Anda di halaman 1dari 10

Sindroma Nefritik Akut

Portofolio Medik
Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
Program Internship Dokter Indonesia

Disusun oleh

dr. Habibi Rahman

Pembimbing

dr Prasetya Ismail Permadi Sp.A, M.Biomed

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP KEMENKES

RS BEN MARI MALANG

KABUPATEN MALANG JAWA TIMUR

2018
Nama peserta : dr. Habibi Rahman
Nama wahana: RS Ben Mari Malang
Topik: Sindroma Nefrotik Akut
Tanggal (kasus): 22 November 2017
Nama Pasien: An. F No. RM: 40.01.19
Tanggal presentasi: Nama pendamping: 1. dr. Anin Indriani Sp.OG
Tempat presentasi: RS Ben Mari Malang
Obyektif presentasi:
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil
□ Deskripsi: An. F pendidikan terskhir SD
□ Tujuan: mampu mengetahui dan mendiagnosis dini sindroma nefrotik akut
Bahan bahasan: □ Tinjauan pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit
Cara membahas: □ Diskusi □ Presentasi □ Email □ Pos
dan diskusi
Data pasien: Nama: F Usia: 12 th Nomor RM: 40.01.19
Nama klinik: RS Ben Mari Telp: Terdaftar sejak: 2009
Malang
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis/ gambaran klinis:
Keluhan Utama : Kejang
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan kejang 1 jam sebelum masuk IGD 1x di rumah, kejang
seluruh tubuh, mulut berbusa, setelah kejang px tidur lalu sadar. Saat di IGD px kembali
kejang seluruh tubuh, dan mulut berbusa. Px juga mengeluhkan nyeri kepala sejak 1
minggu yang lalu, memberat 3 hari ini dan wajah px membengkak 4 hari ini. Panas badan
(-), nyeri tenggorokan (-), batuk (-) pilek (-), mual muntah (-), BAB cair (-), BAK nyeri
(-) BAK merah (-) BAK berbusa (-).
2. Riwayat pengobatan: 4 hari yang lalu ke igd dengan keluhan wajah bengkak dan kaki
gatal ada luka, dx kerja alergi obat dan diberikan steroid dan antihistamin
3. Riwayat kesehatan/ penyakit:
Keluhan kejang sebelumnya (-), sudah ke dokter sekitar 4 hari yg lalu dengan keluhan
wajah bengkak dan kaki gatal ada luka yang sudah ada sekitar seminggu yang lalu.
Riwayat sering sakit tenggorokan kadang-kadang

4. Riwayat keluarga:
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan serupa seperti pasien

5. Riwayat Persalinan dan imunisasi


Anak lahir anak pertama, lahir normal di bidan, cukup bulan. Imunisasi dasar lengkap.

6. Lain-lain:
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : tampak kesakitan
GCS : 456
Kesadaran : Compos Mentis
Vital sign : Tekanan Darah : 180/110 mmHg
Nadi : 109x/ mnt
Suhu : 36,3 C
RR : 25 x/menit
Kepala/ leher :
Inspeksi: anemia (+), ikterus (-), sianosis (-), dyspsneu (-), mata cowong (–), napas
cuping hidung (-), edema fasialis (+), edema periorbita +/+, faring hyperemia
(+), beslag (-) T2/T2 kripte melebar (+) detritus (-)
Palpasi: JVP meningkat -, pembesaran KGB -, deviasi trakea -, alopesia –
Auskultasi: bruit arteri temporalis -
Thorak :
Paru :
Inspeksi: Pergerakan dinding dada simetris, retraksi -,
Palpasi: Pergerakan dinding dada simetris, krepitasi -, stem fremitus +
Perkusi: Sonor/sonor
Auskultasi : Suara nafas vesikuler/vesikuler, Rh -/-, Wh -/-
Jantung :
Inspeksi: ictus cordis (-)
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat, thrill/fremissment (-)
Perkusi: Normal
Auskultasi : S1S2 Tunggal, Murmur -, gallop –
Abdomen:
Inspeksi: flat
Palpasi : nyerti tekan (-) , hepar dan lien tak teraba
Perkusi : timpani, shifting dullness (-)
Auskultasi : BU + N.
Extermitas:
Hangat, kering, merah, edema -, edema tibialis -/-, tampak macula erotematosa dengan
tertutup krusta et regio cruris dextra

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Darah Lengkap

 Leukosit : 12.400
 Neutrofil : 71 [49.0-67.0]
 Limposit : 18 [25.0-33.0]
 Monosit : 11 [3.0-7.0]
 Eusinofil : - [1.0-2.0]
 Basofil : - [0.0-1.0]
 Eritrosit : 4.310.000
 Hemoglobin : 10,2
 MCV : 72.40
 MCH : 23.60
 MCHC : 32.60
 Trombosit : 416.000
 Ureum : 25
 Kreatinin : 0.94
 Albumin : 3.93
 SGOT : 42
 SGPT : 49
 Cholesterol Total : 233

Urine Lengkap
 Warna : Kuning muda
 pH : 6.0
 BJ :1.020
 Leukosit : Negatif
 Nitrit : Negatif
 Urobilinogen : Negatif
 Protein : Negatif
 Eritrosit : Positif (+1)
 Keton : Negatif
 Billirubin : Negatif
 Glukosa : Negatif
 Silinder hyaline : 0-1
 Silinder korrel : 0-1
 Eritrosit : 0-3
 Leukosit : 0-2
 Epitel gepeng : 0-2
 Kristal : Negatif
 Bakteri : Negatif
 Lain-lain : Negatif

Diagnosis
 Sindrom Nefritik akut dengan ensefalopati hipertensi
dd
o GNAPS
o Syndrome nefrotic
o Vena cava superior syndrome
Terapi
 Infus NS 1500 cc/24 jam
 Inj Na Metamizole 3x500 mg
 Inj Ranitidin 2x50mg
 Inj diazepam 10 mg bolus pelan saat pasien kejang
 Konsultasi dengan dokter Spesialis Anak diberikan jawaban infus ganti D5%, berikan
nifedipin 4 mg sublingual, lab DL, UL, cholesterol total, ureum, creatinine, SGOT,
SGPT, albumin.
 Setelah masuk nifedipin 4 mg sublingual 1x, Tekanan darah pasien menjadi 130/70 ,
Nadi 97x/menit , Suhu 36C, RR 21 x/menit. Dokter spesialis anak menganjurkan pasien
untuk dirujuk.

Hasil pembelajaran:
Pembahasan :

Pada laporan kasus ini seorang pasien anak usia 12 tahun datang ke IGD dengan keluhan
kejang, dengan diikuti gejala edema fasialis dan edema periorbita lalu ditemukan nyeri kepala
serta krisis hipertensi dengan tekanan darah 180/110. Pasien mempunyai riwayat sering sakit
tenggorokan, namun saat ini keluhan nyeri tenggorokan disangkal hanya ditemukan
pemeriksaan faring tampak hyperemia tonsil ukuran T2/T2 serta tampak kripte melebar. Satu
minggu yang lalu pasien mengeluhkan ada seperti luka di kulit kaki yang tampak macula eritema
yang tertutup krusta kecoklatan. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan leukositosis,
neutrophil yang meningkat, hypercholesterolemia serta eritrosit (+1) pada pemeriksaan urine.

Diagnosis sindroma nefritik akut dibuat berdasarkan adanya oliguria, edema, hipertensi
serta kelainan urinalisi sberupa proteinuria kurang dari 2 gram/hari dan hematuria serta silinder
eritrosit. Resiko terjadinya penyakit ini pada pasien kemungkinan dari adanya infeksi kulit yang
muncul dirasakan satu minggu sebelumnya (Albar, 2005).

Pada pasien ini ditemukan gejala edema, hipertensi dan tampak eritrosit pada
pemeriksaan urinalisis. Mekanisme dasar terjadinya sindrom nefritik akut pasca infeksi
streptokokus adalah adanya suatu proses imunologis yang terjadi antara antibody spesifik
dengan antigen streptokokus. Proses ini terjadi di dinding kapiler glomerulus dan
mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Selanjutnya sistem komplemen memproduksi
aktivator komplemen 5a (C5a) dan mediator-mediator inflamasi lainnya. Sitokin dan faktor
pemicu imunitas seluler lainnya akan menimbulkan respon inflamasi dengan manifestasi
proliferasi sel dan edema glomerular (Rauf, 2012).

Keluhan edema pada wajah dan periorbita merupakan akibat adanya peningkatan
volume cairan intravaskuler dikarenakan adanya retensi Na dan cairan di glomerulus. Distribusi
edema bergantung pada 2 faktor, yaitu gaya gravitasi dan tahanan jaringan lokal. Oleh sebab itu,
edema pada palpebra sangat menonjol waktu bangun pagi, karena adanya jaringan longgar pada
daerah tersebut dan menghilang atau berkurang pada siang dan sore hari atau setelah melakukan
kegitan fisik (Rauf, 2012).

