Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Tinggi rendahnya kematian ibu dan perinatal menjadi ukuran kemampuan pelayanan
obstetri suatu negara. Data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes) tahun
2015 menunjukkan bahwa dari 100.000 kelahiran hidup di Indonesia, 305 di antaranya berakhir
dengan kematian ibu (Profil Kesehatan Indonesia, 2015). Secara global 80% kematian ibu
tergolong pada kematian ibu langsung dengan penyebab yaitu perdarahan 25%, infeksi dan sepsis
15%, hipertensi dalam kehamilan 12%, abortus 13%, distosia (persalinan lama) 8%, dan sebab
langsung yang lain 8%.1
Distosia merupakan salah satu penyebab kematian ibu. Distosia adalah persalinan yang
abnormal atau sulit dan ditandai dengan terlalu lambatnya kemajuan persalinan. Kelainan
persalinan ini menurut ACOG (The American College of Obstetricians and Gynecologists) dibagi
menjadi tiga yaitu kelainan kekuatan (power), kelainan janin (passenger), dan kelainan jalan lahir
(passage). Sekitar 30% ibu dengan persalinan lama mengalami disproporsi sefalopelvik
(cephalopelvic disproportion).1,2
Disproporsi kepala panggul adalah akibat dari panggul sempit, ukuran kepala janin yang
besar, ataupun kombinasinya. Setiap penyempitan diameter panggul yang mengurangi kapasitas
pelvis dapat mengakibatkan distosia selama persalinan. Panggul sempit bisa terjadi pada pintu
atas panggul, pintu tengah panggul, pintu bawah panggul, ataupun kombinasi dari ketiganya.
Apabila persalinan dibiarkan berlangsung sendiri tanpa pengambilan tindakan yang tepat, dapat
timbul bahaya pada ibu dan janin. Bahaya pada ibu dapat berupa partus lama yang dapat
menimbulkan dehidrasi, asidosis, dan infeksi intrapartum; ruptur uteri, serta resiko terjadinya
fistula vesikoservikalis, fistula vesikovaginalis, ataupun fistula rektovaginalis karena tekanan
yang lama antara kepala janin dengan tulang panggul. Sedangkan bahaya pada janin dapat berupa
perlukaan pada jaringan di atas tulang kepala janin, fraktur pada os parietalis janin, dan bahkan
kematian perinatal.3
Pengetahuan yang baik tentang disproporsi kepala panggul ini sepatutnya dimiliki oleh
setiap dokter muda sebagai bekal dalam praktek kedokteran umum agar dapat mengambil
keputusan dan penatalaksanaan yang tepat. Sebab, penatalaksanaan yang tepat terhadap
disproporsi kepala panggul dapat mengurangi angka mortalitas dan morbiditas pada ibu maupun
janin.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarkan ketidaksesuaian


antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat keluar melalui vagina.
Disproporsi sefalopelvik disebabkan oleh panggul sempit, janin yang besar ataupun kelainan
posisi dan presentasi.1

2.2. Anatomi Panggul

Jalan lahir dibagi atas (1) bagian tulang, terdiri atas tulang-tulang panggul dengan
persendiannya (artikulasio), (2) bagian lunak, terdiri atas otot, jaringan dan ligament.1,2
Panggul/pelvis terdiri dari 4 tulang yaitu: (1) sacrum (2) coccygis (3) duatulang
inominata (os coxae) yang mrp gabungan dari ilium, ischium, dan pubis. Secara fungsional
panggul terdiri atas 2 bagian yang disebut pelvis mayor dan pelvis minor oleh bidang
aperture pelvis superior (disebut juga PAP). PAP dibentuk oleh: promontorium os sacrum di
bagian posterior, linea illiopectinea (linea terminalis dan pectin os pubis) di lateral, dan
symfisis os pubis di posterior. 1,2
Rongga panggul ialah
pelvis verum/pelvis minor. Bentuk
pelvis minor ini meyerupai suatu
saluran yang mempunyai sumbu
melengkung ke depan (sumbu carus)
sampai dekat H III sumbu itu lurus,
sejajar sacrum, untuk seterusnya
melengkung ke depan2.

Gambar 2.1. Tulang penyusun panggul

2
a. PAP : pintu masuk rongga panggul. Disebut juga aperture pelvis superior. PAP dibentuk
oleh: promontorium os sacrum di bagian posterior, linea illiopectinea (linea terminalis
dan pectin os pubis) di lateral, dan pinggir atas symfisis os pubis di posterior. Terdapat
4 diameter pada PAP yaitu: diameter anteroposterior, diameter transversa, dan 2 diameter
oblikua. 1,2

Gambar 2.2. Gambaran anteroposterior panggul normal wanita dewasa.

