“POST PARTUM”
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktek Profesi
Ners Departemen Keperawatan Maternitas
di Ruang Nifas RSUD Sidoarjo
Oeh :
MALANG
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi Post Partum
Post Partum atau masa nifas adalah masa yang dimulai setelah
plasenta keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti
keadaan semula (sebelum hamil). Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6
minggu.
Masa nifas atau post partum adalah masa setelah persalinan selesai
sampai 6 minggu atau 42 hari. Setelah masa nifas, organ reproduksi secara
berlahan akan mengalami perubahan seperti sebelum hamil. Selama masa
nifas perlu mendapat perhatian lebih dikarenakan angka kematian ibu 60%
terjadi pada masa nifas. Dalam Angka Kematian Ibu (AKI) adalah penyebab
banyaknya wanita meninggal dari suatu penyebab kurangnya perhatian pada
wanita post partum.
Masa nifas didefinisikan sebagai periode selama dan tepat setelah
kelahiran. Namun secara populer, diketahui istilah tersebut mencakup 6
minggu berikutnya saat terjadi involusi kehamilan normal. Masa nifas
(puerperium) dimulai setelah placenta lahir dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Selama 6 minggu atau 42
hari merupakan waktu yang diperlukan untuk pulihnya alat kandungan pada
keadaan yang normal.
Batasan waktu nifas yang paling singkat (minimumm) tidak ada
batasan waktunya, bahkan bisa jadi dalam waktu yang relatif pendek darah
sudah keluar, sedangkan batasan maksimumnya adalah 40 hari. Jadi, masa
nifas adalah masa setelah keluarnya placenta sampai pada alat-alat
reproduksi menjadi pulih kembali seperti sebelum hamil dan secara normal
masa nifas itu berlangsung selama 6 minggu atau selama 40 hari.
B. Etiologi Post Partum
Menurut Dewi Vivian, Sunarsih (2013), etiologi post partum dibagi menjadi 2
yaitu :
a. Post partum dini
Post partum dini adalah atonia uteri, laserasi jalan lahir, robekan jalan lahir
dan hematoma
b. Post partum lambat
Post partum lambat adalah tertinggalnya sebagian plasenta, ubinvolusi
didaerah insersi plasenta dari luka bekas secsia sesaria.
C. Manifestasi Klinis Post Partum
Periode post partum ialah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai
organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil. Periode
ini kadang-kadang disebut puerperium atau trimester keempat kehamilan .
1. Sistem reproduksi
a. Proses involusi
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah
melahirkan, proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat
kontraksi otot-otot polos uterus. Uterus, pada waktu hamil penuh
baratnya 11 kali berat sebelum hamil, berinvolusi menjadi kira-kira 500
gr 1 minggu setelah melahirkan dan 350 gr dua minggu setelah lahir.
Seminggu setelah melahirkan uterus berada di dalam panggul. Pada
minggu keenam, beratnya menjadi 50- 60gr. Pada masa pasca partum
penurunan kadar hormon menyebapkan terjadinya autolisis,
perusakan secara langsung jaringan hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel
tambahan yang terbentuk selama masa hamil menetap. Inilah
penyebap ukuran uterus sedikit lebih besar setelah hamil.
b. Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera
setelah bayi lahir, hormon oksigen yang dilepas dari kelenjar hipofisis
memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengopresi pembuluh
darah dan membantu hemostasis. Salama 1-2 jam pertama pasca
partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak
teratur. Untuk mempertahankan kontraksi uterus, suntikan oksitosin
secara intravena atau intramuskuler diberikan segera setelah plasenta
lahir.
c. Tempat plasenta
Segera setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, kontraksi
vaskular dan trombus menurunkan tempat plasenta ke suatu area
yang meninggi dan bernodul tidak teratur. Pertumbuhan endometrium
ke atas menyebapkan pelepasan jaringan nekrotik dan mencegah
pembentukan jaringan parut yang menjadi karakteristik penyembuha
luka. Regenerasi endometrum, selesai pada akhir minggu ketiga masa
pasca partum, kecuali pada bekas tempat plasenta.
d. Lochea
Rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir, mula-mula
berwarna merah, kemudian menjadi merah tua atau merah coklat.
