Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

POST PARTUM SECTIO CAESAREA (SC)

A. PENGERTIAN
Angka kejadian sectio caesaria di Indonesia menurut survei nasional tahun
2007 adalah 921.000 dari 4.039.000 persalinan atau sekitar 22.8% dari
seluruh persalinan di Jawa tengah tercatat dari 17.665 angka kelahiran
terdapat 35.7% - 55.3% ibu melahirkan dengan proses sectio caesaria (Kasdu,
2005). Di Indonesia angka persalinan caesar di 12 Rumah Sakit pendidikan
antara 2,1 % – 11,8 %. Angka ini masih di atas angka yang diusul oleh Badan
Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1985 yaitu 10 % dari seluruh persalinan
Caesar nasional. Di Propinsi Gorontalo, khususnya di RS rujukan angka
kejadian SC pada tahun 2008 terdapat 35 % dan meningkat menjadi 38 %
pada tahun 2009 (Depkes RI, 2009).
Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka perut dan dinding rahim. Tujuan dasar pelahiran adalah
memelihara kehidupan atau kesehatan ibu dan anak. Atau SC adalah
suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada
dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh
serta berat janin diatas 500 gram.
Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding rahim.
Sectio caesareamenurut Todman (2007) yang dikutip oleh Mulyawati
(2011) berasal dari bahasa latin caesere yang berarti memotong atau
menyayat.
Sectio caesarea didefinisikan sebagai lahirnya janin melalui insisi pada
dinding abdomen (laparatomi) dan dinding uterus (histerotomy) (Rasjidi,
2009).
Disproporsi Kepala Panggulmencakup panggul sempit, fetus yang
tumbuhnya terlampau besar, atau adanya ketidakseimbangan relatif antara
ukuran bayi dan ukuran pelvis. Yang ikut menimbulkan masalah disproporsi
adalah bentuk pelvis, presentasi fetus serta kemampuannya untuk
moulageatau masuk panggul, kemampuan terdilatasi pada serviks dan
keefektifan kontraksi uterus (Oxorn, 2010).
B. KLASIFIKASI
a) Sectio caesarea transperitonealis profunda dengan insisi di segmen bawah
uterus. Tipe ini yang paling banyak dilakukan. Segmen bawah uterus
tidak begitu banyak mengandung pembuluh darah dibanding segmen atas
sehingga resiko perdarahan lebih kecil. Karena segmen bawah terletak
diluar kavum peritonei, kemungkinan infeksi pasca bedah juga
tidak begitu besar. Di samping itu resiko rupture uteri pada kehamilan
dan persalinan berikutnya akan lebih kecil jika jaringan parut hanya
terbatas pada segmen bawah uterus. Kesembuhan luka biasanya baik
karena segmen bawah merupakan bagian uterus yang tidak begitu aktif.
Indikasi SC yang berasal dari ibu:
1. Sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk
2. Terdapat kesempitan panggul
3. Solusio Plasenta tingkat I-II
4. Komplikasi kehamilan yaitu preeklamsia, eklamsia
5. Setelah operasi plastic vaginam:
a. Bekas luka / sikatriks yang luas
b. Fistula vesika-vaginal, rekto-vaginal
6. Gangguan perjalanan persalinan, karena :
a. Kista ovarium
b. Mioma uteri
c. Karsinoma serviks
d. Kekakuan serviks
e. Rupture uteri iminem
7. Kehamilan yang disertai penyakit seperti :
a. Penyakit jantung
b. DM
Indikasi yang berasal dari janin :
1. Fetal distress/ gawat janin
2. Malpresentasi dan malposisi kedudukan janin
3. Prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil
4. Kegagalan persalinan vakumatau forseps ekstraksi
Pertolongan persalinan SC tidak akan dipertimbangkan pada :
1. Janin yang telah meninggal
2. Kelainan congenital
3. Terdapat kesempitan panggul absolute (CD ≤ 5 cm)
Keuntungan insisi segmen bawah rahim menurut kehier :
1. Segmen bawah rahim lebih tenang
2. Kesembuhan lebih baik
3. Tidak banyak menimbulkan perlekatan
Kerugiannya :
