Anda di halaman 1dari 35

Laporan Kasus

Sindroma Nefrotik Pada Anak

Disusun oleh :
dr. Cynthia Ayu Permatasari

Pendamping :
dr. Anita Dini Rianti

RSUD PATUT PATUH PATJU


INTERNSIP DOKTER INDONESIA
PERIODE 2015 2016

Laporan Kasus
No. ID dan Nama Peserta
No. ID dan Nama Wahana
Topik
Tanggal (kasus)
Nama Pasien
Tanggal Presentasi
Tempat Presentasi
Objektif Presentasi
Keilmuan
Diagnostik
Neonatus
Deskripsi

Tujuan

dr.Cynthia Ayu Permatasari


RSUD Patut Patuh Patju Lombok Barat
Sindroma Nefrotik Pada Anak
20 April 2016
An. Ahmad Dika
No. RM
93.04.10
Pendamping
dr. Anita Dini Rianti
RSUD Patut Patuh Patju

Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan Pustaka
Manajemen
Masalah
Istimewa

Bayi
Anak
Dewasa
Lansia
Bumil
Remaja
Anak Perempuan, usia 6 tahun, datang dengan keluhan bengkak diseluruh tubuh
sejak kurang lebih 1 bulan yang lalu.
Mendiagnosis Sindroma Nefrotik pada anak

Mengatasi kegawatdaruratan pada pasien Sindroma Nefrotik pada anak

Tata laksana dan edukasi pasien Sindroma Nefrotik pada anak


Tinjauan
Bahan Bahasan
Riset
Kasus
Audit
Pustaka
Presentasi dan
Cara Membahas Diskusi
E-mail
Pos
Diskusi
Data Pasien
Iq. ES/ 6 tahun
No. Registrasi : 44.27.20
Nama RS : RSUD Patut Patuh Patju Lobar
Telp :
Terdaftar sejak :
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
1 Diagnosis / Gambaran Klinis :
Diagnosis : Sindroma Nefrotik
Gambaran Klinis :
Bengkak di seluruh tubuh sejak kurang lebih 1 minggu yang lalu. Badan terasa lemas, makan dan
mium mau. Demam, batuk, pilek, mual dan muntah tidak ada. BAB lancar, konsistensi biasa.
BAK lancar, warna jernijh, terakhir BAK tadi pagi.
Keadaan umum tampak sedang, oedem anasarka dan pasien sadar penuh, TD : 135/85 mmhg,
Hr : 90x/menit, suhu : 360C BB : 22 Kg, Lp: 59 cm, terdapat oedem palpebra, Asites (+), dan
edema pada ke-empat ekstermitas. BB sebelum sakit : 19 kg. Pemeriksaan laboratorium
2

menunjukan terdapat protein +3 pada urinnya.


Riwayat Pengobatan :
Pasien sudah minum obat yang diberikan oleh bidan dan dokter umum di klinik dekat rumahnya,

namun tidak kunjung membaik bengkak-bengkak di badannya.


Riwayat Kesehatan / Penyakit :

Ibu pasien mengaku pernah mengalami keluhan bengkak juga seluruh tubuh sebanyak satu kali
pada November/Desember tahun 2015 dan dirawat di RSUD Patuh Patut Patju dan dinyatakan
mengalami penyakit Sindroma Nefrotik. Keluhan bengkak tidak ada sama sekali beberapa bulan
yang lalu namun muncul kembali pada saat sekarang.
Tidak ada riwayat alergi makanan, obat, dingin dan debu
Tidak ada riwayat asma, bersin-bersin di pagi hari, dan penyakit jantung

Riwayat Keluarga :

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami hal tersebut.

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit kelainan ginjal, darah tinggi, kencing manis
dan asma.

Riwayat Persalinan
Bayi laki-laki lahir dengan umur kehamilan ibu 38 minggu, secara spontan, ditolong oleh bidan.
Bayi lahir langsung menangis dengan berat badan lahir 2900 gram, panjang badan lahir ibulupa,
lingkar kepala dan lingkar dada lahir ibu lupa. Bayi dirawat bersama dengan ibu, setelah 2 hari
dirawat, bayi dan ibu diperbolehkan untuk pulang.
Kesan : Neonatus aterm, lahir spontan, bayi dalam keadaan sehat.
Riwayat Pemeliharaan Postnatal
Pemeliharaan postnatal dilakukan di Posyandu dan anak dalam keadaan sehat.
Riwayat Imunisasi
VAKSIN

DASAR (umur)

ULANGAN

BCG
DPT/ DT
POLIO

0 bulan
2 bulan
2 bulan

4 bulan
4 bulan

6 bulan
6 bulan

(umur)
-

CAMPAK

9 bulan

HEPATITIS B

0 bulan

1 bulan

6 bulan

Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik :

Pasien tinggal bersama kedua orangtua. Tempat tinggal pasien berukuran 3x3m, beratap genteng,
dinding tembok, lantai menggunakan keramik, dapur dan kamar tidur menjadi satu, terdapat teras
kecil di depan kamar. Cahaya matahari dapat masuk melalui jendela yang berjumlah 1. Kamar
mandi berjumlah 3, terdapat diluar kamar kost digunakan beramai-ramai dengan penghuni kost yang

lain. Penerangan dengan listrik. Air berasal dari PAM. Jarak septic tank kurang lebih 10 meter dari
sumber air. Air limbah rumah tangga disalurkan melalui selokan. Selokan dibersihkan 1 kali dalam
sebulan dan aliran air di dalamnya lancar.
Kesan : rumah padat penduduk dan sanitasi baik.
Silsilah/ Ikhtisar Keturunan

Keterangan :

: Laki-laki

: Perempuan

: Pasien

Kesan : Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan seperti pasien.
7

Lain-lain :

