PENDAHULUAN
1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Malaria serebral adalah suatu komplikasi berat dari infeksi Plasmodium
falciparum yang ditandai demam yang sangat tinggi, gangguan kesadaran, kejang
yang terutama terjadi pada anak, hemiplegi dan berakhir pada kematian jika tidak
secepatnya mendapatkan perawatan yang tepat. Pada malaria falciparum, 10%
kasus akan mengalami komplikasi malaria serebral, dan jumlah ini memenuhi
80% kematian pada malaria. Malaria serebral merupakan penyebab utama
ensefalopati non-traumatik di dunia, sehingga merupakan penyakit parasitik
terpenting pada manusia.1,2
2.2 Etiologi
Penyebab malaria serebral adalah akibat sumbatan pembuluh darah kapiler
di otak karena menurunnya aliran darah efektif dan adanya hemolisa sel darah.
Hal tersebut dikarenakan oleh infeksi Plasmodium falciparum yang ditularkan
oleh nyamuk anopheles betina.3
a. Morfologi Plasmodium falciparum
1) Tropozoit awal berbentuk cincin yang sangat halus, ukurannya
1/5 eritrosit, dan tidak berpigmen.
2) Tropozoit yang sedang berkembang (jarang terlihat dalam darah
perifer) berbentuk padat, ukurannya kecil, pigmennya kasar;
berwarna hitam; dan jumlahnya sedang,.
3) Skizon imatur (jarang terlihat dalam darah perifer) ukurannya
hampir mengisi eritrosit, bentuknya padat, dan pigmennya tersebar.
4) Skizon matur (jarang terlihat dalam darah perifer) bentuknya
bersegmen, pigmen berwarna hitam dan berkumpul di tengah,
ukurannya hampir menutupi eritrosit.
4
Keterangan Gambar 2 :
1) Siklus Hidup pada Manusia
a) Sporozoit melalui gigitan nyamuk anopheles betina masuk ke
jaringan sub kutan lalu beredar dalam darah menuju hepar dan
menyerang sel hepar.
b) Parasit berkembang biak dan setelah 1-2 minggu skizon pecah
dan melepasakan merozoit yang lalu masuk aliran darah untuk
menginfeksi eritrosit.
c) Dalam eritrosit, merozoit berkembang menjadi skizon yang pecah
untuk melepaskan merozoit yang punya kemampuan menginfeksi
sel eritrosit baru. Proses perkembangan aseksual ini disebut
skizogoni.
d) Selanjutnya, setelah 48 jam eritrosit yang terinfeksi (skizon)
pecah dan 6 - 36 merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah
merah lainnya. Siklus ini disebut siklus erirositer.
e) Setelah 2-3 minggu siklus skizogoni darah, sebagian merozoit
yang menginfeksi eritrosit akan membentuk stadium seksual
(gamet jantan dan betina).
6
2.3 Patofosiologi
Patofisiologi malaria serebral yang terkait dengan infeksiusitas parasit
masih belum diketahui secara pasti. Meskipun dasar kelainan adalah adanya
sumbatan mikrosirkulasi serebral yang disebabkan parasit, namun mekanisme
pastinya masih merupakan hipotesis.
Setelah sporozoit dilepas sewaktu nyamuk anopeles betina menggigit
manusia, akan masuk kedalam sel hati dan terjadi skizogoni ektsra eritrosit.
Skizon hati yang matang akan pecah dan selanjutnya merozoit akan menginvasi
sel eritrosit dan terjadi skizogoni intra eritrosit, menyebabkan eritrosit mengalami
perubahan seperti pembentukan knob, sitoadherens, sekuestrasi dan rosseting.5
Eritrosit yang terinfeksi P. falciparum akan mengalami proses sekuestrasi,
yaitu tersebarnya eritrosit yang berparasit ke pembuluh kapilerorgan dalam tubuh.
Eritrosit yang mengandung parasit muda (bentuk cincin) bersirkulasi dalam darah
perifer tetapi eritrosit berparasit matang terlokalisasi pada pembuluh darah organ.
Pada permukaan eritrosit yang terinfeksi akan membentuk knob yang berisi
berbagai antigen P.falciparum. Sitokin (TNF, IL-6 dan lain-lain) yang diproduksi
oleh sel makrofag, monosit, dan limfosit akan menyebabkan terekspresinya
reseptor endotel kapiler. Pada saat knob tersebut berikatan dengan reseptor sel
endotel kapiler terjadilah proses cytoadherence. Akibatnya terjadi obstruksi
pembuluh kapiler yang menyebabkan iskemia jaringan. Terjadinya sumbatan ini
didukung terbentuknya rosette, yaitu bergerombolnya sel darah merah yang
berparasit dengan sel darah merah lainnya.
