Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada Tahun 2007, dilaporkan angka pelahiran Caesar meningkat dari 4,5%
pada semua pelahiran menjadi 31,8%. Indikasi pelahiran ceasar, lebih dari 85%
dilakukan pada riwayat pelahiran Caesar sebelumnya, distosia, gawat janin, atau
presentasi bokong. Berdasarkan American College of Obstetrician dan
Gynecologists (2003), sekitar 60% pelahiran Caesar primer diakibatkan oleh
diagnosis distosia.1
Distosia secara harafiah berarti persalinan yang sulit yang ditandai dengan
kemajuan persalinan yang lambat. Keadaan ini dapat terjadi karena adanya
abnormalitas pada power yakni kontraktilitas uterus dan usaha mendorong ibu,
passenger yakni janin, dan passage yakni pelvis. Kombinasi abnormalitas ini
dapat berupa dilatasi serviks atau penurunan janin yang tidak ade kuat, diproporsi
sefalopelvik (DKP), dan ruptur membran tanpa persalinan.2
Saat ini, istilah seperti DKP dan kegagalan kemajuan (failure to progress)
sering digunakan untuk menjelaskan persalinan yang tidak efektif sehingga perlu
dilakukan sectio cesarea. Istilah DKP mulai digunakan sebelum abad ke-20 untuk
menjelaskan obstruksi persalinan akibat disparitas (ketidaksesuaian) antara ukuran
kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat keluar melalui vagina.
Namun, istilah ini berasal dari masa saat indikasi utama sectio cesarea adalah
penyempitan panggul yang nyata akibat rakitis. Saat ini disproporsi seperti itu
jarang dijumpai dan sebagian disproporsi disebabkan oleh malposisi kepala janin
atau akibat kontraksi yang tidak efektif.2
DKP dapat menimbulkan berbagi komplikasi baik pada ibu maupun janin.
Oleh karena itu, diagnosis dan penanganan yang tepat sangat diperlukan untuk
menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pada ibu dan janin
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi
Tulang-tulang panggul terdiri atas 3 buah tulang yaitu os koksae (disebut
juga tulang inominata) dua buah kiri dan kanan, os sacrum, dan os koksigeus. Os
koksae merupakan fusi dari os ilium, os ikium dan os pubis. Tulang-tulang ini
satu dengan yang lainnya berhubungan. Di depan terdapat hubungan antara kedua
os pubis kanan dan kiri yang disebut simfisis. Di belakang terdapat artikulasio
sakro iliaka yang menghubungkan os sakrum dengan os ilium. Diluar kehamilan
artikulasio ini hanya memungkinkan bergeser sedikit, tetapi pada kehamilan dan
waktu persalinan dapat bergeser lebih jauh dan lebih longgar, misalnya ujung os
koksigeus dapat bergerak ke belakang sampai sejauh lebih kurang 2,5 cm.3
Secara fungsional panggul terdiri dari 2 bagian yang disebut pelvis mayor
dan pelvis minor. Pelvis mayor adalah bagian pelvis yang terletak di atas linea
terminalis, disebut pula false pelvis. Bagian yang terletak di bawah linea
terminalis disebut pelvis minor atau true pelvis. Bentuk pelvis minor ini
menyerupai suatu saluran yang mempunyai sumbu melengkung ke depan (sumbu
carus). Sumbu ini secara klasik adalah garis yang menghubungkan titik
persekutuan antara diameter transversa dan konjugata vera pada pintu atas
panggul dengan titik-titik sejenis di Hodge II,III dan IV. Sampai dekat hodge III
sumbu itu lurus, sejajar dengan sacrum untuk selanjutnya melengkung ke depan,
sesuai dengan lengkungan sacrum.3
Bidang atas saluran ini normalnya berbentuk hampir bulat, disebut pintu atas
panggul (pelvic inlet). Bidang bawah saluran ini tidak merupakan suatu bidang
seperti pintu atas panggul, akan tetapi terdiri atas dua bidang, disebut pintu bawah
panggul (pelvic outlet). Diantara kedua pintu ini terdapat ruang panggul (pelvic
cavity). Ruang panggul mempunyai ukuran yang paling luas dibawah pintu atas
panggul, akan tetapi menyempit di panggul tengah, untuk kemudian menjadi luas
lagi sedikit. Penyempitan di panggul tengah ini disebabkan oleh adanya spina
iskiadika yang kadang-kadang menonjol ke dalam ruang panggul.3

