Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN PENDAHULUAN

“POST PARTUM”
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktek Profesi
Ners Departemen Keperawatan Maternitas
di Ruang Nifas RSUD Sidoarjo

Oeh :

Nama : Shella Ayu Wandira


NIM : 2108.14901.341

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES WIDYAGAMA HUSADA

MALANG

2021
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi Post Partum
Post Partum atau masa nifas adalah masa yang dimulai setelah
plasenta keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti
keadaan semula (sebelum hamil). Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6
minggu.
Masa nifas atau post partum adalah masa setelah persalinan selesai
sampai 6 minggu atau 42 hari. Setelah masa nifas, organ reproduksi secara
berlahan akan mengalami perubahan seperti sebelum hamil. Selama masa
nifas perlu mendapat perhatian lebih dikarenakan angka kematian ibu 60%
terjadi pada masa nifas. Dalam Angka Kematian Ibu (AKI) adalah penyebab
banyaknya wanita meninggal dari suatu penyebab kurangnya perhatian pada
wanita post partum.
Masa nifas didefinisikan sebagai periode selama dan tepat setelah
kelahiran. Namun secara populer, diketahui istilah tersebut mencakup 6
minggu berikutnya saat terjadi involusi kehamilan normal. Masa nifas
(puerperium) dimulai setelah placenta lahir dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Selama 6 minggu atau 42
hari merupakan waktu yang diperlukan untuk pulihnya alat kandungan pada
keadaan yang normal.
Batasan waktu nifas yang paling singkat (minimumm) tidak ada
batasan waktunya, bahkan bisa jadi dalam waktu yang relatif pendek darah
sudah keluar, sedangkan batasan maksimumnya adalah 40 hari. Jadi, masa
nifas adalah masa setelah keluarnya placenta sampai pada alat-alat
reproduksi menjadi pulih kembali seperti sebelum hamil dan secara normal
masa nifas itu berlangsung selama 6 minggu atau selama 40 hari.
B. Etiologi Post Partum
Menurut Dewi Vivian, Sunarsih (2013), etiologi post partum dibagi menjadi 2
yaitu :
a. Post partum dini
Post partum dini adalah atonia uteri, laserasi jalan lahir, robekan jalan lahir
dan hematoma
b. Post partum lambat
Post partum lambat adalah tertinggalnya sebagian plasenta, ubinvolusi
didaerah insersi plasenta dari luka bekas secsia sesaria.
C. Manifestasi Klinis Post Partum
Periode post partum ialah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai
organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil. Periode
ini kadang-kadang disebut puerperium atau trimester keempat kehamilan .
1. Sistem reproduksi
a. Proses involusi
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah
melahirkan, proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat
kontraksi otot-otot polos uterus. Uterus, pada waktu hamil penuh
baratnya 11 kali berat sebelum hamil, berinvolusi menjadi kira-kira 500
gr 1 minggu setelah melahirkan dan 350 gr dua minggu setelah lahir.
Seminggu setelah melahirkan uterus berada di dalam panggul. Pada
minggu keenam, beratnya menjadi 50- 60gr. Pada masa pasca partum
penurunan kadar hormon menyebapkan terjadinya autolisis,
perusakan secara langsung jaringan hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel
tambahan yang terbentuk selama masa hamil menetap. Inilah
penyebap ukuran uterus sedikit lebih besar setelah hamil.
b. Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera
setelah bayi lahir, hormon oksigen yang dilepas dari kelenjar hipofisis
memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengopresi pembuluh
darah dan membantu hemostasis. Salama 1-2 jam pertama pasca
partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak
teratur. Untuk mempertahankan kontraksi uterus, suntikan oksitosin
secara intravena atau intramuskuler diberikan segera setelah plasenta
lahir.
c. Tempat plasenta
Segera setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, kontraksi
vaskular dan trombus menurunkan tempat plasenta ke suatu area
yang meninggi dan bernodul tidak teratur. Pertumbuhan endometrium
ke atas menyebapkan pelepasan jaringan nekrotik dan mencegah
pembentukan jaringan parut yang menjadi karakteristik penyembuha
luka. Regenerasi endometrum, selesai pada akhir minggu ketiga masa
pasca partum, kecuali pada bekas tempat plasenta.
d. Lochea
Rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir, mula-mula
berwarna merah, kemudian menjadi merah tua atau merah coklat.
Lochea rubra terutama mengandung darah dan debris desidua dan
debris trofoblastik. Aliran menyembur menjadi merah setelah 2-4 hari.
Lochea serosa terdiri dari darah lama, serum, leukosit dan denrus
jaringan. Sekitar 10 hari setelah bayi lahir, cairan berwarna kuning
atau putih. Lochea alba mengandung leukosit, desidua, sel epitel,
mukus, serum dan bakteri. Lochea alba bisa bertahan 2-6 minggu
setelah bayi lahir.
e. Serviks
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. 18 jam
pasca partum, serviks memendek dan konsistensinya menjadi lebih
padat dan kembali ke bentuk semula. Serviks setinggi segmen bawah
uterus tetap edematosa, tipis, dan rapuh selama beberapa hari setelah
ibu melahirkan.
f. Vagina dan perineum
Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara
bertahap ke ukuran sebelum hami, 6-8 minggu setelah bayi lahir.
Rugae akan kembali terlihat pada sekitar minggu keempat, walaupun
tidak akan semenonjol pada wanita nulipara.
2. Sistem endokrin
a. Hormon plasenta
Penurunan hormon human plasental lactogen, esterogen dan
kortisol, serta placental enzyme insulinase membalik efek diabetagenik
kehamilan. Sehingga kadar gula darah menurun secara yang
bermakna pada masa puerperium. Kadar esterogen dan progesteron
menurun secara mencolok setelah plasenta keluar, penurunan kadar
esterogen berkaitan dengan pembengkakan payudara dan diuresis
cairan ekstra seluler berlebih yang terakumulasi selama masa hamil.
b. Hormon hipofisis
Waktu dimulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita
menyusui dan tidak menyusui berbeda. Kadar prolaktin serum yang
tinggi pada wanita menyusui tampaknya berperan dalam menekan
ovulasi. Karena kadar follikel-stimulating hormone terbukti sama pada
wanita menyusui dan tidak menyusui di simpulkan ovarium tidak
berespon terhadap stimulasi FSH ketika kadar prolaktin meningkat.
3. Abdomen
Apabila wanita berdiri di hari pertama setelah melahirkan,
abdomenya akan menonjol dan membuat wanita tersebut tampak seperti
masih hamil. Diperlukan sekitar 6 minggu untuk dinding abdomen kembali
ke keadaan sebelum hamil.
4. Sistem urinarius
Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah
wanita melahirkan. Diperlukan kira-kira dua smpai 8 minggu supaya
hipotonia pada kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis ginjal kembali ke
keadaan sebelum hamil.
5. Sistem cerna
a. Nafsu makan
Setelah benar-benar pulih dari efek analgesia, anestesia, dan
keletihan, ibu merasa sangat lapar.
b. Mortilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna
menetap selam waktu yang singkat setelah bayi lahir.
c. Defekasi
Buang air besar secara spontan bias tertunda selama dua sampai tiga
hari setelah ibu melahirkan.
6. Payudara
Konsentrasi hormon yang menstimulasai perkembangan payu dara
