Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN RASA NYAMAN (NYERI)

I I

S T I K E S

A
E

OLEH :

IRA PUSPITA LISTIARINI


NIM 19.31.1367

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


STIKES CAHAYA BANGSA BANJARMASIN
TAHUN 2019-2020
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN RASA NYAMAN (NYERI)

I I

S T I K E S

A
E

OLEH :

IRA PUSPITA LISTIARINI


NIM 19.31.1367

Banjarbaru 09 November 2019


Mengetahui,

Preseptor Akademi Preseptor Klinik

( ) ( )
STASE KEPERAWATAN DASAR PROFESI (KDP)
LAPORAN PENDAHULUAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

GANGGUAN RASA NYAMAN (NYERI)

I. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia


I.1 Definisi Kebutuhan Rasa Nyaman (Nyeri)
Keamanan adalah keadaan bebas dari cedera fisik dan psikologis atau
bisa juga keadaan aman dan tentram (potter& perry, 2006).
Perubahan kenyamanan adalah keadaan dimana individu mengalami
sensasi yang
tidak menyenangkan dan berespons terhadap suatu rangsangan yang
berbahaya (carpenito, linda jual, 2000).
1.1.1. Kenyamanan (Nyeri)
Nyeri adalah sensasi subyektif rasa tidak nyaman yang biasanya
berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial. Nyeri dapat
bersifat protektif, yaitu menyebabkan individu menjauh dari stimulus yang
berbahaya, atau tidak melakukan fungsi, seperti pada kasus nyeri kronis.
Nyeri dirasakan apabila reseptor nyeri spesifik teraktivasi. Deskripsi nyeri
bersifat subyektif dan obyektif, berdasarkan lama (durasi), kecepatan
sensasi, dan lokasi. (Elizabeth J. Corwin, 2007)
Nyeri merupakan suatu perasaan sensorik dan emosional yang
tidak menyenangkan dengan disertai kerusakan jaringan yang aktual dan
potensial. Nyeri ditandai oleh peningkatan frekuesi pernafasan, penigkatan
heart rate, wajah meringis, menarik diri, hingga menangis. (Jordan Sue,
2003)
Nyeri adalah sensasi yang sangat tidak menyenangkan dan sangat
individual, dimana nyeri dapat memenuhi seluruh pikiran seseorang,
mengganggu, dan klien sulit untuk mengkomunikasikannya. (Barbara
Kozier, 2009)
Berdasarkan pengertian diatas maka nyeri menurut kelompok adalah
adanya perasaan sensorik yang tidak nyaman dan mengganggu yang dapat
berakibat negatif pada seseorang yang mengalaminya.

I.2 Fisiologi Sistem Nyeri


Munculnya nyeri berkaitan dengan reseptor dan adanya
rangsangan. Reseptor nyeri yang dimaksud adalah niciceptor, merupakan
ujung-ujung saraf sangat bebas yang memeiliki sedikit atau bahkan tidak
memiliki myelin yang terbesar pada kulit dan mukosa, khususnya pada
visera, persendian, dinding arteri, hati dan kandung empedu.
Reseptor nyeri dapat memberikan respon akibat adanya stimulasi
atau rangsangan. Stimulasi tersebut dapat berupa zat kimia seperti :
histamin, bradikin, prostaglandin, dan macam-macam asam yang dilepas
apabila terdapat kerusakan oksigenasi. Stimulasi yang lain dapat berupa
termal, listrik atau mekanis.