2.1.1 Jenis-Jenis Panggul 3,4,5


Dalam obstetric, pangul menurut morfologinya dibagi menjadi 4
yaitu sebagai berikut :
1. Jenis gynaecoid
Panggul paling baik untuk wanita, bentuk pintu atas panggul hampir
mirip lingkaran. Diameter anteroposterior kira-kira sama dengan
diameter transversa. Jenis ini ditemukan pada 45% wanita. Merupakan
jenis panggul tipikal wanita (female type).
2. Jenis anthropoid
Bentuk pintu atas panggul seperti ellips membujur anteroposterior.
Diameter anteroposterior lebih besar dari diameter transversa. Jenis ini
ditemukan pada 35% wanita.
3. Jenis android
Bentuk pintu atas panggul hampir segitiga. Diameter transversal
terbesar terletak di posterior dekat sakrum. Dinding samping panggul
membentuk sudut yang makin sempit ke arah bawah. Jenis ini
ditemukan pada 15% wanita. Merupakan jenis panggul tipikal pria
(male type).
4. Jenis platypelloid
Sebenarnya jenis ini adalah jenis ginekoid yang menyempit pada arah
muka belakang. Diameter transversa jauh lebih lebar dari diameter
anteroposterior. Jenis ini ditemukan pada 5% wanita. Tidak jarang
dijumpai kombinasi keempat jenis klasik ini. Di sinilah letak kegunaan
pelvimetri radiologis, untuk mengetahui jenis, bentuk dan ukuran-
ukuran pelvis secara tepat.
Gambar 1. Empat tipe pelvis utama klasifikasi Caldwell-Moloy. Garis yang
menghubungkan diameter transversa terlebar membagi apertura
pelvis superior menjadi segmen posterior (P) dan anterior (A).5

2.1.2 Pintu Atas Panggul (Pelvic Inlet)3


Pintu atas panggul merupakan suatu bidang yang dibentuk oleh
promontorium, korpus vertebra sakral 1, linea innominata (terminalis),
dan pinggir atas simfisis. Terdapat 4 diameter pada pintu atas panggul,
yaitu diameter anteroposterior diameter transversal, dan 2 diameter oblik.
Panjang jarak dari pinggir atas simfisis ke promontorium lebih kurang 11
cm disebut konjugata vera. Jarak terjauh garis melintang pada pintu atas
panggul lebih kurang 12,5 - 13 cm, disebut diameter transversa.
Gambar 2. Pintu atas panggul5

Bila ditarik garis dari artikulasio sakroiliaka ke titik persekutuan


antara diameter transversa dan konjugata vera dan diteruskan ke linea
innominata, ditemukan diameter yang disebut diameter oblikua
sepanjang lebih kurang 13 cm. Jarak bagian bawah simfisis sampai ke
promontorium dikenal sebagai konjugata diagonalis. Secara klinis,
konjugata diagonalis dapat diukur dengan memasukkan jari telunjuk dan
jari tengah yang dirapatkan menyusur naik ke seluruh permukaan anterior
sacrum, promontorium teraba sebagai penonjolan tulang. Dengan jari
tetap menempel pada promontorium, tangan di vagina diangkat sampai
menyentuh arcus pubis dan ditandai dengan jari telunjuk tangan kiri.
Jarak antara ujung jari pada promontorium sampai titik yang ditandai oleh
jari telunjuk merupakan panjang konjugata diagonalis.
Secara statistik diketahui bahwa konjugata vera sama dengan
konjugata diagonalis dipotong dengan 1,5 cm. panjangnya lebih kurang
11 cm. Selain kedua konjugata ini dikenal juga konjugata obstetrik, jarak
dari bagian dalam tengah simfisis ke promontorium. 3
Gambar 3. Diameter pada Pintu Atas Panggul5

2.1.3 Pintu tengah panggul (Midpelvic)


Midpelvis diukur setinggi spina ischiadica-midplane, atau bidang
dimensi pelvic terkecil yang menjadi bagian yang penting pada proses
engagement kepala janin. Diameter interspina 10 cm atau lebih besar dan
merupakan diameter terkecil dari pelvis. Diameter anteroposterior melalui
level spina ischiadica normalnya berukuran sekurang-kurangnya 11.5
cm.5
Gambar 4. Pelvis wanita dewasa memperlihatkan diameter midpelvis.5

