Anda di halaman 1dari 15

PAPER

KOMPLIKASI DALAM KEHAMILAN & PERSALINAN

”MECONEUM STAINED AMNIOTIC FLUID”

DISUSUN OLEH :

1. NUR AISYAH R 202005019

2. MEILA SETIAWATI 202005036

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEBIDANAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO

TAHUN AKADEMIK 2022/2023

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Aspirasi mekonium terjadi pada 20-30% bayi dengan air ketuban keruh.
Sindrom aspirasi mekonium (SAM) secara klasik didefinisikan sebagai distress
respirasi yang berkembang segera setelah lahir, dengan daya pengembangan paru
yang rendah dan hipoksemia serta adanya bukti radiografi sebagai pneumonitis
aspirasi dan adanya riwayat air ketuban bercampur mekonium. SAM terjadi kira –
kira 5% persalinan dengan air ketuban bercampur mekonium dan merupakan satu
penyebab paling sering distress respirasi pada neonatal. Bayi yang lahir dengan
air ketuban bercampur mekonium 100 kali lipat berisiko berkembang menjadi
distress respirasi dibandingkan dengan bayi yang lahir dengan air ketuban jernih,
bahkan wanita dengan risiko komplikasi persalinan yang rendah pun air ketuban
bercampur mekonium sangat sering dan dihubungkan dengan peningkatan 5 kali
lipat mortalitas perinatal. Kematian terjadi kira – kira 12% bayi dengan SAM dan
SAM juga menjadi penyebab kejang pada neonatus dan kejang kronik.
Sindrom Aspirasi mekonium adalah terhisapnya cairan amnion yang
tercemar mekonium ke dalam paru-paru bayi baru lahir, yang dapat terjadi pada
saat intrauterin, persalinan, atau setelah lahir. Sindrom Aspirasi Mekonium pada
neonatus merupakan penyakit yang hanya ada pada saluran napas bayi.
Mekonium dalam cairan ketuban merupakan suatu indikasi adanya
gangguan pada bayi yang berkaitan dengan masalah intrauterin, berupa
kekurangan oksigen (hipoksia). Penyakit ini jarang terjadi pada kehamilan kurang
dari 37 minggu, sebaliknya paling sering terjadi pada kehamilan lebih dari 42
minggu.
Tidak semua bayi yang mengeluarkan mekonium dalam kandungan akan
mengalami sindrom aspirasi mekonium. Beberapa bayi tidak mengalami masalah
ini dan beberapa lainnya dapat mengalami sindrom aspirasi mekonium mulai dari
tingkat ringan sampai sangat serius. Hal ini tergantung dari seberapa parah
mekonium menyumbat saluran pernapasan bayi dan berapa lama hal tersebut
terjadi. Faktor risiko dari sindrom aspirasi mekonium adalah bayi mengalami
kesulitan saat dilahirkan atau bayi mengalami kondisi gawat janin.
B. ETIOLOGI
Aspirasi mekonium terjadi jika janin mengalami stres selama proses
persalinan berlangsung. Bayi seringkali merupakan bayi post- matur (lebih dari 40
minggu). Selama persalinan berlangsung, bayi bisa mengalami kekurangan
oksigen. Hal ini dapat menyebabkan meningkatnya gerakan usus dan pengenduran
otot anus, sehingga mekonium dikeluarkan ke dalam cairan ketuban yang
mengelilingi bayi di dalam rahim.
Cairan ketuban dan mekoniuim becampur membentuk cairan berwarna
hijau dengan kekental yang bervariasi. Jika selama masih berada di dalam rahim
janin bernafas atau jika bayi menghirup nafasnya yang pertama, maka campuran air
ketuban dan mekonium bisa terhirup ke dalam paru-paru. Mekonium yang terhirup
bisa menyebabkan penyumbatan parsial ataupun total pada saluran pernafasan,
sehingga terjadi gangguan pernafasan dan gangguan pertukaran udara di paru-paru.
Selain itu, mekonium juga menyebabkan iritasi dan peradangan pada saluran udara,
menyebabkan suatu pneumonia kimiawi.
Cairan ketuban yang berwarna kehijauan disertai kemungkinan terhirupnya
cairan ini terjadi pada 5-10% kelahiran. Sekitar sepertiga bayi yang menderita
sindroma ini memerlukan bantuan alat pernafasan. Aspirasi mekonium merupakan
penyebab utama dari penyakityang berat dan kematian pada bayi baru lahir.
C. PATOFISIOLOGI
SAM seringkali dihubungkan dengan suatu keadaan yang kita sebut fetal
distress. Pada keadaan ini, janin yang mengalami distres akan menderita hipoksia
(kurangnya oksigen di dalam jaringan). Hipoksia jaringan menyebabkan terjadinya
peningkatan aktivitas usus disertai dengan melemasnya spinkter anal. Maka
lepaslah mekonium ke dalam cairan amnion. Asfiksia dan berbagai bentuk stres
intrauterin dapat meningkatkan peristaltik usus janin disertai relaksasi sfinkter ani
eksterna sehingga terjadi pengeluaran mekoneum ke cairan amnion. Saat bayi
dengan asfiksia menarik napas (gasping) baik in utero atau selama persalinan,
terjadi aspirasi cairan amnion yang bercampur mekoneum ke dalam saluran napas.
Mekoneum yang tebal menyebabkan obstruksi jalan napas, sehingga terjadi
gawat napas. Sindroma ini biasanya terjadi pada infant full-term. Mekonium
ditemukan pada cairan amnion dari 10% dari keseluruhan neonatus,
mengindikasikan beberapa tingkatan aspiksia dalam kandungan. Aspiksia
mengakibatkan peningkatan peristaltik intestinal karena kurangnya oksigenasi
aliran darah membuat relaksasi otot spincter anal sehingga mekonium keluar.
Mekonium tersebut terhisap saat janin dalam kandungan. Aspirasi
mekonium menyebabkan obstruksi jalan nafas komplit atau partial dan vasospasme
pulmonary. Partikel garam dalam mekonium bekerja seperti detergen,
mengakibatkan luka bakar kimia pada jaringan paru. Jika kondisi berkelanjutan
akan terjadi pneumothoraks, hipertensi pulmonal persisten dan pneumonia karena
bakteri, dengan intervensi yang adekuat, gangguan ini akan membaik dalam
beberapa hari, tetapi angka kematian mencapai 28% dari seluruh kejadian.
Prognosis tergantung dari jumlah mekonium yang teraspirasi, derajat infiltrasi paru
dan tindakan suctioning yang cukup. Suctioning termasuk aspirasi dari nasofaring
selama kelahiran dan juga suctioning langsung pada trachea melalui selang
endotracheal setelah kelahiran jika mekonium ditemukan.
Pathway:

D. FAKTOR RISIKO SAM


Faktor – faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya sindrom aspirasi
mekonium antara lain: faktor ibu, faktor janin, penolong persalinan.
1. Faktor ibu antara lain: adanya penyakit kronik preeklampsia/eklampsia,
hipertensi, diabetes mellitus (DM), profil biofisik abnormal, merokok,
penyakit paru kronik, penyakit kardiovaskuler kronik, minum jamu dan
oligohidramnion.
2. Faktor janin: adanya gawat janin/hipoksia akut intrauterin, intra uterine
growth retardation (IUGR), aterm dan postterm.
3. Faktor penolong dipengaruhi oleh ketersediaan alat suction dan ketrampilan
dari penolong sendiri. Teraspirasinya mekonium yang ada di dalam air
ketuban tergantung dari lamanya hipoksia intra uterine yang mengakibatkan
terjadi pernapasan dalam dan gasping, aspirasi post partum serta tindakan
resusitasi yang diberikan.
Pada penelitian Khazardoost dkk menemukan bahwa risiko terjadinya
sindrom aspirasi mekonium pada air ketuban keruh bercampur mekonium adalah
konsistensi mekonium, nilai/skor appearance pulse grimace activity respiration
(APGAR) yang rendah pada menit ke-5 (kurang dari 5) dan peningkatan denyut
jantung janin.

E. TANDA DAN GEJALA


1. Umumnya bayi postterm, kecil masa kehamilan dengan kuku panjang dan
kulit terwarnai oleh mekonium menjadi kuning kehijauan dan terdapat
mekonium pada caira ketuban
2. Cairan amnion berwarna kehijauan dapat jernih maupun kental
3. Tanda sindrom gangguan pernafasan dan mulai tampak 24 jam pertama
setelah lahir
4. terdengan ronchi pada kedua paru – paru dan mungkin terlihat empishema
atau atelektasis
5. kesulitan bernafas saat lahir
6. retraksi atau otot – otot dada dan leher tampak turun saat bayi bernafas
7. stridor adalah salah satu tanda dari sumbatan saluran pernafasan. Stridor
sendiri adalah suara nafas kasar yang disebabkan karena adanya turbulensi
aliran udara karena adanya sumbatan di saluran nafas bagian atas. Stridor
merupakan indikasi dari keadaan darurat medis potensial dan harus selalu
mendapat perhatian
8. takhipnea bernapas dengan cepat dimana frekuensi napas pada bayi 0 sampai
12 bulan lebih dari 60x/menit (Donna L. Wong, 2003). Keadaan ini biasanya
menunjukkan adanya penurunan keteregangan paru atau rongga dada
9. sianosis merupakan warna kebiru-biruan pada kulit dan selaput lender akibat
dari peningkatan jumlah absolute hemoglobin tereduksi (hemoglobin yang
tidak berkaitan dengan oksigen).
10. frekruensi denyut jantung rendah sebelum dilahirkan.