selama wanita hamil (esterogen, progesteron, human chorionik
gonadotropin, prolaktin, krotison, dan insulin) menurun dengan cepat
setelah bayi lahir.
a. Ibu tidak menyusui
Kadar prolaktin akan menurun dengan cepat pada wanita yang tidak
menyusui. Pada jaringan payudara beberapa wanita, saat palpasi
dailakukan pada hari kedua dan ketiga. Pada hari ketiga atau keempat
pasca partum bisa terjadi pembengkakan. Payudara teregang keras,
nyeri bila ditekan, dan hangat jika di raba.
b. Ibu yang menyusui
Sebelum laktasi dimulai, payudara teraba lunak dan suatu cairan
kekuningan, yakni kolostrum. Setelah laktasi dimula, payudara teraba
hangat dan keras ketika disentuh. Rasa nyeri akan menetap selama
sekitar 48 jam. Susu putih kebiruan dapat dikeluarkan dari puting susu.
7. Sistem kardiovaskuler
a. Volume darah
Perubahan volume darah tergantung pada beberapa faktor
misalnya kehilangan darah selama melahirkan dan mobilisasi serta
pengeluaran cairan ekstravaskuler. Kehilangan darah merupakan
akibat penurunan volume darah total yang cepat tetapi terbatas.
Setelah itu terjadi perpindahan normal cairan tubuh yang
menyebapkan volume darah menurun dengan lambat. Pada minggu
ketiga dan keempat setelah bayi lahir, volume darah biasanya
menurun sampai mencapai volume sebelum lahir.
b. Curah jantung
Denyut jantung volume sekuncup dan curah jantung meningkat
sepanjang masa hamil. Segera setelah wanita melahirkan, keadaan ini
akan meningkat bahkan lebih tinggi selama 30 sampai 60 menit
karena darah yang biasanya melintasi sirkuit utero plasenta tibatiba
kembali ke sirkulasi umum.
c. Tanda-tanda vital
Beberapa perubahan tanda-tanda vital bisa terlihat, jika wanita
dalam keadaan normal. Peningkatan kecil sementara, baik
peningkatan tekanan darah sistol maupun diastol dapat timbul dan
berlangsung selama sekitar empat hari setelah wanita melahirkan.
8. Sistem neurologi
Perubahan neurologis selama puerperium merupakan kebalikan
adaptasi neurologis yang terjadi saat wanita hamil dan disebapkan trauma
yang dialami wanita saat bersalin dan melahirkan.
9. Sistem muskuluskeletal
Adaptasi sistem muskuluskeletal ibu yang terjadi selama masa hamil
berlangsung secara terbalik pada masa pascapartum. Adaptasi ini
mencakup hal-hal yang membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan
perubahan pusat berat ibu akibat pemsaran rahim.
10. Sistem integumen
Kloasma yang muncul pada masa hamil biasanya menghilang saat
kehamilan berakhir. Pada beberapa wanita, pigmentasi pada daerah
tersebut akan menutap. Kulit kulit yang meregang pada payudara,
abdomen, paha, dan panggul mungkin memudar, tapi tidak hilang
seluruhnya.
D. Klasifikasi Post Partum
Menurut Anggraini (2010), tahap masa nifas di bagi menjadi 3 :
1. Purperium dini, Waktu 0-24 jam post partum. Purperium dini yaitu
kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
Dianggap telah bersih dan boleh melakukan hubungan suami istri apabila
setelah 40 hari.
2. Purperium intermedial, Waktu 1-7 hari post partum. Purperium intermedial
yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6 minggu
3. Remote purperium ,Waktu 1-6 minggu post partum. Adalah waktu yang
diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutam bila selama hamil dan
waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk pulih sempurna
bias berminggu-minggu, bulanan bahkan tahunan.
E. Patofisiologi Post Partum
1. Adaptasi Fisiologi
a. Infolusi uterus
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah
melahirkan, proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat
kontraksi otot-otot polos uterus. Pada akhir tahap ketiga persalinan,
uterus berada di garis tengah, kira-kira 2 cm di bawah umbilikus
dengan bagian fundus bersandar pada promontorium sakralis. Dalam
waktu 12 jam, tinggi fundus mencapai kurang lebih 1 cm di atas
umbilikus. Fundus turun kira-kira 1 smpai 2 cm setiap 24 jam. Pada
hari pasca partum keenam fundus normal akan berada di pertengahan
antara umbilikus dan simpisis pubis.
Uterus, pada waktu hamil penuh baratnya 11 kali berat
sebelum hamil, berinvolusi menjadi kira-kira 500 gr 1 minggu setelah
melahirkan dan 350 gr 2 minggu setelah lahir. Satu minggu setelah
melahirkan uterus berada di dalam panggul. Pada minggu keenam,
beratnya menjadi 50-60 gr. Peningkatan esterogen dan progesteron
bertabggung jawab untuk pertumbuhan masif uterus selama hamil.
Pada masa pasca partum penurunan kadar hormon menyebapkan
terjadinya autolisis, perusakan secara langsung jaringan hipertrofi
yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk selama masa hamil
menetap. Inilah penyebap ukuran uterus sedikit lebih besar setelah
hamil.
b. Kontraksi
intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera
setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan
volume intrauterin yang sangat besar. homeostasis pasca partum
dicapai terutama akibat kompresi pembuluh darah intramiometrium,
bukan oleh agregasi trombosit dan pembentukan bekuan. Hormon
oksigen yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur
kontraksi uterus, mengopresi pembuluh darah dan membantu
hemostasis. Salama 1-2 jam pertama pasca partum intensitas
kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak teratur. Untuk
mempertahankan kontraksi uterus, suntikan oksitosin secara intravena
atau intramuskuler diberikan segera setelah plasenta lahir. Ibu yang
merencanakan menyusui bayinya, dianjurkan membiarkan bayinya di
payudara segera setelah lahir karena isapan bayi pada payudara
merangsang pelepasan oksitosin.
2. Adaptasi psikologis
Adaptasi psikologis ibu post partum dibagi menjadi 3 fase yaitu :
a. Fase taking in / ketergantungan
Fase ini dimuai hari pertama dan hari kedua setelah melahirkan
dimana ibu membutuhkan perlindungandan pelayanan.
b. Fase taking hold / ketergantungan tidak ketergantungan
Fase ini dimulai pada hari ketiga setelah melahirkan dan berakhir pada
minggu keempat sampai kelima. Sampai hari ketiga ibu siap untuk
menerima peran barunya dan belajar tentang semua hal-hal baru.
Selama fase ini sistem pendukung menjadi sangat bernilai bagi ibu
muda yang membutuhkan sumber informasi dan penyembuhan fisik
sehingga ia dapat istirahat dengan baik.
c. Fase letting go / saling ketergantungan
Dimulai sekitar minggu kelima sampai keenam setelah kelahiran.
Sistem keluarga telah menyesuaiakan diri dengan anggotanya yang
baru. Tubuh pasian telah sembuh, perasan rutinnya telah kembali dan
kegiatan hubungan seksualnya telah dilakukan kembali.
F. Pemeriksaan Penunjang Post Partum
1. Pemeriksaan darah
Beberapa uji laboratorium biasa segera dilakukan pada
periodepasca partum. Nilai hemoglobin dan hematokrit seringkali
dibutuhkan pada hari pertama pada partumuntuk mengkaji kehilangan
darah pada melahirkan.
2. Pemeriksaan urin
Pegambilan sampel urin dilakukan dengan menggunakan cateter
atau dengan tehnik pengambilan bersih (clean-cath) spisimen ini dikirim ke
laboratorium untuk dilakukan urinalisis rutin atau kultur dan sensitivitas
terutama jika cateter indwelling di pakai selama pasca inpartum. Selain itu
catatan prenatal ibu harus di kaji untuk menentukan status rubelle dan
rhesus dan kebutuhan therapy yang mungkin.
G. Web of Caution Post Partum

