Anda di halaman 1dari 20

7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Jalan Lahir


2.1.1 Tulang-Tulang Panggul
Tulang-tulang panggul terdiri atas 3 buah tulang yaitu (1) os koksa (disebut
juga tulang innominata) 2 buah kiri dan kanan; (2) os sakrum, dan (3) os koksigis.
Os koksa merupakan fusi dari os ilium, os iskium, dan os pubis. Tulang-tulang ini
satu dengan lainnya berhubungan dalam suatu persendian panggul. Di depan
terdapat berhubungan atara kedua os pubis kanan dan kiri, disebut simfisis.
Simfisis terdiri atas jaringan fibrokartilago dan ligamentum pubikum superior di
bagian atas serta ligamentum pubikum inferior di bagian bawah. Kedua
ligamentum ini sering disebut ligamentum arkuatum. Simfisis mempunyai tingkat
pergerakan tertentu, yang dalam kehamilan tingkat pergerakan semakin
dipermudah. Apabila jari dimasukkan ke dalam vagina seorang perempuan hamil
dan kemudian perempuan ini diminta berjalan, maka tulang pubis akan teraba
bergerak naik dan turun pada setiap langkah.1
Di belakang terdapat artikulasio sakro-koksigea yang menghubungkan os
sakrum dengan os ilium. Di bawah terdapat artikulasio sakro-koksigea yang
menghubungkan os sakrum dengan os koksigis. Di luar kehamilan artikulasio ini
hanya memungkinkan pergeseran sedikit, tetapi dalam kehamilan persendian ini
mengalami relaksasi akibat perubahan hormonal, sehingga pada waktu persalinan
dapat digeser lebih jauh dan lebih longgar, misalnya ujung os koksigis dapat
bergerak ke belakang sampai jauh lebih kurang 2,4 cm. Hal ini dapat dilakukan
bila ujung os koksigis menonjol ke depan. Pada partus dan pada pengeluaran
kepala janin dengan cunam ujung os koksigis itu dapat ditekan ke belakang.
Selain itu, akibat relaksasi persendian ini, maka pada posisi dorso-litotomi
memungkinkan penambahan diameter pintu bawah panggul sebesar 1,5 sampai 2
cm. Hal ini yang menjadi dasar pertimbangan untuk menempatkan perempuan
bersalin dalam posisi dorso-litotomi. Penambahan diameter pintu bawah panggul
hanya dimungkinkan os sakrum dimungkinkan untuk bergerak ke belakang yaitu
8

dengan mengurangi tekanan alas tempat tidur terhadap os sakrum. Hal inilah yang
menjadi dasar tindakan manuver McRoberts pada distosia bahu.1
Bagian atas saluran ini berupa suatu bidang datar, normal berbentuk hampir
bulat, disebut pintu atas panggul (pelvic inlet). Bagian bawah saluran ini disebut
pintu bawah panggul (pelvic outlet), tidak merupakan suatu bidang seperti pintu
atas panggul, melainkan terdiri atas dua bidang. Di antara kedua pintu ini terdapat
ruang panggul (pelvic cavity). Ukuran ruang panggul dari atas ke bawah tidak
sama. Ruang panggul mempunyai ukuran yang paling luas di bawah pintu atas
panggul, kemudian menyempit di panggul tengah, dan selanjutnya menjadi sedikit
lebih luas lagi di bagian bawah. Penyempitan di panggul tengah ini setinggi spina
iskiadika yang jarak antara kedua spina iskiadika (distansia interspinarum)
normal ± 10,5 cm.1
a. Pintu Atas Panggul
Pintu atas panggul merupakan suatu bidang yang dibentuk oleh
promontorium korpus vertebra sakral 1, linea innominata (terminalis), dan
pinggir atas simfisis. Terdapat 4 diameter pada pintu atas panggul, yaitu
diameter anteroposterior, diameter transversa, dan 2 diameter oblikua.1
Cara mengukur konjugata vera ialah dengan jari tengah dan telunjuk
dimasukkan ke dalam vagina untuk meraba promontorium. Jarak bagian
bawah simfisis sampai ke promontorium dikenal sebagai konjugata
diagonalis. Secara statistik diketahui bahwa konjugata vera sama dengan
konjugata diagonalis dikurangi 1,5 cm. Apabila promontorium dapat diraba,
maka konjugata diagonalis dapat diukur, yaitu sepanjang jarak antara ujung
jari kita yang meraba sampai ke batas pinggir bawah simfisis. Kalau
promontorium tidak teraba, berarti ukuran konjugata diagonalis lebih panjang
dari jarak antara ujung jari kita sampai batas pinggir bawah simfisis. Kalau
jarak antara ujung jari kita sampai ke batas pinggir bawah simfisis adalah 13
cm, maka berarti konjugata vera lebih dari 11,5 cm (13 cm-1,5 cm). Selain
kedua konjugata ini, dikenal pula konjugata obstetrika, yaitu jarak dari tengah
simfisis bagian dalam ke promontorium. Sebenarnya konjugata obstetrika
9

ini yang paling penting, walaupun perbedaan dengan konjugata vera sedikit
sekali.1,2