- Hasil pemeriksaan urin : urin kuning, agak keruh, PH urin 8.0, Protein urin +4.
Daftar Pustaka :
1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Konsensus Tatalaksana Sindroma Nefrotik Idiopatik pada
Anak. Edisi kedua. 2012
2. Niaudet P. Long-term outcome of children with steroid-sensitive idiopathic nephrotic
syndrome. Clinical journal american society nephrology 4: 1547-1548. 2009
3. Noer MS. Sindroma Nefrotik Idiopatik. Dalam : Kompendium Nefrologi Anak. Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2011
4. Pais P, Avner ED. Nephrotic Syndrome. In : Nelson Textbook of Pediatrics. 19th edition.
Elsevier saunders. 2011
5. Wirya IGN. Sindrom Nefrotik. Dalam : Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi ke-2. Ikatan Dokter
Anak Indonesia. Jakarta. 2002
Hasil Pembelajaran :
Mendiagnosis Sindroma Nefrotik pada anak

Mengatasi kegawatdaruratan pada pasien Sindroma Nefrotik pada anak

Tata laksana dan edukasi pasien Sindroma Nefrotik pada anak

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio


1

Subjektif :
Pasien datang diantar oleh orangtuanya ke Poli Anak RSUD Patut Patuh Patju, pada

tanggal 20 April 2016 dengan keluhan perut membesar sejak 1 minggu SMRS, awal mula
bengkak timbul pada mata, pipi kemudian perut dan kaki-tangannya pada saat pagi hari
bangun tidur, dua hari kemudian perut pasien semakin membesar dan akhirnya dibawa oleh
orang tuanya ke Poli Anak. Tidak ada bengkak di daerah lain, batuk (-), sesak (-), demam (-).
Tidak ada bintik-bintik merah, mimisan dan gusi berdarah. Mual muntah (-), nyeri perut (-).
BAB 1x perhari, warna coklat, lunak biasa tidak cair, lendir (-), darah (-). Frekuensi BAK
pasien 2x perhari sejak awal timbul bengkak, kuning keruh, tidak merah, setengah gelas
setiap kali BAK, tidak mengedan, rasa panas dan nyeri saat BAK disangkal.

PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 22 April 2016 di ruang Irna Anak pukul 09.45 WITA.
Kesan Umum : kesadaran: compos mentis, tampak sakit sedang, perdarahan spontan (-),
tampak pucat (-), bengkak pada perut dan wajah (+) tangan dan kaki (+), sesak (-)
Tanda Vital

Nadi
Laju Nafas
Tekanan darah

: 90 x/menit, reguler, isi cukup


: 32 x/menit, reguler
: 135/85 mmHg

Suhu

: 36 C (aksila)

Data Antropometri

Berat badan sekarang : 22 kg (dengan ascites dan edema pada muka)


o BB koreksi = 22 10% = 19.8 kg

Tinggi Badan: 114 cm

Lingkar perut 59 cm

Status Internus

Kepala

: Normocephaly

Rambut

: Hitam, lebat, tampak terdistribusi merata, tidak mudah dicabut

Mata

: Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), oedem palpebra


(+/+), mata cekung (-/-)

Hidung

: Bentuk normal, simetris, sekret (-/-), ekimosis (-),


epistaksis (-)

Telinga: Bentuk dan ukuran normal, discharge (-/-)

Mulut

: Bibir kering (-),bibir sianosi (-),stomatitis (-), gusi berdarah

(-)

Tenggorok

: Faring hiperemis (-)


Tonsil T1-T1 hiperemis (-), detritus (-), granulasi (-)

Leher

: Simetris, pembesaran KGB (-)

Axilla

: Pembesaran KGB (-)

Thorax

: Dinding thorax normothorax dan simetris

o Pulmo:

Inspeksi

: Pergerakan dinding thorax kiri-kanan simetris,


retraksi (-)

Palpasi

: Vocal fremitus simetris pada lapang paru kiri


dan kanan

Perkusi

: Sonor pada seluruh lapang paru kiri- kanan

Auskultasi

: Suara nafas vesikuler diseluruh lapang paru


kiri-kanan, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

o Cor

Inspeksi

: Ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: Ictus cordis teraba di ICS IV midclavicula


Sinistra

Perkusi

: Sulit dinilai

Auskultasi

: Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-),


gallop (-)

Abdomen

o Inspeksi

: buncit, distensi (+), simetris.

o Auskultasi

: Bising usus (+) normal

o Palpasi

: Lingkar perut 59 cm, tegang, nyeri tekan (-),


hepar lien sulit dinilai

o Perkusi

: Redup di ke 4 kuadran abdomen, shifting


dullness (+)

Genitalia : OUE hiperemis (-), oedem skrotum (-/-)

Anorektal : Tidak dilakukan

Ekstremitas

:
Superior

Inferior

Akral Dingin

-/-

-/-

Akral Sianosis

-/-

-/-

CRT

<2

<2

Oedem

+/+

+/+

Kanan

Kiri

Bisep

Trisep

Patela

Achiles

Reflek fisiologis

Reflek patologis

Kanan

Kiri

Hoffman tromer

Babinski

Chadock

Openheim

Gordon

Schufer

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
Laboratorium tgl. 20/04/2016
Jenis

Hasil

Nilai rujukan

Leukosit

11,11

4.5 14.5

Eritrosit

5,5

4.0 5.2

Hemoglobin

10,4

11.5 15.5

Hematokrit

26,9

35 45

MCV

62,3

76 96

MCH

24

23 31

MCHC

38,6

33.0 37.0

Trombosit

608

150-400

Netrofil

52,0

50 70

Limfosit

36,9

25 40

Monosit

7,7

28

Eosinofil

24

Basofil

3,1

01

Diff Count

Kimia klinik

Albumin

1.96

3.70 5.60

Urea

25,1

21,4 49,2

Creatinin

0,32

Urin lengkap
Hasil

Nilai Rujukan

Makroskopik
Warna

Kuning

Kuning

Kekeruhan

Agak keruh

Jernih

Kimia urin
Berat jenis

1020

1003 1035

Ph

4,5- 78.0

Protein

+4

Negatif,

+1/0,25,

+3/1,5, +4/5,0
Reduksi

Negatif

Negatif

Mikroskopik (sedimen)
Eritrosit

0 / lpb

0-2 / LPB

Lekosit

0-5 / lpb

0 5 /LPB

Epitel

1- 4 / lpk

< 10/LPK

Silinder

negatif

Bakteri

Negatif

Kristal

Negatif

Negatif

Jamur

Negatif

Negatif

Berat jenis

1,020

1,003- 1,030

Bilirubin

Negatif

Negatif

Khusus

+2/0,75,

Urobilinogen

Negatif

Negatif

Keton

Negatif

Negatif

Nitrit

Negatif

Negatif

Eritrosit

Negatif

Negatif

Leukosit

Negatif

Negatif

PEMERIKSAAN KHUSUS
1. Data antropometri:
Anak laki-laki usia

: 6 tahun

Berat badan

: 22 kg, BB koreksi = 19,8 kg

Panjang badan

: 114 cm

Pertumbuhan fisik anak laki-laki menurut persentil CDC 2000:


BB/U = 19,8/ 22 x 100% = 90 % (BB Normal menurut umur)
PB/U = 114 / 115 x 100% = 99,1 % (tinggi badan normal menurut umur)
BB/PB = 19,8 /20 x 100% = 99% (gizi Baik)
Kesan : Berat badan Normal, tinggi badan normal dan status gizi Baik

DAFTAR MASALAH
1. Observasi oedem
2. Hipoalbuminemia
3. Proteinuria
DIAGNOSIS KERJA
1. Sindroma Nefrotik Relaps

PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa

Prednisone 2 mg/kgbb/hari 40 mg/hari = (3 3 2) P.O

Captopril 0,3mg/kgbb/kali 2 x 6mg tab P.O

Amoxicillin 3 x250 mg P.O

Ukur BB /LP per 24 jam

Ukur Tekanan Darah / 24 jam

Urin tampung / 24 jam

Cek UR / 3 hari

2. Non medikamentosa

Bed rest

Edukasi Menjelaskan kepada keluarga tentang penyakit pasien dan


komplikasinya, pengobatan, dan edukasi mengenai pemberian makanan yang
tinggi kalori tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Minta orang tua pasien
untuk memberikan pasien putih telur sehari 3-4 kali.

USULAN PEMERIKSAAN

PROGNOSA

Cek urin ulang


Cek protein darah ulang
Fungsi ginjal
Lab darah rutin

Quo ad vitam
Quo ad sanam
Quo ad fungsionam

PERJALANAN PENYAKIT

: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam

Tanggal

21/ 4/ 2016

22/ 4/ 2016

(bangsal Irna Anak) Hari 1


perawatan

(bangsal Irna Anak) Hari 2


Perawatan

bengkak di mata, dan perut, BAK


keruh mulai berkurang (1500cc)

bengkak di mata (-), dan perut masih


sedikit bengkak, BAK keruh sudah
berkurang (800cc)

TD: 110/80 mmHg, S: 36,30C

TD: 108/73 mmHg, Nadi: 108x/m, RR:


22x/m, S: 36,50C

BB: 22kg
KU: compos mentis, tampak sakit
sedang, sesak (-), napas cuping hidung
(-), bengkak di wajah dan perut(+)
pucat (-), sianosis (-)
Kepala : Normocephali
Mata : CA (-/-), SI (-/-), oedem
palpebra (+/+)
Paru : SN Vesikular, Rh(-/-), Wh(-/-),
retraksi (-)
Jantung : S1/S2 regular, M (-), G (-)
Abdomen: buncit berkurang (lingkar
perut 58 cm), BU(+), hepar/lien tidak
teraba, massa (-), nyeri tekan (-)
Ekstremitas: oedem (-/-)/(-/-), akral
hangat (+/+)/(+/+), CRT < 2
A

Sindroma Nefrotik relaps

BB : 21,5 kg
KU: compos mentis, tampak sakit
ringan, sesak (-), napas cuping hidung
(-),bengkak di wajah dan perut(+)
berkurang, pucat (-), sianosis (-)
Kepala : Normosephali
Mata : CA (-/-), SI (-/-), oedem palpebra
(+/+)
Paru : SN Vesikular, Rh(-/-), Wh(-/-),
retraksi (-)
Jantung : S1/S2 regular, M (-), G (-)
Abdomen: buncit berkurang (lingkar
perut 58cm), BU(+), hepar/lien tidak
teraba, massa (-), nyeri tekan (-)
Ekstremitas: oedem (-/-)/(-/-), akral
hangat (+/+)/(+/+), CRT < 2
Sindroma Nefrotik relaps

Tanggal

23/4/ 2016

Prednisone 2 mg/kgbb/hari
40 mg/hari = (3 3 2)
P.O
Captopril
0,3mg/kgbb/kali
2 x
6mg tab P.O
Amoxicillin 3 x250 mg
P.O
Ukur BB /LP per 24 jam
Ukur Tekanan Darah / 24
jam
Urin tampung / 24 jam
Cek UR / 3 hari

Prednisone 2 mg/kgbb/hari
40 mg/hari = (3 3 2)
P.O
Captopril
0,3mg/kgbb/kali 2 x 6mg
tab P.O
Amoxicillin 3 x250 mg P.O
Ukur BB /LP per 24 jam
Ukur Tekanan Darah / 24
jam
Urin tampung / 24 jam
USG abdomen besok
Besok cek UR
24 / 4/ 2016

(bangsal Irna Anak) Hari 3


perawatan

(bangsal Irna Anak) Hari 4


perawatan

bengkak di mata dan perut (-), BAK


keruh (-) (1000 cc)

bengkak di mata dan perut (-), BAK


keruh (-) (1000 cc)

TD: 110/78 mmHg, Nadi: 104x/m,


RR: 24x/m, S: 36,00C

TD: 100/80 mmHg, Nadi: 98x/m, RR:


22x/m, S: 36,40C

BB : 20 kg

BB : 20 kg

KU: compos mentis, tampak sakit


ringan, sesak (-), napas cuping hidung
(-), bengkak di wajah dan perut(-)
pucat (-), sianosis (-)

KU: compos mentis, tampak sakit


ringan, sesak (-), napas cuping hidung
(-), bengkak di wajah dan perut(-) pucat
(-), sianosis (-)

Kepala : Normocephali

Kepala : Normocephali

Mata : CA (-/-), SI (-/-), oedem


palpebra (+/+) minimal

Mata : CA (-/-), SI (-/-), oedem palpebra


(-/-)

Paru : SN Vesikular, Rh(-/-), Wh(-/-),


retraksi (-)

Paru : SN Vesikular, Rh(-/-), Wh(-/-),


retraksi (-)

