OLEH :
APRILLIA ANGGRASARI
1930009
1
LEMBAR PENGESAHAN
2
I. KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
Istilah caesarea berasal dari kata kerja latin caedere yang berarti memotong atau
menyayat (Cunningham, 2006). Sectio caesarea adalah suatu pembedahan guna
melahirkan bayi melalui insisi pada dinding abdomen dan uterus (Oxorn, 2010).
3
e. lateral otot rektus. insisi transversal memiliki keunggulan dalam hal kosmetik.
2. Menurut jenis insisi uterus :
a. Insisi caesarea klasik yaitu insisi vertikal kedalam korpus uterus diatas segmen
bawah uterus dan mencapai fundus uteri
b. Insisi caesarea transversal yaitu insisi dengan menyayat bagian segmen bawah
uterus yang harus dilakukan dengan hati-hati agar sayatan dapat memotong
seluruh ketebalan dinding uterus tetapi tidak melukai janin dibawahnya.
D. MANIFESTASI KLINIK
Persalinan dengan sectio caesaria, memerlukan perawatan yang lebih
Menurut Prawirohardjo (2010), manifestasi klinis pada klien dengan post sectio caesarea,
antara lain :
E. ETIOLOGI / INDIKASI SC
Menurut Oxorn (2010), indikasi sectio caesarea lebih bersifat absolute dan relative.
Setiap keadaan yang tidak memungkinkan kelahiran lewat jalan lahir merupakan indikasi
absolute untuk sectio caesarea. Diantaranya adalah panggul sempit yang sangat berat dan
neoplasma yang menyumbat jalan lahir. Pada indikasi, kelahiran pervaginam bisa
4
terlaksana tetapi dengan keadaan tertentu membuat kelahiran lewat sectio caesarea akan
lebih aman bagi ibu, anak ataupun keduanya. Faktor-faktor yang menyebabkan perlunya
tindakan sectio caesarea yaitu :
1. Faktor ibu
a. Disporporsi fetopelvic, mencakup panggul sempit, fetus terlalu besar, atau adanya
ketidakseimbangan antara ukuran bayi dan ukuran pelvic.
b. Disfungsi uterus, mencakup kerja uterus yang tidak terkoordinasikan, inersia,
ketidakmampuan dilatasi cervix, partus menjadi lama.
c. Neoplasma
Neoplasma yang menyumbat pelvis menyebabkan persalinan normal tidak
mungkin dilakukan. Kanker invasif yang didiagnosa pada trimester ketiga dapat
diatasi dengan sectio caesarea yang dilanjutkan dengan terapi radiasi,
pembedahan radikal atau keduanya.
d. Riwayat sectio caesarea sebelumnya
Meliputi riwayat jenis insisi uterus sebelumnya, jumlah sectio caesarea
sebelumnya dan indikasi sectio caesarea sebelumnya. Pada sebagian negara besar
ada kebiasaan yang dilakukan akhir-akhir ini yaitu setelah prosedur sectio
caesarea dilakukan maka persalinan mendatang juga harus diakhiri dengan
tindakan sectio caesarea juga.
e. Plasenta previa sentralis dan lateralis
f. Abruptio plasenta
g. Toxemia gravidarum antara lain pre eklamsia dan eklamsia, hipertensi essensial
dan nephritis kronis.
h. Diabetes maternal
i. Infeksi virus herpes pada traktus genitalis.
2. Faktor janin
a. Gawat janin
Disebut gawat janin, bila ditunjukkan dengan adanya bradikardi berat atau
takikardi. Namun gawat janin tidak menjadi indikasi utama dalam peningkatan
angka sectio caesarea. Stimulasi oxytocin menghasilkan abnormalitas pada
frekuensi denyut jantung janin. Keadaan gawat janin pada tahap persalinan
5
memungkinkan dokter memutuskan untuk melakukan operasi. Terlebih apabila
ditunjang kondisi ibu yang kurang mendukung. Sebagai contoh, bila ibu
menderita hipertensi atau kejang pada rahim dapat mengakibatkan gangguan pada
plasenta dan tali pusar yaitu aliran darah dan oksigen kepada janin menjadi
terganggu. Kondisi ini dapat mengakibatkan janin mengalami gangguan seperti
kerusakan otak. Bila tidak segera ditanggulangi, maka dapat menyebabkan
kematian janin (Oxorn, 2010).
b. Ukuran Janin
Berat bayi lahir sekitar 4000 gram atau lebih (giant baby), menyebabkan bayi
sulit keluar dari jalan lahir. Umumnya pertumbuhan janin yang berlebihan
disebabkan sang ibu menderita kencing manis (diabetes mellitus). Bayi yang lahir
dengan ukuran yang besar dapat mengalami kemungkinan komplikasi yang lebih
berat daripada bayi normal karena sifatnya masih seperti bayi prematur yang tidak
bisa bertahan dengan baik terhadap persalinan yang lama (Oxorn, 2010).