Post Partum

Perubahan Perubahan psikologi


Fisiologi

Talking in period of
Sistem Sistem urinary Sistem Sistem endokrin dependent behavior
reproduksi gastrointestinal

Penurunan Distensi Ansietas


Hipotalamus
Involusi keinginan BAK bladder Penurunan motilitas
gastrointestinal

Endometrium Servik vagina Hipotise


rerineum Gangguan eliminasi urine Talking hold Talking on new role
Konstipasi repensibilities (letting go)
Bekas melekatnya Laserasi, trauma, Oksitosin
placenta edema, luka, jahitan Gangguan integritas Keletihan
kulit/jaringan Perubahan keluarga
Kontraksi (bonding)
Perdarahan Hipovolemia Ketidaknyamanan nyopitel
pasca partum
Lochea Breast
angorgement
Intoleransi
Risiko Nyeri melahirkan
Bakteri mudah aktivitas
berkembang Infeksi
H. Komplikasi Post Partum
1. Perdarahan
Perdarahan adalah penyebap kematian terbanyak pada wanita
selama periode post partum. Perdarahan post partum adalah : kehilangan
darah lebih dari 500 cc setelah kelahiran kriteria perdarahan didasarkan
pada satu atau lebih tanda-tanda sebagai berikut :
a. Kehilangan darah lebih dai 500 cc
b. Sistolik atau diastolik tekanan darah menurun sekitar 30 mmHg
c. Hb turun sampai 3 gram %.
Perdarahan post partum dapat diklasifikasi menurut kapan
terjadinya perdarahan dini terjadi 24 jam setelah melahirkan. Perdarahan
lanjut lebih dari 24 jam setelah melahirkan, syok hemoragik dapat
berkembang cepat dan menadi kasus lainnya, tiga penyebap utama
perdarahan antara lain :
a. Atonia uteri : pada atonia uteri uterus tidak mengadakan kontraksi
dengan baik dan ini merupakan sebap utama dari perdarahan post
partum. Uterus yang sangat teregang (hidramnion, kehamilan ganda,
dengan kehamilan dengan janin besar), partus lama dan pemberian
narkosis merupakan predisposisi untuk terjadinya atonia uteri.
b. laserasi jalan lahir : perlukan serviks, vagina dan perineum dapat
menimbulkan perdarahan yang banyak bila tidak direparasi dengan
segera.
c. Retensio plasenta, hampir sebagian besar gangguan pelepasan
plasenta disebapkan oleh gangguan kontraksi uterus.retensio plasenta
adalah : tertahannya atau belum lahirnya plasenta atau 30 menit
selelah bayi lahir.
d. Lain-lain
1) Sisa plasenta atau selaput janin yang menghalangi kontraksi
uterus sehingga masih ada pembuluh darah yang tetap terbuka
2) Ruptur uteri, robeknya otot uterus yang utuh atau bekas jaringan
parut pada uterus setelah jalan lahir hidup
3) Inversio uteri.
2. Infeksi puerperalis
Didefinisikan sebagai; inveksi saluran reproduksi selama masa
post partum. Insiden infeksi puerperalis ini 1 % - 8 %, ditandai adanya
kenaikan suhu > 38 0 dalam 2 hari selama 10 hari pertama post partum.
Penyebap klasik adalah : streptococus dan staphylococus aureus dan
organisasi lainnya.
3. Endometritis
Endometritis Adalah infeksi dalam uterus paling banyak
disebapkan oleh infeksi puerperalis. Bakteri vagina, pembedahan
caesaria, ruptur membran memiliki resiko tinggi terjadinya endometritis.
4. Mastitis
Yaitu infeksi pada payudara. Bakteri masuk melalui fisura atau pecahnya
puting susu akibat kesalahan tehnik menyusui, di awali dengan
pembengkakan, mastitis umumnya di awali pada bulan pertamapost
partum
5. Infeksi saluran kemih
Insiden mencapai 2-4 % wanita post partum, pembedahan meningkatkan
resiko infeksi saluran kemih. Organisme terbanyak adalah Entamoba coli
dan bakterigram negatif lainnya.
6. Tromboplebitis dan trombosis
Semasa hamil dan masa awal post partum, faktor koagulasi dan
meningkatnya status vena menyebapkan relaksasi sistem vaskuler,
akibatnya terjadi tromboplebitis (pembentukan trombus di pembuluh darah
dihasilkan dari dinding pembuluh darah) dan trombosis (pembentukan
trombus) tromboplebitis superfisial terjadi 1 kasus dari 500 – 750 kelahiran
pada 3 hari pertama post partum.
7. Emboli
Yaitu : partikel berbahaya karena masuk ke pembuluh darah kecil
menyebapkan kematian terbanyak di Amerika.
8. Post partum depresi
Kasus ini kejadinya berangsur-angsur, berkembang lambat sampai
beberapa minggu, terjadi pada tahun pertama. Ibu bingung dan merasa
takut pada dirinya. Tandanya antara lain, kurang konsentrasi, kesepian
tidak aman, perasaan obsepsi cemas, kehilangan kontrol, dan lainnya.
Wanita juga mengeluh bingung, nyeri kepala, ganguan makan, dysmenor,
kesulitan menyusui, tidak tertarik pada sex, kehilanagan semangat.
I. Penatalaksanaan Post Partum
Penanganan ruptur perineum diantaranya dapat dilakukan dengan
cara melakukan penjahitan luka lapis demi lapis, dan memperhatikan jangan
sampai terjadi ruang kosong terbuka kearah vagina yang biasanya dapat
dimasuki bekuan-bekuan darah yang akan menyebabkan tidak baiknya
penyembuhan luka. Selain itu dapat dilakukan dengan cara memberikan
antibiotik yang cukup.
Prinsip yang harus diperhatikan dalam menangani ruptur perineum adalah:
1. Bila seorang ibu bersalin mengalami perdarahan setelah anak lahir,
segera memeriksa perdarahan tersebut berasal dari retensio plasenta atau
plasenta lahir tidak lengkap.
2. Bila plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi uterus baik, dapat
dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan pada jalan
lahir, selanjutnya dilakukan penjahitan. Prinsip melakukan jahitan pada
robekan perineum :
a. Reparasi mula-mula dari titik pangkal robekan sebelah
dalam/proksimal ke arah luar/distal. Jahitan dilakukan lapis demi lapis,
dari lapis dalam kemudian lapis luar.
b. Robekan perineum tingkat I : tidak perlu dijahit jika tidak ada
perdarahan dan aposisi luka baik, namun jika terjadi perdarahan
segera dijahit dengan menggunakan benang catgut secara jelujur atau
dengan cara angka delapan.
c. Robekan perineum tingkat II : untuk laserasi derajat I atau II jika
ditemukan robekan tidak rata atau bergerigi harus diratakan terlebih
dahulu sebelum dilakukan penjahitan. Pertama otot dijahit dengan
catgut kemudian selaput lendir. Vagina dijahit dengan catgut secara
terputus-putus atau jelujur. Penjahitan mukosa vagina dimulai dari
puncak robekan. Kulit perineum dijahit dengan benang catgut secara
jelujur.
d. Robekan perineum tingkat III : penjahitan yang pertama pada dinding
depan rektum yang robek, kemudian fasia perirektal dan fasia septum
rektovaginal dijahit dengan catgut kromik sehingga bertemu kembali.
e. Robekan perineum tingkat IV : ujung-ujung otot sfingter ani yang
terpisah karena robekan diklem dengan klem pean lurus, kemudian
dijahit antara 2-3 jahitan catgut kromik sehingga bertemu kembali.
Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan
perineum tingkat I.
f. Meminimalkan Derajat Ruptur Perineum
Persalinan yang salah merupakan salah satu sebab terjadinya
ruptur perineum. Menurut Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal
(2008) kerjasama dengan ibu dan penggunaan perasat manual yang
tepat dapat mengatur ekspulsi kepala, bahu, dan seluruh tubuh bayi
untuk mencegah laserasi atau meminimalkan robekan pada perineum.
Dalam menangani asuhan keperawatan pada ibu post partum spontan,
dilakukan berbagai macam penatalaksanaan, diantaranya :
1. Monitor TTV
Tekanan darah meningkat lebih dari 140/90 mungkin menandakan
preeklamsi suhu tubuh meningkat menandakan terjadinya infeksi, stress,
atau dehidrasi.
