Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Malaria masih menjadi masalah kesehatan di dunia terutama negara tropis
karena angka kesakitan dan kematiannya yang tinggi. Infeksi Plasmodium
falciparum ini dapat menimbulkan gejala yang berat sampai kematian. Perbedaan
perjalanan penyakit pada masing-masing individu salah satunya dipengaruhi oleh
sistim imun. Malaria serebral adalah suatu komplikasi berat dari infeksi
Plasmodium falciparum yang ditandai demam yang sangat tinggi, gangguan
kesadaran, kejang yang terutama terjadi pada anak, hemiplegi dan berakhir pada
kematian jika tidak secepatnya mendapatkan perawatan yang tepat
Malaria adalah penyakit infeksi parasit utama di dunia yang mengenai
hampir 170 juta orang tiap tahunnya di hampir 103 negara endemis. Angka
kematian yang dilaporkan mencapai 1 1,5 juta penduduk per tahun, khususnya
daerah yang kurang terjangkau oleh pelayanan kesehatan.
Di Indonesia, malaria masih menjadi masalah kesehatan. Menurut Menteri
Kesehatan, malaria ditemukan di daerah-daerah terpencil dan sebagian besar
penderitanya dari golongan ekonomi lemah. Angka kesakitan akibat malaria sejak
4 tahun terakhir menunjukkan peningkatan.
Penyakit malaria disebabkan oleh protozoa genus plasmodium, yang ditular-
kan oleh nyamuk anopheles betina dan sudah dikenal sejak 3000 tahun yang lalu.
Ada empat jenis plasmodium yang menyebabkan penyakit malaria pada manusia
yaitu Plasmodium falciparum, P. vivax, P. malariae dan P. ovale. Diantara
mereka, P. falciparum adalah yang terpen-ting karena penyebarannya luas, angka
kesakitan yang disebabkannya tinggi, bersifat ganas, sehingga menyebabkan
malaria berat dan menimbulkan lebih dari dua juta kematian setiap tahun di
seluruh dunia.
Plasmodium falciparum saat ini di dunia sudah ditemukan memiliki lebih
kurang 14 strain. Di Indonesia strain-strain dari P. falciparum sampai saat ini
belum dilaporkan. P.falciparum terdiri dari sekitar 5300 gen dan 211 gen di

1
2

antaranya berfungsi sebagai imunogen pada tubuh manusia. Perbedaan strain


P.falciparum akan memberikan gejala klinik, patologi, sifat transmisi, maupun
respons terhadap pengobatan yang berbeda pula.
Secara umum dikatakan imunitas terhadap malaria sangat kompleks karena
melibatkan hampir seluruh komponen sistem imun baik imunitas spesifik maupun
non spesifik, imunitas humoral maupun seluler yang timbul secara alami maupun
di dapat sebagai akibat infeksi. Sejak permulaan invasi stadium sporozoit yang
diikuti stadium selanjutnya, timbul reaksi sitokin yang demikian kompleks
terhadap parasit malaria sebagai akibat terpaparnya berbagai jenis sel sistim imun
terhadap berbagai macam antigen plasmodium.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Malaria serebral adalah suatu komplikasi berat dari infeksi Plasmodium
falciparum yang ditandai demam yang sangat tinggi, gangguan kesadaran, kejang
yang terutama terjadi pada anak, hemiplegi dan berakhir pada kematian jika tidak
secepatnya mendapatkan perawatan yang tepat. Pada malaria falciparum, 10%
kasus akan mengalami komplikasi malaria serebral, dan jumlah ini memenuhi
80% kematian pada malaria. Malaria serebral merupakan penyebab utama
ensefalopati non-traumatik di dunia, sehingga merupakan penyakit parasitik
terpenting pada manusia.1,2

2.2 Etiologi
Penyebab malaria serebral adalah akibat sumbatan pembuluh darah kapiler
di otak karena menurunnya aliran darah efektif dan adanya hemolisa sel darah.
Hal tersebut dikarenakan oleh infeksi Plasmodium falciparum yang ditularkan
oleh nyamuk anopheles betina.3
a. Morfologi Plasmodium falciparum
1) Tropozoit awal berbentuk cincin yang sangat halus, ukurannya
1/5 eritrosit, dan tidak berpigmen.
2) Tropozoit yang sedang berkembang (jarang terlihat dalam darah
perifer) berbentuk padat, ukurannya kecil, pigmennya kasar;
berwarna hitam; dan jumlahnya sedang,.
3) Skizon imatur (jarang terlihat dalam darah perifer) ukurannya
hampir mengisi eritrosit, bentuknya padat, dan pigmennya tersebar.
4) Skizon matur (jarang terlihat dalam darah perifer) bentuknya
bersegmen, pigmen berwarna hitam dan berkumpul di tengah,
ukurannya hampir menutupi eritrosit.
4

5) Makrogametosit waktu timbulnya 7-12 hari, jumlahnya dalam


darah sangat banyak, memiliki ukuran lebih besar dari eritrosit,
berbentuk bulan sabit (ujung bulat atau runcing), sitoplasmanya
berwarna biru tua, pigmennya bergranul hitam dengan inti bulat.
6) Mikrogametosit waktu timbul, jumlah dan ukurannya sama
dengan stadium makrogametosit, sitoplasmanya berwarna biru
kemerahan, berbentuk ginjal dengan ujung tumpul, pigmennya
bergranul gelap.

