DISUSUN OLEH :
P07120317066
A. KONSEP TEORI
1. Pengertian
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus. (Sarwono , 2005).
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan
pada dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga
histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim. (Mochtar, 1998).
Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan
diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi
&Wiknjosastro, 2006).
Sectio Caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan
pada dinding uterus melalui dinding depan perut. (Amru sofian,2012).
3. Etiologi
a. Etiologi yang berasal dari ibu
yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, primi para tua disertai
kelainan letak ada, disproporsi sefalo pelvic (disproporsi janin/panggul), ada
sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat kesempitan panggul,
plasenta previa terutama pada primigravida, sulotsio plasenta tingkat I-II,
kehamilan yang disertai penyakit (Jantung, DM), gangguan perjalanan
persalinan (kista ovarium, mioma uteri dan sebagainya), partus lama
(prolonged labor), partus tak maju (obstructed labor), rupture uteri
mengancam, tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi, stenosis serviks
uteri atau vagina.
b. Etiologi yang berasal dari janin
Fetal distress/gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan janin
(Letak lintang, letak sungsang/janin besar/kepala defleksi, letak dahi dan letak
muka dengan dagu dibelakang, presentasi ganda), prolapsus tali pusat dengan
pembukaan kecil, kegagalan persalinan vakum atau forceps ekstraksi.
Konta indikasi : infeksi intrauterine, janin mati, syok/anemia berat yang belum
diatasi, kelainan kongenital berat.
4. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta
previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture
uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks,
dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu
tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah
intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan
menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien
secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain
itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding
abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh
darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang
pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri
akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan
menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan
menimbulkan masalah resiko infeksi.
5. Pathway
7. Komplikasi
a. Infeksi Puerpuralis
- Ringan : dengan kenaikan suhu beberapa hari saja.
- Sedang : dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi disertai dehidrasi atau
perut sedikit kembung
- Berat : dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita
jumpai pada partus terlantar dimana sebelumnya telah terjadi
infeksi intrapartum karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.
b. Pendarahan disebabkan karena :
- Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
- Atonia Uteri
- Pendarahan pada placenta bled
c. Luka pada kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
reperitonalisasi terlalu tinggi.
d. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut
pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura
uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea
klasik.
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemantauan janin terhadap kesehatan janin
b. Pemantauan EKG
c. JDL dengan diferensial
d. Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
e. Pemeriksaan sinar x sesuai indikasi
f. Ultrasound sesuai pesanan
g. Uji laboratorium
1) Fungsi lumbal. Menganalisis cairan serebrovaskuler
2) Hemoglobin atau hematokrit (Hb/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar
pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
3) Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
4) Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
5) Urinalisis / kultur urine
6) Pemeriksaan elektrolit
7) AGD
8) Kadar kalsium darah
9) Kadar natrium darah
10) Kadar magnesium darah
10. Penatalaksanaan
a. Perawatan awal
1) Letakan klien dalam posisi pemulihan
2) Periksa kondisi klien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama,
kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15
menit sampai sadar
3) Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
4) Transfusi jika ada indikasi syok hemorarge
5) Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera
kembalikan ke kamar bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca bedah
b. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak
terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan
yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara
bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah
diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
c. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus
lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian
minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam
pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
d. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
1) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
2) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
3) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
4) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler)
5) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada
hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
e. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak
pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan.
Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis
operasi dan keadaan penderita.
Perawatan fungsi kandung kemih :
1) Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau sesudah
semalam
2) Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih
3) Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang
sampai minimum 7 hari atau urin jernih.
4) Jika sudah tidak memakai antibiotika berikan nirofurantoin 100 mg per
oral per hari sampai kateter dilepas
f. Pemberian obat-obatan
1) Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap
institusi
2) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
Supositoria : ketopropen sup 2x/24 jam
Oral : tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
Injeksi : penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
3) Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
g. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah
harus dibuka dan diganti
h. Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan
tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan
payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa
nyeri.
Post Sc
a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,
prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea)
Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi, kelemahan, penurunan sirkulasi
b. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka kering bekas
operasi.
c. Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot
d. Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan trauma atau diversi mekanisme
efek-efek hormonal/anastesi
e. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan
pembedahan
Intervensi
Intervensi Rasional
1. Kaji respons psikologis pada 1. Makin klien merasakan ancaman, makin
kejadian dan ketersediaan system besar tingkat ansietas
pendukung. 2. Pada kelahiran sesaria yang tidak
2. Pastikan apakah prosedur direncanakan, klien/pasangan biasanya
direncanakan atau tidak direncanakan. tidak mempunyai waktu untuk persiapan
secara psikologis maupun fisiologis.
Bahkan bila direncanakan, kelahiran
sesaria dapat membuat ketakutan
klien/pasangan karena ancaman fisik
aktual atau dirasakan pada ibu dan bayi
yang berhubungan dengan prosedur dan
pembedahan itu sendiri.
3. Membantu membatasi transmisi ansietas
3. Tetap bersama klien dan tetap interpersonal, dan mendemonstrasikan
tenang. Bicara perlahan. Tunjukkan perhatian terhadap klien/pasangan.
empati 4. Memfokuskan pada kemungkinan
keberhasilan hasil akhir dan membantu
4. Beri penguatan aspek positif dari membawa ancaman yang dirasakan /
ibu dan kondisi janin. aktual ke dalam perspektif.
5. Mendukung mekanisme koping dasar dan
otomatik, meningkatkan kepercayaan diri
5. Dukung/arahkan kembali
dan penerimaan, dan menurunkan ansietas
mekanisme koping yang diekspresikan
6. Klien dapat mengalami penyimpangan
memori dari melahirkan masa lalu atau
6. Diskusikan pengalaman /
persepsi tidak realistis dari abnormalitas
harapan kelahiran anak pada masa lalu,
kelahiran sesaria yang akan meningkatkan
bila tepat.
ansietas.
7. Memungkinkan kesempatan bagi
klien/pasangan untuk menginternalisasi
informasi. Menyusun sumber-sumber, dan
7. Berikan masa privasi. Kurangi
mengatasi dengan efektif
rangsang lingkungan, seperti jumlah
orang yang ada, sesuai indikasi
keinginan klien.
b. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kesalahan interpretasi tentang
pembedahan seksio sesaria.
Tujuan : Klien akan mengungkapkan pemahaman tentang indikasi kelahiran
sesaria. dan mengenali ini sebagai metode alternative kelahiran bayi
Intervensi
Intervensi Rasional
1. Catat tingkat stress, dan apakah 1. Mengidentifikasi kesiapan klien atau
prosedur direncanakan atau tidak. pasangan untuk menerima informasi
2. Berikan informasi akurat dengan 2. Memberikan informasi dan
istilah-istilahh sederhana. Anjurkan mengklarifikasi kesalahan konsep.
pasangan untuk mengajukan Memberikan kesempatan untuk
pertanyaan dan mengungkapkan mengevaluasi pemahaman klien /
perasaan mereka dan pemahaman pasangan terhadap situasi.
mereka.
3. Tinjau ulang indikasi-indikasi 3. Perkiraan satu dari lima atau enam
terhadap pilihan alternative kelahiran kelahiran melalui operasi sesaria ;
seharusnya dilihat sebagai alternative
bukan cara yang abnormal, untuk
meningkatkan keselamatan dan
kesejahteraan maternal/janin.
4. Diskusikan sensasi yang diantisipasi 4. Mengetahui apa yang dirasakan dan apa
selama melahirkan dan periode yang normal membantu mencegah
pemulihan. masalah yang tidak perlu.
- Tampak rileks
Post Operasi SC
Doengoes, Marylinn. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal / Bayi. Jakarta : EGC
Nurarif, Amin Huda, dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
Oktober 2019
Arsa, Nick Budi. 2017. Laporan Pendahuluan Pasien dengan Post Sectio Caesarea (SC).
https://www.academia.edu/29001826/LAPORAN_PENDAHULUAN_PASIEN_DENGAN_