2. Pemberian cairan intravena
Untuk mencegah dehidrasi dan meningkatkan kemampuan perdarahan
darah dan menjaga agar jangan jatuh dalam keadaan syok, maka cairan
pengganti merupakan tindakan yang vital, seperti Dextrose atau Ringer.
3. Pemberian oksitosin
Segera setelah plasenta dilahirkan oksitosin (10 unit) ditambahkan dengan
cairan infuse atau diberikan secara intramuskuler untuk membantu
kontraksi uterus dan mengurangi perdarahan post partum.
4. Obat nyeri
Obat-obatan yang mengontrol rasa sakit termasuk sedative, alaraktik,
narkotik dan antagonis narkotik. Anastesi hilangnya sensori, obat ini
diberikan secara regional/ umum
J. Asuhan Keperawatan Post Partum
1. Pengkajian Keperawatan
Asuhan masa nifas adalah penatalaksanaan asuhan yang
diberikan pada pasien mulai dari saat setelah lahirnya bayi sampai dengan
kembalinya tubuh dalam keadaan seperti sebelum hamil atau mendekati
keadaan sebelum hamil.
Pengumpulan data pada pasien dan keluarga dilakukan dengan
cara anamnesa, pemeriksaan fisik dan melalui pemeriksaan penunjang
(hasil laboratorium).
a. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan dengan cara mengumpulkan data-data
tentang respons pasien terhadap kelahiran bayinya serta penyesuaian
selama masa post partum. Pengkajian awal mulai dengan review
prenatal dan intranatal meliputi :
1. Lamanya proses persalinan dan jenis persalinan
2. Lamanya ketuban pecah dini
3. Adanya episiotomi dan laserasi
4. Respon janin pada saat persalinan dan kondisi bayi baru lahir (nilai
APGAR)
5. Pemberian anestesi selama proses persalinan dan kelahiran
6. Medikasi lain yang diterima selama persalinan atau periode
immediate post partum
7. Komplikasi yang terjadi pada periode immediate post partum
seperti atonia uteri, retensi plasenta.
Pengkajian ini digunakan untuk mengidentifikasi faktor resiko yang
signifikan yang merupakan faktor presdisposisi terjadinya komplikasi
post partum.
b. Pengkajian status fisiologis maternal
Untuk mengingat komponen yang diperlukan dalam pengkajian
post partum, banyak perawat menggunakan istilah BUBBLE-LE yaitu
termasuk Breast (payudara), Uterus (rahim), Bowel (fungsi usus),
Bladder (kandung kemih), Lochia (lokia), Episiotomy
(episiotomi/perinium), Lower Extremity (ekstremitas bawah), dan
Emotion (emosi).
c. Pengkajian fisik
1. Tanda-tanda vital
Kaji tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu pada Ibu.
Periksa tanda-tanda vital tersebut setiap 15 menit selama satu jam
pertama setelah melahirkan atau sampai stabil, kemudian periksa
setiap 30 menit untuk jam-jam berikutnya. Nadi dan suhu diatas
normal dapat menunjukan kemungkinan adanya infeksi. Tekanan
darah mungkin sedikit meningkat karena upaya untuk persalinan
dan keletihan. Tekanan darah yang menurun perlu diwaspadai
kemungkinan adanya perdarahan post partum.
a. Tekanan darah, normal yaitu < 140/90 mmHg. Tekanan darah
tersebut bisa meningkat dari pra persalinan pada 1-3 hari post
partum. Setelah persalinan sebagian besar wanita mengalami
peningkatan tekananan darah sementara waktu. Keadaan ini
akan kembali normal selama beberapa hari. Bila tekanan darah
menjadi rendah menunjukkan adanya perdarahan post partum.
Sebaliknya bila tekanan darah tinggi,merupakan petunjuk
kemungkinan adanya pre-eklampsi yang bisa timbul pada masa
nifas. Namun hal ini seperti itu jarang terjadi.
b. Suhu, suhu tubuh normal yaitu kurang dari 38 C. Pada hari ke 4
setelah persalinan suhu Ibu bisa naik sedikit kemungkinan
disebabkan dari aktivitas payudara. Bila kenaikan mencapai
lebih dari 38 C pada hari kedua sampai hari-hari berikutnya,
harus diwaspadai adanya infeksi atau sepsis nifas.
c. Nadi, nadi normal pada Ibu nifas adalah 60-100. Denyut Nadi
Ibu akan melambat sampai sekitar 60 x/menit yakni pada waktu
habis persalinan karena ibu dalam keadaan istirahat penuh. Ini
terjadi utamanya pada minggu pertama post partum. Pada ibu
yang nervus nadinya bisa cepat, kira-kira 110x/mnt. Bisa juga
terjadi gejala shock karena infeksi khususnya bila disertai
peningkatan suhu tubuh.
d. Pernafasan, pernafasan normal yaitu 20-30 x/menit. Pada
umumnya respirasi lambat atau bahkan normal. Mengapa
demikian, tidak lain karena Ibu dalam keadaan pemulihan atau
dalam kondisi istirahat.Bila ada respirasi cepat post partum (>
30 x/mnt) mungkin karena adanya ikutan dari tanda-tanda syok.
2. Kepala dan wajah
a. Rambut,
Inspeksi : melihat kebersihan rambut, warna rambut, dan
kerontokan rambut.
b. Wajah
Inspeksi : adanya edema pada wajah atau tidak. Kaji adanya
flek hitam.
c. Mata
Inspeksi : konjungtiva yang anemis menunjukan adanya
anemia kerena perdarahan saat persalinan.
d. Hidung
Inspeksi : kaji dan tanyakan pada ibu, apakah ibu menderita
pilek atau sinusitis. Infeksi pada ibu postpartum dapat
meningkatkan kebutuhan energi.
e. Mulut dan gigi
Inspeksi : tanyakan pada ibu apakah ibu mengalami stomatitis,
atau gigi yang berlubang. Gigi yang berlubang dapat menjadi
pintu masuk bagi mikroorganisme dan bisa beredar secara
sistemik.
f. Leher
Palpasi : kaji adanya pembesaran kelenjar limfe dan
pembesaran kelenjar tiroid. Kelenjar limfe yang membesar
dapat menunjukan adanya infeksi, ditunjang dengan adanya
data yang lain seperti hipertermi, nyeri dan bengkak.
g. Telinga
Inspeksi : kaji apakah ibu menderita infeksi atau ada
peradangan pada telinga.
3. Pemeriksaan thorak
a. Inspeksi payudara
1) Kaji ukuran dan bentuk tidak berpengaruh terhadap
produksi asi, perlu diperhatikan bila ada kelainan, seperti
pembesaran masif, gerakan yang tidak simetris pada
perubahan posisi kontur atau permukaan.
2) Kaji kondisi permukaan, permukaan yang tidak rata seperti
adanya depresi,retraksi atau ada luka pada kulit payudara
perlu dipikirkan kemungkinan adanya tumor
3) Warna kulit, kaji adanya kemerahan pada kulit yang dapat
menunjukan adanya peradangan.
b. Palpasi Payudara
Pengkajian payudara selama masa post partum meliputi
inspeksi ukuran, bentuk, warna dan kesimetrisan serta palpasi
apakah ada nyeri tekan guna menentukan status laktasi. Pada
1 sampai 2 hari pertama post partum, payudara tidak banyak
berubah kecil kecuali sekresi kolostrum yang banyak. Ketika
menyusui, perawat mengamati perubahan payudara,
menginspeksi puting dan areola apakah ada tanda tanda
kemerahan dan pecah, serta menanyakan ke ibu apakah ada
nyeri tekan. Payudara yang penuh dan bengkak akan menjadi
lembut dan lebih nyaman setelah menyusui.
4. Pemeriksaan abdomen
a. Inspeksi Abdomen
1) Kaji adakah striae dan linea alba.
2) Kaji keadaan abdomen, apakah lembek atau keras.
Abdomen yang keras menunjukan kontraksi uterus bagus
sehingga perdarahan dapat diminimalkan. Abdomen yang
lembek menunjukan sebaliknya dan dapat dimasase untuk
merangsang kontraksi.
b. Palpasi Abdomen
1) Fundus uteri Tinggi : Segera setelah persalinan TFU 2 cm
dibawah pusat, 12 jam kemudian kembali 1 cm diatas pusat
dan menurun kira-kira 1 cm setiap hari.
Hari kedua post partum TFU 1 cm dibawah pusat
Hari ke 3 - 4 post partum TFU 2 cm dibawah pusat
Hari ke 5 - 7 post partum TFU pertengahan pusat-symfisis
Hari ke 10 post partum TFU tidak teraba lagi.
2) Kontraksi, kontraksi lemah atau perut teraba lunak
menunjukan konteraksi uterus kurang maksimal sehingga
