Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

CEPHALOPELVIC DISPROPORTION (CPD)

A. Konsep Teori Cephalopelvic Disproportion (CPD)


1. Anatomi Fisiologi Panggul
Menurut morfologinya, jenis-jenis panggul dibedakan menjadi 4, yaitu :

1. Panggul ginekoid, dengan pintu atas panggul yang bundar atau


dengan diameter transversal yang lebih panjang sedikit daripada
diameter anteroposterior dan dengan panggul tengah serta pintu bawah
panggul yang cukup luas.

Gambar 1: Panggul Ginekoid

(Sumber: Cunningham, 2014)

2. Panggul anthropoid, dengan diameter anteroposterior yang lebih panjang


daripada diameter transversa dan dengan arkus pubis menyempit sedikit.

Gambar 2: Panggul anthropoid

(Sumber: Cunningham, 2014)


3. Panggul android, dengan pintu atas panggul yang berbentuk sebagai
segitiga berhubungan dengan penyempitan ke depan, dengan spina iskiadika
menonjol ke dalam dan dengan arkus pubis yang menyempit.

Gambar 3: Panggul android

(Sumber: Cunningham, 2014)

4. Panggul platipelloid, dengan diameter anteroposterior yang jelas lebih


pendek daripada diameter transversa pada pintu atas panggul dan dengan
arkus pubis yang luas.

Gambar 4: Panggul platipelloid

(Sumber: Cunningham, 2014)

Secara fungsional, panggul terdiri dari dua bagian yaitu pelvis mayor dan
pelvis minor. Pelvis mayor adalah bagian pelvis yang terletak diatas linea
terminalis, disebut juga dengan false pelvis. Bagian yang terletak dibawah linea
terminalis disebut pelvis minor atau true pelvis. Pada ruang yang dibentuk oleh
pelvis mayor terdapat organ-organ abdominal selain itu pelvis mayor
merupakan tempat perlekatan otot-otot dan ligamen ke dinding tubuh.
Sedangkan pada ruang yang dibentuk oleh pelvis minor terdapat bagian dari
kolon, rektum, kandung kemih, dan pada wanita terdapat uterus dan ovarium.
Pada ruang pelvis juga kita temui diafragma pelvis yang dibentuk oleh
muskulus levator ani dan muskulus koksigeus.

2. Definisi Cephalopelvic Disproportion (CPD)


Cephalopelvic disproportion (CPD) adalah suatu bentuk ketidaksesuaian
antara ukuran kepala janin dengan panggul ibu. (Reader, 2014).
CPD adalah tidak ada kesesuaian antara kepala janin dengan bentuk dan
ukuran panggul. Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarkan
ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat
keluar melalui vagina. (Manuaba, 2013)
Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarkan
ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat
keluar melalui vagina. Disproporsi sefalopelvik disebabkan oleh panggul
sempit, janin yang besar ataupun kombinasi keduanya (Mochtar, 2012).

3. Etiologi
Sebab-sebab yang dapat menimbulkan kelainan panggul dapat dibagi sebagai
berikut :
1. Kelainan karena gangguan pertumbuhan
a. Panggul sempit seluruh : semua ukuran kecil
b. Panggul picak : ukuran muka belakang sempit, ukuran melintang biasa
c. Panggul sempit picak : semua ukuran kecil tapi terlebiha ukuranmuka
belakang
d. Panggul corong : pintu atas panggul biasa,pintu bawah panggul sempit.
e. Panggul belah : symphyse terbuka
2. Kelainan karena penyakit tulang panggul atau sendi-sendinya
a. Panggul rachitis : panggul picak, panggul sempit, seluruha panggul sempit
picak dan lain-lain
b. Panggul osteomalacci : panggul sempit melintang
c. Radang articulatio sacroilliaca : panggul sempit miring
3. Kelainan panggul disebabkan kelainan tulang belakang
a. Kyphose didaerah tulang pinggang menyebabkan panggul corong
b. Sciliose didaerah tulang panggung menyebabkan panggul sempit miring.
4. Kelainan panggul disebabkan kelainan aggota bawah Coxitis, luxatio, atrofia.
Salah satu anggota menyebabkan panggul sempit miring fraktura dari tulang
panggul yang menjadi penyebab kelainan panggul.
(Prawirohadjo, 2013)
Penyebab dari Cephalopelvic Disproportion sendiri antara lain oleh karena :
1. Kapasitas panggul yang kecil atau ukuran panggul yang sempit
2. Ukuran janin yang terlalu besar atau yang paling sering menyebabkan CPD
3. Kedua hal di atas yang terjadi pada saat yang bersamaan
(Hamilton, 2015)