Hematuri makrokospis terjadi sekitar 30 – 50% pada penderita SNA pasca streptokokus.
Manifestasi yang timbul urine dapat berwarna seperti cola,teh atau pun keruh dan sering dengan
oliguria. Pada GNAPS terjadi reaksi radang pada glomerulus yang menyebabkan filtrasi
glomeruli berkurang, sedangkan aliran darah ke ginjal biasanya normal. Hal tersebut akan
menyebabkan filtrasi fraksi berkurang sampai di bawah 1%. Keadaan ini akan menyebabkan
reabsorbsi di tubulus proksimalis berkurang yang akan mengakibatkan tubulus distalis
meningkatkan proses reabsorbsinya, termasuk Na, sehingga akan menyebabkan retensi Na dan
air. Penelitian-penelitian lebih lanjut memperlihatkan bahwa retensi Na dan air didukung oleh
keadaan faktor-faktor endothelial dan mesangial yang dilepaskan oleh proses radang di
glomerulus, Overexpression dari epithelial sodium channel, sel-sel radang interstitial yang
meningkatkan aktivitas angiotensin intrarenal. Faktor-faktor inilah yang secara keseluruhan
menyebabkan retensi Na dan air, sehingga dapat menyebabkan edema dan hipertensi (Rauf,
2012).s.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada rumah sakit yang mempunyai
fasilitas lebih lengkap adalah pemeriksaan titer ASTO dan komplemen C3 untuk lebih
memastikan diagnosis serta biakan kuman pada sumber infeksi yang dicurigai antara lain swab
tenggorokan atau dari sumber infeksi kulit (Rauf, 2012).

Pada pasien juga ditemukan komplikasi dari sindroma nefritik akut yaitu ensefalopati
hipertensi yang bermanifestasi dengan nyeri kepala yang hebat serta munculnya kejang pada
pasien. Pasien mengalami kejang hingga 2x dan nyeri kepala hebat yang menetap serta tekanan
darah 180/110 yang membutuhkan penanganan segera dan perawatan lebih lanjut dengan
dilakukan rujukan pada pasien.

Pada saat di IGD setelah konsultasi dengan spesialis anak diberikan nifedipin 4 mg
sublingual untuk menurunkan tekanan darahnya dan di cek tiap 15 menit. Menurut konsensus
GNAPS (Rauf, 2012) ensefalopati hipertensi dapat diatasi dengan memberikan nifedipin (0,25
– 0,5 mg/kgbb/dosis) secara oral atau sublingual pada anak dengan kesadaran menurun. Bila
tekanan darah belum turun dapat diulangi tiap 15 menit hingga 3 kali. Penurunan tekanan darah
harus dilakukan secara bertahap. Bila tekanan darah telah turun sampai 25%, seterusnya
ditambahkan kaptopril (0,3 – 2 mg/kgbb/hari) dan dipantau hingga normal.

Penatalaksanaan gnaps termasuk bedrest total terutama jika muncul komplikasi, sesudah
fase akut tidak dianjurkan lagi istirahat terus di tempat tidur namun juga tidak diizinkan
melakukan kegiatan seperti saat sebelum sakit. Jumlah garam yang diberikan perlu diperhatikan.
Bila edema berat, diberikan makanan tanpa garam, sedangkan bila edema ringan, pemberian
garam dibatasi sebanyak 0,5-1 g/hari. Protein dibatasi bila kadar ureum meninggi, yaitu
sebanyak 0,5-1 g/kgbb/hari. Asupan cairan harus diperhitungkan dengan baik, terutama pada
penderita oliguria atau anuria, yaitu jumlah cairan yang masuk harus seimbang dengan
pengeluaran, berarti asupan cairan = jumlah urin + insensible water loss (20-25 ml/kgbb/ hari)
+ jumlah keperluan cairan pada setiap kenaikan suhu dari normal (10 ml/kgbb/hari) (Rauf,
2012).

Pemberian antibiotik pada GNAPS sampai sekarang masih sering dipertentangkan.


Pihak satu hanya memberi antibiotik bila biakan hapusan tenggorok atau kulit positif untuk
streptokokus, sedangkan pihak lain memberikannya secara rutin dengan alasan biakan negatif
belum dapat menyingkirkan infeksi streptokokus Terapi medikamentosa golongan penisilin
diberikan untuk eradikasi kuman, yaitu Amoksisilin 50 mg/kgbb dibagi dalam 3 dosis selama
10 hari. Jika terdapat alergi terhadap golongan penisilin, dapat diberi eritromisin dosis 30
mg/kgbb/hari (Rauf, 2012).

