Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA NY. S DENGAN GANGGUAN PENGELOLAAN NYERI POST


SECTIO CAESAREA (SC)
DI RUANG MELATI RSUD DR. R SOETIJONO BLORA

ARDENA MILKHA KIRANA


NIM. P1337420419073

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN BLORA


JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Telah diterima Asuhan Keperawatan yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Ny. S
dengan Gangguan Pengelolaan Nyeri Post Sectio Caesarea (SC) di Ruang Melati RSUD
dr. R Soetijono Blora” pada :

Hari :

Tanggal :

Tempat :

Demikian lembar pengesahan yang saya buat, apabila ada salah kata mohon dimaafkan.
Terima kasih

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Erni Nurhayati Skep, Ners, MKes Dewi Susanti S.Kep., Ners.


LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

SECTIO CAESAREA (SC)

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Pengertian

Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan


membuka dinding perut dan dinding uterus. (Sarwono, 2005)
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut
juga histeromia untuk melahirkan janin dari dalam rahim. (Mochtar, 1998)

2. Etiologi
a. Etiologi yang berasal dari ibu
Menurut Manuaba (2012), adapun penyebab sectio caesarea yang berasal
dari ibu yaitu ada sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat
kesempitan panggul, plasenta previa terutama pada primigravida, solutsio
plasenta tingkat I-II, komplikasi kehamilan, kehamilan yang disertai
penyakit (jantung, DM), gangguan perjalanan persalinan (kista ovarium,
mioma uteri, dan sebagainya). Selain itu terdapat beberapa etiologi yang
menjadi indikasi medis dilaksanakannya seksio sesaria antara lain :CPD
(Chepalo Pelvik Disproportion), PEB (Pre-Eklamsi Berat), KPD (Ketuban
Pecah Dini), Faktor Hambatan Jalan Lahir.
b. Etiologi yang berasal dari janin
Gawat janin, mal presentasi, dan mal posisi kedudukan janin, prolapsus
tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan vakum atau
forceps ekstraksi (Nurarif & Kusuma, 2015).

3. Patofisiologi
Terjadi kelainan pada Ibu dan kelainan pada janin menyebabkan
persalinan normal tidak memungkinkan dan akhirnya harus dilakukan
tindakan Sectio Caesarea, bahkan sekarang Sectio Caesarea menjadi salah
satu pilihan persalinan (Sugeng, 2010).
Adanya beberapa hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat dilahirkan secara normal, misalnya plasenta
previa, rupture sentralis dan lateralis, punggung sempit, partus tidak maju
(partus lama), pre-eklamsi, distokksia, service dan mall presentasi janin,
kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedakan
yaitu Sectio Caesarea. Dalam proses operasinya dilakukan tindakan yang
akan menyebabkan pasien mengalami mobilisasi sehingga akan
menimbulkan maslaah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan
sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu
melakukan aktifitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul
masalah defisit perawatan diri. Kurangnya informasi mengenai proses
pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi akan
menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu dalam proses
pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen
sehingga menyebabkan inkontinuitas jaringan, pembuluh darah dan saraf-
saraf di daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan
prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri. Setelah semua proses
pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka
post operasi, yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan
masalah resiko infeksi.

4. Tujuan
Tujuan melakukan tindakan Sectio Caesarea (SC) adalah untuk
mempersingkat lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan
serviks dan segmen bawah rahim. Sectio Caesarea dilakukan pada plasenta
previa totalis dan plasenta previa lainnya jika perdarahan hebat. Selain
dapat mengurangi kematian bayi pada plasenta previa, scetio caesarea juga
dilakukan untuk kepentingan ibu, sehingga sectio caesarea dilakukan pada
plasenta previa walaupun anak sudah mati.

5. Jenis-jenis operasi SC
a. Abdomen (SC Abdominalis)
i. Sectio Caesarea Transperitonealis
Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi
memanjang pada corpus uteri. Sectio caesarea profunda : dengan
insisi pada segmen bawah uterus.
ii. Sectio caesarea ekstraperitonealis
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum
parietalis dan dengan demikian tidak membuka kavum
abdominalis.
b. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat
dilakukan apabila :
- Sayatan memanjang
(longitudinal)
- Sayatan melintang (tranversal)
- Sayatan huruf T (T Insisian)
c. Sectio Caesarea Klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus
uteri kira-kira 10cm.
Kelebihan :
- Mengeluarkan janin lebih memanjang
Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
- Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada
reperitonial yang baik.

6. Komplikasi

a. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama
beberapa hari dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya
peritonitis, sepsis dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi apabila
sebelum pembedahan sudah ada gejala - gejala infeksi intrapartum atau
ada faktor - faktor yang merupakan predisposisi terhadap kelainan itu
(partus lama khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal
sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan pemberian
antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC
klasik dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC transperitonealis
profunda.
b. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika
cabang arteria uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri
c. Komplikasi - komplikasi lain
seperti : Luka kandung kemih
Embolisme paru - paru

7. Pemeriksaan Penunjang

a. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari


kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada
pembedahan.
b. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
c. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
d. Urinalisis / kultur urine
e. Pemeriksaan elektrolit

8. Penatalaksanaan Medis
a. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka
pemberian cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung
elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada
organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%,
garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung
kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai
kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita
flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral.
Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan
pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang
sedini mungkin setelah sadar
Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya. Kemudian posisi
tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler)
Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan
sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.

d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak
enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
e. Pemberian obat-obatan
1. Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda
setiap institusi
2. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
b) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
c) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
3.Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
f. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah
dan berdarah harus dibuka dan diganti
g.Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu,
tekanan darah, nadi,dan pernafasan.
B. Konsep Proses Keperawatan

1. Pengkajian keperawatan

a. Identitas

Identitas pasien: nama, umur, jenis kelamin, suku/ bangsa, agama,


pekerjaan, pendidikan, alamat

Identitas penanggung jawab: nama, umur, jenis kelamin, agama,


pekerjaan, hubungan dgn pasien, alamat

b. Pengkajian
1. Keluhan utama klien saat ini.
2. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya.
3. Riwayat penyakit keluarga.
c. Pengkajian Fisik
1. Penampilan/keadaan umum
Lemah, aktifitas dibantu, gelisah. Kesadaran pasien compos mentis.
2. Tanda-tanda vital

3. Kepala
Benuk kepala mesocepal tidak ada kelainan. Rambut tidak ada
kelainan. Kulit kepala tidak ada kelainan. Tidak ada nyeri bagian
kepala.
4. Abdomen
Terjadi peningkatan nyeri Post operasi sectio caesarea, turgor kulit
bagus, perut buncit.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada Sectio Caesarea (SC)
adalah sebagai berikut :
a. Nyeri akut akibat trauma jaringan dalam pembedahan sectio caesarea (SC)
b. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka karing
bekas operasi
c. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur
penyembuhan dan perawatan post operasi.
3. Rencana Asuhan Keperawatan

NO Diagnosa Tujuan & KH Intervensi Keperawatan


Keperawatan
1. Nyeri akut akibat Setelah diberikan asuhan 1. Lakukan pengkajian
secara komprehensif tentang
trauma jaringan keperawatan selama 3x24 jam
nyeri meliputi lokasi,
dalam pembedahan diharapkan nyeri klien karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas,
sectio caesarea (SC) berkurang / terkontrol dengan
intensitas nyeri dan faktor
kriteria hasil : presipitasi.
1. Klien melaporkan nyeri
2. Observasi respon
berkurang / terkontrol nonverbal dari
ketidaknyamanan
2. Wajah tampak tidak
(misalnya wajah meringis)
meringis terutama ketidakmampuan
untuk berkomunikasi
3. Klien tampak rileks, dapat
secara efektif.
beristirahat, dan
3. Kaji efek pengalaman
beraktivitas sesuai
nyeri terhadap kualitas
kemampuan. hidup (ex: beraktivitas,
tidur, istirahat, rileks,
kognisi, perasaan, dan
hubungan sosial)

4. Ajarkan menggunakan
teknik nonanalgetik
(relaksasi progresif, latihan
napas dalam, imajinasi,
sentuhan terapeutik.)

5.Kontrol faktor -
faktor lingkungan
yang yang dapat
mempengaruhi
respon pasien
terhadap
ketidaknyamanan
(ruangan, suhu,
cahaya, dan suara)
6.Kolaborasi untuk
penggunaan kontrol
analgetik, jika perlu.

2. Resiko tinggi infeksi Setelah diberikan asuhan


1. Tinjau ulang kondisi
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam dasar / faktor risiko yang
trauma jaringan / diharapkan klien tidak
ada sebelumnya. Catat
luka karing bekas mengalami infeksi dengan waktu pecah ketuban.
operasi kriteria hasil :
1. Tidak terjadi tanda-tanda
2. Kaji adanya tanda
infeksi (kalor, tumor, infeksi (kalor, rubor, dolor,
rubor, dolor, fungsio tumor, fungsio laesa)
laesea.
3. Lakukan perawatan
2. Suhu dan nadi dalam batas
luka dengan teknik aseptic
normal.
4. inspeksi balutan
abdominal terhadap
eksudat / rembesan.
Lepaskan balutan sesuai
indikasi

5. Anjurkan klien dan


keluarga untuk mencuci
tangan sebelum / sesudah
menyentuh luka

6. Pantau peningkatan
suhu, nadi, dan
pemeriksaan laboratorium
jumlah WBC / sel darah
putih

7. Kolaborasi untuk
pemeriksaan Hb dan Ht.
Catat perkiraan kehilangan
darah selama prosedur
pembedahan

8. Anjurkan intake nutrisi


yang cukup

9. Kolaborasi penggunaan
antibiotik sesuai indikasi

3. Ansietas Setelah diberikan


asuhan 1.Kaji respon psikologis
terhadap kejadian dan
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam
ketersediaan sistem
kurangnya informasi diharapkan ansietas klien pendukung
tentang prosedur berkurang dengan
2.Tetap bersama klien,
penyembuhan dan kriteria hasil : bersikap tenang dan
perawatan post 1. Klien terlihat lebih tenang menunjukkan rasa empati
operasi. dan tidak gelisah.
3.Observasi respon
2. Klien mengungkapkan nonverbal klien (misalnya:
gelisah) berkaitan dengan
bahwa ansietasnya
ansietas yang dirasakan
berkurang.
4.Dukung dan arahkan
kembali mekanisme koping

5.Berikan informasi yang


benar mengenai prosedur
pembedahan,
penyembuhan, dan
perawatan post operasi
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, I.J. 2001. Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC Doengoes,

Marylinn. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal /


Bayi. Jakarta : EGC

Manuaba, I.B. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi


dan KB. Jakarta : EGC

Manuaba, I.B. 1999. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana


Untuk Dokter Umum. Jakarta : EGC

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 2. Jakarta : EGC Sarwono,

Prawiroharjo,. 2005. Ilmu Kandungan, Cetakan ke-4. Jakarta :


PT Gramedia

Anda mungkin juga menyukai