Gambar 2.1 Ruang Panggul.1


Dalam obstetri dikenal 4 jenis panggul (pembagian Caldwell dan Moloy,
1933), yang mempunyai ciri-ciri pintu atas panggul sebagai berikut:1
1. Jenis ginekoid: panggul paling baik untuk perempuan. Bentuk pintu
atas panggul hampir bulat. Panjang diameter antero-posterior kira-
kira sama dengan diameter transversa.
2. Jenis android: bentuk pintu atas panggul hampir segitiga. Umumnya
pria mempunyai jenis seperti ini. Panjang diameter anteroposterior
hampir sama dengan diameter transversa, akan tetapi yang terakhir
ini jaun lebih mendekati sakrum.
3. Jenis antropoid: bentuk pintu atas panggul agak lonjong, seperti telur.
Panjang diameter antero-posterior lebih besar daripada diameter
transversa.
4. Jenis platipelloid: sebenarnya jenis ini adalah jenis ginekoid yang
menyempit pada arah muka belakang. Ukuran melintang jauh lebih
besar daripada ukuran muka belakang.
Tidak jarang dijumpai jenis kombinasi keempat jenis klasik ini. Di
sinilah letak kegunaan pelvimetri radiologik untuk mengetahui jenis, bentuk,
dan ukuran-ukuran pelvis secara tepat. Untuk menyebut jenis pelvic
kombinasi, disebutkan jenis pelvis bagian belakang dahulu kemudian bagian
depan. Misalnya, jenis android-ginekoid; itu berarti jenis pelvic bagian
10

belakang adalah jenis android dan bagian depan adalah ginekoid. Pelvimetri
radiologik hanya dilakukan pada indikasi tertentu, misalnya adanya dugaan
ketidakseimbangan antara janin dan panggul (feto-pelvic disproportion),
adanya riwayat trauma atau tuberkulosis pada tulang panggul, bekas seksio
sesarea yang akan direncanakan partus pervaginam, pada janin letak
sungsang, presentasi muka atau kelainan letak lainnya. Pemakaian sinar
rontgen dibatasi berdasarkan pengaruhnya terhadap sel-sel kelamin janin
yang masih sangat muda dan ovarium ibu. Dewasa ini menggunakan
Magnetic Resonace Imaging (MRI).1

Gambar 2.2 Jenis-jenis panggul.1

Seperti telah dikemukakan, ruang panggul di bawah pintu atas panggul


mempunyai ukuran yang paling luas. Di panggul tengah terdapat
penyempitan dalam ukuran melintang setinggi spina iskiadika. Jarak antara
kedia spina ini (distansia interspinarum) normal ±10 cm atau lebih sedikit.
Karena di pintu atas panggul ukuran yang lebar adalah ukuran melintang dan
di ruang panggul ukuran melintang yang smepit (atau ukuran depan-belakang
yang lebar), maka janin saat lewat di ruang panggul harus menyesuaikan diri
dnegan melakukan putaran paksi dalam. Yang penting dari spina iskiadika ini
bukan tonjolannya, tetapi jarak antara kedua spina iskiadika (distansia
interspinarum) dan apakah spina itu runcing atau tumpul. Walaupun spina
iskiadika menonjol, kalau distansia interspinarum 10,5 cm atau lebih berarti
jarak antar spina iskiadia cukup lebar. Sebaliknya, apabila spina iskiadika
tidak menonjol, tetapi distansia interspinarum kurang dari 9 cm berarti jarak
11

antarspina sempit. Spina iskiadika yang runcing lebih baik daripada yang
tumpul, karena pada spina iskiadika yang tumpul bidang geseran yang harus
dilewati kepala janin lebih luas daripada spina iskiadika yang runcing,
sehingga perlu tenaga yang lebih besar dan waktu yang lebih lama.1
Ketika mengadakan penilaian ruang panggul hendaknya diperhatikan
bentuk os sakrum, apakah normal melengkung dnegan baik dari atas ke
bawah dan cekung ke belakang. Os sakrum yang kurang melengkung dan
kurang cekung akan mempersempit ruang panggul dan mempersulit putaran
paksi dalam, sehingga dapat terjadi malposisi janin. Selanjutnya dinding
samping ruang panggul dinilai dari atas ke bawah. Misalnya pada panggul
ginekoid, dinding sampingnya umumnya lurus dari atas ke bawah. Yang
kurang baik adalah dinding samping yang di atas lebar dan ke arah bawah
menyempit.1
Dari bentuk dan ukuran pelbagai bidang rongga panggul tampak rongga
ini merupakan saluran yang tidak sama luasnya di setiap bidangnya. Bidang
yang terluas dibentuk pada pertengahan simfisis dengan os sakrum 2-3
(ukuran depan-belakang terbesar lebih besar dari ukuran melintang tersempit,
yaitu distansia interspinarum), sehingga kepala janin dimungkinkan bergeser
melalui pintu-atas panggul masuk ke dalam ruang panggul. Kemungkinan
kepala janin dapat lebih mudah masuk ke dalam ruang panggul jika sudut
antara sakrum dan lumbal (disebut inklinasi), leboh besar.1

Gambar 2.3 Bidang-bidang Hodge.1

Bidang-bidang Hodge dipelajari untuk menentukan sampai dimanakah


bagian terendah janin turun dalam panggul dalam persalinan:1
12

 Bidang Hodge I: ialah bidang datar yang melalui bagian atas simfisis dan
promontorium. Bidang ini dibentuk pada lingkaran pintu atas panggul.
 Bidang Hodge II: ialah bidang yang sejajar dengan Bidang Hidge I terletas
setinggi bagian bawah simfisis.
 Bidang Hodge III: ialah bidang yang sejajar dengan Bidang Hodge I dan II
terletak setinggi spina iskiadika kanan dan kiri. Pada rujukan lain, bidang
Hodge III ini disebut juga bidang O. Kepala yang berada di atas 1 cm
disebut (-1) atau sebaliknya.
 Bidang Hodge IV: ialah bidang yang sejajar dengan Bidang Hodge I, II,
dan III, terletak setinggi os koksigis.
b. Pintu Bawah Panggul
Seperti telah dijelaskan, pintu bawah panggul tidak merupakan suatu
bidang datar, tetapi tersusun atas 2 bidang datar yang masing-maisng
berbentuk segitiga, yaitu bidang yang dibentuk oleh garis antara kedua buah
tuber os iskii dengan ujung os sakrum dan segitiga lainnya yang alasnya juga
garis antara kedua tuber os iskii dengan bagian bawah simfisis. Pinggir bawah
simfisis berbentuk lengkung ke bawah dan merupakan sudut disebut arkus
pubis. Dalam keadaan normal besarnya sudut ini ± 900, atau lebih besar
sedikit. Bila kurang sekali (lebih kecil) dari 90 0, maka kepala janin akan lebih
sulit dilahirkan karena memerlukan tempat lebih banyak ke dorsal (ke arah
anus). Dalam hal ini pelru diperhatikan apakah ujung os sakrum/os koksigis
tidak menonjol ke depan, sehingga kepala janin tidak dapat dilahirkan. Jarak
antara kedua tuber os iskii (distansia tuberum) juga merupakan ukuran pintu
bawah panggul yang penting. Distansia tuberum --diambil dari bagian
dalamnya—adalah ± 10,5 cm. Bila lebih kecil, jarak antara tengah-tengah
distansia tuberum ke ujung sakrum (diameter sagitalis posterior) hatus cukup
panjang agar bayi dapat dilahirkan.1,2
Ukuran-ukuran luar panggul dapat digunakan bila pelvimetri radiologik
tidak dapat dilakukan. Dengan cara ini dapat ditentukan secara garis besar
jenis, bentuk, dan ukuran-ukuran panggul apabila dikombinasikan dengan
13

pemeriksaan dalam. Alat yang dipakai antara lain jangka-jangka panggul


Martin, Oseander, Collin, dan Boudeloque. Yang diukur sebagai berikut:1
 Distansia spinarum (± 24 cm – 26 cm) ; jarak antara kedua spina iliaka
anterior superior sinistra dan dekstra.
 Distansia kristarum (± 28 cm – 30 cm); jarak yang terpanjang antara
dua tempat yang simetris pada krista iliaka sinistra dan dekstra.
Umumnya ukuran-ukuran ini tidak penting, tetapi bila ukuran ini lebih
kecil 2-3 cm dari nilai normal, dapat dicurigai panggul itu patologik.
 Distansia oblikua eskterna (ukuran miring luar); jarak antara spina iliaka
posterior sinistra dan spina iliaka anterior superior sinistra. Kedua ukuran
ini bersilang. Jika panggul normal, maka kedua ukuran ini tidak bamyak
berbeda. Akan tetapi, jika panggul itu asimetrik (miring), kedua ukuran
itu jelas berbeda sekali.
 Distansia intertrokanterika; jarak antara kedua trokanter mayor.
 Konjugata eksterna (Boudeloque) ± 18 cm; jarak antara bagian atas
simfisis ke prosesus spinosum lumbal 5.
 Distansia tuberum (±10,5 cm); jarak antara tuber iskii kanan dan kiri.
Untuk mengukurnya dipakai jangka Oseander. Angka yang ditunjuk
jangka harus ditambah 1,5 cm karena adanya jaringan subkutis antara
tulang dan ujung jangka, yang menghalangi pengukuran secara tepat.
Bila jarak ini kurang dari normal, dnegan sendirinya arkus pubis lebih
kecil dari 900.
Kelainan-kelainan panggul yang mencolok dengan ukuran-ukuran luar
yang tidak normal dapat lebih ditegaskan, tetapi untuk kelainan-kelainan yang
ringan diperlukan pelvimetri radiologik. Seperti telah dikemukakan
sebelumnya, pemakaian pelvimetri radiologik mempunyai pengaruh tidak
baik terhadap janin. Jadi, hendaknya pemakaiannya dibatasi pada hal-hal
dengan indikasi yang jelas, antara lain adanya kecurigaan ukuran panggul
lebih kecil daripada ukuran kepala janin (cephalopelvic disproportion).1
Dewasa ini MRI dalam anatomi maternal mulai dipakai karena lebih
aman daripada rontgen. Pengaruh buruk MRI (genetik atau onkologik) belum
14

diketahui. Oleh karena itu, pemakaiannya dalam trimester pertama sewaktu


organogenesis sedang berlangsung dengan hebatnya, seyogyanya yidak
dilakukan. Indikasi pemakaian MRI dalam anatomi maternal terutama untuk
pelvimetri, karena indikasi lainnya umumnya dapat dilakukan dengan
pemeriksaan ultrasonografi (USG).1

2.2 Cephalopelvic Disproportion (CPD) / Disproporsi Fetopelvik


2.2.1 Etiologi
Disproporsi fetopelvik terjadi akibat berkurangnya kapasitas pelvis, ukuran
janin yang sangat besar, atau yang lebih umum, kombinasi keduanya.3
2.2.1.1 Kapasitas Pelvik
Setiap kontraksi diameter pelvik yang mengurangi kapasitasnya dapat
menciptakan distosis selama persalinan. Mungkin terdapat kontraksi pintu atas
panggul, bagian tengah panggul, atau pintu bawah panggul, atau secara umum
pelvik yang sempit disebabkan oleh kombinasinya.3
a. Pintu Atas Panggul yang Sempit
Pintu atas panggul biasanya dianggap sempit jika diameter anteroposterior
yang terpendek kurang dari 10 cm atau jika diameter transversal yang paling besar
kurang dari 12 cm. Diameter pintu atas panggul anteroposterior biasanya
diperkirakan dengan mengukur konjugata diagonalis secara manual, yaitu sekitar
1,5 cm lebih besar. Dengan demikian, pintu atas yang sempit biasanya diartikan
dengan konjugata diagonalis yang kurang dari 11,5 cm.1,3
Secara klinis dan saat ini, dengan pencitraan pelvimetri, penting untuk
mengidentifikasi diameter anteroposterior terpendek yang merupakan tempat yang
harus dilewati oleh kepala janin. Terkadang, korpus dari vertebra sakral pertama
bergeser ke depan sehingga jarak terpendek sebenarnya dapat berada antara
promontorium sakral abnormal ini dan simfisis pubis.3
Sebelum persalinan, diameter biparietal janin telah menunjukkan rata-rata 9,5
sampai sebesar 9,8 cm. Dengan demikian, mungkin sulit dibuktikan atau bahkan
tidak mungkin bagia sebagian janin untuk melalui pintu atas panggul yang
diameter anteroposteriornya kurang dari 10 cm. Mengert (1948) dan Kaltreider
(1952), dengan menggunakan pelvimetri sinar-X, menunjukkan bahwa insidensi
15

sulitnya pelahiran meningkat dengan angka yang kurang lebih sama, baik pada
diameter anteroposterior pintu atas panggul yang kurang dari 10 cm maupun
diameter transversal yang kurang dari 12 cm. Seperti yang diperkirakan, jika
kedua diameter sempit, distosia jauh lebih berat daripada jika hanya salah satu
yang sempit.3
Normalnya, dilatasi serviks dibantu dengan kerja hidrostatik dari membran
yang belum ruptur atau setelah membran ruptur, melalui kontak langsung bagian
terendah janin dengan serviks. Namun, pada panggul yang sempit, karena kepala
berhenti pada pintu atas panggul, seluruh kekuatan yang dikeluarkan uterus
bekerja langsung pada bagian membran yang berkontak dengan serviks yang
sedang berdilatasi. Akhirnya, ruptur spontan dini membran lebih sering terjadi.3
Setelah membran ruptur, tidak adanya tekanan dari kepala pada serviks dan
segmen bawah uterus menunjukkan adanya kontraksi yang kurang efektif. Jadi,
dilatasi selanjutnya dapat terjadi sangat lambat atau tidak ada sama sekali.
Semakin baik adaptasi tersebut, semakin efisien kontraksi. Dengan demikian,
respons servikal terhadap persalinan memberikan tinjauan prognostik terhadap
keluaran persalinan pada perempuan dengan pintu atas panggul yang sempit.3
Pintu atas panggul yang sempit memainkan peran penting dalam
menghasilkan presentasi abnormal. Pada nulipara normal, bagian terendah pada
kehamilan aterm biasanya turun ke dalam rongga panggul sebelum awitan
persalinan. Namun, jika pintu atas panggul sempit, penurunan biasanya tidak
terjadi sampai setelah awitan persalinan, atau tidak sama sekali. Presentasi kepala
masih dominan, tetapi kepala terapung bebas di atas pintu atas panggul atau ke
arah lateral pada salah satu fossa iliaca. Karena itu, sedikit saja pengaruh dapat
menyebabkan perubahan presentasi janin. Pada perempuan yang panggulnya
sempit, presentasi wajah dan bahu terhitung tiga kali lebih sering, dan prolapsus
tali pusat terjadi empat sampai enam kali lebih sering.3
 Pembagian kesempitan pintu atas panggul:1,3
1. Tingkat I: konjugata vera = 9-10 cm = borderline
2. Tingkat II: konjugata vera = 8-9 cm = relatif
3. Tingkat III: konjugata vera = 6-8 cm = ekstrim
16

4. Tingkat IV: konjugata vera = 6 cm = mutlak (absolut)


 Pembagian menurut tindakan:1,3
1. Konjugata vera = 11 cm........... partus biasa
2. Konjugata vera = 8-10 cm....... partus percobaan
3. Konjugata vera = 6-8 cm.......... SC primer
4. Konjugata vera = 6 cm............. SC mutlak (absolut)
b. Panggul Tengah yang Sempit
Temuan ini lebih sering daripada pintu atas panggul yang sempit. Keadaan ini
sering kali menyebabkan berhentinya kepala bayi dalam posisi melintang, yang
berpotensi menyebabkan operasi midforseps yang sulit atau pelahiran saesar.3
Bidang obstetri panggul tengah membentang dari batas inferior simfisis pubis
melalui spina iskiadika dan menyentuh os sacrum dekat dengan taut vertebra
keempat dan kelima. Secara teoritis, garis transversal menghubungkan spina
iskiadika dan membagi panggul tengah menjadi bagian anterior dan posterior.
Bagian anterior panggul tengah di bagian anteriornya dibatasi oleh batas bawah
simfisis pubis dan bagian lateralnya oleh ramus ischiopubicus. Bagian posterior
panggul tengah di bagian dorasal dibatasi oleh os sacrum dan bagian lateralnya
oleh ligamentum sacrospinale, membentuk batas bawah incisura iskiadika mayor.3
Ukuran panggul tengah rata-rata adalah sebagai berikut: transversal atau
spinosus insterschial 10,5 cm; anteroposterior; dari batas bawah simfisis pubis ke
taut S4-S5, 11,5 cm; dan sagitalis posterior, dari titik tengah garis interspinosus ke
titik yang sama di os sacrum 5 cm. Definisi panggul tengah yang sempit belum
akurat seperti definisi pintu atas panggul yang sempit. Meskipun demikian,
panggul tengah biasanya sempit jika jumlah diameter insterspinosus dan sagitalis
posterior –normal 10,5 cm ditambah 5 cm, atau 15,5 cm—menjadi 13,5 cm atau
kurang. Konsep ini ditekankan oleh Chen dan Huang (1982) dalam mengevaluasi
kemungkinan sempitnya panggul tengah. Terdapat alasan untuk mencurigai
sempitnya panggul tengah bila diameter insterspinosus kurang dari 10 cm. Ketika
ukurannya kurang dari 8 cm, panggul tengah sempit.3
Walaupun tidak terdapat metode manual pasti untuk mengukur dimensi
panggul tengah, panggul tengah yang sempit terkadang diduga jika spina
17

menonjol, dinding samping panggul cekung atau incisura iskiadika mayor sempit.
Lebih lanjut, Eller dan Mengert (1948) menyatakan bahwa hubungan antara
diameter intertuberositas dan interspinosus os ischii cukup konstan sehingga
penyempitan diameter interspinosus dapat dipertimbangkan jika diameter
intertuberositas sempit. Namun demikian, diameter intertuberositas yang normal
tidak selalu menyingkirkan diameter interspinosus yang sempit.3
c. Pintu Bawah Panggul yang Sempit
Temuan ini biasanya didefinisikan sebagai diameter tuberositas interiskial
sebesar 8 cm atau kurang. Pintu bawah panggul secara kasar dianalogikan dengan
dua segitiga, dengan tuberositas interischial yang dianggap sebagai dasar
keduanya. Sisi segitiga anterior adalah ramus pubis, dan apeksnya adalah
permukaan inferoposterior simfisis pubis. Segitiga posterior tidak memiliki sisi
tulang tetapi apeksnya dibatasi oleh ujung vertebra sakral terakhir dan bukan
ujung os coccygis. Pengurangan diameter intertuberositas yang diikuti oleh
penyempitan segitiga anterior pasti menyebabkan terdorongnya kepala janin ke
arah posterior. Pintu bawah yang sempit saja dapat menyebabkan distosia, tetapi
tidak sebanyak yang disertai dengan panggul tengah yang sempit, karena pintu
bawah yang sempit seringnya disertai panggul tengah sempit. Pintu bawah
panggul yang sempit tanpa disertai bidang tengah yang sempit jarang sekali.3
Walaupun disproporsi antara kepala janin dan pintu bawah panggul tidak
cukup kuat untuk menimbulkan distosia berat, hal ini mungkin berperan penting
dalam menyebabkan robekan perineum. Dengan makin menyempitnya arcus
pubis, oksiput tidak dapat keluar secara langsung di bawah simfisis pubis, tetapi
terdorong kuat jauh ke bawah pada permukaan ramus ischiopubicus. Selanjutnya,
perineum menjadi sangat terdistensi dan dengan demikian, memiliki peluang
besar untuk mengalami laserasi.3
2.2.1.2 Kelainan Bentuk Janin
a. Pertumbuhan yang berlebihan
Berat neonates normal pada kehamilan aterm berkisar 2500-4000 gram. Yang
dinamakan bayi besar jika berat lahirnya melebihi 4000 gram. Pada janin besar,
faktor keturunan memegang peranan penting. Pada wanita hamil dengan diabetes
18

melitus, pada postmaturitas dan pada grandemultipara juga dapat mengakibatkan


janin besar. Menentukan besarnya janin secara klinis memang sulit dilakukan.
Kadang-kadang baru diketahui adanya janin besar setelah tidak adanya kemajuan
dalam persalinan pada panggul normal dan his yang kuat. Walaupun panggul ibu
luas dan dapat dilewati janin lebih dari 4000 gram sebaiknya dilakukan persalinan
perabdominal dengan pertimbangan jalan lahir lunak ibu. Disebut makrosomia
bila lingkar kepala janin 37-40 cm, dan untuk persalinan pervaginam dilakukan
pada janin dengan lingkar kepala <37 cm.3
b. Hidrosefalus
Hidrosefalus adalah penimbunan cairan serebrospinal dalam ventrikel otak,
sehingga kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran-pelebaran sutura-sutura dan
ubun-ubun. Cairan yang tertimbun di ventrikel biasanya antara 500-1500 ml, akan
tetapi kadang-kadang dapat mencapai 5 liter. Karena kepala janin terlalu besar dan
tidak dapat berakomodasi di bagian bawah uterus, maka sering ditemukan dalam
letak sungsang. Pada presentasi kepala, hidrosefalus dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan dalam teraba sutura-sutura dan ubun-ubun yang melebar dan tegang,
sedangkan tulang kepala sangat tipis dan mudah ditekan. Pemeriksaan
rontgenologik menunjukkan kepala janin sangat besar dengan tulang-tulang yang
sangat tipis.3
c. Mal presentasi kepala
Pada persalinan normal, kepala janin pada waktu melewati pintu jalan lahir
berada dalam keadaan fleksi dengan presentasi belakang kepala. Dengan adanya
malpresentasi kepala seperti presentasi puncak kepala, presentasi dahi dan
presentasi muka maka dapat menimbulkan kemacetan dalam persalinan. Hal ini
dimungkinkan karena kepala tidak dapat masuk PAP karena diameter kepala pada
malpresentasi lebih besar dibandingkan ukuran panggul khususnya panjang
diameter anteroposterior panggul.3
2.2.2 Faktor Risiko1,3
a. Tinggi badan ibu <150 cm
b. Perubahan bentuk karena penyakit pada tulang-tulang panggul dan/atau sendi
panggul: rakitis, neoplasma, fraktur, panggul asimilasi
19

c. Perubahan bentuk karena penyakit kaki: koksitis, luksasio koksa, atrofi atau
kelumpuhan satu kaki
d. Perubahan bentuk karena penyakit tulang belakang: kifosis, skoliosis,
spondilolistesis
2.2.3 Diagnosis
Kita perlu memikirkan kemungkinan panggul sempit, bila ada seorang
primigravida pada akhir kehamilan kepala anak beluk masuk pintu atas panggul
dan kesalahan letak janin. Diagnosis dapat kita tegakan dengan:3
a. Anamnesis
Kepala tidak masuk pintu atas panggul dan ada riwayat kesalahan letak (letak
lintang, letak bokong), partus yang lalu berlangsung lama, anak mati atau
persalinan ditolong dengan alat-alat (ekstraksi vakum atau forsep) dan operasi.
b. Pemeriksaan fisik
Ibu kelihatan pendek (tinggi < 150 cm), ibu dengan skoliosis, kifosis,
spondilolistesis, ibu dengan kelainan panggul luar (rachitis), kepala tampak
menonjol di atas simfisis pubis. Pada pemeriksaan palpasi kepala tidak masuk
pintu atas panggul atau masih goyang dan terdapat tanda dari OSBORN, yaitu
kepala didorong ke arah pintu atas panggul dengan satu tangan di atas simfisis
pubis sedang tangan lain mengukur tegak lurus kepala yang menonjol. Jika
terukur setinggi 3 jari tegak lurus maka pemeriksaan positif (+), jika tidak terukur
maka kepala sudah masuk pintu atas panggul, namun jika pemeriksaan ragu maka
kemungkinan ada kesalahan letak.
Pemeriksaan yang lain ialah metode Muller Munro Kerr, tangan yang satu
memegang kepala janin dan menekannya ke arah rongga panggul, sedangkan 2
jari tangan yang lain dimasukkan ke dalam rongga vagina untuk menentukan
sampai berapa jauh kepala mengikuti tekanan tersebut. Sementara itu ibu jari
tangan yang masuk dalam vagina memeriksa hubungan antara kepala dan simfisis.
20

Gambar 2.4 Pemeriksaan Muller Munro Kerr.


Pada pemeriksaan Muller Munro Ker apabila kepala janin masuk ke rongga
vagina pada perabaan akan teraba lancip. Namun bila kepala janin tidak masuk ke
rongga vagina pada perabaan akan teraba tumpul.
c. Pemeriksaan pelvimetri
Pemeriksaan dilakukan dengan jari pada usia kehamilan 36 minggu. Caranya,
dokter akan memasukkan dua jarinya (jari telunjuk dan tengah) ke jalan lahir
hingga menyentuh bagian tulang belakang/promontorium. Setelah itu, dokter akan
menghitung jarak dari tulang kemaluan hingga promontorium untuk mengetahui
ukuran pintu atas panggul dan pintu tengah panggul. Pemeriksaan ini kita akan
mendapatkan Conjugata diagonal (jarak antara promontorium dengan simfisis
bawah), untuk mendapatkan Conjugata vera, maka conjugata diagonal 1,5 cm.
Jarak minimal antara tulang kemaluan dengan promontorium adalah 11 cm. Jika
kurang maka dikategorikan sebagai panggul sempit. Namun, jika bayi yang akan
lahir tidak terlalu besar, maka ibu berpanggul sempit dapat melahirkan secara
normal.1
21

Gambar 2.4 Pemeriksaan Pelvimetri.1


Dari pemeriksaan pelvimetri dapat menentukan pinggul ibu dengan cara:
1. Pemeriksaan panggul luar: apakah ukurannya kurang dari normal
2. Pemeriksaan dalam: apakah promontorium teraba, lalu diukur konjugata
diagonalis dan konjugata vera, linea innominata teraba seluruhnya atau
tidak, dan spina iskiadika.
d. Rontgen pelvimetri
X-ray pelvimetri dilakukan dengan cara memotret panggul ibu, menggunakan
alat rontgen. Selama pemotretan ibu diminta duduk, persis seperti tindakan
rontgen pada anggota tubuh lain, hanya saja intensitas cahaya yang digunakan
lebih rendah. Hasil foto dianalisa untuk mengetahui ukuran panggul. Bahkan
aneka kelainan letak bayi pun sebetulnya bisa terdeteksi dengan cara ini.
Dibanding pengukuran secara klinis, pengukuran dengan alat rontgen
menghasilkan data yang lebih terperinci mengenai diameter pintu panggul.
Namun bahaya radiasi terutama dengan proyeksi Thoms dimana posisi pasien
setengah duduk dan jika letak janin dalam letak kepala, maka alat kelamin janin
berada diatas dan dekat dengan tabung rontgen. Dengan demikian akan
meningkatkan radiasi pada alat kelamin janin. Dari foto dapat kita tentukan
ukuran-ukuran konjugata vera dan konjugata obstetrika.
22

2.2.4 Penangangan
Setelah dilakukannya pemeriksaan OSBORN (+), Muller Munro Kerr
teraba tumpul, dan pada pemeriksaan pelvimetri promontorium teraba, konjugata
vera kurang dari 11cm, linea innominata teraba seluruhnya. Hal tersebut
menandakan panggul sempit sehinga dilakukan penanganan beruba seksio sesaria.

Panggul sempit
Pemeriksaan ginekologis
Pemeriksaan penunjang

Kesempitan pintu Kesempitan Kesempitan pintu


atas panggul panggul tengah bawah panggul

Relatif (konjugata Absolut (konjugata


vera 8,5-10 cm) vera <8,5 cm)

Partus percobaan Seksio sesarea


primer

Berhasil Gagal

Seksio sesarea

Persalinan berikut
dengan seksio
sesarea primer

Gambar 2.4 Penanganan pada Panggul Sempit.4


Dewasa ini dua tindakan dalam penanganan disproporsi sefalopelvik yang
dahulu banyak diselenggarakan lagi. Cunam tinggi dengan menggunakan axis-
traction forceps dahulu dilakukan untuk membawa kepala janin yang dengan
ukuran besarnya belum melewati atas panggul ke dalam rongga panggul dan terus
keluar. Tindakan ini sangat berbahaya bagi janin dan ibu, kini diganti oleh seksio
sesarea yang jauh lebih aman. Saat ini ada 2 cara yang merupakan tidakan utama
23

untuk menagani persalinan pada disproporsi sefalopelvik, yakni seksio sesarea


dan partus percobaan.3,4
a. Seksio sesarea
Seksio sesarea dapat dilakukan secara elektif atau primer, yakni sebelum
persalinan mulai atau pada awal persalinan, dan secara sekunder yakni setelah
persalinan berlangsung selama beberapa waktu. Seksio sesarea elektif
direncanakan lebih dahulu dan dilakukan pada kehamilan cukup bulan karena
kesempitan panggul yang cukup berat, atau karena terdapat disproporsi
sefalopelvik yang nyata.3,4
Selain itu seksio sesarea tersebut diselenggarakan pada kesempitan ringan
apabila ada faktor-faktor lain yang merupakan komplikasi, seperti primigravida
tua, kelainan letak janin yang tak dapat diperbaiki, kehamilan pada wanita
mengalami infertilitas yang lama, penyakit jantung, dan lain-lain.3,4
Seksio sesarea sekunder dilakukan karena persalinan percobaan dianggap
gagal, atau karena timbul komplikasi untuk menyelesaikan persalinan selekas
mungkin, sedang syarat-syarat untuk persalinan pervaginam belum dipenuhi.3,4
b. Persalinan percobaan
Setelah pada panggul sempit berdasarkan pemeriksaan yang teliti pada hamil
tua diadakan penilaian tentang bentuk ukuran-ukuran panggul dalam semua
bidang dan hubungan antara kepala janin dan panggul, dan setelah dicapai
kesimpulan bahwa ada harapan bahwa persalinan dapat berlangsung pervaginam
dengan selamat, dapat diambil keputusan untuk menyelenggarakan persalinan
percobaan.3,4
Dengan demikian persalinan ini merupakan suatu test terhadap kekuatan his
dan daya akomodasi, termasuk molase kepala janin, kedua faktor ini tidak dapat
diketahui sebelum persalinan berlangsung beberapa waktu. Pemilihan kasus-kasus
untuk persalinan percobaan harus dilakukan dengan cermat. Di atas sudah dibahas
indikasi-indikasi untuk seksio sesarea elektif, keadaan-keadaan ini dnegan
sendirinya menjadi kontra indikasi untuk persalinan percobaan. Selain itu
beberapa hal perlu pula mendapat perhatian. Janin harus berada dalam presentasi
kepala dan lamanya kehamilan tidak lebih dari 42 minggu.3,4
24

Alasan bagi ketentuan yang terakhir ini ialah kepala janin bertambah besar
serta lebih sukar mengadakan molase, dan berhubungan dengan kemungkinan
adanya disfungsi plasenta janin mungkin kurang mampu mengatasi kesukaran
yang dapat timbul pada persalinan percobaan. Perlu disadari pula bahwa
kesempitan panggul dalam satu bidang, seperti pada panggul picak, lebih
menguntungkan daripada kesempitan dalam beberapa bidang.3,4
Mengenai penanganan khusus pada persalinan percobaan perlu diperhatikan
hal-hal berikut:3
1. Perlu diadakan pengawasan yang seksama terhadap keadaan ibu dan janin.
Pada persalinan yang agak lama perlu dijaga adanya bahaya dehidrasi dan
asidosis pad aibu, dan perlu diusahakan supaya ia dapat beristirahat cukup, serta
tidak banyak menderita. Jangan diberikan makanan biasa melainkan secara infus
intra vena karena ada kemungkinan persalinan harus diakhir dengan seksio
sesarea. Keadaan denyut jantung janin harus diawasi terus-menerus.
2. Kualitas dan turunnya kepala janin dalam rongga panggul harus tetap diawasi
Perlu disadari bahwa kesempitan panggul tidak jarang mengakibatkan
kelainan his dan gangguan pembukaan servik. Dalam hubungan ini his yang kuat,
kemajuan dalam turunnya kepala dalam rongga panggul, dan kemajuan dalam
mendatar serta membukanya sevik merupakan hal-hal yang menguntungkan
3. Sebelum ketuban pecah, kepala janin pada umunya tidak dapat masuk ke
dalam rongga panggul dnegan sempurna
Pada disproporsi sefalopelvik ketuban tidak jarang pecah pada permulaan
persalinan. Pemecahan ketuban secara aktif hanya dapat dilakukan bila his
berjalan teratur dan sudah ada pembukaan servik untuk separuhnya atau lebih.
Tujuan tindakan ini ialah untuk mendapatkan kepastian apakah his yang teratur
dan mungkin bertambah kuat, terjadi penurunan kepala yang berarti atau tidak.
Selanjutnya setelah ketuban pecah, baik spontan atau dengan buatan perlu
ditentukan ada tidaknya prolapsus funikuli.
4. Masalah yang penting ialah menentukan berapa lama partus percobaan boleh
berlangsung.
25

Berhubung banyaknya faktor yang harus ikut dipertimbangkan dalam


mengambil keputusan tersebut, tiap kasus harus dinilai sendiri-sendiri. Apabila his
cukup sempurna maka sebagai indikator berhasil atau tidaknya partus percobaan
tersebut adalah hal-hal yang mencakup keadaan-keadaan sebagai berikut:
a. Bagaimana kemajuan pembukaan servik? Adakah gangguan pembukaan
seperti pemanjangan fase laten, pemanjangan fase aktif, sekunder arrest.
b. Bagaimanakah kemajuan penurunan bagian terendah janin (belakang
kepala).
c. Adakah tanda-tanda klinis dari pihak anak maupun ibu yang menunjukkan
adanya bahaya bagi anak maupun ibu (gawat janin, ruptur uteri imminens).
Apabila salah satu gangguan di atas ada, maka menandakan bahwa
persalinan pervaginam tidak mungkin dan harus diselesaikan dengan
seksio sesarea. Sebaliknya bila kemajuan pembukaan serta penurunan
kepala berjalan lancar, maka persalinan pervaginam bisa dilaksanakan
sesuai persyaratan yang ada.
2.2.5 Komplikasi dan Prognosis
Apabila persalinan dengan disproporsi sefalopelvik dibiarkan berlangsung
sendiri tanpa pengambilan tindakan yang tepat, timbul bahaya bagi ibu dan janin.3
 Bahaya pada ibu:3
a. Partus lama yang seringkali disertai pecahnya ketuban pada pembukaan
kecil dapat menimbulkan dehidrasi serta asidosis, dan infeksi intrapartum.
b. Dengan his yang kuat, sedang kemajuan janin dalam jalan lahir tertahan,
dapat timbul peregangan segemen bawah uterus dan pembentukan
lingkaran retraksi patologik (Bundl). Keadaan ini terkenal dengan ruptur
uteri mengancam, apalagi bila tidak segera diambil tindakan untuk
mengurangi regangan akan timbul ruptur uteri.
c. Dengan persalinan tidak maju karena disproporsi sefalopelvik, jalan lahir
pada suatu tempat mengalami tekanan yang lama antara kepala janin dan
tulang panggul. Hal itu menimbulkan gangguan sirkulasi dengan akibat
terjadinya iskemia dan kemudian nekrosis pada tempat tersebut. Beberapa
26

hari post partum akan terjadi fistula vesikoservikalis, atau fistula


vesicovaginalis, atau fistula rectovaginalis.
 Bahaya pada janin:3
a. Partus lama dapat meningkatkan kematian perinatal, apalagi jika ditambah
dengan infeksi-intrapartum.
b. Prolapsus funikuli apabila terjadi mengandung bahaya yang sangat besar
bagi janin dan memerlukan kelahiran segera, apabila ia masih hidup.
c. Dengan adanya disproporsi sefalopelvik, kepala janin dapat melewati
rintangan pada panggul dengan mengadakan molase. Molase dapat
dialami oleh kepala janin tanpa akibat yang jelek sampai batas-batas
tertentu, akan tetapi apabila batas-batas tersebut dilampaui, terjadi
sobekan pada tentorium serebri dan perdarahan intrakranial.
Selanjutnya tekanan oleh promontorium atau kadang-kadang oleh simfisis pada
panggul menyebabkan perlukaan pada jaringan di atas tulang kepala janin,
malahan dapat pula menimbulkan fraktur pada os parietalis.

Anda mungkin juga menyukai