Anda di halaman 1dari 3

F.4.

Usaha Kesehatan Masyarakat


Upaya Peningkatan Kualitas Gizi
Puskesmas Katobu, Muna
Juli 2017 November 2017

Penyuluhan Program Gizi Balita Bawah Garis Merah (BGM)

dr. Nur Hasni Oktarina


Latar Belakang Di Indonesia prevalensi balita gizi buruk adalah 4,9% dan gizi
kurang sebesar 13% atau secara nasional prevalensi balita gizi buruk dan
gizi kurang adalah sebesar 17,9%, keduanya menunjukkan bahwa baik
target Rencana Pembangunan Jangka Menengah untuk pencapaian
program perbaikan gizi 20%, maupun target Millenium Development
Goals pada 2015 18,5% telah tercapai. Namun masih terjadi disparitas
antar provinsi yang perlu mendapat penanganan masalah yang sifatnya
spesifik di wilayah rawan (Riskesdas 2010).
Indonesia telah menunjukkan penurunan kemiskinan secara
tetap, tetapi masalah gizi pada anak-anak menunjukkan sedikit
perbaikan. Dari tahun 2007 sampai 2011, proporsi penduduk miskin di
Indonesia mengalami penurunan sebesar 16,6 - 12,5 persen, tetapi
masalah gizi tidak menunjukkan penurunan secara signifikan. Enam
belas provinsi menunjukkan prevalensi berat badan kurang, yang
mempengaruhi 20 persen atau lebih anak-anak. Prevalensi berat badan
kurang sangat tinggi di Nusa Tenggara Barat, melebihi 30 persen. Secara
nasional, enam persen anak sangat kurus, sehingga menempatkan
mereka pada resiko kematian yang tinggi, situasi yang menunjukkan
tidak adanya peningkatan antara tahun 2007 dan 2010. Sembilan
provinsi memiliki prevalensi anak kurus yang sangat tinggi, sebesar 15
persen atau lebih.
Status gizi bayi juga terkait dengan pemberian ASI ekslusif.
Masyarakat dan petugas kesehatan perlu memahami pentingnya ASI
eksklusif dan praktek-praktek pemberian makan bayi dan anak yang
tepat, dan memberikan dukungan kepada para ibu. Survei Demografi
dan Kesehatan Indonesia 2007 menunjukkan bahwa kurang dari satu
dari tiga bayi di bawah usia enam bulan diberi ASI eksklusif dan hanya
41 persen anak usia 6-23 bulan menerima makanan pendamping ASI
(MP-ASI) yang sesuai dengan praktek-praktek yang direkomendasikan
tentang pengaturan waktu, frekuensi dan kualitas.
Kejadian gizi kurang juga terkait dengan penyakit yang diderita
oleh anak, misalnya diare. Berdasarkan Riskesdas 2010, sebagian besar
rumah tangga di Indonesia masih menggunakan air yang tidak bersih (45
persen) dan sarana pembuangan kotoran yang tidak aman (49 persen).
Minimal satu dari setiap empat rumah tangga dalam dua kuintil
termiskin masih melakukan buang air besar di tempat terbuka. Perilaku
tersebut berhubungan dengan penyakit diare, yang selanjutnya
berkontribusi terhadap gizi kurang. Pada tahun 2007, diare merupakan
penyebab dari 31 persen kematian pada anak-anak di Indonesia antara
usia 1 sampai 11 bulan, dan 25 persen kematian pada anak-anak antara
usia satu sampai empat tahun.
Seiring perkembangan anak maka diperlukan pemantauan
terhadap tumbuh kembangnya. Tanpa konseling yang efektif,
pemantauan pertumbuhan tidak akan efektif dalam menurunkan gizi
kurang. Bagian-bagian dari paket intervensi gizi efektif berada pada
sektor kesehatan dan melibatkan para pemangku kepentingan.
Mendorong revitalisasi Posyandu dengan menggunakan program
konseling gizi. Jaringan Posyandu yang luas di Indonesia merupakan
satu-satunya struktur yang memberikan kemungkinan untuk konseling
gizi sampai ke tingkat masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi tenaga
kesehatan dan kader masyarakat untuk menggerakkan posyandu sebagai
lini pertama screening serta penanganan gizi buruk pada anak.
Permasalahan Pada masa balita, nutrisi memegang peranan penting dalam
perkembangan seorang anak. Masa balita juga disebut masa transisi,
terutama di usia 1-2 tahun, dimana seorang anak akan mulai makan
makanan padat dan menerima rasa serta tekstur makanan yang baru.
Selain itu usia balita adalah usia kritis dimana seorang anak akan
bertumbuh dengan pesat baik secara fisik maupun mental. Di masa
balita, seorang anak membutuhkan nutrisi dari berbagai sumber dan
makanan. Kebutuhan balita akan makanan dan nutrisi tergantung dari
usia, besar tubuh dan tingkat aktivitas balita itu sendiri. Seorang balita
biasanya membutuhkan sekitar 1000 1400 kalori per hari. Nutrisi yang
tepat dan lengkap akan memberikan dampak yang positif bagi tumbuh
kembang otak dan juga fisik. Balita yang kurang terpenuhi kebutuhan
nutrisinya dapat mengakibatkan dampak negatif bagi balita itu sendiri
seperti kejadian gizi kurang dan gizi buruk.
Perencanaan Intervensi yang dipilih yaitu dengan mengadakan program Gizi
dan Pemilihan Balita Bawah Garis Merah. Adapun deskripsi dari kegiatan tersebut:
Intervensi Sasaran : Balita Bawah Garis Merah
Kegiatan : Skrining pertumbuhan (ukur tinggi badan, timbang berat
badan), pemeriksaan kesehatan, penyuluhan gizi, dan
pemberian makanan tambahan
Pelaksanaan Hari dan Tanggal : Kamis, 5 Oktober 2017
Waktu : Pukul 09.00 10.00
Tempat : Poli MTBS Puskesmas Katobu
Monitoring dan Monitoring dan evaluasi kegiatan dilihat dari Kartu Menuju
Evaluasi Sehat (KMS) Balita. Jika anak belum mengalami peningkatan dari bulan
sebelumnya, ibu terus dimotivasi dan diberikan penyuluhan mengenai
gizi balita, jenis dan cara pemberian makanan.

Muna, Oktober 2017


Peserta Pendamping

dr. Nur Hasni Oktarina dr. Wa Ode Fil Hayah Fitri

Anda mungkin juga menyukai