Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DAN KRITIS


“TRAUMA DADA”
Dosen Pembimbing : Nurma Afiani, S.Kep., Ners., M.Kep

Disusun Oleh :
Shella Ayu Wandira
210814901341

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


STIKES WIDYAGAMA HUSADA
MALANG
2022
A. Definisi Trauma Dada
Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis
akibat gangguan emosional yang hebat. Trauma dada adalah abnormalitas
rangka dada yang disebabkan oleh benturan pada dinding dada yang
mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma ataupun isi
mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan
gangguan sistem pernapasan
Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga
thorax yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi
dari cavum thorax yang disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul
dan dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut.Trauma thoraks
diklasifikasikan dengan tumpul dan tembus. Trauma tumpul merupakan luka
atau cedera yang mengenai rongga thorax yang disebabkan oleh benda
tumpul yang sulit diidentifikasi keluasan kerusakannya karena gejala-gejala
umum dan rancu
Dari berberapa definisi diatas dapat didefinisikan trauma thoraks
adalah trauma yang mengenai dinding toraks yang secara langsung maupun
tidak langsung berpengaruh pada pada organ didalamnya, baik sebagai
akibat dari suatu trauma tumpul maupun oleh sebab trauma tajam.

B. Anatomi Fisiologi Trauma Dada


Dinding toraks merupakan rongga yang berbentuk kerucut, dimana
pada bagian bawah lebih besar dari pada bagian atas dan pada bagian
belakang lebih panjang dari pada bagian depan. Pada rongga toraks
terdapat paru - paru dan mediastinum. Mediastinum adalah ruang didalam
rongga dada diantara kedua paru - paru. Di dalam rongga toraks terdapat
beberapa sistem diantaranya yaitu: sistem pernapasan dan peredaran
darah. Organ yang terletak dalam rongga dada yaitu; esophagus, paru, hati,
jantung, pembuluh darah dan saluran limfe
Kerangka toraks meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut
terdiri dari sternum, dua belas pasang kosta, sepuluh pasang kosta yang
berakhir di anterior dalam segmen tulang rawan dan dua pasang kosta yang
melayang. Tulang kosta berfungsi melindungi organ vital rongga toraks
seperti jantung, paru-paru, hati dan Lien
Batas tulang pada dinding thoraks
Muskulus interkostal merupakan tiga otot pipih yang terdapat pada
tiap spatium interkostalis yang berjalan di antara tulang rusuk yang
bersebelahan. Setiap otot pada kelompok otot ini dinamai berdasarkan posisi
mereka masingmasing :
1. m.interkostal eksternal merupakan yang paling superficial
2. m.interkostal internal terletak diantara m.interkostal eksternal
danprofundal
Muskulus interkostal profunda memiliki serabut dengan orientasi
yang samadengan muskulus interkostal internal. Otot ini paling tampak pada
dinding torakslateral. Mereka melekat pada permukaan internal rusuk - rusuk
yang bersebelahan sepanjang tepi medial lekuk kosta
Muskulus subkostal berada pada bidang yang sama dengan
m.interkostalprofunda, merentang diantara multiple rusuk, dan jumlahnya
semakin banyak diregio bawah dinding toraks posterior. Otot - otot ini
memanjang dari permukaan interna satu rusuk sampai dengan permukaan
internarusuk kedua atau ketiga di bawahnya
Muskulus torakal transversus terdapat pada permukaan dalam
dinding toraks anterior dan berada pada bidang yang sama dengan
m.interkostal profunda. Muskulus torakal transversus muncul dari aspek
posteriorprosesus xiphoideus, pars inferior badan sternum, dan kartilage
kosta rusuk sejati di bawahnya
Suplai arterial
Pembuluh-pembuluh darah yang memvaskularisasi dinding toraks
terutama terdiri dari arteri interkostal posterior dan anterior, yang berjalan
mengelilingi dinding toraks dalam spatium interkostalis di antara rusuk -
rusuk yang bersebelahan
Arteri interkostal posterior berasal dari pembuluh-pembuluh yang
berhubungan dengan dinding toraks posterior. Dua arteri interkostal posterior
yang paling atas pada tiap sisinya berasal dari arteri interkostal suprima,
yang turun memasuki toraks sebagai percabangan trunkus kostoservikal
pada leher. Trunkus kostoservikal merupakan suatu cabang posterior dari
arteri subklavian. Sembilan pasang arteri interkostal posterior sisanya
berasal dari permukaan posterior aorta torakalis
Pada sekitar level spatium interkostalis keenam, arteri ini bercabang
menjadi dua cabang terminal :
1. Arteri epigastrik superior, yang lanjut berjalan secara inferior
menujudinding abdomen anterior
2. Arteri muskuloprenikus, yang berjalan sepanjang tepi kostal, melewati
diafragma, dan berakhir di dekat spatium interkostal terakhir Arteri
interkostal anterior yang menyuplai enam spatium interkostal teratas
muncul sebagai cabang lateral dari arteri torakal internal, sedangkan
yang menyuplai spatium yang lebih bawah berasal dari arteri
muskuloprenikus. Pada tiap spatium interkostalis, biasanya terdapat
dua arteri interkostal anterior :
a. Satu yang lewat di bawah tepi rusuk di atasnya
b. Satu lagi yang lewat di atas tepi rusuk di bawahnya dan kemudian
bertemu dengan sebuah kolateral percabangan arteri interkostal
posterior Distribusi pembuluh - pembuluh interkostal anterior dan
posterior saling tumpang tindih dan dapat berkembang menjadi
hubungan anastomosis

Suplai Vena
Drainase vena dari dinding toraks pada umumnya paralel dengan
pola suplai arterialnya. Secara sentral, vena-vena interkostal pada akhirnya
akan didrainase menuju sistem vena atau ke dalam vena torakal internal,
yang terhubung dengan vena brakhiosefalika dalam leher. Vena-vena
interkostal posterior pada sisi kiri akan bergabung dan membentuk vena
interkostal superior kiri, yang akan didrainase ke dalam vena brakhiosefalik
kiri
Drainase Limfatik
Pembuluh limfatik pada dinding toraks didrainase terutama ke dalam
limfonodi yang berhubungan dengan arteri torakal internal (nodus
parasternal), dengan kepala dan leher rusuk (nodus interkostal), dan dengan
diafragma (nodus diafrgamatikus)
Innervasi
Innervasi dinding toraks terutama oleh nervus interkosta, yang
merupakan ramus anterior nervus spinalis T1 - T11 dan terletak pada
spatium interkostalis di antara rusuk-rusuk yang bersebelahan. Nervus
interkostal berakhir sebagai cabang kutaneus anterior, yang muncul baik
secara parasternal, di antara kartilage kosta yang bersebelahan, ataupun
secra lateral terhadap midline, pada dinding abdomen anterior, untuk
menyuplai kulit pada toraks, nervus interkostal membawa :
1. Inervasi somatik motorik kepada otot–otot dinding toraks
(intercostal,subcostal, and transversus thoracis muscles)
2. Innervasi somatik sensoris dari kulit dan pleura parietal
3. Serabut simpatis postganglionic ke perifer
Innervasi sensori dari kulit yang melapisi dinding toraks bagian atas
disuplai oleh cabang kutaneus, yang turun dari pleksus servikal di leher.
Selain menginnervasi dinding toraks, nervus interkosta juga menginnervasi
area lainnya :
1. Ramus anterior T1 berkontribusi ke pleksus brakhialis
2. Cabang kutaneus lateral dari nervus interkostalis kedua
berkontribusikepada innervasi kutaneus permukaan medial lengan
atas
3. Nervus interkostal bawah menyuplai otot, kulit, dan peritoneum
dindingabdomen

C. Etiologi Trauma Dada


Trauma pada toraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma tumpul
65% dan trauma tajam 34.9 % (Ekpe & Eyo, 2014). Penyebab trauma toraks
tersering adalah kecelakaan kendaraan bermotor (63-78%) (Saaiq, et al.,
2010). Dalam trauma akibat kecelakaan, ada lima jenis benturan (impact)
yang berbeda, yaitu depan, samping, belakang, berputar, dan terguling
Oleh karena itu harus dipertimbangkan untuk mendapatkan riwayat
yang lengkap karena setiap orang memiliki pola trauma yang berbeda.
Penyebab trauma toraks oleh karena trauma tajam dibedakan menjadi 3
berdasarkan tingkat energinya, yaitu berenergi rendah seperti trauma tusuk,
berenergi sedang seperti tembakan pistol, dan berenergi tinggi seperti pada
tembakan senjata militer. Penyebab trauma toraks yang lain adalah adanya
tekanan yang berlebihan pada paru-paru yang bisa menyebabkan
Pneumotoraks seperti pada aktivitas menyelam
Trauma toraks dapat mengakibatkan kerusakan pada tulang kosta
dan sternum, rongga pleura saluran nafas intratoraks dan parenkim paru.
Kerusakan ini dapat terjadi tunggal ataupun kombinasi tergantung dari
mekanisme cedera
D. Manifestasi Klinis Trauma Dada
a. Respon Hemodinamik
Ketika terjadi perdarahan dan volume darah masuk ke rongga
pleura, maka volume darah dalam pebuluh darah akan berkurang,
sehingga terjadi syok hipovolemik. Syok hipovolemik akan
menyebabkan berbagai macam manifestasi klinis. Syok hipovolemik
akan menyebabkan berkurangnya tekanan nadi, karena darah yang di
pompa oleh jantung sedikit. Selain itu syok hipovolemik akan
menyebabkan darah sebagai pembawa oksigen akan berkurang.
Sehingga, tubuh akan kekurangan oksigen, untuk kompensasi hal ini
jantung akan memompa darah dengan cepat (trakikardi) dan
mempercepat pernafasan (trakipnea)
Akumulasi darah dalam rongga pleura pada akhirnya akan
menyebabkan tekanan pada jantung. Apabila jantung tertekan maka
darah akan sulit memasuki ruangan atrium jantung. Sehingga akan
terjadi pengumpulan darah di area vena kava. Selain darah kesulitan
untuk memasuki rongga jantung, jantung juga akan kesulitan dalam
memompa darah ke seluruh tubuh. Akibatnya kardiak output jantung
akan menurun. Keadaan ini dapat mengakibatkan tubuh kekurangan
oksigen karena ada gangguan dalam proses distribusi oksigen ke
seluruh tubuh.
b. Respon Respirasi
Akumulasi darah dalam rongga pleura akan menekan paru-
paru sehingga dapat menyebabkan paru-paru kolaps. Kolapsnya paru-
paru dapat menyebabkan gangguan oksigenasi. Paru-paru gagal
mengembang dan kolap sehingga menyebabkan udara tidak bisa
masuk ke dalam paru-paru. Nafas penderita akan mengalami dyspnea
di mana nafas lambat dan dangkal.
Respon lain adalah ketika darah yang memenuhi rongga pleura
biasanya berasala dari jaringan parenkim paru (alveolus). Apabila
kapiler darah alveolus megeluarkan darahnya ke rongga pleura maka
akan terjadi gangguan pertukaran gas antara alveolus dan pembuluh
kapiler paru. Akibatnya fungsi perfusi paru akan terganggu. Karena
alveolus tidak bisa melakukan pertukaran gas dengan kapiler.
E. Patofisiolgi Trauma Dada
Utuhnya suatu dinding Toraks sangat diperlukan untuk sebuah
ventilasipernapasan yang normal. Pengembangan dinding toraks ke arah
luar oleh otot -otot pernapasan diikuti dengan turunnya diafragma
menghasilkan tekanan negative dari intratoraks. Proses ini menyebabkan
masuknya udara pasif ke paru – paru selama inspirasi. Trauma toraks
mempengaruhi strukur - struktur yang berbedadari dinding toraks dan rongga
toraks. Toraks dibagi kedalam 4 komponen, yaitudinding dada, rongga
pleura, parenkim paru, dan mediastinum.Dalam dindingdada termasuk
tulang - tulang dada dan otot - otot yang terkait.
Rongga pleura berada diantara pleura viseral dan parietal dan dapat
terisi oleh darah ataupunudara yang menyertai suatu trauma toraks.
Parenkim paru termasuk paru – parudan jalan nafas yang berhubungan, dan
mungkin dapat mengalami kontusio, laserasi, hematoma dan
pneumokel.Mediastinum termasuk jantung, aorta/pembuluh darah besar dari
toraks, cabang trakeobronkial dan esofagus. Secara normal toraks
bertanggung jawab untuk fungsi vital fisiologi kardiopulmonerdalam
menghantarkan oksigenasi darah untuk metabolisme jaringan pada tubuh.
Gangguan pada aliran udara dan darah, salah satunya maupun kombinasi
keduanya dapat timbul akibat dari cedera toraks
Secara klinis penyebab dari trauma toraks bergantung juga pada
beberapa faktor, antara lain mekanisme dari cedera, luas dan lokasi dari
cedera, cedera lain yang terkait, dan penyakit - penyakit komorbid yang
mendasari. Pasien – pasien trauma toraks cenderung akan memburuk
sebagai akibat dari efek pada fungsi respirasinya dan secara sekunder akan
berhubungan dengan disfungsi jantung
F. Pathway Trauma Dada
Trauma tajam
atau tumpul

Thoraks

Cedera jaringan lunak,


cedera/hilangnya kontinuitas struktur

Perdarahan jaringan interstitium, pendarahan intra


alveolar, kolaps arteri dan arteri-arteri kecil, hingga
tahanan perifer pembulh darah paru meningkat

Reabsorbsi darah oleh pleura


tidak memadai/tidak optimal

Ekspansi paru Akumulasi cairan


Trauma Dada
]]\' v

dalam kavum pleura

Gangguan ventilasi Merangsang reseptor


nyeri pada pleura Pemasangan WSD
viseralis dan parietalis
Pola nafas tidak
Thorakdrains
efektif
bergeser
Diskontinuitas
jaringan
Edema
tracheal/faringeal, Merangsang
peningkatan produksi reseptor nyeri
Nyeri akut
secret dan penurunan pada periver kulit
kemampuan batuk
efektif Bersihan jalan
napas tidak Resiko
efektif gangguan
integritas kulit
G. Komplikasi Trauma Dada
Trauma toraks memiliki beberapa komplikasi seperti pneumonia 20%,
pneumotoraks 5%, hematotoraks 2%, empyema 2%, dan kontusio
pulmonum 20%. Dimana 50-60% pasien dengan kontusio pulmonum yang
berat akanmenjadi ARDS. Walaupun angka kematian ARDS menurun dalam
decadeterakhir, ARDS masih merupakan salah satu komplikasi trauma
toraks yang sangat serius dengan angka kematian 20-43%
1. Kontusio dan hematoma dinding toraks adalah bentuk trauma toraks
yangpaling sering terjadi.Sebagai akibat dari trauma tumpul dinding
toraks,perdarahan masif dapat terjadi karena robekan pada pembuluh
darah pada kulit,subkutan, otot dan pembuluh darah interkosta
2. Fraktur kosta terjadi karena adanya gaya tumpul secara langsung
maupuntidak langsung. Gejala yang spesifik pada fraktur kosta adalah
nyeri, yang meningkat pada saat batuk, bernafas dalam atau pada saat
bergerak.
3. Flail chest adalah suatu kondisi medis dimana kosta - kosta yang
berdekatan patah baik unilateral maupun bilateral dan terjadi pada
daerah kostokondral
4. Fraktur sternum terjadi karena trauma tumpul yang sangat berat sering
kalidisertai dengan fraktur kosta multiple
5. Kontusio parenkim paru adalah manifestasi trauma tumpul toraks yang
palingumum terjadi
6. Pneumotoraks adalah adanya udara pada rongga pleura.
Pneumotoraks pada trauma tumpul toraksterjadi karena pada saat
terjadinya kompresi dada tiba - tiba menyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan intraalveolar yang dapat menyebabkan rupture
alveolus..Gejala yang paling umum pada Pneumotoraks adalah nyeri
yang diikuti oleh dispneu
H. Penatalaksanaan Trauma Dada
Manajemen awal untuk pasien trauma toraks tidak berbeda dengan
pasien trauma lainnya dan meliputi ABCDE, yaitu A: airway patency with
care ofcervical spine, B: Breathing adequacy, C: Circulatory support, D:
Disabilityassessment, dan E: Exposure without causing hypothermia
Pemeriksaan primary survey dan pemeriksaan dada secara
keseluruhan harus dilakukan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi dan
menangani kondisi yang mengancam nyawa dengan segera, seperti
obstruksi jalan napas, tension Pneumotoraks, pneuomotoraks terbuka yang
masif, hemotoraks masif, tamponade perikardial, dan flail chest yang besar
Apnea, syok berat, dan ventilasi yang inadekuat merupakan indikasi
utama untuk intubasi endotrakeal darurat.Resusitasi cairan intravena
merupakan terapiutama dalam menangani syok hemorhagik.Manajemen
nyeri yang efektif merupakan salah satu hal yang sangat penting pada
pasien trauma toraks. Ventilator harus digunakan pada pasien dengan
hipoksemia, hiperkarbia, dan takipnea berat atau ancaman gagal napas
Pasien dengan tanda klinis tension Pneumotoraks harus segera
menjalani dekompresi dengan torakosentesis jarum dilanjutkan dengan
torakostomi tube. Foto toraks harus dihindari pada pasien - pasien ini karena
diagnosis dapat ditegakkan secara klinis dan pemeriksaan x - ray hanya
akan menunda pelaksanaan tindakan medis yang harus segera dilakukan

I. Pemeriksaan Penunjang Trauma Dada


1. Sinar X dada : Menyatakan akumulasi udara atau cairan pada area
pleura, dapat menunjukkan penyimpangan struktur mediastinal (jantung)
2. GDA : Variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi,
gangguan mekanik pernapasan dan kemampuan mengkompensasi.
PaCO2 kadang-kadang meningkat. PaCO2 mungkin tidak normal atau
menurun, saturasi oksigen biasanya mnurun
3. Torasentesis : Menyatakan darah atau cairan serosanguinosa
(hemothorax)
4. HB : Mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah
J. Asuhan Keperawatan Trauma Dada
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai
sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan
klien. Adapun yang perlu diperhatikan dalam pengkajian adalah :
a) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
no. register, diagnosa medis
b) Keluhan
c) Alergi terhadap obat, makanan tertentu
d) Pengobatan terakhir
e) Pengalaman pembedahan
f) Riwayat penyakit sekarang
g) Riwayat penyakit dahulu
h) Riwayat penyakit keluarga
i) Pemeriksaan Fisik
1) Sistem Pernapasan :
Sesak napas , Nyeri , batuk-batuk , terdapat retraksi , klavikula /
dada , pengambangan paru tidak simetris, fremitus menurun
dibandingkan dengan sisi yang lain , pada perkusi ditemukan
adanya suara sonor / hipersonor / timpani , hematotrax ( redup )
pada asukultasi suara nafas , menurun , bising napas yang
berkurang / menghilang Pekak dengan batas seperti , garis miring
/ tidak jelas. Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat. Gerakan
dada tidak sama waktu bernapas
2) Sistem Kardiovaskuler :
Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
Takhikardia , lemah , Pucat , Hbturun / normal .Hipotensi
3) Sistem Persyarafan :
Tidak ada kelainan
4) Sistem Perkemihan.
Tidak ada kelainan
5) Sistem Pencernaan :
Tidak ada kelainan
6) Sistem Muskuloskeletal – IntegumenKemampuan sendi terbatas .
Ada luka bekas tusukan benda tajam. Terdapat kelemahan.Kulit
pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.
7) Sistem Endokrine :
Terjadi peningkatan metabolisme. Kelemahan
8) Sistem Sosial / Interaksi
Tidak ada hambatan
9) Spiritual :
Ansietas, gelisah, bingung, pingsan
2. Diagnose Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan pernyataan/kesimpulan yang diambil
dan pengkajian tentang situasi kesehatan pasien yang dapat diatasi
dengan tindakan keperawatan secara teoritis diagnosa keperawatan yang
dapat diatasi dengan tindakan keperawatan dengan cara teoritis .
Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan pada klien penyakit trauma
dada adalah
1) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi
jalan nafas (D.0001)
2) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan deformitas dinding dada
(D.0005)
3) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (D.0077)
4) Risiko gangguan integritas kulit (D.0139)
3. Intervensi
No Diagnose Tujuan dan Kriteria (SLKI) Intervensi
Keperawatan (SDKI) (SIKI)
1 Bersihan jalan napas Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Nafas (I. 01011)
tidak efektif keperawatan selama 1x24 Observasi
berhubungan dengan jam diharapkan bersihan 1. Monitor pola napas
hipersekresi jalan nafas jalan napas efektif dengan (frekuensi, kedalaman,
(D.0001) kriteria hasil : usaha napas)
Bersihan jalan napas 2. Monitor bunyi napas
(L.01001) tambahan (mis. Gurgling,
1. Produksi sputum mengi, weezing, ronkhi
menurun kering)
2. Dispnea menurun 3. Monitor sputum (jumlah,
3. Sianosis menurun warna, aroma)
4. Frekuensi napas Terapeutik
membaik 1. Pertahankan kepatenan
5. Pola napas membaik jalan napas dengan head-
tilt dan chin-lift (jaw-thrust
jika curiga trauma cervical)
2. Posisikan semi-Fowler atau
Fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
5. Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15 detik
6. Lakukan hiperoksigenasi
sebelum
7. Penghisapan endotrakeal
8. Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsepMcGill
9. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi.
2. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
2 Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan Tindakan PEMANTAUAN RESPIRASI
berhubungan dengan keperawatan selama 1x24 (I.01014)
deformitas dinding dada jam diharapkan pola napas Observasi
(D.0005) efektif dengan kriteria hasil : 1. Monitor frekuensi, irama,
Pola Napas (L.01004) kedalaman, dan upaya napas
1. Dispnea menurun 2. Monitor pola napas (seperti
2. Penggunaan otot bradipnea, takipnea,
bantu napas menurun hiperventilasi, Kussmaul, Che
3. Pemanjangan fase yne-Stokes, Biot, ataksik0
ekspirasi menurun 3. Monitor kemampuan batuk
4. Frekuensi napas efektif
membaik 4. Monitor adanya produksi
5. Kedalaman napas sputum
membaik 5. Monitor adanya sumbatan
jalan napas
6. Palpasi kesimetrisan ekspansi
paru
7. Auskultasi bunyi napas
8. Monitor saturasi oksigen
9. Monitor nilai AGD
10. Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
1. Atur interval waktu
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
3 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan MANAJEMEN NYERI (I. 08238)
dengan agen pencedera keperawatan selama 1x24 Observasi
fisik (D.0077) jam diharapkan nyeri 1. lokasi, karakteristik, durasi,
berkurang dengan kriteria frekuensi, kualitas,
hasil : intensitas nyeri
Tingkat nyeri (L.08066) 2. Identifikasi skala nyeri
1. Keluhan nyeri menurun 3. Identifikasi respon nyeri
2. Meringis menurun non verbal
3. Kesulitan tidur menurun 4. Identifikasi faktor yang
4. Frekuensi nadi memperberat dan
membaik memperingan nyeri
5. Pola napas membaik 5. Identifikasi pengetahuan
6. Tekanan darah dan keyakinan tentang
membaik nyeri
6. Identifikasi pengaruh
budaya terhadap respon
nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
9. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
1. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat,
aroma terapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
2. Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA
Bruns, B. R., & Diaz, J. J. (2015). Early and Persistent Hemothorax and
Pneumothorax. Current Trauma Reports, 1(4), 251–256.
https://doi.org/10.1007/s40719-015-0027-6
Black, J.m., Hawks, J.H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah; Manajemen Klinis
untuk Hasil yang Diharapkan. Singapore: Elsevier
Caroline, Nancy, Eling, Bob. (2011). Caroline’s Emergency Care in the Street.
London: Jones and Barlett Publisher

Anda mungkin juga menyukai