1. Diameter anteroposterior (konjugata vera, panjang ± 11cm ): jarak antara


promontorium os sacrum sampai ke tepi atas simfisis os pubis. Tidak dapat diukur
secara klinik pada pemeriksaan fisik. Secara klinik dapat diukur konjugata diagonalis,
jarak antara promontorium os sacrum dengan tepi bawah simfisis os pubis. CV = CD-
1,5. (normal konjugata vera ≥10 cm) ingat bila kita tidak dapat meraba promontorium
maka pasti ukuran konjugata vera itu normal.
2. Diameter transversa: diameter terpanjang kiri-kanan PAP. (panjang ±12,5-13 cm)
3. Diameter oblikua: jarak dari sendi sakroiliaka satu sisi sampai tonjolan pektineal sisi
kontralateralnya (panjang ±13 cm).

3
Gambar 2.3. Gambaran tiga diameter anteroposterior pintu atas panggul: konjugata vera,
konjugata obstetris dan konjugata diagonalis yang dapat diukur secara klinis

Gambar 2.4. Cara pengukuran

Pelvimetri radiologic hanya dilakukan pada indikasi tertentu, misalnya adanya


dugaan ketidakseimbangan antara janin dan panggul (fetopelvic disproportion), adanya
riwayat trauma atau penyakit tuberculosis pada tulang panggul, bekas seksio sesar yang
akan direncanakan partus pervaginam, pada janin letak sungsang, presentasi muka atau
kelainan letak lainnya.2

4
b. Cavum pelvis (bagian tengah panggul): seperti telah dikemukakan bahwa, ruang panggul
di bawah pintu atas panggul mempunyai ukuran paling luas.
 Sementara bagian tersempit panggul terdapat pada panggul tengah dimana terdapat
penyempitan dalam ukuran melintang setinggi kedua spina iskiadika (diameter
interspinosum N ≥10 cm).
 karena pada bagian di bawah PAP mempunyai ukuran melintang yang lebar sementara
menyempit pada bagian tengah panggul maka janin mengadakan penyesuaian dengan
melakukan putaran paksi dalam.
 Kemungkinan kepala janin dapat lebih mudah masuk ke ruang panggul jika sudut
antara sacrum dan lumbal (inklinasi panggul atau sudut antara bidang yang melalui
aperture pelvis superior dengan bidang horizontal) ialah normal atau lebih besar (600).
Gambar 2.5. Panggul wanita dewasa yang memperlihatkan diameter anteroposterior dan

transversal pintu atas panggul serta diameter transversal (interspinosus) panggul tengah

Untuk menentukan sampai dimanakah bagian terendah janin turun dalam panggul selama
persalinan. Dapat digunakan bidang Hodge maupun station.2
 Bidang Hodge I: bidang datar yang dibentuk oleh promontorium, linea iliopectinea
dan tepi atas simfisis pubis (PAP)
 Bidang H II: sejajar H I, terletak setinggi tepi bawah simfisis
 Bidang H III: sejajar H I, terletak setinggi kedua spina iskiadika. Merupakan bagian
tersempit. Jadi disebut engaged atau masuk bila bagian ukuran terbesar melintang
kepala janin (biparietal diameter) telah melewati H III.
 Bidang H IV: sejajar H I, terletak setinggi os koksigeus.
c. Pintu bawah panggul: aperture pelvis inferior merupakan 2 segitiga yang bersekutu pada

5
bagian alasnya (yakni garis antara kedua tuber os ischium): (1) trigonum urogenital:
bidang yang dibentuk oleh alas dengan puncaknya di tepi bawah simfisis pubis, (2)
trigonum anale: bidang yang dibentuk oleh alas dengan puncaknya di os koksigeus.
Ukuran yang penting:
1. Sudut arkus pubis: pinggir bawah simfisis berbentuk lengkung ke bawah dan
merupakan sudut 900 atau lebih sedikit. Bila kurang, maka kepala janin akan susah
dilahirkan.
2. Diameter anteroposterior PBP: jarak antara ujung os koksigeus sampai ke pinggir
bawah simfisis os pubis. (N = 9,5-11,5 cm)
3. Diameter transversa PBP (distansia intertuberosum): jarak antara kedua buah
tuberositas os ischium (N = 11 cm).

Gambar 2.6. Pintu bawah panggul dengan diameter-diameter yang penting.

