Anamnesis
Seorang laki-laki berusia 40 tahun tahun datang ke puskesmas dengan
keluhan sakit tenggorokan sejak 5 hari yang lalu.
Keluhan disertai dengan odinofagia, batuk kering, mengganjal di
tenggorokan, dan otalgia telinga kanan.
Keluhan disertai tidur mengorok dan seperti berhenti nafas beberapa kali saat
tidur. Keluhan mengorok diirasakan sejak kecil. Pasien mengeluh ada demam
ringan pada hari pertama sakit, hilang setelah minum Panadol.
Keluhan tidak disertai demam tinggi, sesak nafas, sakit kepala, mialgia, diare,
mual.
Keluhan tidak disertai rinore, disfagia, hoarseness, dan benjolan/bengkak di
leher.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum: komposmentis, kesan sakit sedang. Tanda vital: Tekanan
darah: 120/70 mmHg, Nadi: 76x/m, Respirai: 20x/m, Suhu: 36,8 C
Pemeriksaan Otoskopi: KAE tenang+/+, sekret-/-, serumen-/-, membran
timpani intak+/+,
Pemeriksaan Rinoskopi anterior: vestibulum tenang/tenang, sekret -/-,
massa-/-, konka eutrofi/eutrofi, septum deviasi (-),
Pemeriksaan Cavum oris: tenang, ulkus(-), gigi geligi baik (karies-),
Lidah basah_gerak ke semua arah, palatum normal
Pemeriksaan Orofaring: (sesuai gambar)
Pemeriksaan Orofaring
TUGAS
1. Analisis data anamnesis dan pemeriksaan fisik, lengkapi informasi yang
kurang dengan menanyakan pada perseptor (dalam waktu 1 jam)
2. Buat diagnosis banding keluhan utama, diagnosis banding setelah
menganalisis anamnesis, dan setelah menganalisis anamnesis dan
pemeriksaan fisik
3. Tentukan diagnosis kerja dan dasar diagnosisnya
4. Tentukan usul pemeriksaan untuk kasus dan kemukakan alasannya
5. Jelaskan tentang IKD dan patofisiologi kasus sampai komplikasi
6. Tentukan penatalaksanaan umum dan khusus sesuai kompetensi dokter
umum dan tentukan perlunya rujukan, serta alasannya
7. Sebutkan epidemiologi kasus, pencegahan, faktor risiko/faktor
predisposisi/presipitasi
Epidemiologi
Tonsilitis paling sering terjadi pada anak-anak, tetapi jarang terjadi pada anak
usia kurang dari 2 tahun. Tonsillitis juga sangat jarang terjadi pada orang tua usia
lebih dari 40 tahun. Insidensi terjadinya tonsillitis rekuren di Eropa dilaporkan sekitar
11% dengan komplikasi tersering adalah abses peritonsilar. Komplikasi ini lebih
sering terjadi pada anak-anak dengan puncaknya pada masa remaja kemudian risiko
menurun hingga usia tua. 1,2
Di Indonesia, tidak terdapat data epidemiologi spesifik mengenai tonsilits,
hanya data mengenai infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Tonsilitis kronik
mungkin disebabkan karena sering menderita ISPA atau karena tonsilitis akut yang
tidak diterapi adekuat atau dibiarkan. Terdapat lima provinsi di Indonesia dengan
penyakit ISPA tertinggi, antara lain Nusa Tenggara Timur (41,7%), Papua (31,1%),
Aceh (30,0%), Nusa Tenggara Barat (28,3%) dan Jawa Timur (28,3%).3,4
Berdasarkan Riskesdas tahun 2007 dan 2013 didapatkan insiden terjadinya
ISPA di Indonesia tidak jauh berbeda, yakni 25,5% pada tahun 2007 dan 25,0% pada
tahun 2013. Karakteristik penduduk dengan ISPA yang tertinggi terjadi pada
kelompok umur 1-4 tahun sebesar 25,8%. Sedangkan menurut jenis kelamin, tidak
didapatkan perbedaan bermakna antara laki-laki dan perempuan.3
Wortd Health Organization (WHO) tidak mengeluarkan data mengenai jumlah
kasus tonsilitis di dunia, namun WHO memperkirakan 287.000 anak di bawah 15
tahun mengalami tonsilektomi (operasi tonsil), dengan atau tanpa adenoidektomi.
248.000 anak (86,4%) mengalami tonsilioadenoidektomi dan 39.000 lainnya (13,6%)
menjalani tonsilektomi saja.4
Pencegahan
1. Menjaga kebersihan mulut dengan sering menggosok gigi,6
2. Hindari faktor risiko seperti kebiasaan merokok dan terapkan pola makan yang
sehat dengan menghindari beberapa jenis makanan seperit makanan pedas dan
berminyak,5
3. Mencuci tangan sebelum makan dan sesudah makan,6
4. Hindari berbagi makanan, minuman dengan pasien yang sedang sakit.6
Prognosis
Prognosis pada penderita tonsillitis akut biasanya baik jika diberikan pengobatan
yang adekuat.
QAV : Ad bonam
QAF : Ad malam
Bioetik Humaniora
1. Beneficence : Berpedoman pada golden rule principle, dokter
menegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta
pemeriksaan penunjang gold standar untuk mendiagnosis adalah dengan
histopatologi dan apus tenggorokan.
2. Autonomi : Dokter memberikan informed consent kepada
pasien untuk pengertian tentang penyakit dan perencanaan pelaksanaan
penatalaksanaan. Dalam hal ini prosedur tonsilektomi kepada pasien.
Sebelumnya pasien sempat akan dilakukan tonsilektomi saat kecil namun
ditolak oleh orangtua pasien sehingga pasien berhak memilih penatalaksanaan
yang akan dilakukan.
3. Non maleficence : Mencegah terjadinya komplikasi yang dapat
terjadi akibat tonsilitis kronis, yakni rhinitis kronik, sinusitis atau otitis media
secara perkontinuitatum serta untuk mencegah komplikasi dari OSAS
(Obstructive Sleep Apnea Syndrome) kearah penyakit kardiovaskular.
4. Justice : Dokter wajib menjelaskan keuntungan dan
kerugian atas tatalaksana operatif yakni tonsilektomi yang akan dilakukan
kepada pasien dan wali pasien.
Primafacie : Autonomi
Metode 4 box
Medical Indication
Quality of Life
Patient Preference
Contextual Features
DAFTAR PUSTAKA
1. Shah U. Tonsillitis and Peritonsillar Abscess 2018. Diunduh pada tanggal 28
April 2020 https://emedicine.medscape.com/article/871977-overview#showall
2. Okoye EL, Obiweluozor CJ, Uba BO, Odunukwe FN. Epidemiological
Survey of Tonsillitis Caused By Streptococcus pyogenes among Children
in Awka Metropolis (A Case Study of Hospitals in Awka Community,
Anambra State). 2016; 11(3):54-58.
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian RI. Riset
Kesehatan Dasar. 2013. Diunduh pada tanggal 28 April 2020
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil
%20Riskesdas%202013.pdf
4. Maulana I, Novialdi, Elmatris. Karakteristik Pasien Tonsilitis Kronik pada
Anak di Bagian THT-KL RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2013. Jurna
lKesehatan Andalas 2016; 5(2); 436-42.
5. Rusmarjono, Kartoesoediro S. Tonsilitis kronik. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher edisi Keenam. FKUI Jakarta:
2007. hal212-25
6. Georgalas CC, Tolley NS, Narula A. Tonsillitis. BMJ Clin Evid. 2009; 2009;
0503. Diunduh pada tanggal 28 April 2020
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2907808/