2.1.4 Pintu bawah panggul (Pelvic Outlet)


Pintu bawah panggul tersusun atas 2 bidang datar berbentuk segi
tiga, yaitu bidang yang dibentuk oleh garis antara kedua buah tubera ossis
iskii dengan ujung os sakrum dan bagian bawah simfisis. Pinggir bawah
simfisis berbentuk lengkung ke bawah dan merupakan sudut (arkus
pubis). Dalam keadaan normal besarnya sudut ini 900 atau lebih besar
sedikit.3

Gambar 4. Pintu bawah Panggul5


2.1 Disproporsi Kepala Pelvik2,6,7
Disproporsi kepala panggul adalah keadaan yang menggambarkan
ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat
keluar melalui vagina. Disproporsi kepala panggul terjadi akibat berkurangnya
kapasitas pelvik, ukuran janin yang besar ataupun kombinasi keduanya.2
Disproporsi kepala panggul (DKP) adalah hambatan lahir yang diakibatkan
oleh disparitas ukuran kepala janin dan pelvis maternal.6
Saat ini, ungkapan seperti disproporsi sefalopelvik dan kegagalan kemajuan
sering digunakan untuk menggambarkan persalinan yang tidak efektif. Istilah
disproporsi sefalopelvik menjadi sering digunakan sebelum abad ke-20 untuk
menggambarkan persalinan yang terhambat akibat disparitas antara ukuran kepala
janin dengan pelvis Ibu.7

2.2.1 Etiologi
A. Pintu Atas Panggul yang Sempit
Pintu atas panggul biasanya dianggap sempit jika diameter
anteroposterior yang terpendek kurang dari 10 cm atau jika diameter
transversal yang paling besar kurang dari 12 cm. Diameter pintu atas
panggul anteroposterior biasanya diperkirakan dengan mengukur konjugata
diagonalis secara manual, yaitu sekitar 1,5 cm lebih besar. Dengan
demikian, pintu atas yang sempit biasanya diartikan dengan konjugata
diagonalis yang kurang dari 11,5 cm.2
Secara klinis dan saat ini, dengan pencitraan pelvimetri, penting untuk
mengidentifikasi diameter anteroposterior terpendek yang merupakan
tempat yang harus dilewati oleh kepala janin. Terkadang, korpus dari
vertebra sacral pertama bergeser ke depan sehingga jarak terpendek
sebenarnya dapat berada antara promontorium sacral abnormal ini dan
simfisis pubis.2
Sebelum persalinan, diameter biparietal janin telah menunjukkan rata-
rata 9,5 sampai sebesar 9,8 cm. dengan demikian, mungkin sulit dibuktikan
atau bahkan tidak mungkin bagi sebagian janin melalui pintu atas panggul
yang diameter anteroposteriornya kurang dari 10 cm. Dengan
menggunakan pelvimetri sinar-x, menunjukkan bahwa insideni sulitnya
pelahiran meningkat dengan angka yang kurang lebih sama, baik pada
diameter anteroposterior pintu atas panggul yang kurang dari 10 cm
maupun diameter transversal yang kurang dari 12 cm. seperti yang
diperkirakan, jika kedua diameter sempit, distosia jauh lebih besar daripada
jika hanya salah satunya yang sempit.2
Perempuan yang berbadan kecil biasanya memiliki panggul yang
sempit, tetapi dia juga sangat mungkin memiliki bayi yang kecil. Thoms
(1937) meneliti 362 nulipara dan menemukan rata-rata berat badan lahir
bayi mereka lebih rendah 280 g pada perempuan dengan panggul sempit
daripada mereka yang memiliki panggul yang berukuran medium atau
luas.2
Normalnya, dilatasi serviks dibantu dengan kerja hidrostatik dari
membran yang belum ruptur atau setelah membran ruptur, melalui kontak
langsung bagian terendah janin dengan serviks. Namun, pada panggul yang
sempit, karena kepala berhenti pada pintu atas panggul, seluruh kekuatan
yang dikeluarkan uterus bekerja secara langsung pada bagian membran
yang berkontak dengan serviks yang sedang berdilatasi. Akibatnya, rupture
sepontan dini membran lebih sering terjadi.2
Setelah membran ruptur, tidak adanya tekanan dari kepala pada serviks
dan segmen bawaah uterus menunjukan adanya kontraksi yang kurang
efektif. Jadi, dilatasi selanjutnya dapat terjadi sangat lambat atau tidak sama
sekali.2
Adapsi mekanis dari janin terhadap tulang jalan lahir memainkan
bagian penting dalam menentukan efisiensi kontraksi. Semakin baik
adapatsi tersebut, semakin efisien kontraksi. Dengan demikian, respons
servikal terhadap persalianan menunjukan tinjauan prognostic terhadap
keluaran persalinan pada perempuan dengan pintu atas panggul yang
sempit.
Pintu atas panggul yang sempit memainkan peran penting dalam
menghasilkan presentasi abnormal. Pada nulipara normal, bagian terendah
pada kehamilan aterm biasanya turun ke dalam rongga panggul sebelum
awitan persalianan. Namun, jika pintu atas sangat sempit, penurunanya
biasanya tidak terjadi sampai setelah awitan persalinan, atau tidak sama
sekali. Presentasi kepala masih dominan, tetapi kepala terapung bebas
diatas pintu atas panggul atau lebih kearah lateral pada salah satu fossa
iliaca. Karena itu, sedikit saja pengaruh dapat menyebabkan perubahan
presentasi janin. Pada perempuan yang panggulnya sempit, presentasi
wajah dan bahu terhitung tiga kali lebih sering, dan prolapsusus tali pusat
terjadi empat sampai enam kali lebih sering.2
1. Pembagian tingkatan panggul sempit7
 Tingkat I : C.V = 9-10 cm = borderline
 Tingkat II : C.V = 8-9 cm = relative
 Tingkat III : C.V = 6-8 cm = Ekstrim
 Tingkat IV : C.V = 6 cm =Mutlak (absolut)
2. Pembagian menurut tindakan7
 C.V = 11 cm……...………Partus Biasa
 C.V = 8-10 cm……………Partus percobaan
 C.V = 6-8 cm …………….SC primer
 C.V = 6 cm ……………….SC mutlak (absolut)

