Disusun oleh :
dr. Cynthia Ayu Permatasari
Pendamping :
dr. Anita Dini Rianti
Laporan Kasus
No. ID dan Nama Peserta
No. ID dan Nama Wahana
Topik
Tanggal (kasus)
Nama Pasien
Tanggal Presentasi
Tempat Presentasi
Objektif Presentasi
Keilmuan
Diagnostik
Neonatus
Deskripsi
Tujuan
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan Pustaka
Manajemen
Masalah
Istimewa
Bayi
Anak
Dewasa
Lansia
Bumil
Remaja
Anak Perempuan, usia 6 tahun, datang dengan keluhan bengkak diseluruh tubuh
sejak kurang lebih 1 bulan yang lalu.
Mendiagnosis Sindroma Nefrotik pada anak
Ibu pasien mengaku pernah mengalami keluhan bengkak juga seluruh tubuh sebanyak satu kali
pada November/Desember tahun 2015 dan dirawat di RSUD Patuh Patut Patju dan dinyatakan
mengalami penyakit Sindroma Nefrotik. Keluhan bengkak tidak ada sama sekali beberapa bulan
yang lalu namun muncul kembali pada saat sekarang.
Tidak ada riwayat alergi makanan, obat, dingin dan debu
Tidak ada riwayat asma, bersin-bersin di pagi hari, dan penyakit jantung
Riwayat Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit kelainan ginjal, darah tinggi, kencing manis
dan asma.
Riwayat Persalinan
Bayi laki-laki lahir dengan umur kehamilan ibu 38 minggu, secara spontan, ditolong oleh bidan.
Bayi lahir langsung menangis dengan berat badan lahir 2900 gram, panjang badan lahir ibulupa,
lingkar kepala dan lingkar dada lahir ibu lupa. Bayi dirawat bersama dengan ibu, setelah 2 hari
dirawat, bayi dan ibu diperbolehkan untuk pulang.
Kesan : Neonatus aterm, lahir spontan, bayi dalam keadaan sehat.
Riwayat Pemeliharaan Postnatal
Pemeliharaan postnatal dilakukan di Posyandu dan anak dalam keadaan sehat.
Riwayat Imunisasi
VAKSIN
DASAR (umur)
ULANGAN
BCG
DPT/ DT
POLIO
0 bulan
2 bulan
2 bulan
4 bulan
4 bulan
6 bulan
6 bulan
(umur)
-
CAMPAK
9 bulan
HEPATITIS B
0 bulan
1 bulan
6 bulan
Pasien tinggal bersama kedua orangtua. Tempat tinggal pasien berukuran 3x3m, beratap genteng,
dinding tembok, lantai menggunakan keramik, dapur dan kamar tidur menjadi satu, terdapat teras
kecil di depan kamar. Cahaya matahari dapat masuk melalui jendela yang berjumlah 1. Kamar
mandi berjumlah 3, terdapat diluar kamar kost digunakan beramai-ramai dengan penghuni kost yang
lain. Penerangan dengan listrik. Air berasal dari PAM. Jarak septic tank kurang lebih 10 meter dari
sumber air. Air limbah rumah tangga disalurkan melalui selokan. Selokan dibersihkan 1 kali dalam
sebulan dan aliran air di dalamnya lancar.
Kesan : rumah padat penduduk dan sanitasi baik.
Silsilah/ Ikhtisar Keturunan
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
Kesan : Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan seperti pasien.
7
Lain-lain :
- Hasil pemeriksaan urin : urin kuning, agak keruh, PH urin 8.0, Protein urin +4.