I.3 Faktor-faktor mempengaruhi Nyeri


Pengalaman nyeri pada seseorang dapat dipengaruhi oleh
beberapa hal, diantaranya adalah :
1.3.1 Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus
mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang
melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami perubahan
fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami,
karena mereka menganggap nyeri adalah hal yang alamiah yang
harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat
atau meninggal jika nyeri diperiksakan.
1.3.2 Jenis Kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wanita tidak berbeda
secara signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi
faktor budaya (contoh: tidak pantas kalau laki-laki mengeluh
nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri).
1.3.3 Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka
meresapon nyeri (contoh: suatu daerah yang menganut
kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat dari kesalahannya
sendiri).
1.3.4 Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi
nyeri dan sebaliknya koping maladaptif akan menyulitkan
seseorang dalam mengatasi nyeri.
1.3.5 Arti nyeri
Nyeri bagi seseorang memeiliki banyak perbedaan dan hampir
sebagian arti nyeri merupakan arti yang negatif, seperti
membahayakan, merusak, dan lain-lain. Keadaan ini dipengaruhi
oleh lingkungan dan pengalaman.
1.3.6 Persepsi nyeri
Persepsi nyeri merupakan penilaian yang sangat subjektif
tempatnya pada korteks (pada fungsi evaluasi kognitif). Persepsi
ini dipengaruhi oleh faktor yang dapat memicu stimulasi
nociceptor.
1.3.7 Toleransi nyeri
Toleransi ini erat hubungannya dengan intensitas nyeri yang dapat
mempengaruhi kemampuan seseorang menahan nyeri. Faktor
yang dapat mempengaruhi peningkatan toleransi nyeri antara lain
alkohol, obat-obatan, hipnotis, gesekan, garukan, pengalihan
perhatian, kepercayaan yang kuat, dan sebagainya. Sedangkan
faktor yang menurunkan toleransi antara lain kelelahan, rasa
marah, bosan, cemas, nyeri yang tidak kunjung hilang, sakit, dan
lain-lain. (A.Aziz, 2008 : 125)
1.3.8 Reaksi terhadap nyeri
Reaksi terhadap nyeri merupakan bentuk respons seseorang
terhadap nyeri, seperti ketakutan, gelisah, cemas, menangis dan
menjerit. Semua ini merupakan bentuk respons nyeri yang dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti arti nyeri, tingkat
persepsi nyeri, pengalaman masa lalu, nilai budaya, harapan
sosial, kesehatan fisik dan mental, rasa takut, cemas, usia dan
lain-lain. (A.Aziz, 2008 : 125)

1.4 Stimulasi nyeri


Seseorang dapat menoleransi nyeri (pain tolerance), atau dapat
mengenali jumlah stimulasi nyeri sebelum merasakan nyeri (pain
threshold). Terdapat beberapa jenis stimulus nyeri, diantaranya :
1.4.1 Trauma pada jaringan tubuh, misalnya karena bedah akibat
terjadinya kerusakan jaringan dan iritasi secara langsung pada
reseptor.
1.4.2 Gangguan pada jaringan tubuh, misalnya karena edema akibat
terjadinya penekanan pada reseptor nyeri.
1.4.3 Tumor, dapat juga menekan pada reseptor nyeri.
1.4.4 Iskemia pada jaringan, misalnya terjadi blockade pada arteria
koronaria yang menstimulasi reseptor nyeri akibat tertumpuknya
asam laktat.
1.4.5 Spasme tot dapat menstimulasi mekanik. (A.Aziz, 2009 : 217)