4. Patofisiologi
Tulang – tulang panggul terdiri dari os koksa, os sakrum, dan os koksigis.
Os koksa dapat dibagi menjadi os ilium, os iskium, dan os pubis. Tulang –
tulang ini satu dengan lainnya berhubungan. Di depan terdapat hubungan antara
kedua os pubis kanan dan kiri, disebut simfisis. Dibelakang terdapat artikulasio
sakro - iliaka yang menghubungkan os sakrum dengan os ilium. Dibawah
terdapat artikulasio sakro-koksigea yang menghubungkan os sakrum (tl panggul)
dan os koksigis (tl.tungging). Pada wanita, di luar kehamilan artikulasio ini
hanya memungkinkan pergeseran sedikit, tetapi pada kehamilan dan waktu
persalinan dapat bergeser lebih jauh dan lebih longgar,misalnya ujung koksigis
dapat bergerak kebelakang sampai sejauh lebih kurang 2,5 cm.Hal ini dapat
dilakukan bila ujung os koksigis menonjol ke depan pada saat partus, dan pada
pengeluaran kepala janin dengan cunam ujung os koksigis itu dapat ditekan ke
belakang. Secara fungsional, panggul terdiri dari dua bagian yaitu pelvis mayor
dan pelvis minor. Pelvis mayor adalah bagian pelvis yang terletak diatas linea
terminalis, disebut juga dengan false pelvis. Bagian yang terletak dibawah linea
terminalis disebut pelvis minor atau true pelvis. Pada ruang yang dibentuk oleh
pelvis mayor terdapat organ – organ abdominal selain itu pelvis mayor
merupakan tempat perlekatan otot – otot dan ligamen ke dinding tubuh.
Sedangkan pada ruang yang dibentuk oleh pelvis minor terdapat bagian dari
kolon, rektum, kandung kemih, dan pada wanita terdapat uterus dan ovarium.
Pada ruang pelvis juga kita temui diafragma pelvis yang dibentuk oleh
muskulus levatorani dan muskulus koksigeus.
(Wiknjosastro, 2015)
5. Pathway CPD (Terlampir)

6. Manifestasi CPD
a. Pada palpasi abdomen, pada primipara kepala anak belum turun setelah
minggu ke-36.
b. Pada primipara ada perut menggantung.
c. Pada anamnesa, multipara persalinan yang dulu-dulu sulit.
d. Ada kelainan letak pada hamil tua.
e. Terdapat kelainan bentuk badan ibu (cebol, skoliosis, pincang, dan lain-
lain).
f. Persalinan Lebih lama dari biasa.
(Wiknjosastro, 2015)

7. Jenis-jenis penyempitan panggul


Setiap penyempitan pada diameter panggul yang mengurangi kapasitas
panggul dapat menyebabkan distosia saat persalinan. penyempitan dapat terjadi
pada pintu atas panggul, pintu tengah panggul, pintu bawah panggul, atau
panggul yang menyempit seluruhnya, yaitu sebagai berikut Pintu Atas Panggul
a. Pintu atas panggul dibentuk oleh promontorium corpus vertebra sacrum,
linea innominata, serta pinggir atas simfisis. Konjugata diagonalis adalah
jarak dari pinggir bawah simfisis ke promontorium, Secara klinis, konjugata
diagonalis dapat diukur dengan memasukkan jari telunjuk dan jari tengah
yang dirapatkan menyusur naik ke seluruh permukaan anterior sacrum,
promontorium teraba sebagai penonjolan tulang. Dengan jari tetap
menempel pada promontorium, tangan di vagina diangkat sampai
menyentuh arcus pubis dan ditandai dengan jari telunjuk tangan kiri. Jarak
antara ujung jari pada promontorium sampai titik yang ditandai oleh jari
telunjuk merupakan panjang konjugata diagonalis Konjugata vera yaitu
jarak dari pinggir atas simfisis ke promontorium yang dihitung dengan
mengurangi konjugata diagonalis 1,5 cm, panjangnya lebih kurang
11 cm

Gambar 5. Antero Posterior (AP) dan transfersal pintu

atas panggul dan transfersal panggul tengah (Sumber:

Cunningham, 1995)
b. Panggul Tengah (Pelvic Cavity)
Ruang panggul ini memiliki ukuran yang paling luas.
Pengukuran klinis panggul tengah tidak dapat diperoleh secara langsung.
Terdapat penyempitan setinggi spina isciadika, sehingga bermakna
penting pada distosia setelah kepala engagement. Jarak antara kedua
spina ini yang biasa disebut distansia interspinarum merupakan jarak
panggul terkecil yaitu sebesar 10,5 cm. Diameter anteroposterior setinggi
spina isciadica berukuran 11,5 cm. Diameter sagital posterior, jarak antara
sacrum dengan garis diameter interspinarum berukuran 4,5 cm.
c. Pintu Bawah Panggul
Pintu bawah panggul bukanlah suatu bidang datar namun terdiri dari
dua segitiga dengan dasar yang sama yaitu garis yang menghubungkan tuber
isciadikum kiri dan kanan. Pintu bawah panggul yang dapat diperoleh
melalui pengukuran klinis adalah jarak antara kedua tuberositas iscii atau
distansia tuberum (10,5 cm), jarak dari ujung sacrum ke tengah- tengah
distensia tuberum atau diameter sagitalis posterior (7,5 cm), dan jarak antara
pinggir bawah simpisis ke ujung sacrum (11,5 cm).

Gambar 6.Antero Posterior dibagi menjadi sagital anterior

dan posterior (Sumber: Cunningham, 2014)

8. Penatalaksanaan
a. Persalinan Percobaan
Setelah dilakukan penilaian ukuran panggul serta hubungan antara
kepala janin dan panggul dapat diperkirakan bahwa persalinan dapat
berlangsung per vaginan dengan selamat dapat dilakukan persalinan
percobaan. Cara ini merupakan tes terhadap kekuatan his, daya akomodasi,
termasuk moulage karena faktor tersebut tidak dapar
diketahui sebelum persalinan.
Persalinan percobaan hanya dilakukan pada letak belakang kepala,
tidak bisa pada letak sungsang, letak dahi, letak muka, atau kelainan letak
lainnya. Ketentuan lainnya adalah umur keamilan tidak boleh lebih dari 42
mingu karena kepala janin bertambah besar sehingga sukar terjadi moulage
dan ada kemungkinan disfungsi plasenta janin yang akan menjadi penyulit pe
rsalinan percobaan.
Pada janin yang besar kesulitan dalam melahirkan bahu tidak akan
selalu dapat diduga sebelumnya. Apabila dalam proses kelahiran kepala bayi
sudah keluar sedangkan dalam melahirkan bahu sulit, sebaiknya dilakukan
episiotomy medioateral yang cukup luas, kemudian hidung dan mulut janin
dibersihkan, kepala ditarik curam kebawah dengan hati-hati dan tentunya
dengan kekuatan terukur. Bila hal tersebut tidak berhasil, dapat dilakukan
pemutaran badan bayi di dalam rongga panggul, sehingga menjadi bahu
depan dimana sebelumnya merupakan bahu belakang dan lahir dibawah
simfisis. Bila cara tersebut masih juga belum berhasil, penolong memasukkan
tangannya kedalam vagina, dan berusaha melahirkan janin dengan
menggerakkan dimuka dadanya. Untuk melahirkan lengan kiri, penolong
menggunakan tangan kanannya, dan sebaliknya. Kemudian bahu depan
diputar ke diameter miring dari panggul untuk melahirkan bahu depan.
Persalinan percobaan ada dua macam yaitu trial of labour dan test of
labour. Trial of labour serupa dengan persalinan percobaan di atas, sedangkan
test of labour sebenarnya adalah fase akhir dari trial of labour karena baru
dimulai pada pembukaan lengkap dan berakhir 2 jam kemudian. Saat ini test
of labour jarang digunakan karena biasanya pembukaan tidak lengkap pada
persalinan dengan pangul sempit dan terdapat
kematian anak yang tinggi pada cara ini.
Keberhasilan persalinan percobaan adalah anak dapat lahir sontan per
