Anda di halaman 1dari 58

ht

tp
s:
//j
ak
ar
ta.
bp
s.

1
go
.id
4103022.31
ht
tp
s:
//j
ak

2
ar
ta
.b
ps
.g
o.id
PROFIL BALITA PROVINSI DKI JAKARTA 2020

ISBN : 978-602-0922-67-6
NOMOR PUBLIKASI : 31000.2117
KATALOG : 4103022.31
Ukuran : 21 x 29,7 cm
Jumlah Halaman : viii + 48 Halaman
Naskah : BPS Provinsi DKI Jakarta
Penyunting : BPS Provinsi DKI Jakarta

.id
Gambar Kulit : BPS Provinsi DKI Jakarta

o
Diterbitkan Oleh : ©BPS Provinsi DKI Jakarta

.g
Dicetak Oleh : BPS Provinsi DKI Jakarta
ps
.b
ta
ar
ak
//j

Dilarang mengumumkan, mendistribusikan, mengkomunikasikan, dan/atau


s:

menggandakan sebagian atau seluruh isi buku ini untuk tujuan komersial tanpa
tp

izin tertulis dari Badan Pusat Statistik.


ht
TIM PENYUSUN

Penanggung Jawab : Buyung Airlangga

Editor : Suryana
Rini Savitridina

Penulis : Mega Cahya Kristianti

Dimas Hafizh

o .id
Siti Alifah

.g
ps
.b
Pembuat Cover : Dhafina dan Dimas Hafizh
ta

Pengolah Data : Mega Cahya Kristianti


ar
ak

Layout : Dimas Hafizh


//j
s:
tp
ht
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan izin-Nya sehingga buku

“Profil Balita Provinsi DKI Jakarta 2020” ini dapat disusun. Buku ini merupakan salah

satu publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta yang menyajikan

informasi mengenai kondisi penduduk berumur dibawah lima tahun (Balita).

.id
Data yang digunakan dalam publikasi ini sebagian besar bersumber dari

o
hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2020. Informasi yang

.g
ps
ditampilkan antara lain kesehatan, pendidikan prasekolah, kesejahteraan, dan hak
.b
ta

Balita sebagai warga negara Indonesia.


ar
ak

Kepada semua pihak yang telah ikut berpastisipasi dalam penyusunan


//j

publikasi ini, diucapkan terima kasih. Semoga publikasi ini bermanfaat untuk kita
s:
tp

semuanya.
ht

Jakarta, 15 September 2020

Kepala Badan Pusat Statistik


Provinsi DKI Jakarta,

BUYUNG AIRLANGGA

iv
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 2
1.3 Cakupan 2
1.4 Sumber Data 2
1.5 Sistematika Penyajian 2

.id
1.6 Konsep dan Definisi 3
BAB 2 STRUKTUR PENDUDUK BALITA

o
.g
2.1 Komposisi Penduduk Usia Balita 5
2.2 Rasio Jenis Kelamin ps 7
.b
BAB 3 PERSALINAN BALITA
ta

3.1 Tempat Melahirkan 9


ar

3.2 Penolong Persalinan 11


ak

3.3 Inisiasi Menyusu Dini 13


3.4. Berat Badan Saat Lahir 15
//j

BAB 4 IMUNISASI, PEMBERIAN AIR SUSU IBU, DAN


s:

MAKANAN PENDAMPING
tp

4.1 Imunisasi Balita 18


ht

4.2 Pemberian Air Susu Ibu 19


4.3 Pemberian Makanan Pendamping ASI 24
BAB 5 AKTE KELAHIRAN DAN PENDIDIKAN PRA SEKOLAH
5.1 Kepemilikan Akte Kelahiran 28
5.2 Pendidikan Pra Sekolah 30
BAB 6 KELUHAN KESEHATAN DAN RAWAT JALAN/INAP
6.1 Keluhan Kesehatan 35
6.2 Rawat Jalan 39
6.3 Rawat Inap 42
BAB 7 KESEJAHTERAAN BALITA
7.1 Status Kepemilikan Rumah Tempat Tinggal 44
7.2 Akses Terhadap Air Layak 45
7.3 Air Terhadap Sanitasi Layak 46
DAFTAR PUSTAKA 48
LAMPIRAN
v
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Proyeksi Balita DKI Jakarta (Ribu), 2020 – 2025 6

Tabel 2.2 Balita DKI Jakarta Menurut Jenis Kelamin, Rasio Jenis 8
Kelamin, dan Kab/Kota, 2020

Tabel 3.1 Persentase Perempuan Pernah Kawin Usia 15-49 Tahun 10


yang Melahirkan Hidup Dalam Dua Tahun Terakhir
Menurut Tempat Melahirkan dan Kab/Kota di DKI Jakarta,
2020
Tabel 3.2 Persentase Perempuan Pernah Kawin Usia 15-49 Tahun 12
yang Melahirkan Hidup Dalam Dua Tahun Terakhir

.id
Menurut Penolong Persalinan dan Kab/Kota di DKI Jakarta,
2020

o
.g
Tabel 4.1 Persentase Jenis Imunisasi Dasar yang diterima Pada Anak 19
Usia 12-23 Bulan, 2020 ps
Tabel 4.2 Persentase Anak Usia 0-23 Bulan (Baduta) yang Pernah 22
.b
Disusui dan Masih Disusui Menurut Pendidikan KRT di DKI
ta

Jakarta, 2020
ar

Tabel 4.3 Persentase Pemberian Keberlanjutan ASI pada Bayi 6-23 23


ak

Bulan Menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2020


Tabel 4.4 Persentase Bayi 6-23 Bulan yang telah Mengkonsumsi 25
//j

Makanan Pendamping ASI Menurut Jenisnya Menurut


s:

Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2020


tp

Tabel 4.5 Persentase Bayi 6-23 Bulan yang telah Mengkonsumsi 26


ht

Makanan Pendamping ASI Menurut Pendidikan Kepala


Rumah Tangga di DKI Jakarta, 2020
Tabel 5.1 Persentase Balita Menurut Kepemilikan Akte Kelahiran 29
dan Kab/Kota di DKI Jakarta, 2020
Tabel 5.2 Persentase Balita yang Memiliki Akte Kelahiran Menurut 30
Jenis Kelamin dan Kab/Kota di DKI Jakarta, 2020
Tabel 5.3 Persentase Balita Umur 3 Tahun Keatas Menurut 32
Partisipasi Pendidikan Prasekolah dan Kab/Kota di DKI
Jakarta, 2020
Tabel 5.4 Persentase Balita Umur Kurang dari 3 Tahun Menurut 32
Partisipasi Pendidikan Prasekolah dan Kab/Kota di DKI
Jakarta, 2020
Tabel 5.5 Partisipasi Balita Menurut Jenis Pendidikan Prasekolah 33
yang Sedang Diikuti dan Kabupaten/Kota di DKI Jakarta,
2020
Tabel 5.6 Partisipasi Balita Menurut Jenis Pendidikan Prasekolah 34
yang Sedang Diikuti dan Jenis Kelamin di DKI Jakarta, 2020

vi
Tabel 6.1 Persentase Balita yang Mengalami Keluhan Kesehatan 36
Menurut Kab/Kota dan Jenis Kelamin di DKI Jakarta, 2020
Tabel 6.2 Persentase Balita yang Mengalami Keluhan Kesehatan dan 37
Terganggunya Aktivitas/Pekerjaan Sehari-hari Menurut
Jenis Kelamin dan Kab/Kota di DKI Jakarta, 2020
Tabel 6.3 Persentase Balita yang Mengalami Keluhan Kesehatan dan 38
Mengobati Sendiri menurut jenis kelamin dan
Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2020
Tabel 6.4 Persentase Balita yang Mengalami Keluhan Kesehatandan 39
Melakukan Rawat Jalan di DKI Jakarta, 2020

o .id
.g
ps
.b
ta
ar
ak
//j
s:
tp
ht

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Piramida Penduduk DKI Jakarta, 2020 6


Gambar 3.1 Persentase Perempuan Pernah Kawin Usia 15-49 Tahun 14
yang Melahirkan Anak Lahir Hidup (ALH) dalam Dua
Tahun Terakhir dan Anak Lahir Hidup yang Terakhir
Dilahirkan Dilakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) Kurang
dari Satu Jam Setelah Dilahirkan Menurut
Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2020
Gambar 3.2 Persentase Perempuan Pernah Kawin Usia 15-49 Tahun 16
yang Melahirkan Anak Lahir Hidup (ALH) dalam Dua
Tahun Terakhir dan Anak Lahir Hidup yang Terakhir
Dilahirkan Dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

.id
menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2020
Gambar 4.1 Persentase Imunisasi Dasar Lengkap Pada Anak Usia 18

o
.g
12-23 Bulan Menurut Kab/Kota di DKI Jakarta, 2020
Gambar 4.2 Persentase Anak umur 0-5 tahun yang menerima ASI
ps 20
Eksklusif, 2018-2020
.b
Gambar 4.3 Persentase Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi Usia 0-5 21
ta

Bulan Menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2020


ar

Gambar 4.4 Persentase Balita yang Menerima ASI Eksklusif Menurut 21


ak

Karakteristik Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan KRT,


2020
//j

Gambar 4.5 Persentase Anak Umur 6-23 bulan yang Memenuhi 25


s:

Keragaman MPASI
tp

Gambar 4.6 Persentase Keragaman Pemberian MPASI pada Bayi 6-23 26


ht

Bulan Menurut Golongan Pengeluaran DKI Jakarta, 2020


Gambar 6.1 Persentase Balita yang Mengalami Keluhan Kesehatan 40
dan Berobat Jalan Menurut Tempat Rawat Jalan, 2020
Gambar 6.2 Persentase Balita yang Mengalami Keluhan Kesehatan 41
dan Alasan Utama Tidak Rawat Jalan di DKI Jakarta, 2020
Gambar 6.3 Persentase Balita yang Rawat Inap dan Tempat dalam 42
Setahun Terakhir Menurut Kabupaten/Kota di DKI
Jakarta, 2020
Gambar 6.4 Persentase Balita yang Rawat Inap dalam Setahun 43
Terakhir Menurut Jenis Fasilitas Kesehatan di DKI Jakarta,
2020
Gambar 7.1 Persentase Balita Menurut Bangunan Tempat Tinggal 45
yang di Tempati, 2020
Gambar 7.2 Persentase Balita yang Tinggal di Rumah dengan Fasilitas 47
Sanitasi Layak dan Tidak Layak

viii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Peningkatan kualitas sumber daya manusia yang unggul diperlukan dalam
rangka menciptaan bangsa yang kuat demi mewujudkan negara yang makmur dan
sejahtera. Melalui sumber daya manusia yang berkualitas, unggul, dan tangguh
diharapkan mampu meningkatkan dan mendukung pembangunan, meningkatkan
kemandirian bangsa, serta peningkatan daya saing bangsa di kancah internasional.

.id
Peningkatan kualitas sumber daya manusia harus dilakukan semenjak awal

o
.g
kehidupan manusia yaitu pada saat manusia masih berusia Balita, dan selanjutnya
ps
terus meningkat seiring bertambahnya usia. Masa Balita seringkali disebut juga
.b
sebagai golden age atau masa keemasan karena pada periode ini merupakan
ta

periode penting dalam proses tumbuh kembang manusia. Keberhasilan


ar
ak

pertumbuhan dan perkembangan anak pada periode selanjutnya sangat


//j

dipengaruhi oleh pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi pada masa Balita,
s:

sehingga periode Balita menjadi penentu.


tp

Masa tumbuh kembang di usia Balita berlangsung sangat cepat dan tidak
ht

pernah terulang. Oleh karena itu penting memperhatikan setiap pertumbuhan dan
perkembangan yang terjadi pada tubuh balita dan perkembangan sosial
emosionalnya. Pertumbuhan dan perkembangan dapat dilihat dari bertambahnya
berat tubuh, berkembangannya fungsi penginderaan, interaksinya dengan orang
lain, dan lain sebagainya.
Profil Balita DKI Jakarta 2021 disusun untuk memberikan gambaran kondisi
Balita di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2020 berdasarkan hasil Survei Sosial
Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2021. Beberapa aspek penting yang akan
disajikan untuk memberikan gambaran kualitas Balita DKI Jakarta serta
pertumbuhan dan perkembangannya adalah dari sisi kesehatan dan Pendidikan.
Juga aspek perlindungan Balita terkait hakya sebagai Warga Negara Indonesia.

1
Publikasi Profil Balita DKI Jakarta 2021 ini diharapkan mampu memberikan
gambaran keadaan menyeluruh kondisi Balita DKI Jakarta.

1.2. Tujuan
Memberikan gambaran kondisi Balita DKI Jakarta pada tahun 2020 meliputi
perkembangan jumlah Balita, kesehatan, kesejahteraan, pendidikan, dan hak Balita
sebagai warna negara Indonesia.