7
c. Tes serologi
Tes ini berguna untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap malaria
atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang bermanfaat
sebagai alat diagnostik sebab antibodi baru terjadi setelah beberapa hari
parasitemia. Manfaat tes serologi terutama untuk penelitian epidemiologi atau alat
uji saring donor darah. Titer >1:200 dianggap sebagai infeksi baru, dan tes >1:20
dinyatakan positif
12
Tabel. 1
Indikasi Laboratorium dalam malaria serebral
Indicator Nilai
Hematologi
Leukositosis > 12.000/l
Anemia ringan PCV <15%
Koagulopati Trombosit <50.000/l
Perpanjangan PT > 3 detik
Prolonged partial thromboplastin time
Fibrinogen < 200 mg/dl
Blood Film
Hiperparasitemia > 500.000/l
>20% dari parasit mengandung pigmen trophozoit dan skizon
>5% neutrofil termasuk yang visible pigment
Biokimia
Hipoglikemia <2,2 mmol/l
Hiperlaktatemia >5 mmol/l
Asidosis pH Arteri <7,3, serum HCO3 < 15 mmol/l
Serum kreatinin > 265 mol/l*
Total bilirubin > 50 mol/l
Enzim liver sGOT ( AST ) x 3 upper limit of normal
Enzim Otot sGPT ( ALT ) x 3 upper limit of normal
Asam urat > 600 mol/l l
5-Nucleotidase
CPK
Myoglobin
CPK, kreatinin phosphokinase; PCV, Packed Cell Volume; sGOT (AST),
Serum Glutamic Oxaloacetic Transferase ( aspartate aminotransferase); sGPT
(ALT), serum glutamic pyruvic transaminase (alanine aminotransferase).
13
2.7 Tatalaksana
Manajemen terapi atau penanggulangan malaria serebral meliputi: 2
1. Penanganan Umum
2. Pengobatan Malaria
Obat anti malaria yang tersedia di Indonesia antara lain klorokuin,
sulfadoksin-pirimetamin, kina, primakuin, serta derivate artemisin. Klorokuin
merupakan obat antimalaria standar untuk profilaksis, pengobatan malaria klinis
dan pengobatan radikal malaria tanpa komplikasi dalam program pemberantasan
malaria, sulfadoksin-pirimetamin digunakan untuk pengobatan radikal penderita
malaria falciparum tanpa komplikasi. Kina merupakan obat anti malaria pilihan
untuk pengobatan radikal malaria falciparum tanpa komplikasi. Selain itu kina
juga digunakan untuk pengobatan malaria berat atau malaria dengan komplikasi.
15
dilanjutkan per oral setelah sadar, kinidin efektif bila sudah terjadi resistensi
terhadap kina, kinidin lebih toksik terhadap jantung dibandingkan kina.
d. Klorokuin
Klorokuin masih merupakan OAM yang efektif terhadap P. falciparum.
Keuntungannya tidak menyebabkan hipoglikemi dan tidak mengganggu
kehamilan. Dosis loading : klorokuin 10 mg basa/Kg BB dalam 500 ml cairan
isotonis dalam 8 jam diulang 3 x. Bila cara per infus tidak memungkinkan
dapat diberikan secara i.m atau subkutan dengan cara 3,5mg/KgBB klorokuin
basa tiap 6 jam, dan 2,5 mg/Kg BB klorokuin tiap 4 jam.
e. Injeksi kombinasi sulfadoksin-pirimetamim (fansidar)
- Ampul 2 ml : 200 mg S-D + 10 mg pirimetamin
- Ampul 2,5 ml : 500 mg S-D + 25 mg pirimetami
4. Kemoprofilaksis6
Kemoprofilaksis bertujuan untuk mengurangi resiko terinfeksi malaria
sehingga bila terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat. Kemoprofilaksis ini
ditujukan kepada orang yang bepergian ke daerah endemis malaria dalam waktu
yang tidak terlalu lama, seperti turis, peneliti, pegawai kehutanan dan lain-lain.
Untuk kelompok atau individu yang akan bepergian atau tugas dalam jangka
waktu yang lama, sebaiknya menggunakan personal protection seperti pemakaian
kelambu, kawat kassa, dan lain-lain.3,7
Obat yang dipakai dalam kebijakan pengobatan di Indonesia adalah
Klorokuin, banyak digunakan karena murah, tersedia secara luas, dan relatif aman
untuk anak-anak, ibu hamil maupun ibu menyusui. Pada dosis pencegahan obat
ini aman digunakan untuk jangka waktu 2-3 tahun. Efek samping berupa
gangguan GI Tract seperti mual, muntah, sakit perut dan diare. Efek samping ini
dapat dikurangi dengan meminum obat sesudah makan.
Pencegahan pada anak, OAM yang paling aman untuk anak kecil adalah
klorokuin. Dosis : 5 mg/KgBB/minggu. Dalam bentuk sediaan tablet rasanya pahit
20
sehingga sebaiknya dicampur dengan makanan atau minuman, dapat juga dipilih
yang berbentuk suspensi.
Pencegahan perorangan dipakai oleh masing-masing individu yang
memerlukan pencegahan terhadap penyakit malaria. Obat yang dipakai :
Klorokuin. Cara pengobatannya:
Bagi pendatang sementara : Klorokuin diminum 1 minggu sebelum tiba di
daerah malaria, selamberada di daerah malaria dan dilanjutkan selama 4
minggu setelah meninggalkan daerah malaria.
Bagi penduduk setempat dan pendatang yang akan menetap : Pemakaian
klorokuin seminggu sekali sampai lebih dari 6 tahun dapat dilakukan tanpa
efek samping. Bila transmisi di daerah tersebut hebat sekali atau selama
musim penularan, obat diminum 2 kali seminggu. Penggunaan 2 kali
seminggu dianjurkan hanya untuk 3 - 6 bulan saja. Dosis pengobatan
pencegahan: Klorokuin 5 mg/KgBB atau 2 tablet untuk dewasa.
Bagi wanita hamil :
WHO merekomendasikan agar memberikan suatu dosis pengobatan (dosis
terapeutik) anti malaria untuk semua wanita hamil di daerah endemik
malaria pada kunjungan kehamilan yang pertama, kemudian diikuti
kemoprofilaksis teratur. Saat ini kebijakan pengobatan malaria di
Indonesia menghendaki hanya memakai klorokuin untuk kemoprofilaksis
pada kehamilan. Ibu hamil dengan status non-imun sebaiknya menghindari
daerah endemis malaria. Profilaksis mulai diberikan 1 sampai 2 minggu
sebelum mengunjungi daerah endemis, dengan klorokuin (300 mg basa)
diberikan seminggu sekali dan dilanjutkan sampai 4 minggu setelah
kembali ke daerah non endemis. Beberapa studi memperlihatkan bahwa
kemoprofilaksis menurunkan anemia maternal dan meningkatkan berat
badan bayi yang dilahirkan
Namun sehubungan dengan laporan tingginya tingkat resistensi P.
falciparum terhadap klorokuin, tahun 2006, WHO menetapkan bahwa
doksisiklin menjadi pilihan. Doksisiklin diberikan setiap hari dengan dosis
2 mg/kgBB selama tidak lebih dari 4-6 minggu.
21
Pengobatan lainnya :
A. Pengobatan Pada Gagal Ginjal Akut6
1. Cairan
Bila terjadi oliguri infus N.Salin untuk rehidrasi sesuai perhitungan
kebutuhan cairan, kalau produksi urin < 400 ml/24 jam, diberikan furosemid
40-80 mg. bila tak ada produksi urin (gagal ginjal) maka kebutuhan cairan
dihitung dari jumlah urin +500 ml cairan/24 jam
2. Protein
Kebutuhan protein dibatasi 20gram/hari (bila kreatinin meningkat) dan
kebutuhan kalori diberikan dengan diet karbohidrat 200 gram/hari
3. Diuretika
Setelah rehidrasi bila tak ada produksi urin, diberikan furosemid 40 mg.
setelah 2-3 jam tak ada urin (kurang dari 60cc/jam) diberikan furosemid lagi 80
mg, ditunggu 3-4 jam, dan bila perlu furosemid 100-250 mg dapat diberikan i.v
pelan.
B.Hipoglikemia6
Periksa kadar gula darah secara cepat pada setiap penderita malaria berat.
Bila kadar gula darah kurang dari 40mg% maka :
1. Beri 50ml dekstrose 40% i.v dianjutkan dengan
2. Glukosa 10% per infus 4-6 jam
22
2.8 Komplikasi
a. Kecacatan
b. Defisit neurologis, misalnya kelemahan, paralisis flaccid, kebutan,
gangguan bicara dan epilepsi
c. Kematian
2.9 Prognosis
Prognosis malaria berat tergantung pada kecepatan dan ketepatan diagnosis
serta pengobatan. Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas
yang dilaporkan pada anak-anak 15%, dewasa 20% dan pada kehamilan
meningkat sampai 50%. Prognosis malaria berat dengan gangguan satu fungsi
organ lebih baik daripada gangguan 2 atau lebih fungsi organ.7
Mortalitas dengan gangguan 3 fungsi organ adalah 50%.
Mortalitas dengan gangguan 4 atau lebih fungsi organ adalah 75%.
Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu:
Kepadatan parasit <100.000/L, maka mortalitas <1%.
Kepadatan parasit >100.000/L, maka mortalitas >1%.
Kepadatan parasit >500.000/L, maka mortalitas >5%.
24
BAB III
KESIMPULAN
Malaria adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh parasit dari
genus Plasmodium. Malaria dapat menimbulkan berbagai komplikasi berat, yang
disebut sebagai malaria berat. Salah satu komplikasi tersebut adalah malaria
serebral. Malaria serebral ditandai demam yang sangat tinggi, gangguan
kesadaran, kejang yang terutama terjadi pada anak, hemiplegi dan berakhir pada
kematian jika tidak secepatnya mendapatkan perawatan yang tepat.
Dasar patogenesis malaria serebral adalah abnormalitas eritrosir terinfeksi,
yang mencakup berbagai proses patologi penting, yaitu sekuestrasi, sitoadherensi,
dan rosetting eritrosit. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang, dimana sebelumnya pasien terbukti menderita
malaria dan terdapat lebih dari satu manifestasi neurologis. Gold standard adalah
menemukan parasit malaria dalam pemeriksaan sediaan apus darah tepi.