Jantung : S1/S2 regular, M (-), G (-)

Jantung : S1/S2 regular, M (-), G (-)

Abdomen: buncit berkurang (lingkar


perut 57 cm), BU(+), hepar/lien tidak
teraba, massa (-), nyeri tekan (-)

Abdomen: buncit berkurang (lingkar


perut 56cm), BU(+), hepar/lien tidak
teraba, massa (-), nyeri tekan (-)

Ekstremitas: oedem (-/-)/(-/-), akral


hangat (+/+)/(+/+), CRT < 2

Ekstremitas: oedem (-/-)/(-/-), akral


hangat (+/+)/(+/+), CRT < 2

Lab Urin : protein di urin +1


A
P

Sindroma Nefrotik relaps

Prednisone 2 mg/kgbb/hari
40 mg/hari = (3 3 2)
P.O
Captopril
0,3mg/kgbb/kali
2 x
6mg tab P.O
Amoxicillin 3 x250 mg
P.O
Ukur BB /LP per 24 jam
Ukur Tekanan Darah / 24
jam
Urin tampung / 24 jam

Tanggal 25/4/ 2016

Sindroma Nefrotik relaps

Prednisone 2 mg/kgbb/hari
40 mg/hari = (3 3 2)
P.O
Captopril
0,3mg/kgbb/kali 2 x 6mg
tab P.O
Amoxicillin 3 x250 mg P.O
Ukur BB /LP per 24 jam
Ukur Tekanan Darah / 24
jam
Urin tampung / 24 jam

24 / 4/ 2016

(bangsal Irna Anak) Hari 5


perawatan

(bangsal Irna Anak) Hari 4


perawatan

bengkak di mata dan perut (-), BAK


keruh (-) (500 cc)

bengkak di mata dan perut (-), BAK


keruh (-) (1100 cc)

TD: 108/72 mmHg, Nadi: 100x/m,


RR: 24x/m, S: 36,00C

TD: 106/66 mmHg, Nadi: 98x/m, RR:


22x/m, S: 36,20C

BB : 19 kg

BB : 18 kg

KU: compos mentis, tampak sakit


ringan, sesak (-), napas cuping
hidung (-), bengkak di wajah dan
perut(-) pucat (-), sianosis (-)

KU: compos mentis, tampak sakit


ringan, sesak (-), napas cuping hidung
(-), bengkak di wajah dan perut(+)
pucat (-), sianosis (-)

Kepala : Normocephali

Kepala : Normocephali

Mata : CA (-/-), SI (-/-), oedem


palpebra (+/+) minimal

Mata : CA (-/-), SI (-/-), oedem


palpebra (-/-)

Paru : SN Vesikular, Rh(-/-), Wh(-/-),


retraksi (-)

Paru : SN Vesikular, Rh(-/-), Wh(-/-),


retraksi (-)

Jantung : S1/S2 regular, M (-), G (-)

Jantung : S1/S2 regular, M (-), G (-)

Abdomen: lingkar perut 55 cm,


BU(+), hepar/lien tidak teraba, massa
(-), nyeri tekan (-)

Abdomen: lingkar perut 55 cm),


BU(+), hepar/lien tidak teraba, massa
(-), nyeri tekan (-)

Ekstremitas: oedem (-/-)/(-/-), akral


hangat (+/+)/(+/+), CRT < 2

Ekstremitas: oedem (-/-)/(-/-), akral


hangat (+/+)/(+/+), CRT < 2
Hasil Lab urin : Protein Negatif

Sindroma Nefrotik relaps

Prednisone
2
mg/kgbb/hari

40
mg/hari = (3 3 2) P.O
Captopril
0,3mg/kgbb/kali 2 x
6mg tab P.O
Amoxicillin 3 x250 mg
P.O
Ukur BB /LP per 24 jam
Ukur Tekanan Darah / 24
jam
Urin tampung / 24 jam
Besok Cek Urin

Sindroma Nefrotik relaps

BLPL
Prednisone 2 mg/kgbb/hari
40 mg/hari = (3 3 2)
P.O
Captopril
0,3mg/kgbb/kali
2 x
6mg tab P.O
KIE untuk tidak terlalu
banyak
kegiatan
dan
kecapekan

Urin lengkap 23 April 2016


Hasil

Nilai Rujukan

Makroskopik
Warna

Kuning

Kuning

Kekeruhan

Agak keruh

Jernih

Kimia urin
Berat jenis

1015

1003 1035

Ph

6,5

4,5- 78.0

Protein

+1

Negatif,

+1/0,25,

+3/1,5, +4/5,0
Reduksi

Negatif

Negatif

+2/0,75,

Mikroskopik (sedimen)
Eritrosit

0 -1/ lpb

0-2 / LPB

Lekosit

0-1 / lpb

0 5 /LPB

Epitel

1- 1 / lpk

< 10/LPK

Silinder

negatif

Bakteri

Negatif

Kristal

Negatif

Negatif

Jamur

Negatif

Negatif

Berat jenis

1,015

1,003- 1,030

Bilirubin

Negatif

Negatif

Urobilinogen

Negatif

Negatif

Keton

Negatif

Negatif

Nitrit

Negatif

Negatif

Eritrosit

Negatif

Negatif

Leukosit

Negatif

Negatif

Khusus

Urin lengkap 26 April 2016


Hasil

Nilai Rujukan

Makroskopik
Warna

Kuning

Kuning

Kekeruhan

Jernih

Jernih

Kimia urin
Berat jenis
Ph

1015

1003 1035

7.0

4,5- 78.0

Protein

Negatif

Negatif,

+1/0,25,

+3/1,5, +4/5,0
Reduksi

Negatif

Negatif

Mikroskopik (sedimen)
Eritrosit

0 / lpb

0-2 / LPB

Lekosit

0-2 / lpb

0 5 /LPB

Epitel

1- 2 / lpk

< 10/LPK

Silinder

negatif

Bakteri

Negatif

Kristal

Negatif

Negatif

Jamur

Negatif

Negatif

Berat jenis

1,015

1,003- 1,030

Bilirubin

Negatif

Negatif

Urobilinogen

Negatif

Negatif

Keton

Negatif

Negatif

Nitrit

Negatif

Negatif

Eritrosit

Negatif

Negatif

Leukosit

Negatif

Negatif

Khusus

TINJAUAN PUSTAKA

+2/0,75,

I. SINDROMA NEFROTIK

Definisi
Sindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak,
merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif,
hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia serta sembab. Yang dimaksud proteinuria masif adalah
apabila didapatkan proteinuria sebesar 50-100 mg/kg berat badan/hari atau lebih. Albumin
dalam darah biasanya menurun hingga kurang dari 2,5 gram/dl. Selain gejala-gejala klinis di
atas, kadang-kadang dijumpai pula hipertensi, hematuri, bahkan kadang-kadang azotemia

Epidemiologi
Sindrom nefrotik yang tidak menyertai penyakit sistemik disebut sindroma nefrotik
primer. Penyakit ini ditemukan 90% pada kasus anak. Apabila ini timbul sebagai bagian
daripada penyakit sistemik atau berhubungan dengan obat atau toksin maka disebut sindroma
nefrotik sekunder. Insidens penyakit sindrom nefrotik primer ini 2 kasus per-tahun tiap
100.000 anak berumur kurang dari 16 tahun, dengan angka prevalensi kumulatif 16 tiap
100.000 anak. Insidens di Indonesia diperkirakan 6 kasus per-tahun tiap 100.000 anak kurang
dari 14 tahun. Rasio antara lelaki dan perempuan pada anak sekitar 2:1. Laporan dari luar
negeri menunjukkan 2/3 kasus anak dengan SN dijumpai pada umur kurang dari 5 tahun.
Pasien sindrom nefrotik primer secara klinis dapat dibagi dalam tiga kelompok :
1. Kongenital
2. Responsive steroid, dan
3. Resisten steroid
Bentuk kongenital ditemukan sejak lahir atau segera sesudahnya. Umumnya kasuskasus ini adalah SN tipe Finlandia, suatu penyakit yang diturunkan secara resesif autosom.
Kelompok responsive steroid sebagian besar terdiri atas anak-anak dengan sindroma nefrotik
kelainan minimal (SNKM). Pada penelitian di Jakarta diantara 364 pasien SN yang dibiopsi
44,2% menunjukkan KM. kelompok tidak responsive steroid atau resisten steroid terdiri atas
anak-anak dengan kelainan glomerolus lain. Disebut sindroma nefrotik sekunder apabila
penyakit dasarnya adalah penyakit sistemik karena obat-obatan, allergen, dan toksin, dll.

Sindroma nefrotik dapat timbul dan bersifat sementara pada tiap penyakit glomerolus dengan
keluarnya protein dalam jumlah yang cukup banyak dan cukup lama.
Etiologi
Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
1. Sindrom nefrotik primer, faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom nefrotik
primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus
itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Termasuk
dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu salah satu jenis
sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1 tahun.
Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer dikelompokkan
menurut rekomendasi dari ISKDC (International Study of Kidney Disease in Children).
Kelainan glomerulus ini sebagian besar ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskop cahaya,
dan apabila diperlukan, disempurnakan dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan
imunofluoresensi. Tabel di bawah ini menggambarkan klasifikasi histopatologik sindrom
nefrotik pada anak berdasarkan istilah dan terminologi menurut rekomendasi ISKDC
(International Study of Kidney Diseases in Children, 1970) serta Habib dan Kleinknecht
(1971).
Tabel 1. Klasifikasi kelainan glomerulus pada sindrom nefrotik primer
Kelainan minimal (KM)
Glomerulosklerosis (GS)
Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)
Glomerulosklerosis fokal global (GSFG)
Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus (GNPMD)
Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus eksudatif
Glomerulonefritis kresentik (GNK)
Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)

GNMP tipe I dengan deposit subendotelial


GNMP tipe II dengan deposit intramembran
GNMP tipe III dengan deposit transmembran/subepitelial
Glomerulopati membranosa (GM)
Glomerulonefritis kronik lanjut (GNKL)
Sumber : Wila Wirya IG, 2002. Sindrom nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T,
Trihono PP, Pardede SO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi 2.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI pp. 381-426.
Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya berupa sindrom
nefrotik tipe kelainan minimal. Pada dewasa prevalensi sindrom nefrotik tipe kelainan
minimal jauh lebih sedikit dibandingkan pada anak-anak.
Di Indonesia gambaran histopatologik sindrom nefrotik primer agak berbeda dengan
data-data di luar negeri. Wila Wirya menemukan hanya 44.2% tipe kelainan minimal dari 364
anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi, sedangkan Noer di Surabaya
mendapatkan 39.7% tipe kelainan minimal dari 401 anak dengan sindrom nefrotik primer
yang dibiopsi.
Sindrom nefrotik sekunder timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai
akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat. Penyebab yang
sering dijumpai adalah :
a. Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom Alport,
miksedema.
b. Infeksi : hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptokokus, AIDS.
c. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, racun serangga, bisa
d.

ular.
Penyakit sistemik bermediasi imunologik: lupus eritematosus sistemik, purpura

Henoch-Schnlein, sarkoidosis.
e. Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, tumor gastrointestinal.

Patofisiologi

Pemahaman patogenesis dan patofisiologi sangat penting dan merupakan pedoman


pengobatan rasional untuk sebagian besar pasien SN.
Proteinuria merupakan kelainan dasar SN. Proteinuria sebagian besar berasal dari
kebocoran glomerulus (proteinuria glomerular) dan hanya sebagian kecil berasal dari sekresi
tubulus

(proteinuria

tubular).

Perubahan

integritas

membrana

basalis

glomerulus

menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma dan protein


utama yang diekskresikan dalam urin adalah albumin.(5)
Proteinuria disebabkan peningkatan permeabilitas kapiler terhadap protein akibat
kerusakan glomerulus. Dalam keadaan normal membrane basal glomerulus (MBG)
mempunyai mekanisme penghalang pertama berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan
yang kedua berdasarkan muatan listrik (charge barrier). Pada SN kedua mekanisme
penghalang tersebut ikut terganggu. Selain itu, konfigurasi molekul protein juga menentukan
lolos tidaknya protein melalui MBG.(1)
Proteinuria dibedakan menjadi selektif dan non-selektif berdasarkan ukuran molekul
protein yang keluar melalui urin. Proteinuria selektif apabila protein yang keluar terdiri dari
molekul kecil misalnya albumin, sedangkan non-selektif apabila protein yang keluar terdiri
dari molekul besar seperti immunoglobulin. Selektivitas proteinuria ditentukan oleh keutuhan
struktur MBG.(1)
Hipoalbuminemia disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin dan peningkatan
katabolisme albumin di ginjal. Sintesis protein di hati biasanya meningkat (namun tidak
memadai untuk mengganti kehilangan albumin dalam urin), tetapi mungkin normal atau
menurun. Pada SN dapat diterangkan dengan teori underfill dan overfill. Underfill
menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan faktor terjadinya edema pada SN.
Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma sehingga cairan bergeser
dari ekstraseluler ke jaringan interstisium dan terjadi edema. Overfill menjelaskan bahwa
retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan ekstraseluler keluar sehingga terjadi edema.
Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat gangguan ginjal akan menambah retensi natrium
dan edema. Kedua teori tersebut dapat ditemukan secara bersama pada pasien SN. Faktor
asupan natrium, efek diuretik atau terapi steroid, derajat gangguan ginjal, jenis lesi
glomerulus dan keterkaitan dengan penyakit jantung akan menentukan mekanisme mana
yang lebih berperan.(1,5)
Hiperlipidemia disebabkan oleh kolesterol serum, Very Low Density Lipoprotein
(VLDL), Low Density Lipoprotein (LDL), Trigliserida meningkat sedangkan High Density
Lipoprotein (HDL) dapat meningkat, normal atau menurun. Mekanisme hiperlipidemia pada

SN dihubungkan dengan peningkatan sintesis lipid dari lipoprotein hati dan menurunnya
katabolisme. Semula diduga hiperlipidemia merupakan hasil stimulasi non-spesifik terhadap
sintesis protein oleh hati. Karena sintesis protein tidak berkorelasi dengan hiperlipidemia
disimpulkan bahwa hiperlipidemia tidak langsung diakibatkan oleh hipoalbuminemia.
Hiperlipidemia dapat ditemukan pada SN dengan kadar albumin mendekati normal dan
sebaliknya pada pasien dengan hipoalbuminemia didapatkan kadar kolesterol normal.(1,5)
Lipiduria dapat disebabkan oleh lemak bebas (oval fat bodies) akibat akumulasi lipid
pada debris sel yang sering ditemukan pada sedimen urin. Sumber lemak ini berasal dari
filtrat lipoprotein melalui membrana basalis glomerulus yang permeabel. Lipiduria lebih
dikaitkan dengan proteinuria daripada dengan hiperlipidemia.(1,5)

Edema Dahulu diduga edema disebabkan penurunan tekanan onkotik plasma akibat
hipoalbuminemia dan retensi natrium. Hipovolemi menyebabkan peningkatan renin,
aldosteron, hormon antidiuretik dan katekolamin plasma serta penurunan Atrial Natriuretic
Peptide (ANP). Pemberian infus albumin akan meningkatkan volume plasma, meningkatkan
laju filtrasi glomerulus dan ekskresi fraksional natrium klorida dan air yang menyebabkan
edema berkurang. Peneliti lain mengemukakan teori overfill. Bukti adanya ekspansi volume
adalah hipertensi dan aktivitas renin plasma yang rendah serta peningkatan ANP.
Beberapa penjelasan berusaha menggabungkan kedua teori ini, misalnya disebutkan
bahwa pembentukan edema merupakan proses dinamis. Didapatkan bahwa volume plasma
menurun secara bermakna pada saat pembentukan edema dan meningkat selama fase diuresis.
(5)

Hiperkoagulabilitas disebabkan oleh hilangnya antitrombin (AT) III, protein S, C


dan plasminogen activating factor dalam urin dan meningkatnya faktor V, VII, VIII, X,
trombosit, fibrinogen, peningkatan agregasi trombosit, perubahan fungsi sel endotel serta
menurunnya faktor zimogen (faktor IX, XI).(5)

Kerentanan terhadap infeksi terjadi akibat defek imunitas humoral, selular dan
gangguan sistem komplemen. Penurunan kadar imunoglobulin IgG, IgA dan gamma globulin
karena kehilangan lewat ginjal yang terbuang melalui urin, penurunan sintesis dan
peningkatan katabolisme menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap infeksi bakteri
berkapsul seperti Streptococcus pneumonia, Klebsiella, Haemophilus. Pada SN juga terjadi
gangguan imunitas yang diperantarai sel T. Sering terjadi bronkopneumonia dan peritonitis.
(1,5)

Manifestasi Klinis
Apapun tipe sindrom nefrotik, yang tampak pada sekitar 95% anak dengan sindrom
nefrotik. Seringkali sembab timbul secara lambat sehingga keluarga mengira sang anak
bertambah gemuk. Pada fase awal sembab sering bersifat intermiten; biasanya awalnya
tampak pada daerah-daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah (misal, daerah
periorbita, skrotum atau labia). Akhirnya sembab menjadi menyeluruh dan masif (anasarka).
Sembab berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai sembab muka
pada pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak pada ekstremitas bawah
pada siang harinya. Bengkak bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan (pitting edema).
Pada penderita dengan sembab hebat, kulit menjadi lebih tipis dan mengalami oozing.
Sembab biasanya tampak lebih hebat pada pasien SNKM dibandingkan pasien-pasien GSFS
atau GNMP. Hal tersebut disebabkan karena proteinuria dan hipoproteinemia lebih hebat
pada pasien SNKM.
Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit sindrom nefrotik.
Diare sering dialami pasien dengan sembab masif yang disebabkan sembab mukosa usus.
Hepatomegali disebabkan sintesis albumin yang meningkat, atau edema atau keduanya. Pada
beberapa pasien, nyeri perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi pada sindrom nefrotik
yang sedang kambuh karena sembab dinding perut atau pembengkakan hati. Nafsu makan
menurun karena edema. Anoreksia dan terbuangnya protein mengakibatkan malnutrisi berat
terutama pada pasien sindrom nefrotik resisten-steroid. Asites berat dapat menimbulkan
hernia umbilikalis dan prolaps ani.
Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak, maka
pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat. Keadaan ini dapat
diatasi dengan pemberian infus albumin dan diuretik.

Anak sering mengalami gangguan psikososial, seperti halnya pada penyakit berat dan
kronik umumnya yang merupakan stres nonspesifik terhadap anak yang sedang berkembang
dan keluarganya. Kecemasan dan merasa bersalah merupakan respons emosional, tidak saja
pada orang tua pasien, namun juga dialami oleh anak sendiri. Kecemasan orang tua serta
perawatan yang terlalu sering dan lama menyebabkan perkembangan dunia sosial anak
menjadi terganggu. Manifestasi klinik yang paling sering dijumpai adalah sembab,
didapatkan pada 95% penderita. Sembab paling parah biasanya dijumpai pada sindrom
nefrotik tipe kelainan minimal (SNKM). Bila ringan, sembab biasanya terbatas pada daerah
yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah, misal daerah periorbita, skrotum, labia.
Sembab bersifat menyeluruh, dependen dan pitting. Asites umum dijumpai, dan sering
menjadi anasarka. Anak-anak dengan asites akan mengalami restriksi pernafasan, dengan
kompensasi berupa tachypnea. Akibat sembab kulit, anak tampak lebih pucat.
Hipertensi dapat dijumpai pada semua tipe sindrom nefrotik. Penelitian International
Study of Kidney Disease in Children (SKDC) menunjukkan 30% pasien SNKM mempunyai
tekanan sistolik dan diastolik lebih dari 90th persentil umur.
Tanda utama sindrom nefrotik adalah proteinuria yang masif yaitu > 40 mg/m2/jam
atau > 50 mg/kg/24 jam; biasanya berkisar antara 1-10 gram per hari. Pasien SNKM biasanya
mengeluarkan protein yang lebih besar dari pasien-pasien dengan tipe yang lain.
Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua. Kadar albumin serum < 2.5 g/dL.
Hiperlipidemia merupakan gejala umum pada sindrom nefrotik, dan umumnya, berkorelasi
terbalik dengan kadar albumin serum. Kadar kolesterol LDL dan VLDL meningkat,
sedangkan kadar kolesterol HDL menurun. Kadar lipid tetap tinggi sampai 1-3 bulan setelah
remisi sempurna dari proteinuria.
Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun tidak
dapat dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom nefrotik.
Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal penyakit.
Penurunan fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan kreatinin serum biasanya terjadi
pada sindrom nefrotik dari tipe histologik yang bukan SNKM.
Tidak perlu dilakukan pencitraan secara rutin pada pasien sindrom nefrotik. Pada
pemeriksaan foto toraks, tidak jarang ditemukan adanya efusi pleura dan hal tersebut
berkorelasi secara langsung dengan derajat sembab dan secara tidak langsung dengan kadar

albumin serum. Sering pula terlihat gambaran asites. USG ginjal sering terlihat normal
meskipun kadang-kadang dijumpai pembesaran ringan dari kedua ginjal dengan ekogenisitas
yang normal.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
I. Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di ke dua kelopak mata, perut,
tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang. Keluhan lain juga
dapat ditemukan seperti urin berwarna kemerahan.
II. Pemeriksaan fisis
Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua kelopak
mata, tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia. Kadang-kadang ditemukan
hipertensi.
III. Pemeriksaan penunjang
Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif (3+ sampai 4+), dapat disertai hematuria.
Pada pemeriksaan darah didapatkan hipoalbuminemia (< 2,5 g/dl), hiperkolesterolemia, dan
laju endap darah yang meningkat, rasio albumin/globulin terbalik. Kadar ureum dan kreatinin
umumnya normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal.
Diagnosis Banding
a.

Sembab non-renal : gagal jantung kongestif, gangguan nutrisi, edema hepatal.

b.

Glomerulonefritis akut

c.

Lupus sistemik eritematosus.

Penyulit
1. Shock akibat sepsis, emboli atau hipovolemia
2. Thrombosis akibat hiperkoagulabilitas
3. Infeksi

4. Hambatan pertumbuhan
5. Gagal ginjal akut atau kronik
6. Efek samping steroid, misalnya sindrom Cushing, hipertensi, osteoporosis, gangguan
emosi dan perilaku.
Penatalaksanaan
Bila diagnosis sindrom nefrotik telah ditegakkan, sebaiknya janganlah tergesa-gesa
memulai terapi kortikosteroid, karena remisi spontan dapat terjadi pada 5-10% kasus. Steroid
dimulai apabila gejala menetap atau memburuk dalam waktu 10-14 hari.
Untuk menggambarkan respons terapi terhadap steroid pada anak dengan sindrom
nefrotik digunakan istilah-istilah seperti tercantum pada tabel 2 berikut :
Tabel 2. Istilah yang menggambarkan respons terapi steroid pada anak dengan sindrom
nefrotik

Remisi

Proteinuria negatif atau seangin, atau proteinuria < 4 mg/m2/jam selama


3 hari berturut-turut.

Kambuh

Proteinuria 2 + atau proteinuria > 40 mg/m2/jam selama 3 hari


berturut-turut, dimana sebelumnya pernah mengalami remisi.

Kambuh tidak sering

Kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan, atau < 4 kali dalam periode 12
bulan.
Kambuh 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons awal, atau 4

Kambuh sering

kali kambuh pada setiap periode 12 bulan.

Responsif-steroid

Remisi tercapai hanya dengan terapi steroid saja.

Dependen-steroid

Terjadi 2 kali kambuh berturut-turut selama masa tapering terapi steroid,


atau dalam waktu 14 hari setelah terapi steroid dihentikan.
Gagal mencapai remisi meskipun telah diberikan terapi prednison 60

Resisten-steroid

mg/m2/hari selama 4 minggu.


Remisi terjadi setelah 4 minggu terapi prednison 60 mg/m2/hari tanpa

Responder lambat

Nonresponder awal
Nonresponder lambat

tambahan terapi lain.

Resisten-steroid sejak terapi awal.


Resisten-steroid terjadi pada pasien yang sebelumnya responsif-steroid.