Inlet dianggap sempit bila C.V kurang dari 10 cm atau diameter


transversa kurang dari 12 cm. Karena yang biasa diukur adalah conjugata
Diagonalis (C.D) maka inlet dianggap sempit bila C.D kurang dari 11,5
cm.7

B. Panggul Tengah yang Sempit


Temuan ini lebih sering daripada pintu atas panggul yang sempit.
Keadaan ini sering kali menyebabkan berhentinya kepala bayi dalam posisi
melintang, yang berpotensi menyebabkan operasi midforseps yang sulit
atau pelahiran Caesar.2
Bidang obstetris panggul tengah membentang dari batas inferior
simfisis pubis melalui spina ishciadica dan menyebabkan os sacrum dekat
dengan taut vertebra keempat dan kelima. Secara teoritis, garis transversal
menghubungkan spina ischiadica dan membagi panggul tengah menjadi
bagian anterior dan posterior. Bagian anterior panggul tengah dibagian
anteriornya dibatasi oleh batas bawah simfisis pubis dan bagian lateralnya
oleh ramus ischiopubicus. Bagian posterior panggul tengah dibagian dorsal
dibatasi oleh os sacrum dan bagian lateralnya oleh ligamentum
sacrospinale, membetuk batas bawah incisura ischiadica major.2
Ukuran panggul tengah rata-rata adalah sebagai berikut : transversal,
atau spinosus interrischial, 10,5 cm; anteroposteri; dari batas bawah
simfisis pubis ke taut S4-S5, 11,5 cm; dan sagitalis posterior, dari titik
tengah garis interspinosus ke titik yang sama di os sacrum, 5 cm. definisi
panggul tengah yang sempit belum akurat seperti definisi pintu atas
panggul yang sempit. Meskipun demikian, panggul tengah biasanya sempit
jika jumlah diameter interspinosus dan sagitalis posterior-normal, 10,5
ditambah 5 cm, atau 15,5 cm-menjadi 13,5 cm atau kurang. Konsep ini
ditekankan oleh Chen dan Huang (1982) dalam mengevaluasi kemungkinan
sempitnya panggul tengah. Terdapat alasan untuk mencurigai sempitnya
panggul tengah bila diameter interspinosus kurang dari 10 cm. ketika
ukuranya kurang dari 8 cm, panggul tengah sempit.
Walaupun tidak terdapat metode manual pasti untuk mengukur
dimensi panggul tengah, panggul tengah yang sempit terkadang dapat
diduga jika spina menonjol, dinding samping panggul cekung, atau incisura
ischiadica major sempit.2
Kesempitan bisa terjadi apabila d iameter interspinarum 9 cm, atau
Kalau diameter transversa ditambahkan dengan diameter sagitalis posterior
kurang dari 13,5 cm. Kesempitan midpelvis hanya dapat dipastikan dengan
rontgen pelvimetri.7

