I. Identifikasi Masalah
1. Doni seorang laki-laki 40 tahun datang ke IGD karena keluhan nyeri di
tenggorokan sehingga tidak bisa menelan.
2. 3 jam sebelum dating ke IGD Doni secara tidak sengaja meminum cuka parah
sekitar 2 teguk, namun Doni langsung memuntahkan cuka parah tersebut.
3. Sebelum ke RS pasien mencoba minum susu, namun tidak bisa ditelan.
4. Doni juga mengeluh nyeri pada rongga mulutnya, rasa nyeri lebih terasa ketika
bicara dan menelan, disertai rasa terbakar yang menjalar di dada. Perkataan Doni
masih bisa dipahami.
5. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak sakit berat
Kepala : pada mulut didapatkan korosif pada lidah dan palatum
Abdomen
Inspeksi : datar
Palpasi : nyeri tekan epigastrium
Perkusi : timfani
Auskultasi : bising usus meningkat
6. Pemeriksaan laboratorium
II. Analisis Masalah
1. a. apa penyebab dan mekanisme nyeri di tenggorokan ?
Esofagitis Korosif
Asam kuat yang tertelan akan menyebabkan nekrosis menggumpal secara histologik
dinding esofagus sampai lapisan otot seolah-olah menggumpal. Zat organik (lisol, karbol)
menyebabkan edema di mukosa atau sub mukosa. Mukosa terbentuk dari epitel berlapis
gepeng bertingkat yang berlanjut ke faring bagian atas, dalam keadaan normal bersifat
alkali dan tidak tahan terhadap isi lambung yang sangat asam. Asam kuat menyebabkan
kerusakan pada lambung lebih berat dibandingkan dengan kerusakan di esofagus.
Sedangkan basa kuat menimbulkan kerusakan di esofagus lebih berat dari pada lambung.
Gejala yang sering timbul adalah disfagia / kesulitan menelan, odinofagia dan adanya
rasa sakit retrosternal.
Jika terminum (saluran cerna) : membakar traktus digestif, nyeri di faring, batuk,
sensasi terbakar, nyeri abdomen, kram abdomen, muntah, diare
Jika terabsorbsi dan masuk peredaran darah : dapat merusak ginjal (albuminuria
dan hematuria)
Asam formiat ini sulit di ekskresikan keluar dari tubuh, akibatnya terjadilah
asidosis parah (penurunan pH dibawah 7.37). Adanya penurunan asam atau basa yang
hebat dalam darah, menyebabkan sistem pengatur tubuh (sistem dapar darah, respirasi,
fungsi ginjal) tidak lagi mampu mengatur pH darah supaya tetap pada nilai pH normal
yaitu 7,4. Penurunan pH dibawah 7,20 akan mengakibatkan turunnya volume menit
jantung, gangguan ritmus jantung, hipotensi (sampai terjadi syok), gangguan kesadaran
dan akhirnya koma. Gejala keracunan pertama akan terlihat setelah periode laten
beberapa jam, tanda-tandanya adalah: keluhan sakit kepala, pusing, mual, muntah,
gangguan penglihatan menyusul kemudian tidak sadar, dan jika tidak cepat ditangani
akan berujung pada kematian. Kalaupun pasien dapat diselamatkan nyawanya, boleh jadi
akan mengalami kebutaan, karena telah terjadi kerusakan pada saraf penglihatan (atrofi
opticus).
Bagian inferior mulut bisa terkikis, lidah tertelan atau menciut tergantung bahan racunnya. Faring,
laring dan esofagus terkikis dan dalam beberapa menit glotis akan edema. Mukosa saluran nafas bisa
rusak dan terjadi adspirasi cairan keparu sehingga terjadi edema paru dan hemoragik.
a. Esofagitis Korosif
Asam kuat yang tertelan akan menyebabkan nekrosis menggumpal secara histologik dinding esofagus
sampai lapisan otot seolah-olah menggumpal. Zat organik (lisol, karbol) menyebabkan edema di
mukosa atau sub mukosa. Mukosa terbentuk dari epitel berlapis gepeng bertingkat yang berlanjut ke
faring bagian atas, dalam keadaan normal bersifat alkali dan tidak tahan terhadap isi lambung yang
sangat asam. Asam kuat menyebabkan kerusakan pada lambung lebih berat dibandingkan dengan
kerusakan di esofagus. Sedangkan basa kuat menimbulkan kerusakan di esofagus lebih berat dari
pada lambung. Gejala yang sering timbul adalah disfagia / kesulitan menelan, odinofagia dan adanya
rasa sakit retrosternal.
Faring, laring dan esofagus terkikis dan dalam beberapa menit glotis akan edema. Mukosa
saluran nafas bisa rusak dan terjadi aspirasi cairan ke paru sehingga terjadi edema paru dan
hemoragik.
Tumpahan racun ke paru bisa menimbulkan edema paru dan bronkopneumonia akibatnya
terjadi kematian.
abdomen
e. bagaimana interpretasi dan mekanisme dari
leukosit 11.000mm2
hitung jenis 2/4/7/6/2/3
f. cara mendiagnosis dan pem. penunjang
g. Working Diagnosis
h. Tatalaksana
.Penatalaksanaan untuk intoksikasi zat korosif (cuka para) :
1. Pertolongan pertama
Indentifikasi agen korosif yang tertelan
Hindari :
- Penggunaan emetik : sebabkan pajanan berulang
- Agen penetralisasi : sebabkan injuri termal
- Bilas lambung : sebabkan perforasi
- Pertimbangkan NGT
3. Medikamentosa
Terapi suportif
Penggunaan kortikosteroid . masih kontroversial, beberapa studi membuktikan
efektivitasnya dalam pencegahan striktur. Seperti, metil prednisolon 40-60 mg/hari
IV, diberikan setidaknya 3 minggu
Antibiotik. Diberikan pada pasien yang menerima terapi steroid di atas.
- Antibiotik sefalosporin (ceftriaxone) 1-2 gram IV per 24 jam, tidak
melebihi 4 g/hari
- Antibiotik penisilin dan Beta-lactamase Inhibitor jika terjadi
perforasi
PPI proton pump inhibitor mencegah terpajannya esofagus yang terluka terhadap
asam lambung, yang dapat menyebabkan striktura esofagus
Pantoprazole terapi untuk GER dan esofagitis erosif.
Analgesik parenteral, monitor tanda sedasi dan depresi dari respirasi.
4. Follow up
Pasien yang tidak sengaja tertelan agen penyebab yang asimtomatik dan tidak
menunjukkan gejala apapun, boleh dipulangkan 2-4 jam setelah observasi, tak ada
kelainan anatomi, pasien harus bisa meminum cairan tanpa kesulitan, tak ada
gangguan berbicara
NPO (nothing per mouth)
i. Komplikasi
j. Prognosis
Dubia.
Tergantung dari derajat kerusakan jaringan, lama waktu terpajan dan sifat fisik dari agen
(termasuk pH, volume, dan konsentrasi; kemampuan penetrasi jaringan, dan titration reserve
(jumlah jaringan yang dibutuhkan untuk menetralisir agen)
k. KDU
4A
l. Pandangan Islam
III. Hipotesis
Doni seorang laki-laki 40 tahun mengalami keracunan zat korosif
Doni seorang laki-laki mengalami nyeri tenggorokan dan tidak bisa menelan
karena intoksikasi zat korosif.
= Cuka yang berguna untuk menggumpalkan lateks (getah pohon karet). Selain itu
juga dapat digunakan untuk pembersih, fungisida dan berperan dalam industri
tekstil. Cuka para bisa berupa asam formiat (HCOOH) dan asam sulfat (H 2 SO 4 ).
Keduanya merupakan asam kuat yang bersifat korosif.
- Aspirasi cairan ke paru sehingga terjadi edema paru dan hemoragik, dan
pneumonia aspirasi
- Esophagus dan perut deskuamasi dan perforasi, sehingga timbul gejala kesulitan
menelan, dan rasa sakit retrosternal.
- Bila terhirup dapat menyebabkan depresi sistem saraf pusat dengan sakit kepala,
pingsan, perilaku yang tak terkoordinasi / aneh, atau tidak sadarkan diri, sulit
bernafas. Gejala-gejala dapat terlambat beberapa jam.
- Karena luka bakar menyebabkan dehidrasi, maka bisa syok, atau bisa juga terjadi
syok neurogenik karena rasa sakit yang amat sangat.
Asam dengan pH kurang dari 2 dapat mempercepat proses nekrosis koagulasi yang
disebabkan oleh protein. Asam kuat yang tertelan dapat menyebabkan nekrosis
menggumpal, secara histologi dinding esofagus sampai lapisan otot seolah-olah
menggumpal, sehingga terjadilah esofagitis korosif.
9. Penanganan awal
Hindari
o induksi muntah karena bisa menyebabkan pajanan berulang
Dapat diberikan air atau susu untuk mencegah menempelnya (adhering) partikel
terhadap mukosa esofagus. (>30 menit sesudah kejadian tidak perlu
lagi dilakukan).
Survei jalur napas dan vital sign, monitoring jantung segera dan
akses intravena
Cedera pada tulang belakang, bisa pake collar cervical, hanya jaw thrust
bukan head tilt atau chin lift.
Karena resiko yang sangat cepat dari edema jalur napas, evakuasi segera
jalan napas dan kondisi kesadaran. Persiapkan segera alat endotracheal
tube dan cricotyrotomy.
Gastric lavage
Pemeriksaan neurologis
CT scan, Endoskopi
- Jika ditemukan mediastinis atau peritonitis dari pemeriksaan rujuk untuk operasi
- Nutrisi :
Follow Up
- Pasien yang tidak menunjukkan gejala apapun boleh dipulangkan 2-4 jam setelah
observasi, tak ada kelainan anatomi , pasien harus bisa meminum cairan tanpa
kesulitan, tak ada gangguan bicara.
Prognosis
Komplikasi
Shock neurogenic
Defisit neurologis
Perforasi
Obstruksi Gaster
Koma
Pneumonia Aspirasi
Mediastinis
Peritonitis
KDU
3B
ke bagian Respirasi.