F. DIAGNOSA
Diagnosis sindrom aspirasi mekonium umumnya tidak sulit. Riwayat
adanya cairan ketuban yang berwarna kehijauan pada ibu hamil sebelum atau
selama persalinan berlangsung dapat memberi petunjuk kemungkinan terjadinya
sindrom aspirasi mekonium.
Bayi – bayi dengan sindrom aspirasi mekonium biasanya lahir cukup
bulan atau lebih bulan. Jarang sekali bayi dengan penyakit ini lahir kurang bulan.
Pada pemeriksaan akan didapatkan cairan amnion yang terkontaminasi
mekonium. Kulit bayi terlihat terwarnai oleh mekonium bayi tampak mengalami
sesak nafas, dan dada bayi tampak membusung.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Jika hasil penilaian skor Apgar rendah, dokter akan melakukan pertolongan
pertama, sembari melakukan pemeriksaan lanjutan lain, seperti :

a. Analisa gas darah, untuk mengevaluasi kadar oksigen dan karbon dioksida.
b. Rontgen dada, untuk melihat kondisi paru-paru bayi.

H. KOMPLIKASI

Terhirupnya mekonium pada saat atau sebelum persalinan dapat

mengakibatkan obstruksi saluran nafas akut, pneumonitis, disfungsi atau inaktivasi

surfaktan, dan hipertensi pulmonal. Jika terjadi pada kasus kronik, dapat

menyebabkan kematian janin atau mengakibatkan gangguan jangka panjang

neurologis (Williams, 2014). Sindrom Aspirasi Mekonium dapat menyebabkan

asfiksia neonatorum yang selanjutnya akan berkembang menjadi infeksi neonatal.


Jika terlambat ditangani, kondisi ini dapat berakibat fatal. Selain itu, aspirasi

mekonium juga bisa meningkatkan risiko terjadinya beberapa kondisi, seperti :

1. Peradangan dan infeksi pada paru-paru karena mekonium tidak sengaja terhirup
dan masuk ke area paru-paru.
2. Paru-paru mengembang berlebihan hingga rusak karena mekonium menyumbat
saluran pernapasan bayi.

3. Pneumothorax atau penumpukan udara berlebihan di rongga pleura yang


menyebabkan paru-paru sulit mengembang.

4. Hipertensi pulmonal persisten pada bayi baru lahir, yaitu tekanan darah tinggi di
pembuluh paru-paru yang dapat membuat bayi kesulitan bernapas.

