal : Senin, 14 Oktober 2019 hingga Sabtu, 19 Oktober 2019
Waktu : pukul 08.00-12.00 WITA
Tempat : Puskesmas Pembantu di masing-masing desa wilayah kerja Puskesmas
Bontomatene
Peserta : Anggota Puskesmas Pembantu di masing-masing desa wilayah kerja
Puskesmas Bontomatene
Pemberi materi : dr. Anggun Dwijayanti
Bahan dan alat : Stetoskop, Penlight, dan Palu refleks.

Secara garis besar kegiatan ini dilaksanakan dalam empat tahapan yaitu:
1. Anamnesis
Tahap ini dilakukan untuk mencari keluhan utama maupun keluhan penyerta yang
disampaikan oleh pasien atau keluarga pasien. Penyakit lainnya yang merupakan faktor
risiko, riwayat keluarga, riwayat sosial, dan riwayat alergi menjadi informasi lainnya yang
harus digali pada tahap ini.

2. Pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang sederhana


Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang spesifik,
mengarah kepada diagnosis penyakit (pathognomonis). Pemeriksaan fisik menyeluruh
dilakukan secara berurutan mulai dari kepala, leher, thorax, abdomen, extremitas, serta
pemeriksaan lokalis bila diperlukan. Pemeriksaan penunjang sederhana yaitu pemeriksaan
laboratorium hanya dilakukan bila diperlukan untuk menegakkan diagnosis.

3. Penegakan diagnosis
Tahap ini ditegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang (bila dilakukan). Selanjutnya dijelaskan kepada pasien mengenai diagnosis dan
rencana tatalaksan penyakitnya.

4. Penatalaksanaan komprehensif
Tahap ini dilakukan penatalaksanaan berorientasi pada pasien (patient centered) yang
terbagi atas dua bagian yaitu penatalaksanaan non farmakologi dan farmakologi. Selain itu,
dilakukan juga edukasi dan konseling terhadap pasien dan keluarga (family focus), aspek
komunitas lainnya (community oriented) serta merujuk ke Puskesmas Bontomanai sebagai
fasilitas pelayanan kesehatan primer bila diperlukan.

MONEV
Monitoring dilakukan dengan melihat sikap kooperatif pasien terhadap dokter saat
dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis serta penunjang, seberapa jauh pemahaman
pasien mengenai penyakitnya serta rencana tatalaksana. Dengan sikap kooperatif tersebut
diharapkan mudahnya ditegakkan diagnosis terhadap penyakit pasien. Pasien yang
memahami penyakit serta rencana terapi diharapkan mampu mengikuti edukasi yang telah
diberikan oleh dokter dan mengonsumsi obat sesuai petunjuk dokter agar masalah
kesehatan pasien dapat terselesaikan.

Evaluasi terhadap kegiatan yang dilakukan adalah:


• Evaluasi struktur
Persiapan kegiatan dilakukan dengan melakukan koordinasi dengan pemegang program,
kader Pustu, serta tokoh masyarakat setempat. Sebelum dilakukan pemeriksaan pasien akan
diregistrasi lalu diperiksa status gizi dan tanda-tanda vital. Setelah mendapat pelayanan
kesehatan pasien diarahkan untuk menyetor resep dan mengambil obatnya.

• Evaluasi proses
Kegiatan dilakukan selama seminggu. Kegiatan ini dilakukan pada semua pasien yang datang
ke Puskesmas Pembantu di masing-masing desa wilayah kerja Puskesmas Bontomanai untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan. Selama kegiatan berlangsung pasien kooperatif dengan
dokter sehingga diagnosis dapat ditegakkan dan tatalaksana komprehensif dapat diberikan
kepada pasien.
• Evaluasi hasil
Kegiatan berjalan dengan lancar sebagaimana yang diharapkan, pasien memahami diagnosa
penyakit serta dilaksanakan tatalaksana komprehensif untuk menangani penyakit yang
dideritanya. Untuk penyakit akut pasien mengalami perbaikan setelah mendapat
penanganan. Untuk penyakit kronik pasien datang kontrol sesuai petunjuk dokter.
Kelompok penyakit terbanyak yang terdiagnosa adalah penyakit respirasi, penyakit
metabolik serta penyakit kulit.

Kesimpulan dari kegiatan ini, semua pasien paham akan penyakitnya, mampu
mempraktikkan edukasi dari dokter, serta mengonsumsi obat sesuai anjuran dokter.
Diharapkan kegiatan ini dapat meningkatkan status kesehatan masyarakat khususnya di
wilayah kerja Puskesmas Bontomatene.

Anda mungkin juga menyukai