memungkinkan terjadinya perdarahan.
3) Posisi, posisi fundus apakah sentral atau lateral. Posisi
lateral biasanya terdorong oleh bladder yang penuh.
4) Uterus, setelah kelahiran plasenta, uterus menjadi massa
jaringan yang hampir padat. Dinding belakang dan depan
uterus yang tebal saling menutup, yang menyebabkan
rongga bagian tengah merata. Ukuran uterus akan tetap
sama selama 2 hari pertama setelah pelahiran, namun
kemudian secara cepat ukurannya berkurang oleh involusi.
(Martin, Reeder, G., Koniak, 2014).
5) Diastasis rektus abdominis adalah regangan pada otot
rektus abdominis akibat pembesaran uterus jika dipalpasi
"regangan ini menyerupai belah memanjang dari prosessus
xiphoideus ke umbilikus sehingga dapat diukur panjang dan
lebarnya. Diastasis ini tidak dapat menyatu kembali seperti
sebelum hamil tetapi dapat mendekat dengan memotivasi
ibu untuk melakukan senam nifas. Cara memeriksa
diastasis rektus abdominis adalah dengan meminta ibu
untuk tidur terlentang tanpa bantal dan mengangkat kepala,
tidak diganjal kemudian palpasi abdomen dari bawah
prosessus xipoideus ke umbilikus kemudian ukur panjang
dan lebar diastasis.
5. Keadaan kandung kemih
Inspeksi : menunjukan jumlah urine yang tertapung banyak dan hal
ini dapat mengganggu involusi uteri, sehingga harus dikeluarkan
Palpasi :Kaji dengan palpasi kandungan urine di kandung kemih.
Kandung kemih yang bulat dan lembut.
6. Ekstremitas atas dan bawah
a. Varises, melihat apakah ibu mengalami varises atau tidak.
Pemeriksaan varises sangat penting karena ibu setelah
melahirkan mempunyai kecenderungan untuk mengalami
varises pada beberapa pembuluh darahnya. Hal ini disebabkan
oleh perubahan hormonal.
b. Edema, Tanda homan positif menunjukan adanya
tromboflebitis sehingga dapat menghambat sirkulasi ke organ
distal. Cara memeriksa tanda homan adalah memposisikan ibu
terlentang dengan tungkai ekstensi, kemudian didorsofleksikan
dan tanyakan apakah ibu mengalami nyeri pada betis, jika nyeri
maka tanda homan positif dan ibu harus dimotivasi untuk
mobilisasi dini agar sirkulasi lancar. Refleks patella mintalah ibu
duduk dengan tungkainya tergantung bebas dan jelaskan apa
yang akan dilakukan. Rabalah tendon dibawah lutut/ patella.
Dengan menggunakan hammer ketuklan rendon pada lutut
bagian depan. Tungkai bawah akan bergerak sedikit ketika
tendon diketuk. Bila reflek lutut negative kemungkinan pasien
mengalami kekurangan vitamin B1. Bila gerakannya berlebihan
dan capat maka hal ini mungkin merupakan tanda pre eklamsi.
c. Perineum, kebersihan Perhatikan kebersihan perineum ibu.
Kebersihan perineum menunjang penyembuhan luka. Serta
adanya hemoroid derajat 1 normal untuk ibu hamil dan pasca
persalinan.
1) REEDA
REEDA adalah singkatan yang sering digunakan untuk
menilai kondisi episiotomi atau laserasi perinium. REEDA
singkatan (Redness / kemerahan, Edema,
Ecchymosisekimosis, Discharge/keluaran, dan
Approximate/ perlekatan) pada luka episiotomy. Kemerahan
dianggap normal pada episiotomi dan luka namun jika ada
rasa sakit yang signifikan, diperlukan pengkajian lebih
lanjut. Selanjutnya, edema berlebihan dapat memperlambat
penyembuhan luka. Penggunaan kompres es (icepacks)
selama periode pasca melahirkan umumnya disarankan.
2) Lochia
Kaji jumlah, warna, konsistensi dan bau lokhia pada ibu
post partum. Perubahan warna harus sesuai. Misalnya Ibu
postpartum hari ke tujuh harus memiliki lokhia yang sudah
berwarna merah muda atau keputihan. Jika warna lokhia
masih merah maka ibu mengalami komplikasi postpartum.
Lokhia yang berbau busuk yang dinamankan Lokhia
purulenta menunjukan adanya infeksi disaluran reproduksi
dan harus segera ditangani.
3) Varises
Perhatikan apakah terjadinya varises di dalam vagina dan
vulva. Jika ada yang membuat perdarahan yang sangat
hebat .
d. Pengkajian status nutrisi
Pengkajian awal status nutrisi pada periode post partum didasarkan
pada data ibu saat sebelum hamil dan berat badan saat hamil, bukti
simpanan besi yang memadai (misal : konjungtiva) dan riwayat diet
yang adekuat atau penampilan. Perawat juga perlu mengkaji beberapa
faktor komplikasi yang memperburuk status nutrisi, seperti kehilangan
darah yang berlebih saat persalinan.
e. Pengkajian tingkat energi dan kualitas istirahat
Perawat harus mengkaji jumlah istirahat dan tidur, dan menanyakan
apa yang dapat dilakukan ibu untuk membantunya meningkatkan
istirahat selama ibu di rumah sakit. Ibu mungkin tidak bisa
mengantisipasi kesulitan tidur setelah persalinan.
f. Emosi
Emosi merupakan elemen penting dari penilaian post partum. Pasien
post partum biasanya menunjukkan gejala dari ”baby blues” atau
“postpartum blues” ditunjukan oleh gejala menangis, lekas marah, dan
kadang-kadang insomnia. Postpartum blues disebabkan oleh banyak
faktor, termasuk fluktuasi hormonal, kelelahan fisik, dan penyesuaian
peran ibu. Ini adalah bagian normal dari pengalaman post partum.
Namun, jika gejala ini berlangsung lebih lama dari beberapa minggu
atau jika pasien post partum menjadi nonfungsional atau
mengungkapkan keinginan untuk menyakiti bayinya atau diri sendiri,
pasien harus diajari untuk segera melaporkan hal ini pada perawat,
bidan atau dokter.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidaknyamanan pasca partum berhubungan dengan involusi uterus,
proses pengembalian ukuran rahim ke ukuran semula (D.0075)
b. Nyeri melahirkan berhubungan dengan dilatasi serviks (D.0079)
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas (D.0056)
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
Ketidaknyamanan pasca Setelah dilakukan tindakan Perawatan pasca persalinan
partum berhubungan keperawatan selama 1×24 jam (I.07225)
dengan involusi uterus, diharapkan kenyamanan Observasi :
proses pengembalian meningkat dengan kriteria hasil : 1. Monitor tanda-tanda vital
ukuran rahim ke ukuran Status kenyamanan 2. Monitor keadaan lochea
semula (D.0075) pascapartum (L.07061) (mis. warna, jumlah, bau
1. Meringis menurun dan bekuan)
2. Luka epiostomi menurun 3. Periksa perineum atau
3. Kontraksi uterus robekan (kemerahan,
menurun edema, ekimosis,
4. Payudara bengkak pengeluaran, penyatuan
menurun jahitan)
4. Monitor nyeri
5. Monitor status pencernaan
6. Monitor tanda human
7. Identifikasi kemampuan ibu
merawat bayi
8. Identifikasi adanya masalah
adaptasi psikologis ibu post
partum
Terapeutik :
1. Kosongkan kandung kemih
sebelum pemeriksaan
2. Masase fundus sampai
kontraksi kuat, jika perlu
3. Dukung ibu untuk
melakukan ambulasi dini
4. Berikan kenyamanan pada
ibu
5. Fasilitasi ibu berkemih
secara normal
6. Fasilitasi ikatan tali kasih
ibu dan bayi secara optimal
7. Diskusikan kebutuhan
aktivitas dan istirahat
selama masa postpartum
8. Diskusikan tentang
perubahan fisik dan
psikologis ibu postpartum
9. Diskusikan seksualitas
masa postpartum
10. Diskusikan penggunaan
alat kontrasepsi
Edukasi :
1. Jelaskan tanda bahaya
nifas pada ibu dan keluarga
2. Jelaskan pemeriksaan pada
ibu dan bayi secara rutin
3. Ajarkan cara perawatan
perineum yang tepat
4. Ajarkan ibu mengatasi nyeri
secara nonfarmakologis
(mis. teknik distraksi,
imajinasi)
5. Ajarkan ibu mengurangi
masalah thrombosis vena
Kolaborasi :
1. Rujuk ke konselor laktasi,
jika perlu

