Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

POST SECTIO CAESARIA DI RUANG KEBIDANAN RSUD RADEN


MATTAHER JAMBI
Diajukan guna memenuhi laporan praktik klinik: Keperawatan Maternitas

Dosen Pembimbing : Ns.Halimah, S.Kep., M.Kep., Sp.A

Disusun oleh :
SALLY VIOLETA TAMARA
P71202220011

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI
JURUSAN KEPERAWATAN JAMBI
PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS
2022-2023
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding uterus. (Sarwono , 2005). Sectio Caesarea adalah cara
melahirkan anak dengan cara melakukan pembedahan / operasi lewat dinding perut dan
dinding uterus untuk melahirkan anak yang tidak bisa dilakukan pervaginam atau oleh
karena keadaan lain yang mengancam ibu atau bayi yang mengharuskan kelahiran
dengan cara segera sedangkan persyaratan pervaginam tidak memungkinkan.
Operasi Caesar atau sering disebut dengan seksio sesarea adalah melahirkan janin
melalui sayatan dinding perut (abdomen) dan dinding rahim (uterus).Seksio sesaria
adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada
dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta bera
janin diatas 500gram. ( Wiknjosastro,2005).Seksio sesaria adalah suatu tidakan untuk
melahirkan bayi dengan berat badan diatas 500gram , melalui sayatan pada dinding
uterus yang masih utuh.

B. Etiologi
1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak
sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak
dapat melahirkan secara alami. Tulang - tulang panggul merupakan susunan
beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang
harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang
menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan
dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi.
Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi
asimetris dan ukuran - ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
2. PEB (Pre - Eklamsi Berat)
Pre - eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan
oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi,
pre - eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal
paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting,
yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan
dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini
adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
4. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran
kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran
satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak
lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan
adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat
pendek dan ibu sulit bernafas.
6. Kelainan Letak Janin
7. Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba UUB yang
paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya
kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
8. Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak paling
rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira - kira 0,27 - 0,5 %.
9. Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan tetap
paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah
menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
10. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan
kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal
beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki,
sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin,
2002).
C. Tujuan Sectio Caesarea
Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat lamanya
perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim. Sectio
caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta previa lainnya jika
perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi kematian bayi pada plasenta previa, sectio
caesarea juga dilakukan untuk kepentingan ibu, sehingga sectio caesarea dilakukan
pada placenta previa walaupun anak sudah mati.

D. Jenis-jenis SC

a. Sectio cesaria transperitonealis profunda :

Sectio caesar transperitonealis propunda dengan insisi di segmen bawah uterus. insisi
pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau memanjang.
Keunggulan pembedahan ini adalah :

1) Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.


2) Bahaya peritonitis tidak besar.
3) Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian hari tidak
besar karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak mengalami
kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna.

Kelemahan pembedahan ini adalah :

1) Luka dapat menyebar ke kiri, kanan, bawah dan menyebabkan artei uterine putus
sehingga mengakibatkan perdarahan yang banyak.
2) Keluhan kandung kemih pada post operasi.

b. Sectio caesar klasik atau section cesaria korporal

Pada cectio cacaria klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan ini yang
agak mudah dilakukan, hanya dilakukan apabila ada halangan untuk melakukan section
cacaria transperitonealis profunda. Insisi memanjang pada segmen atas uterus.

Kelebihan :

1) Mengeluarkan janin lebih cepat


2) Tidak mengakibatkan komplikasi pada kandung kemih
3) Sayatan dapat diperpanjang proksimal ataupun distal
Kekurangan :

1) Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitarialis
yang baik.
2) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.

c. Sectio caesar ekstra peritoneal

Section cacaria eksrta peritoneal dahulu di lakukan untuk mengurangi bahaya


injeksi perporal akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap injeksi pembedahan
ini sekarang tidak banyak lagi di lakukan. Rongga peritoneum tidak dibuka, dilakukan
pada pasien infeksi uterin berat.

d. Section cesaria Hysteroctomi

Setelah sectio cesaria, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi :

1. Atonia uteri
2. Plasenta accrete
3. Myoma uteri
4. Infeksi intra uteri berat (Geri, 2009).
E. Manifestasi Klinis
Pada post operasi maka akan didapatkan tanda gejala :

a) Pasien mengeluh nyeri pada perut akibat luka operasi.


b) Pasien mengeluh sulit untuk tidur.
c) Pasien mengeluh sulit untuk bergerak / beraktivitas.
d) Pasien mengeluh badannya panas.
e) Terjadi takikardi.
f) Terdapat lingkaran hitam di mata.
g) Terdapat tanda - tanda infeksi.
h) Pasien tampak gelisah (Prawirohardjo, 2008).

F. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan
bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan
lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus
lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin.
Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio
Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan
pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi
aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan
pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga
timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan perawatan
post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses
pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga
menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di
sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin
yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir,
daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat
dengan baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi.
POHON MASALAH/WOC

Kelainan / hambatan selama


hamil dan proses persalinan

Sectio Caesarea (SC)

Luka post op. SC Insisi dinding Gangguan Mobilitas Fisik


abdomen

Risiko Infeksi Terputusnya


inkonuitas jaringan,
pembuluh darah, dan
saraf - saraf di sekitar
daerah insisi

Merangsang
pengeluaran histamin
dan prostaglandin

Nyeri Akut
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra
operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
2. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
3. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
4. Urinalisis / kultur urine
5. Pemeriksaan elektrolit

H. Penatalaksanaan Medis Post SC


a. Pemberian cairan
Karena 6 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan
perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa
diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah
tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai
kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah
pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang
sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 8 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :

● Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 8 jam setelah operasi

● Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini


mungkin setelah sadar

● Hari pertama post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta
untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.

● Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler)

● Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk
selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri, dan pada hari ke-3 pasca
operasi.pasien bisa dipulangkan
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita,
menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang
24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
e. Pemberian obat-obatan
1. Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap institusi
2. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
b) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
c) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
3. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan caboransia
seperti neurobian I vit. C
f. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus
dibuka dan diganti

g. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah,
nadi,dan pernafasan.
BAB III
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
a. Identitas klien dan penanggung
b. Keluhan utama klien saat ini
c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara
d. Riwayat penyakit keluarga
e. Keadaan klien meliputi :
a) Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan kehilangan
darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL
b) Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan dan atau
refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita. Menunjukkan labilitas emosional dari
kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau kecemasan.
c) Makanan dan cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).
d) Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal epidural.
e) Nyeri / ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah, distensi kandung
kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus mungkin ada.
f) Pernapasan
Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
g) Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.
h) Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea sedang.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan Agen pencedera fisik ( prosedur operasi) ditandai
dengan skala nyeri 5,wajah tampak meringis
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan Ketidakbugaran fisik post operasi
ditandai dengan nyeri, Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas,tampak meringis
kesakitan saat bergerak
3. Resiko infeksi berhubungan denga ada nya luka insisi post operasi

C. Rencana Asuhan Keperawatan

N Standar Diagnosa Standar Luaran Standar Intervensi


O Keperawatan Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia
Indonesia
(SLKI) (SIKI)
(SDKI)
1 Nyeri akut SLKI: SIKI :

