Anda di halaman 1dari 33

Case Report Session

WANITA USIA 24 TAHUN


G1P0A0H0 PARTURIEN ATERM DENGAN
KALA II MEMANJANG EC MALPOSISI

DOKTER MUDA
Elfon Lindo Pratama 1210312038
Hadi Rifki Ramadhan 1110312048

PRESEPTOR
dr. Roza Sriyanti, Sp.OG (K)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS


ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUP DR M DJAMIL PADANG
2017
BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Anatomi Jalan Lahir

Pada setiap persalinan, harus diperhatikan 3 faktor berikut, yaitu jalan

lahir, janin, dan kekuatan yang ada pada ibu. Jalan lahir dibagi atas bagian tulang

(tulang-tulang panggul dan persendiannya) dan bagian lunak (otot, jaringan-

jaringan, dan ligamen).1

1.1.1. Tulang dan Persendian Panggul

Tulang panggul terdiri atas 3 buah tulang yaitu os koksa 2 buah kiri kanan,

os sakrum, dan os koksigis. Os koksa merupakan fusi dari os ilium, os iskium, dan

os pubis. Tulang-tulang ini dihubungkan oleh suatu sendi di panggul. 1

Hubungan antara kedua os pubis kanan dan kiri disebut simfisis pubis,

yang terdiri atas jaringan fibrokartilago dan ligamentum arkuatum pada bagian

superior maupun inferior. Pada bagian belakang, terdaraot artikulasio sakroiliaka

yang menghubungkan os sakrum dengan os ilium. Pada bagian bawah, terdapat

artikulasio sakrokoksigea yang menghubungkan os sakrum dengan os koksigis.

Pergerakan sendi ini selama kehamilan lebih besar akibat faktor hormonal. 1

Panggul dapat dibagi menjadi 2 bagian secara fungsional, yaitu pelvis

mayor (di atas linea terminalis) dan pelvis minor (di bawah linea terminalis dan

berperan penting dalam obstetri). Bentuk pelvis minor menyerupai suatu saluran

yang mempunyai sumbu melengkung ke depan. Bagian atas saluran ini berupa

suatu bidang datar yang disebut pintu atas panggul (pelvic inlet) sedangkan bagian

bawahnya disebut pintu bawah panggul (pelic outlet). 1

1
Pintu atas panggul (PAP) merupakan bidang yang dibentuk oleh

promontorium, linea inominata, dan pinggir atas simfisis. Panjang jarak dari

pinggir atas simfisis ke promontorium sekitar 11 cm disebut konjugata vera

sedangkan jarak terjauh garis melintang pada PAP sekitar 12,5-13 cm disebut

diameter transversa. Konjugata vera adalah konjugata diagonalis dikurangi 1,5

cm. Konjugata obstetrika adalah jarak dari tengah simfisis bagian dalam ke

promontorium. Konjugata ini paling penting walaupun perbedannya dengan

konjugata vera sedikit sekali. 1

Jenis-jenis panggul dalam obstetri, yaitu: 1

a. Ginekoid (45%), merupakan panggul yang paling baik untuk perempuan.

Bentuk PAP hampir bulat dengan diameter anteroposterior (AP) sama

dengan diameter transversa.

b. Android (15%), merupakan panggul pada pria dengan PAP berbentuk

segitiga. Bagian depan PAP menyempit sedangkan bagian belakang lebih

pendek dan gepeng.

c. Antropoid (35%), merupakan PAP yang agak lonjong seperti telur dengan

diameter AP lebih besar daripada diameter transversa.

d. Platipeloid (5%), merupakan jenis ginekoid yang menyempit pada

diameter AP.

Gambar 1.1. Klasifikasi jenis panggul Caldwell-Moloy2

2
Ruang panggul di bawah PAP mempunyai ukuran yang paling luas. Pada

panggul tengah, terdapat penyempitan dalam ukuran melintang setinggi kedua

spina iskiadika dengan jarak sekitar 10 cm. Yang penting dari spina iskiadika

adalah distansia interspinarum dan apakah spina itu runcing dan tumpul. 1

Bidang Hodge digunakan untuk menentukan bagian terendah janin di

dalam panggul pada persalinan, yang terdiri atas: 1

a. Hodge I, yaitu bidang khayal yang melewati bagian atas simfisis dan

promontorium (lingkaran PAP).

b. Hodge II, yaitu bidang sejajar dengan Hodge I setinggi bagian bawah

simfisis.

c. Hodge III (bidang O), yaitu bidang sejajar dengan Hodge I dan II setinggi

spina iskiadika.

d. Hodge IV, yaitu bidang sejajar Hodge I, II, dan III setinggi os koksigis.