Daftar Pustaka :
1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Konsensus Tatalaksana Sindroma Nefrotik Idiopatik pada
Anak. Edisi kedua. 2012
2. Niaudet P. Long-term outcome of children with steroid-sensitive idiopathic nephrotic
syndrome. Clinical journal american society nephrology 4: 1547-1548. 2009
3. Noer MS. Sindroma Nefrotik Idiopatik. Dalam : Kompendium Nefrologi Anak. Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2011
4. Pais P, Avner ED. Nephrotic Syndrome. In : Nelson Textbook of Pediatrics. 19th edition.
Elsevier saunders. 2011
5. Wirya IGN. Sindrom Nefrotik. Dalam : Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi ke-2. Ikatan Dokter
Anak Indonesia. Jakarta. 2002
Hasil Pembelajaran :
Mendiagnosis Sindroma Nefrotik pada anak
Subjektif :
Pasien datang diantar oleh orangtuanya ke Poli Anak RSUD Patut Patuh Patju, pada
tanggal 20 April 2016 dengan keluhan perut membesar sejak 1 minggu SMRS, awal mula
bengkak timbul pada mata, pipi kemudian perut dan kaki-tangannya pada saat pagi hari
bangun tidur, dua hari kemudian perut pasien semakin membesar dan akhirnya dibawa oleh
orang tuanya ke Poli Anak. Tidak ada bengkak di daerah lain, batuk (-), sesak (-), demam (-).
Tidak ada bintik-bintik merah, mimisan dan gusi berdarah. Mual muntah (-), nyeri perut (-).
BAB 1x perhari, warna coklat, lunak biasa tidak cair, lendir (-), darah (-). Frekuensi BAK
pasien 2x perhari sejak awal timbul bengkak, kuning keruh, tidak merah, setengah gelas
setiap kali BAK, tidak mengedan, rasa panas dan nyeri saat BAK disangkal.
PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 22 April 2016 di ruang Irna Anak pukul 09.45 WITA.
Kesan Umum : kesadaran: compos mentis, tampak sakit sedang, perdarahan spontan (-),
tampak pucat (-), bengkak pada perut dan wajah (+) tangan dan kaki (+), sesak (-)
Tanda Vital
Nadi
Laju Nafas
Tekanan darah
Suhu
: 36 C (aksila)
Data Antropometri
Lingkar perut 59 cm
Status Internus
Kepala
: Normocephaly
Rambut
Mata
Hidung
Mulut
(-)
Tenggorok
Leher
Axilla
Thorax
o Pulmo:
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
o Cor
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Sulit dinilai
Auskultasi
Abdomen
o Inspeksi
o Auskultasi
o Palpasi
o Perkusi
Ekstremitas
:
Superior
Inferior
Akral Dingin
-/-
-/-
Akral Sianosis
-/-
-/-
CRT
<2
<2
Oedem
+/+
+/+
Kanan
Kiri
Bisep
Trisep
Patela
Achiles
Reflek fisiologis
Reflek patologis
Kanan
Kiri
Hoffman tromer
Babinski
Chadock
Openheim
Gordon
Schufer
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
Laboratorium tgl. 20/04/2016
Jenis
Hasil
Nilai rujukan
Leukosit
11,11
4.5 14.5
Eritrosit
5,5
4.0 5.2
Hemoglobin
10,4
11.5 15.5
Hematokrit
26,9
35 45
MCV
62,3
76 96
MCH
24
23 31
MCHC
38,6
33.0 37.0
Trombosit
608
150-400
Netrofil
52,0
50 70
Limfosit
36,9
25 40
Monosit
7,7
28
Eosinofil
24
Basofil
3,1
01
Diff Count
Kimia klinik
Albumin
1.96
3.70 5.60
Urea
25,1
21,4 49,2
Creatinin
0,32
Urin lengkap