vaginam atau dibantu ekstraksi dengan keadaan ibu dan anak baik. Persalinan
percobaan dihentikan apabila pembukaan tidak atau kurang sekali
kemajuannnya, keadaan ibu atau anak kurang baik, ada lingkaran bandl,
setelah pembukaan lengkap dan ketuban pecah kepala tidak masuk PAP
dalam 2 jam meskipun his baik, serta pada forceps yang gagal. Pada keadaan
ini dilakukan seksio sesarea.
b. Seksio Sesarea
Seksio sesarea elektif dilakukan pada kesempitan panggul berat
dengan kehamilan aterm, atau disproporsi sephalopelvik yang nyata. Seksio
juga dapat dilakukan pada kesempitan panggul ringan apabila ada komplikasi
seperti primigravida tua dan kelainan letak janin yang tak dapat diperbaiki.
Seksio sesarea sekunder (sesudah persalinan selama beberapa waktu)
dilakukan karena peralinan perobaan dianggap gagal atau ada indikasi untuk
menyelesaikan persalinan selekas mungkin sedangkan syarat persalinan per
vaginam belum dipenuhi.
c. Simfisiotomi
Tindakan ini dilakukan dengan memisahkan panggul kiri dan kanan
pada simfisis. Tindakan ini sudah tidak dilakukan lagi.
d. Kraniotomi dan Kleidotomi
Pada janin yang telah mati dapat dilakukan kraniotomi atau
kleidotomi. Apabila panggul sangat sempit sehingga janin tetap tidak dapat
dilahirkan, maka dilakukan seksio sesarea.
e. Sebenarnya panggul hanya merupaka salah satu faktor yang menentukan
apakah anak dapat lahir spontan atau tidak, disamping banyak faktor lain
yang memegang peranan dalam prognosa persalinan. Bila konjugata vera 11
cm, dapat dipastikan partus biasa, dan bila ada kesulitan persalinan, pasti
tidak disebabkan oleh faktor panggul. Untuk CV kurang dari 8,5 cm dan anak
cukup bulan tidak mungkin melewati panggul tersebut.
1. CV 8,5 – 10 cm dilakukan partus percobaan yang kemungkinan berakhir
dengan partus spontan atau dengan ekstraksi vakum, atau ditolong dengan
secio caesaria sekunder atas indikasi obstetric lainnya
2. CV = 6 -8,5 cm dilakukan SC primer
3. CV=6 cm dilakukan SC primer mutlak.
Disamping hal-hal tersebut diatas juga tergantung pada:
a. His atau tenaga yang mendorong anak.
b. Besarnya janin, presentasi dan posisi janin
c. Bentuk panggul
d. Umur ibu dan anak berharga
e. Penyakit ibu
(Yusmiati, 2013)
9. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan USG
2. Pemeriksaan Radrologi
Untuk Pelvimetri dibuat 2 buah foto
a. Foto pintu atas panggul
b. Ibu dalam posisi setengah duduk (Thoms), sehingga tabung rontgen tegak
lurus diatas pintu atas panggul
3. Foto lateral
Ibu dalam posisi berdiri, tabung rontgen diarahkan horizontal pada
trochanter maya samping.
4. Pemeriksaan panggul luar.
- Palpasi: usia kehamilan 36 minggu bagian terendah janin belun turun
pada primigravida.
- Selisih distansia spinarum dan distansia cristarum<1,6 cm.
- Conjugata eksterna < 16 cm
- Pemeriksaan panggul dalam: promontorium teraba, linea inominata
teraba, sacrum, spina iskhiadika menonjol.
5. Melakukan Osborn Test
Pemeriksaan dengan tangan yang satu menekan kepala janin dari atas
ke arah rongga panggul sedang tangan lain yang diletakan pada kepala,
menentukan apakah bagian ini menonjol diatas symphisis atau tidak.
6. Metode Muller Munro Kerr
Tangan yang satu memegang kepala janin dan menekannya ke arah
rongga panggul, sedangkan 2 jari tangan yang lain dimasukan ke dalam
rongga vagina untuk menentukan sampai berapa jauh kepala mengikuti
tekanan tersebut, sementara itu ibu jari tangan yang masuk dalam vagina
memeriksa dari luar hubungan antara kepala janin dan symphisis.