1.3. Cakupan

.id
Pembahasan dalam publikasi ini meliputi seluruh wilayah DKI Jakarta yaitu

o
.g
lima kota dan satu kabupaten. Kelompok umur yang dicakup dalam pembahasan ini
ps
meliputi bayi yang berumur nol tahun sampai dengan dibawah lima tahun.
.b
ta
ar

1.4. Sumber Data


ak

Publikasi ini menggunakan sumber data utama yang berasal dari hasil
//j

Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) Maret 2020. Sumber data lain yang
s:

digunakan adalah proyeksi penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS 2015.


tp
ht

1.5. Sistematika Penyajian


Sistematika penyajian Profil Balita DKI Jakarta 2020 terdiri dari tujuh bab
yaitu:
Bab I : Pendahuluan meliputi latar belakang, tujuan dan ruang lingkup, sumber
data, serta sistematika penyajian.
Bab II : Struktur Penduduk Balita meliputi jumlah dan tren Balita, rasio jenis
kelamin, dan komposisi penduduk Balita.
Bab III : Persalinan Balita meliputi tempat melahirkan, penolong persalinan, inisiasi
dini, dan berat badan saat lahir.
Bab IV : Imunisasi, Pemberian Air Susu Ibu, dan Makanan Pendamping meliputi
imunisasi Balita, pemberian air susu ibu, dan pemberian makanan pendamping ASI.

2
Bab V : Akte Kelahiran dan Pendidikan Prasekolah meliputi kepemilikan akte
kelahiran dan pendidikan prasekolah.
Bab VI : Keluhan Kesehatan dan Rawat Jalan/Inap meliputi keluhan kesehatan,
rawat jalan, dan rawat inap.
Bab VII : Kesejahteraan Balita meliputi status kepemilikan rumah, akses terhadap
air layak, dan akses terhadap sanitasi layak.

1.6. Konsep dan Definisi


a. Anak lahir hidup adalah anak yang ketika dilahirkan menunjukkan tanda-tanda

.id
kehidupan seperti bernafas, menangis, dan lain sebagainya.

o
.g
b. Balita adalah penduduk berumur dibawah lima tahun (0-59 bulan).
ps
c. Baduta adalah bayi berumur dibawah dua tahun (0-23 bulan).
.b
d. Taman Kanak-Kanak (TK) / Bustanul Athfal (BA)/Raudatul Athfal (RA) adalah
ta
ar

tempat pendidikan pra sekolah sebelum SD.


ak

e. Taman Kanak-Kanak (TK) / Bustanul Athfal (BA)/Raudatul Athfal (RA) adalah


//j

tempat pendidikan pra sekolah sebelum SD.


s:

f. Taman penitipan anak adalah tempat untuk menitipkan anak yang disertai
tp
ht

dengan program pendidikan prasekolah. Taman penitipan anak biasanya


menampung anak yang kedua orang tuanya bekerja. Taman penitipan anak
mempunyai program stimulasi untuk anak, antara lain: alat bermain (motorik
kasar), mengenal bentuk (motorik halus) dan bermain (sosialisasi). Nama lain
yang mungkin ditemukan adalah full day atau day care. Taman penitipan anak
adalah tempat untuk menitipkan anak yang disertai dengan program pendidikan
prasekolah. Taman penitipan anak biasanya menampung anak yang kedua
orang tuanya bekerja. Taman penitipan anak mempunyai program stimulasi
untuk anak, antara lain: alat bermain (motorik kasar), mengenal bentuk
(motorik halus) dan bermain (sosialisasi). Nama lain yang mungkin ditemukan
adalah full day atau day care.

3
g. PAUD adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir
sampai usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan
untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar
anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (Pasal 1, butir
14, UU Sisdiknas). Masyarakat lebih mengenal singkatannya, atau nama lainnya
yaitu Pos Pendidikan Anak Dini Usia (PADU), Pos PAUD, Taman PADU terpadu,
dan PADU Posyandu. 1. Kegiatan BKB biasanya seminggu sekali, orang tua
dibekali dengan kegiatan yang harus dilakukan di rumah dan kegiatan utamanya
adalah bermain. 2. Pengajarnya adalah guru TK atau Kader yang terlatih. 3.

.id
Biayanya antara Rp. 1.000,- sampai dengan Rp. 10.000,-

o
.g
h. Satuan PAUD Sejenis Lainnya adalah PAUD jalur nonformal selain PAUD
ps
terintegrasi dengan Bina Keluarga Balita/Posyandu, yang penyelenggaraannya
.b
dapat diintegrasikan dengan berbagai program layanan anak usia dini yang telah
ta
ar

ada di masyarakat seperti PAUD-TAAM (Taman Asuh Anak Muslim), PAUD-PAK


ak

(Pendidikan Anak Kristen), dan PAUD-BIA (Bina Iman Anak Katolik), Taman
//j

Kanak-kanak Al Qur’an atau TKQ, Taman Pendidikan Anak Soleh atau TAPAS,
s:

Sanggar Pendidikan Anak Soleh atau SPAS, Bina Anaprasa, dan semua layanan
tp
ht

anak usia dini yang berada di bawah binaan lembaga agama lainnya, serta
semua lembaga layanan anak yang berada di bawah binaan organisasi
wanita/organisasi sosial/kemasyarakatan. Lembaga lainnya, termasuk Sekolah
Alam, Sanggar Kreativitas Bobo, dan sebagainya.

4
BAB II
STRUKTUR PENDUDUK BALITA

2.1. Komposisi Penduduk Usia Balita

Struktur umur penduduk dipengaruhi oleh tiga variabel demografi yaitu


kelahiran, kematian dan migrasi. Ketiga variabel ini saling berpengaruh satu sama
lain, yaitu apabila satu variabel berubah, maka variabel yang lain juga ikut berubah.
Karakteristik penduduk dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu: Kelompok
Penduduk Muda, apabila kelompok penduduk yang berusia dibawah 15 tahun

.id
mencapai sebesar 40 persen atau lebih dari jumlah seluruh penduduk, dan

o
.g
kelompok Penduduk Tua, apabila jumlah penduduk usia 65 tahun keatas diatas 10
persen dari total penduduk. ps
.b
Suatu penduduk yang memiliki proporsi usia tua yang relatif besar akan
ta
ar

cenderung berpandangan konservatif dan sebaliknya. Penduduk seperti ini akan


ak

mempunyai jumlah pensiunan yang tinggi yang akan menjadi beban yang cukup bagi
//j

tenaga kerja yang relatif agak kecil. Sebaliknya, penduduk yang mempunyai
s:
tp

golongan muda yang besar (penduduk muda) akan mempunyai anak usia sekolah
ht

yang relatif besar, ini berarti beban pemerintah akan pula menjadi relatif besar
untuk menyediakan fasilitas sekolah bagi anak-anak tersebut.

Struktur penduduk dapat menjadi salah satu modal pembangunan ketika


jumlah penduduk usia produktif sangat besar. Hasil SP2020 mencatat mayoritas
penduduk DKI Jakarta masih berada dalam masa bonus demografi karena sebesar
71,98 persen penduduknya masih berada di usia produktif (15-64 tahun), hal ini bisa
menjadi peluang untuk mempercepat percepatan pertumbuhan ekonomi. (Gambar
2.1), untuk struktur penduduk balita itu sendiri, yakni sebesar 8,26 persen dari total
seluruh penduduk DKI Jakarta di tahun 2020 (10,56 juta).

5
Gambar 2.1 Piramida Penduduk DKI Jakarta

o .id
.g
ps
.b
ta

Sumber : Data SP 2020, BPS


ar
ak

Tabel 2.1. Proyeksi Balita DKI Jakarta (Ribu), 2020 – 2025


//j
s:

Kabupaten/Kota 2020 2021 2022 2023 2024 2025


tp

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)


ht

Kep.Seribu 2.630 2.634 2.642 2.651 2.662 2.675


Jakarta Selatan 177.457 176.139 175.003 174.030 173.207 172.519
Jakarta Timur 235.643 233.592 231.784 230.202 228.828 227.634
Jakarta Pusat 66.752 65.547 64.425 63.378 62.399 61.483
Jakarta Barat 220.813 220.309 220.004 219.887 219.940 220.154
Jakarta Utara 150.394 149.558 148.865 148.299 147.857 147.525

DKI Jakarta 853.689 847.779 842.723 838.447 834.893 831.990


Sumber : Hasil SUPAS, BPS

Tabel 2.1 merupakan tabel proyeksi balita di DKI Jakarta dari tahun 2020
hingga 2025, data proyeksi ini sebagai sumber informasi guna perencanaaan
pembangunan, termasuk pembangunan anak (child development) yang akan

6
menentukan kualitas sumberdaya manusia masa mendatang. Data anak sangat
penting untuk perencanaan dan implementasi kebijakan dan program
pembangunan, terutama di bidang kesehatan, pendidikan, perumahan, air dan
sanitasi serta hak-hak hidup lainnya. Dari data proyeksi 2020-2025 terlihat bahwa
jumlah balita mengalami penurunan, keberhasilan Indonesia menjalankan program
Keluarga Berencana (KB) berdampak pada penurunan angka TFR (Total Fertility
Rate). Jumlah balita terbanyak di Kota Jakarta Timur yakni sebesar 27,69 persen
(235.643) dari jumlah balita di DKI Jakarta (850.971), sedangkan jumlah balita
terkecil di Kabupaten Kepulauan Seribu yakni hanya 0,27 persen (2.327) dari jumlah

.id
balita di DKI Jakarta.

o
.g
Kesadaran pasangan usia subur (PUS) menjalankan program KB telah
ps
berhasil mencegah dan menurunkan angka kelahiran. Kesadaran menjalankan
.b
ta

program keluarga berencana dapat diukur dengan CPR (Contraceptive Prevalance


ar

Rate) atau proporsi pasangan usia subur (PUS) yang sedang menggunakan alat/cara
ak

KB. Penggunaan alat/cara KB pada pasangan usia subur di DKI Jakarta terus
//j

mengalami peningkatan dari tahun 2017 hingga tahun 2020, dan tidak menutup
s:
tp

kemungkinan setiap tahunnya hingga 2025 kembali mengalami kenaikan.


ht

2.2 Rasio Jenis Kelamin

Pembangunan manusia adalah upaya untuk memperluas pilihan bagi


masyarakat tanpa ada yang terkecualikan, termasuk anak-anak yang merupakan
generasi penerus bangsa. Pembangunan berbasis gender juga menjadi titik fokus
yang sangat penting agar semua masyarakat dapat berpartisipasi penuh dalam
kehidupan sosial dan berdaya secara ekonomi dan politik tanpa terhalang oleh
diskriminasi gender. Sejalan dengan salah satu tujuan SDGs yaitu kesetaraan gender,
Indonesia perlu merumuskan kebijakan-kebijakan yang responsif gender guna
mendukung pemberdayaan perempuan. Data tentang proporsi jenis kelamin atau
rasio jenis kelamin diperlukan sebagai dasar perumusan kebijakan-kebijakan
tersebut.

7
Rasio jenis kelamin adalah perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki
dan jumlah penduduk perempuan pada suatu daerah pada waktu tertentu, yang
biasanya dinyatakan dalam banyaknya penduduk laki-laki per 100 perempuan. Data
mengenai rasio jenis kelamin berguna untuk pengembangan perencanaan
pembangunan berwawasan gender, terutama yang berkaitan dengan perimbangan
pembangunan laki-laki dan perempuan secara adil.

Tabel 2.2 Balita DKI Jakarta Menurut Jenis Kelamin, Rasio Jenis Kelamin,
dan Kab/Kota, 2020
Laki-Laki Perempuan Laki2+ Perempuan Rasio

.id
Kabupaten/ Jenis
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Kota Kelamin

o
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

.g
Kep. Seribu 1.168 0,27% 1.462 0,35% 2.630 0,31% 79.89
Jakarta Selatan 90.372 20,90%
ps
87.085 20,67% 177.457 20,79% 103.77
.b
Jakarta Timur 124.591 28,82% 111.052 26,35% 235.643 27,60% 112.19
ta

Jakarta Pusat 32.654 7,55% 34.098 8,09% 66.752 7,82% 95.77


ar

Jakarta Barat 107.304 24,82% 113.509 26,94% 220.813 25,87% 94.53


ak

Jakarta Utara 76.226 17,63% 74.168 17,60% 150.394 17,62% 102.77


//j

DKI Jakarta 432.315 100 % 421.374 100% 853.689 100% 102.60


s:

Sumber : Hasil SUPAS 2015, BPS


tp

Tabel 2.2 terlihat bahwa rasio jenis kelamin DKI Jakarta untuk penduduk
ht

balita sejalan dengan rasio jenis kelamin penduduk DKI Jakarta secara keseluruhan
yaitu nilainya >100 atau jumlah balita laki-laki lebih banyak dari anak perempuan.
Rasio jenis kelamin balita DKI sebesar 102, artinya bahwa setiap 100 penduduk balita
perempuan terdapat 102 penduduk balita laki-laki. Jika di lihat menurut Kab/kota,
nilai rasio jenis kelamin juga menunjukkan hal yang sama yakni nilainya > 100 kecuali
Kabupaten Kepulauan Seribu, Kota Jakarta Pusat dan Kota Jakarta Barat dengan
rasio jenis kelamin < 100, yang artinya jumlah balita laki-laki lebih sedikit di banding
balita perempuan.