Hasil
Nilai Rujukan
Makroskopik
Warna
Kuning
Kuning
Kekeruhan
Agak keruh
Jernih
Kimia urin
Berat jenis
1020
1003 1035
Ph
4,5- 78.0
Protein
+4
Negatif,
+1/0,25,
+3/1,5, +4/5,0
Reduksi
Negatif
Negatif
Mikroskopik (sedimen)
Eritrosit
0 / lpb
0-2 / LPB
Lekosit
0-5 / lpb
0 5 /LPB
Epitel
1- 4 / lpk
< 10/LPK
Silinder
negatif
Bakteri
Negatif
Kristal
Negatif
Negatif
Jamur
Negatif
Negatif
Berat jenis
1,020
1,003- 1,030
Bilirubin
Negatif
Negatif
Khusus
+2/0,75,
Urobilinogen
Negatif
Negatif
Keton
Negatif
Negatif
Nitrit
Negatif
Negatif
Eritrosit
Negatif
Negatif
Leukosit
Negatif
Negatif
PEMERIKSAAN KHUSUS
1. Data antropometri:
Anak laki-laki usia
: 6 tahun
Berat badan
Panjang badan
: 114 cm
DAFTAR MASALAH
1. Observasi oedem
2. Hipoalbuminemia
3. Proteinuria
DIAGNOSIS KERJA
1. Sindroma Nefrotik Relaps
PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
Cek UR / 3 hari
2. Non medikamentosa
Bed rest
USULAN PEMERIKSAAN
PROGNOSA
Quo ad vitam
Quo ad sanam
Quo ad fungsionam
PERJALANAN PENYAKIT
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam
Tanggal
21/ 4/ 2016
22/ 4/ 2016
BB: 22kg
KU: compos mentis, tampak sakit
sedang, sesak (-), napas cuping hidung
(-), bengkak di wajah dan perut(+)
pucat (-), sianosis (-)
Kepala : Normocephali
Mata : CA (-/-), SI (-/-), oedem
palpebra (+/+)
Paru : SN Vesikular, Rh(-/-), Wh(-/-),
retraksi (-)
Jantung : S1/S2 regular, M (-), G (-)
Abdomen: buncit berkurang (lingkar
perut 58 cm), BU(+), hepar/lien tidak
teraba, massa (-), nyeri tekan (-)
Ekstremitas: oedem (-/-)/(-/-), akral
hangat (+/+)/(+/+), CRT < 2
A
BB : 21,5 kg
KU: compos mentis, tampak sakit
ringan, sesak (-), napas cuping hidung
(-),bengkak di wajah dan perut(+)
berkurang, pucat (-), sianosis (-)
Kepala : Normosephali
Mata : CA (-/-), SI (-/-), oedem palpebra
(+/+)
Paru : SN Vesikular, Rh(-/-), Wh(-/-),
retraksi (-)
Jantung : S1/S2 regular, M (-), G (-)
Abdomen: buncit berkurang (lingkar
perut 58cm), BU(+), hepar/lien tidak
teraba, massa (-), nyeri tekan (-)
Ekstremitas: oedem (-/-)/(-/-), akral
hangat (+/+)/(+/+), CRT < 2
Sindroma Nefrotik relaps
Tanggal
23/4/ 2016
Prednisone 2 mg/kgbb/hari
40 mg/hari = (3 3 2)
P.O
Captopril
0,3mg/kgbb/kali
2 x
6mg tab P.O
Amoxicillin 3 x250 mg
P.O
Ukur BB /LP per 24 jam
Ukur Tekanan Darah / 24
jam
Urin tampung / 24 jam
Cek UR / 3 hari
Prednisone 2 mg/kgbb/hari
40 mg/hari = (3 3 2)
P.O
Captopril
0,3mg/kgbb/kali 2 x 6mg
tab P.O
Amoxicillin 3 x250 mg P.O
Ukur BB /LP per 24 jam
Ukur Tekanan Darah / 24
jam
Urin tampung / 24 jam
USG abdomen besok
Besok cek UR
24 / 4/ 2016
BB : 20 kg
BB : 20 kg
Kepala : Normocephali
Kepala : Normocephali
Prednisone 2 mg/kgbb/hari
40 mg/hari = (3 3 2)
P.O
Captopril
0,3mg/kgbb/kali
2 x
6mg tab P.O
Amoxicillin 3 x250 mg
P.O
Ukur BB /LP per 24 jam
Ukur Tekanan Darah / 24
jam
Urin tampung / 24 jam
Prednisone 2 mg/kgbb/hari
40 mg/hari = (3 3 2)
P.O
Captopril
0,3mg/kgbb/kali 2 x 6mg
tab P.O
Amoxicillin 3 x250 mg P.O