Ukuran luar panggul

a. Diameter spinarum: jarak antara kedua spina iliaka anterior superior sinistra dan
dekstra (24 cm-26 cm).
b. Diameter kristarum : jarak yang terpanjang antara dua tempat yang simetris pada
Krista iliaka sinistra dan dekstra. (28 cm-30 cm)
c. Diameter oblikua eksterna: jarak antara spina iliaka posterior sinistra dengan spina
iliaka anterior superior dekstra dan sebaliknya. (bila asimetrik maka ukuran kedua
diameter oblikua akan jauh berbeda)
d. Distansia intertrokanterika (±31 cm): jarak antara kedua buah trokanter mayor

6
e. Konjugata eksterna (Boudeloque): jarak antara bagian atas simfisis ke prosesus
spinosus L 5 (±18 cm/20 cm).

2.3. Panggul Sempit


Distosia adalah persalinan yang sulit dan ditandai oleh terlalu lambatnya
kemajuan persalinan. Distosia dapat disebabkan oleh kelainan pada servik, uterus, janin,
tulang panggul ibu atau obstruksi lain di jalan lahir. Kelainan ini oleh ACOG dibagi
menjadi tiga yaitu: Kelainan kekuatan (power), Kelainan yang melibatkan janin
(passenger), Kelainan jalan lahir (passage). 1,6
Ukuran panggul dapat menjadi lebih kecil karena pengaruh gizi, lingkungan atau
hal lain sehingga menimbulkan kesulitan pada persalinan pervaginam. Panggul sempit
yang penting pada obstetric bukan sempit secara anatomis namun panggul sempit secara
fungsional artinya perbandingan antara kepala dan panggul. Selain panggul sempit
dengan ukuran yang kurang dari normal, juga terdapat panggul sempit lainnya.2
Panggul ini digolongkan menjadi empat, yaitu: 2
1. Kelainan karena gangguan pertumbuhan intrauterine: panggul Naegele, panggul
Robert, split pelvis, panggul asimilasi.
2. Kelainan karena kelainan tulang dan/ sendi: rakitis, osteomalasia, neoplasma, fraktur,
atrofi, nekrosis, penyakit pada sendi sakroiliaka dan sendi sakrokoksigea.
3. Kelainan panggul karena kelainan tulang belakang: kifosis, skoliosis, spondilolistesis.
4. Kelainan panggul karena kelainan pada kaki: koksitis, luksasio koksa, atrofi atau
kelumpuhan satu kaki.
Setiap penyempitan pada diameter panggul yang mengurangi kapasitas panggul
dapat menyebabkan distosia saat persalinan. penyempitan dapat terjadi pada pintu atas
panggul, pintu tengah panggul, pintu bawah panggul, atau panggul yang menyempit
seluruhnya. 1,2,3,6
Panggul disebut sempit apabila ukurannya 1-2 m kurang dari ukuran yang normal.
Kesempitan panggul bisa pada inlet (pintu atas panggul), midpelvic (ruang tengah
panggul), dan outlet (pintu dasar panggul).10

a. Pembagian tingkatan panggul sempit:


Tingkat I : C.V = 9-10 cm =borderline
7
Tingkat II : C.V = 8 – 9 cm = relatif
Tingkat III : C.V = 6 -8 cm = ekstrim
Tingkat IV : C.V = < 6 = absolute

b. Pembagian menurut tindakan


Konjugata vera 8-10 cm = partus percobaan
Konjugata vera 6- 8 cm = SC primer
Konjugata vera <6 = S.C mutlak

Perkiraan panggul sempit dapat diperoleh dari pemeriksaan umum dan anamnesis.
Dari anamnesis persalinan terdahulu juga dapat diperkirakan kapasitas panggul. Apabila
pada persalinan terdahulu berjalan lancar dengan bayi berat badan normal, kemungkinan
panggul sempit adalah kecil.2,3 Penyakit tuberculosis vertebra, poliomyelitis, kifosis,
ataupun riwayat trauma dapat menyebabkan perubahan anatomis pada pelvis yang
memberikan manifestasi panggul sempit.2,7 Pada wanita dengan tinggi badan yang kurang
dari normal ada kemungkinan memiliki kapasitas panggul sempit, namun bukan berarti
seorang wanita dengan tinggi badan yang normal tidak dapat memiliki panggul sempit. 7
Dwarfisme adalah tinggi badan kurang dari 147 cm setelah dewasa merupakan resiko
seorang wanita memiliki panggul sempit.2

2.3.1 Penyempitan Pintu Atas Panggul


Pintu atas panggul dianggap sempit apabila diameter anterioposterior
terpendeknya (konjugata vera) kurang dari 10 cm atau apabila diameter transversal
terbesarnya kurang dari 12 cm. 3
Diameter biparietal janin berukuran 9,5-9,8 cm, sehingga sangat sulit bagi janin
bila melewati pintu atas panggul dengan diameter anteroposterior kurang dari 10 cm.
Wanita dengan tubuh kecil kemungkinan memiliki ukuran panggul yang kecil, namun
juga memiliki kemungkinan janin kecil. Dari penelitian Thoms pada 362 nullipara
diperoleh rerata berat badan anak lebih rendah (280 gram) pada wanita dengan panggul
sempit dibandingkan wanita dengan panggul sedang atau luas.3
Pada panggul sempit ada kemungkinan kepala tertahan oleh pintu atas panggul,
sehingga gaya yang ditimbulkan oleh kontraksi uterus secara langsung menekan bagian
selaput ketuban yang menutupi serviks. Akibatnya ketuban dapat pecah pada pembukaan
kecil dan terdapat resiko prolapsus funikuli. Setelah selaput ketuban pecah, tidak terdapat
8
tekanan kepala terhadap serviks dan segmen bawah rahim sehingga kontraksi menjadi
inefektif dan pembukaan berjalan lambat atau tidak sama sekali. Jadi, pembukaan yang
berlangsung lambat dapat menjadi prognosa buruk pada wanita dengan pintu atas panggul
sempit. 3

2.3.2 Penyempitan Panggul Tengah


Kesempitan PTP pada dasarnya merupakan penyempitan bidang dengan ukuran
terkecil, yakni bidang yang melalui apex dari arcus pubis, spina ischiadica, dan sacrum.
Apabila distansia interspinarum kurang dari 9 cm, atau apabila distansia interspinarum
(normal 10,5 cm) ditambah dengan diameter sagital posterior (normal 4,5 – 5 cm) kurang
dari 13,5 cm maka kemungkinan ada kesempitan pintu tengah panggul. Untuk
memperoleh ukuran yang pasti diameter-diameter ini diperlukan pelvimetri
rontgenologis. Kecurigaan klinis kesempitan PTP timbul apabila pada pemeriksaan
manual didapatkan spina ischiadica yang besar dan menonjol serta distansia
intertuberosum kurang dari 8,5 cm.3
Kesempitan PTP merupakan sebab yang biasa dijumpai pada distosia dan
tindakan operatif. Penanganannya lebih sukar daripada kesempitan PAP, sebab jika
kepala janin sudah tidak dapat masuk PAP maka tidak ada keragu-raguan lagi bahwa
persalinan harus diakhiri dengan sectio saesarea. Akan tetapi jika kepala dapat masuk
kedalam panggul maka penolong segan untuk melakukan sectio saecarea oleh karena
mengharap kepala akan turun sampai ketitik dimana dapat dilakukan extraksi dengan
forceps.Kesempitan PTP dapat menghalang-halangi putaran paksi dalam.3

2.3.3 Penyempitan Pintu Bawah Panggul


Pintu bawah panggul bukan suatu bidang datar melainkan dua segitiga dengan
diameter intertuberosum sebagai dasar keduanya. Penyempitan pintu bawah panggul
terjadi bila diameter distantia intertuberosum berjarak 8 cm atau kurang. Penyempitan
pintu bawah panggul biasanya disertai oleh penyempitan pintu tengah panggul.3
Disproporsi kepala janin dengan pintu bawah panggul tidak terlalu besar dalam
menimbulkan distosia berat. Hal ini berperan penting dalam menimbulkan robekan
perineum. Hal ini disebabkan arkus pubis yang sempit, kurang dari 900 sehingga oksiput
tidak dapat keluar tepat di bawah simfisis pubis, melainkan menuju ramus iskiopubik
sehingga perineum teregang dan mudah terjadi robekan.3

9
2.4. Kelainan bentuk panggul
Dalam obstetrik dikenal 4 jenis panggul (pembagian Caldwell dan Moloy, 1933) yang
mempunyai cirri-ciri PAP sebagai berikut:1,2,6
1. Jenis ginekoid panggul baik untuk perempuan. Ditemukan pada 45% perempuan.
Panjang diameter AP hampir sama dengan diameter transversa
2. Jenis anthropoid: Ditemukan pada 35% perempuan, Bentuk lonjong seperti telur
dengan panjang diameter AP lebih besar dari pada diameter transversa.
3. Jenis android: bentuk panggul pria. Ditemukan pada 15% perempuan. Bentuk segitiga
dimana panjang diameter AP hampir sama dengan diameter transversa, diameter
transversa terbesar terletak di posterior dekat sacrum, sedangkan bagian depannya
menyempit ke depan.
4. Jenis platypeloid: ditemukan pada 5% perempuan. Panjang diameter AP lebih kecil
daripada diameter transversa.

Gambar 2.7. Empat tipe panggul dengan klasifikasi Caldwell-Moloy.

2.5. Antropometri, Presentasi, dan Posisi Janin


Kepala janin adalah bagian tubuh yang paling besar dan paling keras yang akan
dilahirkan. Besar dan posisi kepala janin akan sangat menentukan dan mempengaruhi
jalannya persalinan. Kepala secara garis besar dapat dibagi menjadi tulang tengkorak
(cranium), tulang dasar tengkorak (basis kranii) dan tulang muka. Ukuran diameter
kepala bayi yang menentukan di antaranya: 2

10
1. suboksipito-bregmatikus (9,5 cm): pada presentasi belakang kepala.
2. Oksipito-frontalis (11,75 cm): pada presentasi puncak kepala
3. Oksipito mentalis (13,5 cm): pada presentasi dahi
4. Submento-bregmatikus (9,5 cm): pada presentasi muka
5. Biparietalis (9,5 cm): ukuran terbesar melintang dari kepala
6. Bitemporalis (8 cm): ukuran antara os temporal kiri dan kanan

Gambar 8. Diameter-diameter kepala janin cukup bulan

Bagian tubuh janin yang lain: lebar bahu (diameter biacromialis): 12 cm,
lingkaran bahu: 34 cm, lebar bokong (diameter intertrokanterika): 12 cm, lingkar bokong:
27 cm. 2
Pemeriksaan diameter terbesar kepala janin yang pasti hanya dapat diperiksa
1,10
dengan USG. Jika tidak ada, maka yang digunakan untuk menentukan perkiraan
imbang sepalopelvik adalah dengan berdasarkan nilai taksir berat janin. 10
1. Umur kehamilan dan taksiran persalinan (rumus neagle)
2. Ditaksir melalui palpasi kepala pada abdomen (EBW).
3. Perhitungan menurut Poulsson-Langstadt
4. Rumus Johnson Toshack

2.6. Janin yang Besar


Normal berat neonatus pada umumnya 4000 gram dan jarang ada yang melebihi
5000 gram. Berat badan neonatus lebih dari 4000 gram dinamakan bayi besar. Namun

11
ada pula referensi yang mengatakan bahwa makrosomia apabila berat janin > 4500 gram.
Faktor keturunan memegang peranan penting sehingga dapat terjadi bayi besar. Janin
besar biasanya juga dapat dijumpai pada ibu yang mengalami diabetes mellitus, obesitas
(berat badan > 70 kg), postmaturitas, grande multipara, kenaikan berat badan selama
hamil >20 kg.3,6,8

Berdasarkan atas ukuran Mac Donald, yaitu jarak antara simpisis pubis dan fundus
uteri melalui konveksitas abdomen:
BBJ = (MD - ) x 155 gram
BBJ = berat badan janin
MD = ukuran Mac Donald dalam cm
Kepala belum masuk Hodge 3 = ( MD – 13)
Kepala di Hodge 3 = ( MD – 12)
Kepala lewat Hodge 3 = (MD – 11)
Bila ketuban sudah pecah ditambah 10%

Untuk mendapat kepastian suatu disproporsi sepalopelvik, maka harus dilakukan


pemeriksaan radiologik dan/atau partus percobaan.5,6,7,9,11 Tanda-tanda yang mengarah
pada DKP tercantum pada kotak. 5

2.7. Kelainan Posisi dan Presentasi


Sikap janin yang fisiologis adalah badan dalam keadaan kifose, sikap fisiologis ini
menghasilkan sikap fleksi. Presentasi normal adalah vertex dengan presentasi belakang
kepala dan posisi normal adalah occipitoanterior dimana ubun-ubun kecil berada di segmen
depan sebagai penunjuk.2 Untuk kelainan malprestasi dan malposisi dapat di lihat tabel.5

Pemeriksaan abdomen Pemeriksaan dalam

12
Malposisi  Bagian bawah perut rata Fontanelle posterior
Occipitoposterior  Tungkai janin bisa mengarah ke sakrum.
dipalpasi dari anterior Fontanelle anterior mudah
 Bunyi denyut jantung diraba karena adanya
terdengar dari samping defleksi kepala.