5. Kerusakan otak permanen karena kondisi aspirasi mekonium yang parah dapat
membatasi oksigen ke otak.

I. PENATALAKSANAAN
Sebagian besar kasus sindrom aspirasi mekonium pada bayi baru lahir
masih dapat dicegah dengan tindakan yang dapat meminimalkan kemungkinan
terjadinya aspirasi cairan ketuban yang sudah tercemar mekonium.
Sebelum meminpin persalinan, pencegahan dilakukan dengan tindakan
amnioinfusion. Sedangkan, jika sedang memimpin persalinan, tindakannya adalah
membersihkan rongga mulut dari mekoneum, setelah kepala lahir.
a. Penatalaksanaan Sebelum Meminpin Persalinan
Tatalaksana sebelum memimpin persalinan ada dua hal yang perlu dilakukan
sebelum mulai persalinan pada ibu hamil yang sudah memperlihatkan air
ketuban yang berwarna hijau, yaitu
1. Fetal Monitoring
Karena diketahui bahwa ada hubungan yang kuat antara sindrom
aspirasi mekonium dengan keadaan gawat janin, maka keadaan bayi perlu
dimonitor jika dijumpai keadaan ketuban bercampur mekonium.
Pemantauan lebih difokuskan untuk menilai ada tidaknya kegawatan yang
bakal terjadi. Keuntungan dari pemantauan ini adalah memudahkan untuk
memutuskan apakah persalinan tetap dilakukan melalaui pervaginam atau
segera diselesaikan melalui bedah cesar.
2. Amnioinfusion
Tindakan lainnya untuk menhindari terjadinya sindrom aspirasi
mekonium adalah melakukan tindakan yang dapat mengurangi kekentalan
air ketuban yang tercemar mekoneum. Tindakan yang dilakukan adalah
pemberian cairan infus ke dalam cairan ketuban (amnioinfusion).
Prosedurnya sederhana, yaitu dengan menginfuskan normal salin ke dalam
uterus melalui kateter. Amnioinfusion dapat berguna pada kehamilan yang
mempunyai komplikasi ketuban tercemar mekoneum karena dapat
mengembalikan cairan amnion dan mengencerkan mekoneum. Apabila
bayi mengisap mekoneum yang telah encer dengan tindakan
amnioinfusion, maka risiko menjadi berkurang dibandingkan dengan
mengisap (aspirasi) cairan amnion dengan mekoneum yang masih kental.
b. Penatalaksanaan Pada Saat Persalinan Berlangsung
Selama persalinan berlangsung, bayi belum bernafas. Bayi mulai menarik
nafas sejalan dengan tangisan pertama kali. Jika bayi menarik nafas pertama
kali, maka jika ada mekonium dalam rongga mulut akan terhisap ke dalam
saluran pernafasan. Untuk mencegah tidak terjadinya aspirasi mekonium,
maka setelah melahirkan kepala dan sebelum bahu lahir, sesegera mungkin
melakukan pengisapan cairan mekoneum baik yang ada dalam hidung, mulut,
maupun trakhea. Jika mulut telah bersih, maka pada saat bayi menangis dan
menarik nafas pertama kali, tidak ada mekonium yang akan terhisap ke dalam
saluran pernafasan. Dengan demikian, sindrom aspirasi mekoneum tidak
terjadi atau kalaupun terjadi resikonya minimal.
Pengisapan lendir dari hidung, mulut dan faring posterior sebelum badan
lahir menurunkan risiko sindroma aspirasi mekonium. Namun, 20-30% bayi
yang tercemar mekonium didapatkan mekonium pada trakhea walaupun sudah
dilakukan pengisapan lendir dan tidak ada pernafasan Segera setelah lahir,
maka sisa-sisa mekonium yang masih tersisa dalam mulut dan saluran nafas
harus segera dihisap ulang. Untuk menghindari resiko berlanjutnya teraspirasi
mekoneum, maka sisa mekoneum yang terdapat pada rongga hidung, mulut,
atau tenggorokan segera dikeluarkan, dengan menggunakan pengisap
(suction). Jika terdapat tanda-tanda distres, mekonium yang telah masuk ke
dalam trakhea dikeluarkan melalui trakheal tube. Sebaiknya, dilakukan
pengisapan sampai saluran pernafasan yang lebih dalam sampai tidak ada lagi
mekonium yang keluar di dalam suction.
Bila bayi tidak memperlihatkan pernafasan spontan atau depresi
pernafasan, tunos otot berkurang, dan denyut jantung bayi kurang dari 100
kali per menit, maka sesegera mungkin dilakukan perujukan dengan diikuti
pemasangan oksigen yang adekuat antara 50-80 mmHg.
TINJAUAN KASUS

Kasus Meconium Aspirasi Syndrome

Seorang bayi laki-laki dilahirkan secara pervaginam di Puskesmas Jatirejo dari ibu G1P0A0
hamil 41 42 minggu, pada tanggal 30 Januari 2023 pukul 04.00 WIB. Berat Badan (BB)
lahir 2400 gram, Panjang Badan (PB) 40 cm. Saat dilahirkan, bayi tidak langsung menangis
dan tidak bernapas spontan, bergerak kurang aktif, dan tampak kebiruan pada ekstremitas,
dengan apgar score 1/2. Setelah dilakukan pembersihan jalan napas terdapat mekonium
yang cukup banyak, kemudian dilakukan resusitasi dan rangsang taktil sehingga bayi
bernapas, Pada pemeriksaan bayi ditemukan hasil suhu bayi 36 derajat celcius, frekuensi
napas 70x/menit, dan terdapat bunyi ronchi pada paru-paru. Dari hasil amanesis diketahui
bahwa ibu sering mengonsumsi jamu. Selain itu diketahui ibu memiliki Riwayat darah
tinggi atau hipertensi.
Asuhan Kebidanan Pada Bayi Ny A di Puskesmas Jatirejo

Tanggal Pengkajian : Senin, 30 Januari 2023


Pukul : 09.00
Ruangan : Puskesmas Jatirejo

1. Data Subjektif

a. Identitas

Nama : Bayi Ny A

Jenis Kelamin : Laki laki

Tanggal Lahir : 30 Januari 2023

1. Keluhan utama : Bayi Ny A tidak menangis spontan dikarenakan air


ketuban bercampur meconium
1. Alasan Kunjungan : ibu ingin memeriksakan keadaan bayinya
2. Riwayat Penyakit keluarga
Ny A memiliki Riwayat penyakit hipertensi
3. Riwayat Pola Nutrisi ibu selama hamil
Ny N sering mengonsumsi jamu
2. Riwayat Persalinan
Usia Kehamilan : 41 42 minggu
Kala 1 : 8 jam
Kala 2 : 30 menit
Air ketuban : Keruh bercampur mekonium
Plasenta : Plasenta bewarna hijau karena bercampir mekonium

2. Data Objektif

a. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Bayi tampak lemah dan terlihat pucat
TTV
Suhu : 36 derajat celcius
RR : 70x/ menit
b. Pemeriksaan Selintas :
Apgar Score : ½
1. Menangis kuat (-)
2. Gerak aktif (-)
3. Anus (+)
4. Genetalia
Jenis Kelamin : Laki – laki

c. Pengukuran antoprometri

Berat Badan : 2900 gram


Panjang Badan : 48 cm
Lingkar Kepala : 32 cm

d. Pemeriksaan Head To Toe


1. Pemeriksaan Kepala:
a. Kepala bentuk normal, tidak terdapat saput succadaeum
b. Terdapat secret di hidung dan mulut

2. Pemeriksaan leher dan dada


a. Simetris dalam batas normal
b. Terdengar bunyi ronchi pada paru-paru
c. Terdapat retraksi atau otot – otot dada dan leher tampak turun saat bayi
bernafas
3. Pemeriksaan Abdomen
a. Pembesaran simetris

4. Pemeriksaan genetalia
a. Pemeriksaan didapatkan genetalia pada bayi normal, terdapat skrotum

e. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan

4.Analisa

Bayi Ny A usia 0 hari dengan Mekonium Aspirasi Syndrome

5. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Mandiri

1. Terdapat mekonium pada air ketuban, segera setelah kepala lahir lakukan
penghisapan pada mulut dan hidung bayi menggunakan penghisap lendir

2. Jaga agar bayi tetap merasa hangat, beri rangsangan taktil, dan beri oksigen
sampai bayi menangis, jika bayi

b. Pentalaksanaan Kolaborasi

1. Berkolaborasi dengan dokter Obat yang diberikan, antara lain antibiotika.


Antibiotika diberikan untuk mencegah terjadinya komplikasi berupa infeksi
ventilasi mekanik.Obat yang diberikan yaitu Cefotaxime yang disuntikkan pada
bayi secara IM.
DAFTAR PUSTAKA

Arvin BK,Nelson. Ilmu kesehatan anak. Volume ke-1. Edisi ke-15. EGC: Jakarta. 2000.
hlm. 600-1.

Clark MB. Meconium aspiration syndrome [internet]. USA: Clark and Associates; 2010
[diakses tanggal 29 Agustus 2016]. Tersedia dari:
http://emedicine.medscape.com/article/9 74110-overview. Tryvanie dan Hanna |
Sindroma Aspirasi Mekonium J Medula Unila|Volume 7|Nomor 1|Januari 2017 |79

Yeh TF. Core concepts: meconium aspiration syndrome: pathogenesis and current
management. Am Assoc Ped. 2010.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pencegahan dan penatalaksaanaan asfiksia


neonatorum. Jakarta: Depkes RI; 2008.

Hermansen CL, Kevin N L. Respiratory distress in the newborn. Am Fam Physician.


2007;76(7):987-94.

Gomella. Neonatology: management procedures call problems. Edisi ke-6. Lange Clinical
Science: New York; 2009.

Prambudi R. Neonatologi praktis. Lampung: AURA; 2013.

Yeh TF, Harris V, Srinivasan G, Lilien L, Pyati S. Roentgenographic findings in infants


with meconium aspiration syndrome. JAMA. 2000; 242(1):60–3.

Lynne M. Meconium aspiration imaging [internet]. USA: Lynne and Associates; 2011
[diakses tanggal 29 Agustus 2016]. Tersedia dari:
http://emedicine.medscape.com/article/4 10756-overview. 10. Kattwinkel J,
Perlman JM, Aziz K, Colby C, Fairchild K, GallagherJ,et al.Neonatal resuscitation:
2010 American heart association guidelines for cardiopulmonary resuscitation and
emergency cardiovascular care. Ped. 2011; 128(1):176

Anda mungkin juga menyukai