Gejala simptomatik lain diterapi sesuai dengan gejala, jika didapatkan bendungan
sirkulasi seperti edema paru pemberian furosemide hingga dialissi peritoneal bias
dipertimbangkan. Penanganan hipertensi sedang atau berat tanpa tanda-tanda serebral dapat
diberi kaptopril (0,3-2 mg/kgbb/hari). Pada hipertensi berat atau hipertensi dengan gejala
serebral (ensefalopati hipertensi) dapat diberi klonidin (0,002-0,006 mg/kgbb) yang dapat
diulangi hingga 3 kali atau diazoxide 5 mg/ kgbb/hari secara intravena (I.V). Kedua obat tersebut
dapat digabung dengan furosemid (1 – 3 mg/kgbb) (Rauf, 2012).

Pustaka :

1. Rauf, Syarifudin. Husein, albar. Jusli, aras, Konsensus glomerulonephritis akut pasca
streptokokus. UKK nefrologi IDAI. 2013. Hal 1-20.

2. Albar H, Rauf S. The profile of acute glomerulonephritis among Indonesian


Children.Paediatrica Indonesiana. 2005;45: 264–69.

3. Carapetis JR, Steer AC, Mullolans EK. The Global burden of group A streptococcal
diseases. The Lancet Infectious Diseases. 2005;5: hlm. 685–94.

4. Manhan RS, Patwari A, Raina C, Singh A. Acute nephritis in Kashmiri children a


clinical and epidemiological profile. Indian Pediatr. 1979;16: 1015–21.

5. Iturbe BR, Mezzano S. Acute post infectious glomerulonephritis. Dalam : Avner ED,
Hormon WE, Niaudet P, Yoshikawa N, penyunting. Pediatric Nephrology, Sixth
Completely Review, Updated and Enlarged Edition. Berlin Heidelberg: Springer-
Verlag; 2008; hlm. 743–55.

6. Bhimma R, Langman CB : Acute Poststreptococcal Glomerulonephritis (diunduh 20


January 2011). Tersedia dari: http : //medicine.medscape.com/article/980685.
overview.

7. Rivera F, Anaya S, Perez–Alvarez J, de la Niela, Vozmediano MC, Blanco J. Henoch–


Schonlein nephritis associated with streptococcal infection and persistent
hypocomplementemia : a case report. J Med Case Reports. 2010;4(1): 50.

8. Ahnsy, Ingulli E. Acute poststreptococcal glomerlonephritis : an update Curr Opin.


Pediatric. 2008; 20(2): 157–62.

9. Batsford SR, Mezzano S, Mihatsch Metal. Is the nephritogenic antigen in


poststreptococcal glomerulonephritis pyrogenic exotoxin in ß (SPEB) or GAPDH?.
Kidney Int. 2005; 68: 1120–9.

10. Yoshizawa N, Yamakami K, Fujino Metal. Nephritis associated plasmin receptor and
acute poststreptococcal glomerulonephritis characterization of the antigen and
associated immune response. J Amer Soc Nephrol. 2004; 15: 1785–93.

11. Parra G, Platt JL, Falk RJ. Cell populations and membrane attack complex in
poststreptococcal glomerulonephritis: identification using monoclonal antibodies by
indirect fluorescence. Clin immunol immunopathol. 1984; 33: 324--332.
12. Parra G. Romero M, Henriquez-La Roche C, et al. Expression of adhesion moleculas in
poststreptococcal glomerulonephritis. Nephrol Dial Transplant. 1994; 9: 1412— 1417.

13. Papanagnou D, Kwon NS. Acute Glomerulonephritis in Emergency Medicine. Updated


e Medicine Emergency December. 2010: 1–18.

14. Zaffanello M, Cataldi L, Franchini M, Fanos V. Evidence-based treatment limitations


prevent any therapeutic recommendation for acute poststreptococcal glomerulonephritis
in children. PabMed gov. 2010; 16(4): 79-84.

15. Taskesen M, Taskesen T, Kafar S, Karadede A, Tas. Elevated Plasma Levels of N-


Terminal Pro–Brain Natriuretic Peptide in Children With Acute Poststreptococcal
Glomerulonephritis. Tohoku: J. Exp. Med. 2009; 217–98.

16. Tasic V. Post Infection glomulonephritis. Dalam: Geary DF, Schaefer F, penyunting.
Comprehasive Pediatric nephrology. Philadelphia: Mosby; 2008. hlm. 309--17.

17. Smith JM, Faizan K, Eddy AA. The child with acute nephritic syndrome. Dalam: Weeb
N, Postlethwaite R, penyunting. Clinical Pediatric Nephrology. Edisi ke-3. Oxford:
University Press; 2003. hlm. 367–79.

Pembimbing Pendamping

dr Prasetya Ismail Permadi Sp.A, M.Biomed dr Anin Indriani, SpOG

Anda mungkin juga menyukai