Anda di halaman 1dari 10

SKENARIO KASUS LARING FARING PEMBELAJARAN JARAK JAUH

KEPANITERAAN THT-KL FK UNJANI-RS DUSTIRA

Anamnesis
Seorang laki-laki berusia 40 tahun tahun datang ke puskesmas dengan
keluhan sakit tenggorokan sejak 5 hari yang lalu.
Keluhan disertai dengan odinofagia, batuk kering, mengganjal di
tenggorokan, dan otalgia telinga kanan.
Keluhan disertai tidur mengorok dan seperti berhenti nafas beberapa kali saat
tidur. Keluhan mengorok diirasakan sejak kecil. Pasien mengeluh ada demam
ringan pada hari pertama sakit, hilang setelah minum Panadol.
Keluhan tidak disertai demam tinggi, sesak nafas, sakit kepala, mialgia, diare,
mual.
Keluhan tidak disertai rinore, disfagia, hoarseness, dan benjolan/bengkak di
leher.

Keluhan tidak didahului tertusuk duri ikan.


Keluhan otalgia tidak disertai keluar cairan dari telinga dan penurunan
pendengaran.
Keluhan seperti ini sudah sering dirasakan penderita sejak kecil timbul apabila
terlalu sering minum dingin dan makan pedas.
Pasien sering lupa gosok gigi pada saat mau tidur.
Pasien juga sudah disarankan untuk dilakukan operasi pengangkatan amandel
oleh dokter pada waktu masih kecil. Dokter waktu itu mengatakan alasan
harus dioperasi karena tidur sering terbangun dan bernafas lewat mulut, tapi
orang tua pasien saat itu menolak karena khawatir daya tahan tubuh anaknya
menurun.
Pasien sudah minum panadol biru, metil prednisolon 4 mg, dan amoksisilin
500 mg, diminum 2x sehari, selama 2 hari yang dibeli sendiri di apotik.
Keluhan hanya berkurang sedikit.
Pasien 2 minggu terakhir sedang WFH dengan asal perusahaan di Jakarta.
Riwayat kontak dengan penderita Covid-19 (+) tidak ada

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum: komposmentis, kesan sakit sedang. Tanda vital: Tekanan
darah: 120/70 mmHg, Nadi: 76x/m, Respirai: 20x/m, Suhu: 36,8 C
Pemeriksaan Otoskopi: KAE tenang+/+, sekret-/-, serumen-/-, membran
timpani intak+/+,
Pemeriksaan Rinoskopi anterior: vestibulum tenang/tenang, sekret -/-,
massa-/-, konka eutrofi/eutrofi, septum deviasi (-),
Pemeriksaan Cavum oris: tenang, ulkus(-), gigi geligi baik (karies-),
Lidah basah_gerak ke semua arah, palatum normal
Pemeriksaan Orofaring: (sesuai gambar)
Pemeriksaan Orofaring

TUGAS
1. Analisis data anamnesis dan pemeriksaan fisik, lengkapi informasi yang
kurang dengan menanyakan pada perseptor (dalam waktu 1 jam)
2. Buat diagnosis banding keluhan utama, diagnosis banding setelah
menganalisis anamnesis, dan setelah menganalisis anamnesis dan
pemeriksaan fisik
3. Tentukan diagnosis kerja dan dasar diagnosisnya
4. Tentukan usul pemeriksaan untuk kasus dan kemukakan alasannya
5. Jelaskan tentang IKD dan patofisiologi kasus sampai komplikasi
6. Tentukan penatalaksanaan umum dan khusus sesuai kompetensi dokter
umum dan tentukan perlunya rujukan, serta alasannya
7. Sebutkan epidemiologi kasus, pencegahan, faktor risiko/faktor
predisposisi/presipitasi
Epidemiologi
Tonsilitis paling sering terjadi pada anak-anak, tetapi jarang terjadi pada anak
usia kurang dari 2 tahun. Tonsillitis juga sangat jarang terjadi pada orang tua usia
lebih dari 40 tahun. Insidensi terjadinya tonsillitis rekuren di Eropa dilaporkan sekitar
11% dengan komplikasi tersering adalah abses peritonsilar. Komplikasi ini lebih
sering terjadi pada anak-anak dengan puncaknya pada masa remaja kemudian risiko
menurun hingga usia tua. 1,2
Di Indonesia, tidak terdapat data epidemiologi spesifik mengenai tonsilits,
hanya data mengenai infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Tonsilitis kronik
mungkin disebabkan karena sering menderita ISPA atau karena tonsilitis akut yang
tidak diterapi adekuat atau dibiarkan. Terdapat lima provinsi di Indonesia dengan
penyakit ISPA tertinggi, antara lain Nusa Tenggara Timur (41,7%), Papua (31,1%),
Aceh (30,0%), Nusa Tenggara Barat (28,3%) dan Jawa Timur (28,3%).3,4
Berdasarkan Riskesdas tahun 2007 dan 2013 didapatkan insiden terjadinya
ISPA di Indonesia tidak jauh berbeda, yakni 25,5% pada tahun 2007 dan 25,0% pada
tahun 2013. Karakteristik penduduk dengan ISPA yang tertinggi terjadi pada
kelompok umur 1-4 tahun sebesar 25,8%. Sedangkan menurut jenis kelamin, tidak
didapatkan perbedaan bermakna antara laki-laki dan perempuan.3
Wortd Health Organization (WHO) tidak mengeluarkan data mengenai jumlah
kasus tonsilitis di dunia, namun WHO memperkirakan 287.000 anak di bawah 15
tahun mengalami tonsilektomi (operasi tonsil), dengan atau tanpa adenoidektomi.
248.000 anak (86,4%) mengalami tonsilioadenoidektomi dan 39.000 lainnya (13,6%)
menjalani tonsilektomi saja.4