Protokol Pengobatan
International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menganjurkan untuk
memulai dengan pemberian prednison oral (induksi) sebesar 60 mg/m2/hari atau 2
mg/kgbb/hari (maksimal 80 mg/hari) dalam dosis terbagi, untuk menginduksi remisi. Dosis
prednison dihitung sesuai dengan berat badan ideal (berat badan terhadap tinggi badan).
Prednison dosis penuh (full dose) inisial diberikan selama 4 minggu. Bila terjadi remisi dalam
4 minggu pertama, dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40 mg/m2 LPB (2/3
dosis awal) atau 1,5 mg/kgbb/hari, secara alternating (selang sehari), 1 x sehari setelah makan
pagi. Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh, tidak terjadi remisi, pasien
dinyatakan sebagai resisten steroid.

PENGOBATAN SN RELAPS
Skema pengobatan relaps dapat dilihat pada Gambar 3, yaitu diberikan

prednison dosis penuh sampai remisi (maksimal 4 minggu) dilanjutkan


dengan dosis alternating selama 4 minggu. Pada pasien SN remisi yang mengalami
proteinuria kembali ++ tetapi tanpa edema, sebelum pemberian prednison, dicari lebih
dahulu pemicunya, biasanya infeksi saluran nafas atas. Bila terdapat infeksi diberikan
antibiotik 5-7 hari, dan bila kemudian proteinuria menghilang tidak perlu diberikan
pengobatan relaps. Bila sejak awal ditemukan proteinuria ++ disertai edema, maka
diagnosis relaps dapat ditegakkan, dan prednison mulai diberikan.
A.
1.
a.

Sindrom nefrotik serangan pertama


Perbaiki keadaan umum penderita :
Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Rujukan ke bagian gizi
diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal.

b.

Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma atau albumin
konsentrat.

c.

Berantas infeksi.

d.

Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi.

e.

Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema anasarka. Diuretik
diberikan bila ada edema anasarka atau mengganggu aktivitas. Jika ada hipertensi, dapat
ditambahkan obat antihipertensi.

Terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari setelah diagnosis


sindrom nefrotik ditegakkan untuk memastikan apakah penderita mengalami remisi
spontan atau tidak. Bila dalam waktu 14 hari terjadi remisi spontan, prednison tidak perlu
diberikan, tetapi bila dalam waktu 14 hari atau kurang terjadi pemburukan keadaan,
segera berikan prednison tanpa menunggu waktu 14 hari.
B.

Sindrom nefrotik kambuh (relapse)

1. Berikan prednison sesuai protokol relapse, segera setelah diagnosis relapse ditegakkan.
2. Perbaiki keadaan umum penderita.
a. Sindrom nefrotik kambuh tidak sering

Adalah sindrom nefrotik yang kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan atau < 4 kali dalam masa
12 bulan.
1.

Induksi; Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80


mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu, maksimal 4
minggu. Bila remisi (dibuktikan 3 kali berturut turut protein urine negatif), dilanjutkan
dengan dosis intermiten selama 4 minggu

2.

Rumatan; Setelah remisi, prednison dengan dosis 40 mg/m2/48 jam atau 1,5
mg/kgbb/48 jam, diberikan selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu.
Setelah 4 minggu, prednison dihentikan.

b. Sindrom nefrotik kambuh sering


Adalah sindrom nefrotik yang kambuh > 2 kali dalam masa 6 bulan atau > 4 kali dalam masa
12 bulan.
1. Induksi; Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari,
diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.
2. Rumatan; Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m 2/48 jam, diberikan selang
sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, dosis
prednison diturunkan menjadi 40 mg/m2/48 jam diberikan selama 1 minggu, kemudian 30
mg/m2/48 jam selama 1 minggu, kemudian 20 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, akhirnya
10 mg/m2/48 jam selama 6 minggu, kemudian prednison dihentikan.

Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3 mg/kg/hari
diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu siklofosfamid dihentikan.
Indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi anak adalah bila pasien tidak respons
terhadap pengobatan awal, relapse frekuen, terdapat komplikasi, terdapat indikasi kontra
steroid, atau untuk biopsi ginjal.

Prognosis
Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
1. Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun.
2. Disertai oleh hipertensi.
3. Disertai hematuria.
4. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.
5. Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal.
Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons yang baik
terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan relapse
berulang dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid
Hipoalbumin
Kadar albumin yang redah/atau dibawah nilai normal atau keadaan dimana kadar
albumin serum <3,5 g/dL.
Klasifikasi
Defisiensi albumin atau hipoalbumin dibedakan berdasarkan selisih atau jarak dari
nilai normal kadar albumin serum, yaitu 3,5-5 g/dL atau total kandungan albumin dalam
tubuh 300-500 gram. Klasifikasi hipoalbuminemia adalah sebagai berikut:
1. Hipoalbuminemia ringan: 3,5-3,9 g/dL
2. Hipoalbuminemia sedang: 2,5-3,5 g/dL
3. Hipoalbuminemia berat: < 2,5 g/dL

Etiologi
Hipoalbuminemia dapat disebabkan oleh masukan protein yang rendah, pencernaan
atau absobsi protein yang tidak adekuat dan peningkatan kehilangan protein dapat ditemukan
pada pasien dengan kondisi medis kronis dan akut:
a. KEP
b. Kanker
c. Peritonitis
d. Luka bakar
e. Sepsis
f. Luka akibat pre atau post operasi
g. Penyakit hati yang akut atau penyakit hati kronis
h. Penyakit ginjal
i. Penyakit saluran cerna kronik
j. Radang atau infeksi tertentu
k. DM
l. TBC paru

Daftar Pustaka
1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Konsensus Tatalaksana Sindroma Nefrotik
Idiopatik pada Anak. Edisi kedua. 2012
2. Niaudet P. Long-term outcome of children with steroid-sensitive idiopathic
nephrotic syndrome. Clinical journal american society nephrology 4: 1547-1548.
2009
3. Noer MS. Sindroma Nefrotik Idiopatik. Dalam : Kompendium Nefrologi Anak.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2011
4. Pais P, Avner ED. Nephrotic Syndrome. In : Nelson Textbook of Pediatrics. 19 th
edition. Elsevier saunders. 2011
5. Wirya IGN. Sindrom Nefrotik. Dalam : Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi ke-2.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2002

Anda mungkin juga menyukai