Penyebab : Setelah dilakukan asuhan Manajemen nyeri


keperawatan selama 3 x 24 jam
1. Agen pencedra diharapkan nyeri pada pasien Observasi
fisiologis (mis. Inflamasi berkurang dengan kriteria hasil :
iskemia, neoplasma) - Identifikasi lokasi,
2. Agenpencedera Tingkat Nyeri karakteristik, durasi,
kimiawi (mis. Terbakar, 1. Nyeri berkurang dengan frekuensi, kualitas, intensitas
bahan kimia iritan) skala 2 nyeri
3. Agen pencedera 2. Pasien tidak mengeluh - Identifikasi skala nyeri
fisik (mis. Abses, nyeri - Identifikasi respon nyeri
amputasi, prosedur 3. Pasien tampak tenang nonverbal
operasi, taruma, dll) 4. Pasien dapat tidur dengan - Identifikasi factor yang
tenang memperingan dan
5. Frekuensi nadi dalam batas memperberat nyeri
Gejala dan tanda
normal (60-100 x/menit) - Identifikasi pengetahuan
mayor
6. Tekanan darah dalam batas dan keyakinan tentang nyeri
Subjektif : mengeluh normal (90/60 mmHg – 120/80 - Identifikasi budaya
nyeri mmHg) terhadap respon nyeri
7. RR dalam batas normal (16- - Identifikasi pengaruh
Objektif 20 x/menit) nyeri terhadap kualitas hidup
Kontrol Nyeri pasien
• Tampak meringis
1. Melaporkan bahwa nyeri - Monitor efek samping
• Bersikap proaktif
berkurang dengan menggunakan penggunaan analgetik
(mis. waspada, posisi Monitor keberhasilan
manajemen nyeri -
menghindari nyeri)
2. Mampu mengenali nyeri terapi komplementer yang
• Gelisah
sudah diberikan
• Frekuensi nadi (skala, intensitas, frekuensi dan
tanda nyeri) Terapeutik
meningkat
• Sulit tidur Status Kenyamanan
- Fasilitasi istirahat tidur
Gejala dan tanda
1. Menyatakan rasa nyaman - Kontrol lingkungan yang
minor
setelah nyeri berkurang memperberat nyeri ( missal:
Subjektif : - suhu ruangan, pencahayaan
dan kebisingan).
Objektif - Beri teknik non
farmakologis untuk
• Tekanan darah meredakan nyeri
meningkat (aromaterapi, terapi pijat,
• Pola nafas berubah hypnosis, biofeedback, teknik
• Nafsu makan imajinasi terbimbimbing,
berubah teknik tarik napas dalam dan
• Proses berpikir kompres hangat/ dingin)
terganggu Edukasi
• Menarik diri
• Berfokus pada diri - Jelaskan penyebab,
sendiri periode dan pemicu nyeri
• diaforesisi - Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
- Anjurkan monitor nyeri
secara mandiri
Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

2 Gangguan Mobilitas Setelah diberikan asuhan Dukungan Ambulasi


keperawatan selama 3x24 jam Observasi
Fisik
diharapkan mobilitas fisik - Identifikasi adanya
meningkat dengan kriteria nyeri atau keluhan fisik
hasil: lainnya
- Mampu melakukan - Identifikasi toleransi
mobilisasi secara mandiri fisik melakukan ambulasi
- Mobilisasi tidak dibantu - Monitor frekuensi
keluarga jantung dan tekanan darah
sebelum memulai ambulasi
- Monitor kondisi
umum selama melakukan
ambulasi
Terapeutik
- Fasilitasi aktivitas
ambulasi dengan alat bantu
(mis. tongkat, kruk)
- Fasilitasi melakukan
mobilisasi fisik, jika perlu
- Libatkan keluarga
untuk membantu pasien
dalam meningkatkan
ambulasi
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
- Anjurkan melakukan
ambulasi dini
- Ajarkan ambulasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis. berjalan
dari tempat tidur ke kursi
roda, berjalan dari tempat
tidur ke kamar mandi,
berjalan sesuai toleransi)
3 Resiko Infeksi SLKI SIKI
Setelah dilakukan asuhan Pencegahan Infeksi
keperawatan selama ...x... jam 1. Monitor tanda dan
diharapkan klien terhindar gejala infeksi
dari dengan kriteria hasil: 2. Cuci tangan sebelum
Tingkat Infeksi dan sesudah kontak dengan
1. Integritas pasien dan lingkungan
Kulit Baik resiko infeksi pasien
3. Lakukan perawatan
tali pusat
4. Ajarkan ibu cara cuci
tangan dengan benar
5. Kolaborasi pemberian
imunisasi jika perlu

4. Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan intervensi keperawatan yang telah disusun
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, I.J. 2001. Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC
Doengoes, Marylinn. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal / Bayi. Jakarta :
EGC
Manuaba, I.B. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan
KB. Jakarta : EGC
Manuaba, I.B. 1999. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana Untuk
Dokter Umum. Jakarta : EGC
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 2. Jakarta : EGC
Sarwono, Prawiroharjo,. 2005. Ilmu Kandungan, Cetakan ke-4. Jakarta : PT Gramed

Anda mungkin juga menyukai