2 Rencana Asuhan Keperawatan Klien dengan Rasa Aman dan


Nyaman (Nyeri)
2.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses
keperawatan. Pengkajian nyeri penting untuk upaya penatalaksanaan
nyeri yang afektif. Karena nyeri merupakan pengalaman yang
subjektif dan dirasakan secara berbeda pada masing-masing individu,
maka perawat perlu mengkaji semua factor yang mempengaruhi nyeri,
seperti factor fisiologis, psikologis, perilaku, emosional, dan
sosiokultural. Pengkajian nyeri terdiri atas dua komponen utama,
yakni (a) riwayat nyeri untuk mendapatkan data dari klien dan (b)
observasi langsung pada respon perilaku dan fisiologis klien. Tujuan
pengkajian adalah untuk mendapatkan pemahaman objektif terhadap
pengalaman subjek. Pengkajian dapat dilakukan dengan cara PQRST :
1. P (pemicu) yaitu faktor yang mempengaruhi gawat atau
ringannya nyeri.
2. Q (quality) dari nyeri, apakah rasa tajam, tumpul atau tersayat.
3. R (region) yaitu daerah perjalanan nyeri.
4. S (severty) adalah keparahan atau intensits nyeri.
5. T (time) adalah lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri.
2.1.1 Riwayat Kesehatan
2.1.1.1 Riwayat  Nyeri
Saat mengkaji riwayat nyeri, perawat sebaiknya memberikan
klien kesempatan untuk mengungkapkan cara pandang mereka
terhadap nyeri dan situasi tersebut dengan kata-kata mereka
sendiri. Langkah ini akan membantu perawt memahami makna
nyeri bagi klien dan bagaimana ia berkoping terhadap aspek,
antara lain:
a) Lokasi
Untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik, minta klien
menunjukkan area nyerinya. Pengkajian ini biasanya
dilakukan dengan bantuan gambar tubuh. Klien biasanya
menandai bagian tubuhnya yang mengalami nyeri. Ini
sangat bermanfaat, terutama untuk klien yang memiliki
lebih dari satu sumber nyeri.
b) Intensitas Nyeri
Penggunaan skala intensitas nyeri adalah metode yang
mudah dan terpercaya untuk menentukan intensitas nyeri
pasien. Skala nyeri yang paling sering digunakan adalah
rentang 0-5 atau 0-10. Angka “0” menandakan tidak nyeri
sama sekali dan angka tertinggi menandakan nyeri
“terhebat” yang dirasakan klien. Intensitas nyeri dapat
diketahui dengan bertanya kepada pasien melalui skala
nyeri wajah, yaitu Wong-Baker FACES Rating Scale yang
ditujukan untuk klien yang tidak mampu menyatakan
intensitas nyerinya melalui skala angka. Ini termasuk
anak-anak yang tidak mampu berkomunikasi secara verbal
dan lan sia yang mengalami gangguan komunikasi.
Keterangan :

0 Tidak nyeri
1-3 Nyeri ringan (secara obyektif
klien dapat  berkomunikasi
dengan baik).
nyeri sedang (secara obyektif
4-6 klien mendesis, menyeringai,
dapat menunjukkan lokasi nyeri,
dapat mendeskribsikan nyeri,
dapat mengikuti perintah dengan
baik).
nyeri berat (klien sudah tidak
7-10 bisa berkomunikasi).

