Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN ANAK
“MECONIAL ASPIRATION SYNDROME”
Dosen Pengampu : Ika Arum D.S, S.Kep., Ners., M.Biomed

Disusun Oleh :
Shella Ayu Wandira
210814901341

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


STIKES WIDYAGAMA HUSADA MALANG
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi Meconium Aspiration Syndrome
Sindroma aspirasi mekonium (SAM) merupakan sekumpulan gejala
yang diakibatkan oleh terhisapnya cairan amnion mekonial ke dalam saluran
pernafasan bayi. Sindroma aspirasi mekonium (SAM) adalah salah satu
penyebab yang paling sering menyebabkan kegagalan pernapasan pada
bayi baru lahir aterm maupun post-term. Kandungan mekonium antara lain
adalah sekresi gastrointestinal, hepar, dan pancreas janin, debris seluler,
cairan amnion, serta lanugo. Cairan amnion mekonial terdapat sekitar 10-
15% dari semua jumlah kelahiran cukup bulan (aterm), tetapi SAM terjadi
pada 4-10% dari bayi-bayi ini, dan sepertiga diantara membutuhkan bantuan
ventilator. Adanya mekonium pada cairan amnion jarang dijumpai pada
kelahiran preterm. Resiko SAM dan kegagalan pernapasan yang terkait,
meningkat ketika mekoniumnya kental dan apabila diikuti dengan asfiksia
perinatal. Beberapa bayi yang dilahirkan dengan cairan amnion yang
mekonial memperlihatkan distres pernapasan walaupun tidak ada mekonium
yang terlihat dibawah korda vokalis setelah kelahiran. Pada beberapa bayi,
aspirasi mungkin terjadi intrauterine, sebelum dilahirkan (Rohsiswatmo &
Kautsar, 2018).
Sindroma aspirasi mekonium (SAM) adalah kumpulan gejala yang
diakibatkan oleh terhisapnya mekonium kedalam saluran pernafasan
bayi. Sindroma Aspirasi Mekoniuim terjadi jika janin
menghirup mekonium yang tercampur dengan cairan ketuban, baik ketika
bayi masih berada di dalam rahim maupun sesaat setelah
dilahirkan. Mekonium adalah tinja janin yang pertama. Merupakan bahan
yang kental, lengket dan berwarna hitam kehijauan, mulai bisa terlihat pada
kehamilan 34 minggu. Pada bayi prematur yang memiliki sedikit cairan
ketuban, sindroma ini sangat parah. Mekonium yang Terhirup lebih kental
sehingga penyumbatan saluran udara lebih berat.

B. Etiologi Meconium Aspiration Syndrome


Aspirasi mekonium terjadi jika janin mengalami stres selama proses
persalinan berlangsung. Bayi seringkali merupakan bayi post-matur (lebih
dari 40 minggu). Selama persalinan berlangsung, bayi bisa mengalami
kekurangan oksigen. Hal ini dapat menyebabkan meningkatnya gerakan
usus dan pengenduran otot anus, sehingga mekonium dikeluarkan ke dalam
cairan ketuban yang mengelilingi bayi di dalam rahim. Cairan ketuban dan
mekoniuim becampur membentuk cairan berwarna hijau dengan kental yang
bervariasi. Jika selama masih berada di dalam rahim janin bernafas atau jika
bayi menghirup nafasnya yang pertama, maka campuran air ketuban dan
mekonium bisa terhirup ke dalam paru-paru. Mekonium yang terhirup bisa
menyebabkan penyumbatan parsial ataupun total pada saluran pernafasan,
sehingga terjadi gangguan pernafasan dan gangguan pertukaran udara di
paru-paru. Selain itu, mekonium juga menyebabkan iritasi dan peradangan
pada saluran udara, menyebabkan suatu pneumonia kimiawi (Anindita et al.,
2019)
Cairan ketuban yang berwarna kehijauan disertai kemungkinan
terhirupnya cairan ini terjadi pada 5-10% kelahiran. Sekitar sepertiga bayi
yang menderita sindroma ini memerlukan bantuan alat pernafasan. Aspirasi
mekonium merupakan penyebab utama dari penyakit yang berat dan
kematian pada bayi baru lahir.
Faktor resiko terjadinya sindroma aspirasi mekonium:
− Kehamilan post-matur
− Pre-eklamsi
− Ibu yang menderita diabetes
− Ibu yang menderita hipertensi
− Persalinan yang sulit
− Gawat janin
− Hipoksia intra-uterin (kekurangan oksigen ketika bayi masih berada dalam
rahim).