C. Pintu Bawah Panggul yang Sempit


Temuan ini biasanya didefinisikan sebagai diameter tuberositas
interiskial sebesar 8 cm atau kurang. Pintu bawah panggul secara kasar
dianalogika dengan dua segitiga, dengan tuberositas interischial yang
dianggap sebagai dasar keduanya. Sisi segitiga anterior adalah ramus pubis,
dan apeksnya adalah permukaan inferoposterior simfisis pubis. Segitiga
posterior tidak memiliki sisi tulang tetapi apeksnya dibatasi oleh ujung
vertebra saklar terakhir dan bukan ujung os coccygis.2
Pengurangan diameter intertuberositas yang diikuti oleh penyempitan
segitiga anterior pasti menyebabkan terdorongnya kepala janin kea rah
posterior. Floberg dkk, (1987) melaporkan bahwa panggul bawah yang
sempit ditemukan sebanyak hampir 1 persenpada lebih dari 1400 nulipara
dengan kehamilan aterm yang dipilih secara acak. Pintu bawah yang sempit
saja dapat menyebabkan distosia, tetapi tidak sebanyak yang disertai
dengan panggul tengah yang sempit, karena pintu bawah yang sempit
seringnya disertai dengan panggul tangah sempit. Pintu bawah panggul
yang sempit tanpa disertai bidang tengah yang sempit jarang terjadi.
Walaupun disproporsi antara kepala janin dan pintu bawah panggul
tidak cukup kuat untuk menimbulkan distosia berat, hal ini mungkin
berperan penting dalam menyebabkan robekan perineum. Dengan makin
menyempitnya arcus pubis, oksiput tidak dapat keluar secara langsung
dibawah simfisis pubis, tetapi terdorong kuat jauh ke bawah pada
permukaan ramus ischiopubicus.2
Selanjutnya, perineum menjadi sangat terdistensi dan, dengan
demikian, memilki peluang besar untuk mengalami laserasi.2
Kesempitan outlet adalah bila diameter transversa dan diameter
sagitalis posterior <15 cm. Kesempitan outlet, meskipun bisa tidak
menghalangi lahirnya janin, namun dapat menyebabkan perineal rupture
yang hebat, karena arkus pubis sempit sehingga kepala janin terpaksa
melalui ruangan belakang.7

D. Fraktur Pelvis
Speer dan Peltier (1972) meninjau kembali pengalaman dengan fraktur
pelvis dan kehamilan. Trauma akibat kecelakaan lalu lintas adalah
penyebab tersering fraktur pelvis. Sering terjadi farktur bilateral rami pubis
yang membahayakan kapasitas jalan lahir denga pembentukan kalus dan
malunion. Riwayat fraktur pelvis mengharuskan tinjauan yang cermat
terhadap radiografi sebelumnya dan mungkin nantinya, computed
tomographic pelvimetry pada saat hamil.2