Pintu bawah panggul tersusun atas 2 bidang datar berbentuk segitiga, yaitu bidang

yang dibentuk oleh garis antara kedua tuber os iskii dengan ujung os sakrum dan

juga bagian bawah simfisis. Pinggir bawah simfisis berbentuk lengkung ke bawah

dan berupa sudut yang disebut arkus pubis. 1

Ukuran luar panggul dapat diperiksa dengan jangka panggul Martin,

Oseander, Collin, dan Boudeloque. Komponen yang diukur adalah distansia

spinarum ( 24-26 cm), distansia kristarum ( 28-30 cm), distansia oblikua

eksterna (tidak asimetrik), distansia intertrokanterika, konjugata eksterna ( 18

cm), dan distansia tuberum. 1

3
1.1.2. Bagian Lunak Jalan Lahir

Pada kala II, segmen bawah uterus, serviks uteri, dan vagina ikut

membentuk jalan lahir. Pada akhir kehamilan, serviks lebih pendek daripada

trimester awal. Uterus disebut matang apabila teraba seperti bibir dan terjadi pada

usia kehamilan 34 minggu (hampir aterm pada primigravida). 1

Otot yang menahan dasar panggul di bagian luar adalah muskulus sfingter

ani eksternus, muskulus bulbokavernosus yang melingkari vagina, dan muskulus

perniei transversus superfisialis. Pada bagian tengah, terdapat muskulus sfinger

uretra yang melingkari uretra serta muskulus iliokoksigeus, iskiokoksigeus,

perinei transversus profundus, dan koksigeus yang melingkari vagina bagian

tengah dan anus. Pada bagian dalam, terdapat diafragma pelvis, khususnya

muskulus levator ani yang berfungsi menahan dasar panggul. 1

Pada diafragma pelvis, berjalan nervus pudendus yang masuk ke rongga

panggul melalui kanalis Alcock yang terletak di antara spina iskiadika dan tuber

iskii. Arteri dan vena yang berjalan dalam rongga panggul adalah cabang bawah

dari arteri dan vena uterina serta cabang arteri dan vena hemorroidalis superior. 1

1.2. Kedudukan Janin Intrauterin

1.2.1. Sikap Janin

Sikap (habitus/attitude) janin adalah hubungan bagian yang janin yang

satu dengan bagian yang lainnya, biasanya terhadap tulang punggung janin. Sikap

janin yang fisiologis adalah badan kifosis sehingga punggung menjadi konveks,

kepala dalam sikap hiperfleksi dengan dagu dekat dengan dada, lengan bersilang

4
di depan dada, tali pusat terletak di antara ekstremitas, tungkai terlipat pada lipat

paha, dan lutut yang rapat pada badan. 1

Sikap fisiologis ini menghasilkan sikap fleksi. Sikap fleksi terjadi karena

pertumbuhan janin dan proses akomodasi terhadap kavum uteri. Jika dagu

menjauhi dada hingga kepala akan menengadah dan tulang punggung

mengadakan lordosis, maka sikap ini akan menghasilkan defleksi. 1

1.2.2. Letak Janin

Letak (situs) janin adalah hubungan antara sumbu panjang janin dengan

sumbu panjang ibu. Letak memanjang (membujur) adalah sumbu panjang janin

sesuai dengan sumbu panjang ibu. Letak lintang adalah sumbu panjang janin

melintang terhadap sumbu panjang ibu. Letak miring adalah sumbu panjang janin

miring terhadap sumbu panjang ibu. Frekuensi letak memanjang adalah 99,6%

(96% letak kepala dan 3,6% letak bokong) dan 0,4% letak lintang atau miring. 1

1.2.3. Presentasi Janin

Presentasi adalah bagian terbawah janin yang masuk ke dalam panggul.

Macam-macam presentasi terdiri atas: 1

a. Presentasi kepala (96%)

Presentasi belakang kepala dengan penunjuk ubun-ubun kecil di

segmen depan, di sebelah kiri depan (kira-kira 2/3), dan kanan depan

(kira-kira 1/3). Ini merupakan posisi yang normal.

Gambar 1.2. Presentasi Belakang Kepala Normal3

5
Presentasi puncak kepala, yaitu defleksi ringan dengan penunjuk

ubun-ubun besar.

Presentasi dahi, yaitu defleksi sedang dengan penunjuk dahi.

Presentasi muka, yaitu defleksi maksimal dengan penunjuk dagu.

Gambar 1.3. Presentasi Muka3

b. Presentasi bokong (3,6%) dengan penunjuk sakrum

Presentasi bokong sempurna di mana kedua tungkai berada di

samping bokong.

Presentasi bokong murni (frank breech presentation), yaitu kedua

tungkai lurus ke atas.

Presentasi bokong kaki, yaitu tungkai terlipat pada pada dan tekuk

lutut. Presentasi ini dibagi menjadi presentasi bokong sempurna

(terbawah 2 kaki) dan tidak sempurna (terbawah 1 kaki).

Gambar 1.4. Presentasi Bokong3

6
Presentasi kaki, yaitu kaki turun ke bawah lebih rendah dari bokong.

Presentasi lutut, yaitu lutut turun ke bawah lebih rendah dari bokong.

c. Presentasi bahu (0,4%) dengan penunjuk akromion atau skapula

1.2.4. Posisi Janin

Posisi pada pemeriksaan luar dilakukan dengan palpasi dengan

menentukan letak punggung janin terhadap dinding perut ibu. Pada pemeriksaan

dalam dilakukan dengan menentukan kedudukan salah satu bagian janin yang

terendah terhadap jalan lahir sebagai penunjuk. Penunjuk itu dinyatakan sebagai

bagian kiri atau kanan ibu untuk menentukan posisi janin. Posisi yang normal

adalah presentasi belakang kepala dengan ubun-ubun kecil di segmen depan. 1

Tabel 1.1. Letak, Presentasi, Penunjuk, Posisi, dan Variasi pada Janin1
Letak Presentasi Penunjuk Posisi Variasi Posisi
Memanjang Belakang Ubun- Kiri Depan UUK kiri depan
kepala ubun Lintang UUK kiri lintang
kecil Belakang UUK kiri belakang
(UUK) Kanan Depan UUK kanan depan
Lintang UUK kanan lintang
Belakang UUK kanan belakang
Puncak Ubun- Kiri Depan UUB kiri depan
kepala ubun Lintang UUB kiri lintang
besar Belakang UUB kiri belakang
(UUB) Kanan Depan UUB kanan depan
Lintang UUB kanan lintang
Belakang UUB kanan belakang
Dahi Dahi Kiri Depan Dahi kiri depan
Lintang Dahi kiri lintang
Belakang Dahi kiri belakang
Kanan Depan Dahi kanan depan
Lintang Dahi kanan lintang
Belakang Dahi kanan belakang
Muka Dagu Kiri Depan Dagu kiri depan
Lintang Dagu kiri lintang
Belakang Dagu kiri belakang
Kanan Depan Dagu kanan depan
Lintang Dagu kanan lintang
Belakang Dagu kanan belakang
Bokong Sakrum Kiri Depan Sakrum kiri depan
Lintang Sakrum kiri lintang

7
Belakang Sakrum kiri belakang
Kanan Depan Sakrum kanan depan
Lintang Sakrum kanan lintang
Belakang Sakrum kanan belakang
Melintang Bahu Akromion Kiri Depan Akromion kiri depan
/skapula Belakang Akromion kiri belakang
Kanan Depan Akromion kanan depan
Belakang Akromion kanan belakang

1.3. Fisiologi Persalinan

1.3.1. Perubahan Uterus

Selama persalinan, uterus berubah bentuk menjadi dua bagian yang

berbeda. Segmen atas yang berkontraksi secara aktif menjadi lebih tebal ketika

persalinan berlangsung. Bagian bawah relatif pasif dibandingkan dengan segmen

atas dan bagian ini berkembang menjadi jalan lahir yang berdinding jauh lebih

tipis. Segmen atas akan berkontraksi, mengalami retraksi, dan mendorong janin

keluar sedangkan segmen bawah uterus dan serviks akan semakin lunak

berdilatasi sehingga janin dapat keluar. Akibatnya, terdapat batas antara kedua

segmen berupa lingkaran yang disebut cincin retraksi fisiologik. Jika pemendekan

segmen bawah terlalu tipis seperti pada partus macet, cincin ini sangat menonjol

sehingga membentuk cincin retraksi patologik (cincin Bandl). 1

Gambar 1.5. Perkembangan Uterus Selama Kehamilan2

8
1.3.2. Perubahan Serviks

Perubahan pada serviks selama persalinan berupa pendataran (effacement)

dan dilatasi. Untuk lewatnya rata-rata kepala janin aterm melalui serviks, saluran

serviks harus dilebarkan sampai berdiameter 10 cm. Penurunan bagian terbawah

janin agak lambat pada nulipara sedangkan pada multipara lebih cepat. 1

Gambar 1.6. Penipisan dan Dilatasi Serviks (A) Sebelum Persalinan (B) Awal
Penipisan Serviks (C) Akhir Penipisan Serviks2

Pendataran serviks adalah pemendekan saluran serviks dari panjang sekitar

2 cm menjadi hanya berupa muara melingkar dengan tepi hampir setipis kertas.

Proses ini terjadi dari atas ke bawah. Serabut otot setinggi os serviks internum

ditarik ke atas menuju segmen bawah uterus sementara os eksternum tidak

berubah untuk sementara. Aktivitas miometrium yang meningkat dapat

menyebabkan pendataran telah selesai sebelum persalinan aktif dimulai. 1

9
Gambar 1.7. Efek Tekanan Hidrostatik Terhadap Penipisan dan Dilatasi2

Segmen bawah uterus dan serviks merupakan daerah yang resistensinya

kecil. Selama kontraksi, struktur ini mengalami peregangan sehingga serviks

mengalami tarikan sentrifugal. Tekanan hidrostatik kantong amnion akan

melebarkan saluran serviks. Bila selaput ketuban sudah pecah, tekanan bagian

terbawah janin terhadap serviks dan segmen bawah uterus tetap sama. 1

Gambar 1.8. Dilatasi Serviks dan Penurunan Fetus2

Fase dilatasi serviks dibagi menjadi dua yaitu fase laten dan fase aktif.

Fase aktif dibagi menjadi fase akselerasi, fase lereng maksimum, dan fase

deselerasi.1

10
1.3.3. Perubahan Vagina dan Dasar Pangul

Pada kala satu persalinan, selaput ketuban dan bagian terbawah janin

berperan untuk membuka bagian atas vagina. Setelah ketuban pecah, perubahan

dasar panggul dihasilkan oleh tekanan yang diberikan bagian terbawah janin.