C. Manifestasi Klinis Meconium Aspiration Syndrome


Gejalanya berupa:
− Cairan ketuban yang berwarna kehijauan atau jelas terlihat adanya
mekonium di dalam cairan ketuban
− Kulit bayi tampak kehijauan (terjadi jika mekonium telah dikeluarkan lama
sebelum persalinan)
− Ketika lahir, bayi tampak lemas/lemah
− Kulit bayi tampak kebiruan (sianosis)
− Takipneu (laju pernafasan yang cepat)
− Apneu (henti nafas)
− Tampak tanda-tanda post-maturitas

D. Patofisiologi Meconium Aspiration Syndrome


Keluarnya mekonium intrauterine terjadi akibat dari stimulasi saraf
saluran pencernaan yang sudah matur dan biasanya akibat dari stres
hipoksia pada fetus. Fetus yang mencapai masa matur, saluran
gastrointestinalnya juga matur, sehingga stimulasi vagal dari kepala atau
penekanan pusat menyebabkan peristalsis dan relaksasi sfingter ani,
sehingga menyebabkan keluarnya mekonium. Mekonium secara langsung
mengubah cairan amniotik, menurunkan aktivitas anti-bakterial dan setelah
itu meningkatkan resiko infeksi bakteri perinatal. Selain itu, mekonium dapat
mengiritasi kulit fetus, kemudian meningkatkan insiden eritema toksikum.
Bagaimanapun, komplikasi yang paling berat dari keluarnya mekonium
dalam uterus adalah aspirasi cairan amnion yang tercemar mekonium
sebelum, selama, maupun setelah kelahiran. Aspirasi cairan amnion
mekonial ini akan menyebabkan hipoksia melalui 4 efek utama pada paru,
yaitu: obstruksi jalan nafas (total maupun parsial), disfungsi surfaktan,
pneumonitis kimia dan hipertensi pulmonal
Mekonium aspirasi sindrom sering kali dihubungkan dengan suatu
keadaan yang kita sebut fetal distress. Pada keadaan ini, janin yang
mengalami distress akan menderita hipoksia (kurangnya oksigen didalam
jaringan). Hipoksia menyebabkan terjadinya peningkatan aktivitas uterus
disertai dengan melemasnya spinkter anal. Maka lepaslah meconium ke
dalam cairan amnion. Asfiksia dan berbagai bentuk stress intrauterine dapat
meningkatkan peristaltic usus janin disertai relaksasi sfinkter ani eksterna
sehingga terjadi pengeluaran meconium ke cairan amnion. Saat bayi dengan
asfiksia menarik napas (gasping) baik in utero atau selama persalinan,
terjadi aspirasi cairan amnion yang bercampur meconium ke dalam saluran
napas. Mekonium yang tebal menyebabkan obstruksi jalan napas, sehingga
terjadi gawat napas.
E. Web of Caution Meconium Aspiration Syndrome

Fetal distress

Hiposekmia

Penurunan O2 dalam
jaringan

Pernapasan bayi terganggu :


terengah-engah

Gangguan pertukaran gas Peningkatan aktifitas usus dan


melemasnya spinkter anal

Mekonium akan keluar dan


bercampur dengan amnion

Janin menarik nafas :


meconium mengisi jalan nafas

Obstruksi jalan nafas Risiko infeksi


Bersihan jalan nafas
tidak efektif

Ketidakefektifan pola nafas


F. Komplikasi Meconium Aspiration Syndrome
1. Displasia bronkopulmoner
2. Pneumotoraks
3. Aspirasi pnemonia
Bayi yang menderita SAM berat mempunyai kemungkin lebih besar
untuk menderita mengi (wheezing) dan infeksi paru dalam tahun pertama
kehidupannya. Tapi sejalan dengan perkembangan usia, ia bisa
meregenerasi jaringan paru baru. Dengan demikian, prognosis jangka
panjang tetap baik.
Bayi yang menderita SAM sangat berat mungkin akan menderita
penyakit paru kronik, bahkan mungkin juga menderita abnormalitas
perkembangan dan juga ketulian. Pada kasus yang jarang terjadi, SAM dapat
menimbulkan kematian

G. Pemeriksaan Penunjang Meconium Aspiration Syndrome


1. Rontgen dada untuk menemukan adanya atelektasis, peningkatan
diameter antero posterior, hiperinflation, flatened diaphragm akibat
obstruksi dan terdapatnya pneumothorax (gambaran infiltrat kasar dan
iregular pada paru)
2. Analisa gas darah untuk mengidentifikasi acidosis metabolik atau
respiratorik dengan penurunan PO2 dan peningkatan tingkat PCO2
Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada
pasien premature dengan keadaan klinis gawat napas seperti
pemeriksaan darah tepi dengan hitung jenis, pengukuran glukosa secara
serial, elektrolit, pengukuran bilirubin serial serta Analisa gas darah bila
terdapat kecurigaan distress pernapasan dan pemeriksaan CRP atau
kultur biakan jika diperlukan. Pemeriksaan penunjang tersebut bertujuan
untuk mengetahui penyebab terjadinya gawat napas pada neonatus.
Gawat napas ditandai dengan adanya apnea, sianosis, kesulitan napas
(gasping) dan retraksi dada yang berat. Evaluasi gawat napas juga dapat
dilakukan dengan menggunakan skor down. Pemeriksaan yang dilakukan
pada pasien ini masih belum lengkap karena belum dilakukan
pemeriksaan Analisa gas darah, kultur darah dan tidak dilakukan
pemeriksaan glukosa serial karena kurangnya sarana dan perbedaan
prosedur
H. Penatalaksanaan Meconium Aspiration Syndrome
Tergantung pada berat ringannya keadaan bayi, mungkin saja bayi
akan dikirim ke unit perawatan intensif neonatal (neonatal intensive care
unit [NICU]). Tata laksana yang dilakukan biasanya meliputi :
1. Umum
Jaga agar bayi tetap merasa hangat dan nyaman, dan berikoksigen.
2. Farmakoterapi
Obat yang diberikan, antara lain antibiotika. Antibiotika diberikan untuk
mencegah terjadinya komplikasi berupa infeksi ventilasi mekanik.
3. Fisioterapi
Yang dilakukan adalah fisioterapi dada. Dilakukan penepukan pada dada
dengan maksud untuk melepaskan lendir yang kental.

Pada SAM berat dapat juga dilakukan:


− Pemberian terapi surfaktan.
− Pemakaian ventilator khusus untuk memasukkan udara beroksigen tinggi
ke dalam paru bayi.
Penambahan nitrit oksida (nitric oxide) ke dalam oksigen yang terdapat di
dalam ventilator. Penambahan ini berguna untuk melebarkan pembuluh
darah sehingga lebih banyak darah dan oksigen yang sampai ke paru bayi.
Bila salah satu atau kombinasi dari ke tiga terapi tersebut tidak berhasil,
patut dipertimbangkan untuk menggunakan extra corporeal membrane
oxygenation(ECMO). Pada terapi ini, jantung dan paru buatan akan
mengambil alih sementara aliran darah dalam tubuh bayi. Sayangnya, alat
ini memang cukup langka
I. Asuhan Keperawatan Meconium Aspiration Syndrome
1. Pengkajian keperawatan
• Riwayat antenatal ibu
Stress intra uterin
• Status infant saat lahir
1. Full-term, preterm, atau kecil masa kehamilan
2. Apgar skor dibawah 5
3. Terdapat mekonium pada cairan amnion
4. Suctioning, rescucitasi atau pemberian therapi oksigen
• Pulmonarry
1. Disstress pernafasan dengan gasping, takipnea (lebih dari
60 x pernafasan per menit), grunting, retraksi, dan nasal
flaring
2. Peningkatan suara nafas dengan crakles, tergantung dari
jumlah mekonium dalam paru
3. Cyanosis
4. Barrel chest dengan peningkatan dengan peningkatan
diameter antero posterior (AP)