E. Dimensi Janin Pada Disproporsi Fetopelvik


Ukuran janin sendiri jarang menjadi penjelasan yang tepat untuk
persalinan yang gagal. Bahkan dengan evolusi teknologi sekarang, batas
ukuran janin untuk memprediksi disproporsi fetopelvik masih sukar
dijelaskan. Kebanyakan kasus disproporsi berasal dari janin yang
memiliki berat badan dalam rentang populasi obstetrik umum. Dua
pertiga neonatus yang membutuhkan seksio sesaria setelah persalinan
forseps yang gagal memiliki berat kurang dari 3700 gr. Dengan demikian,
faktor lain seperti malposisi kepala, macetnya pasase janin melalui jalan
lahir. Ini mencakup asinklitismus, posisi oksiput posterior, dan presentasi
wajah dan dahi.2
a. Perkiraan Ukuran Kepala dan Besar Janin
Muller (1880) and Hillis (1930) menjelaskan perasat klinis
untuk memprediksi disproporsi. Regio dahi dan suboksipital
dipegang dengan jari-jari tangan melalui dinding abdomen dan
penekanan yang kuat diarahkan ke bawah sesuai aksis dari pintu
atas panggul. Bila tidak ada disproporsi, kepala dengan mudah
memasuki panggul, dan persalinan pervaginam memungkinkan
untuk dilakukan. Thorp dkk (1993) melakukan evaluasi prospektif
terhadap Mueller-Hillis maneuver dan menyimpulkan bahwa tidak
ada hubungan antara distosia dan penurunan kepala janin yang
gagal selama manuver.
Pengukuran diameter kepala janin dengan menggunakan
teknik radiografi polos tidak digunakan karena distorsi paralaks.
Diameter biparietal dan lingkar kepala dapat diukur dengan
ultrasonografi, dan telah ada usaha untuk menggunakan informasi
ini dalam tatalaksana distosia. Thurnau dkk (1991) menggunakan
fetal-pelvic index untuk mengidentifikasi komplikasi persalinan.
Sayangnya, pengukuran tersebut dalam memprediksi disproporsi
sefalopelvik memiliki sensitivitas yang jelek. Sekarang ini tidak
ada metode yang memuaskan untuk prediksi akurat disproporsi
fetopelvik berdasarkan ukuran kepala.2
Pemeriksaan besar janin dapat dilakukan sesaat sebelum
partus atau waktu partus. Kalau bentuk normal dan letak anak
memanjang, yang menentukan imbang feto-pelvik ialah kepala,
maka disebut imbang sefalo-pelvik. Besarnya kepala rata-rata
tergantung dari besarnya (berat) janin. Oleh karena itu sebagian
ukuran kepala digunakan Berat Badan (BB) janin:7
1. Umur kehamilan dan taksiran persalinan (rumus Naegle)
2. Berat badan ditaksir melalui palpasi kepala pada abdomen
(EBW). Cara ini memerlukan latihan dan pengalaman yang agak
lama.
3. Perhitungan menurut Poulsson-Langstadt
Uterus dianggap sebagai suatu benda yang terdiri dari bahan
homogen berbentuk ellips jika letak janin memanjang. Volume
tergantung dari diameter transversa dan diameter longitudinal dari
uterus yang diukur dengan menggunakan jangka Baudeloque.
Kemudian secara empiris dibuat suatu grafik yang
menggambarkan hubungan antara BB dan jumlah kedua diameter.
4. Rumus Johnson-Toshack
Berdasarkan atas ukuran Mac Donald, yaitu jarak antara simfisis
pubis dan batas antara f.u. melalui konveksitas abdomen:
BBJ = (MD-12) x 155 gram
BBJ = Berat badan janin dalam gram
MD = Ukuran Mac Donald dalam cm
Kepala belum di H III: (MD-13)
Kepala di H III; (MD-12)
Kepala lewat H III: (MD-11)
Bila ketuban sudah pecah ditambah 10%
5. Dengan menggunakan alat-alat canggih seperti
ultrasonografi, diameter biparietalis dapat diukur.

b. Malpresentasi dan Malposisi2


- Presentasi wajah
- Presentasi dahi
- Posisi melintang
- Presentasi gabungan

c. Penyebab lain pada janin2


- Distosia karena hidrosefalus
- Distensi abdomen janin

2.2.2 Diagnosis Disporposi Kepala Pelvic


Disproporsi kepala pelvic dapat didiagnosis jika terhentinya kemajuan
pembukaan serviks dan penurunan kepala walaupun his adekuat.
Disproporsi kepala panggul terjadi akibat janin terlalu besar dan atau
panggul ibu terlalu kecil. Disproporsi kepala pelvic dapat diwaspadai
terutama pada keadaan:
1. Arkus pubis <900
2. Teraba promontorium
3. Teraba spina ischiadica
4. Teraba line innominata
5. Pada primigravida bagian terbawah tidak masuk ke pintu atas panggul
pada usia >36 minggu.6
Tabel.1 Pola Persalinan Abnormal, Kriteria Diagnostik dan Metode
Penatalaksanaan.2
Disproporsi sefalopelvik (DKP) yang disebabkan oleh panggul sempit
dapat ditegakkan dengan: 7
a. Anamnesis
Kepala tidak masuk pintu atas panggul dan ada riwayat kesalahan letak
(letak lintang, letak bokong), partus yang lalu berlangsung lama, anak mati
atau persalinan ditolong dengan alat-alat (ekstraksi vakum atau forsep) dan
operasi
b. Inspeksi
Ibu kelihatan pendek ruas tulang-tulangnya atau ada skoliosis, kifosis, dll.
Kelainan panggul luar (rachitis, dsb) kalau kepala belum masuk pintu atas
panggul kelihatan kontur seperti kepala menonjol diatas simfisis.
c. Palpasi
Kepala tidak masuk pintu atas panggul atau masih goyang dan terdapat
tanda dari OSBORN, yaitu kepala didorong kearah pintu atas panggul
dengan satu tangan diatas simpisis pubis sedang tangan lain mengukur
tegak lurus pada kepala yang menonjol.
(+) = 3 jari
(-) = masuk p.a.p
(±) = antara kesalahan-kesalahan letak
d. Pelvimetri
Pemeriksaan panggul luar: apakah ukurannya kurang dari normal
dan Pemeriksaan dalam (V.T): apakah promontorium teraba, lalu diukur
C.D dan C.V: linea innominata teraba seluruhnya atau tidak, spina
ischiadica dan lain-lain.
Hasil pemeriksaan :
- Inlet dianggap sempit bila C.V kurang dari 10 cm atau diameter
transversa kurang dari 12 cm. Karena yang biasa diukur adalah
conjugata Diagonalis (C.D) maka inlet dianggap sempit bila C.D
kurang dari 11,5 cm.
- Kesempitan midpelvis bisa terjadi apabila d iameter interspinarum 9 cm,
atau Kalau diameter transversa ditambahkan dengan diameter sagitalis
posterior kurang dari 13,5 cm. Kesempitan midpelvis hanya dapat
dipastikan dengan rontgen pelvimetri
- Kesempitan outlet adalah bila diameter transversa dan diameter sagitalis
posterior <15 cm
Dari Pelvimetri Radiologi dapat kita tentukan ukuran-ukuran
C.V;C.O = apakah kurang dari normal; C.T; serta imbang kepala panggul.7
- Pelvimetri Sinar-X 2
Walaupun telah digunakan secara luas, prognosis untuk pelahiran per
vagina yang berhasil baik pada setiap kehamilan tidak dapat ditetapkan
menggunakan pelvimetri sinar-X saja ( Mengert, 1948 ). Karena itu,
pelvimetri sinar-X dianggap mempunyai nilai terbatas dalam
penatalaksanaan persalinan dengan presentasi kepala.
- Computed Tomographic (CT) Scanning
Keuntungan pelvimetri CT, dibandingkan dengan pelvimetri sinar-X
konvensional, adalah berkurangnya pajanan terhadap raadiasi, akurasi
yang lebih besar, dan lebih mudah dilakukan. Kedua metode tersebut,
biasanya sebanding dan pajanan terhadap sinar-X sedikit.
- Magnetic Resonance (MR) Imaging2
Keuntungan pelvimetri MR adalah kurangnya radiasi ionisasi,
pengukuran yang akurat, pencitraan janin yang komplit, dan potensi
untuk mengevaluasi distosia jaringan lunak yang menggunakan
pencitraan MR untuk mengukur volume pelvis dan kepala janin dalam
usaha untuk mengidentifikasi seorang perempuan yang memiliki risiko
yang besar untuk menjalani pelahiran caesar karena distosia.

2.2.3 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada disproporsi kepala pelvic
antara lain partus percobaan dan seksio caecarea. Seksio caesarea dapat
dilakukan secara elektif atau primer, yakni sebelum persalinan mulai atau
pada awal persalinan, dan secara sekunder, yakni sesudah persalinan
berlangsung selama beberapa waktu. Berdasarkan perhitungan konjugata
vera pada pintu atas panggul dapat diambil tindakan yaitu jika :7
- panjang CV 8,5-10 cm → dilakukan partus percobaan yang
kemungkinan berakhir dengan partus spontan atau dengan ekstraksi
vakum- ekstraksi forceps, atau dengan seksio cesarean sekunder atas
indikasi obstetric lainnya
- panjang CV 6-8,5 cm → SC primer
- panjang CV < 6 cm → SC primer mutlak
Partus percobaan adalah suatu penilaian kemajuan persalinan, untuk
menjadi bukti ada atau tidaknya disproporsi sefalopelvik (DKP). Syarat
dilakukan partus percobaan antara lain his normal dan adekuat, serviks
lunak, anak dalam letak kepala dan hidup. Pemeriksaan dilakukan 2-4 jam
dan waktu ketuban pecah. Bila partus berjalan fisiologis, terjadi perubahan
pada pembukaan serviks, tingkat turunnya kepala dan rotasi kepala.
Perubahan bisa terjadi bersamaan atau bergantian. Selama didapatkan
perubahan, dapat dikatakan partus maju. Jika tidak terdapat perubahan pada
ketiganya, maka dikatakan partus tidak maju.7
Bila didapat suatu inersia uteri atau distosia servikalis, maka partus
percobaan tidak dapat dilakukan. Keadaan patologik ini harus diperbaiki
dulu, barulah dimulai partus percobaan, misalnya dengan :
- pemberian pitosin/sintosinon/infuse glukosa 10%
- pemberian pethidin/luminal dan lain-lain.7

2.2.4 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi saat persalinan dan pada anak antara
lain :7
A. Komplikasi pada kehamilan
1) Pada kehamilan lanjut, pintu atas panggul yang sempit tidak dapat
dimasuki oleh bagian terbawah janin, menyebabkan fundus uteri
tetap tinggi dengan keluhan sesak, sulit bernafas, terasa penuh di
ulu hati dan perut besar.
2) Perut seperti abdomen pendulus (perut gantung).
3) Kesalahan-kesalahan letak, presentasi dan posisi.
4) Sering dijumpai tali pusat terkemuka dan menumbung

B. Persalinan
1) Persalinan akan berlangsung lama
2) Sering dijumpai ketuban pecah dini
3) Karena kepala tidak mau turun dan ketuban sudah pecah sering tali
pusat membumbung
4) Moulase kepala berlangsung lama
5) Sering terjadi inersia uteri sekunder
6) Pada panggul sempit menyeluruh bahkan sering didapati inersia
uteri primer
7) Partus yang lama akan menyebabkan perenggangan segmen bawah
Rahim, dan bila berlarut dapat menyebabkan rupture uteri
8) Dapat terjad simfisiolisis, infeksi intrapartum
9) Partus lama mengakibatkan penekanan yang lama pada jaringan
lunak menyebabkan edema dan hematoma jalan lahir yang kelak
dapat menjadi nekrotik dan terjadi fistula

C. Pada Anak
1) Infeksi intrapartum
2) Kematian janin
3) Prolapse funikuli
4) Perdarahan intracranial
5) Capus sucsedenum dan cephal hematoma yang besar
6) Robekan pada tentorium serebri dan perdarahan otak karna moulase
yang hebat dan lama
7) Fraktur tulang kepala oleh tekanan yang hebat dari his dan oleh
karna alat yang dipakai
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham, F.G. et al. Williams Obstetrics Edisi 23, Vol. 1, Bab 25:
Kelahiran Caesar dan Histerektomi Peripartum. The McGraw-Hill Companies.
2014. Hal 568-89.

2. Cunningham, F.G. et al. Williams Obstetrics Edisi 23, Vol 1, Bab 20:
Persalinan Abnormal. The McGraw-Hill Companies. 2014. Hal 484-509.

3. Rachimhadhi, T. Anatomi Jalan Lahir. Dalam: Saifuddin, A.B. Ilmu


Kebidanan. Edisi Keempat. Jakarta: BP-SP, 2010. Hal. 188-200

4. Saifuddin, A.B. Jalan Lahir. Dalam: Wiknjosastro, H. Ilmu kebidanan. Edisi


Ketiga. Jakarta: BP-SP, 2015. Hal. 1-8.

5. Cunningham, F.G. et al. Williams Obstetrics Edisi 23, Vol 1, Bab 2: Anatomi
Ibu. The McGraw-Hill Companies. 2014. Hal 32-36.

6. Kemenkes RI. Buku Saku: Pelayanan Kesehatan Ibu Di Fasilitas Kesehatan


Dasar Dan Rujukan, Ed.1. Jakarta. 2013. Hal. 147-8

7. Muchtar R. Bentuk dan Kelainan Panggul. Dalam: Sinopsis obstetri. Penerbit


Buku Kedokteran EGC, Jakarta: 2013. Hal 318-30.

Anda mungkin juga menyukai