8
BAB III
PERSALINAN BALITA

Salah satu tujuan pembangunan Indonesia 2020-2024 adalah membentuk


sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing, yaitu sumber daya
manusia yang sehat dan cerdas. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
mencapai tujuan tersebut adalah dengan meningkatkan kualitas anak (Bappenas,
2020). Perawatan kesehatan bagi ibu khususnya ibu hamil akan berpengaruh

.id
terhadap kondisi anak yang dikandung dan dilahirkannya kelak. Oleh karena itu,

o
kesehatan ibu perlu diperhatikan sehubungan dengan anak yang akan dilahirkan

.g
sebagai investasi untuk masa depan bangsa Indonesia.
ps
.b
Sesudah seorang ibu mengandung janin selama kurang lebih 9 bulan, tibalah
ta

pada proses persalinan yang ditunggu-tunggu. Proses persalinan tidak kalah penting
ar

dari proses kehamilan. Proses persalinan merupakan proses pengeluaran janin yang
ak

menandakan awal kehidupan bagi sang buah hati. Sehingga proses persalinan yang
//j
s:

baik juga akan mendukung proses tumbuh kembang anak yang lebih baik.
tp
ht

Dalam rangka memantau kesehatan ibu dan anak, maka diperlukan data
yang berkelanjutan serta dapat menggambarkan kondisi persalinan. Pada bab ini
diberikan gambaran mengenai hal-hal yang berkaitan pada saat persalinan antara
lain: mengenai tempat melahirkan, penolong persalinan, Inisiasi Menyusu Dini
(IMD), dan Berat badan saat lahir.

3.1. Tempat Melahirkan


Keberadaan fasilitas kesehatan yang baik sangat dibutuhkan oleh seorang
ibu pada masa kehamilan sampai dengan persalinan. Fasilitas Kesehatan yang baik
akan menunjang tumbuh kembang janin sampai dengan proses kelahiran. Proses
persalinan yang tidak dilakukan di fasilitas kesehatan mempunyai risiko tinggi
apabila mengalami pendarahan dan infeksi yang tidak tertolong.

9
Tabel 3.1
Persentase Perempuan Pernah Kawin Usia 15-49 Tahun yang Melahirkan Anak
Lahir Hidup dalam Dua Tahun Terakhir Menurut Tempat Melahirkan dan Kab/Kota
di DKI Jakarta, 2020

RS
Rumah Praktek
Kab/Kota Pemerintah Puskesmas Pustu Rumah Lainnya
Bersalin Nakes
/Swasta
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
Kepulauan
29,82 32,19 33,62 0,00 0,00 4,37 0,00
Seribu
Jakarta Selatan 68,36 14,41 11,75 0,00 5,48 0,00 0,00

.id
Jakarta Timur 58,69 20,94 17,50 0,00 2,87 0,00 0,00

o
Jakarta Pusat 66,35 12,77 15,28 0,00 4,37 1,23 0,00

.g
Jakarta Barat 44,29 27,92 19,48 0,00 6,97 1,34 0,00
Jakarta Utara 38,60 28,31
ps
24,21 0,97 5,54 0,84 1,53
.b
DKI Jakarta 54,20 21,98 17,76 0,17 5,05 0,58 0,26
ta

Sumber: Susenas Maret 2020, BPS


ar
ak

Tabel 3.1 memperlihatkan bahwa persentase perempuan pernah kawin usia


//j
s:

15-49 tahun yang melahirkan anak lahir hidup dalam dua tahun terakhir yang
tp

melahirkan di fasilitas kesehatan mencapai angka 99,16 persen. Hal ini


ht

menunjukkan bahwa hampir seluruh Ibu melahirkan di fasilitas kesehatan. Tingginya


angka ini tidak terlepas dari sarana dan prasarana kesehatan di Jakarta yang sudah
cukup baik dan mudah diakses sehingga hampir seluruh Ibu melakukan persalinan
di fasilitas kesehatan.

Dilihat lebih rinci menurut jenis tempat melahirkannya, lebih dari separo
atau 54,20 persen perempuan pernah kawin usia 15-49 tahun yang melahirkan anak
lahir hidup dalam dua tahun terakhir melakukan persalinan di rumah sakit, baik
rumah sakit pemerintah maupun swasta. Setelah itu, sebanyak 21,98 persen
melakukan persalinan di rumah bersalin, 17,76 persen di puskesmas, 5,05 persen di
praktek tenaga Kesehatan, dan sekitar 1 persen sisanya di puskesmas pembantu,
rumah, dan lainnya.

10
Jika dilihat menurut Kabupaten/Kota, hampir seluruh wilayah mempunyai
pola yang sama dengan pola Provinsi kecuali Kabupaten Kepualauan Seribu. Di lima
kotamadya, tempat melahirkan dengan persentase tertinggi ada di rumah sakit,
setelah itu rumah bersalin, puskesmas, praktek tenaga kesehatan, puskesmas
pembantu, rumah, dan lainnya. Sedangkan, di Kepulauan Seribu lebih banyak yang
melahirkan di rumah bersalin dan puskesmas daripada di rumah sakit.

Berbeda dengan 5 (lima) wilayah kotamadya lainnya, Kepulauan Seribu


mempunyai pola yang sedikit berbeda. Di Kepulauan Seribu, mayoritas

.id
penduduknya melahirkan di rumah bersalin dan puskesmas, baru setelah itu di

o
rumah sakit. Hal ini sangat wajar karena wilayah geografis Kepulauan Seribu

.g
menyebabkan akses ke fasilitas kesehatan menjadi terbatas. Fasilitas kesehatan
ps
yang ada juga tidak sebanyak yang ada di 5 kotamadya lainnya. Satu hal yang
.b
ta

menjadi catatan untuk Kepulauan Seribu yaitu persentase yang melahirkan di rumah
ar

masih lebih tinggi daripada wilayah lainnya. Masih ada 4,37 persen yang melahirkan
ak

di rumah.
//j
s:

3.2. Penolong Persalinan


tp

Angka Kematian Ibu (AKI) yang tinggi merupakan permasalahan kesehatan


ht

di negara-negara berkembang dan merupakan salah satu indikator pelayanan


kesehatan masyarakat. Lebih dari 90 persen kematian ibu terjadi di negara
berkembang (WHO, 2017). Dalam rangka upaya penurunan AKI yang ditujukan
untuk negara yang sedang berkembang, disusun suatu gerakan yang dinamakan
Safe Motherhood. Safe motherhood merupakan upaya untuk menyelamatkan
wanita agar kehamilan dan persalinannya sehat dan aman, serta melahirkan bayi
yang sehat. Gerakan ini sudah dicanangkan sejak tahun 1987 pada saat International
Conference on Safe Motherhood dimana perwakilan dari berbagai Lembaga
internasional dan pemerintah berkomitmen untuk tujuan mengurangi kematian ibu
(WHO, 2016). Salah satu dari 4 (empat) pilar Safe Motherhood adalah penolong
persalinan dengan tenaga kesehatan.

11
Tabel 3.2
Persentase Perempuan Pernah Kawin Usia 15-49 Tahun yang Melahirkan Anak
Lahir Hidup Dalam Dua Tahun Terakhir Menurut Penolong Persalinan dan Kab/Kota
di DKI Jakarta, 2020
Dukun
Dokter Dokter beranak/
Kab/Kota Bidan Perawat Total
Kandungan Umum paraji/
lainnya
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Kepulauan Seribu 23,57 3,90 72,53 0,00 0,00 100,00
Jakarta Selatan 63,39 5,06 31,55 0,00 0,00 100,00
Jakarta Timur 58,33 0,53 39,43 1,71 0,00 100,00

.id
Jakarta Pusat 57,96 2,79 38,02 0,00 1,23 100,00

o
.g
Jakarta Barat 47,34 0,00 45,12 6,20 1,34 100,00
Jakarta Utara 44,81 0,60 ps
51,90 1,85 0,84 100,00
.b
DKI Jakarta 54,21 1,59 41,26 2,37 0,57 100,00
ta

Sumber: Susenas Maret 2020, BPS


ar
ak

Dapat dilihat pada tabel 3.2, persentase perempuan pernah kawin usia 15-
//j

49 tahun yang melahirkan hidup dalam 2 (dua) tahun terakhir dengan ditolong oleh
s:
tp

tenaga Kesehatan menunjukkan angka 99,43 persen. Hal ini menunjukkan bahwa
ht

hampir seluruh Ibu di Jakarta melahirkan dengan ditolong tenaga kesehatan. Angka
ini sejalan dengan pembahasan sebelumnya yang juga memperlihatkan hampir
seluruh Ibu melahirkan di fasilitas kesehatan.

Di DKI Jakarta, hampir seluruh atau sebanyak 95,47 persen perempuan


pernah kawin usia 15-49 tahun yang melahirkan hidup dalam 2 (dua) tahun terakhir
melahirkan dengan ditolong dokter kandungan dan Bidan. Dokter kandungan
menjadi penolong persalinan terbanyak di Jakarta dengan 54,21 persen, diikuti oleh
bidan dengan 41,26 persen. Hal ini sesuai dengan peran dokter spesialis kandungan
dan bidan yang mempunyai spesialisasi dalam hal kehamilan dan persalinan.

Jika dilihat menurut Kabupaten/Kota dan cukup menarik untuk dibahas,


yaitu di Kepulauan Seribu mayoritas ibu melahirkan ditolong oleh Bidan (72,53

12
persen). Hal ini jauh berbeda dengan 5 (lima) kotamadya lainnya yang hanya
berkisar di angka 31,55 sampai 51,90 persen. Sama halnya dengan keadaan fasilitas
kesehatan yang masih berbeda antara kotamadya dan Kepulauan Seribu, tenaga
Kesehatan yang ada dan dekat dengan penduduk juga lebih sedikit. Hal ini
menyebabkan mayoritas ibu melahirkan ditolong oleh bidan, bukan oleh dokter
kandungan yang jumlahnya masih terbatas dan di pulau-pulau tertentu.

Berbanding terbalik dengan Kepulauan Seribu, persentase ibu melahirkan


ditolong oleh dokter kandungan terbanyak ada di Kota Jakarta Selatan. Sebanyak

.id
63,39 persen ibu melahirkan di Jakarta Selatan ditolong oleh dokter kandungan. Hal

o
ini sejalan dengan persentase ibu yang melahirkan di rumah sakit di Jakarta Selatan

.g
yang cukup tinggi yaitu 68,36 persen (tabel 3.1). Keterkaitan ini dikarenakan proses
ps
persalinan yang dilakukan di rumah sakit akan ditolong oleh dokter spesialis
.b
ta

kandungan. Hal ini lah yang menyebabkan lebih banyak ibu yang memilih untuk
ar

ditangani oleh dokter spesialis kandungan mulai pada masa kehamilan sampai
ak

dengan proses persalinan.


//j
s:
tp

3.3. Inisiasi Menyusu Dini


ht

Pemberian ASI sangat penting bagi bayi dan ibu karena ada banyak manfaat
ASI yang dapat diperoleh. ASI telah terbukti berperan penting sebagai sumber
makanan utama dan membantu memperkuat sistem kekebalan bayi yang baru lahir
untuk melindunginya dari berbagai penyakit. Selain itu, akan terjalin ikatan
emosional dengan bayi karena proses menyusui melibatkan kontak kulit langsung
antara ibu dan bayi. Oleh karena itu, pemberian ASI harus dilakukan sesegera
mungkin setelah bayi dilahirkan atau yang biasa disebut dengan Inisiasi Menyusu
Dini (IMD).

IMD adalah proses bayi menyusu segera setelah dilahirkan, di mana bayi
dibiarkan mencari puting susu ibunya sendiri. World Health Organization (WHO)
merekomendasikan pemberian proses inisiasi menyusu dini dijalankan dalam 1

13
(satu) jam pertama sejak bayi lahir. Praktik IMD sangat bermanfaat untuk bayi
karena bayi akan mendapatkan kolostrum atau ASI yang pertama dihasilkan oleh
ibu. Susu ini kaya akan sel imun dan antibodi sehingga dapat meningkatkan daya
tahan bayi. Data IMD pada Susenas didapatkan dari ibu yang melahirkan anak lahir
hidup dalam 2 (dua) tahun terakhir dan anak lahir hidup yang terakhir dilahirkan
dilakukan IMD kurang dari 1 (satu) jam setelah dilahirkan.