Faktor Risiko dan Faktor Predisposisi


Beberapa faktor predisposisi timbulnya tonsillitis kronik yaitu:5
1. Kebiasaan merokok
Rongga mulut adalah bagian yang sangat mudah terpapar efek rokok, karena
merupakan tempat terjadinya penyerapan zat hasil pembakanan rokok yang
utama. Komponen toksik rokok tersebut dapat mengiritasi jaringan lunak
rongga mulut, dan menyebabkan terjadinya infeksi mukosa, memperlambat
penyembuhan luka, memperlemah kemampuan fagositosis, serta mengurangi
aliran darah ke gingiva.
2. Higiene mulut yang buruk
Rongga mulut merupakan tempat yang efektif untuk patogen hidup, jika
terdapat debris makanan dan tidak dibersihkan, maka bisa meningkatkan risiko
terjadinya infeksi didalam rongga mulut seperti tonsillitis, gingivitis, dan
karies gigi.
3. Beberapa jenis makanan seperti makanan berminyak dan pedas serta minum
minuman yang dingin
4. Kelelahan fisik
5. Pengaruh cuaca
6. Pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat

Pencegahan
1. Menjaga kebersihan mulut dengan sering menggosok gigi,6
2. Hindari faktor risiko seperti kebiasaan merokok dan terapkan pola makan yang
sehat dengan menghindari beberapa jenis makanan seperit makanan pedas dan
berminyak,5
3. Mencuci tangan sebelum makan dan sesudah makan,6
4. Hindari berbagi makanan, minuman dengan pasien yang sedang sakit.6

Prognosis
Prognosis pada penderita tonsillitis akut biasanya baik jika diberikan pengobatan
yang adekuat.
QAV : Ad bonam
QAF : Ad malam

Bioetik Humaniora
1. Beneficence : Berpedoman pada golden rule principle, dokter
menegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta
pemeriksaan penunjang gold standar untuk mendiagnosis adalah dengan
histopatologi dan apus tenggorokan.
2. Autonomi : Dokter memberikan informed consent kepada
pasien untuk pengertian tentang penyakit dan perencanaan pelaksanaan
penatalaksanaan. Dalam hal ini prosedur tonsilektomi kepada pasien.
Sebelumnya pasien sempat akan dilakukan tonsilektomi saat kecil namun
ditolak oleh orangtua pasien sehingga pasien berhak memilih penatalaksanaan
yang akan dilakukan.
3. Non maleficence : Mencegah terjadinya komplikasi yang dapat
terjadi akibat tonsilitis kronis, yakni rhinitis kronik, sinusitis atau otitis media
secara perkontinuitatum serta untuk mencegah komplikasi dari OSAS
(Obstructive Sleep Apnea Syndrome) kearah penyakit kardiovaskular.
4. Justice : Dokter wajib menjelaskan keuntungan dan
kerugian atas tatalaksana operatif yakni tonsilektomi yang akan dilakukan
kepada pasien dan wali pasien.
Primafacie : Autonomi

Metode 4 box
 Medical Indication

No PERTANYAAN ETIK ANALISA


1. Apakah masalah medis pasien? Pasien
Apakah masalah tersebut akut ? mengeluhkan nyeri
Kronik ? Kritis ? Reversibel ? menelan berulang
Gawat darurat ? Kondisi Penyakit dan sulit bernafas
yang Terminal ? saat tidur.
2. Apa tujuan akhir pengobatanya? Dokter
mengaharapkan
pasien terhindar
dari sulit bernafas
saat tidur. Pasien
berharap kembali
sehat.
3. Pada keadaan apa atau Bila pasien sedang
penatalaksanaan tidak dalam keadaan
diindikasikan? akut, yaitu ada
demam.
4. Berapa besar kemungkinan Prognosis baik
keberhasilannya dari beberapa apabila
pilihan terapi? tonsilektomi
dilakukan
5. Adakah rencana lain bila terapi Tidak ada
gagal ?
6. Bagaimana pasien ini Dengan dilakukan
diuntungkan dengan perawatan tonsilektomi segera
medis, dan bagaimana kerugian pasien terhindar
dari pengobatan dapat dihindari ? dari sulit bernafas
saat tidur.

 Quality of Life

No. Pertanyaan Etik Analisa


1. Bagaimana prospek, dengan atau Prospek pasien baik jika dilakukan
tanpa pengobatan untuk kembali ke tonsilektomi
kehidupan normal, dan apakah ada
gangguan dari fisik, mental ,dan
social bila pengobatan berhasil?
2. Apakah ada bias dalam penilaian Tidak ada bias dalam penilaian kualitas
dokter mengenai kualitas hidup pasien hidup pasien
?
3. Isu Etik apa yang muncul terkait Sebelumnya pasien akan dilakukan
dalam peningkatan kualitas hidup tonsilektomi saat masih anak2 namun
pasien ? ditolak oleh orangtuanya.
4. Bagaimana kondisi pasien sekarang Kondisi pasien akan lebih baik bila
atau masa depan, apakah kehidupan dilakukan tonsilektomi.
pasien selanjutnya dapat dinilai
seperti yang diharapkan ?
 
5. Apakah penilaian kualitas hidup Tidak ada
menimbulkan pertanyaan berkaitan
dengan perubahan rencana
penatalaksanaannya seperti untuk
pengobatan yang bersifat pendukung
saja?
6. Apakah ada rencana alasan rasional Tidak ada
untuk pengobatan selanjutnya ?
7. Apakah ada rencana untuk Tidak
kenyamanan dan perawatan paliatif ?

 Patient Preference

No. Pertanyaan Etik Analisa

1. Apakah pasien telah pasien telah diinformasikan mengenai


diinformasikan mengenai prosedur tonsilektomi
keuntungan dan risikonya,
mengerti atau tidak terhadap
informasi yang diberikan dan
memberikan persetujuan?
2. Apakah pasien secara mental Pasien secara mental mampu dan
mampu dan kompeten secara kompeten mengambil keputusan
legal? Apakah ada keadaan yang
menimbulkan ketidakmampuan

3. Bila berkompeten, apa yang Pasien kompeten


pasien katakan mengenai pilihan
pengobatannya?

4. Bila tidak kompeten apakah ada Tidak ada


ungkapan pilihan pasien
sebelumnya?

5. Bila tidak berkompeten, siapa Ada, keluarga pasien


yang dapat menggantikannya?
Apakah orang yang berkompeten
tersebut menggunakan standar
yang sesuai dalam pengambilan
keputusan?
6. Apakah pasien tidak Tidak
berkeinginan/tidak mampu untuk  
bekerjasama dengan pengobatan
yang diberikan? Bila iya,
mengapa?

7. Sebagai tambahan, apakah hak Hak pasien dihormati tanpa


pasien untuk memilih untuk memandang etnis dan agama.
dihormati tanpa memandang etnis
dan agama?

 Contextual Features

No. Pertanyaan Etik Analisa


1. Apakah ada masalah kepentingan Tidak ada
professional, interprofesional,
yang mungkin menimbulkan
konflik kepentingan dalam
penatalaksanaan pasien?

2. Apakah ada masalah keluarga Tidak ada


yang mungkin pengambilan
keputusan pengobatan?

3. Apakah ada masalah dari dokter Tidak ada


yang mungkin mempengaruhi
pengambilan keputusan
pengobatan?

4. Apakah ada masalah faktor Tidak ada


  keuangan dan ekonomi?
5. Apakah ada faktor religi dan Tidak ada
budaya?

6. Apakah ada batasan kepercayaan? Tidak ada

7. Apakah ada masalah alokasi Tidak ada


sumber daya?

8. Apakah penelitian klinik atau Tidak terlibat


pembelajaran terlibat?

9 Apakah konflik kepentingan Tidak ada


didalam bagian pengambilan
keputusan didalam suatu institusi?

DAFTAR PUSTAKA
1. Shah U. Tonsillitis and Peritonsillar Abscess 2018. Diunduh pada tanggal 28
April 2020 https://emedicine.medscape.com/article/871977-overview#showall
2. Okoye EL, Obiweluozor CJ, Uba BO, Odunukwe FN. Epidemiological
Survey of Tonsillitis Caused By Streptococcus pyogenes among Children
in Awka Metropolis (A Case Study of Hospitals in Awka Community,
Anambra State). 2016; 11(3):54-58.
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian RI. Riset
Kesehatan Dasar. 2013. Diunduh pada tanggal 28 April 2020
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil
%20Riskesdas%202013.pdf
4. Maulana I, Novialdi, Elmatris. Karakteristik Pasien Tonsilitis Kronik pada
Anak di Bagian THT-KL RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2013. Jurna
lKesehatan Andalas 2016; 5(2); 436-42.
5. Rusmarjono, Kartoesoediro S. Tonsilitis kronik. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher edisi Keenam. FKUI Jakarta:
2007. hal212-25
6. Georgalas CC, Tolley NS, Narula A. Tonsillitis. BMJ Clin Evid. 2009; 2009;
0503. Diunduh pada tanggal 28 April 2020
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2907808/

Anda mungkin juga menyukai