Lochea rubra terutama mengandung darah dan debris desidua dan
debris trofoblastik. Aliran menyembur menjadi merah setelah 2-4 hari.
Lochea serosa terdiri dari darah lama, serum, leukosit dan denrus
jaringan. Sekitar 10 hari setelah bayi lahir, cairan berwarna kuning
atau putih. Lochea alba mengandung leukosit, desidua, sel epitel,
mukus, serum dan bakteri. Lochea alba bisa bertahan 2-6 minggu
setelah bayi lahir.
e. Serviks
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. 18 jam
pasca partum, serviks memendek dan konsistensinya menjadi lebih
padat dan kembali ke bentuk semula. Serviks setinggi segmen bawah
uterus tetap edematosa, tipis, dan rapuh selama beberapa hari setelah
ibu melahirkan.
f. Vagina dan perineum
Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara
bertahap ke ukuran sebelum hami, 6-8 minggu setelah bayi lahir.
Rugae akan kembali terlihat pada sekitar minggu keempat, walaupun
tidak akan semenonjol pada wanita nulipara.
2. Sistem endokrin
a. Hormon plasenta
Penurunan hormon human plasental lactogen, esterogen dan
kortisol, serta placental enzyme insulinase membalik efek diabetagenik
kehamilan. Sehingga kadar gula darah menurun secara yang
bermakna pada masa puerperium. Kadar esterogen dan progesteron
menurun secara mencolok setelah plasenta keluar, penurunan kadar
esterogen berkaitan dengan pembengkakan payudara dan diuresis
cairan ekstra seluler berlebih yang terakumulasi selama masa hamil.
b. Hormon hipofisis
Waktu dimulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita
menyusui dan tidak menyusui berbeda. Kadar prolaktin serum yang
tinggi pada wanita menyusui tampaknya berperan dalam menekan
ovulasi. Karena kadar follikel-stimulating hormone terbukti sama pada
wanita menyusui dan tidak menyusui di simpulkan ovarium tidak
berespon terhadap stimulasi FSH ketika kadar prolaktin meningkat.
3. Abdomen
Apabila wanita berdiri di hari pertama setelah melahirkan,
abdomenya akan menonjol dan membuat wanita tersebut tampak seperti
masih hamil. Diperlukan sekitar 6 minggu untuk dinding abdomen kembali
ke keadaan sebelum hamil.
4. Sistem urinarius
Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah
wanita melahirkan. Diperlukan kira-kira dua smpai 8 minggu supaya
hipotonia pada kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis ginjal kembali ke
keadaan sebelum hamil.
5. Sistem cerna
a. Nafsu makan
Setelah benar-benar pulih dari efek analgesia, anestesia, dan
keletihan, ibu merasa sangat lapar.
b. Mortilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna
menetap selam waktu yang singkat setelah bayi lahir.
c. Defekasi
Buang air besar secara spontan bias tertunda selama dua sampai tiga
hari setelah ibu melahirkan.
6. Payudara
Konsentrasi hormon yang menstimulasai perkembangan payu dara
selama wanita hamil (esterogen, progesteron, human chorionik
gonadotropin, prolaktin, krotison, dan insulin) menurun dengan cepat
setelah bayi lahir.
a. Ibu tidak menyusui
Kadar prolaktin akan menurun dengan cepat pada wanita yang tidak
menyusui. Pada jaringan payudara beberapa wanita, saat palpasi
dailakukan pada hari kedua dan ketiga. Pada hari ketiga atau keempat
pasca partum bisa terjadi pembengkakan. Payudara teregang keras,
nyeri bila ditekan, dan hangat jika di raba.
b. Ibu yang menyusui
Sebelum laktasi dimulai, payudara teraba lunak dan suatu cairan
kekuningan, yakni kolostrum. Setelah laktasi dimula, payudara teraba
hangat dan keras ketika disentuh. Rasa nyeri akan menetap selama
sekitar 48 jam. Susu putih kebiruan dapat dikeluarkan dari puting susu.