Gambar 3.1
Persentase Perempuan Pernah Kawin Usia 15-49 Tahun yang Melahirkan Anak
Lahir Hidup (ALH) dalam Dua Tahun Terakhir dan Anak Lahir Hidup yang Terakhir

.id
Dilahirkan Dilakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) Kurang dari Satu Jam Setelah
Dilahirkan Menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2020

o
.g
ps 95,15%
.b
ta

88,98%
ar

85,94%
ak

83,87%
//j

82,22% 82,34%
80,18%
s:
tp
ht

Jakarta Jakarta Timur Jakarta Barat DKI Jakarta Kepulauan Jakarta Utara Jakarta Pusat
Selatan Seribu

Sumber: Susenas Maret 2020, BPS

Berdasarkan hasil Susenas Maret 2020, di Jakarta terdapat 83,87 persen ibu
yang melahirkan anak lahir hidup dalam 2 (dua) tahun terakhir dan anak lahir hidup
yang terakhir melakukan IMD. Hal ini menunjukkan hampir semua ibu sudah
melakukan IMD dan memahami pentingnya praktik IMD. Sebanyak 16,13 persen ibu
yang tidak melakukan IMD bisa saja bukan disebabkan karena belum mengetahui
pentingnya IMD. Hal ini disebabkan terdapat banyak faktor yang menyebabkan

14
proses IMD tidak dapat dilakukan seperti jenis persalinan dan hal-hal yang tidak
terduga pada proses persalinan.

Dilihat berdasarkan Kabupaten/Kota, praktik IMD sudah mencapai lebih dari


80 persen untuk semua wilayah Kabupaten/Kota. Praktik IMD terbesar ada di Kota
Jakarta Pusat sebesar 95,15 persen dan yang terendah ada di Jakarta Selatan yang
berada pada angka 80,18 persen. Walaupun demikian, hal ini menandakan sudah
baiknya pemahaman mengenai IMD oleh ibu dan penolong persalinan. Tinggi atau
rendahnya praktik IMD bukan semata karena ketidaktahuan ibu melainkan banyak

.id
faktor yang menyebabkan IMD tidak bisa dilakukan.

o
.g
3.4. Berat Badan Saat Lahir
ps
Salah satu faktor kematian anak adalah berat badan bayi pada saat lahir.
.b
Berat badan di bawah berat normal akan menambah risiko kematian anak.
ta

Berdasarkan studi epidemiologi, bayi BBLR mempunyai risiko kematian 20 kali lipat
ar
ak

lebih besar di bandingkan dengan bayi yang lahir dengan berat badan normal (WHO,
//j

2004). Hal ini sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) yang fokus
s:

untuk menurunkan kematian bayi setidaknya 12 kematian per 1000 kelahiran hidup
tp

pada tahun 2030.


ht

Berat badan lahir di bawah berat normal dinamakan Berat Badan Lahir
Rendah atau BBLR. Bayi dikatakan BBLR ketika bayi lahir dengan berat badan kurang
dari 2500 gram (WHO, 2004). Selain risiko kematian bayi, bayi dengan BBLR
umumnya memiliki risiko tumbuh dan berkembang lebih lambat dibandingkan
dengan bayi yang lahir dengan berat badan normal.

BBLR sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di


banyak negara berkembang termasuk Indonesia. Di Jakarta sendiri sebagai ibukota,
persentase ibu yang melahirkan anak lahir hidup dalam 2 (dua) tahun terakhir
dimana anak lahir hidup terakhir dilahirkan dengan berat badan kurang dari 2,5 kg
mencapai 9,6 persen. Kejadian BBLR di DKI Jakarta masih lebih rendah daripada

15
kejadian di tingkat nasional yang mencapai 11,37 persen. Hal ini diduga disebabkan
oleh keadaan sosial ekonomi dan fasilitas kesehatan yang lebih baik daripada daerah
lain di Indonesia.

BBLR sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di


banyak negara berkembang termasuk Indonesia. Di Jakarta sendiri sebagai ibukota,
persentase ibu yang melahirkan anak lahir hidup dalam 2 (dua) tahun terakhir
dimana anak lahir hidup terakhir dilahirkan dengan berat badan kurang dari 2,5 kg
mencapai 9,6 persen. Kejadian BBLR di DKI Jakarta masih lebih rendah daripada

.id
kejadian di tingkat nasional yang mencapai 11,37 persen. Hal ini diduga disebabkan

o
oleh keadaan sosial ekonomi dan fasilitas kesehatan yang lebih baik daripada daerah

.g
lain di Indonesia. ps
.b
Gambar 3.2
ta

Persentase Perempuan Pernah Kawin Usia 15-49 Tahun yang Melahirkan Anak
ar

Lahir Hidup (ALH) dalam Dua Tahun Terakhir dan Anak Lahir Hidup yang Terakhir
ak

Dilahirkan Dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) menurut Kabupaten/Kota di


//j

DKI Jakarta, 2020


s:
tp
ht

29,2%

15,8%

9,6% 9,3% 9,2%


7,0% 6,5%

Kepulauan Jakarta DKI Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta


Seribu Utara Barat Selatan Timur Pusat

Sumber: Susenas Maret 2020, BPS

16
Salah satu pekerjaan rumah yang ada di Jakarta mengenai BBLR yaitu masih
cukup tingginya persentase ibu yang melahirkan anak lahir hidup dengan berat
badan rendah di Kepulauan Seribu yang mencapai 29,2 persen atau lebih 3 (tiga) kali
lipat daripada rata-rata provinsi. Hal ini wajar mengingat keadaan sosial ekonomi
dan fasilitas kesehatan di Kepulauan Seribu yang masih di bawah 5 (lima) kotamadya
lainnya. Selain itu, yang juga harus mendapatkan perhatian lebih, yaitu kejadian
BBLR di Jakarta Utara masih cukup tinggi dengan persentase sebesar 15,8 persen.

o .id
.g
ps
.b
ta
ar
ak
//j
s:
tp
ht

17
BAB IV
IMUNISASI, PEMBERIAN AIR SUSU IBU, DAN MAKANAN PENDAMPING

4.1 Imunisasi Balita

Imunisasi adalah suatu upaya untuk meningkatkan kekebalan seseorang


secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu saat terpapar dengan
penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan. Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 130 menyebutkan bahwa
pemerintah wajib memberikan imunisasi lengkap kepada setiap bayi dan anak,

.id
Idealnya, anak sudah mendapatkan imunisasi dasar lengkap sejak berumur 12 bulan.

o
.g
Tujuan dilakukan imunisasi pada anak adalah untuk menurunkan angka kesakitan,
ps
kecacatan dan kematian akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
.b
ta

Beberapa penyakit menular yang menyerang anak berumur 0-11 bulan


ar

adalah Tuberkulosis (TBC), Difteri, Tetanus, Hepatitis B, Pertusis, Campak, dan Polio.
ak

Anak yang mendapatkan imunisasi akan terlindung dari penyakit tersebut, sehingga
//j
s:

akan terhindar dari kecacatan atau kematian. Imunisasi dasar lengkap yang dicakup
tp

meliputi imunisasi Bacillus Calmete Guerin (BCG) sebanyak 1 (satu) kali, Diphteria
ht

Pertusis Tetanus (DPT) sebanyak 3 (tiga) kali, polio sebanyak 3 (tiga) kali, Hepatitis B
sebanyak 3 (tiga) kali, dan imunisasi campak sebanyak 1 (satu) kali.

Gambar 4.1. Persentase Imunisasi Dasar Lengkap Pada Anak Usia 12-23 Bulan
di DKI Jakarta, 2020

69,89% 68,95%
60,12% 62,15% 61,54% 60,38%
55,56%

Pulau Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta DKI


Seribu Selatan Timur Pusat Barat Utara Jakarta

Sumber : Susenas Maret 2020, BPS

18
Berdasarkan gambar 4.1 terlihat bahwa persentase Imunisasi dasar lengkap
pada anak usia 12-23 Bulan di DKI Jakarta tahun 2020 sebesar 60,38 persen, dan jika
dilihat menurut kabupaten/kota se DKI Jakarta persentase anak yang sudah
mendapatkan imunisasi dasar lengkap sudah lebih dari 50 persen, dan yang tertinggi
di Kota Jakarta Selatan mencapai 69,89 persen. Hal ini menunjukkan bahwa
kesadaran orangtua akan manfaat penting imunisasi bagi anak sudah cukup tinggi.
Jika di lihat menurut jenis imunisasi dasar (tabel 4.1) yang diterima anak usia 12-23
bulan, BCG menempati urutan pertama yakni dengan presentase tertinggi di antara

.id
jenis imunisasi lainnya yakni sebesar 95,19 persen, kemudian polio (84,68 persen),

o
campak (78,47 persen), DPT (31,30 persen), dan terakhir HB (27,86 persen).

.g
ps
.b
Tabel 4.1. Persentase Jenis Imunisasi Dasar yang Diterima Pada Anak Usia 12-23
ta

Bulan, 2020
ar

Jenis Imunisasi Dasar DKI Jakarta


ak

(1) (2)
//j

BCG (1 kali) 95,19


s:

Polio (3 Kali) 84,68


tp

DPT (3 Kali) 31,30


ht

Campak (1 Kali) 78,47


HB (3 Kali) 27,86
Sumber : Susenas Maret 2020, BPS

4.2 Pemberian Air Susu Ibu

Selain mendapatkan imunisasi dasar lengkap, pemberian Air Susu Ibu (ASI)
pada anak juga merupakan salah satu hal yang tidak boleh ditinggalkan pada 1.000
hari pertama kelahiran. Pemberian ASI memberikan manfaat baik bagi ibu maupun
bayinya. Beberapa manfaat pemberian ASI bagi bayi adalah mencegah terserang
penyakit, membantu perkembangan otak dan fisik bayi. Sedangkan manfaat bagi ibu
di antaranya mengatasi rasa trauma dan mencegah kanker payudara (Kementerian
Kesehatan, 2018).

19
ASI adalah cairan putih yang dihasilkan oleh kelenjar payudara Ibu melalui
proses menyusui. Kolostrum pada ASI merupakan cairan encer yang keluar pada hari
pertama hingga hari ke-4/ke-7, kaya akan zat anti-infeksi dan mengandung
kekebalan 10–17 kali lebih banyak dari susu matang (matur). Zat kekebalan tersebut
dapat melindungi bayi dari penyakit diare, infeksi telinga, batuk, pilek dan penyakit
alergi.

Dunia kesehatan menyatakan bayi yang usianya kurang dari 6 bulan masih

.id
sangat rentan pada pencernaannya, sehingga tidak sedikit kematian bayi

o
disebabkan oleh diare dan sebagainya. Pemberian ASI dianggap salah satu solusi

.g
ps
untuk dapat menekan angka kematian pada bayi. Adanya faktor protektif dan
.b
nutrien yang sesuai dalam ASI menjamin status gizi bayi baik serta kesakitan dan
ta

kematian anak menurun. Dalam rangka menurunkan angka kesakitan dan kematian
ar

anak, UNICEF dan WHO merekomendasikan sebaiknya diberikan ASI Eksklusif.


ak
//j

Gambar 4.2 Persentase Anak Umur 0-5 Tahun yang Menerima ASI
s:

Eksklusif, 2018-2020
tp
ht

(Th 2020)
70,86%
(Th 2019)
68,08%
(Th 2018)
45,66%

Sumber : Susenas Maret 2020, BPS

20
Gambar 4.3 Persentase Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi Usia 0-5 Bulan
Menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2020

82,26%
77,84%
74,32%
68,65% 70,86%
66,13%
54,62%

o .id
.g
Kepulauan Jakarta Jakarta Jakarta
ps Jakarta Jakarta DKI
.b
Seribu Selatan Timur Pusat Barat Utara Jakarta
ta

Sumber : Susenas Maret 2020, BPS


ar
ak

Gambar 4.4 Persentase Balita yang Menerima ASI Eksklusif Menurut Karakteristik
//j

Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan KRT, 2020


s:
tp
ht

Perguruan Tinggi 68,65%

SMA/Sederajat 69,8%

71,18%
SMP/Sederajat

72,89%
SD/Sederajat

Tidak Sekolah dan Tidak Tamat 66,16%


SD/Sederajat

Sumber : Susenas Maret 2020, BPS

21
Dari gambar 4.2 terlihat bahwa dari tahun ke tahun tepatnya dari tahun
2018-2020, ibu yang memberikan ASI eksklusif kepada bayinya mengalami
peningkatan, dari 45,66 persen di tahun 2018, menaik tajam di tahun 2019 (68,08

persen), dan kembali mengalami kenaikan di tahun 2020 (70,86 persen). Hal ini
menunjukkan bahwa pengetahuan ibu terhadap pentingnya manfaat ASI eksklusif
sudah semakin baik. Sedangkan pada gambar 4.3 terlihat bahwa persentase ibu
yang memberikan ASI eksklusif kepada bayinya menurut kabupaten kota se-DKI
Jakarta juga sudah diatas 50 persen, jika dilihat menurut karakteristik pendidikan

.id
KRT bahwa semakin tinggi pendidikan yang ditamatkan maka tidak ada jaminan

o
seorang ibu dapat memberikan asi eksklusif kepada bayinya (gambar 4.4).

.g
ps
Tabel 4.2. Persentase Anak Usia 0-23 Bulan (Baduta) yang Pernah Disusui dan
.b
Masih Disusui di DKI Jakarta, 2020
ta

Pernah/Tidak Pulau Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta DKI


ar

Disusui Seribu Selatan Timur Pusat Barat Utara Jakarta


ak

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)


//j

Pernah Disusui 93,48 95,19 93,50 96,49 98,07 94,17 95,36


s:

Tidak Pernah
tp

Disusui 6,52 4,81 6,5 3,51 1,93 5,83 4,64


ht

Sumber : Susenas Maret 2020, BPS

Dari tabel 4.2 menjelaskan bahwa, terdapat 4,64 persen bayi usia 0-23 bulan
di DKI Jakarta tidak pernah diberi ASI, dan jika diliat menurut kab/kota persentase
anak yang tidak pernah di beri ASI oleh ibunya juga bervariasi berkitar dari 1 hingga
6 persen. Padahal pemberian Air Susu Ibu (ASI) merupakan salah satu hal yang tidak
boleh ditinggalkan pada 1.000 hari pertama kelahiran yakni hingga anak usia 2
tahun.

Beberapa faktor internal yang membuat bayi tidak mendapatkan ASI,


contohnya air susu dari ibu tidak keluar atau kering, ibu merasa kesakitan pada
payudara karena membengkak atau bagian putting yang lecet membuat ibu tidak
dapat memberikan ASI pada bayi dan diberikan penggantinya yaitu susu formula,

22
selain itu anak tidak tinggal dengan ibu kandungnya (anak yang diadopsi orang lain),
dan ada beberapa ibu yang menganggap memberikan ASI akan membuat bentuk
payudaranya menjadi tidak indah lagi. Sedangkan faktor eksternal bisa hadir dari
keluarga seperti kebudayaan dan kesalahpahaman beberapa orang tua adalah cara
berfikir bahwa bayi akan jauh lebih pintar dan lebih sehat jika diberikan susu
formula.

Seorang bayi dan balita mendapatkan gizi yang optimal bahwa jika mereka
mendapatkan ASI eksklusif (exclusive breastfeeding) selama enam bulan pertama

.id
dan terus mendapatkan ASI selama dua tahun atau lebih (continued breastfeeding),

o
dilengkapi dengan pemberian makanan pendamping ASI (complementary feeding)

.g
secara tepat dan memadai setelah enam bulan (WHO/UNICEF, 2018).
ps
.b
Dari tabel 4.3 terlihat bahwa sebanyak 68,16 persen bayi di seluruh DKI
ta

Jakarta pada usia 6-23 bulan tetap mendapatkan ASI selama 2 tahun dengan
ar
ak

dilengkapi dengan pemberian makanan pendamping ASI, jika dilihat menurut


//j

kabupaten/kota, bayi usia 6-23 bulan yang terus mendapatkan ASI juga masih tinggi
s:

yakni rata-rata di atas 50 persen, paling tinggi yakni di Kepulauan Seribu sebesar
tp

79,12 persen dan paling rendah yakni di Kota Jakarta Utara yakni sebesar 59,43
ht

persen.

Tabel 4.3 Persentase Pemberian Keberlanjutan ASI pada Bayi 6-23 Bulan Menurut
Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2020

Kab/Kota Masih Diberikan ASI


(1) (2)
Kepulauan Seribu 79,12
Jakarta Selatan 68,53
Jakarta Timur 77,49
Jakarta Pusat 68,14
Jakarta Barat 64,28
Jakarta Utara 59,43
DKI Jakarta 68,16
Sumber : Susenas Maret 2020, BPS

23
4.3 Pemberian Makanan Pendamping ASI

Selain indikator ASI, indikator lanjutan yang tidak kalah penting untuk
dibahas adalah pemberian makanan pada anak. Pemberian makanan bergizi pada
anak berumur 6-23 bulan sangat penting untuk meningkatkan kesehatan dan
perkembangan anak. Selama ini, indikator untuk mengukur pemberian makanan
pada anak sebagian besar masih terfokus pada pemberian ASI. Oleh karena itu,
WHO mencoba menyusun indikator untuk mengukur pemberian makanan selain

.id
ASI, khususnya pada anak berumur 6-23 bulan.

o
Terdapat 7 (tujuh) kelompok makanan yang digunakan WHO dalam

.g
ps
menyusun indikator untuk mengukur pemberian makanan selain ASI yaitu meliputi:
.b
padi-padian dan umbi-umbian, makanan dari kacang-kacangan, susu dan produk
ta

olahannya, daging, telur, buah dan sayur sumber vitamin A, serta buah dan sayuran
ar

lainnya. Anak yang mengonsumsi minimal 4 (empat) kelompok ragam makanan


ak

pada hari sebelumnya dapat dikatakan bahwa pemenuhan kebutuhan makanan


//j
s:

yang bersumber dari hewan, sayur, dan buah-buahan, selain makanan pokok seperti
tp

padi-padian dan umbi-umbian telah tercukupi, dengan kata lain pemenuhan


ht

keragaman MPASI telah terpenuhi. Batas minimal 4 (empat) jenis makanan dipilih
berhubungan dengan kualitas ragam makanan tambahan yang diberikan baik untuk
anak yang masih diberikan ASI ataupun yang sudah tidak diberikan ASI lagi (WHO,
2007).

24
Gambar 4.5 Persentase Anak Umur 6-23 Bulan yang Memenuhi Keragaman MPASI

17,2 %

82,8%

o .id
.g
Sumber : Susenas Maret 2020, BPS
ps
.b
ta

Tabel 4.4 Persentase Bayi 6-23 Bulan yang telah Mengonsumsi Makanan
ar

Pendamping ASI Menurut Jenisnya Menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2020


ak

Kelompok Pulau Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta DKI


//j

Makanan Seribu Selatan Timur Pusat Barat Utara Jakarta


s:

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)


tp

Padi-padian dan
Umbi2an 90,52 94,93 87,08 84,09 85,51 88,16 80,76
ht

Kacang-kacangan 58,87 64,41 70,85 56,71 52,69 52,80 55,04


Susu dan Produk
Olahannya 54,44 78,32 60,98 72,54 69,39 68,64 63,11
Daging/Ayam/
Ikan 64,72 61,90 64,27 70,21 66,08 64,94 61,60
Telur 67,74 75,84 74,68 63,09 68,26 77,72 66,76
Buah-buahan
Sumber Vit A 81,85 87,77 94,79 86,42 85,13 82,06 80,47
Sayuran Hijau 84,88 79,19 80,97 75,32 80,06 77,52 72,78
Buah atau
Sayuran Lainnya 62,30 58,49 75,39 58,60 52,15 53,70 55,35
Makanan Bayi
Bermerk 43,75 30,70 55,30 55,88 35,64 44,42 39,70
Sumber : Susenas Maret 2020, BPS

25
Tabel 4.5 Persentase Bayi 6-23 Bulan yang telah Mengonsumsi Makanan
Pendamping ASI Menurut Pendidikan Kepala Rumah Tangga di DKI Jakarta, 2020

Tidak Belum
Pernah SD SLTP SLTA Diploma
Kelompok Makanan
Sekolah/ Sederajat Sederajat Sederajat dan PT
tdk tamat SD
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Padi-padian dan Umbi2 an 81,07 79,55 81,67 81,72 81,44
Kacang-kacangan 52,41 53,77 57,52 56,35 61,46
Susu dan Produk Olahannya 55,56 57,35 60,02 69,56 79,72
Daging/Ayam/Ikan 54,76 54,24 60,65 67,43 76,10

.id
Telur 64,72 64,18 67,82 68,19 71,30
Buah-buahan Sumber Vit A 71,05 71,05 80,54 86,13 90,43

o
.g
Sayuran Hijau 71,65 70,65 70,56 71,23 76,56
Buah atau Sayuran Lainnya 48,35 ps 48,87 53,76 58,81 69,80
.b
Makanan Bayi Bermerk 33,81 38,15 39,45 40,33 43,27
ta

Sumber : Susenas Maret 2020, BPS


ar

Gambar 4.6 Persentase Keragaman Pemberian MPASI pada Bayi 6-23 Bulan
ak

Menurut Golongan Pengeluaran DKI Jakarta, 2020


//j
s:
tp

90,12%
82,09% 82,8%
ht

70,15%

40 persen 40 persen 20 persen DKI Jakarta


terendah menengah tinggi

Sumber : Susenas Maret 2020, BPS

Gambar 4.6 menjelaskan bahwa di tahun 2020 sekitar 82 dari 100 anak
berumur 6-23 bulan menerima minimal 4 (empat) kelompok makanan dalam 24 jam
terakhir atau dengan kata lain 82,8 persen anak sudah terpenuhi keragaman

26
MPASInya. Semakin tinggi tingkat pendidikan KRT semakin tinggi pula keragaman
MPASI yang diberikan, terlihat bahwa disemua jenis kelompok makanan
persentasenya meningkat seiring dengan pendidikan KRT. Hal yang sama juga
ditunjukkan pada disagregasi menurut kelompok pengeluaran. Semakin tinggi
kesejahteraan rumahtangga maka keragaman makanan yang diberikan kepada bayi
semakin baik. Indikator ini merupakan salah satu pendekatan pemberian keragaman
makanan tambahan yang mengandung karbohidrat, protein, dan kandungan lainnya
yang dibutuhkan untuk pemenuhan gizi anak.

.id
Kekurangan nutrisi (malnutrition) pada anak terus menjadi masalah

o
kesehatan yang utama di banyak negara berkembang termasuk Indonesia.

.g
Kekurangan gizi pada awal kehidupan berdampak pada peningkatan risiko:
ps
1) terjadinya penyakit tidak menular; 2) mengalami hambatan pertumbuhan kognitif
.b
ta

bila menyerang otak, sehingga menjadi kurang cerdas dan kompetitif; dan
ar

3) gangguan pertumbuhan tinggi badan, berisiko pendek/stunting. Risiko-risiko yang


ak

timbul berdampak pada rendahnya produktivitas di masa dewasa. Melihat dampak


//j

serius dari kasus malnutrisi, meningkatkan status gizi (nutrisi) serta menurunkan
s:
tp

angka kematian anak menjadi salah satu tujuan prioritas dalam Sustainable
ht

Development Goals (SDGs) 2015-2030. Olah karena itu, pemerintah Indonesia harus
terus berupaya memberikan edukasi kepada orangtua agar setiap anak yang berusia
6-23 bulan terpenuhi keragaman MPASI nya dengan memberikan makanan yang
tepat seperti pemberian karbohidrat, protein hewani, lemak, dan sayur/buah di
setiap kali makan agar pemenuhan gizi anak terpenuhi dan terhindar dari malnutrisi.

27
BAB V
AKTE KELAHIRAN DAN PENDIDIKAN PRA SEKOLAH

5.1. Akte Kelahiran


Hak identitas bagi seorang anak tertuang dalam Undang-Undanga Nomor
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Perlindungan anak bertujuan untuk
menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, dan berkembang.
Dalam pasal 5 disebutkan bahwa “setiap anak berhak atas nama sebagai identitas
diri dan status kewarganegaraan”. Selanjutnya dalam Pasal 27 ayat 1 dan 2 yang

.id
menyatakan, ayat (1) “Identitas diri setiap anak harus diberikan sejak kelahirannya”

o
.g
dan ayat (2) “identitas sebagaimana dimaksud ayat (1) dituangkan dalam akte
ps
kelahirannya”. Akte kelahiran yang diterbitkan oleh Dinas Kependudukan dan
.b
Catatan Sipil yang diberikan kepada seorang anak adalah bentuk identitas anak yang
ta
ar

menjadi bagian tidak terpisahkan dari hak sipil dan hak warga negara. Dengan
ak

identitas yang dimiliki menunjukkan pengakuan negara terhadap keberadaan anak


//j

didepan hukum.
s:

Ada banyak manfaat akte kelahiran (http://disdukcapil.sumutprov.go.id/)


tp
ht

antara lain:
1. Sebagai wujud pengakuan negara mengenai status individu.
2. Perdata dan kewarganegaraan seseorang.
3. Sebagai dokumen/bukti sah mengenai identitas seseorang.
4. Sebagai bahan rujukan penetapan identitas dalam dokumen lainnya
misalnya ijazah.
5. Sebagai salah satu syarat masuk sekolah TK sampai dengan Perguruan
Tinggi.
6. Sebagai salah satu syarat untuk melamar pekerjaan.
7. Sebagai salah satu syarat pembuatan KIA.
8. Sebagai salah satu syarat pengurusan tunjangan keluarga.
9. Sebagai salah satu syarat pencatatan perkawinan.

28
10. Sebagai salah satu syarat pengangkatan anak, pengesahan anak.
11. Sebagai salah satu syarat pengurusan beasiswa.

Tabel 5.1. Persentase Balita Menurut Kepemilikan Akte Kelahiran dan Kab/Kota
di DKI Jakarta, 2020

Kepemilikan Pulau Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta DKI


Akte Kelahiran Seribu Selatan Timur Pusat Barat Utara Jakarta
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
Memiliki 97,59 92,08 95,88 95,07 92,04 94,58 93,85

.id
Tidak Memiliki 2,41 7,92 3,73 4,93 7,96 5,18 5,99
Tidak Tahu 0,00 0,00 0,39 0,00 0,00 0,24 0,16

o
Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

.g
Sumber: Susenas Maret 2020, BPS ps
Hampir seluruh (93,85 %) Balita di DKI Jakarta pada tahun 2020 telah
.b
ta

memiliki akte kelahiran (Tabel 5.1). Persentase Balita mempunyai akte kelahiran
ar

tertinggi Kabupaten Kepulauan Seribu menjadi 97, 59 persen, disusul oleh Kota
ak

Jakarta Timur mencapai 95,88 persen dan Kota Jakarta Pusat 95,07 persen.
//j

Persentase Balita mempunyai akte kelahiran tahun 2020 terendah di Kota Jakarta
s:
tp

Selatan sebesar 92,08 persen.


ht

Pada tahun 2020 Balita di DKI Jakarta yang tidak mempunyai akte kelahiran
mencapai 5,99 persen. Apabila dilihat sebaran menurut wilayah tampak bahwa
hampir delapan persen Balita di Kota Jakarta Selatan dan Kota Jakarta Barat tidak
memiliki akte kelahiran. Mengingat akte kelahiran merupakan hak anak sebagai
identitas diri seperti tertuang dalam Undang-Undang Perlindungan Anak, mestinya
seluruh anak mendapatkan haknya dalam arti mempunyai akte kelahiran.
Persentase Balita perempuan yang mempunyai akte kelahiran pada tahun
2020 lebih banyak dibandingkan Balita laki-laki. Dari total 93,85 persen Balita yang
mempunyai akte kelahiran tampak bahwa kepemilikan akte kelahiran Balita
perempuan mencapai 94,19 persen dan 93,53 persen pada Balita laki-laki. Kondisi
yang hampir sama terjadi di wilayah yaitu di Kabupaten Kepulauan Seribu, Jakarta
selatan, dan Jakarta Timur. Khusus Jakarta Selatan bahkan perbedaan persentase

29
kepemilikan akte kelahiran Balita perempuan dan laki-laki cukup besar. Persentase
Balita perempuan di Jakarta Selatan yang mempunyai akter kelahiran mencapai
95,95 persen dan hanya 88,33 persen pada Balita laki-laki.

Tabel 5.2. Persentase Balita yang Memiliki Akte Kelahiran Menurut Jenis Kelamin
dan Kab/Kota di DKI Jakarta, 2020

Kab/Kota Laki-Laki Perempuan Jumlah


(1) (2) (3) (4)
Kepulauan Seribu 97,23 97,95 97,59

.id
Jakarta Selatan 88,33 95,95 92,08

o
Jakarta Timur 95,74 96,03 95,88

.g
Jakarta Pusat 95,77 94,33 95,07
Jakarta Barat 92,92 ps 91,11 92,04
.b
Jakarta Utara 95,84 93,27 94,58
ta

DKI Jakarta 93,53 94,19 93,85


ar

Sumber: Susenas Maret 2020, BPS


ak
//j

5.2. Pendidikan Prasekolah


s:
tp

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1990 tentang Pendidikan


ht

Prasekolah pasal (1) menjelaskan mengenai definisi pendidikan prasekolah,


berbunyi:” Pendidikan prasekolah adalah pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak didik di luar lingkungan
keluarga sebelum memasuki pendidikan dasar, yang diselenggarakan di jalur
pendidikan sekolah atau di jalur pendidikan luar sekolah”. Meskipun demikian pada
pasal (2) dijelaskan bahwa pendidikan prasekolah ini tidak merupakan persyaratan
untuk memasuki pendidikan dasar.

Pendidikan prasekolah bertujuan untuk membantu meletakkan dasar


kearah perkembangan sikap, pengetahuan, ketrampilan, dan daya cipta yang
diperlukan oleh anak didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan
untuk pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya. Bentuk satuan Pendidikan

30
prasekolah meliputi Taman Kanak-Kanak, Kelompok Bermain, Penitipan Anak, dan
bentuk lain yang telah ditetapkan oleh Menteri. Taman Kanak-Kanak terdapat jalur
pendidikan sekolah, sedangkan Kelompok Bermain dan Penitipan Anak di jalur
pendidikan luar sekolah.

Lima manfaat Pendidikan prasekolah (https://www.superbookindonesia.com)


antara lain:
1. Membantu pembentukan struktur otak anak
2. Sebagai tambahan aktivitas harian anak yang lebih berstruktur
3. Mendorong perkembangan emosi social.

.id
4. Mendorong rasa percaya diri anak.

o
.g
5. Lebih siap untuk masuk ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
ps
.b
ta
ar
ak
//j
s:
tp
ht

Sumber: https://www.superbookindonesia.com

Data Susenas Maret 2020 menunjukkan bahwa Balita usia 3 tahun keatas di
DKI Jakarta pada tahun 2020 lebih dari separo (68,36 %) tidak atau belum pernah
mengikuti pendidikan prasekolah. Balita usia tiga tahun keatas yang masih
mengikuti pendidikan prasekolah hanya sepertiga (30,59 %) dari jumlah Balita usia
3 tahun keatas (Tabel 5.3).
Persentase Balita usia 3 tahun keatas mengikuti pendidikan prasekolah paling
tinggi terdapat di Kabupaten Kepulauan Seribu, mencapai 61,74 persen. Kondisi di
kota lain selain Pulau Seribu menunjukkan pesentase Balita usia 3 tahun keatas yang
masih berstatus mengikuti pendidikan prasekolah tidak ada yang mencapai 50

31
persen. Misalnya di Kota Jakarta Pusat hanya sebesar 48,06 persen, Kota Jakarta
Selatan sebesar 42,28 persen. Di Kota Jakarta Barat bahkan hanya mencapai 17,30
persen, terendah se-DKI Jakarta pada tahun2020.
Tabel 5.3. Persentase Balita Umur 3 Tahun Keatas Menurut Partisipasi Pendidikan
Prasekolah dan Kab/Kota di DKI Jakarta, 2020

Kab/Kota 1 2 3 4 Jumlah
(1) (2) (3) (4) (5) (5)
Kep. Seribu 61,74 0,00 0,00 38,26 100,00
Jakarta Selatan 42,28 2,00 1,59 54,13 100,00

.id
Jakarta Timur 34,52 0,00 1,92 63,56 100,00
Jakarta Pusat 48,06 0,00 0,00 51,94 100,00

o
.g
Jakarta Barat 17,30 0,00 0,00 82,70 100,00
Jakarta Utara 25,78 0,00ps 0,00 74,22 100,00
DKI Jakarta 30,59 0,29 0,76 68,36 100,00
.b
Sumber: Susenas Maret 2020, BPS
ta

Keterangan:
ar

1. Masih mengikuti pendidikan prasekolah tahun ajaran ini (2019/2020)


ak

2. Pernah mengikuti pendidikan prasekolah tahun ajaran ini (2019/2020)


3. Pernah mengikuti pendidikan prasekolah sebelum tahun ajaran ini (2019/2020)
//j

4. Tidak/belum pernah mengikuti pendidikan prasekolah.


s:
tp

Gambaran Balita yang sedang mengikuti Pendidikan prasekolah ditunjukkan


ht

oleh Tabel 5.4. Lebih dari separo (55,99 %) Balita yang sedang mengikuti pendidikan
prasekolah di DKI Jakarta pada tahun 2020, mengikuti pendidikan di PAUD
terintegrasi BKB. Sementara itu Balita yang mengikuti pendikan prasekolah di Taman
Kanak-Kanak mencapai 20,55 persen dan Kelompok Bermain mencapai 19,56
persen. Selain itu terdapat sekitar 3,27 persen Balita mengikuti pendidikan
prasekolah di Taman Penitipan Anak. Pada tahun 2020 berdasarkan data Susenas
Maret 2020 hanya sedikit Balita yang menempuh pendidikan prasekolah di BA/RA.
Jenis pendidikan prasekolah yang diikuti oleh Balita ini disesuaikan dengan umur
Balita yang bersangkutan, misal untuk Taman Kanak-Kanak harus sudah mencapai
umur tertentu, berbeda dengan PAUD atau Kelompok bermain. Tabel 5.4
menunjukkan bahwa persentase Balita usia 3 tahun kebawah yang mengikuti

32
Pendidikan prasekolah mencapai hampir 2 persen pada tahun 2020. Jenis
pendidikan prasekolah untuk Balita seumur ini sangatlah sedikit mengingat umurnya
yang masih sangat kecil.
Tabel 5.4. Persentase Balita Umur Kurang dari 3 Tahun Menurut Partisipasi
Pendidikan Prasekolah dan Kab/Kota di DKI Jakarta, 2020

Kab/Kota 1 2 3 4 Jumlah
(1) (2) (3) (4) (5) (5)
Kep. Seribu 7,10 0,00 0,40 92,50 100,00
Jakarta Selatan 2,84 0,84 0,67 95,65 100,00

.id
Jakarta Timur 2,72 0,75 1,85 94,68 100,00
Jakarta Pusat 1,64 0,38 0,00 97,98 100,00

o
.g
Jakarta Barat 0,69 0,00 0,00 99,31 100,00
Jakarta Utara 0,40 0,00 ps 0,00 99,60 100,00
DKI Jakarta 1,81 0,44 0,69 97,06 100,00
.b
Sumber: Susenas Maret 2020, BPS
ta

Keterangan:
ar

1. Masih mengikuti pendidikan prasekolah tahun ajaran ini (2019/2020)


ak

2. Pernah mengikuti pendidikan prasekolah tahun ajaran ini (2019/2020)


3. Pernah mengikuti pendidikan prasekolah sebelum tahun ajaran ini (2019/2020)
//j

4. Tidak/belum pernah mengikuti pendidikan prasekolah.


s:
tp

Tabel 5.5. Partisipasi Balita Menurut Jenis Pendidikan Prasekolah yang Sedang
ht

Diikuti dan Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2020

Kabupaten/Kota 1 2 3 4 5 Jumlah
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Kep. Seribu 21,44 3,64 64,71 10,21 0,00 100,00
Jakarta Selatan 22,73 0,00 38,49 31,37 7,41 100,00
Jakarta Timur 07,41 0,00 71,30 18,55 2,74 100,00
Jakarta Pusat 15,71 0,00 64,96 13,78 5,55 100,00
Jakarta Barat 52,83 0,00 36,80 10,37 0,00 100,00
Jakarta Utara 29,85 2,78 53,07 14,30 0,00 100,00
DKI Jakarta 20,55 0,43 55,99 19,56 3,47 100,00
Sumber: Susenas Maret 2020, BPS
Keterangan:
1. Taman Kanak-Kanak (TK).
2. Bustanul Athfal/Raudatul Athfal (BA/RA)

33
3. PAUD Terintegrasi BKB/Taman Posyandu, PAUD-TAAM, PAUD-PAK, PAUD-BIA,
TKQ, dll
4. Kelompok Bermain
5. Taman Penitipan Anak

Jenis Pendidikan prasekolah yang paling banyak diikuti oleh Balita di DKI
Jakarta pada tahun 2000 adalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Jumlahnya
mencapai lebih dari separo (55,99 %) Balita. Kondisi menurut wilayah menunjukkan
bahwa persentase Balita yang sedang mengikuti pendidikan prasekolah di PAUD
bahkan mencapai 71,29 persen.
Selain mengikuti Pendidikan di PAUD, terdapat Balita mengikuti Pendidikan

.id
di Taman Kanak-Kanak sebanyak 20,55 persen dan Kelompok Bermain sebanyak

o
.g
19,56 persen. Pada tahun 2000 Balita yang menempuh pendidikan prasekolah di
Taman Penitipan Anak mencapai 2,47 persen.
ps
.b
Tabel 5.6. Partisipasi Balita Menurut Jenis Pendidikan Prasekolah yang Sedang
ta

Diikuti dan Jenis Kelamin di DKI Jakarta, 2020


ar
ak

Jenis Pendidikan Pra Sekolah Laki-Laki Perempuan Jumlah


//j

(1) (2) (3) (4)


s:

Taman Kanak-Kanak 11,81 33,50 20,55


tp

Bustanul Athfal/Raudatul Athfal 0,72 0,00 0,43


ht

PAUD terintegrasi BKB 61,83 47,34 55,99


Kelompok Bermain 21,35 16,92 19,56
Taman Penitipan Anak 4,29 2,24 3,47
Jumlah 100,00 100,00 100,00
Sumber: Susenas Maret 2020, BPS

Apabila dilihat menurut jenis kelamin tampak bahwa pada Balita laki-laki
persentase terbesar mengikuti pendidikan prasekolah di PAUD terintegrasi BKB
(61,83 %) dan Kelompok Bermain (21,35 %). Balita perempuan lebih banyak yang
mengikuti pendidikan prasekolah di PAUD terintegrasi BKB (47,34 %) dan Taman
Kanak-Kanak (33,50 %). Persentase Balita laki-laki di Taman Penitipan Anak lebih
banyak (4,29 %) dibandingkan Balita perempuan (2,24 %).