2. Diagnosa keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif (D.0001)
Definisi :
Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas
untuk mempertahankan jalan napas tetap paten
Penyebab :
Fisiologis
1) Spasme jalan napas
2) Hipersekresi jalan napas
3) Disfungsi neuromuskuler
4) Benda asing dalam jalan napas
5) Adanya jalan napas buatan
6) Sekresi yang tertahan
7) Hiperplasia dinding jalan napas
8) Proses infeksi
9) Respon alergi
10) Efek agen farmakologis (mis. anastesi)
Situasional
1) Merokok aktif
2) Merokok pasif
3) Terpajan polutan
Gejala dan tanda mayor:
Subjektif Objektif
(tidak tersedia) 1. Batuk tidak efektif
2. Tidak mampu batuk
3. Sputum berlebih
4. Mengi, wheezing dan atau
ronchi kering
5. Mekonium dijalan napas (pada
neonatus)

Gejala dan tanda minor


Subjektif Ojektif
1. Dispnea 1. Gelisah
2. Sulit bicara 2. Sianosis
3. Ortopnea 3. Bunyi napas menurun
4. Frekuensi napas berubah
5. Pola napas berubah

Kondisi klinis terkait


1) Gullian barre syndrome
2) Sklerosis multipel
3) Myasthenia gravis
4) Prosedur diagnotik (mis. bronkoskopi, transesophageal
echocardiography [TEEN])
5) Depresi system saraf pusat
6) Cedera kepala
7) Stroke
8) Kuadriplegia
9) Sindrom aspirasi meconium
10) Infeksi saluran napas
b. Gangguan pertukaran gas (D.0003)
Definisi :
Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan atau eliminasi
karbondioksida pada membrane alveolus kapiler
Penyebab :
1) Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
2) Perubahan membrane alveolus-kapiler
Gejala dan tanda mayor :
Subjektif Objektif
1. Dispnea 1. PCO2 meningkat/menurun
2. PO2 menurun
3. Takikardia
4. pH arteri meningkat/menurun
5. Bunyi napas tambahan

Gejala dan tanda minor :


Subjektif Objektif
1. Pusing 1. Sianosis
2. Penglihatan kabur 2. Diaforesis
3. Gelisah
4. Napas cuping hidung
5. Pola napas abnormal
(cepat/lambat, regular/ireguler,
dalam/dangkal)
6. Warna kulit abnormal (mis.
pucat, kebiruan)
7. Kesadaran menurun

Kondisi klinis terkait :


1) Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
2) Gagal jantung kongestif
3) Asma
4) Pneumonia
5) Tuberkulosis paru
6) Penyakit membrane hialin
7) Asfiksia
8) Persistent pulmonary hypertension of newborn (PPHN)
9) Prematuritas
10) Infeksi saluran napas
c. Pola napas tidak efektif (D.0005)
Definisi :
Inspirasi dan atau/ ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi
adekuat
Penyebab :
1) Depresi pusat pernapasan
2) Hambatan upaya napas (mis. nyeri saat bernapas, kelemahan
otot pernapasan)
3) Deformitas dinding dada
4) Deformitas tulang dada
5) Gangguan neuromuscular
6) Gangguan neurologis (mis. elektroensefalogram (EEG) positif,
cedera kepala, gangguan kejang)
7) Imaturitas neurologis
8) Penurunan energi
9) Obesitas
10) Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
11) Sindrom hipoventilasi
12) Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf C5 ke atas)
13) Cedera pada medulla spinalis
14) Efek agen farmakologis
15) Kecemasan
Gejala dan tanda mayor :
Subjektif Objektif
1. Dispnea 1. Penggunaan otot bantu
pernapasan
2. Fase ekspirasi memanjang
3. Pola napas abnormal (mis.
takipnea, bradypnea,
hiperventilasi, kussmaul,
Cheyne-stokes)
Gejala dan tanda minor :
Subjektif Objektif
1. Ortopnea 1. Pernapasan pursed-lip
2. Pernapasan cuping hidung
3. Diameter thoraks anterior-
posterior meningkat
4. Ventilasi semenit menurun
5. Kapasitas vital menurun
6. Tekanan ekspirasi menurun
7. Tekanan isnpirasi menurun
8. Ekskursi dada berubah

Kondisi klinis terkait :


1) Depresi sistem saraf pusat
2) Cedera kepala
3) Trauma thoraks
4) Gullian barre syndrome
5) Multiple sclerosis
6) Myasthenia gravis
7) Stroke
8) Kuadriplegia
9) Intoksikasi alkohol

3. Intervensi keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan
Bersihan jalan napas tidak Setelah dilakukan Tindakan Manajemen Jalan Nafas (I. 01011)
efektif (D.0001) selama 8 jam diharapkan Observasi
bersihan jalan berkurang 1. Monitor pola napas (frekuensi,
dengan kriteria hasil : kedalaman, usaha napas)
Bersihan jalan nafas (SLKI. 2. Monitor bunyi napas tambahan
01001) (mis. Gurgling, mengi, weezing,
1) Produksi sputum ronkhi kering)
menurun 3. Monitor sputum (jumlah, warna,
2) Mekonium menurun aroma)
3) Disnepa menurun Terapeutik
4) Sianosis menurun 1. Pertahankan kepatenan jalan
5) Frekuensi napas napas dengan head-tilt dan
membaik chin-lift (jaw-thrust jika curiga
6) Pola napas membaik trauma cervical)
2. Posisikan semi-Fowler atau
Fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada, jika
perlu
5. Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
6. Lakukan hiperoksigenasi
sebelum
7. Penghisapan endotrakeal
8. Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsepMcGill
9. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak
kontraindikasi.
2. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.

Penghisapan Jalan Napas


(SIKI.01020)
Observasi :
1. Identifikasi kebutuhan
dilakukan penghisapan
2. Auskultasi suara napas
sebelum dan sesudah
dilakukan penghisapan
3. Monitor status oksigenasi
(SaO2 dan SVO2), status
neurologis (status mental,
tekanan intrakial, tekanan
perfusi serebral) dan status
hemodinamik (MAP dan irama
jantung) sebelum, selama dan
setelah Tindakan
4. Monitor dan catat warna,
jumlah dan konsistensi secret
Terapeutik :
1. Gunakan teknik aseptic (mis.
gunakan sarung tangan,
kacamata atau masker, jika
perlu)
2. Gunakan procedural steril dan
disposibel
3. Gunakan teknik penghisapan
tertutup, sesuai indikasi
4. Pilih ukuran kateter suction
yang menutupi tidak lebih dari
setengah diameter ETT (jika
pasien menggunakan ETT)
5. Lakukan penghisapan mulut,
nasofaring, trakea dan/atau
ETT
6. Berikan oksigen dengan
konsentrasi tinggi (100%) paling
sedikit 30 detik sebelum dan
setelah Tindakan
7. Lakukan penghisapan lebih dari
15 detik
8. Hentikan penghisapan dan
berikan terapi oksigen jika
mengalami kondisikondisi
seperti bradikardi, penurunan
saturasi
9. Lakukan kultur dan uji
sensitiftas secret, jika perlu
Edukasi :
1. Anjurkan melakukan teknik
napas dalam, sebelum
melakukan penghisapan di
nasotracheal
2. Anjurkan bernapas dalam dan
pelan selama insersi kateter
suction
Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan Pemantauan respirasi (i.01014)
(D.0003) keperawatan selama 8 jam Observasi
diharapkan pertukaran gas 1. Monitor frekuensi, irama,
terpenuhi dengan kriteria kedalaman, dan upaya napas
hasil : 2. Monitor pola napas (seperti
Pertukaran gas bradipnea, takipnea,
(SLKI.01003) hiperventilasi, Kussmaul,
1) Tingkat kesadaran Cheyne-Stokes, Biot, ataksik0
meningkat 3. Monitor kemampuan batuk
2) Dispnea menurun efektif
3) Bunyi napas 4. Monitor adanya produksi
tambahan menurun sputum
4) Napas cuping hidung 5. Monitor adanya sumbatan jalan
menurun napas
5) PCO2 membaik 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi
6) PO2 membaik paru
7) Takikardi membaik 7. Auskultasi bunyi napas
8) pH arteri membaik 8. Monitor saturasi oksigen
9) Sianosis membaik 9. Monitor nilai AGD
10) Pola napas membaik 10. Monitor hasil x-ray toraks
11) Warna kulit mmebaik Terapeutik
1. Atur interval waktu
pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

Terapi oksigen (i.01026)


Observasi
1. Monitor kecepatan aliran
oksigen
2. Monitor posisi alat terapi
oksigen
3. Monitor aliran oksigen secara
periodic dan pastikan fraksi
yang diberikan cukup
4. Monitor efektifitas terapi
oksigen (mis. oksimetri, analisa
gas darah), jika perlu
5. Monitor kemampuan
melepaskan oksigen saat
makan
6. Monitor tanda-tanda
hipoventilasi
7. Monitor tanda dan gejala
toksikasi oksigen dan
atelectasis
8. Monitor tingkat kecemasan
akibat terapi oksigen
9. Monitor integritas mukosa
hidung akibat pemasangan
oksigen
Terapeutik
1. Bersihkan secret pada mulut,
hidung dan trachea, jika perlu
2. Pertahankan kepatenan jalan
nafas
3. Berikan oksigen tambahan,
jika perlu
4. Tetap berikan oksigen saat
pasien ditransportasi
5. Gunakan perangkat oksigen
yang sesuai dengat tingkat
mobilisasi pasien
Edukasi
1. Ajarkan pasien dan keluarga
cara menggunakan oksigen
dirumah
Kolaborasi
1) Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
2) Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas dan/atau
tidur

Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Pemantauan respirasi (i.01014)
(D.0005) keperawatan selama 8 jam Observasi
diharapkan pola napas efektif 1. Monitor frekuensi, irama,
dengan kriteria hasil : kedalaman, dan upaya napas
Pola napas (SLKI. 01004) 2. Monitor pola napas (seperti
1) Kapasitas vital bradipnea, takipnea,
meningkat hiperventilasi, Kussmaul, Cheyn
2) Tekanan ekspirasi e-Stokes, Biot, ataksik0
meningkat 3. Monitor kemampuan batuk
3) Tekanan inspirasi efektif
meningkat 4. Monitor adanya produksi
4) Dispnea menurun sputum
5) Penggunaan otot 5. Monitor adanya sumbatan jalan
bantu napas menurun napas
6) Pemanjangan fase 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi
ekspirasi menurun paru
7) Pernapasan cuping 7. Auskultasi bunyi napas
hidung menurun 8. Monitor saturasi oksigen
8) Frekuensi napas 9. Monitor nilai AGD
membaik 10. Monitor hasil x-ray toraks
9) Kedalaman napas Terapeutik
membaik 1. Atur interval waktu
pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

Menejemen jalan napas (I. 01011)


Observasi
1. Monitor pola napas (frekuensi,
kedalaman, usaha napas)
2. Monitor bunyi napas tambahan
(mis. Gurgling, mengi,
weezing, ronkhi kering)
3. Monitor sputum (jumlah,
warna, aroma)
Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan jalan
napas dengan head-tilt dan
chin-lift (jaw-thrust jika curiga
trauma cervical)
2. Posisikan semi-Fowler atau
Fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada, jika
perlu
5. Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
6. Lakukan hiperoksigenasi
sebelum
7. Penghisapan endotrakeal
8. Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsepMcGill
9. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak
kontraindikasi.
2. Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.

4. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga
meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon
pasien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai
data yang baru
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah penilaian dengan cara
membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati)
dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap
perencanaan. Tujuan dari evaluasi antara lain: mengakhiri
rencana tindakan keperawatan, memodifikasi rencana tindakan
keperawatan, serta meneruskan rencana tindakan keperawatan.
Setelah dilakukan tindakan fisioterapi dada, evaluasi yang akan
dilakukan kepada pasien meliputi : pengeluaran sekret,
karakteristik sekret yang keluar, status pernafasan (irama
pernapasan, frekuensi, kedalaman, suara nafas tambahan), AGD
untuk mengetahui tingkat oksigen dalam darah arteri, tingkat
SPO2 dengan spirometer untuk mengetahui tingkat oksigen dalam
darah perifer, serta keluhan sesak pasien
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Anindita, A. Y., Hidayah, D., Hafidh, Y., Moelyo, A. G., & Dewi, M. (2019). Profil
Sindrom Aspirasi Mekonium pada Bayi Baru Lahir di RSUD Dr. Soetrasno
Rembang. Smart Medical Journal, 1(2), 42.
https://doi.org/10.13057/smj.v1i2.28692
Rohsiswatmo, R., & Kautsar, A. (2018). The Effectiveness of Surfactant Lavage
for Aterm Neonate with Meconium Aspiration Syndrome. Sari Pediatri, 19(6),
356–363.

Anda mungkin juga menyukai