Perubahan yang jelas adalah peregangan serabut muskulus levator ani dan

penipisan bagian tengah perineum dengan tebal kurang dari 1 cm. Ketika

perineum teregang maksimal, anus menjadi jelas terbuka dan tampak sebagai

lubang berdiameter 2-3 cm. 1

1.3.3. Mekanisme Persalinan Normal

Gerakan kardinal selama persalinan terdiri atas: 1,2

a. Engagement

Diameter biparietal merupakan diameter transversal terbesar pada

presentasi belakang kepala. Engagement adalah saat diameter ini melewati

PAP. Kepala janin umumnya masuk PAP pada minggu-minggu terakhir

kehamilan atau saat dimulainya persalinan. Pada ibu sebagian besar

multipara dan beberapa wanita nulipara, kepala janin berada di atas PAP

dan disebut floating. Kepala yang berukuran normal akan memasuki PAP

secara transversal atau oblik.

Gambar 1.9. Engagement 2

11
Masuknya kepala melintasi PAP dapat dalam keadaan sinklitismus,

yaitu arah sumbu kepala janin tegak lurus dengan bidang PAP dan ini

merupakan awal yang baik untuk persalinan. Kepala juga dapat masuk

dalam keadaan asinklitismus, yaitu arah sumbu kepala janin miring dengan

bidang pintu PAP. Asinklitismus derajat sedang masih dapat menyebabkan

persalinan normal. 1

Gambar 1.10. Asinklitismus2

b. Descent

Pada nulipara, engagement terjadi sebelum persalinan dan penurunan lebih

lanjut tidak terjadi hingga kala II. Penurunan kepala terjadi akibat salah

satu atau lebih dari gaya berikut, yaitu tekanan cairan amnion, tekanan

langsung fundus terhadap bokong setiap kontraksi, kontraksi otot abdomen

ibu, dan ekstensi serta melurusnya badan janin.

c. Fleksi

Segera setelah kepala yang turun mengalami resistensi, baik itu dari

serviks, dinding pelvis, atau dasar panggul, kepala janin biasanya dalam

keadaan fleksi. Pergerakan ini menyebabkan dagu lebih dekat dengan

12
toraks dan diameter occipitobregmatikus (9,5 cm) yang lebih pendek

menggantikan diameter occipitofrontal.

d. Rotasi Internal

Pergerakan ini berupa berputarnya belakang kepala menuju simfisis pubis

di anterior. Rotasi internal esensial untuk menyelesaikan persalinan,

kecuali fetus berukuran kecil. Rotasi internal terjadi 2/3 saat kepala

mencapai dasar panggul, segera setelah mencapai dasar panggul, dan

sisanya tidak mengalami rotasi. Jika kepala gagal berputar saat mencapai

dasar panggul, kepala biasanya berputar selama satu atau dua kontraksi

berikutnya pada multipara. Pada nulipara, rotasi biasanya terjad setelah

tiga hingga lima kali kontraksi.

Gambar 1.11. Rotasi Internal2

e. Ekstensi

Setelah rotasi interna, kepala yang telah mengalami fleksi mencapai vulva

dan mengalami ekstensi. Saat kepala menekan dasar panggul, dua gaya

langsung berperan. Gaya dari uterus yang berasal dari posterior dan dasar

panggul serta simpisis pubis yang resisten berasal dari anterior. Akibatnya,

vulva membuka dan menyebabkan ekstensi kepala janin.

13
Gambar 1.12. Ekstensi Kepala Janin2

f. Rotasi Eksternal

Kepala yang sudah lahir akan mengalami restitusi. Occiput yang awalnya

berada di sebelah kiri akan berputar ke arah tuberositas ischii kiri dan

begitu juga sebaliknya. Kepala akan berputar hingga berada dalam posisi

transversal. Pergerakan ini menyesuaikan rotasi tubuh bayi dan diameter

biacromial dengan diameter anteroposterior pintu bawah panggul. Oleh

karena itu, satu bahu akan di anterior di belakang simfisis sedangkan

lainnya posterior.

Gambar 1.13. Rotasi Eksternal2

g. Ekspulsi

Gambar 1.14. Ekspulsi Janin2

14
1.4. Distosia

1.4.1. Definisi Distosia

Distosia atau persalinan lama adalah waktu persalinan yang memanjang

karena kemajuan persalinan yang terhambat. 4

1.4.2. Etiologi Distosia

Etiologi distosia dapat dibedakan menjadi 3 P, yaitu: 1,4,5

a. Kelainan tenaga ibu (power/his)

Inersia uteri

Incoordinate uterine action

b. Kelainan janin (passenger)

Kepala janin yang besar

Hidrosefalus

Presentasi wajah, bahu, alis

Malposisi persisten

Kembar yang terkunci (pada daerah leher)

Kembar siam

c. Kelainan jalan lahir (passage)

Panggul kecil karena malnutrisi

Deformitas panggul karena trauma atau polio

Tumor daerah panggul

Infeksi virus di perut atau uterus

Jaringan parut (dari sirkumsisi wanita)

1.4.3. Patologi Distosia

1.4.3.1. Fase Laten Memanjang

15
Fase laten berkepanjangan terjadi apabila fase ini lebih dari 20 jam pada

nulipara dan 14 jam pada multipara. Faktor-faktor yang mempengaruhi durasi fase

laten antara lain anestesia regional atau sedasi berlebihan, serviks yang buruk

(tebal, tidak mengalami pendataran, atau tidak membuka), dan persalinan palsu. 1

1.4.3.2. Fase Aktif Memanjang

Pembukaan serviks 3-4 cm atau lebih disertai adanya kontraksi uterus

dapat digunakan sebagai batas awal persalinan aktif. Penurunan dimulai pada

tahap akhir dilatasi aktif, dimulai pada sekitar 7-8 cm pada nulipara dan paling

cepat setelah 8 cm.1 Distosia pada kala I fase aktif dapat ditegakkan jika grafik

pembukaan serviks pada partograf berada di antara garis waspada dan garis

bertindak, atau sudah memotong garis bertindak. 4

Masalah fase aktif dibagi menjadi gangguan protraksi (berkepanjangan)

dan arrest (tidak maju). Protraksi adalah kecepatan pembukaan atau penurunan

yang lambat sedangkan arrest adalah berhentinya secara total pembukaan atau

penurunan. 1

Tabel 1.2. Kriteria Diagnostik Kelainan Persalinan Akibat Persalinan Lama


atau Macet1
Pola Persalinan Nulipara Multipara
Persalinan lama (protraction)
Pembukaan < 1,2 cm/jam < 1,5 cm/jam
Penurunan < 1,0 cm/jam < 2,0 cm/jam
Persalinan macet (arrest)
Tidak ada pembukaan > 2 jam > 2 jam
Tidak ada penurunan > 1 jam > 1 jam

Sebelum ditegakkan diagnosis kemacetan pada persalinan kala satu, fase

laten harus sudah selesai dengan serviks membuka 4 cm atau lebih. Selain itu,

16
pola kontraksi uterus sudah sebesar 200 satuan Montevideo atau lebih dalam

periode 10 menit selama 2 jam tanpa perubahan pada serviks. 1

1.4.3.3. Kala II Memanjang

Tahap ini berawal saat pembukaan serviks telah lengkap dan berakhir

dengan keluarnya janin. Pada ibu dengan paritas tinggi yang vagina dan

perineumnya sudah melebar, 2-3 kali usaha mengejan setelah pembukaan lengkap

mungkin cukup untuk mengeluarkan janin. Sebaliknya, pada seorang ibu dengan

panggul sempit atau janin besar, atau dengan kelainan gaya ekspulsif akibat

anestesia regional atau sedasi yang berat, maka kala II dapat memanjang. Kala II

persalinan pada nulipara dibatasi 2 jam dan diperpanjang sampai 3 jam apabila

digunakan analgesia regional. Untuk multipara satu jam adalah batasnya,

diperpanjang menjadi 2 jam pada penggunaan analgesia regional. 1

1.4.4. Manifestasi Klinis Distosia

Pasien datang dalam kondisi fase persalinan kala 1 atau kala 2 dengan

status kelainan pembukaan serviks atau partus macet dengan faktor risiko yang

mungkin dimiliki pasien. 5

Hasil pemeriksaan fisik pada ibu menunjukkan adanya gelisah, letih, suhu

badan meningkat, berkeringat, takikardi, takipnea, meteorismus, cincin Bandl,

edema vulva, edema serviks, dan cairan ketuban berbau dengan mekonium. Hasil

pemeriksaan fisik pada anak menunjukkan adanya takikardi hebat, tidak teratur,

bahkan negatif, air ketuban terdapat mekonium kental kehijauan dan berbau,

kaput suksedaneum yang besar, molase kepala yang hebat, kematian janin dalam

kandungan, bahkan kematian jain intraparital. Pemeriksaan penunjang yang dapat

dilakukan berupa Doppler dan partograf. Diagnosis ditegakkan secara klinis. 5

17
1.4.5. Penatalaksanaan Distosia

Penatalaksanaan di Puskesmas pada kasus distosia adalah dengan merujuk

ke fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki layanan seksio sesarea. Pada kasus

protraksi, ibu diberi dukungan dan terapi ekspektatif. Seksio sesarea dlakukan bila

ada CPD atau obstruksi. Pada kasus arrest, berikan infus oksitosin dan lakukan

seksio sesarea bila ada CPD atau obstruksi. 4,5

Prinsip awal penatalaksanaan distosia adalah dengan menentukan

kemungkinan penyebab distosia, yaitu his yang inadekuat (his dengan frekuensi

<3x/10 menit dan durasi setiap kontraksinya < 40 detik), passenger, passage, atau

gabungan dari faktor-faktor tersebut. Tatalaksana disesuaikan dengan penyebab

dan situasi. 4,5

Lakukan augmentasi persalinan dengan oksitosin dan/atau amniotomi bila

terdapat gangguan power dan pastikan tidak ada gangguan passage atau

passenger. Tindakan operatif (forsep, vakum, atau seksio sesarea) dilakukan

untuk gangguan passenger dan/atau passage, serta untuk gangguan power yang

tidak dapat diatas oleh augmentasi persalinan. Jika ditemukan obstruksi atau CPD,

tatalaksananya adalah seksio sesarea. 4,5

Antibiotik diberikan jika ditemukan tanda-tanda infeksi (demam, cairan

pervaginam berbau), ketubah pecah lebih dari 18 jam, atau usia kehamilan < 37

minggu. Pilihan antibiotiknya berupa kombinasi ampisilin 2 g IV tiap 6 jam dan

gentamisin 5 mg/kgBB tiap 24 jam. Selain itu, tanda-tanda gawat janin ahrus

dipantau. Hasil analisis dan seluruh tindakan dicatat dalam rekam medis lalu

dijelaskan kepada ibu dan keluarga hasil serta rencana tindakan selanjutnya. 4,5

18
1.4.6. Komplikasi Distosia

Komplikasi distosia terdiri atas: 4,5

a. Infeksi intrapartum

Infeksi adalah bahaya serius yang mengancam ibu dan janinnya, terutama

bila disertai pecahnya ketuban. Bakteri di cairan amnion menembus

amnion dan menginvasi desidua serta pembuluh korion sehingga terjadi

bakteremia dan sepsis pada ibu dan janin. Pneumonia pada janin, akibat

aspirasi cairan amnion yang terinfeksi juga dapat terjadi.

b. Ruptur uteri

Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan bahaya serius,

terutama pada ibu dengan paritas tinggi dan ada riwayat seksio sesarea.

Segmen bawah uterus menjadi sangat teregang dan dapat terjadi ruptur

uteri. Pada kasus ini, cincin retraksi patologis dapat diraba sebagai sebuah

krista transversal atau oblik yang berjalan melintang di uterus antara

simfisis dan umbilikus.

c. Cincin retraksi patologis

Kondisi ini sangat jarang dan tipe yang paling sering adalah cincin retraksi

patologis Bandl. Cincin dapat terlihat jelas sebagai suatu indentasi

abdomen dan menandakan adanya ancaman ruptur segmen bawah uterus.

Konstriksi lokal kadang masih terjadi sebagai konstriksi jam pasir

(hourglass constriction) uterus setelah lahirnya kembar pertama.

d. Pembentukan fistula

Apabila bagian terbawah janin menekan kuat ke PAP, tetapi tidak maju

untuk jangka waktu yang lama, bagian jalan lahir yang terletak di

19
antaranya dan dinding panggul dapat mengalami tekanan berlebihan.

Karena gangguan sirkulasi, dapat terjadi nekrosis yang akan jelas dalam

beberapa hari setelah melahirkan dengan munculnya fistula vesikovaginal,

vesikoservikal, atau rektovaginal. Nekrosis ini umumnya terjadi pada kala

II yang berkepanjangan.

e. Cedera otot dasar panggul

Saat kelahiran bayi, dasar panggul mendapat tekanan langsung dari kepala

janin serta tekanan ke bawah akibat upaya mengejan ibu. Gaya ini

meregangkan dan melebarkan dasar panggul sehingga terjadi perubahan

fungsional dan anatomik otot, saraf, dan jaringan ikat. Kondisi ini dapat

menyebabkan inkontinensia urin dan alvi serta prolaps organ panggul.

f. Kaput suksedaneum

Apabila panggul sempit, sewaktu persalinan sering terjadi kaput

suksedaneum yang besar di bagian terbawah kepala janin. Kaput ini dapat

berukuran cukup besar.

g. Molase kepala janin

Akibat tekanan his yang kuat, lempeng-lempeng tulang tengkorak saling

bertumpang tindih satu sama lain di sutura-sutura besar, yang disebut

molase (molding). Biasanya batas median tulang parietal yang berkontak

dengan promontorium bertumpang tindih dengan tulang di sebelahnya dan

begitu juga dengan tulang frontal. Apabila distorsi mencolok, molase

dapat menyebabkan robekan tentorium, laserasi pembuluh darah janin, dan

perdarahan intrakranial pada janin. Faktor-faktor yang berkaitan dengan

molase adalah nuliparitas, stimulasi persalinan dengan oksitosin, dan

20
pengeluaran janin dengan ekstraksi vakum. Fraktur juga dapat terjadi

biasanya berupa alur dangkal atau cekungan berbentuk sendok di posterior

sutura koronaria.

h. Kematian ibu dan anak

1.4.7. Prognosis Distosia

Prognosis untuk ad vitam adalah dubia ad bonam, namun ad fungsionam

dan sanationam adalah dubia ad malam. 5

1.5. Malposisi

1.5.1. Definisi Malposisi

Malposisi adalah presentasi belakang kepala pada janin dengan ubun-ubun

kecil tidak berada di segmen depan. 1

1.5.2. Etiologi dan Faktor Risiko Malposisi

Faktor predisposisi malposisi adalah ibu dengan diabetes melitus dan

riwayat hidramnion dalam keluarga. 4

1.5.3. Manifestasi Klinis Malposisi

Hasil anamnesis biasanya menunjukkan persalinan macet. Hasil

pemeriksaan fisik abdomen pada posisi UUK posterior menunjukkan adanya

pendataran bagian bawah abdomen, ekstremitas janin akan teraba di anterior, dan

denyut jantung janin terdengar di inguinal. Pada pemeriksaan dalam, UUK berada

di sakrum sedangkan UUB mudah teraba jika kepala dalam posisi defleksi.

Perbedaannya dengan malposisi pada UUK lintang adalah UUK berada dalam

posisi transversal di rongga pelvis maternal. 3,4

21
Gambar 1.15. Denominator pada Malposisi3,4

1.5.6. Penatalaksanaan Malposisi Malposisi

Rotasi spontan umumnya terjadi pada 90% kasus. Persalinan yang terhenti

dapat terjadi jika kepala tidak mengalami rotasi dan/atau turun. Jika terdapat tanda

obstruksi tetapi denyut jantung janin dalam batas normal, ibu dapat berjalan atau

mengganti posisi agar terjadi rotasi spontan. Jika tanda obstruksi ada namun

denyut jantung janin abnormal (< 100x/menit atau > 180 x/menit), segera lakukan

seksio sesarea. Jika membran amnion masih intak, pecahkan membran dengan

klem Kocher. 3,4

Jika serviks belum membuka lengkap dan tidak ada tanda obstruksi,

induksi persalinan dengan oksitosin. Jika serviks telah membuka lengkap tetapi

tidak ada penurunan pada kala II, evaluasi tanda obstruksi. Jika tidak ada tanda

obstruksi, induksi persalinan dengan oksitosin. 3,4

Jika serviks telah membuka lengkap namun lebih dari 3/5 kepala janin di

atas simfisis pubis atau bagian terbawah kepala janin di atas station -2, lakukan

seksio sesarea segera. Jika 1/5 sampai 3/5 kepala janin di atas simfisis pubis atau

bagian terbawah kepala janin di antara station 0 dan -2, bantu persalinan dengan

ekstraksi vakum dan simfisiotomi. Jika operator tidak ahli dalam simfisiotomi,

lakukan seksio sesarea. Jika < 1/5 kepala janin di atas simfisis pubis atau bagian

terbawah kepala janin pada station 0, bantu persalinan dengan ekstraksi vakum

atau forsep. 3

22
1.5.7. Komplikasi dan Prognosis Malposisi

Komplikasi yang dapat terjadi pada malposisi adalah robekan perineum

dan perluasan episiotomi.3

23
BAB 2

LAPORAN KASUS

Nama Pasien : Ny. VR

Usia : 24 tahun

Alamat : Pariaman

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Agama : Islam

Status perkawinan : Kawin

ANAMNESIS

Keluhan Utama

Persalinan macet sejak 1,5 jam yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang

Persalinan macet setelah dipimpin sejak 1,5 jam yang lalu. Awalnya, pasien

melakukan persalinan di bidan sejak 12 jam yang lalu dengan pembukaan

awal 2-3 cm. Pembukaan sudah lengkap sejak 1,5 jam yang lalu dan

persalinan mengalami kemacetan. Pasien segera dirujuk ke RSUD Pariaman

dengan diagnosis kala II memanjang ec CPD.

Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari sejak 1 hari yang lalu

Keluar lendir bercampur darah sejak 1 hari yang lalu

Keluar air-air dari kemaluan ada setelah dipecahkan di bidan sejak 8 jam

yang lalu, banyak sekitar setengah panci, warna jernih

Keluar darah dari kemaluan tidak ada

Riwayat hamil muda: mual (-), muntah (-), perdarahan (-)

24
HPHT lupa, TP sulit ditentukan

Tidak haid sejak 9 bulan yang lalu

Gerak anak dirasakan sejak 4 bulan yang lalu

Riwayat ANC: pasien kontrol ke bidan 4x selama kehamilan

Riwayat menstruasi: menarche usia 13 tahun, siklus teratur 1x28 hari,

lamanya 4-5 hari, banyaknya 2-3x ganti duk per hari, nyeri haid (-)

Riwayat Penyakit Dahulu

Tidak ada riwayat menderita penyakit jantung, ginjal, hati, paru, hipertensi,

diabetes melitus, dan alergi.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit keturunan, keganasan,

penyakit menular, dan penyakit kejiwaan.

Riwayat Psikososial

Pendidikan terakhir ibu : SMA

Pendidikan terakhir suami : SMA

Pekerjaan ibu : Ibu rumah tangga

Pekerjaan suami : Wiraswasta

Jumlah anggota keluarga : 2 orang

Riwayat Kebiasaan

Riwayat merokok, konsumsi alkohol, dan obat terlarang tidak ada

25
Riwayat Perkawinan: 1 kali tahun 2016

Riwayat Kehamilan/Abortus/Persalinan: 1/0/0

1. Tahun 2017, kehamilan sekarang

Riwayat Kontrasepsi: tidak ada

Riwayat Imunisasi: tidak ada

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Umum

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : komposmentis kooperatif

Tekanan darah : 130/80 mmHg

Nadi : 104x/menit

Nafas : 26x/menit

Suhu : 37,5oC

Skor nyeri : 5-6

BB : 62 kg

TB : 155 cm

Status Internus

Kulit : teraba hangat

26
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

THT : dalam batas normal

Thoraks : Jantung : Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS

RIC V

Perkusi : batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : irama teratur, bising tidak ada

Paru : Inspeksi : simetris kiri = kanan

Palpasi : fremitus kiri = kanan

Perkusi : sonor

Auskultasi : suara napas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen : status obstetri

Genitalia : status obstetri

Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik

Status Obstetri

Wajah : kloasma gravidarum (-)

Payudara : Inspeksi : areola mammae hiperpigmetasi

papila mammae menonjol

Palpasi : payudara membesar dan menegang

Abdomen : Inspeksi : perut tampak membuncit

linea mediana hiperpigmentasi, striae (+), sikatrik (-)

Palpasi : L1 : FUT teraba 3 jari di bawah proc xyphoideus

Teraba massa besar, lunak, noduler

27
L2 : Teraba tahanan terbesar di sebelah kiri dan

Bagian-bagian kecil di sebelah kanan

L3 : Teraba massa bulat, keras, terfiksir

L4 : Divergen

TFU = 31 cm, TBJ = 2945 gram

His = 4-5x/40/K

Auskultasi : DJJ 105-130x/menit

Genitalia : Inspeksi : vulva membuka sekitar 5 cm

lendir bercampur darah (+)

Inspekulo : tidak dilakukan

VT : pembukaan lengkap, portio edema, ketuban (-) sisa ke

-ruh, teraba janin presentasi belakang kepala, UUK

lintang kiri setinggi HII-III, kaput suksedaneum (+)

kesan panggul dalam luas

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium darah tanggal 16 Agustus 2017 jam 23.15

Hb 11,3 g/dL (12-16 g/dL)

Leukosit 11.210/mm3 (5.000-10.000/mm3)

Hematokrit 36% (38-43%)

Trombosit 250.000/mm3 (150.000-400.000/mm3)

Diagnosis Kerja

28
G1P0A0H0 parturien aterm dengan kala II memanjang ec malposisi + janin

hidup tunggal intrauterin presentasi belakang kepala UUK lintang kiri

Penatalaksanaan

Kontrol keadaan umum, vital sign, DJJ, dan His

Rencana vakum ekstraksi alat rusak SCTPP cito (lahir bayi laki-laki

dengan BB 2900 gram, PB 48 cm, A/S 7/8)

Injeksi seftriason 2x1 gram

Asam mefenamat 3x500 mg

Sulfas ferrosus 2x1

Vitamin C 3x1

29
BAB 3

DISKUSI

Seorang perempuan usia 34 tahun dirujuk oleh bidan ke RSUD Pariaman

dengan diagnosis awal G1P0A0H0 parturien aterm dengan kala II memanjang ec

CPD. Pasien mengalami partus macet sejak pembukaan lengkap yang ditandai

dengan tidak adanya penurunan bagian terbawah janin setelah dipimpin persalinan

oleh bidan selama 1,5 jam. Kriteria kala II memanjang untuk primipara pada

pasien ini belum dapat ditegakkan karena belum 2 jam sejak pembukaan lengkap.

Pasien datang dengan keluhan utama partus macet sejak 1,5 jam yang lalu.

Pasien segera dirujuk untuk menghindari morbiditas dan mortalitas yang lebih

lanjut. Hasil pemeriksaan abdomen menunjukkan usia kehamilan cukup bulan

dengan his adekuat. Denyut jantung janin turun akibat dekompresi kepala janin

selama proses persalinan.

Hasil pemeriksaan VT menunjukkan janin presentasi belakang kepala

namun posisi yang abnormal, yaitu ubun-ubun kecil lintang kiri. Kondisi ini

disebut malposisi. Selain itu, juga ditemukan edema portio akibat kala II yang

memanjang serta mungkin disebabkan oleh usaha mengedan ibu yang begitu

lama. Kaput suksadeneum juga ditemukan pada kepala janin yang menunjukkan

adanya komplikasi dari distosia pasien.

Hasil pemeriksaan laboratorium pasien dalam batas normal. Pasien

direncanakan untuk dilakukan tindakan vakum ekstraksi karena tidak ada tanda-

tanda obstruksi. Namun, karena alat rusak, pasien segera direncanakan seksio

30
sesarea emergensi. Bayi lahir bayi laki-laki dengan BB 2900 gram, PB 48 cm, dan

A/S 7/8.

Distosia pada pasien ini disebabkan oleh passenger, yaitu malposisi

persisten pada janin. Kondisi ini pada umumnya akan mengalami rotasi spontan

sebanyak 90%. Namun, pada pasien ini telah mengalami proses persalinan yang

lebih lama pada kala II, yaitu lebih dari 2 jam setelah sampai di RSUD Pariaman.

Faktor risiko pada pasien ini tidak diketahui.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawiroharjo S. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Nusantara; 2008.

2. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CY, Dashe JS, Hoffman BL,

dkk. Williams Obstetrics. Edisi ke-24. Philadelphia: Mc Graw Hill; 2014.

3. WHO. Managing Complications in Pregnancy and Childbirth. Cina: WHO;

2007.

4. Kemenkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan

Dasar dan Rujukan. Jakarta: Kemenkes RI; 2013.

5. IDI. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter. Jakarta: IDI; 2014.

32

Anda mungkin juga menyukai