c. Cacat atau kematian janin sebelumnya
Ibu-ibu yang pernah melahirkan bayi yang cacat atau mati dilakukan sectio
caesarea elektif.
d. Malposisi dan malpresentasi bayi
e. Insufisiensi plasenta
f. Inkompatibilitas rhesus, jika janin mengalami cacat berat akibat antibody dari ibu
Rh (-) yang menjadi peka dan bila induksi dan persalinan pervaginam tidak
berhasil maka tindakan sectio caesarea dilakukan.
g. Post mortem caesarean yaitu dilakukan pada ibu yang baru saja meninggal
bilamana bayi masih hidup.
F. PATOFISIOLOGI
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan
bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan
lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus
lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi
tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea
6
(SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan
pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas.
Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak
mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul
masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan perawatan
post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses
pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga
menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di
sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin
yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir,
daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat
dengan baik akan menimbulkan masalah resiko infeksi.
7
G. PATHWAYS
8
H. KONTRAINDIKASI
Menurut Oxorn, (2010) sectio caesarea tidak boleh dilakukan bila terdapat keadaan
sebagai berikut :
1. Bila janin sudah mati atau berada dalam keadaan yang jelek sehingga
kemungkinan hidup kecil. Dalam keadaan ini tidak ada alasan untuk melakukan
operasi berbahaya yang tidak diperlukan.
2. Bila jalan lahir ibu mengalami infeksi yang luas dan fasilitas untuk sectio
caesarea extraperitoneal tidak tersedia.
3. Bila dokter dan tenaga asisten tidak berpengalaman atau memadai.
I. KOMPLIKASI
Menurut Oxorn (2010) komplikasi dari sectio caesarea adalah :
1. Perdarahan disebabkan karena :
a. Atonia Uteri
b. Pelebaran insisi uterus
c. Kesulitan mengeluarkan plasenta
d. Hematoma ligament latum (broad ligament)
2. Infeksi Puerperal (nifas)
a. Traktus genitalia
b. Insisi
c. Traktus urinaria
d. Paru-paru dan traktus respiratorius atas
3. Thrombophlebitis
4. Cidera, dengan atau tanpa fistula
a. Traktus urinaria
b. Usus
5. Obstruksi usus
a. Mekanis
b. Paralitik
9
J. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra
operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
2. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
3. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
4. Urinalisis / kultur urine
5. Pemeriksaan elektrolit
10
b) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
c) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
d) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta
untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
e) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler)
f) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari
ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita,
menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya
terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan
penderita.
e. Pemberian obat-obatan
a) Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotik sangat berbeda-beda setiap institusi
b) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
1. Supositoria : ketopropen sup 2x/24 jam
2. Oral : tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
3. Injeksi : penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
c) Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan
caboransia seperti neurobion I vit. C
f. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus
dibuka dan diganti
g. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah,
nadi,dan pernafasan.
11
h. Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak
menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudara tanpa
banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri.
12
pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya mrnjaga kebersihan
tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari keinginan
untuk menyusui bayinya.
3) Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya, terbatas
pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat lelah, pada klien nifas
didapatkan keterbatasan aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri.
4) Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah kencing selama
masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema dari trigono, yang
menimbulkan inveksi dari uretra sehingga sering terjadi konstipasi karena penderita
takut untuk melakukan BAB.
5) Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena adanya
kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan
6) Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan orang lain.
7) Pola penanggulangan stress
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
8) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka janhitan dan nyeri perut
akibat involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas primipara terjadi kurangnya
pengetahuan merawat bayinya
9) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih menjelang
persalinan dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep diri antara lain dan
body image dan ideal diri
10) Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau fungsi dari
13
seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan nifas.
C. Pemeriksaan fisik
1) Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat adanya
cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan
2) Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid, karena adanya proses
menerang yang salah
3) Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan kadang-
kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses persalinan yang
mengalami perdarahan, sklera kunuing
4) Telinga
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya, adakah cairan
yang keluar dari telinga.
5) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang ditemukan
pernapasan cuping hidung
6) Dada
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi areola mamae dan
papila mamae
7) Abdomen
Tampak insisi post op SC, namun pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang
striae masih terasa nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
8) Genitalia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat pengeluaran
mekonium yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan menandakan adanya
kelainan letak anak.
9) Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena rupture
14
10) Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena membesarnya uterus,
karenan preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal.
11) Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi cepat,
pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.
D. Diagnosa Keperawatan
Beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada ibu post SC yaitu :
1. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurangnya pengetahuan ibu tentang
cara menyusui yang bernar.
2. Nyeri akut berhubungan dengan injury fisik jalan lahir.
3. Defisit pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal atau familiar dengan
sumber informasi tentang cara perawatan bayi.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelelahan sehabis bersalin
5. Resiko infeksi berhubungan dengan luka operasi
15
16
E. RENCANA KEPERAWATAN
1. Menyusui tidak efektif Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24 jam Berikan informasi mengenai :
berhubungan dengan kurangnya klien menunjukkan respon breast feeding adekuat Fisiologi menyusui
pengetahuan ibu tentang cara dengan indikator: Keuntungan menyusui
menyusui yang benar Klien mengungkapkan puas dengan kebutuhan untuk Perawatan payudara
menyusuI Kebutuhan diit khusus
Klien mampu mendemonstrasikan perawatan Faktor-faktor yang menghambat proses
payudara menyusui
Demonstrasikan breast care dan pantau
kemampuan klien untuk melakukan secara
teratur
Ajarkan cara mengeluarkan ASI dengan benar,
cara menyimpan, cara transportasi sehingga bisa
diterima oleh bayi
Berikan dukungan dan semangat pada ibu untuk
melaksanakan pemberian Asi eksklusif
Berikan penjelasan tentang tanda dan gejala
bendungan payudara, infeksi payudara
Anjurkan keluarga untuk memfasilitasi dan
mendukung klien dalam pemberian ASI
Diskusikan tentang sumber-sumber yang dapat
memberikan informasi/memberikan pelayanan
KIA
2. Nyeri akut b.d agen injuri fisik Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
17
(luka insisi operasi) diharapkan nteri berkurang dengan indicator: termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, kualitas dan faktor presipitasi
mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk Observasi reaksi nonverbal dari
mengurangi nyeri, mencari bantuan) ketidaknyamanan
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
dan tanda nyeri) nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang kebisingan
Tanda vital dalam rentang normal Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi dan inter
personal)
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak berhasil
3. Kurang pengetahuan tentang Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan
perawatan ibu nifas dan perawatan diharapkan pengetahuan klien meningkat dengan pasien tentang proses penyakit yang spesifik
post operasi b/d kurangnya sumber indicator: Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
informasi Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi
tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
pengobatan Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul
Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur pada penyakit, dengan cara yang tepat
yang dijelaskan secara benar Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin
Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa
apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya. yang akan datang dan atau proses pengontrolan
penyakit
Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
18
4. Defisit perawatan diri b.d. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri
Kelelahan. ADLs klien meningkat dengan indicator: yang mandiri.
Klien terbebas dari bau badan Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu
Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias,
untuk melakukan ADLs toileting dan makan.
Dapat melakukan ADLS dengan bantuan Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-
hari yang normal sesuai kemampuan yang
dimiliki.
Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi
beri bantuan ketika klien tidak mampu
melakukannya.
Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong
kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya
jika pasien tidak mampu untuk melakukannya.
5. Risiko infeksi b.d tindakan invasif, Setelah dilakuakan asuhan keperawatan selama 3x24 jam Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
paparan lingkungan patogen diharapkan resiko infeksi terkontrol dengan indikator: Pertahankan teknik isolasi
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi Batasi pengunjung bila perlu
Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci
yang mempengaruhi penularan serta tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung
penatalaksanaannya meninggalkan pasien
Menunjukkan kemampuan untuk mencegah Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
timbulnya infeksi Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
Jumlah leukosit dalam batas normal keperawtan
Menunjukkan perilaku hidup sehat
19
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, F.G., Gant, N.F., Leveno, K.J., Gillstrap III, L.C., Hauth, J.C., Wenstrom,
K.D.,et. al. (2006). Obstetri William. Vol 1. Edisi 21. EGC. Jakarta
Oxorn. (2010). Ilmu Kebidanan : Patologi & Fisiologi Persalinan. Yayasan Essentia
Medica. Yogyakarta
Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan Professional. 2013. Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Jilid 1.
Yogyakarta: Med Action Publishing
Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan Professional. 2013. Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Jilid 2.
Yogyakarta: Med Action Publishing
Partini. 2016. Pengaruh Pendampingan Terhadap Kemampuan Mobilisasi Dini Pada
Ibu Post Sectio Caesarea Di RSUD Kota Salatiga.
http://stikeskusumahusada.ac.id/digilib/files/disk1/30/01-gdl-partinist1-1453-1-
partini-i.pdf diakses pada 31 Oktober 2017
Prawirohardjo, S. (2010). Ilmu Kebidanan, Jakarta: Bina Pustaka.
Riskesdas. (2013). http://www/depkes.gi.id/resources.dowload/general/Hasil% 20Riskesdas
%202013 .pdf
Sumelung (2014), Faktor-Faktor Yang Berperan Meningkatnya Angka Kejadian Sectio
Caesarea Di Rumah Sakit Umum Daerah Liun Kandage, Ejournal Keperawatan
(e-Kp) Volume 2, No.1. Februari 2014
20