Ukur BB /LP per 24 jam
Ukur Tekanan Darah / 24
jam
Urin tampung / 24 jam
24 / 4/ 2016
BB : 19 kg
BB : 18 kg
Kepala : Normocephali
Kepala : Normocephali
Prednisone
2
mg/kgbb/hari
40
mg/hari = (3 3 2) P.O
Captopril
0,3mg/kgbb/kali 2 x
6mg tab P.O
Amoxicillin 3 x250 mg
P.O
Ukur BB /LP per 24 jam
Ukur Tekanan Darah / 24
jam
Urin tampung / 24 jam
Besok Cek Urin
BLPL
Prednisone 2 mg/kgbb/hari
40 mg/hari = (3 3 2)
P.O
Captopril
0,3mg/kgbb/kali
2 x
6mg tab P.O
KIE untuk tidak terlalu
banyak
kegiatan
dan
kecapekan
Nilai Rujukan
Makroskopik
Warna
Kuning
Kuning
Kekeruhan
Agak keruh
Jernih
Kimia urin
Berat jenis
1015
1003 1035
Ph
6,5
4,5- 78.0
Protein
+1
Negatif,
+1/0,25,
+3/1,5, +4/5,0
Reduksi
Negatif
Negatif
+2/0,75,
Mikroskopik (sedimen)
Eritrosit
0 -1/ lpb
0-2 / LPB
Lekosit
0-1 / lpb
0 5 /LPB
Epitel
1- 1 / lpk
< 10/LPK
Silinder
negatif
Bakteri
Negatif
Kristal
Negatif
Negatif
Jamur
Negatif
Negatif
Berat jenis
1,015
1,003- 1,030
Bilirubin
Negatif
Negatif
Urobilinogen
Negatif
Negatif
Keton
Negatif
Negatif
Nitrit
Negatif
Negatif
Eritrosit
Negatif
Negatif
Leukosit
Negatif
Negatif
Khusus
Nilai Rujukan
Makroskopik
Warna
Kuning
Kuning
Kekeruhan
Jernih
Jernih
Kimia urin
Berat jenis
Ph
1015
1003 1035
7.0
4,5- 78.0
Protein
Negatif
Negatif,
+1/0,25,
+3/1,5, +4/5,0
Reduksi
Negatif
Negatif
Mikroskopik (sedimen)
Eritrosit
0 / lpb
0-2 / LPB
Lekosit
0-2 / lpb
0 5 /LPB
Epitel
1- 2 / lpk
< 10/LPK
Silinder
negatif
Bakteri
Negatif
Kristal
Negatif
Negatif
Jamur
Negatif
Negatif
Berat jenis
1,015
1,003- 1,030
Bilirubin
Negatif
Negatif
Urobilinogen
Negatif
Negatif
Keton
Negatif
Negatif
Nitrit
Negatif
Negatif
Eritrosit
Negatif
Negatif
Leukosit
Negatif
Negatif
Khusus
TINJAUAN PUSTAKA
+2/0,75,
I. SINDROMA NEFROTIK
Definisi
Sindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak,
merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif,
hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia serta sembab. Yang dimaksud proteinuria masif adalah
apabila didapatkan proteinuria sebesar 50-100 mg/kg berat badan/hari atau lebih. Albumin
dalam darah biasanya menurun hingga kurang dari 2,5 gram/dl. Selain gejala-gejala klinis di
atas, kadang-kadang dijumpai pula hipertensi, hematuri, bahkan kadang-kadang azotemia
Epidemiologi
Sindrom nefrotik yang tidak menyertai penyakit sistemik disebut sindroma nefrotik
primer. Penyakit ini ditemukan 90% pada kasus anak. Apabila ini timbul sebagai bagian
daripada penyakit sistemik atau berhubungan dengan obat atau toksin maka disebut sindroma
nefrotik sekunder. Insidens penyakit sindrom nefrotik primer ini 2 kasus per-tahun tiap
100.000 anak berumur kurang dari 16 tahun, dengan angka prevalensi kumulatif 16 tiap
100.000 anak. Insidens di Indonesia diperkirakan 6 kasus per-tahun tiap 100.000 anak kurang
dari 14 tahun. Rasio antara lelaki dan perempuan pada anak sekitar 2:1. Laporan dari luar
negeri menunjukkan 2/3 kasus anak dengan SN dijumpai pada umur kurang dari 5 tahun.
Pasien sindrom nefrotik primer secara klinis dapat dibagi dalam tiga kelompok :
1. Kongenital
2. Responsive steroid, dan
3. Resisten steroid
Bentuk kongenital ditemukan sejak lahir atau segera sesudahnya. Umumnya kasuskasus ini adalah SN tipe Finlandia, suatu penyakit yang diturunkan secara resesif autosom.
Kelompok responsive steroid sebagian besar terdiri atas anak-anak dengan sindroma nefrotik
kelainan minimal (SNKM). Pada penelitian di Jakarta diantara 364 pasien SN yang dibiopsi
44,2% menunjukkan KM. kelompok tidak responsive steroid atau resisten steroid terdiri atas
anak-anak dengan kelainan glomerolus lain. Disebut sindroma nefrotik sekunder apabila
penyakit dasarnya adalah penyakit sistemik karena obat-obatan, allergen, dan toksin, dll.
Sindroma nefrotik dapat timbul dan bersifat sementara pada tiap penyakit glomerolus dengan
keluarnya protein dalam jumlah yang cukup banyak dan cukup lama.
Etiologi
Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
1. Sindrom nefrotik primer, faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom nefrotik
primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus
itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Termasuk
dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu salah satu jenis
sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1 tahun.
Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer dikelompokkan
menurut rekomendasi dari ISKDC (International Study of Kidney Disease in Children).
Kelainan glomerulus ini sebagian besar ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskop cahaya,
dan apabila diperlukan, disempurnakan dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan
imunofluoresensi. Tabel di bawah ini menggambarkan klasifikasi histopatologik sindrom
nefrotik pada anak berdasarkan istilah dan terminologi menurut rekomendasi ISKDC
(International Study of Kidney Diseases in Children, 1970) serta Habib dan Kleinknecht
(1971).
Tabel 1. Klasifikasi kelainan glomerulus pada sindrom nefrotik primer
Kelainan minimal (KM)
Glomerulosklerosis (GS)
Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)
Glomerulosklerosis fokal global (GSFG)
Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus (GNPMD)
Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus eksudatif
Glomerulonefritis kresentik (GNK)
Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)
ular.
Penyakit sistemik bermediasi imunologik: lupus eritematosus sistemik, purpura
Henoch-Schnlein, sarkoidosis.
e. Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, tumor gastrointestinal.
Patofisiologi
(proteinuria
tubular).
Perubahan
integritas
membrana
basalis
glomerulus
SN dihubungkan dengan peningkatan sintesis lipid dari lipoprotein hati dan menurunnya
katabolisme. Semula diduga hiperlipidemia merupakan hasil stimulasi non-spesifik terhadap
sintesis protein oleh hati. Karena sintesis protein tidak berkorelasi dengan hiperlipidemia
disimpulkan bahwa hiperlipidemia tidak langsung diakibatkan oleh hipoalbuminemia.
Hiperlipidemia dapat ditemukan pada SN dengan kadar albumin mendekati normal dan
sebaliknya pada pasien dengan hipoalbuminemia didapatkan kadar kolesterol normal.(1,5)
Lipiduria dapat disebabkan oleh lemak bebas (oval fat bodies) akibat akumulasi lipid
pada debris sel yang sering ditemukan pada sedimen urin. Sumber lemak ini berasal dari
filtrat lipoprotein melalui membrana basalis glomerulus yang permeabel. Lipiduria lebih
dikaitkan dengan proteinuria daripada dengan hiperlipidemia.(1,5)
Edema Dahulu diduga edema disebabkan penurunan tekanan onkotik plasma akibat
hipoalbuminemia dan retensi natrium. Hipovolemi menyebabkan peningkatan renin,
aldosteron, hormon antidiuretik dan katekolamin plasma serta penurunan Atrial Natriuretic
Peptide (ANP). Pemberian infus albumin akan meningkatkan volume plasma, meningkatkan
laju filtrasi glomerulus dan ekskresi fraksional natrium klorida dan air yang menyebabkan
edema berkurang. Peneliti lain mengemukakan teori overfill. Bukti adanya ekspansi volume
adalah hipertensi dan aktivitas renin plasma yang rendah serta peningkatan ANP.
Beberapa penjelasan berusaha menggabungkan kedua teori ini, misalnya disebutkan
bahwa pembentukan edema merupakan proses dinamis. Didapatkan bahwa volume plasma
menurun secara bermakna pada saat pembentukan edema dan meningkat selama fase diuresis.
(5)
Kerentanan terhadap infeksi terjadi akibat defek imunitas humoral, selular dan
gangguan sistem komplemen. Penurunan kadar imunoglobulin IgG, IgA dan gamma globulin
karena kehilangan lewat ginjal yang terbuang melalui urin, penurunan sintesis dan
peningkatan katabolisme menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap infeksi bakteri
berkapsul seperti Streptococcus pneumonia, Klebsiella, Haemophilus. Pada SN juga terjadi
gangguan imunitas yang diperantarai sel T. Sering terjadi bronkopneumonia dan peritonitis.
(1,5)
Manifestasi Klinis
Apapun tipe sindrom nefrotik, yang tampak pada sekitar 95% anak dengan sindrom
nefrotik. Seringkali sembab timbul secara lambat sehingga keluarga mengira sang anak
bertambah gemuk. Pada fase awal sembab sering bersifat intermiten; biasanya awalnya
tampak pada daerah-daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah (misal, daerah
periorbita, skrotum atau labia). Akhirnya sembab menjadi menyeluruh dan masif (anasarka).
Sembab berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai sembab muka
pada pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak pada ekstremitas bawah
pada siang harinya. Bengkak bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan (pitting edema).
Pada penderita dengan sembab hebat, kulit menjadi lebih tipis dan mengalami oozing.
Sembab biasanya tampak lebih hebat pada pasien SNKM dibandingkan pasien-pasien GSFS
atau GNMP. Hal tersebut disebabkan karena proteinuria dan hipoproteinemia lebih hebat
pada pasien SNKM.
Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit sindrom nefrotik.
Diare sering dialami pasien dengan sembab masif yang disebabkan sembab mukosa usus.
Hepatomegali disebabkan sintesis albumin yang meningkat, atau edema atau keduanya. Pada
beberapa pasien, nyeri perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi pada sindrom nefrotik
yang sedang kambuh karena sembab dinding perut atau pembengkakan hati. Nafsu makan
menurun karena edema. Anoreksia dan terbuangnya protein mengakibatkan malnutrisi berat
terutama pada pasien sindrom nefrotik resisten-steroid. Asites berat dapat menimbulkan
hernia umbilikalis dan prolaps ani.
Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak, maka
pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat. Keadaan ini dapat
diatasi dengan pemberian infus albumin dan diuretik.
Anak sering mengalami gangguan psikososial, seperti halnya pada penyakit berat dan
kronik umumnya yang merupakan stres nonspesifik terhadap anak yang sedang berkembang
dan keluarganya. Kecemasan dan merasa bersalah merupakan respons emosional, tidak saja
pada orang tua pasien, namun juga dialami oleh anak sendiri. Kecemasan orang tua serta
perawatan yang terlalu sering dan lama menyebabkan perkembangan dunia sosial anak
menjadi terganggu. Manifestasi klinik yang paling sering dijumpai adalah sembab,
didapatkan pada 95% penderita. Sembab paling parah biasanya dijumpai pada sindrom
nefrotik tipe kelainan minimal (SNKM). Bila ringan, sembab biasanya terbatas pada daerah
yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah, misal daerah periorbita, skrotum, labia.
Sembab bersifat menyeluruh, dependen dan pitting. Asites umum dijumpai, dan sering
menjadi anasarka. Anak-anak dengan asites akan mengalami restriksi pernafasan, dengan
kompensasi berupa tachypnea. Akibat sembab kulit, anak tampak lebih pucat.
Hipertensi dapat dijumpai pada semua tipe sindrom nefrotik. Penelitian International
Study of Kidney Disease in Children (SKDC) menunjukkan 30% pasien SNKM mempunyai
tekanan sistolik dan diastolik lebih dari 90th persentil umur.
Tanda utama sindrom nefrotik adalah proteinuria yang masif yaitu > 40 mg/m2/jam
atau > 50 mg/kg/24 jam; biasanya berkisar antara 1-10 gram per hari. Pasien SNKM biasanya
mengeluarkan protein yang lebih besar dari pasien-pasien dengan tipe yang lain.
Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua. Kadar albumin serum < 2.5 g/dL.
Hiperlipidemia merupakan gejala umum pada sindrom nefrotik, dan umumnya, berkorelasi
terbalik dengan kadar albumin serum. Kadar kolesterol LDL dan VLDL meningkat,
sedangkan kadar kolesterol HDL menurun. Kadar lipid tetap tinggi sampai 1-3 bulan setelah
remisi sempurna dari proteinuria.
Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun tidak
dapat dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom nefrotik.
Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal penyakit.
Penurunan fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan kreatinin serum biasanya terjadi
pada sindrom nefrotik dari tipe histologik yang bukan SNKM.
Tidak perlu dilakukan pencitraan secara rutin pada pasien sindrom nefrotik. Pada
pemeriksaan foto toraks, tidak jarang ditemukan adanya efusi pleura dan hal tersebut
berkorelasi secara langsung dengan derajat sembab dan secara tidak langsung dengan kadar
albumin serum. Sering pula terlihat gambaran asites. USG ginjal sering terlihat normal
meskipun kadang-kadang dijumpai pembesaran ringan dari kedua ginjal dengan ekogenisitas
yang normal.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
I. Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di ke dua kelopak mata, perut,
tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang. Keluhan lain juga
dapat ditemukan seperti urin berwarna kemerahan.
II. Pemeriksaan fisis
Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua kelopak
mata, tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia. Kadang-kadang ditemukan
hipertensi.
III. Pemeriksaan penunjang
Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif (3+ sampai 4+), dapat disertai hematuria.
Pada pemeriksaan darah didapatkan hipoalbuminemia (< 2,5 g/dl), hiperkolesterolemia, dan
laju endap darah yang meningkat, rasio albumin/globulin terbalik. Kadar ureum dan kreatinin
umumnya normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal.
Diagnosis Banding
a.
b.
Glomerulonefritis akut
c.
Penyulit
1. Shock akibat sepsis, emboli atau hipovolemia
2. Thrombosis akibat hiperkoagulabilitas
3. Infeksi
4. Hambatan pertumbuhan
5. Gagal ginjal akut atau kronik
6. Efek samping steroid, misalnya sindrom Cushing, hipertensi, osteoporosis, gangguan
emosi dan perilaku.
Penatalaksanaan
Bila diagnosis sindrom nefrotik telah ditegakkan, sebaiknya janganlah tergesa-gesa
memulai terapi kortikosteroid, karena remisi spontan dapat terjadi pada 5-10% kasus. Steroid
dimulai apabila gejala menetap atau memburuk dalam waktu 10-14 hari.
Untuk menggambarkan respons terapi terhadap steroid pada anak dengan sindrom
nefrotik digunakan istilah-istilah seperti tercantum pada tabel 2 berikut :
Tabel 2. Istilah yang menggambarkan respons terapi steroid pada anak dengan sindrom
nefrotik
Remisi
Kambuh
Kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan, atau < 4 kali dalam periode 12
bulan.
Kambuh 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons awal, atau 4
Kambuh sering
Responsif-steroid
Dependen-steroid
Resisten-steroid
Responder lambat
Nonresponder awal
Nonresponder lambat
Protokol Pengobatan
International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menganjurkan untuk
memulai dengan pemberian prednison oral (induksi) sebesar 60 mg/m2/hari atau 2
mg/kgbb/hari (maksimal 80 mg/hari) dalam dosis terbagi, untuk menginduksi remisi. Dosis
prednison dihitung sesuai dengan berat badan ideal (berat badan terhadap tinggi badan).
Prednison dosis penuh (full dose) inisial diberikan selama 4 minggu. Bila terjadi remisi dalam
4 minggu pertama, dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40 mg/m2 LPB (2/3
dosis awal) atau 1,5 mg/kgbb/hari, secara alternating (selang sehari), 1 x sehari setelah makan
pagi. Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh, tidak terjadi remisi, pasien
dinyatakan sebagai resisten steroid.
PENGOBATAN SN RELAPS
Skema pengobatan relaps dapat dilihat pada Gambar 3, yaitu diberikan
b.
Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma atau albumin
konsentrat.
c.
Berantas infeksi.
d.
e.
Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema anasarka. Diuretik
diberikan bila ada edema anasarka atau mengganggu aktivitas. Jika ada hipertensi, dapat
ditambahkan obat antihipertensi.
1. Berikan prednison sesuai protokol relapse, segera setelah diagnosis relapse ditegakkan.
2. Perbaiki keadaan umum penderita.
a. Sindrom nefrotik kambuh tidak sering
Adalah sindrom nefrotik yang kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan atau < 4 kali dalam masa
12 bulan.
1.
2.
Rumatan; Setelah remisi, prednison dengan dosis 40 mg/m2/48 jam atau 1,5
mg/kgbb/48 jam, diberikan selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu.
Setelah 4 minggu, prednison dihentikan.
Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3 mg/kg/hari
diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu siklofosfamid dihentikan.
Indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi anak adalah bila pasien tidak respons
terhadap pengobatan awal, relapse frekuen, terdapat komplikasi, terdapat indikasi kontra
steroid, atau untuk biopsi ginjal.
Prognosis
Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
1. Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun.
2. Disertai oleh hipertensi.
3. Disertai hematuria.
4. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.
5. Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal.
Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons yang baik
terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan relapse
berulang dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid
Hipoalbumin
Kadar albumin yang redah/atau dibawah nilai normal atau keadaan dimana kadar
albumin serum <3,5 g/dL.
Klasifikasi
Defisiensi albumin atau hipoalbumin dibedakan berdasarkan selisih atau jarak dari
nilai normal kadar albumin serum, yaitu 3,5-5 g/dL atau total kandungan albumin dalam
tubuh 300-500 gram. Klasifikasi hipoalbuminemia adalah sebagai berikut:
1. Hipoalbuminemia ringan: 3,5-3,9 g/dL
2. Hipoalbuminemia sedang: 2,5-3,5 g/dL
3. Hipoalbuminemia berat: < 2,5 g/dL
Etiologi
Hipoalbuminemia dapat disebabkan oleh masukan protein yang rendah, pencernaan
atau absobsi protein yang tidak adekuat dan peningkatan kehilangan protein dapat ditemukan
pada pasien dengan kondisi medis kronis dan akut:
a. KEP
b. Kanker
c. Peritonitis
d. Luka bakar
e. Sepsis
f. Luka akibat pre atau post operasi
g. Penyakit hati yang akut atau penyakit hati kronis
h. Penyakit ginjal
i. Penyakit saluran cerna kronik
j. Radang atau infeksi tertentu
k. DM
l. TBC paru
Daftar Pustaka
1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Konsensus Tatalaksana Sindroma Nefrotik
Idiopatik pada Anak. Edisi kedua. 2012
2. Niaudet P. Long-term outcome of children with steroid-sensitive idiopathic
nephrotic syndrome. Clinical journal american society nephrology 4: 1547-1548.
2009
3. Noer MS. Sindroma Nefrotik Idiopatik. Dalam : Kompendium Nefrologi Anak.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2011
4. Pais P, Avner ED. Nephrotic Syndrome. In : Nelson Textbook of Pediatrics. 19 th
edition. Elsevier saunders. 2011
5. Wirya IGN. Sindrom Nefrotik. Dalam : Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi ke-2.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2002