1. Terdapat kesulitan pada waktu mengeluarkan janin
2. Terjadi perluasan luka insisi dan menimbulkan perdarahan b.
b) Sectio sesarea klasik (korporal) menurut Sanger Insisi dibuat pada korpus
uteri. Dilakukan kala segmen bawah tidak terjangkau karena melekat
eratnya dinding uterus pada perut karena section sesarea yang sudah-
sudah, insisi disegmen bawah uterus mengandung bahaya perdarahan
banyak berhubung dengan letaknya plasenta pada plasenta previa, atau
apabila dikandung maksud untuk melakukan histerektomi setelah janin
dilahirkan.
Indikasi :
1. SC yang dengan sterilisasi
2. Terdapat pembuluh darah besar sehingga diperkirakan akan terjadi
robekan segmen bawah rahim dan perdarahan
3. Janin kepala besar dalam letak lintang
4. Kepala bayi telah masuk pintu atas panggul
Keuntungan :
1. Mudah dilakukan karena lapangan operasi relative luas
Kerugian :
1. Kesembuhan luka operasi relative sulit
2. Kemungkinan terjadinya rupture uteri pada kehamilan berikutnya
lebih besar
3. Kemungkinan terjadinya perlekatan dengan dinding abdomen
lebih besar
c) Sectio sesarea ekstraperitoneal Dahulu dilakukan untuk mengurangi
bahaya infeksi puerperal, sekarang tidak banyak dilakukan karena sulit
dalam tehniknya dan seringkali terjadi sobekan peritoneam.
d) Sectio sesarea histerektomi menurut Porro Operasi SC Histerektomi
dilakukan secara
Histerektomi supra vaginal untuk menyelamatkan jiwa ibu dan janin
dengan indikasi :
1. SC disertai infeksi berat
2. SC dengan Antonio uteri dan perdarahan
3. SC disertai uterus coovelaire (solusio plasenta)
C. INDIKASI
a. Indikasi Ibu :
1) Panggul sempit
2) Tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi
3) Stenosis serviks uteri atau vagina
4) Plassenta praevia
5) Disproporsi janin panggul
6) Rupture uteri membakat
7) Partus tak maju
8) Incordinate uterine action
b. Indikasi Janin
1) Kelainan Letak :
a) Letak lintang
b) Letak sungsang ( janin besar,kepala defleksi)
c) Latak dahi dan letak muka dengan dagu dibelakang
d) Presentasi ganda
e) Kelainan letak pada gemelli anak pertama
2) Gawat Janin
c. Indikasi Kontra(relative)
1) Infeksi intrauterine
2) Janin Mati
3) Syok/anemia berat yang belum diatasi
4) Kelainan kongenital berat
D. ETIOLOGI
Menurut Sulaiman, penyebab dari timbulnya kelainan panggul seseorang
adalah sebagai berikut :
a) Kelainan karena gangguan pertumbuhan
1) Panggul sempit seluruh
2) Panggul picak
3) Panggul sempit picak
4) Panggul corong
5) Panggul belah yaitu symfisisterbuka
b) Kelainan karena penyakit tulang panggul atau sendi-sendinya
1) Panggul Rachitis
2) Panggul osteomalasia
3) Radang artikulasi sakroiliaka
c) Kelainan panggul disebabkan kelainan tulang belakang
1) Kifosis
2) Skoliosis
d) Kelainan panggul disebabkan kelainan anggota bawah
1) Koksitis
2) Luksasi
3) Atrofi
E. PATOFISIOLOGI
Adanya beberapa kelainan atau hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkanbayi tidak dapat lahir secara normal atau spontan, misalnya
plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, Cephalopelvik
Disproportion, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-
eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut
menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio
Caesarea(SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkanpasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan
masalah intoleransi aktivitas. Efek anestesi juga dapat menimbulkan otot
relaksasi dan menyebabkan konstipasi. Kurangnya informasi mengenai proses
pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi akan menimbulkan
masalah ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan
dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan
terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf -saraf di sekitar
daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan
prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut).
Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan
menimbulkan luka post SC, yang bila tidak dirawat dengan baik akan
menimbulkan masalah resiko infeksi.
Setelah kelahiran bayi prolaktin dan oksitosin meningkat menyebabkan
efeksi ASI, efeksi ASI yang tidak adekuat menimbulkan masalah
ketidakefektifan pemberian ASI pada bayi.
F. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Awasi Tanda –Tanda Vital sampai pasien sadar
2. Mobilisasi decara dini dan bertahap
3. Atasi nyeri yang ada
4. Pemberian cairan dan diit
5. Jaga kebersihan luka operasi
6. Berikan obat antibiotik dan analgetik
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hemoglobin
2. Hematokrit
3. Leukosit
4. Golongan darah
H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Menurut Fauziah dan Sutejo (2012) identitas klien meliputi:
a) Nama : untuk mengetahui nama klien agar mempermudah dalam
komunikasi dan tidak keliru dalam memberikan penanganan.
b) Umur : untuk mengetahui faktor risiko yang ada hubungannya
dengan klien
c) Pendidikan : untuk mengetahui pendidikan terakhir klien.
d) Pekerjaan : untuk mengetahui sosial ekonomi klien.
e) Suku bangsa : untuk mengetahui faktor pembawaan atau ras.
f) Agama : untuk memberikan motivasi sesuai agama yang dianut
klien.
g) Alamat : untuk mengetahui alamat klien agar mempermudah
mencari alamat jika terjadi sesuatu.
h) Identitas suami atau penanggung jawab : untuk mengetahui yang
bertanggung jawab atas klien selama perawatan.
b. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan menurut Fauziah dan Sutejo (2012) adalah:
a) Keluhan utama : ditanyakan alasan klien datang dan keluhan-
keluhannya.
b) Riwayat Kesehatan sekarang : ditanyakan penyakit yang diderita
dan pernah diderita baik akut maupun kronis serta penyakit
menular dan keturunan.
c) Riwayat menstruasi : ditanyakan fisiologis reproduksi (usia
menarche, siklus, lama menstruasi, masalah-masalah menstruasi,
perdarahan irreguler, nyeri hebat, perdarahan sampai
menggumpal selama menstruasi dan lain-lain).
d) Riwayat penggunaan alat kontrasepsi.
e) Riwayat penyakit dahulu dan operasi sebelumnya.
f) Riwayat kesehatan keluarga : ditanyakan penyakit-penyakit dan
masalah kesehatan dalam keluarga.
c. Riwayat Obstetrik
Untuk mengetahui riwayat kehamilan, persalinan, abortus, dan anak
hidup yang dimiliki saat periksa sekarang. Riwayat Obstetrik
menurut Fauziah dan Sutejo (2012) adalah :
a) Paritas ibu hamil dituliskan G P A, yang artinya :
G = jumlah kehamilan sampai saat ini
P = jumlah kelahiran
A = abortus yang pernah dialami.
Selain G P A, dalam paritas ibu hamil juga ditulis G T P A
L, yang artinya :
G = jumlah kehamilan sampai saat ini
T = kehamilan term jumlah kehamilan cukup bulan
P = kehamilan prematur
A = aborsi (jumlah aborsi spontan atau elektif)
L = living (jumlah anak hidup saat ini).
2. Penggunaan obat-obatan selama kehamilan, paparan penyakit dan
paparan toksin ditanyakan untuk mengetahui efek yang ditimbulkan dari
masalah-masalah tersebut.
3. Adaptasi kehamilan serta reaksi bagi ibu hamil, pasanganatausuaminya,
maupun keluarga ditanyakan untuk mengetahui penerimaan klien,
pasangan, dan keluarga terhadap kelahiran bayi yang dapat
mempengaruhi pemeliharaan bayi.
4. Riwayat persalinan.
5. Kebutuhan Dasar Manusia
Kebutuhan Dasar Manusia menurut Fauziah dan Sutejo (2012) adalah :
a) Persepsi dan pemeliharaan kesehatan : pengetahuan tentang
keperawatan kehamilan sekarang.
b) Pola nutrisi atau metabolik : intake makanan dan cairan selama
perawatan.
c) Pola eliminasi, defekasi, dan miksi.
d) Pola aktivitas dan latihan : kemampuan perawatan diri meliputi
makan, minum, mandi, toileting, berpakaian, mobilitas di tempat
tidur, berpindah, ambulasiatauROM.
e) Pola tidur dan istirahat : lama tidur, gangguan tidur, bantuan dan
kebiasaan untuk membantu tidur, serta perasaan saat bangun tidur.
f) Pola persepsual : penglihata, pendengaran, pengecap dan
sensasinyeri.
Nyeri adalah suatu kondisi yang menyebabkan suatu ketidaknyamanan.
Rasa ketidaknyamanan dapat di sebabkan oleh terjadinya kerusakan saraf sensori
atau juga diawali rangsangan aktivitas sel T ke korteks serebri dan menimbulkan
persepsi nyeri (Smeltzer,2010).
Pengkajian analisis symptom meliputi (PQRST) : P (Paliatif/Profocatif=
yang menyebabkan timbulnya masalah), Q (Quality= kualitas nyeri yang
dirasakan), R (Regio = lokasi nyeri), S (Severity= keparahan), T (Time= waktu)
(Kneale & Davis, 2011).
Pengukuran nyeri, terdapat beberapa cara yaitu pengukuran nyeri menurut
Kneale & Davis (2011) adalah :
a) Skala Nilai Numerik (NRS, Numerical Rating Scale)
Skala NRS digunakan dengan meminta klienuntuk menilai nyeri yang
dirasakan dengan angka, secara umum menggunakan skala 0-10 dengan 0
tidak ada nyeri dan 10 nyeri yang tak tertahankan atau sangan nyeri. Beberapa
unit menggunakan skala 0-3 atau 0-5 dengan dasar yang sama. Diperlukan
instruktur yang cermat terutama jika klienmengalami nyeri yang hebat.
Keuntungan menggunakan NRS adalah skala ini memiliki sensitivitas
yang lebih besar dan menghindari kesalahpahaman yang terjadi ketika kita
menginterprestasikan nyeri secara lisan. Keterbatasan berhubungan dengan
individu yang memiiki kesulitan untuk membayangkan nyeri yang dirasakan
dalam bentuk angka.
b) Skala Nilai Visual (VAS, Visual Analogue Scale)
Skala ini digambarkan dengan garis lurus, biasanya panjangnya mencapai
10 cm (Gambar 1.2). Salah satu ujungnya ditandai tidak ada nyeri dan ujung
lainnya ditandai nyeri hebat. Skala ini digunakan secara vertikal atau
horizontal, sambil meminta klienuntuk menandai garis pada titik yang
menggambarkan derjat nyeri yang mereka rasakan saat ini.Metode ini
digunakan secara luas, terutama dalam penelitian.
Kelebihan VAS adalah :
1. klien dapat menandai derajat nyeri yang dirasakan dengan akurat.
Gambar 1.3 Skala Analog Visual Sumber : Kneale & Davis, 2011

Tidak ada nyeri Nyeri Hebat

2. Skala ini menghasilkan ukuran yang sensitif yang merefleksikan


perubahan seiring waktu dan dengan intervensi berbeda. Misalnya,
tanda awal pada titik 7,25 cm yang diukur dari ujung tidak ada
nyeripada skala akan berubah ke titik yang lebih rendah dengan
intervensi yang efektif.
3. Skala ini cepat dan mudah digunakan, mudah di reproduksi dan
digunakan secara universal untuk mengukur nyeri dan keefektifan
pereda nyeri.
Kekurangan VAS adalah :
1. Merupakan alat pengukur nyeri satu dimensi.
2. Hanya menggambarkan nyeri yang terjadi pada saat itu.
3. klien lansia, konfusi, anak-anak dan mereka yang mengalami
gangguan fungsi kognitif sulit menggunakan VAS kerena
membutuhkan pemikiran yang abstrak dalam menggunakan VAS.
4. Membutuhkan imajinasi yang adekuat.
5. Tidak relevan bagi klienyang mengalami nyeri hebat atau kronis
c) Skala Deskriptor Verbal (VDS, Verbal Descriptor Scale)
Pengukuran dengan VDS dilakukan dengan cara menginstruksikan skala
nyeri dengan ditambahkan angkapada penjelasan yang digunakan untuk
mengungkapkan nyeri. Misalnya, 0 = tidak ada nyeri, 2 = nyeri sedang dan 3
= nyeri berat. Instrumen ini memiliki beberapa keuntungan dan keterbatasan
yang sama seperti VDS dan NRS yang telah dijelaskan diatas.
6. Pola persepsi diri: pandangan klien tentang perasaannya, kecemasan dan
konsep diri.
7. Pola seksualitas dan reproduksi : fertilitas, libido, mentruasi, kontrasepsi
dan lain-lain.
8. Pola peran dan hubungan : komunikasi, hubungan dengan orang lain,
kemampuan keuangan.
9. Pola manajemen koping : perubahan terbesar dalam hidup akhir-akhir ini.
10. Sistem nilai dan keyakinan: pandangan klien tentang agama dan kegiatan
keagamaan.
d. Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan umum menurut Yuli (2017) meliputi :
1) Keadaan umum : Kondisi klien saat pengkajian
2) Tingkat Kesadaran : Tingkat kesadaran menurut Kusuma & Huda
(2015) di bagi menjadi :
a) Komposmentis adalah keadaan sadar penuh, baik terhadap
lingkungan maupun terhadap dirinya sendiri,
Gcs : 14 -15.
b) Apatis adalah keadaan kliendimana tampak acuh tak ach dan
segan terhadap lingkungannya,
Gcs : 12 –13.
c) Delirium adalah keadaan klienmengalami penurunan
kesadaran disertai kekacauan motorik serta siklus tidur
bangun yang terganggu,
Gcs: 10 –11.
d) Somnolen adalah keadaan klien mengantuk yang dapat
pulihjika dirangsang, tapi jika rangsangan berhenti klienakan
tidur kembali,
Gcs : 7 –9.
e) Sopor adalah keadaan klienmengantuk yang dalam,
Gcs : 5 –6.
f) Semi koma adalah keadaan klienmengalami penurunan
kesadaran yang tidak memberikan respon rangsang
terhadaprangsang verbal, serta tidak mampu untuk
dibangunkan sama sekali, tapi respon terhadap nyeri tidak
adekuat serta reflek pupil masih baik,
Gcs : 4.
g) Koma adalah keadaan klienmengalami penurunan kesadaran
yang sangat dalam, tidak terdapat respon pada rangang nyeri
serta tidak ada gerakan spontan,
Gcs :
3) Tekanan darah:untuk mengetahui klien mengalami hipertensi atau
tidak. Nilai normal tekanan darah adalah untuk tekanan darah
sistolik 100-140 mmHg dan tekanan darah diastolik <85 mmHg
(Kusuma & Huda,2015).
4) Suhu : untuk mengetahui ada peningkatan suhu tubuh normal atau
tidak pada klien post sectio caesarea dengan nilai normal 36.50C
–37.50C (Kusuma & Huda,2015).
5) Nadi : untuk mengetahui nadi pada klien post sectio
caesareadengan nilai normal 60 -100 xataumenit (Kusuma &
Huda,2015).
6) Respirasi : untuk mengetahui frekuensi pernapasan pada klien
post sectio caesareayang dihitung dalam 1 menit dengan nilai
normal 16–20 x atau menit (Kusuma & Huda,2015)
e. Pemeriksaan Head to toePemeriksan fisik menurut Yuli (2017)
adalah:
1) Kepala : meliputi bentuk wajah apakah simetris atau tidak,
keadaan rambut dan keadaan kulit kepala.
2) Muka : Terlihat pucat dan tampak menahan
sakit.3)Mata:anemisatau tidak,dengan melihat konjungtiva
merah segar atau merah pucat, sklera putih atau kuning.
3) Hidung : ada polip atau tidak, bersih atau kotor, untuk
mengetahui adanya gangguan jalan.
4) Gigi : bersih atau kotor, ada karies atau tidak, untuk
mengetahui kecukupan kalsium.
5) Lidah : bersih ataukotor, untuk mengetahui indikasi yang
mengarah pada penyakit tertentu misalnya tifoid.
6) Bibir : pecah atau tidak,ada stomatitis atau tidak, untuk
mengetahui kecukupan vitamin dan mineral.
7) Telinga : bersih atau kotor, ada peradangan maupun benjolan
atau tidak, untuk mengetahui adanya tanda infeksi atau tumor.
8) Payudara : simetris atau tidak, bersih atau kotor, ada retraksi
atau tidak, untuk mengetahui ada tidaknya kelainan pada
payudara.
9) Abdomen : ada luka bekas operasi atau tidak, simetris atau
tidak.
10) Dada: adanya jejas atau tidak, suara tambahan atau tidak,
simetris atau tidak.
11) Genetalia eksternal : Ada oedema atau tidak, ada
pembengkakan kelenjar atau tidak, adakah pembentukan
lochea dan apa warnanya.
12) Ekstermitas : ada varises atau oedema pada tangan maupun
kaki atau tidak, simetris atau tidak, ada gangguan atau tidak.
Pemeriksaan fisik atau Head to toeterdapat 4 macam tindakan
menurut Huda & Kusuma (2015) yaitu :
1) Inspeksi : pemeriksaan dengan melihat secara visual dari
kepala hingga kaki.
2) Palpasi : pemeriksaan secara perabaan, pada pemeriksaan ini
hanya diperiksa pada perut adakah massa, adakah nyeri tekan,
bagaimana keadaan umum.
3) Perkusi : pemeriksaan dengan mengetuk bagian permukaan
tubuh tertentu untuk membandingkan dengan bagian tubuh
lainya.
4) Auskultasi : pemeriksaan dengan cara mendengarkan,
biasanya menggunakan stetoskop
2. Diagnosa
Kemungkinan diagnosa yang muncul menurut Huda & Kusuma (2015)
adalah :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri akut berkurang
atau hilang.
Kriteria hasil :
1) Mampu mengontrol nyeri.
2) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan menejemen
nyeri.
3) Mengatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
Intervensi :
1) Kaji riwayat nyeri, lokasi, frekuensi, durasi, intensitas dan skala nyeri.
2) Berikan tindakan kenyamanan dasar: relaksasi, distraksi, imajinasi,
massage.
3) Awasi atau pantau TTV.
4) Berikan posisi yang nyaman.
5) Ajarkan ambulasi dini.
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik
Rasional :
1) Mengetahui tingkat nyeri kliendan menentukan tindakan yang akan
dilakukan selanjutnya.
2) Mengurangi rasa nyeri.
3) Mengetahui tanda kegawatan.
4) Memberikan kenyamanan dan membantu mengurangi nyeri.
5) Mengurangi rasa nyeri.
6) Mengontrol nyeri dengan menggunakan terapi farmakologi.
Implementasi:
1) Melakukan pengkajian riwayat nyeri, lokasi, frekuensi, durasi,
intensitas dan skala nyeri.
2) Memberikan tindakan kenyamanan dasar: relaksasi, distraksi, imajinasi,
massage.
3) Mengawasi atau pantau TTV.
4) Memberikan posisi yang nyaman.
5) Mengajarkan ambulasi dini.
6) Melakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik
Evaluasi : Nyeri klien berkurang, klien tampak rileks, klien tidak
mengeluh nyeri.
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan kerusakanintegritas kulit
dapat teratasi.
Kriteria Hasil :
1) Perfusi jaringan normal.
2) Tidak ada tanda-tanda infeksi
3) Ketebalan dan tekstur jaringan normal
4) Menunjukan terjadinya proses penyembuhan luka.
Intervensi :
1) Monitoring kulit yang mengalami integritas.
2) Berikan perawatan luka.
3) Ajarkan klien untuk konsumsi tinggi protein.
4) Ajarkan klien untuk menggunakan baju longgar.
5) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian nutrisi sesuai kebutuhan.
Rasional :
1) Mengetahui perkembangan penyembuhan luka atau munculnya infeksi.
2) Mempercepat penyembuhan luka.
3) Membantu dalam penyembuhan luka dengan nutrisi.
4) Agar terhindar dari munculnya infeksi dan nyeri akibat penekanan
pakaian.
5) Membantu penyembuhan luka dengan nutrisi.
Implementasi :
1) Memonitoring kulit yang mengalami integritas.
2) Memberikan perawatan luka.
3) Mengajarkan klien untuk konsumsi tinggi protein.
4) Mengajarkan klien untuk menggunakan baju longgar.
5) Melakukan kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian nutrisi sesuai
kebutuhan.
Evaluasi :Masalah keperawatan kerusakan integritas kulit dapat teratasi.

c. Konstipasi berhubungan dengan kelemahan otot abdomen.


Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah
konstipasi dapat teratasi.
Kriteria Hasil :
1) Mempertahankan bentuk feses lunak setiap 1-3 hari.
2) Bebas dari ketidak nyamanan dan konstipasi.
3) Mengidentifikasi indikator untuk mencegah konstipasi
4) Feses lunak dan berbentuk.
Intervensi :
1) Monitoring tanda dan gejala konstipasi.
2) Monitoring bising usus.
3) Identifikasi faktor penyebab dan kontribusi konstipasi.
4) Ajarkan klien untuk konsumsi makanan yang berserat tinggi
5) Kolaborasi dengan dokter dalam mengatasi konstipasi.
Rasional :
1) Mengetahui seberapa berat masalah konstipasi yang dialami klien.
2) Mengetahui bising usus klien.
3) Mengetahui faktor penyebab dan kontribusi konstipasi.
4) Mengatasi konstipasi dengan makanan yang berserat.
5) Mengatasi konstipasi dengan terapi farmakologi.
Implementasi :
1) Memonitoring tanda dan gejala konstipasi.
2) Memonitoring bising usus.
3) Mengidentifikasi faktor penyebab dan kontribusi konstipasi.
4) Mengajarkan klien untuk konsumsi makanan yang berserat tinggi
5) Melakuan Kolaborasi dengan dokter dalam mengatasi konstipasi.
Evaluasi : Masalah keperawatan konstipasi dapat teratasi

d. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi


tentang penanganan post partum.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah
defisiensi pengetahuandapat teratasi.
Kriteria Hasil :
1) Klien dan keluarga mengatakan paham tentang suatu penyakit yang di
hadapi klien.
2) Klien dan keluarga mampu menjelaskan kembali yang dijelaskan
perawatn.
Intervensi :
1) Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan klien tentang proses
penyakit.
2) Sediakan informasi pada klien tentang kondisi dengan cara yang tepat.
3) Jelaskan patofisiologi masalah penyakit dan hal-hal yang berhubungan
dengan penyakit tersebut.
4) Kolaborasi dengan keluarga dalam pemahaman masalah penyakit.
Rasional :
1) Mengetahui seberapa jauh pengetahuan yang dipahami klien.
2) Untuk memberikan informasi kepada klien dan keluarga,
3) Agar klien dan keluarga paham masalah kondisi klien.
4) Agar keluarga paham masalah yang dihadapi klien.
Implementasi :
1) Memberikan penilaian tentang tingkat pengetahuan klien tentang proses
penyakit.
2) Menyediakan informasi pada klien tentang kondisi dengan cara yang
tepat.
3) Menjelaskan patofisiologi masalah penyakit dan hal-hal yang
berhubungan dengan penyakit tersebut.
4) Melakukan kolaborasi dengan keluarga dalam pemahaman masalah
penyakit.
Evaluasi :Masalah keperawatan tentang defisit pengetahuan dapat teratasi.

e.Risiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan risiko infeksi dapat
teratasi.
Kriteria Hasil :
1) Klien tidak menunjukan tanda-tanda infeksi.
2) Suhu tubuh normal (36,5-37,5 °C).
3) Nadi normal(60-100 x/menit).
4) Frekuensi napas normal (16-20 x/menit).
5) Tekanan darah normal ( tekanan sistolik 100-140 mmHg dan tekanan
diastolik <85).
Intervensi :
1) Monitoring sel darah putih.
2) Pantau tanda dan gejala infeksi.
3) Berikan lingkungan yang bersih kepada klien.
4) Ajarkan klien dan keluarga tanda dan gejala munculnya infeksi dan
kapan harus lapor ke petugas kesehatan.
5) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti-inflamasi.
Rasional :
1) Untuk mengetahui munculnya infeksi dengan cek laboraturium.
2) Untuk mengetahui munculnya infeksi dengan inspeksi dan palpasi.
3) Untuk menghindari terjadinya infeksi.
4) Untuk dapat meminimalisir infeksi yang parah.
5) Mencegah infeksi dengan terapi farmakologi.
Implementasi :
1) Memonitoring sel darah putih.
2) Memantau tanda dan gejala infeksi.
3) Memberikan lingkungan yang bersih kepada klien.
4) Mengajarkan klien dan keluarga tanda dan gejala munculnya infeksi
dan kapan harus lapor ke petugas kesehatan.
5) Melakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti-
inflamasi.Evaluasi: Masalah keperawatan risiko infeksi dapat teratasi.
PATHWAY SECTIO CAESAREA
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, D.P. 2015. Asuhan Keperawatan, (Online), (http://repository.


ump.ac.id/2598/3/PARAMITA%20SEDYA%20UTAMI%20BAB%2
0II.pdf) diakses tanggal 2019
Cristiani, S. 2014. Laporan Pendahuluan Nifas Post SC, (Online),
(https://www.scribd.com/doc/230547090/Laporan-Pendahuluan-
Nifas-Post-SC) diakses tanggal 2 April 2019
Munawaroh. 2015. Asuhan Keperawatan Post SC, (Online),
(http://eprints.ums.ac.id/33965/1/1.%20NASKAH%20PUBLIKASI.p
df) diakses tanggal 2 April 2019
UMS. 2019, Laporan Pendahuluan Post SC, (Online), (http://eprints.ums.
ac.id/16800/2/BAB_I.pdf) diakses tanggal 2 April 2019
Unimus. 2019. Laporan Pendahuluan, (Online), (http://repository.unimus.
ac.id/2058/3/BAB%20II.pdf) diakses tanggal 2 April 2019
Utami, P.S. 2014. Asuhan Keperawatan Post SC, (Online),
(http://repository.ump.ac.id/2598/3/PARAMITA%20SEDYA%20UT
AMI%20BAB%20II.pdf) diakses tanggal 2 April 2019
Wijaya, A. 2017. Asuhan Keperawatan Post SC, (Online),
(http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id/repo/disk1/33/01-gdl-
atnatikawi-1603-1-ktiatna-a.pdf) diakses tanggal 2 April 2019

Anda mungkin juga menyukai