7. Sistem kardiovaskuler
a. Volume darah
Perubahan volume darah tergantung pada beberapa faktor
misalnya kehilangan darah selama melahirkan dan mobilisasi serta
pengeluaran cairan ekstravaskuler. Kehilangan darah merupakan
akibat penurunan volume darah total yang cepat tetapi terbatas.
Setelah itu terjadi perpindahan normal cairan tubuh yang
menyebapkan volume darah menurun dengan lambat. Pada minggu
ketiga dan keempat setelah bayi lahir, volume darah biasanya
menurun sampai mencapai volume sebelum lahir.
b. Curah jantung
Denyut jantung volume sekuncup dan curah jantung meningkat
sepanjang masa hamil. Segera setelah wanita melahirkan, keadaan ini
akan meningkat bahkan lebih tinggi selama 30 sampai 60 menit
karena darah yang biasanya melintasi sirkuit utero plasenta tibatiba
kembali ke sirkulasi umum.
c. Tanda-tanda vital
Beberapa perubahan tanda-tanda vital bisa terlihat, jika wanita
dalam keadaan normal. Peningkatan kecil sementara, baik
peningkatan tekanan darah sistol maupun diastol dapat timbul dan
berlangsung selama sekitar empat hari setelah wanita melahirkan.
8. Sistem neurologi
Perubahan neurologis selama puerperium merupakan kebalikan
adaptasi neurologis yang terjadi saat wanita hamil dan disebapkan trauma
yang dialami wanita saat bersalin dan melahirkan.
9. Sistem muskuluskeletal
Adaptasi sistem muskuluskeletal ibu yang terjadi selama masa hamil
berlangsung secara terbalik pada masa pascapartum. Adaptasi ini
mencakup hal-hal yang membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan
perubahan pusat berat ibu akibat pemsaran rahim.
10. Sistem integumen
Kloasma yang muncul pada masa hamil biasanya menghilang saat
kehamilan berakhir. Pada beberapa wanita, pigmentasi pada daerah
tersebut akan menutap. Kulit kulit yang meregang pada payudara,
abdomen, paha, dan panggul mungkin memudar, tapi tidak hilang
seluruhnya.
D. Klasifikasi Post Partum
Menurut Anggraini (2010), tahap masa nifas di bagi menjadi 3 :
1. Purperium dini, Waktu 0-24 jam post partum. Purperium dini yaitu
kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
Dianggap telah bersih dan boleh melakukan hubungan suami istri apabila
setelah 40 hari.
2. Purperium intermedial, Waktu 1-7 hari post partum. Purperium intermedial
yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6 minggu
3. Remote purperium ,Waktu 1-6 minggu post partum. Adalah waktu yang
diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutam bila selama hamil dan
waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk pulih sempurna
bias berminggu-minggu, bulanan bahkan tahunan.
E. Patofisiologi Post Partum
1. Adaptasi Fisiologi
a. Infolusi uterus
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah
melahirkan, proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat
kontraksi otot-otot polos uterus. Pada akhir tahap ketiga persalinan,
uterus berada di garis tengah, kira-kira 2 cm di bawah umbilikus
dengan bagian fundus bersandar pada promontorium sakralis. Dalam
waktu 12 jam, tinggi fundus mencapai kurang lebih 1 cm di atas
umbilikus. Fundus turun kira-kira 1 smpai 2 cm setiap 24 jam. Pada
hari pasca partum keenam fundus normal akan berada di pertengahan
antara umbilikus dan simpisis pubis.
Uterus, pada waktu hamil penuh baratnya 11 kali berat
sebelum hamil, berinvolusi menjadi kira-kira 500 gr 1 minggu setelah
melahirkan dan 350 gr 2 minggu setelah lahir. Satu minggu setelah
melahirkan uterus berada di dalam panggul. Pada minggu keenam,
beratnya menjadi 50-60 gr. Peningkatan esterogen dan progesteron
bertabggung jawab untuk pertumbuhan masif uterus selama hamil.
Pada masa pasca partum penurunan kadar hormon menyebapkan
terjadinya autolisis, perusakan secara langsung jaringan hipertrofi
yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk selama masa hamil
menetap. Inilah penyebap ukuran uterus sedikit lebih besar setelah
hamil.
b. Kontraksi
intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera
setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan
volume intrauterin yang sangat besar. homeostasis pasca partum
dicapai terutama akibat kompresi pembuluh darah intramiometrium,
bukan oleh agregasi trombosit dan pembentukan bekuan. Hormon
oksigen yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur
kontraksi uterus, mengopresi pembuluh darah dan membantu
hemostasis. Salama 1-2 jam pertama pasca partum intensitas
kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak teratur. Untuk
mempertahankan kontraksi uterus, suntikan oksitosin secara intravena
atau intramuskuler diberikan segera setelah plasenta lahir. Ibu yang
merencanakan menyusui bayinya, dianjurkan membiarkan bayinya di
payudara segera setelah lahir karena isapan bayi pada payudara
merangsang pelepasan oksitosin.
2. Adaptasi psikologis
Adaptasi psikologis ibu post partum dibagi menjadi 3 fase yaitu :
a. Fase taking in / ketergantungan
Fase ini dimuai hari pertama dan hari kedua setelah melahirkan
dimana ibu membutuhkan perlindungandan pelayanan.
b. Fase taking hold / ketergantungan tidak ketergantungan
Fase ini dimulai pada hari ketiga setelah melahirkan dan berakhir pada
minggu keempat sampai kelima. Sampai hari ketiga ibu siap untuk
menerima peran barunya dan belajar tentang semua hal-hal baru.
Selama fase ini sistem pendukung menjadi sangat bernilai bagi ibu
muda yang membutuhkan sumber informasi dan penyembuhan fisik
sehingga ia dapat istirahat dengan baik.
c. Fase letting go / saling ketergantungan
Dimulai sekitar minggu kelima sampai keenam setelah kelahiran.
Sistem keluarga telah menyesuaiakan diri dengan anggotanya yang
baru. Tubuh pasian telah sembuh, perasan rutinnya telah kembali dan
kegiatan hubungan seksualnya telah dilakukan kembali.
F. Pemeriksaan Penunjang Post Partum
1. Pemeriksaan darah
Beberapa uji laboratorium biasa segera dilakukan pada
periodepasca partum. Nilai hemoglobin dan hematokrit seringkali
dibutuhkan pada hari pertama pada partumuntuk mengkaji kehilangan
darah pada melahirkan.
2. Pemeriksaan urin
Pegambilan sampel urin dilakukan dengan menggunakan cateter
atau dengan tehnik pengambilan bersih (clean-cath) spisimen ini dikirim ke
laboratorium untuk dilakukan urinalisis rutin atau kultur dan sensitivitas
terutama jika cateter indwelling di pakai selama pasca inpartum. Selain itu
catatan prenatal ibu harus di kaji untuk menentukan status rubelle dan
rhesus dan kebutuhan therapy yang mungkin.
G. Web of Caution Post Partum
Post Partum
Talking in period of
Sistem Sistem urinary Sistem Sistem endokrin dependent behavior
reproduksi gastrointestinal
4. Implementasi Keperawatan
Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan
disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mncapai
tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik
dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
masalah kesehatan klien. Tujuan pelaksanaan adalah membantu klien
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan
memfasilitasi koping.
5. Evaluasi Keperawatan
Tindakan intelektual yang melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan,
dan pelaksanaan sudah berhasil dicapai. Meskipun tahap evaluasi
diletakkan pada akhir proses keperawatan, evaluasi merupakan bagian
integral pada setiap tahap proses keperawatan.
LAPORAN PENDAHULUAN
“FEBRIS”
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktek Profesi
Ners Departemen Keperawatan Maternitas
di Ruang Nifas RSUD Sidoarjo
Oeh :
MALANG
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi Febris
Demam adalah proses alami tubuh untuk melawan infeksi yang
masuk ke dalam tubuh ketika suhu meningkat melebihi suhu tubuh normal
(>37,5°C). Demam adalah proses alami tubuh untuk melawan infeksi yang
masuk ke dalam tubuh. Demam terajadi pada suhu > 37, 2°C, biasanya
disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus, jamu atau parasit), penyakit
autoimun, keganasan , ataupun obat – obatan (Surinah dalam Hartini, 2015).
Demam merupakan suatu keadaan suhu tubuh diatas normal
sebagai akibat peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus. Sebagian
besar demam pada anak merupakan akibat dari perubahan pada pusat
panas (termoregulasi) di hipotalamus. Penyakit – penyakit yang ditandai
dengan adanya demam dapat menyerang sistem tubuh.Selain itu demam
mungkin berperan dalam meningkatkan perkembangan imunitas spesifik dan
non spesifik dalam membantu pemulihan atau pertahanan terhadap infeksi
(Sodikin dalam Wardiyah, 2016).
Febris (demam) yaitu meningkatnya suhu tubuh yang melewati
batas normal yaitu lebih dari 38OC. Febris (demam) yaitu merupakan
rspon yangsangat berguna dan menolong tubuh dalam memerangi
infeksi.
Berdasarkan paparan diatas maka dapat disimpulkan febris (demam)
merupakan suatu keadaan saat suhu tubuh manusia berada di atas normal
atau diatas 37OC sebagai akibat peningkatan pusat pengatur suhu di
hipotalamus yang dapat menyerang system tubuh.
B. Etiologi Febris
Demam sering disebabkan karena infeksi. Penyebab demam selain
infeksi juga dapat disebabkan oleh keadaan toksemia, keganasan atau
reaksi terhadap pemakaian obat, juga pada gangguan pusat regulasi suhu
sentral (misalnya perdarahan otak, koma). Pada dasarnya untuk mencapai
ketepatan diagnosis penyebab demam diperlukan antara lain: ketelitian
pengambilan riwayat penyekit pasien, pelaksanaan pemeriksaan fisik,
observasi perjalanan penyakit dan evaluasi pemeriksaan laboratorium, serta
penunjang lain secara tepat dan holistic (Nurarif, 2015).
Demam terjadi bila pembentukan panas melebihi pengeluaran.
Demam dapat berhubungan dengan infeksi, penyakit kolagen, keganasan,
penyakit metabolik maupun penyakit lain. Demam dapat disebabkan karena
kelainan dalam otak sendiri atau zat toksik yang mempengaruhi pusat
pengaturan suhu, penyakit-penyakit bakteri, tumor otak atau dehidrasi
(Guyton dalam Thabarani, 2015).
Demam sering disebabkan karena; infeksi saluran pernafasan atas,
otitis media, sinusitis, bronchiolitis,pneumonia, pharyngitis, abses gigi, gingi
vostomatitis, gastroenteritis, infeksi saluran kemih, pyelonephritis, meningitis,
bakterimia, reaksi imun, neoplasma, osteomyelitis (Suriadi, 2006).
Pada dasarnya untuk mencapai ketepatan diagnosis penyebab
demam diperlukan antara lain: ketelitian penggambilan riwayat penyakit
pasien, pelaksanaan pemeriksaan fisik, observasi perjalanan penyakit dan
evaluasi pemeriksaan laboratorium serta penunjang lain secara tepat dan
holistik. Beberapa hal khusus perlu diperhatikan pada demam adalah cara
timbul demam, lama demam, tinggi demam serta keluhan dan gejala yang
menyertai demam.
Sedangkan menurut Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal
dalam Thobaroni (2015) bahwa etiologi febris,diantaranya :
1. Suhu lingkungan
2. Adanya infeksi
3. Pneumonia
4. Malaria
5. Otitis media
6. Imunisasi
C. Manifestasi Klinis Febris
Menurut Nurarif (2015) tanda dan gejala terjadinya febris adalah :
1. Kulit kemerahan
2. Hangat pada sentuhan
3. Peningkatan frekuensi pernapasan
4. Menggigil
5. Dehidrasi
6. Kehilangan nafsu makan
D. Klasifikasi Febris
Klasifikasi febris/demam menurut Jefferson (2010), adalah :
1. Fever
Keabnormalan elevasi dari suhu tubuh, biasanya karena proses
patologis.
2. Hyperthermia
Keabnormalan suhu tubuh yang tinggi secara intensional pada
makhluk hidup sebagian atau secara keseluruhan tubuh, seringnya
karena induksi dari radiasi (gelombang panas, infrared), ultrasound
atau obat – obatan.
3. Malignant Hyperthermia
Peningkatan suhu tubuh yang cepat dan berlebihan yang menyertai
kekakuan otot karena anestesi total.
Tipe - tipe demam.diantaranya :
1. Demam Septik
Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada malam
hari dan turun kembali ketingkat diatas normal pada pagi hari. Sering
disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi
tersebut turun ketingkat yang normal dinamakan juga demam hektik.
2. Demam remiten
Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu
badan normal. Penyebab suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai
dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat demam
septik.
3. Demam intermiten
Suhu badan turun ketingkat yang normal selama beberapa jam dalam
satu hari. Bila demam seperti ini terjadi dalam dua hari sekali disebut
tersiana dan bila terjadi dua hari terbebas demam diantara dua
serangan demam disebut kuartana.
4. Demam intermiten
Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada
tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.
5. Demam siklik
Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh
beberapa periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian
diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.
Suatu tipe demam kadang-kadang dikaitkan dengan suatu penyakit
tertentu misalnya tipe demam intermiten untuk malaria. Seorang pasien
dengan keluhan demam mungkin dapat dihubungkan segera dengan suatu
sebab yang jela seperti : abses, pneumonia, infeksi saluran kencing, malaria,
tetapi kadang sama sekali tidak dapat dihubungkan segera dengan suatu
sebab yang jelas.
E. Patofisiologi Febris
Demam terjadi bila berbagai proses infeksi dan non infeksi
berinteraksi dengan mekanisme pertahanan hospes. Saat mekanisme ini
berlangsung bakteri atau pecahan jaringan akan difagositosis oleh leukosit,
makrofag serta limfosit pembunuh yang memiliki granula dalam ukuran
besar. Seluruh sel ini kemudian mencerna hasil pemecahan bakteri dan
melepaskan zat inteleukinke dalam cairan tubuh (zat pyrogen leukosit atau
pyrogen endogen).
Pada saat interleukin-1 sudah sampai ke hipotalamus akan
menimbulkan demam dengan cara meningkatkan temperature tubuh dalam
waktu 8-10 menit. Interleukin-1 juga memiliki kemampuan untuk menginduksi
pembentukan prostaglandin ataupun zat yang memiliki kesamaan dengan
zat ini, kemudian bekerja dibagian hipotalamus untuk membangkitkan reaksi
demam. Kekurangan cairan dan elektrolit dapat mengakibatkan demam,
karena cairan dan elektrolit ini mempengaruhi keseimbangan termoregulasi
di hipotalamus anterior. Jadi apabila terjadi dehidrasi atau kekurangan cairan
dan elektrolit maka keseimbangan termoregulasi di hipotalamus anterior
mengalami gangguan.
F. Web of Caution Febris
F. Komplikasi Febris
Menurut Nurarif (2015) komplikasidari demam adalah:
1. Dehidrasi : demam meningkatkan penguapan cairan tubuh
2. Kejang demam : jarang sekali terjadi. Serangan dalam 24 jam pertama
demam dan umumnya sebentar, tidak berulang. Kejang demam ini
juga tidak membahayakan otak.
Menurut Corwin (2015),komplikasi febris diantaranya:
1. Takikardi
2. Insufisiensi jantung
3. Insufisiensi pulmonal
4. Kejang demam
G. Pemeriksaan Penunjang Febris
Pemeriksaan fisik pada demam secara kasar dibagi atas status
generalis danefaluasi secara detil yang menfokuskan pada sumber infeksi.
Pemerksaan status generalis tidak dapat diabaikan karena menentukan
apakah pasientertolong tokis atau tidak toksis. Skala penilaian terdiri dari
evaluasi secara menagis, reaksi terhadap orang tua, variasikeadaan, respon
social, warna kulit, dan status hidrasi.
Pemeriksaan awal : Pemeriksaan atas indikasi, kultur darah, urin
atau feses, pengembalian cairan, Serebrospinal, foto toraks, Darah urin dan
feses rutin, morfolografi darah tepi, hitung jenis leokosit.
H. Penatalaksanaan Febris
1. Medis
a. Paracetamol
Paracetamol atau acetaminophen merupakan obat pilihan
pertama untuk menurunkan suhu tubuh. Dosis yang diberikan
antara 10-15 mg/Kg BB akan menurunkan demam dalam waktu 30
menit dengan puncak pada 2 jam setelah pemberian. Demam
dapat muncul kembali dalam waktu 3-4 jam.
Paracetamol dapat diberikan kembali dengan jarak 4-6 jam
dari dosis sebelumnya. Penurunan suhu yang diharapkan 1,2 – 1,4
oC, sehingga jelas bahwa pemberian obat paracetamol bukan
untuk menormalkan suhu namun untuk menurunkan suhu tubuh.
Efek samping parasetamol antara lain : muntah, nyeri perut,
reaksi, alergi berupa urtikaria (biduran), purpura (bintik kemerahan
di kulit karena perdarahan bawah kulit), bronkospasme
(penyempitan saluran napas), hepatotoksik dan dapat
meningkatkan waktu perkembangan virus seperti pada cacar air
(memperpanjang masa sakit).
b. Ibuprofen
Ibuprofen merupakan obat penurun demam yang juga
memiliki efek antiperadangan. Ibuprofen merupakan pilihan kedua
pada demam, bila alergi terhadap parasetamol. Ibuprofen dapat
diberikan ulang dengan jarak antara 6-8 jam dari dosis
sebelumnya. Untuk penurun panas dapat dicapai dengan dosis
5mg/Kg BB.
Ibuprofen bekerja maksimal dalam waktu 1jam dan
berlangsung 3-4 jam. Efek penurun demam lebih cepat dari
parasetamol. Ibuprofen memiliki efek samping yaitu mual, muntah,
nyeri perut, diare, perdarahan saluran cerna, rewel, sakit kepala,
gaduh, dan gelisah. Pada dosis berlebih dapat menyebabkan
kejang bahkan koma serta gagal ginjal.
2. Non medis
a. Memberikan minuman yang banyak
b. Tempatkan dalam ruangan bersuhu normal
c. Menggunakan pakaian yang tidak tebal
d. Memberikan kompres
Kompres adalah metode pemeliharaan suhu tubuh dengan
menggunakan cairan atau alat yang dapat menimbulkan hangat atau
dingin pada bagian tubuh yang memerlukan. Kompres meupakan
metode untuk menurunkan suhu tubuh (Ayu, 2015). Ada 2 jenis
kompres yaitu kompres hangat dan kompres dingin. Pada penelitian ini
Peneliti menerapkan penggunaan kompres hangat.
Kompres hangat adalah tindakan dengan menggunakan kain
atau handuk yang telah dicelupkan pada air hangat, yang ditempelkan
pada bagian tubuh tertentu sehingga dapat memberikan rasa nyaman
dan menurunkan suhu tubuh (Maharani dalam Wardiyah 2016).
Kompres hangat yang diletakkan pada lipatan tubuh dapat
membantu proses evaporasi atau penguapan panas tubuh (Dewi,
2016). Penggunaan Kompres hangat di lipatan ketiak dan lipatan
selangkangan selama 10 – 15 menit dengan temperature air 30-32oC,
akan membantu menurunkan panas dengan cara panas keluar lewat
pori-pori kulit melalui proses penguapan.
Pemberian kompres hangat pada daerah aksila lebih efektif
karena pada daerah tersebut lebih banyak terdapat pembuluh darah
yang besar dan banyak terdapat kelenjar keringat apokrin yang
mempunyai banyak vaskuler sehingga akan memperluas daerah yang
mengalami vasodilatasi yang akan memungkinkan percepatan
perpindahan panas dari tubuh ke kulit hingga delapan kali lipat lebih
banyak (Ayu, 2015).
Asuhan Keperawatan Febris
A. Pengkajian Keperawatan
1) Data subyektif
a. Biodata
1) Nama
Ditanyakan dengan tujuan agar dapat mengenal atau
memanggil klien dan tidak keliru dengan penderita lain.
2) Umur
3) Agama
4) Suku / bangsa
5) Pekerjaan
6) Pendidikan
7) Alamat
e. Riwayat perkawinan
f. Riwayat menstruasi
h. Riwayat kontrasepsi
i. Keadaan psikososial
• Eliminasi
• Pola coitus
• Pola istirahat
• Personal hygiene
2) Data obyektif
Yaitu data yang didapatkan dengan melakukan pemeriksaan
langsung kepada pasien, diantaranya pemeriksaan fisik, data
psikologi, data psikososial, data penunjang yang spesifik, data dalam
pelaksanaan terapi.
1. Pemeriksaan umum
b. Palpasi
c. Auskultasi
e. Data penunjang
B. Diagnosa Keperawatan
1. Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan kelelahan
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan factor psikologis (keengganan
untuk makan)
3. Risiko cedera pada janin berhubungan dengan kelelahan
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan
Keperawatan Hasil
Termoregulasi tidak Setelah dilakukan Regulasi temperature (I.14578)
efektif berhubungan tindakan keperawatan Observasi :
dengan kelelahan selama 1×24 jam 1. Monitor tekanan darah,
diharapkan frekuensi pernapasan dan
termoregulasi efektif nadi
dengan kriteria hasil : 2. Monitor warna dan suhu
Termoregulasi (L.14134) kulit
4. Konsumsi Terapeutik :
oksigen menurun 1. Tingkatkan asupan cairan
5. Pucat menurun dan nutrisi yang adekuat
6. Suhu tubuh 2. Sesuaikan suhu lingkungan
membaik dengan kebutuhan pasien
7. Suhu kulit Edukasi : -
membaik Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian antipiretik,
jika perlu
Defisit nutrisi Setelah dilakukan MANAJEMEN NUTRISI (I. 03119)
berhubungan dengan Tindakan keperawatan Observasi
factor psikologi selama 1×24 jam 1. Identifikasi status nutrisi
(keengganan untuk diharapkan deficit nutrisi 2. Identifikasi alergi dan
makan) tepenuhi dengan intoleransi makanan
keriteria hasil : 3. Identifikasi makanan yang
Status nutrisi (L. 03030) disukai
4. Identifikasi kebutuhan kalori
dan jenis nutrient
5. Identifikasi perlunya
penggunaan selang
nasogastric
6. Monitor asupan makanan
7. Monitor berat badan
8. Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik
1. Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika perlu
2. Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis.
Piramida makanan)
3. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
4. Berikan makan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
5. Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
6. Berikan suplemen
makanan, jika perlu
7. Hentikan pemberian makan
melalui selang nasigastrik
jika asupan oral dapat
ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient
yang dibutuhkan, jika perlu
Risiko cedera pada Setelah dilakukan Pemantauan denyut jantung janin
janin Tindakan keperawatan (I.02056)
selama 1×24 jam Observasi :
diharapkan cedera 1. Periksa denyut jantung
menurun dengan kriteria janin selama 1 menit
hasil : 2. Monitor denyut jantung
Tingkat cedera janin
(L.14136) 3. Monitor tanda vital ibu
1. Toleransi Terapeutik :
aktivitas 1. Atur posisi pasien
meningkat 2. Lakukan manuver leopold
2. Kejadian cedera untuk menentukan posisi
menurun janin
3. Ekspresi wajah Edukasi :
kesakitan Informasikan hasil pemantauan,
menurun jika perlu
4. Frekuensi napas
membaik
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pelaksanaan dari intervensi untuk mencapai tujuan
yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah intervensi disusun dan
ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah Tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan keberhasilan dari diagnpsa keperawatan, intervensi dan
implementasi. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam
mencapai tujuan