Gambar 1. Morfologi stadium Plasmodium falciparum


5

b. Siklus Hidup Plasmodium4

Gambar 2. Siklus Hidup Plasmodium

Keterangan Gambar 2 :
1) Siklus Hidup pada Manusia
a) Sporozoit melalui gigitan nyamuk anopheles betina masuk ke
jaringan sub kutan lalu beredar dalam darah menuju hepar dan
menyerang sel hepar.
b) Parasit berkembang biak dan setelah 1-2 minggu skizon pecah
dan melepasakan merozoit yang lalu masuk aliran darah untuk
menginfeksi eritrosit.
c) Dalam eritrosit, merozoit berkembang menjadi skizon yang pecah
untuk melepaskan merozoit yang punya kemampuan menginfeksi
sel eritrosit baru. Proses perkembangan aseksual ini disebut
skizogoni.
d) Selanjutnya, setelah 48 jam eritrosit yang terinfeksi (skizon)
pecah dan 6 - 36 merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah
merah lainnya. Siklus ini disebut siklus erirositer.
e) Setelah 2-3 minggu siklus skizogoni darah, sebagian merozoit
yang menginfeksi eritrosit akan membentuk stadium seksual
(gamet jantan dan betina).
6

2) Siklus Hidup pada Nyamuk


a) Nyamuk anopheles betina menghisap darah yang mengandung
gametosit pembuahan menjadi zigot.
b) Zigot akan berkembang menjadi ookinet kemudian menembus
dinding lambung nyamuk.
c) Pada dinding luar lambung nyamuk, ookinet akan menjadi ookista
dan selanjutnya mengeluarkan sporozoit.
d) Sporozoit bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia.

2.3 Patofosiologi
Patofisiologi malaria serebral yang terkait dengan infeksiusitas parasit
masih belum diketahui secara pasti. Meskipun dasar kelainan adalah adanya
sumbatan mikrosirkulasi serebral yang disebabkan parasit, namun mekanisme
pastinya masih merupakan hipotesis.
Setelah sporozoit dilepas sewaktu nyamuk anopeles betina menggigit
manusia, akan masuk kedalam sel hati dan terjadi skizogoni ektsra eritrosit.
Skizon hati yang matang akan pecah dan selanjutnya merozoit akan menginvasi
sel eritrosit dan terjadi skizogoni intra eritrosit, menyebabkan eritrosit mengalami
perubahan seperti pembentukan knob, sitoadherens, sekuestrasi dan rosseting.5
Eritrosit yang terinfeksi P. falciparum akan mengalami proses sekuestrasi,
yaitu tersebarnya eritrosit yang berparasit ke pembuluh kapilerorgan dalam tubuh.
Eritrosit yang mengandung parasit muda (bentuk cincin) bersirkulasi dalam darah
perifer tetapi eritrosit berparasit matang terlokalisasi pada pembuluh darah organ.
Pada permukaan eritrosit yang terinfeksi akan membentuk knob yang berisi
berbagai antigen P.falciparum. Sitokin (TNF, IL-6 dan lain-lain) yang diproduksi
oleh sel makrofag, monosit, dan limfosit akan menyebabkan terekspresinya
reseptor endotel kapiler. Pada saat knob tersebut berikatan dengan reseptor sel
endotel kapiler terjadilah proses cytoadherence. Akibatnya terjadi obstruksi
pembuluh kapiler yang menyebabkan iskemia jaringan. Terjadinya sumbatan ini
didukung terbentuknya rosette, yaitu bergerombolnya sel darah merah yang
berparasit dengan sel darah merah lainnya.
7

Gambar 3. Lingkaran Hidup Plasmodium Falsiparum


a. Eritrosit Parasit (EP)
EP memulai proses patologik infeksi malaria falsiparum dengan kemampuan
adhesi dengan sel lain yaitu endotel vaskular, eritrosit dan menyebabkan sel ini
sulit melewati kapiler dan filtrasi limpa. Hal ini berpengaruh terjadinya
sitoadherens dan sekuestrasi
b. Sitoadherens
Sitoadherens adalah melekatnya EP matang di permukaan endotel vaskular.
Sitoaherens merupakan proses spesifik yang hanya terjadi di kapiler dan venula
post kapiler. Penumpukan EP di mikrovaskular menyebabkan gangguan aliran
mikrovaskular sehingga terjadi anoksia/hipoksia jaringan.
c. Sekuestrasi
Sitoadherens menyebabkan EP bersekuestrasi dalam mikrovaskular organ vital.
Parasit yang bersekuestrasi menumpuk di otak, paru, usus, jantung, limpa,
hepar, otot dan ginjal. Sekuestrasi menyebabkan ketidak sesuaian antara
parasitemia di perifer dan jumlan total parasit dalam tubuh.
d. Rosetting
Rosetting adalah perlekatan antara satu buah EP matang yang diselubungi oleh
sekitar 10 atau lebih eritrosit non parasit sehingga berbentuk seperti bunga.
8

Rosetting berperan dalam terjadinya obstruksi mikrovaskular. Meskipun


demikian peranan rosetting dalam patogenesis malaria berat masih belum jelas.
e. Sitokin
Kadar TNF-alfa di daerah perifer meningkat secara nyata pada penderita
malaria terutama malaria berat. Kadar IFN-gamma, IL-1, IL-6, LT dan IL-3
juga meningkat pada malaria berat. Sitokin-sitokin ini saling berinteraksi dan
menghasilkan efek patologi Meskipun demikian peranan sitokin dalam
patogenesis malaria berat masih dalam perdebatan.