10. Komplikasi
Apabila persalinan dengan disproporsisefalo pelvik dibiarkan berlangsung
sendiri tampa-bilamana perlu. Pengambiilan tindakan yang tepat, timbulnya
bahaya bagi ibu dan janin

a. Bahaya pada ibu


1. Partus lama yang sering disertai pecahnya ketuban pada pembukaan kecil
dapat menimbulkan dehidrasi serta asidosis dan infeksi intrapartum
2. Dengan his yang kuat, sedang kemajuan janin dalam jalan lahir tertahan
dapat timbul regangan segmen bawah uerus dan pembentukan
lingkaranretrasi patologik (Bandl). Keadaan ini terkenal dengan ruptura
uteri mengancam. Apabila tidak segera diambil tindakan untuk
mengurangi regangan, akan timbul ruptur uteri
3. Dengan persalinan tidak maju karena disproporsi sefalo pelvik jalan lahir
pada suatu tempat mengalami tekanan yang lama antara kepala janin dan
tulang panggul. Hal ini meninbulkan gangguan sirkulasi dengan akibat
terjadinya Iskemia dan kemudian nekrosis pada tempat tersebut.
Beberapa hari post partum akan terjadi fistula vesiko servikalis, atau
fitula vesiko vaginalis atau fistula rekto vaginalis
b. Bahaya pada janin
1. Patuslama dapat meningkatkan kematian Perinatal, apabila jika
ditambah dengan infeksi intrapartum
2. Prolasus Funikuli, apabila terjadi, mengandung bahaya yang sangat
besar bagi janin dan memerlukan kelahiranya dengan apabila ia masih
hidup.
3. Dengan adanya disproporsi sefalopelvik kepala janin dapat melewati
rintangan pada panggul dengan mengadakan moulage dapat dialami oleh
kepala janin tampa akibat yang jelek sampai batas – batas tertentu. Akan
tetapi apabila batas – batas tersebut dilampaui, terjadi sobekan pada
tentorium serebelli dan pendarahan intrakrahial
4. Selanjutnya tekanan oleh promontorium atau kadang – kadang oleh
simfiksi pada panggul picak menyababkan perlukaan pada jaringan
diatas tulang kepala janin, malahan dapat pula meninbulakan fraktur
pada Osparietalis
(Sarwono, 2015)
B. Konsep Asuhan Keperawatan Cephalopelvic Disproportion (CPD)
1) Pengkajian
Tanggal : tanggal dilakukan pengkajian
Jam : waktu dilakukan pengkajian
Tempat : tempat dilakukan pengkajian
No. Register : nomor urut yang ada di tempat pengkajian.
a. Data Subyektif
 Biodata
- Nama perlu dikaji sehubungan dengan membedakan pasien
atau supaya tidak terjadi kesalahan pasien.
- Umur perlu dikaji untuk mengetahui apakah ibu termasuk
dalam usia resiko tinggi untuk hamil.
- Agama perlu dikaji untuk mempermudah dalam melakukan
pendekatan di dalam asuhan kebidanan.
- Pendidikan perlu dikaji sehubungan dengan tingkat
penangkapan ibu terhadap pertanyaan yang diajukan, dan kie
yang diberikan oleh petugas.
- Pekerjaan perlu dikaji sehubungan dengan tingkat aktifitas ibu
dan social ekonominya.
- Penghasilan untuk mengetahui tingkat social ekonomi yang
dapat berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan nutrisi.
- Alamat untuk mempermudah jika melakukan kunjungan
rumah.
- Biodata suami untuk mengetahui tingkat social ekonomi
sehubungan dengan pemberian obat atau terapi.
 Keluhan utama
Ditanyakan untuk mengetahui masalah yang dihadapi ibu yang
dapat mempengaruhi jalannya persalinan, membuat intervensi.
 Riwayat haid
Untuk mengetahui HPHT dan TP, meliputi umur menarche, siklus,
jumlah darah serta adakah gangguan waktu haid, misalnya:
dismenorhe, siklus yang tidak teratur.
 Riwayat pernikahan
Untuk mengetahui riwayat pernikahan
 Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
Perlu dikaji untuk mengetahui kehamilan yang keberapa dan
bagaimana dengan persalinan yang lalu, ditolong siapa, jenis
persalinannya, tempat persalinan, bagaimana keadaan setelah
persalin, bagaimana keadaan bayi dan KB apa yang digunakan
setelah persalinan yang lalu.
 Riwayat kehamilan sekarang
Untuk mengetahui berapa kali ANC selama hamil ini dan apa saja
yang diperoleh dari ANC.
 Riwayat kesehatan yang lalu
Untuk mengetahui ada tidaknya penyakit kroinis atau penyakit
menular misalnya DM, hipertensi yang dapat berpengaruh pada
kehamilannya.
 Riwayat kesehatan sekarang
Untuk mengetahui ada tidaknya penyakit yang sedang diderita saat
ini.
 Riwayat psikososial dan budaya
Untuk mengetahui keadaan kondisi klien dalam keluarga dan
lingkungan keluarga, mengetahui tradisi yang dianut klien yang
berpengaruh pada kehailan, persalinan, nifas, dan pertumbuhan dan
perkembangan janinnya.
 Riwayat spiritual
Untuk mengetahui kepecayaan dan agama yang dianut klien agar
lebih mudah melakukan pendekatan pada klien.
 Pola kebiasaan sehari-hari
- Pola nutrisi
Untuk mengetahui apakah nutrisi sudah terpenuhi apa belum
ada pantangan apa tidak.
- Pola eliminasi
Untuk mengetahui ibu berapa kali BAB dan BAK
- Pola istirahat
Untuk mengetahui waktu istirahat ibu dalam 24 jam
- Pola aktivitas
Aktivitas yang dilakukan apa saja, aktivitasnya berpengaruh
atau tidak terhadap kehamilannya
- Pola kebersihan (personal Hygiene)
Mengetahui tingkat kebersihan klien dengan dikaji berapa kali
mandi, ganti baju dan ganti celana dalam berapa kali sehari.
- Pola hubungan seksual
Untuk mengetahui hubungan seksual yang dilakukan saat
hamil dapat berpengaruh apa tidak pada kehamilannya.
- Kebiasaan lain
Untuk mengetahui kebiasaan lain yang ddilakukan oleh ibu
yang dapat membahayakan kehamilannya seperti merokok,
minum alcohol dan jamu-jamuan.

b. Data Objektif
 Pemeriksaan umum
Untuk mengetahui keadaan pasien secara umum
K/U : Baik/cukup/lemah
Kesadaran : Composmentis
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : Normal 110/70 mmHg-120/80 mmHg
Kenaikan systole batasnya 15 mmHg
Kenaikan diastole batasnya 30 mmHg
Nadi : Normal 70-90 mmHg
Pernafasan : Normal 16-24 x/menit
Suhu Tubuh : Normal 36 oC-37 oC
BB : Pertambahan BB lebih dari ½ kg perminggu
diwaspadai kemungkinan PE, hingga akhir
kehamilan pertambahan BB normal 9-10 kg.
TB : Kurang dari 145 (CPD)

b. Pemeriksaan fisik
Inspeksi
rambut : warna, bersih/tidak, rontok/tidak,
lurus/ikal/keriting
kepala : tampak ada luka/tidak, tampak ada
benjolan/tidak
muka : pucat/tidak, bengkak/tidak, adakah cloasma
gravidarum, ekspresi wajah
mata : simetris/tidak, konjungtiva ka/ki pucat/tidak,
sclera ka/ki kuning/tidak
hidung : adakah pernafasan cuping hidung, adakah
pengeluaran scret/tidak, adakah pembesaran
polip
mulut : bibir pucat/tidak, kering/lembab,
stomatitis/tidak, caries/tidak
leher : apakah ada pembesaran kelenjar tyiroid
dada : adakah retraksi dinding dada, payudara
simetris/tidak, bersih/kotor, tegang/lembek
putting susu menonjol/mendatar/tenggelam,
ada benjolan atau tidak, hiperpigmentasi
perut : aerola/tidak, adanya pembesaran perut sesuai
kehamilan, ada strie/tidak, ada bekas
: operasi/tidak bersih/tidak,
Panggul : panggul terlihat sempit
genetalia adakah jaringan parut pada perineum,
: oedem/tidak
anus : adakah hemoroid
ekstermitas simetris/tidak, oedem/tidak
atas dan
bawah
Palpasi
Leher : teraba pembesaran kelenjar tyroid/tidak,
teraba bendungan vena jugularis/tidak.
Payudara : kolostrum keluar/tidak, ada nyeri
tekan/tidak, ada benjolan abnormal/tidak
Abdomen : sesuai usia kehamilan
Leopold I : menentukan TFU
Leopold II : menentukan letak janin
puka/puki
Leopold III : menentukan bagian terbawah
janin
Leopold IV : menentukan seberapa jauh
bagian terbawah, masuk PAP
Panggul : - Usia kehamilan 36 minggu bagian
terendah janin belun turun pada
primigravida.
- Selisih distansia spinarum dan distansia
cristarum<1,6 cm.
- - Conjugata eksterna < 16 cm
- - Pemeriksaan panggul dalam:
promontorium teraba, linea inominata
teraba, sacrum, spina iskhiadika
menonjol.

Auskultasi
DJJ : berapa kali per menit, menentukan kesejahteraan
janin
Frekuensi : teratur/tidak/bagaimana kekuatannya
c. Pemeriksaan penunjang
USG : untuk mengetahui kondisi janin
d. Pemeriksaan khusus
VT : untuk mengetahui kemajuan persalinan.
2) Diagnosa Keperawatan
Kehamilan

1) Anxietas b/d kesulitan dalam persalinan, kurang pengetahuan tentang


pola persalinan normal
2) Kurangnya pengetahuan b/d kurangnya informasi tentang
kehamilannya dan proses persalinan

Persalinan

1) Nyeri Akut b.d. terputusnya kontinuitas kulit dan jaringan


2) Resiko infeksi b.d. port the entry mikrobakteri
3) Gangguan Integritas Kulit dan jaringan b/d tindakan pembedahan
4) Hambatan Mobilitas tubuh berhubungan dengan kelemahan fisik
5) Nutrisi Kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake inadekuat
6) Gangguan perfusi jaringan perifer b/d suplai o2 ke jaringan
menurun
7) Gangguan perfusi jaringan cerebral b/d suplai o2 ke jaringan otak
menurun
8) Resiko kekurangan cairan tubuh b/d dehidrasi
9) Resiko cidera janin b/d tekanan promotorium
10) PK. Syok Hipovolemik b/d perdarahan berlebih

3) Intervensi Keperawatan
KEHAMILAN

Dx 1 Anxietas b/d kesulitan dalam persalinan, kurang pengetahuan


tentang pola persalinan normal

Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x20 menit diharapkan


kecemasan berkurang

Kriteria hasil : tampak rileks, ibu kooperatif dalam teknik relaksasi dan napas
dalam, ibu melaporkan cemas berkurang, TD stabil.

Intervensi:

1. Berikan informasi tentang perubahan psikologis dan fisiologis pada


persalinan sesuai kebutuhan
R/ pendidikan dapat menurunkan stres dan ansietas dan
meningkatkan kemajuan persalinan

2. Kaji tingkat dan penyebab ansietas, kesiapan untuk melahirkan anak,


latar belakang budaya dan peran orang terdekat

R/ memberikan informasi dasar, ansietas memperberat


persepsi nyeri, mempengaruhi penggunaan teknik koping dan
menstimulasi pelepasan aldosteron yang dapat meningkatkan resospsi
natrium dan air

3. Pantau TTV sesuai indikasi

R/ stres mengaktifkan sistem adrenokortikal hipofisis-


hipotalamik, yang meningkatkan retensi dan resorpsi natrium dan air
dan meningkatkan eksresi kalium. Resorpsi natrium dan air dapat
memperberat perkembangan toksemia intapartal/hipertensi,
kehilangan kalium dapat memperberat penurunan aktivitas miometrik.

4. Pantau pola kontraksi uterus, laporkan disfungsi persalinan

R/ pola kontraksi hipertonik atau hipotonik dapat terjadi bila


stres menetap dan memperpanjang pelepasan katekolamin

5. Anjurkan klien untuk mengungkapkan perasaan, masalah dan rasa


takut

R/ stres, rasa takut dan ansietas mempunyai efek yang dalam


pada proses persalinan, sering memperlama fase pertama karena
penggunaan cadangan

6. Demonstrasikan metode persalinan dan relaksasi, berikan tindakan


kenyamanan

R/ menurunkan stresor yang dapat memperberat ansietas;


memberikan strategi koping

Dx 2 Kurangnya pengetahuan b/d kurangnya informasi tentang


kehamilannya dan proses persalinan

Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan selama 1x20 menit


diharapakan ibu dapat memahami proses persalinan
kriteria Hasil : Ibu menyatakan dapat menerima penjelasan perawat, ibu
kooperatif

Intervensi :

1. Kaji pengetahuan yang telah dimiliki ibu serta kesiapan ibu menerima
informasi

Rasional: untuk mengefektifkan penjelasan yang akan diberikan

2. Menjelaskan tentang proses persalinan serta apa yang mesti dilakukan


oleh ibu

Rasional: untuk memberikan informasi kepada ibu dengan


harapan terjadi perubahan tingkat pengetahuan dan psikomotor dari
ibu sehingga ibu kooperatif

3. Menjelaskan tentang kemajuan persalinan, perubahan yang


terjadi serta prosedur yang akan dilaksanakan dan hasil pemeriksaan

Rasional: memberikan gambaran pada ibu tentang persalinan


yang sedang dijalani, mengurangi cemas dengan harapan
keadaan psikologis ibu tenang yang dapat mempengaruhi intensitas
his

4. Memberi pujian atas sikap kooperatif ibu

Rasional: pujian dapat meningkatkan harga diri serta dapat


menjadi motivasi untuk melakukannya lagi

PERSALINAN

1) Dx 1 Nyeri b.d. terputusnya kontinuitas kulit dan jaringan

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x 2jam diharapkan


nyeri ibu berkurang atau hilang

Kriteria hasil : - Skala nyeri 0-3

- ibu mengatakan nyerinya berkurang sampai hilang


- tidak merasa nyeri saat mobilisasi
- tanda vital dalam batas normal . S = 37 C . N = 80 x/menit ,
TD = 120/80 mmHg , R = 18 – 20 x / menit
Intervensi :

a. Kaji ulang skala nyeri


R/ mengidentifikasi kebutuhan dan intervensi yang tepat

b. Anjurkan ibu agar menggunakan teknik relaksasi dan distraksi rasa


nyeri
R/ untuk mengalihkan perhatian ibu dan rasa nyeri yang dirasakan

c. Motivasi : untuk mobilisasi sesuai indikasi


R/ memperlancar pengeluaran lochea, mempercepat involusi dan
mengurangi nyeri secara bertahap.

d. Berikan kompres hangat


R/ meningkatkan sirkulasi pada perinium

e. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik


R/ melonggarkan system saraf perifer sehingga rasa nyeri berkurang

Dx 2 Risiko infeksi b.d. port the entry mikrobakteri

Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x 2 jam


diharapkan ibu tidak terjadi infeksi atau tidak ada tanda-
tanda infeksi

Kriteria hasil : - Dapat mendemonstrasikan teknik untuk menurunkan


resiko infeksi

- tidak
terdapat tanda-tanda infeksi.
- Leukosit dalam batas normal (4000-10.000 /mm3)
- TTV dalam batas normal

Intervensi :

a. Kaji luka pada abdomen dan balutan.

Rasional : mengidentifikasi apakah ada tanda-tanda infeksi adanya


pus.

b. Menjaga kebersihan sekitar luka dan lingkungan klien, rawat luka


dengan teknik aseptik.

Rasional : mencegah kontaminasi silang/penyebaran organisme


infeksius.
c. Dapatkan kultur darah, vagina, dan plasenta sesuai indikasi.

Rasional : mengidentifikasi organisme yang menginfeksi dan


tingkat keterlibatan.

d. Pantau tanda-tanda vital.


R/ peningkatan suhu > 38°C menandakan infeksi.
e. Sarankan ibu untuk menjaga kebersihan daerah luka
Rasional : meminimalisir terjadinya infeksi
f. Terangkan pada klien cara mengidentifikasi tanda infeksi.
Rasional : Mencegah cross infeksi.
g. Nilai hasil lab.Leukosit, darah lengkap.
Rasional : Penurunan sel darah putih akibat dari proses penyakit.
h. Berikan obat sesuai terapi.
Rasional : Antibiotika profilaktik atau pengobatan.

Dx 3 Gangguan Integritas Kulit dan jaringan b/d tindakan pembedahan

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x 8 jam integritas


kulit dan jaringan ada perbaikan

KH : Luka jahitan bersih, tidak ada tanda-tanda adanya infeksi

Intervensi :

1. Kaji daerah sekitar jahitan. Apakah ada pus pada jahitan/ basah
R/ deteksi awal jika terjadi gangguan dalam proses penyembuhan
2. Jaga luka jahitan tetap kering dan bersih
R/ Mengurangi resiko infeksi
3. Gujakan teknik aseptik saat merawat luka jahitan
R/ mencegah tranmisi infeksi bakteria
4. Perhatikan intake nutrisi klien
R/ penting untuk mempercepat penyembuhan luka
5. Identifikasi derajat perkembangan luka
R/ untuk memantau perkembangan luka

Dx 4 Gangguan ADL berhubungan dengan kelemahan fisik

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam kebutuhan


ADL terpenuhi
Kriteria hasil : Klien dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari tanpa bantuan
orang lain, keadaan umum baik, kekuatan otot baik

Intervensi:

a. Kaji kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

R/ mengetahui kemampuan klien dan dapat memenuhi kebutuhannya

b. Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

R/ bantu dan latihan yang teratur membiasakan klien melakukan


aktivitas sehari-hari.

c. Anjurkan keluarga untuk kooperatif dalam perawatan

R/ keluarga dapat membantu dan bekerja sama memenuhi kebutuhan


klien dan mempercepat proses penyembuhan.

d. Ajarkan ROM pada pasien pada semua ektremitas dan sendi

R/ meningkatkan sirkulasi dan meningkatkan mobilisasi sendi

Dx 5 Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake inadekuat

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam kebutuhan


nutrisi klien terpenuhi

KH : Tidak terjadi penurunan BB, Nafsu makan meningkat, porsi makan


yang disediakan habis, konjungtiva tidak anemis

Intervensi :

1. Timbang BB setiap hari


R/ mengetahui peningkatan atau penurunan BB
2. Kaji intake dan output nutrisi klien
R/ mengetahui masukan nutrisi yang adekuat/tidak
3. Berikan nutrisi sedikit tapi sering
R/ Pemenuhan asupan nutrisi pada klien
4. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian nutrisi pada klien
R/ membantu dalam rencana diet untuk pemenuhan nutrisi klien
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, Heather T. 2013. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2011.

Jakarta : EGC.

Kapita Selekta Kedokteran Jilid I edisi III, 2008. Diagnosis. Jakarta : EGC

Manuaba, 2013. Kapita selekta kedokteran. Jakarta: Aesculapius.

Mochtar, 2012. Ilmu Keperawatan. Jakarta : EGC

Reader, 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT bina pustaka.

Sarwono,2015. Buku Saku Diagnosis Keperawatan edisi 7. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai