Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

SECTIO CAESAREA ATAS INDIKSI CPD

Oleh: SYOFINAR,S.Kep

Nim: 19.10.120.901.296

CI Akademik CI Lapangan

( ) ( )

Praktek Profesi Ners


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Nan Tongga
Lubuk Alung Tahun 2020
LAPORAN PENDAHULUAN
SECTIO CAESAREA ATAS INDIKSI CPD

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


I. CEPHALOPELVIK DISPROPORSI (CPD)
1. Pengertian Cephalopelvik Disproporsi
CPD adalah tidak ada kesesuaian antara kepala janin dengan bentuk dan
ukuran panggul. Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarkan
ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat
keluar melalui vagina. (Manuaba, 2000)
Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarkan
ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat
keluar melalui vagina. Disproporsi sefalopelvik disebabkan oleh panggul sempit,
janin yang besar ataupun kombinasi keduanya.
Panggul sempit dapat didefinisikan secara anatomi dan secara obstetri. Secara
anatomi berarti panggul yang satu atau lebih ukuran diameternya berada di bawah
angka normal sebanyak 1 cm atau lebih. Pengertian secara obstetri adalah panggul
yang satu atau lebih diameternya kurang sehingga mengganggu mekanisme
persalinan normal.

2. Anatomi Panggul
Menurut morfologinya, jenis-jenis panggul dibedakan menjadi 4, yaitu :
1) Panggul ginekoid, dengan pintu atas panggul yang bundar atau dengan
diameter transversal yang lebih panjang sedikit daripada diameter
anteroposterior dan dengan panggul tengah serta pintu bawah panggul yang
cukup luas.
2) Panggul anthropoid, dengan diameter anteroposterior yang lebih panjang
daripada diameter transversa dan dengan arkus pubis menyempit sedikit.
3) Panggul android, dengan pintu atas panggul yang berbentuk sebagai segitiga
berhubungan dengan penyempitan ke depan, dengan spina iskiadika menonjol ke
dalam dan dengan arkus pubis yang menyempit.
4) Panggul platipelloid, dengan diameter anteroposterior yang jelas lebih pendek
daripada diameter transversa pada pintu atas panggul dan dengan arkus pubis
yang luas.
Tulang – tulang panggul terdiri dari os koksa, os sakrum, dan os koksigis. Os
koksa dapat dibagi menjadi os ilium, os iskium, dan os pubis. Tulang-tulang
ini satu dengan lainnya berhubungan. Di depan terdapat hubungan antara kedua os
pubis kanan dan kiri, disebut simfisis. Dibelakang terdapat artikulasio sakro- iliaka
yang menghubungkan os sakrum dengan os ilium. Dibawah terdapat artikulasio
sakro-koksigea yang menghubungkan os sakrum (tulang panggul) dan os koksigis
(tulang tungging).
Pada wanita, di luar kehamilan artikulasio ini hanya memungkinkan pergeseran
sedikit, tetapi pada kehamilan dan waktu persalinan dapat bergeser lebih jauh dan
lebih longgar, misalnya ujung koksigis dapat bergerak kebelakang sampai sejauh
lebih kurang 2,5 cm. Hal ini dapat dilakukan bila ujung os koksigis menonjol ke
depan pada saat partus, dan pada pengeluaran kepala janin dengan cunam ujung os
koksigis itu dapat ditekan ke belakang.
Secara fungsional, panggul terdiri dari dua bagian yaitu pelvis mayor dan
pelvis minor. Pelvis mayor adalah bagian pelvis yang terletak diatas linea terminalis,
disebut juga dengan false pelvis. Bagian yang terletak dibawah linea terminalis
disebut pelvis minor atau true pelvis. Pada ruang yang dibentuk oleh pelvis mayor
terdapat organ-organ abdominal selain itu pelvis mayor merupakan tempat
perlekatan otot-otot dan ligamen ke dinding tubuh. Sedangkan pada ruang yang
dibentuk oleh pelvis minor terdapat bagian dari kolon, rektum, kandung kemih, dan
pada wanita terdapat uterus dan ovarium. Pada ruang pelvis juga kita temui
diafragma pelvis yang dibentuk oleh muskulus levator ani dan muskulus koksigeus.
Adapun ukuran panggul adalah sebagai berikut :
1) Pintu Atas Panggul
Pintu atas panggul dibentuk oleh promontorium corpus vertebra sacrum,
linea innominata, serta pinggir atas simfisis. Konjugata diagonalis adalah jarak
dari pinggir bawah simfisis ke promontorium, Secara klinis, konjugata
diagonalis dapat diukur dengan memasukkan jari telunjuk dan jari tengah yang
dirapatkan menyusur naik ke seluruh permukaan anterior sacrum, promontorium
teraba sebagai penonjolan tulang. Dengan jari tetap menempel pada
promontorium, tangan di vagina diangkat sampai menyentuh arcus pubis dan
ditandai dengan jari telunjuk tangan kiri. Jarak antara ujung jari pada
promontorium sampai titik yang ditandai oleh jari telunjuk merupakan panjang
konjugata diagonalis.
Konjugata vera yaitu jarak dari pinggir atas simfisis ke promontorium yang
dihitung dengan mengurangi konjugata diagonalis 1,5 cm, panjangnya lebih
kurang 11 cm. Konjugata obstetrika merupakan konjugata yang paling penting
yaitu jarak antara bagian tengah dalam simfisis dengan promontorium, selisih
antara konjugata vera dengan konjugata obstetrika sedikit sekali.
2) Panggul Tengah (Pelvic Cavity)
Ruang panggul ini memiliki ukuran yang paling luas. Pengukuran klinis
panggul tengah tidak dapat diperoleh secara langsung. Terdapat penyempitan
setinggi spina isciadika, sehingga bermakna penting pada distosia setelah kepala
engagement. Jarak antara kedua spina ini yang biasa disebut distansia
interspinarum merupakan jarak panggul terkecil yaitu sebesar 10,5 cm. Diameter
anteroposterior setinggi spina isciadica berukuran 11,5 cm. Diameter sagital
posterior, jarak antara sacrum dengan garis diameter interspinarum berukuran
4,5 cm.
3. Pintu Bawah Panggul
Pintu bawah panggul bukanlah suatu bidang datar namun terdiri dari dua
segitiga dengan dasar yang sama yaitu garis yang menghubungkan tuber
isciadikum kiri dan kanan. Pintu bawah panggul yang dapat diperoleh melalui
pengukuran klinis adalah jarak antara kedua tuberositas iscii atau distansia
tuberum (10,5 cm), jarak dari ujung sacrum ke tengah-tengah distensia tuberum
atau diameter sagitalis posterior (7,5 cm), dan jarak antara pinggir bawah
simpisis ke ujung sacrum (11,5 cm).

Gambar 2.1. Anatomi Panggul Wanita

3. Etiologi Cephalopelvik Disproporsi


Distosia adalah persalinan yang sulit dan ditandai oleh terlalu lambatnya kemajuan
persalinan. Distosia dapat disebabkan oleh kelainan pada servik, uterus, janin, tulang
panggul ibu atau obstruksi lain di jalan lahir. Kelainan ini dibagi menjadi tiga yaitu :
1) Kelainan kekuatan (power) yaitu kontraktilitas uterus dan upaya ekspulsif ibu.
a. Kelainan his : inersia uteri / kelemahan his
b. Kekuatan mengejan yang kurang misalnya pada hernia atau sesak nafas.
2) Kelainan yang melibatkan janin (passenger), misalnya letak lintang, letak dahi,
hidrosefalus.
3) Kelainan jalan lahir (passage), misalnya panggul sempit, tumor yang mempersempit
jalan lahir.
Panggul dengan ukuran normal tidak akan mengalami kesukaran kelahiran
pervaginam pada janin dengan berat badan yang normal. Ukuran panggul dapat menjadi
lebih kecil karena pengaruh gizi, lingkungan atau hal lain sehingga menimbulkan
kesulitan pada persalinan pervaginam. Panggul sempit yang
penting pada obstetric bukan sempit secara anatomis namun panggul sempit secara
fungsional artinya perbandingan antara kepala dan panggul.
Selain panggul sempit dengan ukuran yang kurang dari normal, juga terdapat
panggul sempit lainnya.  Panggul ini digolongkan menjadi empat, yaitu :
1) Kelainan karena gangguan pertumbuhan intrauterine : panggul naegele, panggul
robert, split pelvis, panggul asimilasi.
2) Kelainan karena kelainan tulang dan/ sendi: rakitis, osteomalasia, neoplasma, fraktur,
atrofi, nekrosis, penyakit pada sendi sakroiliaka dan sendi sakrokoksigea.
3) Kelainan panggul karena kelainan tulang belakang : kifosis, skoliosis, spondilolistesis.
4) Kelainan panggul karena kelainan pada kaki : koksitis, luksasio koksa, atrofi atau
kelumpuhan satu kaki.
Setiap penyempitan pada diameter panggul yang mengurangi kapasitas panggul
dapat menyebabkan distosia saat persalinan. penyempitan dapat terjadi pada pintu atas
panggul, pintu tengah panggul, pintu bawah panggul, atau panggul yang menyempit
seluruhnya, yaitu sebagai berikut :
1) Penyempitan pintu atas panggul
Pintu atas panggul dianggap sempit apabila diameter anterioposterior
terpendeknya (konjugata vera) kurang dari 10 cm atau apabila diameter transversal
terbesarnya kurang dari 12 cm. Diameter anteroposterior pintu atas panggul sering
diperkirakan dengan mengukur konjugata diagonal secara manual yang biasanya lebih
panjang 1,5 cm. Dengan demikian, penyempitan pintu atas panggul biasanya
didefinisikan sebagai konjugata diagonal yang kurang dari 11,5 cm.Mengert (1948)
dan Kaltreider (1952) membuktikan bahwa kesulitan persalinan meningkat pada
diameter anteroposterior kurang dari 10 cm atau diameter transversal kurang dari 12
cm.

2) Penyempitan panggul tengah


Dengan sacrum melengkung sempurna, dinding-dinding panggul tidak
berkonvergensi, foramen isciadikum cukup luas, dan spina isciadika tidak menonjol ke
dalam, dapat diharapkan bahwa panggul tengah tidak akan menyebabkan rintangan
bagi lewatnya kepala janin. Penyempitan pintu tengah panggul lebih sering
dibandingkan pintu atas panggul. Hal ini menyebabkan terhentunya kepala janin pada
bidang transversal sehingga perlu tindakan forceps tengah atau seksio sesarea.
Penyempitan pintu tengah panggul belum dapat didefinisikan secara pasti seperti
penyempitan pada pintu atas panggul. Kemungkinan penyempitan pintu tengah
panggul apabila diameter interspinarum ditambah diameter sagitalis posterior panggul
tangah adalah 13,5 cm atau kurang.
3) Penyempitan pintu bawah panggul
Pintu bawah panggul bukan suatu bidang datar melainkan dua segitiga dengan
diameter intertuberosum sebagai dasar keduanya. Penyempitan pintu bawah panggul
terjadi bila diameter distantia intertuberosum berjarak 8 cm atau kurang. Penyempitan
pintu bawah panggul biasanya disertai oleh penyempitan pintu tengah panggul.
4) Perkiraan kapasitas panggul sempit
Perkiraan panggul sempit dapat diperoleh dari pemeriksaan umum dan
anamnesa. Misalnya padatuberculosis vertebra, poliomyelitis, kifosis. Pada wanita
dengan tinggi badan yang kurang dari normal ada kemungkinan memiliki kapasitas
panggul sempit, namun bukan berarti seorang wanita dengan tinggi badan yang
normal tidak dapat memiliki panggul sempit. Dari anamnesa persalinan terdahulu juga
dapat diperkirakan kapasitas panggul. Apabila pada persalinan terdahulu berjalan
lancar dengan bayi berat badan normal, kemungkinan panggul sempit adalah kecil.
Pengukuran panggul (pelvimetri) merupakan salah satu cara untuk memperoleh
keterangan tentang keadaan panggul. Pelvimetri terdiri dari :
a. Pelvimetri luar
Cara ini dapat ditentukan secara garis besar jenis, bentuk, dan ukuran-
ukuran panggul apabila dilakukan dengan pemeriksaan dalam. Alat-alat yang
dipakai antara lain : jangkar-jangkar panggul Martin, Oseander, Collin, Boudeloque
dan sebagainya. Yang diukur adalah :
 Distansia spinarum (± 24-26 cm), jarak anatar kedua spina iliaka anterior
superior sinistra dan dekstra.
 Distansia kristarum (± 28-30 cm), jarak yang terpanjang antara dua tempat yang
simetris pada krisna iliaka sinistra dan dekstra.
 Distansia oblikua eksterna (ukuran miring luar), jarak antara spina iliaka
posterior sinistra dan spina iliaka anterior superior dekstra dan dari spina
iliaka posterior dekstra dan spina iliaka anterior superior sinistra.
 Distansia intertrokanterika, jarak antara kedua trokanter mayor.
 Konjugata eksterna (Boudeloque) ± 18 cm, jarak antara bagian atas simfisis ke
profesus spinosus lumbal 5.
 Distansia tubernum (± 10,5 cm), jarak antara tuber iskii kanan dan kiri.
b. Pelvimetri dalam
Memasukkan dua jari (telunjuk dan jari tengah) ke jalan lahir hingga
menyentuh bagian tulang belakang/promotorium. Hitung jarak dari tulang
kemaluan hingga promotorium untuk mengetahui ukuran pintu atas panggul dan
pintu tengah panggul. Pemeriksaan ini mendapatkan konjugata diagonal. (Aflah
Nur, 2010).
c. Pelvimetri roentgenologik
Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang bentuk panggul dan
ditemukan angka-angka mengenai ukuran-ukuran dalam ketiga bidang panggul.
5) Janin yang besar
Normal berat neonatus pada umumnya 4000 gram dan jarang ada yang melebihi
5000 gram. Berat badan neonatus lebih dari 4000 gram dinamakan bayi besar.
Frekuensi berat badan lahir lebih dari 4000 gram adalah 5,3%, dan berat badan lahir
yang melihi 4500 gram adalah 0,4%. Pada panggul normal, biasanya tidak
menimbulkan terjadinya kesulitan dalam proses melahirkan janin yang beratnya
kurang dari 4500 gram. Kesulitan dalam persalinan biasanya terjadi karena kepala
janin besar atau kepala keras yang biasanya terjadi pada postmaturitas tidak dapat
memasuki pintu atas panggul, atau karena bahu yang lebar sulit melalui rongga
panggul.

4. Penatalaksanaan Chepalopelvik Disproporsi


1) Persalinan Percobaan
Prognosis persalinan dengan panggul sempit tergantung berbagai faktor,
antara lain : bentuk panggul, ukuran panggul, pergerakan sendi-sendi panggul,
besarnya kepala janin, persentasi dan posisi kepala, serta his. Secara pasti, sebelum
persalinan berlangsung hanya dapat ukuran-ukuran panggul. Oleh karena itu,
jika CV < 8 ½ cm dilakukan sectio caesarea primer sedangkan CV > 8 ½-10 cm dapat
dilakukan persalinan percobaan.
Persalinan percobaan hanya dilakukan pada letak belakang kepala, tidak
dilakukan pada letak sungsang, letak dahi, letak muka, atau kelainan letak lainnya.
Ada 2 macam persalinan percobaan, yaitu :
a. Trial of labor, dimulai pada permulaan persalinan dengan pervaginam secara
spontan atau dibantu dengan ekstraksi (forceps atau vakum) dan anak serta ibu
dalam keadaan baik (dikatakan berhasil).
b. Test of labor, dimulai pada saat pembukaan lengkap dan berakhir 1 jam
sesudahnya. Setelah 1 jamkepala turun sampai H III, test of labor berhasil.
Persalinan percobaan dihentikan jika pembukaan tidak atau kurang sekali
kemajuan, keadaan ibu atau anak menjadi kurang baik, ada lingkaran retraksi yang
patologis, dan forceps/vakum ekstraksi gagal. Dalam keadaan-keadaan tersebut,
dilakukan sectio caesarea. (Dinan S. Bratakoesoema, 2005).
2) Seksio Sesarea
Seksio sesarea elektif dilakukan pada kesempitan panggul berat dengan kehamilan
aterm, atau disproporsi sephalopelvik yang nyata. Seksio juga dapat dilakukan pada
kesempitan panggul ringan apabila ada komplikasi seperti primigravida tua dan
kelainan letak janin yang tak dapat diperbaiki. Seksio sesarea sekunder (sesudah
persalinan selama beberapa waktu) dilakukan karena peralinan percobaan dianggap
gagal atau ada indikasi untuk menyelesaikan persalinan selekas mungkin sedangkan
syarat persalinan per vaginam belum dipenuhi.
3) Simfisiotomi
Tindakan ini dilakukan dengan memisahkan panggul kiri dan kanan pada simfisis.
Tindakan ini sudah tidak dilakukan lagi.
4) Kraniotomi dan Kleidotomi
Kraniotomi adalah suatu tindakan yang memperkecil ukuran kepala janin dengan
cara melubangi tengkorak janin dan mengeluarkan isi tengkorak, sehingga janin dapat
dengan mudah lahir pervaginam. Kraniotomi, terdiri atas perforasi kepala janin, yang
biasanya diikuti oleh kranioklasi.
5) Kleidotomi
Tindakan ini dilakukan setelah janin pada presentasi kepala dilahirkan, akan tetapi
dialami kesulitan untuk melahirkan bahu karena terlalu lebar. Setelah janin meninggal,
tidak ada keberatan untuk melakukan kleidotomi (memotong klavikula) pada satu atau
kedua klavikula.
IV. Pathway Sectio Caesarea

INDIKASI
Kelainan letak janin, Hipertensi, Rupture uteri mengancam, Partus lama, Partus
tak maju, Distorsio servik Disproporsi sefalopelvik, Palsenta previa, Gawat janin,
Pernah SC sebelumnya,
Ketidakmampuan ibu mengejan

Sectio Caesarea

Pasca operatif Cemas Post partum


Adaptasi Adaptasi
fisiologis psikologis

Trauma Luka bekas Efek anestesi


jaringan insisi Proses laktasi Taking in Taking hold Letting go

Supresi SSP Medulla


Invasi Mempengaruhi Penerimaan
oblongata
Diskontinu tonus uteri Isapan bayi peran baru
Stimulasi Hip.
itas jaringan Gangguan Posterior
pada pons Respon mual Atonia uteri
Resti Perubahan peran
muntah Stimulasi
infeksI Sekresi oksitosin
Hip.anterior
Pola napas tak
Resti perdarahan Cemas
Nyeri efektif Resti kekurangan
Sekresi Stimulasi duktus
volume cairan dan perdarahan
prolaktin alveoli Kelj. Mamae Menghambat
Kelemahan fisik elektrolit
sekresi oksitosin

Gg. Mobilitas fisik Putting inverte Produksi ASI sedikit


Sumber : Bobak, 2004 Ineffective breast feeding Pressure the ejection
of breast feeding
B. DAMPAK PENYAKIT TERHADAP KEBUTUHAN DASAR MANUSIA
1. Kebutuhan Oksigenasi
Dampak general anastesi mengakibatkan depresi otot yang mengakibatkan
reflek batuk menurun, terjadi akumulasi scret pada jalan napas mengakibatkan
bersihan jalan napas dan pola napas tidak efektif.
2. Kebutuhan Cairan dan Elektrolit
Perdarahan intra/pasca operatif dapat menyebabkan volume intravaskuler
menurun, terjadi syok hipovolemik, terjadi gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit.
3. Kebutuhan Sirkulasi
Perdarahan intra/pasca operatif dapat menyebabkan volume intravaskuler
menurun, tidak adequatnya volume cairan intravaskuler menyebabkan penurunan
tekanan darah, penurunan aliran darah (blood flow) dan penurunan perfusi jaringan.
4. Kebutuhan Nutrisi
Dampak general anastesi, peristaltik usus menurun, kemampuan digesti,
ingesti dan absorpsi menurun, memicu mekanisme mual dan muntah,
mengakibatkan intake nutrisi berkurang.
5. Kebutuhan Eliminasi
Dampak general anastesi, peristaltik usus menurun, mengakibatkan gangguan
refluk inhibisi spingter ani, mengakibatkan konstipasi.
6. Kebutuhan Aktifitas
Rasa nyeri mengakibatkan kelemahan fisik dan hambatan mobilitas fisik,
terjadi gangguan pemenuhan kebutuhan aktifitas sehari-hari (ADL) dan gangguan
pemenuhan kebutuhan personal hygiene.
7. Kebutuhan Rasa Aman
Trauma jaringan akibat tindakan pembedahan merupakan faktor utama
pemicu timbulnya rasa nyeri, dan adanya luka operasi merupakan port de entry bagi
kuman masuk ke dalam tubuh, sehingga merupakan faktor resiko terjadinya infeksi.
Respon adaptasi psikologis terhadap penerimaan peran baru dalam keluarga
dan keterbatasan kognitif mengakibatkan timbulnya kecemasan dan tidak efektifnya
laktasi.
C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, alamat
rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status
pendidikan dan pekerjaan pasien dan suaminya.
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan post
operasi sectio caesarea hari 1-3 adalah adanya rasa nyeri.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Mulai kapan klien merasakan adanya keluhan, dan usaha apa saja yang
telah dilakukan untuk mengatasi keadaan ini.
3. Riwayat kesehatan dahulu
a) Riwayat kesehatan klien
Menarche pada usia berapa, haid teratur atau tidak, siklus haid berapa
hari, lama haid, warna darah haid, HPHT kapan, terdapat sakit waktu haid
atau tidak.
b) Riwayat kehamilan, persalinan dan nipas yang lalu
Hamil dan persalinan berapa kali, anak hidup atau mati, usia, sehat
atau tidak, penolong siapa, nifas normal atau tidak.
c) Riwayat pemakaian alat kontrasepsi
Untuk mengetahui jenis KB yang digunakan oleh klien apakah
menggunakan KB hormonal atau yang lainya.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan
komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan
angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi
kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain.
c. Pemeriksaan fisik dan pengkajian fungsional
1. Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran dibuktikan melalui pertanyaan sederhana yang harus
dijawab oleh klien atau di suruh untuk melakukan perintah. Variasi tingkat
kesadaran dimulai dari siuman sampai ngantuk, harus di observasi dan
penurunan tingkat kesadaran merupakan gejala syok.
2. Sistem pernafasan
Respirasi bias meningkat atau menurun . Pernafasan yang ribut dapat
terdengar tanpa stetoskop. Bunyi pernafasan akibat lidah jatuh kebelakang
atau akibat terdapat secret. Suara paru yang kasar merupakan gejala
terdapat secret pada saluran nafas . Usaha batuk dan bernafas dalam
dilaksalanakan segera pada klien yang memakai anaestesi general.
3. Sistem perkemihan
Retensi urine paling umum terjadi setelah pembedahan ginekologi,
klien yang hidrasinya baik biasanya kencing setelah 6 sampai 8 jam setelah
pembedahan. Jumlah autput urine yang sedikit akibat kehilangan cairan
tubuh saat operasi, muntah akibat anestesi.
4. Sistem pencernaan
Fungsi gastrointestinal biasanya pulih pada 24-74 jam setelah
pembedahan, tergantung pada kekuatan efek narkose pada penekanan
intestinal. Ambulatori perlu diberikan untuk menghilangkan gas dalam usus.
5. Integritas ego
 Dapat menunjukkan labilitas emosional, dari kegembiraan, sampai
ketakutan, marah atau menarik diri.
 Klien/ pasangan dapat memiliki pertanyaan atau salah terima peran
dalam pengalaman kelahiran, mungkin mengekspresikan
ketidakmampuan untuk menghadapi situasi baru.
6. Eliminasi
 Kateter urinaris indweiling mungkin terpasang: urine jernih pucat.
 Bising usus tidak ada, samar atau jelas.
7. Nutrisi
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi pada awal.
8. Nyeri/ ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dari berbagai sumber. Misal:
trauma bedah/ insisi, nyeri penyerta, distensi kandung kemih/ abdomen,
efek-efek anestesia, mulut mungkin kering.
9. Keamanan
 Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda kering dan utuh.
 Jalur parental bila digunakan paten can sisi bebas eritema, bengkok, nyeri
tekan.
10. Seksualitas
 Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus.
 Aliran lokhia sedang dan bebas bekuan berlebihan/banyak.

2. Diagnosa Keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anestesi.
(Doenges, 2001)
2) Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan, efek anestesi, efek hormonal,
distensi kandung kemih. (Doenges, 2001)
3) Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah dalam
pembedaran. (Doenges, 2001)
4) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan intoleransi aktivitas dan
nyeri. (Judith, 2005)
5) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.
(Doenges, 2001)
6) Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan tubuh
terhadap bakteri sekunder pembedahan. (Doenges, 2001)
7) Ansietas berhubungan dengan perubahan peran atau transmisi
interpersonal. (Doenges, 2001)
8) Tidak efektifnya laktasi berhubungan dengan terhambatnya pengeluaran
ASI, perpisahan dengan bayi. (Carpenito, 2009)
9) Kurang pengetahuan berhubungan dengan mengenai perubahan fisiologis,
periode pemulihan, perawatan diri dan kebutuhan perawatan diri.
(Doenges, 2001)

3. Intervensi Keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anestesi
Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ......x 24 jam, bersihan jalan
napas efektif.
Kriteria hasil :
 Tidak mengalami penumpukan sekret, bunyi nafas bersih, dan dapat
melakukan batuk efektif.
Intervensi :
a. Kaji faktor-faktor penyebab (sekret, penurunan kesadaran, reflek batuk).
Rasional : Penumpukan sekret, penurunan kesadaran dan reflek batuk
menurun dapat menghalangi jalan nafas.
b. Pertahankan klien pada posisi miring, maka sekret dapat mengalir ke
bawah.
Rasional : dengan memberikan posisi miring, maka sekret dapat mengalir ke
bawah.
c. Kaji posisi lidah, yakinkan tidak jatuh ke belakang dan menghalangi nafas.
Rasional : posisi lidah yang jatuh ke belakang dapat menghalangi jalan
nafas.
d. Tinggikan kepala tempat tidur.
Rasional : pengembangan paru lebih maksimal.
e. Ajarkan batuk efektif.
Rasional : untuk pengeluaran sekret dan jalan nafas.
2) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan, efek
anastesi, efek hormonal dan distensi kandung kemih.
Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ........x 24 jam, klien tidak
mengalami nyeri.
Kriteria hasil :
 Mampu mengidentifikasikan cara mengurangi nyeri, mengungkapkan
keinginan untuk mengontrol nyerinya, dan mampu untuk tidur/istirahat
dengan tepat.
Intervensi :
a. Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas, dan lamanya.
Rasional : memberikan informasi untuk membantu memudahkan tindakan
keperawatan.
b. Ajarkan dan catat tipe nyeri serta tindakan untuk mengatasi nyeri.
Rasional : meningkatkan persepsi klien terhadap nyeri yang dialaminya.

c. Ajarkan teknik relaksasi – distraksi


Rasional : meningkatkan kenyamanan klien.
d. Pertahankan tirah baring bila diindikasikan.
Rasional : tirah baring diperlukan pada awal selama fase reteksi akut.
e. Anjurkan menggunakan kompres hangat.
Rasional : membantu mengurangi nyeri dan meningkatkan kenyamanan
klien.
f. Berikan obat sesuai indikasi
Rasional : mengurangi nyeri.
g. Masukan kateter dan dekatkan untuk kelancaran drainase.
Rasional : pengaliran kandung kemih menurunkan tegangan.
3) Defisit volume cairan berhubungan dengan pengeluaran integritas pembuluh
darah, perubahan dalam kemampuan pembekuan darah.
Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .......x 24 jam, defisit
volume cairan dapat teratasi.
Kriteria hasil :
 Tanda-tanda vital yang stabil, palpasi denyut nadi dengan kualitas
baik, turgor kulit normal, membran mukosa lembab, dan pengeluaran
urine yang sesuai.
Intervensi :
a. Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran. Tinjau ulang catatan
intraoperasi.
Rasional : membantu mengidentifikasi pengeluaran cairan atau kebutuhan
penggantian.
b. Kaji pengeluaran urinarius.
Rasional : mengindikasikan malfungsi atau obstruksi sistemurinarius.
c. Awasi TD, nadi, dan tekanan hemodinamik.
Rasional : hipoteksi, takikardia penurunan tekanan hemodinamik
menunjukan kekurangan cairan.
d. Catat munculnya mual/muntah.
Rasional : mual yang terjadi 12-24 jam pascaoperasi dihubungkan dengan
anestesi; mual lebih dari tiga hari pascaoperasi dihubungkan dengan
narkotik untuk mengontrol rasa sakit atau terapi obat- obatan lainnya.
e. Periksa pembalut atau drain pada interval reguler. Kaji luka
untuk terjadinya pembengkakan.
Rasional : pendarahan yang berlebihan dapat mengacu kepada
hipovolemia/hemoragi. Pembengkakan lokal mengindikasikan formasi
hematoma/pendarahan.
f. Pantau suhu kulit, palpasi denyut perifer.
Rasional : kulit dingin/lembab, denyut lemah mengindikasikan penurunan
sirkulasi perifer.
g. Pasang kateter urinarius sesuai kebutuhan.
Rasional : memberikan mekanisme untuk memantau pengeluaran urinarius
yang adekuat.
h. Berikan cairan parental, produksi darah dan/ atau plasma ekspander sesuai
petunjuk.
Rasional : gantikan kehilangan cairan. Catat waktu penggunaan volume
sirkulasi yang potensial bagi penurunan komplikasi.
i. Awasi pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi.
 Hb/Ht
Rasional : menurun karena anemia atau kehilangan darah aktual.
 Elektrolit serumdan pH.
Rasional : ketidakseimbangan dapat memerlukan perubahan dalamcairan
atau tambahan pengganti untuk mencapai keseimbangan.
j. Berikan darah atau kemasan SDM bila diperlukan sesuai indikasi.
Rasional : kehilangan pendarahan, penurunan produksi SDM dapat
mengakibatkan anemia berat atau progresif.
1) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan intoleransi aktivitas dan nyeri.
Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...... x 24 jam, gangguan
mobilitas fisik teratasi.
Kriteria hasil :
 Tidak adanya kontraktur, meningkatkan kekuatan bagian tubuh yang
sakit/kompensasi dan mendemonstrasikan teknik atau perilaku yang
memungkinkan melakukan kembali aktivitas.
Intervensi :
a. Kaji fungsi motorik dengan menginstruksikan pasien untuk melakukan
gerakan.
Rasional : mengevaluasi keadaan khusus.pada beberapa lokasi trauma
mempengaruhi tipe dan pemilihan intervensi.
b. Catat tipe anestesi yang diberikan pada saat intra partus pada waktu klien
sadar.
Rasional : pengaruh anestesi dapat mempengaruhi aktifitas klien.
c. Berikan suatu alat agar pasien mampu untuk meminta pertolongan, seperti
bel atau lampu pemanggil.
Rasional : Membuat pasien memiliki rasa aman, dapat mengatur diri
dan mengurangi ketakutan karena ditinggal sendiri.
d. Bantu / lakukan latihan ROM pada semua ekstremitas dan sendi, pakailah
gerakan perlahan dan lembut.
Rasional : meningkatkan sirkulasi, meningkatkan mobilisasi sendi dan
mencegah kontraktur dan atrofi otot.
e. Anjurkan klien istirahat.
Rasional : mencegah kelelahan.
f. Tingkatkan aktifitas secara bertahap.
Rasional : aktifitas sedikit demi sedikit dapat dilakukan oleh klien sesuai
yang diinginkan, memberikan rasa tenang dan aman pada klien emosional.
2) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.
Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .......x 24 jam, defisit
perawatan diri teratasi
Kriteria hasil :
 Mampu mendemonstrasikan teknik-teknik untuk memenuhi kebutuhan
perawatan diri, dan mengidentifikasi/menggunakan sumber-sumber yang
tersedia.
Intervensi :
a. Pastikan berat / durasi ketidaknyamanan.
Rasional : nyeri dapat mempengaruhi respons emosi dan perilaku,
sehingga klien mungkin tidak mampu berfokus pada perawatan diri sampai
kebutuhan fisik.
b. Tentukan tipe-tipe anastesi.
Rasional : Klien yang telah menjalani anestesia spinal dapat diarahkan
untuk berbaring datar.
c. Ubah posisi klien setiap 1-2 jam.
Rasional : membantu mencegah komplikasi bedah seperti flebitis.
d. Berikan bantuan sesuai kebutuhan (perawatan mulut, mandi, gosokan
punggung dan perawatan perineal).
Rasional : memperbaiki harga diri, meningkatkan perasaan kesejahteraan
bantuan profesional
e. Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi.
Rasional : menurunkan ketidaknyamanan, yang dapat mempengaruhi
kemampuan untuk melaksanakan perawatan diri.
3) Resti infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, kerusakan kulit, pemajanan
pada patogen.
Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...... x 24 jam, klien tidak
mengalami infeksi.
Kriteria hasil :
 Tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, kalor, dolor, tumor dan fungsio
laesa), tanda-tanda vital normal terutama suhu (36-37 C), dan pencapaian
tepat waktu dalam pemulihan luka tanpa komplikasi.
Intervensi :
a. Monitor tanda-tanda vital.
Rasional : suhu yang meningkat, dapat menunjukkan terjadinya infeksi
(color).
b. Kaji luka pada abdomen dan balutan.
Rasional : mengidentifikasi apakah ada tanda-tanda infeksi adanya pus.
c. Menjaga kebersihan sekitar luka dan lingkungan klien, rawat luka dengan
teknik aseptik.
Rasional : mencegah kontaminasi silang/penyebaran organisme infeksius.
d. Dapatkan kultur darah, vagina, dan plasenta sesuai indikasi.
Rasional : mengidentifikasi organisme yang menginfeksi dan tingkat
keterlibatan.

e. Catat hemoglobin dan hematokrit. Catat perkiraan kehilangan darah selama


prosedur pembedahan.
Rasional : risiko infeksi pasca melahirkan dan penyembuhan buruk
meningkat bila kadar hemoglobin rendah dan kehilangan darah berlebihan.
f. Berikan antibiotik pada praoperasi
Rasional : mencegah terjadinya proses infeksi
4) Ansietas berhubungan dengan perubahan peran atau transmisi interpersonal.
Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ......x 24 jam, rasa cemas
teratasi.
Kriteria hasil :
 Mampu mengungkapkan perasaan takut, tampak rileks, dan menggunakan
sumber/sistem pendukung dengan efektif.
Intervensi :
a. Kaji respon psikologis pada kejadian dan ketersediaan sistempendukung.
Rasional : semakin klien merasakan ancaman, semakin besar tingkat
ansietas.
b. Tetap bersama klien dan tenang. Bicara perlahan. Tunjukkan empati.
Rasional : membantu membatasi transimisi ansietas interpersonal, dan
mendemonstrasikan perhatian terhadap klien/pasangan.
c. Beri penguatan aspek positif dari ibu dan kondisi janin.
Rasional : memfokuskan pada kemungkinan keberhasilan hasil akhir
dan membantu membawa ancaman yang dirasakan / aktual ke dalam
perspektif.
d. Anjurkan klien/pasangan mengungkapkan dan/atau mengekspresikan
perasaan (menangis).
Rasional : membantu mengidentifikasi perasaan/masalah negative dan
memberikan kesempatan untuk mengatasi perasaan ambivalen atau
teratasi/berduka. Kepercayaan diri dan penerimaan serta menurunkan
ansietas.
e. Berikan masa privasi. Kurangi rangsang lingkungan, seperti jumlah orang
yang ada, sesuai keinginan klien.
Rasional : untuk menginternalisasi informasi, menyusun sumber-
sumber, dan mengatasi dengan efektif.
5) Tidak efektifnya laktasi berhubungan dengan terhambatnya pengeluaran ASI,
perpisahan dengan bayi.
Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .......x 24 jam, laktasi efektif
Kriteria hasil :
 Dapat mengidentifikasi aktivitas yang menentukan atau meningkatkan
menyusui yang berhasil.
Intervensi :
a. Kaji isapan bayi, jika ada lecet pada putting.
Rasional : menentukan kermampuan untuk memberikan perawatan yang
tepat.
b. Anjurkan klien breast care dan menyusui yang efektif.
Rasional : mempelancar laktasi.
c. Anjurkan klien memberikan asi esklusif.
Rasional : ASI dapat memenuhu kebutuhan nutrisi bagi bayi sehingga
pertumbuhan optimal.
d. Berikan informasi untuk rawat gabung.
Rasional : menjaga meminimalkan tidak efektifnya laktasi
e. Anjurkan bagaimana cara memeras, menyimpan, dan mengirim atau
memberikan ASI dengan aman.
Rasional : menjaga agar ASI tetap bisa digunakan dan tetap higienis bagi
bayi.
9) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi mengenai
perubahan fisiologis, periode pemulihan, dan kebutuhan perawatan diri.
Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .......x 24 jam, klien
menunjukan pengetahuan mengenai perubahan fisiologis, periode
pemulihan, dan kebutuhan perawatan diri.
Kriteria hasil :
 Mampu mengungkapkan pemahaman tentang perubahan fisiologis,
kebutuhan-kebutuhan individu, hasil yang diharapkan.
Intervensi :
a. Kaji kesiapan dan motivasi klien untuk belajar
Rasional : penyuluhan diberikan untuk membantu mengembangkan
pengetahuan ibu, maturasi dan kompetensi.
b. Kaji keadaan fisik klien.
Rasional : ketidaknyamanan dapat mempengaruhi konsentrasi dalam
menerima penyuluhan.
c. Berikan informasi tentang perubahan fisiologis dan psikologis yang
normal.
Rasional : membantu klien mengenali perubahan normal.
d. Diskusikan program latihan yang tepat, sesuai ketentuan.
Rasional : program latihan dapat membantu tonus otot-otot, meningkatkan
sirkulasi, menghasilkan gambaran keseimbangan tubuh dan meningkatkan
perasaan sejahtera.
e. Demonstrasikan teknik-teknik perawatan diri.
Rasional : Membantu orang tua dalam penguasaan tugas-tugas baru.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito. Lynda Juall. Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Pasien Klinis. Jakarta :
EGC., Ed.9. 2009.

Doengoes, M. Rencana Perawatan Maternitas / Bayi, EGC : jakarta. 2001.

Fizari, S. Perubahan Fisiologi pada Masa Nifas, From Http://sekuracity/blogspot.com.


2013

Hincliff, S. Kamus Keperawatan, Jakarta: EGC. 1999.

Judith M. Wilkinson, Nancy R. Ahern. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Diagnosa


NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC; 2005.

Mansjoer, A. Dasar-dasar Keperwatan Maternitas, EGC : jakarta. 1995.

Manuaba, I. B. G. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana


Untuk Pendidikan Bidan, Jakarta: EGC. 1998.

Manuaba, I. B. G. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Arcan : Jakarta. 2000.

Mochtar, R. Sinopsis obstetri : obstetri operatif, obstetri sosial, jilid 2. EGC : Jakarta.
2002.

Prawirohardjo, S. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal,


Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. 2002.

Syaifudin, Abdul Bari, Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Bina Pustaka :
Jakarta. 2002.

Winkjosastro, H. Dkk. Ilmu kebidanan, Bina Pustaka : Jakarta. 2002.

Anda mungkin juga menyukai