Presentasi Dahi  Lebih dari setengah Fontanelle anterior dan


bagian kepala di atas lingkarannya teraba.
simfisis pubis
Presentasi Muka  Lekukan teraba antara Muka dipalpasi, mulut
kepala dan punggung mudah dibuka. Dagu dan
tulang rahang, bisa dipaipasi.
Presentasi Sungsang  Kepala teraba di bagian Pantat dan/atau kaki bisa
atas perut diraba. Mekonium kental
 Sungsang teraba di bibir berwarna gelap pada
panggul sungsang bawah adalah
 Bunyi denyut janin normal.
terdengar lebih tinggi
dari presentasi kepala
Presentasi Lintang  Kepala atau pantat tidak Bahu atau lengan biasanya
bisa diraba pada simfisis bisa diraba. Bahu bisa
pubis dan kepala dibedakan dari pantat dengan
biasanya teraba di satu cara meraba iga
sisi
Tabel 2.1. Kelainan posisi dan presentasi

13
2.8. Tanda-tanda Disproporsi Kepala Panggul

 Pemeriksaan abdomen
Ukuran janin besar ( > 4 kg)
Kepala janin diatas PAP
 Pemeriksaan panggul
Serviks mengecil setelah amniotomi
Endema serviks
Kaput tebal
Molase berat
Defleksi kepala (fontanelle anterior mudah dipalpasi)
Asinklitismus (sutura sagital tidak tepat di tengah panggul)

Tabel 2.2. Tanda-tanda disproporsi kepala panggul

2.9. Pelvimetri Radiologis


Pengukuran panggul (pelvimetri) merupakan salah satu cara untuk memperoleh
keterangan tentang keadaan panggul. Melalui pelvimetri dalam dengan tangan dapat
diperoleh ukuran kasar pintu atas dan tengah panggul serta memberi gambaran jelas pintu
bawah panggul. Adapun pelvimetri luar tidak memiliki banyak arti.2
Pelvimetri radiologis dapat memberi gambaran yang jelas dan mempunyai tingkat
ketelitian yang tidak dapat dicapai secara klinis. Pemeriksaan ini dapat memberikan
pengukuran yang tepat dua diameter penting yang tidak mungkin didapatkan dengan
pemeriksaan klinis yaitu diameter transversal pintu atas dan diameter antar spina
iskhiadika.3 Tetapi pemeriksaan ini memiliki bahaya pajanan radiasi terutama bagi janin
sehingga jarang dilakukan. Pelvimetri dengan CT scan dapat mengurangi pajanan radiasi,
tingkat keakuratan lebih baik dibandingkan radiologis, lebih mudah, namun biayanya
mahal. Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan dengan MRI dengan keuntungan
antara lain tidak ada radiasi, pengukuran panggul akurat, pencitraan janin yang lengkap.
Pemeriksaan ini jarang dilakukan karena biaya yang mahal.1 Dari pelvimetri dengan
pencitraan dapat ditentukan jenis panggul, ukuran pangul yang sebenarnya, luas bidang
panggul, kapasitas panggul, serta daya akomodasi yaitu volume dari bayi yang terbesar
yang masih dapat dilahirkan spontan.
Untuk pelvimetri dibuat 2 buah foto: 10
1. Foto pintu atas panggul

14
Ibu dalam posisi setengah duduk (THOMS), sehingga tabung Rontgen tegak lurus
diatas pintu atas panggul
2. Foto lateral
Ibu dalam posisi berdiri, tabung rontgen diarahkan horisontal pada trochanter
mayor dari samping.
Dari kedua foto tersebut dapat dilihat:10
 Diameter transversa
 Distansia interspinarum
 Jenis pelvis
 Conjugata diagonalis
 Diameter AP pintu bawah
 Diameter sagital posterior
 Bentuk sacrum

2.10. Luas Bidang, Kapasitas, dan Daya Akomodasi Panggul

2.10.1 Luas Bidang Panggul.


Untuk menentukan luasnya suatu bidang panggul dipergunakan index MENGERT, yaitu
diameter AP dikalikan diameter transversa. Luas bidang panggul wanita indonesia,
standartnya ialah: 10
1. Pintu atas panggul 10 x 12 = 120 cm2
2. Pintu tengah panggul 10x 11,5 = 115 cm2
Untuk tiap-tiap pangggul yang dibuat pelvimetri, diukur luas bidang menurut index
Mengert, kemuadian dibandingkan dengan luas standart tadi.

2.10.2 Kapasitas Panggul


Perbandingan antara luas bidang yang didapat itu dengan luas standart dalam persen
dinamakan kapasitas daripada bidang: 10
Contoh:
Pintu atas : Konjugata vera 10 cm
Diameter transversa 11 cm
Luas bidang panggul = 10 x 11 cm=110
Kapasitasnya = 110 : 120 cm2 = 92%

15
2.10.3 Daya Akomodasi
Daya akomodasi suatu pelvis adalah volume dari bayi yang terbesar yang masih dapat
dilahirkan secara spontan dan normal melalui panggul yang dinyatakan dalam gram.
Suatu panggul dengan kapasitas 100% harus dapat melahirkan bayi dengan beratnya 4000
gram. Daya akomodasi turun seimbang dengan kapasitasnya. 10
Contoh: Untuk panggul dengan kapasitas 92% dapat diperhitungkan daya akomodasi =
92% x 4000 gram = 3680 gram.

2.11 Penatalaksanaan
Pada kehamilan yang aterm dengan presentasi kepala dapat dilakukan
pemeriksaan dengan metode Osborn dan metode Muller Munro Kerr. Pada metode
Osborn, satu tangan menekan kepala janin dari atas kearah rongga panggul dan tangan
yang lain diletakkan pada kepala untuk menentukan apakah kepala menonjol di atas
simfisis atau tidak. Metode Muller Munro Kerr dilakukan dengan satu tangan memegang
kepala janin dan menekan kepala ke arah rongga panggul, sedang dua jari tangan yang
lain masuk ke vagina untuk menentukan seberapa jauh kepala mengikuti tekanan tersebut
dan ibu jari yang masuk ke vagina memeriksa dari luar hubungan antara kepala dan
simfisis.2
Setelah dilakukan penilaian ukuran panggul serta hubungan antara kepala janin
dan panggul dapat diperkirakan bahwa persalinan dapat berlangsung per vaginan dengan
2,3
selamat dapat dilakukan persalinan percobaan. Cara ini merupakan tes terhadap
kekuatan his, daya akomodasi, termasuk moulage karena faktor tersebut tidak dapat
diketahui sebelum persalinan berlangsung beberapa waktu.2

2.11.1 Persalinan Percobaan


Persalinan percobaan hanya dilakukan pada letak belakang kepala, tidak bisa pada
letak sungsang, letak dahi, letak muka, atau kelainan letak lainnya. Ketentuan lainnya
adalah umur keamilan tidak boleh lebih dari 42 mingu karena kepala janin bertambah
besar sehingga sukar terjadi moulage dan ada kemungkinan disfungsi plasenta janin yang
akan menjadi penyulit persalinan percobaan.2, 11
Persalinan percobaan dimulai pada permulaan persalinan dan berakhir setelah kita
mendapat keyakinan bahwa persalinan tidak dapat berlangsung pervaginam atau setelah
anak lahir pervaginam.11 Persalinan percobaan ada dua macam yaitu trial of labour dan
test of labour. Trial of labour serupa dengan persalinan percobaan di atas, sedangkan test
16
of labour sebenarnya adalah fase akhir dari trial of labour karena test of labour baru
dimulai pada pembukaan lengkap dan berakhir 2 jam kemudian. Test of labor dikatakan
berhasil jika dalam 1 jam sesudahnya kepala turun sampai Hodge III.11 Saat ini test of
labour jarang digunakan karena biasanya pembukaan tidak lengkap pada persalinan
dengan pangul sempit dan komplikasi yang sering ialah infeksi, ruptur uteri, dan kematian
anak yang tinggi sekitar 25%.3,11
Keberhasilan persalinan percobaan adalah anak dapat lahir spontan per vaginam
atau dibantu ekstraksi dengan keadaan ibu dan anak baik. Persalinan percobaan
dihentikan apabila pembukaan tidak atau kurang sekali kemajuannnya, keadaan ibu atau
anak kurang baik, ada lingkaran bandl, setelah pembukaan lengkap dan ketuban pecah
kepala tidak mampu melewati pintu atas panggul dalam 2 jam meskipun his baik. Pada
keadaan ini dilakukan seksio sesarea.11 Partus percobaan dapat berlangsung 6 sampai 18
jam, jarang sampai 24 jam. Namun, lamanya partus percobaan yang pasti untuk kasus
tertentu memerlukan pertimbangan dan hanya dapat ditentukan oleh ahli kebidanan dan
konsulennya. 3

2.11.2 Seksio Sesarea


Seksio sesarea elektif dilakukan pada kesempitan panggul berat dengan
kehamilan aterm, atau disproporsi sephalopelvik yang nyata.3,4 Seksio sesarea sekunder
(sesudah persalinan selama beberapa waktu) dilakukan karena peralinan percobaan
dianggap gagal atau ada indikasi untuk menyelesaikan persalinan selekas mungkin
sedangkan syarat persalinan per vaginam belum dipenuhi. 3, 11

2.11.3 Simfisiotomi
Tindakan ini dilakukan dengan memisahkan panggul kiri dan kanan pada simfisis.
Tindakan ini sudah tidak dilakukan lagi.2, 3

2.11.4 Kraniotomi dan Kleidotomi


Pada janin yang telah mati dapat dilakukan kraniotomi atau kleidotomi. Apabila
panggul sangat sempit sehingga janin tetap tidak dapat dilahirkan, maka dilakukan seksio
sesarea. 2,3

17
2.12. Komplikasi
Komplikasi pada ibu:
1. Fistula
2. Partus lama dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis, serta infeksi intrapartum
3. Dengan his yang kuat, sedang kemajuan janin dalam jalan lahir tertahan, dapat
timbul regangan segmen bawah uterus dan pembentukan lingkaran retraksi
patologik yang dapat berakhir pada terjadinya ruptur uteri.
4. Post partum hemoragik hingga syok.

Komplikasi pada janin:


1. Meningkatkan kematian perinatal
2. Prolapsus funukuli
3. Perdarahan intrakranial bila janin lahir dengan mengadakan Moulage berat
4. Kejang dan asfiksia
5. Cedera fasial

18
BAB III

PENUTUP

 Disproporsi sefalopelvik disebabkan oleh panggul sempit, janin yang besar ataupun
kelainan posisi dan presentasi.

 Setiap penyempitan diameter panggul yang mengurangi kapasitas pelvis dapat


mengakibatkan distosia selama persalinan. Panggul sempit bisa terjadi pada pintu atas
panggul, panggul tengah, ataupun pintu bawah panggul.

 Kepala janin adalah bagian tubuh yang paling besar dan paling keras yang akan dilahirkan.
Besar dan posisi kepala janin akan sangat menentukan dan mempengaruhi jalannya
persalinan

 Pemeriksaan diameter terbesar kepala janin yang pasti hanya dapat diperiksa dengan USG.
Jika tidak ada, maka yang digunakan untuk menentukan perkiraan imbang sefalopelvik
adalah dengan berdasarkan nilai taksir berat janin

 Sikap janin yang fisiologis adalah badan dalam keadaan kifose, sikap fisiologis ini
menghasilkan sikap fleksi. Kelainan posisi dan presentasi dapat berupa malposisi
occipitoposterior, presentasi dahi, presentasi muka, presentasi sungsang, ataupun
presentasi lintang.

 Penatalaksanaan yang umum dilakukan pada disproporsi kepala panggul yaitu persalinan
percobaan dan seksio sesarea.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham, F.G, Leveno, K.J, et al. 2010. Abnormal Labor in William’s Obstetry 23rd
Edition. Philadelphia : Mc-Graw-Hill.
2. Prawirohardjo, S. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta Pusat: Yayasan Bina Pustaka.
3. Oxorn, H & William R. Forte. 1990. Ilmu Kebidanan: patologi dan Fisiologi
persalinan. Yogyakarta: Essentia Medica.
4. Rasjidi, Imam. 2009. Manual Seksio Sesarea & laparotomi kelainan adneksa. Jakarta:
Sagung Seto.
5. Depkes RI. 2008. Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Komprehensif. Jakarta.
6. Decherney, Alan & Lauren Nathan. 2003. Current Obstetri and Gynecologic Diagnosis
and Treatment, ninth Edition. Los Angeles: Mc-Graw hill.
7. Hamilton, Diana. 2004. Lecture Notes: Obstetrics and gynaecology, second edition.
Australia: Blackwell.
8. Chan, Paul & Susan Johnson. 2004. Gynecology and Obstetrics 2004 Edition New
ACOG Treatment Guidelines. California: Current Clinical Strategies.
9. Labour and Delivery Care HEAT Module.
http://labspace.open.ac.uk/mod/oucontent/view.php?id=452296&section=1.4. Di akses
tanggal 22 September 2013
10. Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri. Jilid 2. ECG: Jakarta
11. Martaadisoebrata, Djamhoer. 2005. Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri Patologi Edisi
2. ECG : Jakarta.

20

Anda mungkin juga menyukai