Eritrosit yang terinfeksi P. vivax tidak berikatan dengan endotel, sehingga


merupakan satu alasan mengapa malaria vivax tidak bisa menyebabkan malaria
serebral walaupun kadar TNF- dalam plasma sangat tinggi. Meskipun demikian,
peran TNF- dalam patogenesis penyakit malaria lebih bersifat fisiologis
dibanding patologis. Jika dicapai kadar optimal dari TNF- akan memberikan
proteksi, tetapi jika kadarnya terlalu tinggi akan menimbulkan reaksi patologis.

2.4 Diagnosis Klinis


Diagnosis malaria secara umum ditegakkan seperti diagnosis penyakit
lainnya berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium yang berupa
test mikroskopis darah berdasarkan tebal dan tipisnya darah menggunakan
Giemsa atau Wright, dengan tes immunochromatographic yang cepat, atau dengan
PCR. Tes serologis tidak digunakan, sebagai antibodi hanya bisa dideteksi hari ke
8-10 setelah onset, dan hasilnya tisak bisa dibedakan apakah ini infeksi lama atau
baru. Kematian merupakan kemungkinan terbesar jika diagnosis dan terapi
terlambat. 5
a. Anamnesis
Pada anamnesis sangat penting diperhatikan:
- Keluhan utama: Demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit
kepala, mual, muntah, diare, nyeri otot dan pegal-pegal.
- Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah
endemik malaria.
9

- Riwayat tinggal di daerah endemik malaria.


- Riwayat sakit malaria.
- Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.
- Riwayat mendapat transfusi darah.
b. Pemeriksaaan Fisik:
- Demam (T 37,5C).
- Konjunctiva atau telapak tangan pucat.
- Pembesaran limpa (splenomegali).
- Pembesaran hati (hepatomegali).
Pada tersangka malaria berat ditemukan tanda-tanda klinis sebagai berikut:
- Temperatur rektal 40C.
- Nadi cepat dan lemah/kecil.
- Tekanan darah sistolik <70mmHg.
- Frekuensi nafas > 35 kali per manit pada orang dewasa atau >40 kali per
menit pada balita, anak dibawah 1 tahun >50 kali per menit.
- Penurunan derajat kesadaran dengan GCS <11.
- Manifestasi perdarahan: ptekie, purpura, hematom.
- Tanda dehidrasi: mata cekung, turgor dan elastisitas kulit berkurang, bibir
kering, produksi air seni berkurang.
- Tanda-tanda anemia berat: konjunktiva pucat, telapak tangan pucat, lidah
pucat.
- Terlihat mata kuning atau ikterik.
- Adanya ronkhi pada kedua paru.
- Pembesaran limpa dan atau hepar.
- Gagal ginjal ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria.
- Gejala neurologik: kaku kuduk, reflek patologis.
Manifestasi neurologis (1 atau beberapa manifestasi) berikut ini dapat
ditemukan:7
- Ensefalopati difus simetris
- Kejang umum atau fokal
- Tonus otot dapat meningkat atau turun
10

- Refleks tendon bervariasi


- Terdapat plantar fleksi atau plantar ekstensi
- Rahang mengatup rapat dan gigi kretekan (seperti mengasah)
- Mulut mencebil (pouting) atau timbul refleks mencebil bila sisi mulut
dipukul
- Motorik abnormal seperti deserebrasi rigidity dan dekortikasi rigidity
- Tanda-tanda neurologis fokal kadang-kadang ada
- Manifestasi okular : pandangan divergen (dysconjugate gaze) dan
konvergensi spasme sering terjadi. Perdarahan sub konjunctive dan retina
serta papil udem kadang terlihat
- Kekakuan leher ringan kadang ada. Tetapi tanda Frank (Frank sign)
meningitis, Kernigs (+) dan photofobia jarang ada. Untuk itu adanya
meningitis harus disingkirkan dengan pemeriksaan punksi lumbal (LP)
- Cairan serebrospinal (LCS) jernih, dengan < 10 lekosit/ml, protein sering
naik ringan

Meskipun manifestasi klinis malaria serebral sangat beragam, namun hanya


terdapat 3 gejala terpenting, baik pada anak dan dewasa, yaitu: 5
1. Gangguan kesadaran dengan demam non-spesifik
2. Kejang umum dan sekuel neurologic
3. Koma menetap selama 24 72 jam, mula-mula dapat dibangunkan, kemudian
tak dapat dibangukan.

Kriteria diagnosis lainnnya, yaitu harus memenuhi lima kriteria berikut:


1. Penderita berasal dari daerah endemis atau berada di daerah malaria.
2. Demam atau riwayat demam yang tinggi.
3. Ditemukan parasit malaria falsiparum dalam sediaan darah tipis/tebal.
4. Adanya manifestasi serebral berupa kesadaran menurun dengan atau tanpa
gejala-gejala neurologis yang lain, sedangkan kemungkinan penyebab yang
lain telah disingkirkan.
5. Kelainan cairan serebro spinal yang berupa Nonne positif, Pandi positif
lemah, hipoglikemi ringan.
11

2.5 Pemeriksaan Laboratorium


a. Pemeriksaan dengan mikroskop

Sebagai gold standar pemeriksaan laboratoris demam malaria pada


penderita adalah mikroskopik untuk menemukan parasit di dalam darah tepi4.
Pemeriksaan darah tebal dan tipis untuk menentukan:
Ada/tidaknya parasit malaria.
Spesies dan stadium Plasmodium
Kepadatan parasit
- Semi kuantitatif:
(-) : tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB
(+) : ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB
(++) : ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB
(+++) : ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB
(++++) : ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB
- Kuantitatif
Jumlah parasit dihitung permikroliter darah pada sediaan darah tebal atau
sediaan darah tipis.

b. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test)


Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan
menggunakan metoda immunokromatografi, dalam bentuk dipstik.

c. Tes serologi
Tes ini berguna untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap malaria
atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang bermanfaat
sebagai alat diagnostik sebab antibodi baru terjadi setelah beberapa hari
parasitemia. Manfaat tes serologi terutama untuk penelitian epidemiologi atau alat
uji saring donor darah. Titer >1:200 dianggap sebagai infeksi baru, dan tes >1:20
dinyatakan positif
12

Tabel. 1
Indikasi Laboratorium dalam malaria serebral
Indicator Nilai
Hematologi
Leukositosis > 12.000/l
Anemia ringan PCV <15%
Koagulopati Trombosit <50.000/l
Perpanjangan PT > 3 detik
Prolonged partial thromboplastin time
Fibrinogen < 200 mg/dl
Blood Film
Hiperparasitemia > 500.000/l
>20% dari parasit mengandung pigmen trophozoit dan skizon
>5% neutrofil termasuk yang visible pigment

Biokimia
Hipoglikemia <2,2 mmol/l
Hiperlaktatemia >5 mmol/l
Asidosis pH Arteri <7,3, serum HCO3 < 15 mmol/l
Serum kreatinin > 265 mol/l*
Total bilirubin > 50 mol/l
Enzim liver sGOT ( AST ) x 3 upper limit of normal
Enzim Otot sGPT ( ALT ) x 3 upper limit of normal
Asam urat > 600 mol/l l
5-Nucleotidase
CPK
Myoglobin
CPK, kreatinin phosphokinase; PCV, Packed Cell Volume; sGOT (AST),
Serum Glutamic Oxaloacetic Transferase ( aspartate aminotransferase); sGPT
(ALT), serum glutamic pyruvic transaminase (alanine aminotransferase).
13

*Merupakan kriteria untuk orang dewasa. Sedikit peningkatan nilai


ditemukan pada beberapa anak dengan malaria

2.6 Diagnosis banding


Diagnosis banding malaria serebral antara lain5 :
1. Demam Tifoid.
Mempunyai banyak persamaan dengan gejala-gejalanya. Masih bisa
dibedakan dengan adanya gejala stomatitis dengan lidah tifoid yang khas,
batuk-batuk, meterorismus, dan bradikardi relatif yang kadang-kadang
ditemukan pada demam tifoid. Kultur darah untuk salmonella pada minggu
pertama kadang-kadang bisa membantu diagnosis. Widal bisa positif mulai
minggu kedua, dianjurkan pemeriksaan berulang pada titer yang masih
rendah untuk membantu diagnosis. Kemungkinan adanya infeksi ganda
antara malaria dan demam tifoid kadang-kadang kita temukan juga.
2. Septikemia
Perlu dicari sumber infeksi dari sistem pernapasan, saluran kencing,
dan genitalia, saluran makanan dan otak.
3. Ensefalitis & Meningitis
Dapat disebabkan oleh bakteri spesifik maupun oleh virus. Kelainan
dalam pemeriksaan cairan lumbal akan membantu diagnosis.
4. Dengue Hemoragik Fever
Pola panas yang berbentuk pelana disertai syok dan tanda tanda
perdarahan yang khas akan membantu diagnosis walaupun trombositopenia
dapat juga terjadi pada malaria palsifarum namun jarang sekali
memberikan gejala perdarahan. Hematokrit akan membantu diagnosis.
5. Abses hati amubik
Hepatomegali yang sangat nyeri dan jarang sekali disertai ikterus dan
kenaikan enzim SGOT dan SGPT akan membantu diagnosis. Fosfatase
alkalis dan gamma GT kadang-kadang akan meningkat. USG akan
membantu deteksi abses hati dengan tepat.
14

2.7 Tatalaksana
Manajemen terapi atau penanggulangan malaria serebral meliputi: 2
1. Penanganan Umum

Penderita harus dirawat di ruang perawatan intensif (ICU). Tindakan


perawatan intensif (ICU) yaitu :
- Pertahankan fungsi vital : kesadaran, temperatur, nadi, tensi, dan respirasi
kebutuhan oksigen.
- Hindarkan trauma : dekubitus, jatuh dari tempat tidur.
- Hati-hati komplikasi : kateterisasi, defekasi, edema paru karena overhidrasi
- Perhatikan timbulnya ikterus dan perdarahan.
- Monitoring : ukuran dan reaksi pupil, kejang, tonus otot.
- Pertahankan sirkulasi: bila hipotensi lakukan posisi Tredenlenburgs
perhatikan warna dan temperatur kulit.
- Cegah hiperpireksi dengan antipiretik
- Menjaga keseimbangan cairan, elektrolit dan keseimbangan asam basa.
- Diet : porsi kecil dan sering, cukup kalori, karbohidrat dan garam
- Kebersihan kulit : mandikan tiap hari dan keringkan
- Perawatan mata : hindarkan trauma, tutup dengan kain

Untuk di daerah endemis, terapi diberikan sesegera mungkin, kadang kadang


sebelum konfirmasi parasitologik

2. Pengobatan Malaria
Obat anti malaria yang tersedia di Indonesia antara lain klorokuin,
sulfadoksin-pirimetamin, kina, primakuin, serta derivate artemisin. Klorokuin
merupakan obat antimalaria standar untuk profilaksis, pengobatan malaria klinis
dan pengobatan radikal malaria tanpa komplikasi dalam program pemberantasan
malaria, sulfadoksin-pirimetamin digunakan untuk pengobatan radikal penderita
malaria falciparum tanpa komplikasi. Kina merupakan obat anti malaria pilihan
untuk pengobatan radikal malaria falciparum tanpa komplikasi. Selain itu kina
juga digunakan untuk pengobatan malaria berat atau malaria dengan komplikasi.
15

Primakuin digunakan sebagai obat antimalaria pelengkap pada malaria klinis,


pengobatan radikal dan pengobatan malaria berat. Artemisin digunakan untuk
pengobatan malaria tanpa atau dengan komplikasi yang resisten multidrugs.7
Karena meningkatnya resistensi klorokuin, maka WHO tahun 2006
merekomendasikan pengobatan malaria dengan menggunakan obat ACT
(Artemisin base Combination Therapy) sebagai lini pertama pengobatan malaria,
baik malaria tanpa komplikasi atau malaria berat.
a. Derivat Artemisinin
Merupakan pilihan pertama untuk pengobatan malaria berat, mengingat
keberhasilan selama ini dan mulai didapatkannya kasus malaria falsiparum
yang resisten terhadap klorokuin Golongan artemisin yang dipakai untuk
pengobatan malaria berat.
Artesunate: 2,4 mg/kg ( Loading dose ) IV, selanjutnya 1,2 mg/kg setelah
12 jam, kemudian 1,2 mg/kg/hari selama 6 hari, jika pasien
dapat makan, obat dapat diberikan oral
Artemether: 3,2 mg/kg ( Loading dose ) IM pada hari I selanjutnya 1,6
mg/kg/hari (biasanya diberikan 160 mg dilanjutkan dengan 80
mg) sampai pasien dapat makan, obat dapat diberikan oral
dengan kombinasi Artesunat dan Amodiaquin selama 3 hari.
Arteether: 150 mg sekali sehari intramuskular untuk 3 hari.
Suatu penelitian besar di Asia tahun 2007 yang membandingkan terapi
Artesunate intravena dengan kina pada 1461 pasien malaria berat dimana
Artesunate lebih bermanfaat menurunkan angka kematian, dimana dengan
terapi Artensunate angka kematian 15 % dibanding dengan kinin angka
kematian 22 %, disamping efek samping Artesunate lebih rngan dari kina
seperti hipoglikemia.14
Suatu penelitian Sequamat di Bangladesh, Myanmar, Indonesia, India
mendapatkan penurunan angka kematian 34,7 % dengan menggunakan
Artesunate dibandingkan dengan terapi Kina intra vena
16

b. Kina (kina HCI/dihidro-klorida/kinin Antipirin)


Kina merupakan obat anti malaria yang sangat efektif untuk semua jenis
plasmodium dan efektif sebagai schizontocidal maupun gametocidal. Dipilih
sebagai obat utama untuk malaria berat karena masih berefek kuat terhadap P.
falciparum yang resisten terhadap klorokuin, dapat diberikan dengan cepat dan
cukup aman.
Dosis loading tidak dianjurkan untuk penderita yang telah mendapat kina
atau meflokuin 24 jam sebelumnya, penderita usia lanjut atau penderita dengan
pemanjangan QT interval / aritmia.
Kina dapat diberikan secara intramuskuler bila melalui infus tidak
memungkinkan. Dosis loading 20 mg/Kg BB diberikan i.m terbagi pada 2
tempat suntikan, kemudian diikuti dengan dosis 10 mg/Kg BB tiap 8 jam
sampai penderita dapat minum per oral. Pemberian kina dapat diikuti dengan
terjadinya hipoglikemi karenanya perlu diperiksa gula darah 8-12 jam.
Pemberian dosis diatas tidak berbahaya bagi wanita hamil. Bila pemberian
sudah 48 jam dan belum ada perbaikan, atau gangguan fungsi hepar/ginjal
belum membaik, dosis dapat diturunkan setengahnya

Loading dose : Kina dihidrokhlorida 20 mg / kg BB diencerkan dalam 10


ml/kg BB (2mg/ml) dektrose 5% atau dalam infuse dektrose
dalam 4 jam.
Dosis Maintenen: Kina dihidrokhlorida 10 mg /kgBB diencerkan dalam 10
ml/kg BB (1mg/ml ) dektrose 5 % ,pada orang dewasa dosis
dapat diulang tiap 8 jam dan pada anak tiap 2 jam, diulang tiap
12 jam, sampai pasien dapat makan.
Kina oral : Kina sulfat 10 mg /kg, tiap 8 jam sampai 7 hari
c. Kinidin
Bila kina tidak tersedia maka isomernya yaitu kinidin cukup aman dan
efektif. Dosis loading 15mg basa/kg BB dalam 250 cc cairan isotonik diberikan
dalam 4 jam, diteruskan dengan 7,5mg basa/kg BB dalam 4 jam tiap 8 jam,
17

dilanjutkan per oral setelah sadar, kinidin efektif bila sudah terjadi resistensi
terhadap kina, kinidin lebih toksik terhadap jantung dibandingkan kina.
d. Klorokuin
Klorokuin masih merupakan OAM yang efektif terhadap P. falciparum.
Keuntungannya tidak menyebabkan hipoglikemi dan tidak mengganggu
kehamilan. Dosis loading : klorokuin 10 mg basa/Kg BB dalam 500 ml cairan
isotonis dalam 8 jam diulang 3 x. Bila cara per infus tidak memungkinkan
dapat diberikan secara i.m atau subkutan dengan cara 3,5mg/KgBB klorokuin
basa tiap 6 jam, dan 2,5 mg/Kg BB klorokuin tiap 4 jam.
e. Injeksi kombinasi sulfadoksin-pirimetamim (fansidar)
- Ampul 2 ml : 200 mg S-D + 10 mg pirimetamin
- Ampul 2,5 ml : 500 mg S-D + 25 mg pirimetami

f. Exchange transfusion (transfusi ganti)


Tindakan exchange transfusion dapat mengurangi parasitemi dari 43%
menjadi 1%. Penelitian MILLER melaporakan kegunaan terapi untuk
menurunkan parasitemia pada malaria berat. Tindakan ini berguna
mengeluarkan eritrosit yang berparasit, menurunkan toksin parasit, serta
memperbaiki anemia.
Indikasi Tranfusi tukar (Rekomendasi CDC) :
- Parasitemia >30 % tanpa komplikasi berat
- Parasitemia > 10 % disertai komplikasi berat
- Parasitemia >10% dengan gagal pengobatan.

Komplikasi tranfusi tukar :


- Overload cairan.
- Demam, reaksi alergi
- Kelainan metabolic (hipokalsemia)
- Penyebaran infeksi.

3. Pengobatan malaria falciparum5 ( Departemen Kesehatan Republik


Indonesia )
18

Lini pertama dapat diberikan Artesunat+Amodiakuin+Primakuin. Dosis


artesunat= 4 mg/kgBB (dosis tunggal), amodiakuin= 10 mg/kgBB (dosis tunggal),
primakuin=0,75 mg/kgBB (dosis tunggal).
Apabila pemberian dosis tidak memungkinkan berdasarkan berat badan
penderita, pemberian obat dapat diberikan berdasarkan golongan umur. Dosis
makasimal penderita dewasa yan dapat diberikan untuk artesunat dan amodiakuin
masing-masing 4 tablet, 3 tablet untuk primakuin.
Tabel 2. Pengobatan Lini Pertama Malaria Falciparum Menurut Kelompok
Umur 5.
Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
Hari Jenis obat 0-1 bln 2-11 1-4 th 5-9 th 10-14 th 15 th
bln
Artesunat 1 2 3 4
I Amodiakuin 1 2 3 4
Primakuin - - 1 2 2-3
Artesunat 1 2 3 4
II Amodiakuin 1 2 3 4
Artesunat 1 2 3 4
III Amodiakuin 1 2 3 4

Kombinasi ini digunakan sebagai pilihan utama untuk pengobatan malaria


falciparum. Pemakaian artesunat dan amodiakuin bertujuan untuk membunuh
parasit stadium aseksual, sedangkan primakuin bertujuan untuk membunuh
gametosit yang berada di dalam darah.
Pengobatan lini kedua malaria falciparum diberikan bila pengobatan lini
pertama tidak efektif. Pengobatan Lini kedua dapat diberikan Kina + Doksisiklin /
Tetrasiklin + Primakuin. Dosis kina=10 mg/kgBB/kali (3x/hari selama 7 hari),
doksisiklin= 4 mg/kgBB/hr (dewasa, 2x/hr selama 7 hari), 2 mg/kgBB/hr (8-14 th,
2x/hr selama 7 hari), tetrasiklin= 4-5 mg/kgBB/kali (4x/hr selama 7 hari).
Apabila pemberian dosis obat tidak memungkinkan berdasarkan berat
badan penderita, pemberian obat dapat diberikan berdasarkan golongan umur.
19

Tabel 3. Pengobatan Lini Kedua Untuk Malaria falciparum


Hari Jenis obat Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
0-11 bln 1-4 th 5- 9 th 10-14 th 15 th
*
Kina 3x 3x1 3x 3x2-3
I Doksisiklin - - - 2x1** 2x1***
Primakuin - 1 2 2-2
*
Kina 3x 3x1 3x 3x2-3
II-VII Doksisiklin - - - 2x1** 2x1***
*
: dosis diberikan per kgBB
**
: 2x50 mg doksisiklin
***
: 2x100 mg doksisiklin

4. Kemoprofilaksis6
Kemoprofilaksis bertujuan untuk mengurangi resiko terinfeksi malaria
sehingga bila terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat. Kemoprofilaksis ini
ditujukan kepada orang yang bepergian ke daerah endemis malaria dalam waktu
yang tidak terlalu lama, seperti turis, peneliti, pegawai kehutanan dan lain-lain.
Untuk kelompok atau individu yang akan bepergian atau tugas dalam jangka
waktu yang lama, sebaiknya menggunakan personal protection seperti pemakaian
kelambu, kawat kassa, dan lain-lain.3,7
Obat yang dipakai dalam kebijakan pengobatan di Indonesia adalah
Klorokuin, banyak digunakan karena murah, tersedia secara luas, dan relatif aman
untuk anak-anak, ibu hamil maupun ibu menyusui. Pada dosis pencegahan obat
ini aman digunakan untuk jangka waktu 2-3 tahun. Efek samping berupa
gangguan GI Tract seperti mual, muntah, sakit perut dan diare. Efek samping ini
dapat dikurangi dengan meminum obat sesudah makan.
Pencegahan pada anak, OAM yang paling aman untuk anak kecil adalah
klorokuin. Dosis : 5 mg/KgBB/minggu. Dalam bentuk sediaan tablet rasanya pahit
20

sehingga sebaiknya dicampur dengan makanan atau minuman, dapat juga dipilih
yang berbentuk suspensi.
Pencegahan perorangan dipakai oleh masing-masing individu yang
memerlukan pencegahan terhadap penyakit malaria. Obat yang dipakai :
Klorokuin. Cara pengobatannya:
Bagi pendatang sementara : Klorokuin diminum 1 minggu sebelum tiba di
daerah malaria, selamberada di daerah malaria dan dilanjutkan selama 4
minggu setelah meninggalkan daerah malaria.
Bagi penduduk setempat dan pendatang yang akan menetap : Pemakaian
klorokuin seminggu sekali sampai lebih dari 6 tahun dapat dilakukan tanpa
efek samping. Bila transmisi di daerah tersebut hebat sekali atau selama
musim penularan, obat diminum 2 kali seminggu. Penggunaan 2 kali
seminggu dianjurkan hanya untuk 3 - 6 bulan saja. Dosis pengobatan
pencegahan: Klorokuin 5 mg/KgBB atau 2 tablet untuk dewasa.
Bagi wanita hamil :
WHO merekomendasikan agar memberikan suatu dosis pengobatan (dosis
terapeutik) anti malaria untuk semua wanita hamil di daerah endemik
malaria pada kunjungan kehamilan yang pertama, kemudian diikuti
kemoprofilaksis teratur. Saat ini kebijakan pengobatan malaria di
Indonesia menghendaki hanya memakai klorokuin untuk kemoprofilaksis
pada kehamilan. Ibu hamil dengan status non-imun sebaiknya menghindari
daerah endemis malaria. Profilaksis mulai diberikan 1 sampai 2 minggu
sebelum mengunjungi daerah endemis, dengan klorokuin (300 mg basa)
diberikan seminggu sekali dan dilanjutkan sampai 4 minggu setelah
kembali ke daerah non endemis. Beberapa studi memperlihatkan bahwa
kemoprofilaksis menurunkan anemia maternal dan meningkatkan berat
badan bayi yang dilahirkan
Namun sehubungan dengan laporan tingginya tingkat resistensi P.
falciparum terhadap klorokuin, tahun 2006, WHO menetapkan bahwa
doksisiklin menjadi pilihan. Doksisiklin diberikan setiap hari dengan dosis
2 mg/kgBB selama tidak lebih dari 4-6 minggu.
21

Efek Merugikan dari Obat Anti-Malaria


- Kina dan kinidin biasanya menyebabkan hipoglikemia, dan sejumlah efek
samping minor, terlihat pada pemulihan kesadaran, yang meliputi tinitus,
mual, dysphoria dan kehilangan pendengaran pada nada tinggi.
- Kuinidin biasanya menyebabkan perpanjangan pada interval QT dan
hipotensi. Cairan infus harus diperlambat jika tekanan darah menurun,
konsentrasi plasma melebihi 7 mg/ml atau interval QT meningkat lebih
dari 25 %.
- Derivat Artemisinin ( Artemeter dan Artesunat ) tidak memiliki efek
samping yang serius.

Pengobatan lainnya :
A. Pengobatan Pada Gagal Ginjal Akut6
1. Cairan
Bila terjadi oliguri infus N.Salin untuk rehidrasi sesuai perhitungan
kebutuhan cairan, kalau produksi urin < 400 ml/24 jam, diberikan furosemid
40-80 mg. bila tak ada produksi urin (gagal ginjal) maka kebutuhan cairan
dihitung dari jumlah urin +500 ml cairan/24 jam
2. Protein
Kebutuhan protein dibatasi 20gram/hari (bila kreatinin meningkat) dan
kebutuhan kalori diberikan dengan diet karbohidrat 200 gram/hari
3. Diuretika
Setelah rehidrasi bila tak ada produksi urin, diberikan furosemid 40 mg.
setelah 2-3 jam tak ada urin (kurang dari 60cc/jam) diberikan furosemid lagi 80
mg, ditunggu 3-4 jam, dan bila perlu furosemid 100-250 mg dapat diberikan i.v
pelan.
B.Hipoglikemia6
Periksa kadar gula darah secara cepat pada setiap penderita malaria berat.
Bila kadar gula darah kurang dari 40mg% maka :
1. Beri 50ml dekstrose 40% i.v dianjutkan dengan
2. Glukosa 10% per infus 4-6 jam
22

3. Monitor gula darah tiap 4-6 jam


4. Bila perlu obat yang menekankan produksi insulin seperti, glukagon
atau somatostatin analog 50 mg subkutan.
C. Penanganan blackwater fever
1. Istirahan di tempat tidur, karena hemolisis memudahkan terjadinya
kegagalan jantung.
2. Menghentikan muntah dan sedakan.
3. Transfusi darah bila Hb < 6 gr% atau hitung eritrosit < 2 juta/mm3
4. Kina tidak dianjurkan pada blackwater fever dengan G-6PD defisiensi.
5. Monitor produksi urin, ureum dan kreatinin. Bila ureum lebih besar 200
mg% dipertimbangkan dialisis.

D. Penanganan Edema Paru


Edema paru merupakan komplikasi yang fatal, oleh karenanya pada malaria
berat sebaiknya dilakukan penanganan mencegah terjadinya edema paru:
1. Pemberian cairan dibatasi, sebaiknya menggunakan monitoring dengan
CVP. Pemberian cairan melebihi 1500 ml menyebabkan edema paru.
2. Bila anemi (HB<5gr%) transfusi darah diberikan perlahan-lahan
3. Mengurangi beban jantung kanan dengan diuretika.
4. Dapat dicoba pemberian vasodilator (nitro-prussid) atau nitro-gliserin
5. Perbaiki hipoksia dengan memberikan oksigen konsentrasi tinggi.
E. Penanganan anemia
Bila anemi kurang dari 5gr% atau hematokrit kurang dari 15% diberikan
transfusi darah whole blood atau packed cells.
F. Penanganan kejang
Pengobatan antiepilepsi jika terdapat kejang, seperti Fenobarbital,
Karbamazepin, Diazepam.
G. Penanganan Asidosis
Asidosis (pH <7,15 ) merupakan komplikasi akhir dari malaria berat dan
sering bersamaan dengan kegagalan fungsi ginjal. Pengobatannya dengan
pemberian bikarbonat.
23

2.8 Komplikasi
a. Kecacatan
b. Defisit neurologis, misalnya kelemahan, paralisis flaccid, kebutan,
gangguan bicara dan epilepsi
c. Kematian

2.9 Prognosis
Prognosis malaria berat tergantung pada kecepatan dan ketepatan diagnosis
serta pengobatan. Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas
yang dilaporkan pada anak-anak 15%, dewasa 20% dan pada kehamilan
meningkat sampai 50%. Prognosis malaria berat dengan gangguan satu fungsi
organ lebih baik daripada gangguan 2 atau lebih fungsi organ.7
Mortalitas dengan gangguan 3 fungsi organ adalah 50%.
Mortalitas dengan gangguan 4 atau lebih fungsi organ adalah 75%.
Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu:
Kepadatan parasit <100.000/L, maka mortalitas <1%.
Kepadatan parasit >100.000/L, maka mortalitas >1%.
Kepadatan parasit >500.000/L, maka mortalitas >5%.
24

BAB III
KESIMPULAN

Malaria adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh parasit dari
genus Plasmodium. Malaria dapat menimbulkan berbagai komplikasi berat, yang
disebut sebagai malaria berat. Salah satu komplikasi tersebut adalah malaria
serebral. Malaria serebral ditandai demam yang sangat tinggi, gangguan
kesadaran, kejang yang terutama terjadi pada anak, hemiplegi dan berakhir pada
kematian jika tidak secepatnya mendapatkan perawatan yang tepat.
Dasar patogenesis malaria serebral adalah abnormalitas eritrosir terinfeksi,
yang mencakup berbagai proses patologi penting, yaitu sekuestrasi, sitoadherensi,
dan rosetting eritrosit. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang, dimana sebelumnya pasien terbukti menderita
malaria dan terdapat lebih dari satu manifestasi neurologis. Gold standard adalah
menemukan parasit malaria dalam pemeriksaan sediaan apus darah tepi.

Anda mungkin juga menyukai