34
BAB VI
KELUHAN KESEHATAN DAN RAWAT JALAN/INAP

Upaya kesehatan anak yang dilakukan terutama bertujuan untuk menjamin


kelangsungan hidup anak yang diutamakan pada upaya menurunkan angka
kematian Bayi Baru Lahir, Bayi dan Anak Balita; menjamin tumbuh kembang anak
secara optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki; menjamin terpenuhinya hak
kesehatan anak dengan memperhatikan siklus hidup.

.id
Di tingkat nasional berbagai upaya terkait kesehatan Balita antara lain gizi,

o
kematian dan imunisasi tercantum dalam sasaran pokok pembangunan manusia

.g
dan masyarakat bidang kesehatan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
ps
Nasional (RPJMN) 2020-2024. Di tingkat internasional, komitmen untuk
.b
ta

meningkatkan status kesehatan anak dituangkan pula dalam target-target


ar

pembangunan antara lain imunisasi, gizi, dan kematian yang dihimpun dalam Tujuan
ak

Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Sustainable Development Goals (SDGs).


//j

Badan Pusat Statistik memfasilitasi berbagai indikator pembangunan yang


s:
tp

dibutuhkan pemerintah terkait RPJMN, SDGs dan Nawa Cita. Salah satu survei yang
ht

diselenggarakan oleh BPS yaitu Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dapat
memfasilitasi berbagai data dan informasi terkait status kesehatan anak. Pada bab
ini dipaparkan berbagai data dan informasi hasil Susenas Maret 2020 terkait dengan
kesehatan balita antara lain keluhan kesehatan, angka kesakitan, upaya kesehatan,
kepemilikan jaminan kesehatan, imunisasi dan pemberian air susu ibu (ASI).
6.1. Keluhan Kesehatan
Keluhan kesehatan adalah gangguan terhadap kondisi fisik maupun jiwa,
termasuk karena kecelakaan, atau hal lain yang menyebabkan terganggunya
kegiatan sehari-hari. Pada umumnya keluhan kesehatan utama yang banyak dialami
oleh penduduk adalah panas, sakit kepala, batuk, pilek, diare, asma/sesak nafas, dan
sakit gigi. Orang yang menderita penyakit kronis dianggap mempunyai keluhan

35
kesehatan walaupun pada waktu survei (satu bulan terakhir) yang bersangkutan
tidak kambuh penyakitnya.
Tabel 6.1
Persentase Balita yang Mengalami Keluhan Kesehatan Menurut Kab/Kota
dan Jenis Kelamin di DKI Jakarta, 2020

Jenis Kelamin
Kab/Kota
Laki-Laki Perempuan Jumlah
(1) (2) (3) (4)
Kepulauan Seribu 44,25 37,04 40,66
Jakarta Selatan 50,99 50,20 50,60

.id
Jakarta Timur 56,43 57,97 57,18

o
.g
Jakarta Pusat 66,12 58,30 62,30
Jakarta Barat 57,05 ps 57,09 57,07
Jakarta Utara 55,96 54,98 55,48
.b
ta

DKI Jakarta 56,08 55,57 55,83


ar

Sumber: Susenas Maret 2020, BPS


ak
//j

Keluhan kesehatan yang akan dibahas dalam publikasi ini adalah segala
s:

keluhan kesehatan yang dialami oleh balita menurut kotamadya dan jenis kelamin
tp
ht

pada tahun 2020. Tabel 6.1 menunjukkan bahwa secara total persentase balita yang
mengalami keluhan kesehatan di DKI Jakarta mencapai 55,83 persen. Hal ini
menunjukan peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mencapai
47,73 persen.
Persentase balita laki-laki yang mengalami keluhan kesehatan lebih tinggi
dibandingkan perempuan, yakni sebesar 56.08 persen dibandingkan 55,57 persen
pada balita perempuan. Kondisi tersebut menunjukkan hal yang berbeda jika
dibandingkan dengan tahun 2019. Tahun 2019, persentase balita yang mempunyai
keluhan lebih tinggi yaitu balita perempuan yaitu sebesar 48,92 persen
dibandingkan 46,61 persen pada balita laki-laki.
Terdapat tiga kotamadya yang memiliki persentase balita yang mengalami
keluhan kesehatan lebih tinggi dibandingkan dengan angka Provinsi DKI Jakarta

36
tahun 2020, yakni: Jakarta Timur, Jakarta Pusat, dan Jakarta Barat. Adapun
kotamadya yang memiliki persentase balita yang mengalami keluhan tertinggi yaitu
Jakarta Pusat dengan nilai sebesar 62,30 persen.
Dari total persentase balita yang mengalami keluhan kesehatan, tidak
seluruhnya terganggu dalam aktivitas atau pekerjaan sehari-hari. Persentase balita
yang mengalami keluhan kesehatan dan terganggu aktivitas sehari-hari di Provinsi
DKI Jakarta memiliki nilai yang lebih kecil, yaitu sebesar 49,72 persen. Persentase
tersebut juga masih didominasi oleh balita laki-laki yaitu sebesar 50,81 persen.

.id
Tabel 6.2

o
Persentase Balita yang Mengalami Keluhan Kesehatan dan

.g
Terganggunya Aktivitas/Pekerjaan Sehari-hari Menurut Jenis Kelamin dan Kab/Kota
ps
di DKI Jakarta, 2020
.b
ta

Jenis Kelamin
Kab/Kota
ar

Laki-Laki Perempuan Jumlah


ak

(1) (2) (3) (4)


//j

Kepulauan Seribu 44,20 59,12 50,98


s:

Jakarta Selatan 50,58 35,50 43,22


tp

Jakarta Timur 48,75 49,51 49,13


ht

Jakarta Pusat 52,46 59,71 55,77


Jakarta Barat 47,96 45,87 46,93
Jakarta Utara 57,83 59,86 58,82
DKI Jakarta 50,81 48,57 49,72
Sumber: Susenas Maret 2020, BPS

Menariknya, kotamadya yang memiliki persentase balita yang mengalami


keluhan dan terganggunya pekerjaan sehari-hari lebih tinggi dibandingkan Provinsi
DKI Jakarta. Hal ini berbeda dengan persentase balita yang mengalami keluhan saja
kecuali Jakarta Pusat. Adapun kotamadya tersebut yaitu Kepulauan Seribu (50,98
persen), Jakarta Pusat (55,77 persen), dan Jakarta Utara (58,82 persen). Hal ini

37
menunjukkan tidak seluruhnya balita yang mengalami kesehatan dapat
mengganggu aktivitas atau pekerjaan sehari-hari.
Berbagai upaya pengobatan seharusnya dilakukan oleh orang tua Balita saat
seorang balita mengalami keluhan kesehatan untuk menyembuhkan penyakit yang
dideritanya. Beberapa upaya yang dapat dilakukan seperti orang tua mengobati
sendiri balita yang mengalami keluhan kesehatan, namun ada juga orang tua yang
mengunjungi fasilitas dan tenaga kesehatan untuk berobat jalan atau rawat inap
untuk mendapatkan tindakan medis yang tepat.

.id
Tabel 6.3

o
Persentase Balita yang Mengalami Keluhan Kesehatan dan Mengobati Sendiri

.g
Menurut Jenis Kelamin dan Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2020
ps
.b
Jenis Kelamin
Kab/Kota
ta

Laki-Laki Perempuan Jumlah


ar

(1) (2) (3) (4)


ak

Kepulauan Seribu 35,15 61,24 47,00


//j

Jakarta Selatan 58,72 44,50 51,78


s:

Jakarta Timur 53,87 45,85 49,89


tp

Jakarta Pusat 39,31 50,82 44,57


ht

Jakarta Barat 62,79 64,35 63,56


Jakarta Utara 50,21 63,53 56,68
DKI Jakarta 55,02 53,78 54,41
Sumber: Susenas Maret 2020, BPS

Orang tua yang memilih untuk mengobati sendiri balita yang mengalami
keluhan kesehatan di Provinsi DKI Jakarta sebesar 54,41 persen. Balita laki-laki yang
orangtuanya mengobati sendiri mempunyai persentase lebih besar dibandingkan
balita perempuan yakni sebesar 55,02 persen dibandingkan 53,78 persen.
Kotamadya yang memiliki persentase balita dengan keluhan kesehatan dan
pengobatan sendiri di atas angka Provinsi DKI Jakarta sebanyak dua wilayah. Kedua

38
wilayah tersebut yaitu Jakarta Utara sebesar 56,68 persen dan Jakarta Barat sebesar
63,56 persen.

6.2. Rawat Jalan


Pemerintah maupun pihak swasta telah menyediakan fasilitas kesehatan
masyarakat untuk mengobati keluhan kesehatan yang dialami dengan cara berobat
jalan. Indikator rawat jalan dapat memberikan gambaran mengenai pemanfaatan
fasilitas kesehatan untuk berobat jalan. Sebagaimana disajikan pada gambar
dibawah, persentase Balita yang mempunyai keluhan kesehatan dan sudah berobat

.id
jalan menunjukkan angka yang bagus yakni sudah diatas 50 persen baik laki-laki

o
.g
mapun perempuan begitu juga di semua kabupaten/kota di DKI Jakarta.
ps
.b
Tabel 6.4
ta

Persentase Balita yang Mengalami Keluhan Kesehatan


ar

dan Melakukan Rawat Jalan di DKI Jakarta, 2020


ak

Jenis Kelamin
//j

Kab/Kota
s:

Laki-Laki Perempuan Jumlah


tp

(1) (2) (3) (4)


ht

Kepulauan Seribu 60,40 50,91 56,09


Jakarta Selatan 68,48 75,88 72,09
Jakarta Timur 61,22 67,41 64,29
Jakarta Pusat 81,20 82,52 81,80
Jakarta Barat 65,61 68,03 66,80
Jakarta Utara 75,05 71,01 73,09
DKI Jakarta 67,92 70,98 69,41
Sumber: Susenas Maret 2020, BPS

Balita yang mengalami keluhan kesehatan dan melakukan rawat jalan di DKI
Jakarta tahun 2020 yang memiliki persentase terbesar yaitu di Jakarta Pusat sebesar
81,80 persen, di mana balita laki-laki sebesar 81,20 persen dan balita perempuan
sebesar 82,52 persen.

39
Adapun kotamadya dengan persentase terkecil terletak di Kepulauan Seribu
yakni sebesar 56,09 persen, dengan persentase balita laki-laki lebih besar
dibandingkan balita perempuan. Persentase balita laki-laki di Kepulauan Seribu yang
mengalami keluhan kesehatan dan melakukan rawat jalan sebesar 60,4 persen dan
balita perempuan sebanyak 50,91 persen.
Gambar 6.1
Persentase Balita yang Mengalami Keluhan Kesehatan
dan Berobat Jalan Menurut Tempat Rawat Jalan, 2020

o .id
.g
Klinik/Praktik
ps
.b
dokter bersama
Puskesmas
ta

33,60%
37,01%
ar
ak
//j
s:
tp

Praktik UKBM
Dokter/Bidan
ht

0,62%
14,42% Swasta
Pengobatan
8,94%
RS Tradisional/
Pemerintah alternatif
5,21% 0,20%
Sumber: Susenas Maret 2020, BPS

Lebih dari 60 persen balita mengalami keluhan kesehatan dan berobat jalan
di DKI Jakarta tahun 2020, sebagian besarnya mendapatkan rawat jalan dari fasilitas
kesehatan puskesmas. Hal ini dapat dilihat dari Gambar 6.1 yang menggambarkan
distribusi fasilitas kesehatan yang dipilih oleh orang tua balita yang mengalami
keluhan kesehatan dan berobat jalan di DKI Jakarta tahun 2020.
Selain puskesmas, orang tua balita juga memilih klinik/praktek dokter
bersama sebanyak 33,60 persen, praktek dokter/bidan sebanyak 14,42 persen,

40
swasta sebanyak 8,94 persen, dan sisanya memilih RS pemerintah, pengobatan
tradisional/alternatif dan Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat.
Saat seorang Balita mempunyai keluhan kesehatan, sedianya orang tua
segera mengantar untuk menemui petugas kesehatan sehingga mendapatkan
tindakan medis yang tepat. Namun demikian, masih terdapat beberapa hal yang
menyebabkan seseorang yang mempunyai keluhan kesehatan tersebut tidak
berobat jalan.
Berdasarkan data Susenas Maret 2020, dari seluruh Balita yang mempunyai
keluhan kesehatan dalam sebulan terakhir, sekitar 69,41 persen melakukan berobat

.id
jalan dan sedangkan sisanya melakukan pengobatan yang lain. Susenas Maret 2020

o
.g
mencatat berbagai alasan yang disampaikan orang tua Balita maupun penanggung
ps
jawab Balita yang tidak berobat jalan saat mempunyai keluhan kesehatan dalam
.b
sebulan terakhir. Alasan yang disampaikan tersebut utamanya adalah mengobati
ta
ar

sendiri (56,65 persen) dan merasa tidak perlu (40,67 persen).


ak

Gambar 6.2
Persentase Balita yang Mengalami Keluhan Kesehatan dan Alasan Utama Tidak
//j

Rawat Jalan di DKI Jakarta, 2020


s:
tp

Waktu Lainnya
Tunggu 2,32%
ht

Pelayanan
Lama
0,36%

Merasa
Tidak Perlu
40,67%
Mengobati
Sendiri
56,65%

Sumber: Susenas Maret 2020, BPS

41
6.3. Rawat Inap
Beberapa kasus keluhan kesehatan yang dialami oleh Balita memerlukan
pananganan yang lebih dari sekedar berobat jalan. Tentunya tenaga kesehatan akan
memberi arahan untuk rawat inap di fasilitas kesehatan. Dengan rawat inap,
pelayanan kesehatan yang diperoleh Balita akan lebih menyeluruh, termasuk
observasi dan diagnosis juga terapi dan tindakan yang lebih tepat serta
mendapatkan berbagai jenis pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk
mempercepat penyembuhan penyakit pasien.

.id
Gambar 6.3

o
Persentase Balita yang Rawat Inap dan Tempat dalam Setahun Terakhir Menurut

.g
Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2020
ps
.b
17,16%
ta
ar
ak

11,30% 10,95% 10,65%


//j

10,35%
s:

7,95%
tp

6,90%
ht

Jakarta Jakarta Jakarta DKI Jakarta Jakarta Jakarta Kepulauan


Pusat Timur Utara Selatan Barat Seribu

Sumber: Susenas Maret 2020, BPS

Gambar 6.3 menyajikan informasi persentase Balita yang rawat inap dalam
setahun terakhir di DKI Jakarta, dengan persentase sebesar 10,65 persen.
Berdasarkan kabupaten/kota terlihat bahwa persentase tertinggi Balita yang pernah
di rawat inap ada di Kota Jakarta Pusat yakni sebesar 17,16 persen, dan persentase

42
terendah Balita yang pernah rawat inap ada di Kabupaten Kepulauan Seribu dengan
persentase sebesar 6,9 persen.
Tempat rawat inap yang dipilih oleh orang tua balita secara rinci dapat
dilihat pada gambar dibawah. Di Provinsi DKI Jakarta, persentase balita yang pernah
dirawat inap di rumah sakit swasta lebih tinggi dibanding dengan rumah sakit
pemerintahan. Sebesar 47,47 persen RS swasta dipilih oleh orangtua yang memiliki
balita yang mengeluh kesehatan dan melakukan rawat inap.

Gambar 6.4

.id
Persentase Balita yang Rawat Inap dalam Setahun Terakhir Menurut Jenis Fasilitas
Kesehatan di DKI Jakarta, 2020

o
.g
Puskesmas
ps Klinik/Praktik
.b
Dokter
Praktk Bidan 5,17%
ta

Bersama
7,37%
1,00%
ar
ak
//j

RS Swasta
s:

RS 47,47%
Pemerintah
tp

38,99%
ht

Sumber: Susenas Maret 2020, BPS

43
BAB VII
KESEJAHTERAAN BALITA

7.1. Status Kepemilikan Rumah Tempat tinggal

Kepemilikan rumah tinggal menjadi salah satu indikator terpenuhinya


kesejahteraan masyarakat. Status kepemilikan rumah yang tetap dan terjamin
mencerminkan bagaimana rumah tangga mampu memenuhi kebutuhan dasarnya.
Tempat tinggal menjadi naungan keluarga untuk merasa aman, terlindungi dan

.id
terjamin kesehatannya. Tempat tinggal dapat dikatakan berkualitas jika memenuhi

o
.g
empat aspek, yakni diantaranya adalah (1) kondisi psikososial, ekonomi, dan budaya
ps
yang dihasilkan penghuni; 2) konstruksi, bahan, dan kualitas interior; (3)
.b
infrastruktur lingkungan; serta (4) tatanan sosial lingkungan sekitar. Keempat aspek
ta

tersebut diharapkan dapat terpenuhi untuk menjamin kesejahteraan setiap anggota


ar

keluarga, termasuk anak-anak.


ak
//j

Dengan demikian, kualitas tempat tinggal perlu diperhatikan guna menjaga


s:

kesehatan penghuninya, terutama anak-anak. Anak membutuhkan tempat tinggal


tp
ht

yang layak untuk menunjang proses tumbuh kembangnya. Kesejahteraan penduduk


salah satunya dapat digambarkan dengan status kepemilikan rumah tinggal. Tempat
tinggal yang tetap dan terjamin menunjukkan kemampuan rumah tangga dalam
memenuhi salah satu kebutuhan dasarnya. Sebagian besar rumah tangga di DKI
Jakarta tinggal di rumah milik sendiri. Di tahun 2020, anak yang tinggal di rumah
tangga dengan status kepemilikan rumah milik sendiri ada sebesar 48,01 persen,
tetapi anak yang tinggal di rumah tangga dengan status kepemilikan sewa/kontrak
juga masih tinggi sebesar 32,95 persen.

Anak yang tinggal di rumah kontrak/sewa memiliki tingkat kesejahteraan


rumah tangga yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan yang tinggal di rumah
milik sendiri. Tingginya persentase anak yang tinggal di rumah kontrak/sewa di

44
daerah perkotaan erat kaitannya dengan biaya hidup dan harga tanah yang lebih
mahal di perkotaan dibandingkan di perdesaan.

Gambar 7.1 Persentase Balita Menurut Bangunan Tempat Tinggal


yang di Tempati, 2020

48,01 %

32,95%

.id
18,32%

o
.g
ps 0,72%
.b
ta

Milik Sendiri Kontrak/ Sewa Bebas Sewa Dinas


ar

Sumber : Susenas Maret 2020, BPS


ak
//j
s:

7.2 Akses Terhadap Air Layak


tp
ht

Rumah dianggap layak huni apabila memiliki sumber air minum yang layak.
Kelayakan sumber air minum tersebut diukur dari jenis sumber air minum utama
dan sumber air untuk kegiatan domestic lain (contoh : memasak dan MCK). Rumah
tangga dengan fasilitas air layak dalam Susenas adalah rumah tangga dengan
fasilitas air minum berupa air leding, air hujan, sumur bor/pompa, sumur terlindung
dan mata air terlindung dengan jarak lebih besar atau sama dengan 10 meter dari
penampungan limbah/kotoran/tinja terdekat.

Jika sumber air minum utama rumah berasal dari air kemasan dan/atau air
isi ulang, maka harus dicek sumber air yang digunakan untuk kegiatan domestik
lainnya seperti memasak dan kegiatan Mandi Cuci Kakus (MCK). Jika sumber air

45
untuk masak dan kegiatan MCK berasal dari salah satu dari 9 jenis sumber air
terlindungi, maka rumah dianggap layak dari segi akses air minum.

Balita yang tinggal di rumah tangga dengan fasilitas air layak di DKI Jakarta
sebesar 78,1 persen. Salah satu sumber daya alam yang sangat penting bagi
kehidupan manusia yaitu air. Berbagai macam kebutuhan manusia membutuhkan
air, sehingga pemanfaatan air harus dikelola dengan baik agar tidak mencemari dan
merusak kualitas air. Anak-anak sangat membutuhkan air sebagai penunjang
penyerapan gizi yang baik dalam tumbuh kembangnya. Selain itu, air berguna pula

.id
bagi manajemen kesehatan dasar dan kesejahteraan anak dalam kehidupan sehari-

o
hari.

.g
7.3 Akses Terhadap Sanitasi Layak ps
.b
Upaya Indonesia dalam melawan penyebaran Covid-19 nampaknya
ta

mempunyai tantangan tersendiri, mengingat masih buruknya kondisi sanitasi di


ar
ak

negeri ini. Menurut data WHO pada tahun 2017 Indonesia memiliki sanitasi
//j

terburuk/tidak layak ketiga di dunia, setelah India dan Tiongkok (Damashinta, 2018:
s:

26). Bahkan berdasarkan data United States Agency for International Development
tp
ht

(USAID) dan Indonesia Urban Water Sanitation and Hygiene (IUWASH) Indonesia
berada di peringkat akhir di antara negara-negara ASEAN dalam masalah akses air
dan sanitasi perkotaan.

Ketiadaan sanitasi yang layak dan air bersih dalam jumlah yang mencukupi
merupakan awal dari munculnya berbagai persoalan kesehatan di masyarakat,
seperti: stunting, kematian bayi serta ibu, penularan berbagai virus, dan penyakit
lainnya. Kondisi sanitasi yang buruk merupakan tempat berkembangnya penyakit
menular yang dapat menyebabkan morbiditas masyarakat, terutama usia di bawah
lima tahun yang masih rentan terhadap penyakit. Balita yang tidak sehat dan
terpapar penyakit akan cenderung meningkatkan risiko stunting dibandingkan balita

46
yang tumbuh sehat. Oleh karena itu, upaya pemenuhan fasilitas sanitasi yang layak
menjadi bagian penting dalam meningkatkan kesejahteraan.

Yang dimaksud dengan rumah tangga dengan fasilitas sanitasi layak dalam
Susenas adalah rumah tangga yang memiliki tempat buang air besar yang digunakan
sendiri atau bersama, dengan kloset leher angsa, dan tempat pembuangan akhir
berupa tangki septik/ Sistem Pengolahan Air Limbah (SPAL). Berdasarkan data hasil
Susenas 2020 tentang balita yang tinggal di rumah dengan fasilitas sanitasi layak
yakni sebesar 80,2 persen, sebaliknya 19,8 persen anak tinggal di rumah dengan

.id
fasilitas sanitasi yang tidak layak.

o
.g
Gambar 7.2 Persentase Balita yang Tinggal di Rumah dengan Fasilitas
ps
Sanitasi Layak dan Tidak Layak
.b
ta
ar

19,8%
ak
//j
s:
tp

80,2%
ht

Sanitasi Layak Non Sanitasi Layak

Sumber : Susenas Maret 2020, BPS

47
Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik. (2020). Buku 4 Konsep dan Definisi Survei Sosial Ekonomi
Nasional (Susenas) Maret 2020. Jakarta: Badan Pusat Statistik
Badan Pusat Statistik. (2020). Profil Kesehatan Ibu dan Anak 2020. Jakarta: Badan
Pusat Statistik
Fikawati S, Syafiq A. (2010). Kajian Implementasi dan kebijaakan Air Susu Ibu
Eksklusif dan Inisiasi Menyusu Dini di Indonesia. Makara, Kesehatan, Vol. 14,
No. 1, Juni 2010: 17-24.
Ika Fibriana, A. (2007). Faktor-faktor risiko yang mempengaruhi kematian maternal
(Studi kasus di Kabupaten Cilacap). Jurnal Epidemiologi.

.id
Karimi, F. Z., MIRI, H. H., Salehian, M., Khadivzadeh, T., & Bakhshi, M. (2019). The
effect of mother-infant skin to skin contact after birth on third stage of labor:

o
.g
A systematic review and meta-analysis. Iranian journal of public health, 48(4),
612. ps
.b
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. (2009). Undang-Undang Republik
ta

Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta: Kementerian


ar

Hukum dan Hak Asasi Manusia.


ak

Utami, R. (2008). Inisiasi menyusu dini plus ASI eksklusif. Jakarta: Pustaka Bunda, 2-
31.
//j

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1990: Pendidikan Prasekolah.


s:

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002: Perlindungan Anak


tp

World Health Organization. (2010). Early Initiation of Breastfeeding: The Key to


ht

Survival and Beyond


World Health Organization & United Nations Children's Fund (UNICEF). (2004). Low
birthweight: country, regional and global estimates. World Health Organization
WHO. (2007). Indicators for Assessing Infant and Young Child Feeding Practices.
Geneva: WHO.
https://jdihn.go.id/
(http://disdukcapil.sumutprov.go.id/)
(https://www.superbookindonesia.com)

48
ht
tp
s:
//j
ak

49
ar
ta
.b
ps
.g
o.id

Anda mungkin juga menyukai