Nyeri melahirkan Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri (I.08238)


berhubungan dengan keperawatan selama 1×24 jam Observasi :
dilatasi serviks (D.0079) diharapkan nyeri menurun 1. Identifikasi lokasi,
dengan kriteria hasil : karakteristik, durasi,
Tingkat nyeri (L.08066) frekuensi, kualitas,
1. Keluhan nyeri menurun intensitas nyeri
2. Meringis menurun 2. Identifikasi skala nyeri
3. Perineum terasa 3. Identifikasi respons nyeri
tertekan menurun non verbal
4. Kesulitan tidur menurun 4. Identifikasi factor yang
5. Tekanan darah membaik memperberat dan
memperingan nyeri
5. Identifikasi pengetahuan
dan keyakinan tentang
nyeri
6. Identifikasi pengaruh
budaya terhadap respon
nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
9. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik :
1. Berikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur,
terapi music, biofeedback,
terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab, peride
dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian analgesic,
jika perlu
Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan MANAJEMEN ENERGI (I. 05178)
berhubungan dengan keperawatan selama 1×24 jam Observasi
imobilitas (D.0056) diharapkan aktivitas meningkat 1. Identifkasi gangguan fungsi
dengan kriteria hasil : tubuh yang mengakibatkan
Toleransi Aktivitas (L.05047) kelelahan
1. Kemudahan dalam 2. Monitor kelelahan fisik dan
melakukan aktivitas emosional
sehari-hari meningkat 3. Monitor pola dan jam tidur
2. Jarak berjalan meningkat 4. Monitor lokasi dan
3. Perasan lemah menurun ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas
Terapeutik
1. Sediakan lingkungan
nyaman dan rendah
stimulus (mis. cahaya,
suara, kunjungan)
2. Lakukan rentang gerak
pasif dan/atau aktif
3. Berikan aktivitas distraksi
yang menyenangkan
4. Fasilitas duduk di sisi
tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau
berjalan
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
3. Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
4. Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan

4. Implementasi Keperawatan
Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan
disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mncapai
tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik
dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
masalah kesehatan klien. Tujuan pelaksanaan adalah membantu klien
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan
memfasilitasi koping.
5. Evaluasi Keperawatan
Tindakan intelektual yang melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan,
dan pelaksanaan sudah berhasil dicapai. Meskipun tahap evaluasi
diletakkan pada akhir proses keperawatan, evaluasi merupakan bagian
integral pada setiap tahap proses keperawatan.
LAPORAN PENDAHULUAN
“FEBRIS”
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktek Profesi
Ners Departemen Keperawatan Maternitas
di Ruang Nifas RSUD Sidoarjo

Oeh :

Nama : Shella Ayu Wandira


NIM : 2108.14901.341

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES WIDYAGAMA HUSADA

MALANG

2021
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi Febris
Demam adalah proses alami tubuh untuk melawan infeksi yang
masuk ke dalam tubuh ketika suhu meningkat melebihi suhu tubuh normal
(>37,5°C). Demam adalah proses alami tubuh untuk melawan infeksi yang
masuk ke dalam tubuh. Demam terajadi pada suhu > 37, 2°C, biasanya
disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus, jamu atau parasit), penyakit
autoimun, keganasan , ataupun obat – obatan (Surinah dalam Hartini, 2015).
Demam merupakan suatu keadaan suhu tubuh diatas normal
sebagai akibat peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus. Sebagian
besar demam pada anak merupakan akibat dari perubahan pada pusat
panas (termoregulasi) di hipotalamus. Penyakit – penyakit yang ditandai
dengan adanya demam dapat menyerang sistem tubuh.Selain itu demam
mungkin berperan dalam meningkatkan perkembangan imunitas spesifik dan
non spesifik dalam membantu pemulihan atau pertahanan terhadap infeksi
(Sodikin dalam Wardiyah, 2016).
Febris (demam) yaitu meningkatnya suhu tubuh yang melewati
batas normal yaitu lebih dari 38OC. Febris (demam) yaitu merupakan
rspon yangsangat berguna dan menolong tubuh dalam memerangi
infeksi.
Berdasarkan paparan diatas maka dapat disimpulkan febris (demam)
merupakan suatu keadaan saat suhu tubuh manusia berada di atas normal
atau diatas 37OC sebagai akibat peningkatan pusat pengatur suhu di
hipotalamus yang dapat menyerang system tubuh.
B. Etiologi Febris
Demam sering disebabkan karena infeksi. Penyebab demam selain
infeksi juga dapat disebabkan oleh keadaan toksemia, keganasan atau
reaksi terhadap pemakaian obat, juga pada gangguan pusat regulasi suhu
sentral (misalnya perdarahan otak, koma). Pada dasarnya untuk mencapai
ketepatan diagnosis penyebab demam diperlukan antara lain: ketelitian
pengambilan riwayat penyekit pasien, pelaksanaan pemeriksaan fisik,
observasi perjalanan penyakit dan evaluasi pemeriksaan laboratorium, serta
penunjang lain secara tepat dan holistic (Nurarif, 2015).
Demam terjadi bila pembentukan panas melebihi pengeluaran.
Demam dapat berhubungan dengan infeksi, penyakit kolagen, keganasan,
penyakit metabolik maupun penyakit lain. Demam dapat disebabkan karena
kelainan dalam otak sendiri atau zat toksik yang mempengaruhi pusat
pengaturan suhu, penyakit-penyakit bakteri, tumor otak atau dehidrasi
(Guyton dalam Thabarani, 2015).
Demam sering disebabkan karena; infeksi saluran pernafasan atas,
otitis media, sinusitis, bronchiolitis,pneumonia, pharyngitis, abses gigi, gingi
vostomatitis, gastroenteritis, infeksi saluran kemih, pyelonephritis, meningitis,
bakterimia, reaksi imun, neoplasma, osteomyelitis (Suriadi, 2006).
Pada dasarnya untuk mencapai ketepatan diagnosis penyebab
demam diperlukan antara lain: ketelitian penggambilan riwayat penyakit
pasien, pelaksanaan pemeriksaan fisik, observasi perjalanan penyakit dan
evaluasi pemeriksaan laboratorium serta penunjang lain secara tepat dan
holistik. Beberapa hal khusus perlu diperhatikan pada demam adalah cara
timbul demam, lama demam, tinggi demam serta keluhan dan gejala yang
menyertai demam.
Sedangkan menurut Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal
dalam Thobaroni (2015) bahwa etiologi febris,diantaranya :
1. Suhu lingkungan
2. Adanya infeksi
3. Pneumonia
4. Malaria
5. Otitis media
6. Imunisasi
C. Manifestasi Klinis Febris
Menurut Nurarif (2015) tanda dan gejala terjadinya febris adalah :
1. Kulit kemerahan
2. Hangat pada sentuhan
3. Peningkatan frekuensi pernapasan
4. Menggigil
5. Dehidrasi
6. Kehilangan nafsu makan
D. Klasifikasi Febris
Klasifikasi febris/demam menurut Jefferson (2010), adalah :
1. Fever
Keabnormalan elevasi dari suhu tubuh, biasanya karena proses
patologis.
2. Hyperthermia
Keabnormalan suhu tubuh yang tinggi secara intensional pada
makhluk hidup sebagian atau secara keseluruhan tubuh, seringnya
karena induksi dari radiasi (gelombang panas, infrared), ultrasound
atau obat – obatan.
3. Malignant Hyperthermia
Peningkatan suhu tubuh yang cepat dan berlebihan yang menyertai
kekakuan otot karena anestesi total.
Tipe - tipe demam.diantaranya :
1. Demam Septik
Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada malam
hari dan turun kembali ketingkat diatas normal pada pagi hari. Sering
disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi
tersebut turun ketingkat yang normal dinamakan juga demam hektik.
2. Demam remiten
Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu
badan normal. Penyebab suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai
dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat demam
septik.
3. Demam intermiten
Suhu badan turun ketingkat yang normal selama beberapa jam dalam
satu hari. Bila demam seperti ini terjadi dalam dua hari sekali disebut
tersiana dan bila terjadi dua hari terbebas demam diantara dua
serangan demam disebut kuartana.
4. Demam intermiten
Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada
tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.
5. Demam siklik
Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh
beberapa periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian
diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.
Suatu tipe demam kadang-kadang dikaitkan dengan suatu penyakit
tertentu misalnya tipe demam intermiten untuk malaria. Seorang pasien
dengan keluhan demam mungkin dapat dihubungkan segera dengan suatu
sebab yang jela seperti : abses, pneumonia, infeksi saluran kencing, malaria,
tetapi kadang sama sekali tidak dapat dihubungkan segera dengan suatu
sebab yang jelas.
E. Patofisiologi Febris
Demam terjadi bila berbagai proses infeksi dan non infeksi
berinteraksi dengan mekanisme pertahanan hospes. Saat mekanisme ini
berlangsung bakteri atau pecahan jaringan akan difagositosis oleh leukosit,
makrofag serta limfosit pembunuh yang memiliki granula dalam ukuran
besar. Seluruh sel ini kemudian mencerna hasil pemecahan bakteri dan
melepaskan zat inteleukinke dalam cairan tubuh (zat pyrogen leukosit atau
pyrogen endogen).
Pada saat interleukin-1 sudah sampai ke hipotalamus akan
menimbulkan demam dengan cara meningkatkan temperature tubuh dalam
waktu 8-10 menit. Interleukin-1 juga memiliki kemampuan untuk menginduksi
pembentukan prostaglandin ataupun zat yang memiliki kesamaan dengan
zat ini, kemudian bekerja dibagian hipotalamus untuk membangkitkan reaksi
demam. Kekurangan cairan dan elektrolit dapat mengakibatkan demam,
karena cairan dan elektrolit ini mempengaruhi keseimbangan termoregulasi
di hipotalamus anterior. Jadi apabila terjadi dehidrasi atau kekurangan cairan
dan elektrolit maka keseimbangan termoregulasi di hipotalamus anterior
mengalami gangguan.
F. Web of Caution Febris
F. Komplikasi Febris
Menurut Nurarif (2015) komplikasidari demam adalah:
1. Dehidrasi : demam meningkatkan penguapan cairan tubuh
2. Kejang demam : jarang sekali terjadi. Serangan dalam 24 jam pertama
demam dan umumnya sebentar, tidak berulang. Kejang demam ini
juga tidak membahayakan otak.
Menurut Corwin (2015),komplikasi febris diantaranya:
1. Takikardi
2. Insufisiensi jantung
3. Insufisiensi pulmonal
4. Kejang demam
G. Pemeriksaan Penunjang Febris
Pemeriksaan fisik pada demam secara kasar dibagi atas status
generalis danefaluasi secara detil yang menfokuskan pada sumber infeksi.
Pemerksaan status generalis tidak dapat diabaikan karena menentukan
apakah pasientertolong tokis atau tidak toksis. Skala penilaian terdiri dari
evaluasi secara menagis, reaksi terhadap orang tua, variasikeadaan, respon
social, warna kulit, dan status hidrasi.
Pemeriksaan awal : Pemeriksaan atas indikasi, kultur darah, urin
atau feses, pengembalian cairan, Serebrospinal, foto toraks, Darah urin dan
feses rutin, morfolografi darah tepi, hitung jenis leokosit.
H. Penatalaksanaan Febris
1. Medis
a. Paracetamol
Paracetamol atau acetaminophen merupakan obat pilihan
pertama untuk menurunkan suhu tubuh. Dosis yang diberikan
antara 10-15 mg/Kg BB akan menurunkan demam dalam waktu 30
menit dengan puncak pada 2 jam setelah pemberian. Demam
dapat muncul kembali dalam waktu 3-4 jam.
Paracetamol dapat diberikan kembali dengan jarak 4-6 jam
dari dosis sebelumnya. Penurunan suhu yang diharapkan 1,2 – 1,4
oC, sehingga jelas bahwa pemberian obat paracetamol bukan
untuk menormalkan suhu namun untuk menurunkan suhu tubuh.
Efek samping parasetamol antara lain : muntah, nyeri perut,
reaksi, alergi berupa urtikaria (biduran), purpura (bintik kemerahan
di kulit karena perdarahan bawah kulit), bronkospasme
(penyempitan saluran napas), hepatotoksik dan dapat
meningkatkan waktu perkembangan virus seperti pada cacar air
(memperpanjang masa sakit).
b. Ibuprofen
Ibuprofen merupakan obat penurun demam yang juga
memiliki efek antiperadangan. Ibuprofen merupakan pilihan kedua
pada demam, bila alergi terhadap parasetamol. Ibuprofen dapat
diberikan ulang dengan jarak antara 6-8 jam dari dosis
sebelumnya. Untuk penurun panas dapat dicapai dengan dosis
5mg/Kg BB.
Ibuprofen bekerja maksimal dalam waktu 1jam dan
berlangsung 3-4 jam. Efek penurun demam lebih cepat dari
parasetamol. Ibuprofen memiliki efek samping yaitu mual, muntah,
nyeri perut, diare, perdarahan saluran cerna, rewel, sakit kepala,
gaduh, dan gelisah. Pada dosis berlebih dapat menyebabkan
kejang bahkan koma serta gagal ginjal.
2. Non medis
a. Memberikan minuman yang banyak
b. Tempatkan dalam ruangan bersuhu normal
c. Menggunakan pakaian yang tidak tebal
d. Memberikan kompres
Kompres adalah metode pemeliharaan suhu tubuh dengan
menggunakan cairan atau alat yang dapat menimbulkan hangat atau
dingin pada bagian tubuh yang memerlukan. Kompres meupakan
metode untuk menurunkan suhu tubuh (Ayu, 2015). Ada 2 jenis
kompres yaitu kompres hangat dan kompres dingin. Pada penelitian ini
Peneliti menerapkan penggunaan kompres hangat.
Kompres hangat adalah tindakan dengan menggunakan kain
atau handuk yang telah dicelupkan pada air hangat, yang ditempelkan
pada bagian tubuh tertentu sehingga dapat memberikan rasa nyaman
dan menurunkan suhu tubuh (Maharani dalam Wardiyah 2016).
Kompres hangat yang diletakkan pada lipatan tubuh dapat
membantu proses evaporasi atau penguapan panas tubuh (Dewi,
2016). Penggunaan Kompres hangat di lipatan ketiak dan lipatan
selangkangan selama 10 – 15 menit dengan temperature air 30-32oC,
akan membantu menurunkan panas dengan cara panas keluar lewat
pori-pori kulit melalui proses penguapan.
Pemberian kompres hangat pada daerah aksila lebih efektif
karena pada daerah tersebut lebih banyak terdapat pembuluh darah
yang besar dan banyak terdapat kelenjar keringat apokrin yang
mempunyai banyak vaskuler sehingga akan memperluas daerah yang
mengalami vasodilatasi yang akan memungkinkan percepatan
perpindahan panas dari tubuh ke kulit hingga delapan kali lipat lebih
banyak (Ayu, 2015).
Asuhan Keperawatan Febris
A. Pengkajian Keperawatan
1) Data subyektif
a. Biodata
1) Nama
Ditanyakan dengan tujuan agar dapat mengenal atau
memanggil klien dan tidak keliru dengan penderita lain.

2) Umur

Untuk mengetahui keadaan klien, apakah klien termasuk


dewasa atau usia lanjut.

3) Agama

Ditanyakan untuk mengetahui kepercayaan klien terhadap


Agama yang dianutnya sehingga memudahkan dalam
melakukan asuhan dan pendekatan.

4) Suku / bangsa

Ditanyakan untuk mengetahui asal daerah klien.

5) Pekerjaan

Ditanyakan untuk mengetahui status sosial ekonomi sebagai


dasar konseling dan pengobatan yang diberikan.

6) Pendidikan

Ditanyakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan Ibu atau


suami sebagai dasar memberikan KIE.

7) Alamat

Ditanyakan untuk mengetahui klien tinggal dimana, menjaga


kemungkinan bila ada klien yang namanya sama, selain itu
alamat juga diperlukan bila mengadakan kunjungan kepada
penderita.
b. Keluhan utama

Keluhan yang dirasakan oleh klien saat ini atau yang


menyebabkan klien datang ke RS.

c. Riwayat kesehatan sekarang

Apakah klien menderita penyakit menurun, menular dan


menahun.

d. Riwayat kesehatan dahulu

Apakah klien menderita penyakit menurun, menular dan


menahun.

e. Riwayat perkawinan

Untuk mengetahui usia perkawinan dan apakah itu perkawinan


yang pertama kali.

f. Riwayat menstruasi

Perlu diketahui menarche, siklus haid teratur atau tidak,


banyaknya darah yang keluar waktu haid, lamanya haid, disertai
nyeri atau tidak ada menopause.

g. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu

Ditanyakan tentang kehamilan persalinan dan nifas yang lalu


pada Ibu yang pernah hamil.

h. Riwayat kontrasepsi

Ditanyakan untuk mengetahui alat kontrasepsi apa yang dipakai


Ibu selama ini.

i. Keadaan psikososial

Untuk mengetahui bagaimana perasaan Ibu, suami, keluarga


dalam menerima penyakit yang diderita Ibu

j. Pola kebiasaan sehari-hari

Untuk mengetahui pola kebiasaan sehari-hari Ibu sebelum dan


saat sakit.
• Nutrisi

Untuk mengetahui komposisi makanan dan frekuensi


makan dan minum.

• Eliminasi

Untuk mengetahui BAB berapa kali, ada gangguan atau


tidak, BAK berapa kali ada gangguan/tidak.

• Pola coitus

Untuk mengetahui bagaimana sexualitas pasien.

• Pola istirahat

Untuk mengetahui waktu istirahat yang berapa lama, ada


gangguan atau tidak.

• Personal hygiene

Untuk mengetahui kebersihan pasien.

2) Data obyektif
Yaitu data yang didapatkan dengan melakukan pemeriksaan
langsung kepada pasien, diantaranya pemeriksaan fisik, data
psikologi, data psikososial, data penunjang yang spesifik, data dalam
pelaksanaan terapi.

1. Pemeriksaan umum

• Keadaan umum : untuk mengetahui keadaan secara


keseluruhan

• Tekanan darah : untuk mengetahui nilai tekanan darah


Ibu

• Nadi : untuk mengetahui frekuensi detak


jantung Ibu permenit

• Suhu : untuk mengetahui temperature suhu


Ibu

• RR : untuk mengetahui frekuensi


pernapasan permenit.
a. Inspeksi

Kepala : warna rambut, bersih atau tidak

Muka : pucat atau tidak, ada cloasma atau


tidak

Mata : conjungtiva pucat atau tidak, sclera


putih/kuning

Leher : apakah ada pembesaran kelenjar


tyroid/tidak

Telinga : untuk mengetahui kebersihan telinga


pasien

Hidung : simetris atau tidak, ada secret/tidak

Mulut : lembab/tidak, lidah kotor atau


tidak, stomatitis ada atau tidak, ada caries/tidak.

Dada : bentuk simetris/tidak

Payudara : simetris atau tidak, keadaan


puting susu menonjol atau tidak.

Abdomen : ada massa atau


tidak,pembesaran perut atau tidak, ada atau tidak bekas
sc.dan untuk mengetahui TFU.

Ekstremitas atas : untuk mengetahui pergerakannya

Ekstremitas bawah : lengkap atau tidak, apakah oedem


atau tidak.

b. Palpasi

Leher : adakah pembesaran kelenjar tyroid dan


vena jugularis

Payudara : apakah ada nyeri tekan, benjolan


abnormal ada atau tidak ada

Abdomen : apakah ada massa atau tidak

c. Auskultasi

Dada : ada atau tidak bunyi wheezing dan ronchi


d. Perkusi

Reflek patella : +/+ atau -/-

e. Data penunjang

Adalah data yang diperoleh dari hasil laboratorium,


fotothorax atau hasil USG.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan kelelahan
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan factor psikologis (keengganan
untuk makan)
3. Risiko cedera pada janin berhubungan dengan kelelahan
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan
Keperawatan Hasil
Termoregulasi tidak Setelah dilakukan Regulasi temperature (I.14578)
efektif berhubungan tindakan keperawatan Observasi :
dengan kelelahan selama 1×24 jam 1. Monitor tekanan darah,
diharapkan frekuensi pernapasan dan
termoregulasi efektif nadi
dengan kriteria hasil : 2. Monitor warna dan suhu
Termoregulasi (L.14134) kulit
4. Konsumsi Terapeutik :
oksigen menurun 1. Tingkatkan asupan cairan
5. Pucat menurun dan nutrisi yang adekuat
6. Suhu tubuh 2. Sesuaikan suhu lingkungan
membaik dengan kebutuhan pasien
7. Suhu kulit Edukasi : -
membaik Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian antipiretik,
jika perlu
Defisit nutrisi Setelah dilakukan MANAJEMEN NUTRISI (I. 03119)
berhubungan dengan Tindakan keperawatan Observasi
factor psikologi selama 1×24 jam 1. Identifikasi status nutrisi
(keengganan untuk diharapkan deficit nutrisi 2. Identifikasi alergi dan
makan) tepenuhi dengan intoleransi makanan
keriteria hasil : 3. Identifikasi makanan yang
Status nutrisi (L. 03030) disukai
4. Identifikasi kebutuhan kalori
dan jenis nutrient
5. Identifikasi perlunya
penggunaan selang
nasogastric
6. Monitor asupan makanan
7. Monitor berat badan
8. Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik
1. Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika perlu
2. Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis.
Piramida makanan)
3. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
4. Berikan makan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
5. Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
6. Berikan suplemen
makanan, jika perlu
7. Hentikan pemberian makan
melalui selang nasigastrik
jika asupan oral dapat
ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient
yang dibutuhkan, jika perlu
Risiko cedera pada Setelah dilakukan Pemantauan denyut jantung janin
janin Tindakan keperawatan (I.02056)
selama 1×24 jam Observasi :
diharapkan cedera 1. Periksa denyut jantung
menurun dengan kriteria janin selama 1 menit
hasil : 2. Monitor denyut jantung
Tingkat cedera janin
(L.14136) 3. Monitor tanda vital ibu
1. Toleransi Terapeutik :
aktivitas 1. Atur posisi pasien
meningkat 2. Lakukan manuver leopold
2. Kejadian cedera untuk menentukan posisi
menurun janin
3. Ekspresi wajah Edukasi :
kesakitan Informasikan hasil pemantauan,
menurun jika perlu
4. Frekuensi napas
membaik

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pelaksanaan dari intervensi untuk mencapai tujuan
yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah intervensi disusun dan
ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah Tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan keberhasilan dari diagnpsa keperawatan, intervensi dan
implementasi. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam
mencapai tujuan

Anda mungkin juga menyukai