Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN Ny. F DENGAN POST SECTIO CAESAREA


DI RUANG MERPATI RSPAU DR. S. HARDJOLUKITO

Disusun guna memenuhi tugas stase keperawatan maternitas

DESI RATNASARI
24.19.1393

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XXV


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA GLOBAL
YOGYAKARTA
2020
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA GLOBAL
YOGYAKARTA PROGRAM STUDI PROFESI NERS
ANGKATAN XXV

LEMBAR PENGESAHAN

Telah Disahkan “Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan pada Ny F


dengan Post Partum Sectio Caesarea di Ruang Merpati RSPAU dr. S.
Hardjolukito” Guna Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Maternitas STIKES
Surya Global Yogyakarta Tahun 2020.

Yogyakarta, 11 November 2020

Di Ajukan Oleh:

(Desi Ratnasari)

Mengetahui

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(RR Viantika Kusumasari,S.Kep.,Ns.,M.Kep) (RR Daru Wijayanti I S, S.ST)


Laporan Pendahuluan
Post Sectio Caesarea (Sc)
A. Definisi
1. Post Partum
Post Partum adalah masa sesudah persalinan yang diperlukan
untuk pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya adalah 6 minggu.
Partus dianggap normal atau spontan jika wanita berada di masa aterm,
tidak terjadi komplikasi terdapat satu janin presentasi puncak kepala dan
persalinan selesai dalam 24 jam (Bobak,2010).
Post Partum Nifas disebut juga masa puerpereum atau post partum
adalah suatu masa dimulai setelah kelahiran bayi dan plasenta dan
berakhir ketika alat reproduksi kembali seperti keadaan sebelum hamil
berlangsung kira-kira sampai enam minggu. (Dalam Fatimah 2017).
Post partum dengan SC adalah ibu yang melahirkan janin dengan
persalinan buatan yaitu dengan cara proses pembedahan dengan membuka
dinding perut dan dinding uterus dimana dalam waktu sekitar enam
minggu organ-organ reproduksi akan kembali seperti tidak hamil
(Cunning dalam Fatimah 2017).
Adaptasi yang dialami
a. Sistim Reproduksi Uterusmengalami involusi.
Proses involusi adalah proses kembalinya uterus kekeadaan
sebelum hamil. Proses ini dimulai segera setelah plasenta
keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Pada akhir tahap
ketiga persalinan, uterus berada di garis tengah, kira-kira 2 cm
dibawah umbilikus dengan bagian fundus bersandar pada
promontorium sakralis. Pada saat ini besar uterus kira-kira
sama dengan besar uterus sewaktu usia kehamilan 16 minggu
dan beratnya kira-kira 1000 gram. Dalam waktu 12 jam, tinggi
fundus mencapai kurang lebih 1 cm diatas umbilikus. Dalam
beberapa hari kemudian, perubahan involusi berlangsung
dengan cepat. Fundus turun kira-kira 1-2 cm setiap 24 jam.
Pada hari pasca partum keenam fundus normal akan berada
di pertengahan antara umbilikus dan simfisis pubis. Uterus
tidak bisa dipalpasi pada abdomen pada hari ke-9 pasca partum.
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera
setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai respon terhadap
penurunan volume intra uteri yang sangat besar. Afterpaints
merupakan kontraksi uterus intermiten setelah melahirkan
dengan berbagai intesitas. Rabas uterus pasca melahirkan
disebut lochea dan terjadi dalam 3 tahap: lochea rubra adalah
rabas yang berwarnamerah terang ini berlangsung selama 3 hari
dan terutama terdiri atas darah dengan sejumblah kecil lendir,
partikel desidua, dan sisa sel dari tempat plasenta. Lochea
serosa adalah racas cair yang berwarna merah muda terjadi
seiring dengan perdarahan dari endometrium berkurang.
Kondisi ini berlangsung sampai 10 hari setelah melahirkan dan
terdiri atas darah yang sudah lama serum leukosit dan sisa
jaringan. Lochea alba yaitu rabas coklat lokhea ini
mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput lendir
serviksdan serabut jaringan yang mati. Lokhea alba ini dapat
berlangsung selama 2-6 minggu post partum. Lokhea yang
menetap pada awal periode post partum menunjukkan adanya
tanda-tanda perdarahan sekunder yang mungkin disebabkan
oleh tertinggalnya sisa atau selaput plasenta. Lokhea alba atau
serosa yang berlanjut dapat menandakan adanya endometritis,
terutama bila disertai dengan nyeri pada abdomen dan demam.
Bila terjadi infeksi, akan keluar cairan nanah berbau busuk
yang disebut dengan “lokhea purulenta”. Pengeluaran lokhea
yang tidak lancar disebut “lokhea statis”.
b. Sistem Endokrin Penurunan hormon human plasental
lactogen,
esterogen dan kortisolserta plasentalibu yang tidak
menyusui menurun secara yang bermakna pada masa
puerperium. Kadar esterogen dan progesteron menurun secara
mencolok setelah plasenta keluar, penurunan kadar esterogen
berkaitan dengan pembengkakan payudara dan diuresis cairan
ekstra seluler berlebih yang terakumulasi selama masa hamil.
Hormon hipofisis pada wanita yang menyusui dan wanita yang
tidak kadar prolaktin akan menurun dengan cepat pada ibu
yang tidak menyusui. Pada hari ketiga atau keempat pasca
partum bisa terjadi pembengkakan pada payudara ibu dan pada
saat di palpasi terdapat nyeri tekan. Saat menyusui pertama
kali ASI akan mengeluarkan kolostrum yang berwarna kuning.
c. Sistem Urinarius Kandung kemih dan uretra.
Pengeluaran janin melewati jalan lahir menyebabkan
trauma pada uretra dan kandung kemih. Mukosa kandung
kemih setelah pelahiran menunjukan berbagai derajat edema
dan hiperemia dengan penurunan tonus kandung kemih.
Kondisi ini menyebabkan penuaan sensasi terhadap tekanan
dan kapasitas kandung kemih yang lebih besar. Meatus
urinarius dan uretra sering kali mengalami edema. Edema
jaringan dan hiperemia dikombinasikan dengan efek analgetik
menekan keinginan untuk berkemih. Nyeri panggul menambah
berkurangnya refleks untuk ekstensif teraktivasi setelah
melahirkan. Faktor-faktor tersebut menurun dalam beberapa
hari kembali ke kondisi sebelum hamil. Interaksi antara
peningkatan faktor- faktor pembekuan ini dengan imobilisasi,
sepsis atau trauma.
d. Sistim Respirasi Perubahan tekanan abdomen dan kapasitas
rongga thoraks setelah melahirkan menghasilkan perubahan
yang sangat cepat pada fungsi pulmonal, peningkatan terjadi
pada volume residu, ventilasi istirahat, dan konsumsi oksigen.
e. Sistim Gastrointestinal Motilitas dan tonus sistim
gastrointestinal kembali normal dalam waktu 2 minggu setelah
melahirkan. Kebanyakan wanita sangat haus pada 2 sampai 3
hari pertama karena perpindahan cairan antara ruang intesitas
dan sirkulasi akibat deuresis.
f. Sistem Kardiovaskuler Perubahan volume darah tergantung
pada beberapa faktor misalnya kehilangan darah selama
melahirkan dan mobilisasi serta pengeluaran cairan
ekstravaskuler. Kehilangan darah merupakan akibat penurunan
volume darah total yang cepat tetapi terbatas. Setelah itu terjadi
perpindahan normal cairan tubuh yang menyebapkan volume
darah menurun Beberapa perubahan tanda-tanda vital bisa
terlihat, jika wanita dalam keadaan normal. Peningkatan kecil
sementara, baik peningkatan tekanan darah sistol maupun
diastol dapat timbul dan berlangsung selama sekitar empat hari
setelah wanita melahirkan.
g. Sistem Integumen Kloasma yang muncul pada masa hamil
biasanya menghilang saat kehamilan berakhir. Pada beberapa
wanita, pigmentasi pada daerah tersebut akan menutap. Kulit
kulit yang meregang pada payudara, abdomen, paha, dan
panggul mungkin memudar, tapi tidak hilang seluruhnya.
Peningkatan aktivitas melanin pada kehamilan yang
menyebabkan hiperpigmentasi puting, aerola dan linea nigra
secara bertahap berkurang setelah melahirkan. Walaupun warna
gelap di berbagai area ini dapat memudar warnanya mungkin
tidak kembali seperti sebelum hamil dan beberapa wanita tidak
pigmen gelap yang menetap. Kloasma (topeng kehamilan )
pada umumnya membaik walaupun kondisi ini tidak
menghilang secara sempurna. Banyaknya penyebaran rambut
halus yang terlihat selama kehamilan pada umumnya
menghilang.
h. Perubahan Tanda-Tanda Vital Selama 24 jam pertama, suhu
meningkat menjadi 38°C, sebagai akibat meningkatkannya
kerja otot, dehidrasi dan perubahan hormonal jika terjadi
peningkatan suhu 38°C yang menetap 2 hari setelah 24 jam
melahirkan, maka perlu dipikirkan adanya infeksi seperti sepsis
puerperalis (infeksi selama post partum), infeksi saluran kemih,
endometritis (peradangan endometrium), pembengkakan
payudara, dan lain-lain. Dalam periode waktu 6-7 jam sesudah
melahirkan, sering ditemukan adanya bradikardia 50-70 kali
permenit dan dapat berlangsung sampai 6-10 hari setelah
melahirkan. Takikardia kurang terjadi, bila terjadi berhubungan
dengan peningkatan kehilangan darah dan proses persalinan
yang lama. Selama beberapa jam sesudah melahirkan, ibu dapat
mengalami hipotensi othostatik (penurunan 20 mmHg) yang
ditandai dengan adanya pusing segera setelah berdiri yang
dapat terjadi hingga 46 jam pertama. Hasil pengukuran tekanan
darah seharusnya tetap stabil setelah melahirkan. Peningkatan
tekanan sistolik 30 mmHg dan penurunan diastolik 15 mmHg
yang disertai dengan sakit kepala dan gangguan pengelihatan
bisa menandakan ibu mengalami preeklamsi dan ibu perlu di
evaluasi lebih lanjut.
i. Adaptasi Psikologis Setelah persalinan yang merupakan
pengalaman unik yang dialami oleh ibu, masa nifas juga
merupakan salah satu fase yang memerlukan adaptasi
psikologis. Ikatan antara ibu dan bayi yang sudah lama
terbentuk sebelum kelahiran akan semakin mendorong wanita
untuk menjadi ibu yang sebenarnya. Ini pentingnya rawat
gabung atau rooming in pada ibu nifas agar ibu dapat
menumbuhkan rasa kasih sayang kepada bayi. Menurut
Hamilton, adaptasi psikologis ibu post partumdibagi menjadi 3
fase yaitu :Fase taking in / ketergantungan. Fase ini dimulai
hari pertama dan hari kedua setelah melahirkan dimana ibu
membutuhkan perlindungandan pelayanan. Fase taking hold /
ketergantungan tidak ketergantungan. Fase ini dimulai pada
hari ketiga setelah melahirkan dan berakhir pada minggu
keempat sampai kelima. Sampai hari ketiga ibu siap untuk
menerima peran barunya dan belajar tentang semua hal-hal
baru. Selama fase ini sistem pendukung menjadi sangat bernilai
bagi ibu muda yang membutuhkan sumber informasi dan
penyembuhan fisik sehingga ia dapat istirahat dengan baik.
Fase letting go / saling ketergantungan. Dimulai sekitar minggu
kelima sampai keenam setelah kelahiran. Sistem keluarga telah
menyesuaiakan diri dengan anggotanya yang baru. Tubuh
pasian telah sembuh, perasaan rutinnya telah kembali dan
kegiatan hubungan seksualnya telah dilakukan kembali.
2. Sectio Caesarea (Sc)
a. Definisi Sectio caesarea
Sectio Caesarea adalah janin dilahirkan melalui insisi yang dibuat
pada dinding abdomen dan uterus (Ayuk Maryunani, 2016).
Sectio Caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim
dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram. Indikasi
kenapa bisa dilakukan section caesarea dapat dikarenakan faktor ibu
atau faktor janin (Afifah 2018).
Pelahiran caesarea adalah pelahiran janin melalui insisi yang dibuat
pada dinding abdomen dan uterus (Reeder, 2016 hal.461 Dalam
Fatimah 2017).
Sectio Caesarea merupakan suatu persalinan buatan, yaitu janin
dilahirkan melalui insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan
syarat rahim dalam keadaan utuh serta bobot janin diatas 500 gram
(Solehati, 2015).
b. Etiologi Sectio Caesaria
Menurut Amin & Hardi (2013) operasi Sectio Caesarea dilakukan atas
indikasi sebagai berikut:
1. Indikasi yang berasal dari ibu
Indikasi yang berasal dari ibu Yaitu pada primigravida dengan
kelainan letak,Cefalo Pelvik Disproportion
(disproporsijanin/panggul), ada sejarah kehamilan dan persalinan
yangburuk,ketidakseimbangan ukuran kepala bayi dan panggul
ibu, keracunan kehamilan yang parah, komplikasi kehamilan yaitu
pre eklampsia dan eklampsia berat, atas permitaan, kehamilan
yang disertai penyakit (jantung, DM), gangguan perjalanan
persalinan (kista ovarium, mioma uteri dan sebagainya).
2. Indikasi yang berasal dari janin
Fetal distress/ gawat janin, mal persentasi dan mal posisi
kedudukan janin seperti bayi yang terlalu besar (giant baby),
kelainan letak bayi seperti sungsang dan lintang, kelainan tali
pusat dengan pembukaan kecil seperti prolapsus tali pusat, terlilit
tali pusat, adapun faktor plasenta yaitu plasenta previa, solutio
plasenta, plasenta accreta, dan vasa previa. kegagalan persalinan
vakum atau forseps ekstraksi, dan bayi kembar (multiple
pregnancy)
c. Patofisiologi Sectio Caesaria
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya
karena ketidakseimbangan ukuran kepala bayi dan panggul ibu,
keracunan kehamilan yang parah, pre eklampsia dan eklampsia berat,
kelainan letak bayi seperti sungsang dan lintang, kemudian sebagian
kasus mulut rahim tertutup plasenta yang lebih dikenal dengan plasenta
previa, bayi kembar, kehamilan pada ibu yang berusia lanjut, persalinan
yang berkepanjangan, plasenta keluar dini, ketuban pecah dan bayi belum
keluar dalam 24 jam, kontraksi lemah dan sebagainya. Kondisi tersebut
menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio
Caesarea(Sofyan,2019)
SKEMA PERSALINAN

INDIKASI SECTIO CARSARI SYARAT NORMAL

1. phatway
Indikasi Sectio Caesarea

Indikasi dari Ibu:


Indikasi dari Bayi:
Primigravida kelainan letak
Fetal Distress
Disproposi Sefalopelvik
Giant Baby
Ketuban Pecah dini
Kelainan letak bayi

Tindakan Sectio Caesarea

Insisi
Adaptasi Post partum Anestesi Pembatasan Cairan neroral

Luka

Mobilisasi secara
Resiko
Psikologi Fisiologis Ketidakseimbangan
bertahap Nyeri Akut Resiko Infeksi
Cairan
Taking in
Taking hold Laktasi Involusi Gangguan Pola Tidur
Penurunan saraf
Leting go
simpatis
Prolaktim Pelepasan
Belajar mengenai menurun Desidua
perawatan diri dan Resti Cidera Ketidakmampuan Gangguan
bayi Miksi Eliminasi
Produksi ASI Kontruksi Urine
menurun Uterus
Penurunan
Butuh Peristaltik Obstipasi
Informasi Per\\\\
Hisapan Lochea
menurun
Konstipasi
Defisit Pengetahuan
Menyusui Tidak
Efekti

Penurunan Nyeri

Percepatan penyembuhan luka

Perawatan Perinium
d. Klasifikasi Sectio Caesarea
Bentuk pembedahan Sectio Caesarea menurut Manuaba 2012, meliputi:
1. Sectio Caesarea Klasik
Sectio Caesarea Klasik dibuat vertikal pada bagian atas rahim.
Pembedahan dilakukan dengan sayatan memanjang pada korpus uteri kirra-kira
sepanjang 10 cm. Tidak dianjurkan untuk kehamilan berikutnya melahirkan
melalui vagina apabila sebelumnya telah dilakukan tindakan pembedahan ini.
2. Sectio Caesarea Transperitonel Profunda
Sectio Caesarea Transperitonel Profunda disebut juga low cervical yaitu
sayatan vertikal pada segmen lebih bawah rahim. Sayatan jenis ini dilakukan jika
bagian bawah rahim tidak berkembang atau tidak cukup tipis untuk
memungkinkan dibuatnya sayatan transversal. Sebagian sayatan vertikal dilakukan
sampai ke otot-otot bawah rahim.
3. Sectio Caesarea Histerektomi
Sectio Caesarea Histerektomi adalah suatu pembedahan dimana setelah janin
dilahirkan dengan Sectio Caesarea, dilanjutkan dengan pegangkatan rahim.
4. Sectio Caesarea Ekstraperitoneal
Sectio Caesarea Ekstraperitoneal, yaitu Sectio Caesarea berulang pada seorang
pasien yang sebelumnya melakukan Sectio Caesarea. Biasanya dilakukan di atas
bekas sayatan yang lama. Tindakan ini dilakukan dengan insisi dinding dan faisa
abdomen sementara peritoneum dipotong ke arah kepala untuk memaparkan
segmen bawah uterus sehingga uterus dapat dibuka secara ekstraperitoneum.
e. Komplikasi Sectio Caesarea
Menurut Jitowiyono & Kristiyanasari (2012) komplikasi Sectio Caesarea adalah
sebagai berikut:
1. Infeksi Peurperal
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam
masa nifas, bersifat berat seperti peritonitis, sepsis dan sebagainya.
2. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang-cabang arteri
ikut terbuka. Darah yang hilang lewat pembedahan Sectio Caesarea dua kali lipat
dibanding lewat persalinan normal.
Komplikasi yang mungkin muncul dari tindakan Sectio Caesarea adalah
komplikasi pembiusan, perdarahan pasca operasi Sectio Caesarea, syok
perdarahan, obstruksi usus, gangguan pembekuan darah, dan cedera organ
abdomen seperti usus, ureter, kandung kemih, pembuluh darah. Pada Sectio
Caesarea juga bisa terjadi infeksi sampai sepsis apalagi pada kasus dengan
ketuban pecah dini. Dapat juga terjadi komplikasi pada bekas luka operasi. Hal
yang sangat mempengaruhi atau komplikasi pasca operasi yaitu infeksi jahitan
pasca Sectio Caesarea, infeksi ini terjadi karena banyak factor, seperti infeksi
intrauteri, adanya penyakit penyerta yang berhubungan dengan infeksi misalnya,
abses tuboofaria, apendiksitis akut/perforasi. Diabetes mellitus, gula darah tidak
terkontrol, kondisi imunokompromised misalnya, infeksi HIV, Tuberkulosis atau
sedang mengkonsumsi kortikosteroid jangka panjang, gisi buruk, termasuk
anemia berat, sterilitas kamar operasi dan atau alat tidak terjaga, alergi pada
materi benang yang digunakan daan kuman resisten terhadap antibiotic. Akibat
infeksi ini luka bekas Sectio Caesarea akan terbuka dalam minggu pertama pasca
operasi. Terbukanya luka bisa hanya kulit dan subkulit saja, bisa juga sampai
fascia yang disebut dengan bust abdomen. Umumnya, luka akan bernanah atau
ada eksudat dan berbahaya jika dibiarkan karena kuman tersebut dapat menyebar
melalui aliran darah. Luka yang terbuka akibat infeksi itu harus dirawat,
dibersihkan dan dilakukan kultur dari caiiran luka tersebut (Purwoastuti, Dkk,
2015).
f. Penatalaksanaan Post Op Sectio Caesarea

1. Medis
Menurut Manuaba (2012), beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai penatalaksanaan
pada ibu post Sectio caesarea antara lain :

a. Pemberian cairan : Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi,


maka pemberian cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung
elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ
tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi
dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila
kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.

b. Diet : Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus


lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian
minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam
pasca operasi, berupa air putih dan air teh.

c. Mobilisasi : Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi, Miring kanan dan


kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi, Latihan pernafasan dapat
dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah sadar. Hari
kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta
untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya. Kemudian posisi tidur
telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler).
Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada
hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.

d. Kateterisasi : Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak
enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.

e. Pemberian obat-obatan Antibiotik

1) Antibiotik

2) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan

3) Obat-obatan lain

f. Perawatan luka : Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila
basah dan berdarah harus dibuka dan diganti Perawatan rutin. Hal- hal yang
harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah, nadi,dan
pernafasan.

2. Ruang Perawatan
a. Pengkajian keperawatan segera setelah melahirkan meliputi pemulihan dari efek
anastesi, status pasca operasi dan pasca melahirkan dan derajat nyeri.
b. Kepatenan jalan napas dipertahankan dan posisi wanita tersebut diatur untuk
mencegah kemungkinan aspirasi.
c. Tanda-tanda vital diukur setiap 15 menit selama 1-2 jam sampai wanita itu stabil.
Kondisi balutan insisi, fundus dan jumlah lokea, dikaji demikian pula masukan dan
haluaran.
d. Perawat membantu wanita tersebut untuk mengubah posisi dan melakukan napas
dalam serta melatih gerakan kaki. Obat-obatan untuk mengatasi nyeri dapat
diberikan.
e. Masalah fisiologis selama beberapa hari pertama dapat didominasi oleh nyeri akibat
insisi dan nyeri dari gas di usus halus dan kebutuhan untuk menghilangkan nyeri.
f. Tindakan lain untuk mengupayakan kenyamanan, seperti mengubah posisi,
mengganjal insisi dengan bantal, memberi kompres panas pada abdomen dan
tehnik relaksasi.

g. Ambulasi dan upaya menghindari makanan yang menghasilkan gas dan minuman
berkarbonat bisa mengurangi nyeri yang disebabkan gas.

h. Perawatan sehari-hari meliputi perawatan perineum, perawatan payudara dan


perawatan higienis rutin termasuk mandi siram setelah balutan luka diangkat.

i. Setiap kali berdinas perawat mengkaji tanda-tanda vital, insisi, fundusuterus, dan
lokia. Bunyi napas, bising usus, tanda homans, eliminasiurine serta defekasi juga
dikaji.

j. Pasangan atau suami dapat dilibatkan dalam sesi pengajaran dan penjelasan
tentang pemulihan pasangannnya. Beberapa orang tua akan marah, frustasi atau
kecewa karena wanita tidak dapat melahirkan pervagina. Beberapa wanita
mengungkapkan perasaan seperti harga diri rendah atau citra diri yang negative.
Akan sangat berguna bila ada perawat yang hadir selama wanita melahirkan,
mengunjungi dan membantu mengisi “kesenjangan” tentang pengalaman tersebut.

k.Rencana pulang terdiri dari informasi tentang diet, latihan fisik, pembatasan
aktifitas, perawatan payudara, aktifitas seksual dan kontrasepsi, medikasi, dan
tanda-tanda komplikasi serta perawatan bayi.

g. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemantauan janin terhadap kesehatan janin
2. Pemantauan EKG
3. JDL dengan diferensial
4. Elektrolit\
5. Hemoglobin/Hematokrit
6. Golongan Darah
7. Urinalis
8. Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi Pemeriksaan sinar X sesuai
indikasi.
h. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses
pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan pasien(Nursalam, 2011), Pengkajian pada pasien post
partum secsio cesarea sebagai berikut:
1. Identitas pasien
2. Keluhan utama Pada ibu dengan kasus post partum SC keluhan utama yang timbul
yaitu nyeri pada luka operasi.
3. Riwayat persalinan sekarang Pada pasien post partum SC kaji riwayat persalinan
yang dialami sekarang.
4. Riwayat menstruasiPada ibu, yang perlu ditanyakan adalah umur menarche, siklus
haid, lama haid, apakah ada keluhan saat haid, hari pertama haid yang terakhir.
5. Riwayat perkawinanYang perlu ditanyakan adalah usia perkawinan, perkawinan
keberapa, usia pertama kali kawin.
6. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas
7. Untuk mendapatkan data kehamilan, persalinan dan nifas perlu diketahui HPHT
untuk menentukan tafsiran partus (TP), berapa kali periksaan saat hamil, apakah
sudah imunisasi TT, umur kehamilan saat persalinan, berat badan anak saat lahir,
jenis kelamin anak, keadaan anak saat lahir.
8. Riwayat penggunaan alat kontrasepsi
9. Tanyakan apakah ibu pernah menggunakan alat kontrasepsi, alat kontrasepsi yang
pernah digunakan, adakah keluhan saat menggunakan alat kontrasepsi, pengetahuan
tentang alat kontrasepsi.
10. Pola kebutuhan sehari-hari
a. Makan dan minum, pada pasien post partum SC tanyakan berapa kali makan
sehari dan berapa banyak minum dalam satu hari.
b. Eliminasi, pada psien post partum SC pasien belum melakukan BAB,
sedangkan BAK menggunakan dower kateter yang tertampung di urine bag.
c. Istirahat dan tidur, pada pasien post partum SC terjadi gangguan pada pola
istirahat tidur dikarenakan adanya nyeri pasca pembedahan.
d. Gerak dan aktifitas, pada pasien post partum SC terjadi gangguan gerak dan
aktifitas oleh karena pengaruh anastesi pasca pembedahan.
e. Kebersihan diri, pada pasien post partum SC kebersihan diri dibantu oleh
perawat dikarenakan pasien belum bisa melakukannya secara mandiri.
f. Berpakaian, pada pasien post SC biasanya mengganti pakaian dibantu oleh
perawat
g. Rasa nyaman, pada pasien post SC akan mengalami ketidaknyamanan yang
dirasakan pasca melahirkan.
h. Konsep diri, pada pasien post SC seorang ibu, merasa senang atau minder
dengan kehadiran anaknya, ibu akan berusaha untuk merawat anaknya.
i. Sosial, pada SC lebih banyak berinteraksi dengan perawat dan tingkat
ketergantungan ibu terhadap orang lain akan meningkat.
j. Belajar, kaji tingkat pengetahuan ibu tentang perawatan post partum terutama
untuk ibu dengan SC meliputi perawatan luka, perawatan payudara,
kebersihan vulva atau cara cebok yang benar, nutrisi, KB, seksual serta hal-
hal yang perlu diperhatikan pasca pembedahan. Disamping itu perlu
ditanyakan tentang perawatan bayi diantaranya, memandikan bayi, merawat
tali pusat dan cara meneteki yang benar.
k. Data fokus pengkajian Menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia,
dalam pengkajian ibu post sectio caesarea dengan risiko infeksi data fokus
yang dikaji adalah mengkaji faktor penyebab mengapa pasien berisiko terjadi
infeksi. Menurut Tim Pokja SDKI (2018), faktor yang dapat menyebabkan
risiko infeksi adalah :
l. Efek prosedur invasive
a) Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan.
b) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer : Kerusakan integritas
kulit, ketuban pecah lama, ketuban pecah sebelum waktunya,
c) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder : Penurunan
hemoglobin, imununosupresi.
i. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum ibu, suhu, tekanan darah, respirasi, nadi, berat badan, tinggi badan,
keadaan kulit.
2. Pemeriksaan kepala wajah:Konjuntiva dan sklera mata normal atau tidak.
3. Pemeriksaan leher:Ada tidaknya pembesaran kelenjar tiroid.
4. Pemeriksaan thorax : Ada tidaknya ronchi atau wheezing, bunyi jantung.
5. Pemeriksaan buah dada:Bentuk simetris atau tidak, kebersihan, pengeluaran
(colostrum, ASI atau nanah), keadaan putting, ada tidaknya tanda dimpling/retraksi.
6. Pemeriksaan abdomen:Tinggi fundus uteri, bising usus, kontraksi, terdapat luka dan
tanda-tanda infeksi disekitar luka operasi.
7. Pemeriksaan ekstremitas atas: ada tidaknya oedema, suhu akral, ekstremitas bawah:
ada tidaknya oedema, suhu akral, simetris atau tidak, pemeriksaan refleks.
8. Genetalia: Menggunakan dower kateter.
9. Data penunjang Pemeriksaan darah lengkap meliputi pemeriksaan hemoglobin (Hb),
Hematokrit (HCT) dan sel darah putih (WBC).
j. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis yang mengenai respon pasien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung actual maupun potensial. Tujuan dari diagnose keperawatan adalah untuk
mengidentifikasi respon pasien individu, keluarga, komunitas terhadap situasi yang
berkaitan dengan kesehatan (PPNI, 2016). Diagnosa keperawatan yang terkait pada ibu
post seksio sesaria yaitu:

1. Risiko Infeksi menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2018).


2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri post op.
4. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.
5. Ketidak seimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
efek anastesi.
k. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan dengan risiko infeksi menggunakan pendekatan menurut
(Nurarif dan Kusuma, 2015). Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, maka intervensi
dan aktivitas keperawatan perlu ditetapkan untuk mengurangi, menghilangkan, serta
mencegah masalah keperawatan ibu. Tahapan ini disebut perencanaan keperawatan yang
meliputi penentuan prioritas, diagnose keperawatan, menetapkan sasaran dan tujuan,
menetapkan kriteria evaluasi, serta merumuskan intervensi dan aktivitas keperawatan.
Berikut ini adalah intervensi untuk pasien dengan masalah keperawatan risiko infeksi.
Diagnosa Tujuan dan kriteria
Intervensi
Keperawata hasil
n

Risiko Infeksi 1. Immune status 1. Memonitor tanda dan gejala infeksi sistemik
dan local
2. Knowledge : infection
control 2. Memonitor kondisi luka atau insisi bedah
3. Risk control 3. Memonitor kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan, panas dan
Adapun kriteria hasil yang drainase
diharapkan adalah sebagai
berikut : 4. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien
lain
1. Ibu bebas dari tandatanda
gejala infeksi 5. Mencuci tangan sebelum dan sesudah
melakukan tindakan keperawatan
2. Menunjukkan
kemampuan mencegah 6. Menggunakan baju atau sarung tangan sebagi
timbulnya infeksi alat pelindung
3. Jumlah leukosit dalam 7. Tingkatkan intake nutrisi
batas normal
8. Melakukan perawatan luka pada area insisi
4. Ibu menunjukkan
perilaku hidup sehat 9. Mengajarkan pasien dan keluarga tentang
tanda dan gejala infeksi
10. Mengajarkan pasien menghindari infeksi
11. Mendelegasikan pemberian antibiotic sesuai
resep.

Nyeri akut Pain Control 1605 Manajemen Nyeri 1400


berhubungan
dengan agen Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
cedera fisik. keperawatan selama 3 x 24 komperhensif termasuk lokasi, karakteristik,
jam, diharapkan pasien akan durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
mengalami penurunan skala presipitasi.
nyeri dengan kriteria hasil
sebagai berikut: 2. Observasi adanya petunjuk nonverbal
1. Klien melaporkan nyeri mengenai ketidaknyamanan.
berkurang.
3. Kendalikan faktor lingkungan yang dapat
2. Klien dapat mengenal mempengaruhi respon pasien terhadap
lamanya (onset) nyeri. ketidaknyamanan (misalnya, suhu ruangan,
pencahayaan atau suara bising).
3. Klien dapat
menggambarkan faktor 4. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
penyebab nyeri. (teknik relaksasi nafas dalam).

4. Klien dapat menggunakan 5. Dukung istirahat/ tidur yang adekuat untuk


teknik non farmakologis membantu penurunan nyeri.
untuk mengurangi nyeri.
6. Pemberian Analgesik
5. Klien menggunakan
7. Cek adanya riwayat alergi obat.
analgesic sesuai instruksi.
8. Cek perintah pengobatan meliputi obat, dosis
Pain Level
dan frekuensi.
1. Klien melaporkan nyeri
Monitor Tanda-Tanda Vital
berkurang.
1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan status
2. Klien tidak tampak
pernapasan dengan tepat.
mengeluh dan menangis.
3. Ekspresi wajah klien tidak
menunjukkan nyeri.
4. Klien tidak gelisah.

Intoleransi Energi Conservation Energy Management


aktivitas Activity Tolerance 0005 1. Tentukan keterbatasan pasien terhadap
berhubungan Self Care: ADL aktivitas.
dengan nyeri Setelah dilakukan tindakan 2. Tentukan penyebab lain dari kelelahan.
post op. keperawatan selama 3 x 24 3. Dorong pasien untuk mengungkapkan
jam, diharapakan intoleransi perasaan tentang keterbatasannya.
aktivitas dapat diatasi 4. Observasi nutrisi sebagai sumber energi
dengan kriteria hasil sebagai yang adekuat.
berikut: 5. Observasi respon jantung-paru terhadap
1. Menunjukkan aktivitas (misalnya takikardia, disritmia,
keseimbangan antara dyspnea, pucat dan frekuensi pernafasan).
aktivitas dengan 6. Batasi stimulus lingkungan (misalnya
istirahat. pencahayaan dan kegaduhan).
2. Menggunakan teknik. 7. Dorong untuk lakukan periode aktivitas
3. Mengenali keterbatasan saat pasien memiliki banyak tenaga.
energi. 8. Rencanakan periode aktivitas saat pasien
4. Menyesuaikan gaya memiliki banyak tenaga.
hidup sesuai tingkat 9. Hindari aktivitas selama periode istirahat.
energi. 10. Dorong pasien untuk melakukan aktivitas
5. Mempertahankan gizi sesuai sumber energi.
yang cukup. 11. Instruksikan pasien atau keluarga untuk
6. Melaporkan aktivitas mengenal tanda dan gejala kelelahan yang
yang sesuai dengan memerlukan pengurangan aktivitas.
energi. 12. Bantu pasien atau keluarga untuk
7. Saturasi oksigen saat menentukan tujuan akhir yang realistis.
melakukan aktivitas 13. Evaluasi program peningkatan tingkat
membaik/ dalam rentang aktivitas.
normal (> 95%). Actifity Therapy 4310
8. Nadi saat melakukan 1. Monitor respon fisik, emosi, sosial dan
aktivitas dalam rentang spiritual.
normal (60-100x/ 2. Bantu pasien mengidentifikasi aktivitas
menit). yang mampu dilakukan.
9. Tidak sesak napas saat 3. Bantu pasien memilih aktivitas konsisten
melakukan aktivitas (RR yang sesuai dengan kemampuan fisik,
16-24x/ menit). psikologi dan sosial.
10. Tekanan darah saat 4. Bantu pasien mengidentifikasi dan
melakukan aktivitas mendapatkan sumber yang diperlukan
dalam rentang normal untuk aktivitas yang diinginkan.
(120/80 mmHg). 5. Bantu pasien untuk mendapatkan alat
11. Mudah melakukan bantuan aktivitas.
ADL. 6. Bantu pasien mengidentifikasi aktivitas
12. Mampu melakukan yang disukai.
ADL secara mandiri 7. Bantu pasien atau keluarga untuk
(seperti makan, mengidentifikasi kekurangan dalam
memakai baju, toileting, beraktivitas.
mandi, berdandan, 8. Bantu pasien untuk mengembangkan
menjaga kebersihan, motivasi diri dan penguatan.
oral hygiene, berjalan 9. Bantu pasien membuat jadwal melakukan
dan berpindah tempat) aktivitas sehari-hari.
(NOC, 2018). 10. Edukasi keluarga untuk membantu pasien
dalam beraktivitas sesuai kebutuhan.
11. Kolaborasikan dengan keluarga untuk
memberikan dukungan pada pasien (NIC,
2018).
Resiko Fluid Balance Fluid Management
kekurangan Hydration 1. Kaji tanda-tanda vital.
volume cairan Nutritional Status: Food and 2. Kaji jumlah darah yang keluar
berhubungan Fluid Intake 3. Kaji dan catat masukan dan haluaran
dengan Setelah dilakukan tindakan urin setiap jam.
kehilangan keperawatan selama 3 x 24 4. Timbang berat badan setiap hari.
cairan aktif. jam, diharapkan defisit 5. Kaji hasil pemeriksaan laboratorium
volume cairan dapat teratasi (haemoglobin, hematokrit dan
dengan kriteria hasil sebagai elektrolit).
berikut: 6. Kolaborasi dalam pemberian cairan
1. Mempertahankan urin intravena dan elektrolit.
output sesuai dengan
usia dan BB, BJ
normal dan hematokrit
normal.
2. Tanda-tanda vital
dalam rentang normal
(tekanan darah 120/80
mmHg, nadi 60-100x/
menit, pernafasan 16-
24x/ menit dan suhu
36,5-37,50C).
3. Tidak ada tanda-tanda
dehidrasi, elastisitas
dan turgor kulit baik,
membran mukosa
lembab dan tidak ada
rasa haus yang
berlebihan.
Ketidakseim- Nutritional Status: Food and Nutrition Management
bangan Fluid Intake 1. Pertahankan jumlah kalori ketat.
nutrisi: Setelah dilakukan tindakan 2. Berikan perawatan oral.
kurang dari keperawatan selama 3 x 24 3. Berikan makanan sedikit tapi sering.
kebutuhan jam, diharapkan 4. Monitor diare dan konstipasi untuk
tubuh ketidakseimbangan nutrisi: mencegah intoleransi terhadap makanan.
berhubungan kurang dari kebutuhan tubuh 5. Timbang berat badan setiap hari.
dengan efek dapat teratasi dengan kriteria 6. Catat intake dan output.
anastesi. hasil sebagai berikut: 7. Dorong orang terdekat untuk menemani
1. Adanya peningkatan saat makan.
berat badan sesuai 8. Berikan diit tinggi protein dan kalori.
dengan tujuan. 9. Kolaborasi dengan ahli gizi.
2. Berat badan ideal
sesuai dengan tinggi
badan.
3. Mampu
mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi.
4. Tidak ada tanda-tanda
malnutrisi.
5. Tidak terjadi
penurunan berat badan
yang berarti.
DAFTAR PUSTAKA

Afifah.H.I 2018.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post Operasi Sectio Caesarea


Pada Ny.R Dan Ny.S Dengan Masalah Keperawatan Defisit Perawatan Diri
Di Ruang Teratai Rsud Dr. Haryoto Lumajang. Laporan Tugas Akhir.Progam
Studi D3 Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Jember Kampus
Lumajang.
Amin, Hardi. (2013). Aplikasi Asuhan Keparawatan Berdasarkan Diagnose
Medis & Nanda NIC-NOC. Media Action Publishing: Yogyakarta
Bobak, 2010. Keperawatan maternitas. Jakrta. EGC
Fatimah.S.2017.Asuhan Keperawatan Pada Ibu Post Sectio Caesarea Dengan
Masalah Keperawatan Defisit Perawatan Diri Di Rsud Dr. H. Abdul Moeloek
Provinsi Lampung . Karya Tulis Ilmiah.Program Studi D Iii Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan( Stikes) Muhammadiyah Pringsewu. diakses
tanggal 04Agustus 2020
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Koniak, D. (2011). Keperawatan Maternitas (Kesehatan Wanita, Bayi dan
Keluarga). Vol 1 Edisi 18. Jakarta: EGC
Manuaba, I. (2012). Ilmu kebidanan, penyakit kandungan, dan KB. Jakarta:
EGC Hartono, Andry. (2014). Asuhan Kebidanan Masa Persalinan
Fisiologis & patolog.
Musdalifah.2019.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Ny. M.D. Dengan Post Op
Sectio Caesareadi Ruang Flamboyanrsud Prof. Dr. W.Z Yohannes Kupang.
Studi Kasus.Kupang. Politekkes Kemenkes Kupang Jurusan Keperawatan
Program D-Iii Keperawatan. diakses tanggal 04Agustus 2020.
Nurarif, A, H. Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa dan Nanda NIC NOC. Jakarta: Mediaction.
Nursalam. (2011). Aplikasi Dalam Praktek Keperawatan Profesional.
Jakarta: Selemba Medika
Purwoastuti, Endang, dkk. (2015). Asuhan Kebidanan Persalinan Dan
Bayi Baru Lahir. Yogyakarta: Pustaka Barupress
Sugeng. (2010). Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Selemba
Medika Nanda. (2015). Diagnosis Keparawatan Definisi & Klasifikasi
2015-2017 Edisi 10. Tanggerang: Binarupa Aksara Publisher
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Diagnosa Keperawatan
Indonesia

Anda mungkin juga menyukai