c) Kual

Terkadang nyeri bisa terasa seperti “dipukul-pukul” atau


“ditusuk-tusuk”. Perawat perlu mencatat kata-kata yang
digunakan klien untuk menggambarkan nyerinya sebab
informasi yang akurat dapat berpengaruh besar pada
diagnosis dan etiologi nyeri serta pilihan tindakan yang
diambil.
d) Pola
Pola nyeri meliputi: waktu awitan, durasi/lamanya nyeri
dan kekambuhan atau interval nyeri. Karenanya, perawat
perlu mengkaji kapan nyeri dimulai, berapa lama nyeri
berlangsung, apakah nyeri berulang dan kapan nyeri
terakhir kali muncul.
e) Faktor  Presipitasi
Terkadang aktivitas tertentu dapat memicumunculnya
nyeri. Sebagai contoh: aktivitas fisik yang berat dapat
menimbulkan nyeri dada. Selain itu, faktor lingkungan
(lingkungan yang sangat dingin atau sangat panas), stresor
fisik dan emosional juga dapat memicu munculnya nyeri.
f) Gejala yang menyerta :
Gejala ini meliputi: mual, muntah, pusing dan diare.
Gejala tersebut bisa disebabkan oleh awitan nyeri atau
oleh nyeri itu sendiri.
g) Pengaruh aktifitas sehari-hari
Dengan mengetahui sejauh mana nyeri mempengaruhi
aktivitas harian klien akan akan membantu perawat
memahami persepsi klien tentang nyeri. Beberapa aspek
kehidupan yang perlu dikaji terkait nyeri adalah tidur,
nafsu makan, konsentrasi, pekerjaan, hubungan
interpesonal, hubungan pernikahan, aktivitas di rumah,
aktivitas waktu seggang serta status emosional.
h) Sumber koping
Setiap individu memiliki strategi koping yang berbeda
dalam menghadapi nyeri. Strategi tersebut dapat
dipengaruhi oleh oleh pengalaman nyeri sebelumnya atau
pengaruh agama/budaya.
i) Respon afektif
Respon afektif klien terhadap nyeri bervariasi, tergantung
pada situasi, derajat dandurasi nyeri, interpretasi tentang
nyeri dan banyak faktor lainnya. Perawat perlu mengkaji
adanya perasaan ansietas, takut, lelah, depresi atau
perasaan gagal pada diri klien.
2.1.1.2 Observasi respons perilaku dan fisiologis
Banyak respons nonverbal/perilaku yang bisa dijadikan
indikator nyeri diantaranya :
a) Ekspresi wajah :
 Menutup mata rapat-rapat
 Membuka mata lebar-lebaR
 Menggigit bibir bawah
b) Vokalisasi :
 Menangis
 Berteriak
c) Imobilisasi (bagian tubuh yang mengalami nyeri
akan   digerakan tubuh tanpa tujuan yang jelas):
 Menendang-nendang
 Membolak-balikkan tubuh diatas kasur
Sedangkan respons fisiologis untuk nyeri bervariasi,
bergantung pada sumber dan durasi nyeri. Pada awal
awitan nyeri akut, respons fisiologis :
a) Peningkatan tekanan darah
b) Nadi dan pernapasan
c) Dilatasi pupil akibat terstimulasinya sistem saraf
simpatis.
Akan tetapi, jika nyeri berlangsung lama dan saraf
simpatis telah beradaptasi, respon fisiologis tersebut
mungkin akan berkurang atau bahkan tidak ada.
Karenanya, penting bagi perawat untuk mengkaji lebih
dari satu respons tersebut merupakan indikator yang buruk
untuk nyeri.   
2.3.1 Pemeriksaan Fisik
1. Kepala : menilai bentuknya, tekstur rambut, earna rambut,
ada/tidaknya benjolan.
2. Muka : simetris / tidaknya, pucat atau tidak, serta kering / tidak.
3. Mata : bentuk, konjungtiva anemis/tidak, warna bola mata,
sclera ikterik/tidak, adanya nyeri tekan/tidak, penilaian
rangsangan terhadap cahaya. \
4. Hidung : bentuk, ada/tidaknya benjolan. Ada/tidaknya nyeri
tekan, nyeri tekan ada/tidak.
5. Mulut : bibir kering/tidak, gigi kotor/tidak, apakah ada
stomatitis, dan apakah ada perdarahan gusi.
6. Telinga : bentuk telinga, apakah ada serumen berlebih, dan
apakah ada infeksi.
7. Leher : apakah ada pembesaran kelenjar tyroid, apakah ada
nyeri tekan.
8. Dada : bentuknya simetris/tidak, adanya lesi/tidak, apakah ada
nyeri tekan, apakah ada wheezing/atau tidak.
9. Jantung : apakah adanya nyeri tekan, apakah bunyinya normal.
10. Paru-paru : apakah ada nyeri tekan, apakah bunyi napasnya
normal.
11. Abdomen : apakah ada lesi/tidak, apakah ada nyeri tekan,
kaji peristaltic ususnya, apakah ada bunyi timpani.
12. Ekstremitas : apakah bisa digerakan, apakah terpasang
infus, apakah pasien menggunakan alat bantu untuk beraktivitas.
13. Kulit : warna, tekstur, apakah ada massa, apakah ada lesi
serta kaji turgor kulit.
14. Genitalia : apakah terpasang cateter atau tidak dan apakah
ada masalah pada daerah genitalia.
2.1.3 Pemeriksaan Penunjang
1. Hasil Laboraturium : HB, leukosit, trombosit dan hematokrit.
2. Pemeriksaan USG, untuk data penunjang bila nyeri tekan
diabdomen.
3. Rontgen, untuk mengetahui tulang atau organ dalam yang
abnormal.
4. CT SCAN (cidera kepala), untuk mengetahui pembuluh dara
yang pecah di otak.

2.2 Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


1 DS : Agen Injury Nyeri
Klien (biologi,kimia,fisik,psikologi) Akut
mengatakan
“nyeri pada
bagian perut /
ulu hati”

DO :
- Laporan secara
verbal atau
nonverbal
- Fakta dari
observasi
- Tingkah laku
berhati-hati
- Gangguan tidur
(mata sayu,
tamak capek,
sulit atau
gerakan kacau,
menyeringai)
- Perubahan
tekanan darah,
napas, nadi dan
dilatasi pupil
-Tingkah laku
ekspresif
(contoh :
gelisah,
merintih,
menangis,
waspada, napas
panjang dan
berkeluh kesah)

2 DS : Ketidakmampuan fisik Nyeri


Klien kronik, ketidakmampuan Kronis
mengatakan psikososial kronik (metastase
“Nyeri hilang kanker. Injuri neurologis,
timbul secara artritis)
terus menerus”

DO :
-Perubahan berat
badan
- Laporan secara
verbal dan non
verbal
- Gerakan
melindungi
- Berjaga-jaga
- Muka topeng
-Fokus pada diri
sendiri
- Perubahan pola
tidur
- Kelelahan
-Berkurangnya
interaksi dengan
orang lain

2.3 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen Injury
(biologi,kimia,fisik,psikologi)
2. Nyeri Kronis berhubungan dengan ketidakmampuan fisik kronik,
ketidakmampuan psikososial kronik

2.4 Nursing Care Planning (NURSING CARE PLANNING (NCP)


No Diagnosa Tujuan Intervensi
Diagnosa 1 : Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji nyeri
nyeri akut keperawatan selama 1x24 jam 2. Ajarkan teknik
diharapkan nyeri dapat teratasi. relaksasi pada
Indikator IR ER pasien
1. Melapor adanya 3. Anjurkan pasien
nyeri untuk kompres
2. Luas bagian tubuh 4. Observasi TTV
yang terpengaruh 5. Kolaborasi dalam
3. Frekuensi nyeri
4. Panjangnya episode pemberian obat
nyeri
5. Pernyataan nyeri
6. Ekspresi nyeri pada
wajah
7. Posisi tubuh
protektif
8. Kurangnya istirahat
9. Ketegangan otot
10. Perubahan pada
frekuensi
pernapasan
11. Perubahan nadi
12. Perubahan
tekanan darah
13. Perubahan ukura
n pupil
14. Keringat berlebih
15. Kehilangan selera
makan
Diagnosa 2 : Setalah dilakukan tindakan 1. Monitor kepuasan
Nyeri Kronis keperawatan selama 1x24 jam pasien terhadap
diharapkan nyeri teratasi. manajemen nyeri
Indikator IR ER 2. Tingkatkan
1. Melapor adanya istirahat dan tidur
nyeri yang adekuat
2. Luas bagian tubuh 3. Lakukan teknik
yang terpengaruh nonfarmakologis
3. Frekuensi nyeri (relaksasi, masase
4. Panjangnya punggung)
episode nyeri Kolaborasi dalam
5. Pernyataan nyeri pemberian obat
6. Ekspresi nyeri
pada wajah
7. Posisi tubuh
protektif
8. Kurangnya
istirahat
9. Ketegangan otot
10. Perubahan pada
frekuensi
pernapasan
11. Perubahan nadi
12. Perubahan
tekanan darah
13. Perubahan
ukuran pupil
14. Keringat berlebih
15. Kehilangan selera
makan

DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. 2008. Teknik procedural Keperawatan : Konsep Dan Aplikasi Kebutuhan
Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika

Hidayat,A.Aziz Alimul.2008.Pengantar kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi


Konsep dan Proses Keperawatan.Jakarta:Salemba Medika.

Holland, Karen. 2008. Ensiklopedia Keperawatan.Jakarta : EGC

Jordan, Sue. 2003. Farmakologi Kedokteran. Jakarta : EGC

Kozier, Barbara dkk.2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Jakarta:EGC

Mubarak,Wahit Iqbal dan Nurul Chayatin.2007.Buku Ajar Kebutuhan Dasar


Manusia: Teori dan Aplikasi dalam   Praktik.Jakarta:EGC.

Wartanah. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta :


Salemba medika.

Wilkinson. Judith. 2002. Buku Saku Diagnosa Keperawatan NIC NOC Edisi 7.
Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai