PENDAHULUAN
2.1 Anatomi
Tulang-tulang panggul terdiri atas 3 buah tulang yaitu os koksae (disebut
juga tulang inominata) dua buah kiri dan kanan, os sacrum, dan os koksigeus. Os
koksae merupakan fusi dari os ilium, os ikium dan os pubis. Tulang-tulang ini
satu dengan yang lainnya berhubungan. Di depan terdapat hubungan antara kedua
os pubis kanan dan kiri yang disebut simfisis. Di belakang terdapat artikulasio
sakro iliaka yang menghubungkan os sakrum dengan os ilium. Diluar kehamilan
artikulasio ini hanya memungkinkan bergeser sedikit, tetapi pada kehamilan dan
waktu persalinan dapat bergeser lebih jauh dan lebih longgar, misalnya ujung os
koksigeus dapat bergerak ke belakang sampai sejauh lebih kurang 2,5 cm.3
Secara fungsional panggul terdiri dari 2 bagian yang disebut pelvis mayor
dan pelvis minor. Pelvis mayor adalah bagian pelvis yang terletak di atas linea
terminalis, disebut pula false pelvis. Bagian yang terletak di bawah linea
terminalis disebut pelvis minor atau true pelvis. Bentuk pelvis minor ini
menyerupai suatu saluran yang mempunyai sumbu melengkung ke depan (sumbu
carus). Sumbu ini secara klasik adalah garis yang menghubungkan titik
persekutuan antara diameter transversa dan konjugata vera pada pintu atas
panggul dengan titik-titik sejenis di Hodge II,III dan IV. Sampai dekat hodge III
sumbu itu lurus, sejajar dengan sacrum untuk selanjutnya melengkung ke depan,
sesuai dengan lengkungan sacrum.3
Bidang atas saluran ini normalnya berbentuk hampir bulat, disebut pintu atas
panggul (pelvic inlet). Bidang bawah saluran ini tidak merupakan suatu bidang
seperti pintu atas panggul, akan tetapi terdiri atas dua bidang, disebut pintu bawah
panggul (pelvic outlet). Diantara kedua pintu ini terdapat ruang panggul (pelvic
cavity). Ruang panggul mempunyai ukuran yang paling luas dibawah pintu atas
panggul, akan tetapi menyempit di panggul tengah, untuk kemudian menjadi luas
lagi sedikit. Penyempitan di panggul tengah ini disebabkan oleh adanya spina
iskiadika yang kadang-kadang menonjol ke dalam ruang panggul.3
2.2.1 Etiologi
A. Pintu Atas Panggul yang Sempit
Pintu atas panggul biasanya dianggap sempit jika diameter
anteroposterior yang terpendek kurang dari 10 cm atau jika diameter
transversal yang paling besar kurang dari 12 cm. Diameter pintu atas
panggul anteroposterior biasanya diperkirakan dengan mengukur konjugata
diagonalis secara manual, yaitu sekitar 1,5 cm lebih besar. Dengan
demikian, pintu atas yang sempit biasanya diartikan dengan konjugata
diagonalis yang kurang dari 11,5 cm.2
Secara klinis dan saat ini, dengan pencitraan pelvimetri, penting untuk
mengidentifikasi diameter anteroposterior terpendek yang merupakan
tempat yang harus dilewati oleh kepala janin. Terkadang, korpus dari
vertebra sacral pertama bergeser ke depan sehingga jarak terpendek
sebenarnya dapat berada antara promontorium sacral abnormal ini dan
simfisis pubis.2
Sebelum persalinan, diameter biparietal janin telah menunjukkan rata-
rata 9,5 sampai sebesar 9,8 cm. dengan demikian, mungkin sulit dibuktikan
atau bahkan tidak mungkin bagi sebagian janin melalui pintu atas panggul
yang diameter anteroposteriornya kurang dari 10 cm. Dengan
menggunakan pelvimetri sinar-x, menunjukkan bahwa insideni sulitnya
pelahiran meningkat dengan angka yang kurang lebih sama, baik pada
diameter anteroposterior pintu atas panggul yang kurang dari 10 cm
maupun diameter transversal yang kurang dari 12 cm. seperti yang
diperkirakan, jika kedua diameter sempit, distosia jauh lebih besar daripada
jika hanya salah satunya yang sempit.2
Perempuan yang berbadan kecil biasanya memiliki panggul yang
sempit, tetapi dia juga sangat mungkin memiliki bayi yang kecil. Thoms
(1937) meneliti 362 nulipara dan menemukan rata-rata berat badan lahir
bayi mereka lebih rendah 280 g pada perempuan dengan panggul sempit
daripada mereka yang memiliki panggul yang berukuran medium atau
luas.2
Normalnya, dilatasi serviks dibantu dengan kerja hidrostatik dari
membran yang belum ruptur atau setelah membran ruptur, melalui kontak
langsung bagian terendah janin dengan serviks. Namun, pada panggul yang
sempit, karena kepala berhenti pada pintu atas panggul, seluruh kekuatan
yang dikeluarkan uterus bekerja secara langsung pada bagian membran
yang berkontak dengan serviks yang sedang berdilatasi. Akibatnya, rupture
sepontan dini membran lebih sering terjadi.2
Setelah membran ruptur, tidak adanya tekanan dari kepala pada serviks
dan segmen bawaah uterus menunjukan adanya kontraksi yang kurang
efektif. Jadi, dilatasi selanjutnya dapat terjadi sangat lambat atau tidak sama
sekali.2
Adapsi mekanis dari janin terhadap tulang jalan lahir memainkan
bagian penting dalam menentukan efisiensi kontraksi. Semakin baik
adapatsi tersebut, semakin efisien kontraksi. Dengan demikian, respons
servikal terhadap persalianan menunjukan tinjauan prognostic terhadap
keluaran persalinan pada perempuan dengan pintu atas panggul yang
sempit.
Pintu atas panggul yang sempit memainkan peran penting dalam
menghasilkan presentasi abnormal. Pada nulipara normal, bagian terendah
pada kehamilan aterm biasanya turun ke dalam rongga panggul sebelum
awitan persalianan. Namun, jika pintu atas sangat sempit, penurunanya
biasanya tidak terjadi sampai setelah awitan persalinan, atau tidak sama
sekali. Presentasi kepala masih dominan, tetapi kepala terapung bebas
diatas pintu atas panggul atau lebih kearah lateral pada salah satu fossa
iliaca. Karena itu, sedikit saja pengaruh dapat menyebabkan perubahan
presentasi janin. Pada perempuan yang panggulnya sempit, presentasi
wajah dan bahu terhitung tiga kali lebih sering, dan prolapsusus tali pusat
terjadi empat sampai enam kali lebih sering.2
1. Pembagian tingkatan panggul sempit7
Tingkat I : C.V = 9-10 cm = borderline
Tingkat II : C.V = 8-9 cm = relative
Tingkat III : C.V = 6-8 cm = Ekstrim
Tingkat IV : C.V = 6 cm =Mutlak (absolut)
2. Pembagian menurut tindakan7
C.V = 11 cm……...………Partus Biasa
C.V = 8-10 cm……………Partus percobaan
C.V = 6-8 cm …………….SC primer
C.V = 6 cm ……………….SC mutlak (absolut)
D. Fraktur Pelvis
Speer dan Peltier (1972) meninjau kembali pengalaman dengan fraktur
pelvis dan kehamilan. Trauma akibat kecelakaan lalu lintas adalah
penyebab tersering fraktur pelvis. Sering terjadi farktur bilateral rami pubis
yang membahayakan kapasitas jalan lahir denga pembentukan kalus dan
malunion. Riwayat fraktur pelvis mengharuskan tinjauan yang cermat
terhadap radiografi sebelumnya dan mungkin nantinya, computed
tomographic pelvimetry pada saat hamil.2
2.2.3 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada disproporsi kepala pelvic
antara lain partus percobaan dan seksio caecarea. Seksio caesarea dapat
dilakukan secara elektif atau primer, yakni sebelum persalinan mulai atau
pada awal persalinan, dan secara sekunder, yakni sesudah persalinan
berlangsung selama beberapa waktu. Berdasarkan perhitungan konjugata
vera pada pintu atas panggul dapat diambil tindakan yaitu jika :7
- panjang CV 8,5-10 cm → dilakukan partus percobaan yang
kemungkinan berakhir dengan partus spontan atau dengan ekstraksi
vakum- ekstraksi forceps, atau dengan seksio cesarean sekunder atas
indikasi obstetric lainnya
- panjang CV 6-8,5 cm → SC primer
- panjang CV < 6 cm → SC primer mutlak
Partus percobaan adalah suatu penilaian kemajuan persalinan, untuk
menjadi bukti ada atau tidaknya disproporsi sefalopelvik (DKP). Syarat
dilakukan partus percobaan antara lain his normal dan adekuat, serviks
lunak, anak dalam letak kepala dan hidup. Pemeriksaan dilakukan 2-4 jam
dan waktu ketuban pecah. Bila partus berjalan fisiologis, terjadi perubahan
pada pembukaan serviks, tingkat turunnya kepala dan rotasi kepala.
Perubahan bisa terjadi bersamaan atau bergantian. Selama didapatkan
perubahan, dapat dikatakan partus maju. Jika tidak terdapat perubahan pada
ketiganya, maka dikatakan partus tidak maju.7
Bila didapat suatu inersia uteri atau distosia servikalis, maka partus
percobaan tidak dapat dilakukan. Keadaan patologik ini harus diperbaiki
dulu, barulah dimulai partus percobaan, misalnya dengan :
- pemberian pitosin/sintosinon/infuse glukosa 10%
- pemberian pethidin/luminal dan lain-lain.7
2.2.4 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi saat persalinan dan pada anak antara
lain :7
A. Komplikasi pada kehamilan
1) Pada kehamilan lanjut, pintu atas panggul yang sempit tidak dapat
dimasuki oleh bagian terbawah janin, menyebabkan fundus uteri
tetap tinggi dengan keluhan sesak, sulit bernafas, terasa penuh di
ulu hati dan perut besar.
2) Perut seperti abdomen pendulus (perut gantung).
3) Kesalahan-kesalahan letak, presentasi dan posisi.
4) Sering dijumpai tali pusat terkemuka dan menumbung
B. Persalinan
1) Persalinan akan berlangsung lama
2) Sering dijumpai ketuban pecah dini
3) Karena kepala tidak mau turun dan ketuban sudah pecah sering tali
pusat membumbung
4) Moulase kepala berlangsung lama
5) Sering terjadi inersia uteri sekunder
6) Pada panggul sempit menyeluruh bahkan sering didapati inersia
uteri primer
7) Partus yang lama akan menyebabkan perenggangan segmen bawah
Rahim, dan bila berlarut dapat menyebabkan rupture uteri
8) Dapat terjad simfisiolisis, infeksi intrapartum
9) Partus lama mengakibatkan penekanan yang lama pada jaringan
lunak menyebabkan edema dan hematoma jalan lahir yang kelak
dapat menjadi nekrotik dan terjadi fistula
C. Pada Anak
1) Infeksi intrapartum
2) Kematian janin
3) Prolapse funikuli
4) Perdarahan intracranial
5) Capus sucsedenum dan cephal hematoma yang besar
6) Robekan pada tentorium serebri dan perdarahan otak karna moulase
yang hebat dan lama
7) Fraktur tulang kepala oleh tekanan yang hebat dari his dan oleh
karna alat yang dipakai
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham, F.G. et al. Williams Obstetrics Edisi 23, Vol. 1, Bab 25:
Kelahiran Caesar dan Histerektomi Peripartum. The McGraw-Hill Companies.
2014. Hal 568-89.
2. Cunningham, F.G. et al. Williams Obstetrics Edisi 23, Vol 1, Bab 20:
Persalinan Abnormal. The McGraw-Hill Companies. 2014. Hal 484-509.
5. Cunningham, F.G. et al. Williams Obstetrics Edisi 23, Vol 1, Bab 2: Anatomi
Ibu. The McGraw-Hill Companies. 2014. Hal 32-36.